Representasi Perempuan Jawa Dalam Novel “Anak Semua Bangsa” Chapter III V

36

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Istilah penelitian kualitatif menurut Kirk dan Miller, pada mulanya bersumber
pada pengamatan kualitatif yang dipertentangkan dengan pengamatan kuantitatif.
Lalu mereka mendefinisikan bahwa metodologi kualitatif adalah tradisi tertentu
dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada
pengamatan pada manusia dalam kekhasannya sendiri dan berhubungan dengan
orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya (Pujileksono,
2015 : 35).

3.2.Objek Penelitian
3.2.1. Profil Pramoedya Ananta Toer
Pramoedya Ananta Toer (lahir di Blora, Jawa Tengah, 6 Februari 1925 –
meninggal di Jakarta, 30 April 2006 pada umur 81 tahun), secara luas dianggap
sebagai salah satu pengarang yang produktif dalam sejarah sastra Indonesia.
Pramoedya telah menghasilkan lebih dari 50 karya dan diterjemahkan ke dalam
lebih dari 41 bahasa asing.
Pramoedya dilahirkan di Blora pada tahun 1925 di jantung pulau jawa di

sebelah timur Pulau Sumatera, sebagai anak sulung dalam keluarganya. Ayahnya
adalah seorang guru, sedangkan ibunya seorang penjual nasi. Nama asli
Pramoedya adalah Pramoedya Ananta Mastoer, sebagaimana yang tertulis dalam
koleksi cerita pendek semi-otobiografinya yang berjudul Cerita Dari Blora.
Karena nama keluarga Mastoer (nama ayahnya) dirasakan terlalu aristokratik, ia
menghilangkan awalan Jawa "Mas" dari nama tersebut dan menggunakan "Toer"
sebagai nama keluarganya. Pramoedya menempuh pendidikan pada Sekolah
Kejuruan Radio di Surabaya, dan kemudian bekerja sebagai juru ketik untuk surat
kabar Jepang di Jakarta selama pendudukan Jepang di Indonesia.
Pada masa kemerdekaan Indonesia, ia mengikuti kelompok militer di Jawa
dan kerap ditempatkan di Jakarta pada akhir perang kemerdekaan. Ia menulis
cerpen serta buku di sepanjang karier militernya dan ketika dipenjara Belanda di
Jakarta pada 1948 dan 1949. Pada 1950-an ia tinggal di Belanda sebagai bagian

Universitas Sumatera Utara

37

dari program pertukaran budaya, dan ketika kembali ke Indonesia ia menjadi
anggota Lekra, salah satu organisasi sayap kiri di Indonesia. Gaya penulisannya

berubah selama masa itu, sebagaimana yang ditunjukkan dalam karyanya
Korupsi, fiksi kritik pada pamong praja yang jatuh di atas perangkap korupsi. Hal
ini menciptakan friksi antara Pramoedya dan pemerintahan Soekarno.
Selama masa itu, ia mulai mempelajari penyiksaan terhadap Tionghoa
Indonesia, kemudian pada saat yang sama, ia pun mulai berhubungan erat dengan
para penulis di Tiongkok. Khususnya, ia menerbitkan rangkaian surat-menyurat
dengan penulis Tionghoa yang membicarakan sejarah Tionghoa di Indonesia,
berjudul Hoakiau di Indonesia. Ia merupakan kritikus yang tak mengacuhkan
pemerintahan Jawa-sentris pada keperluan dan keinginan dari daerah lain di
Indonesia, dan secara terkenal mengusulkan bahwa pemerintahan mesti
dipindahkan ke luar Jawa. Pada 1960-an ia ditahan pemerintahan Soeharto karena
pandangan pro-Komunis Tiongkoknya. Bukunya dilarang dari peredaran, dan ia
ditahan tanpa pengadilan di Nusakambangan di lepas pantai Jawa, dan akhirnya di
pulau Buru di kawasan timur Indonesia.
Selain pernah ditahan selama tiga tahun pada masa kolonial dan satu tahun
pada masa Orde Lama, selama masa Orde Baru Pramoedya merasakan 14 tahun
ditahan sebagai tahanan politik tanpa proses pengadilan (13 Oktober 1965 - Juli
1969, Juli 1969 - 16 Agustus 1969 di Pulau Nusakambangan, Agustus 1969 - 12
November 1979 di Pulau Buru, November - 21 Desember 1979 di Magelang). Ia
dilarang menulis selama masa penahanannya di Pulau Buru, namun tetap

mengatur untuk menulis serial karya terkenalnya yang berjudul Bumi Manusia,
serial empat kronik novel semi-fiksi sejarah Indonesia. Tokoh utamanya Minke,
bangsawan kecil Jawa, dicerminkan pada pengalaman RM Tirto Adisuryo seorang
tokoh pergerakkan pada zaman kolonial yang mendirikan organisasi Sarekat
Priyayi dan diakui oleh Pramoedya sebagai organisasi nasional pertama. Jilid
pertamanya dibawakan secara oral pada para kawan sepenjaranya, dan sisanya
diselundupkan ke luar negeri untuk dikoleksi pengarang Australia dan kemudian
diterbitkan dalam bahasa Inggris dan Indonesia.
Pramoedya dibebaskan dari tahanan pada 21 Desember 1979 dan
mendapatkan surat pembebasan secara hukum tidak bersalah dan tidak terlibat

Universitas Sumatera Utara

38

Gerakan 30 September, tapi masih dikenakan tahanan rumah di Jakarta hingga
1992, serta tahanan kota dan tahanan negara hingga 1999, dan juga wajib lapor
satu kali seminggu ke Kodim Jakarta Timur selama kurang lebih dua tahun.
Selama masa itu ia menulis Gadis Pantai, novel semi-fiksi lainnya
berdasarkan pengalaman neneknya sendiri. Ia juga menulis Nyanyi Sunyi Seorang

Bisu (1995), otobiografi berdasarkan tulisan yang ditulisnya untuk putrinya
namun tak diizinkan untuk dikirimkan, dan Arus Balik (1995). Edisi lengkap
Nyanyi Sunyi Seorang Bisu diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Willem
Samuels, diterbitkan di Indonesia oleh Hasta Mitra bekerja sama dengan Yayasan
Lontar pada 1999 dengan judul The Mute's Soliloquy: A Memoir
Semenjak Orde Baru berkuasa, Pramoedya tidak pernah mendapat kebebasan
menyuarakan suaranya sendiri, dan telah beberapa kali dirinya diserang dan
dikeroyok secara terbuka di koran. Tetapi dalam pemaparan pelukis Joko Pekik,
yang juga pernah menjadi tahanan di Pulau Buru, ia menyebut Pramoedya sebagai
'juru-tulis'. Pekerjaan juru-tulis yang dimaksud oleh Joko Pekik adalah Pramoedya
mendapat 'pekerjaan' dari petugas Pulau Buru sebagai tukang ketiknya mereka.
Bahkan menurut Joko Pekik, nasib Pramoedya lebih baik dari umumnya tahanan
yang ada. Statusnya sebagai tokoh seniman yang oleh media disebar-luaskan
secara internasional, menjadikan dia hidup dengan fasilitas yang lumayan apalagi kalau ada tamu dari 'luar' yang datang pasti Pramoedya akan menjadi
'bintangnya'.
Pramoedya telah menulis banyak kolom dan artikel pendek yang mengkritik
pemerintahan Indonesia terkini. Ia menulis buku Perawan Remaja dalam
Cengkraman Militer, dokumentasi yang ditulis dalam gaya menyedihkan para
wanita Jawa yang dipaksa menjadi wanita penghibur selama masa pendudukan
Jepang. Semuanya dibawa ke Pulau Buru di mana mereka mengalami kekerasan

seksual, mengakhiri tinggal di sana daripada kembali ke Jawa. Pramoedya
membuat perkenalannya saat ia sendiri merupakan tahanan politik di Pulau Buru
selama masa 1970-an.
Banyak dari tulisannya menyentuh tema interaksi antarbudaya; antara
Belanda, kerajaan Jawa, orang Jawa secara umum, dan Tionghoa. Banyak dari
tulisannya juga semi-otobiografi, di mana ia menggambar pengalamannya sendiri.

Universitas Sumatera Utara

39

Ia terus aktif sebagai penulis dan kolumnis. Ia memperoleh Ramon Magsaysay
Award untuk Jurnalisme, Sastra, dan Seni Komunikasi Kreatif 1995. Ia juga telah
dipertimbangkan untuk Hadiah Nobel Sastra. Ia juga memenangkan Hadiah
Budaya Asia Fukuoka XI 2000 dan pada 2004 Norwegian Authors' Union Award
untuk sumbangannya pada sastra dunia. Ia menyelesaikan perjalanan ke Amerika
Utara pada 1999 dan memperoleh penghargaan dari Universitas Michigan.
Sampai akhir hayatnya ia aktif menulis, walaupun kesehatannya telah
menurun akibat usianya yang lanjut dan kegemarannya merokok. Pada 12 Januari
2006, ia dikabarkan telah dua minggu terbaring sakit di rumahnya di Bojong

Gede, Bogor, dan dirawat di rumah sakit. Menurut laporan, Pramoedya menderita
diabetes, sesak napas dan jantungnya melemah.
Pada 6 Februari 2006 di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki, diadakan
pameran khusus tentang sampul buku dari karya Pramoedya. Pameran ini
sekaligus hadiah ulang tahun ke-81 untuk Pramoedya. Pameran bertajuk Pram,
Buku dan Angkatan Muda menghadirkan sampul-sampul buku yang pernah
diterbitkan di mancanegara. Ada sekitar 200 buku yang pernah diterjemahkan ke
berbagai bahasa dunia.

3.2.2. Bibliografi Pramoedya Ananta Toer


















Sepoeloeh Kepala Nica (1946), hilang di tangan penerbit Balingka, Pasar
Baru, Jakarta, 1947
Kranji–Bekasi Jatuh (1947), fragmen dari Di Tepi Kali Bekasi
Perburuan (1950), pemenang sayembara Balai Pustaka, Jakarta, 1949
(dicekal oleh pemerintah karena muatan komunisme)
Keluarga Gerilya (1950)
Subuh (1951), kumpulan tiga cerpen
Percikan Revolusi (1951), kumpulan cerpen
Mereka yang Dilumpuhkan (I & II) (1951)
Bukan Pasar Malam (1951)
Di Tepi Kali Bekasi (1951), dari sisa naskah yang dirampas Marinir
Belanda pada 22 Juli 1947


Universitas Sumatera Utara

40

























Dia yang Menyerah (1951), kemudian dicetak ulang dalam kumpulan
cerpen
Cerita dari Blora (1952), pemenang karya sastra terbaik dari Badan
Musyawarah Kebudayaan Nasional, Jakarta, 1953
Gulat di Jakarta (1953)
Midah Si Manis Bergigi Emas (1954)
Korupsi (1954)
Mari Mengarang (1954), tidak jelas nasibnya di tangan penerbit
Cerita Dari Jakarta (1957)
Cerita Calon Arang (1957)
Sekali Peristiwa di Banten Selatan (1958)
Panggil Aku Kartini Saja (I & II, 1963; bagian III dan IV dibakar
Angkatan Darat pada 13 Oktober 1965)

Kumpulan Karya Kartini, yang pernah diumumkan di berbagai media;
dibakar Angkatan Darat pada 13 Oktober 1965
Wanita Sebelum Kartini; dibakar Angkatan Darat pada 13 Oktober 1965
Gadis Pantai (1962-65) dalam bentuk cerita bersambung, bagian pertama
triologi tentang keluarga Pramoedya; terbit sebagai buku, 1987; dilarang
Jaksa Agung; jilid kedua dan ketiga dibakar Angkatan Darat pada 13





















Oktober 1965
Sejarah Bahasa Indonesia. Satu Percobaan (1964); dibakar Angkatan
Darat pada 13 Oktober 1965
Realisme Sosialis dan Sastra Indonesia (1963)
Lentera (1965), tidak jelas nasibnya di tangan penerbit
Bumi Manusia (1980); dilarang Jaksa Agung, 1981
Anak Semua Bangsa (1981); dilarang Jaksa Agung, 1981
Sikap dan Peran Intelektual di Dunia Ketiga (1981)
Tempo Doeloe (1982), antologi sastra pra-Indonesia
Jejak Langkah (1985); dilarang Jaksa Agung, 1985
Sang Pemula (1985); dilarang Jaksa Agung, 1985
Hikayat Siti Mariah, (ed.) Hadji Moekti, (1987); dilarang Jaksa Agung,
1987

Universitas Sumatera Utara

41


















Rumah Kaca (1988); dilarang Jaksa Agung, 1988
Memoar Oei Tjoe Tat, (ed.) Oei Tjoe Tat, (1995); dilarang Jaksa Agung,
1995
Nyanyi Sunyi Seorang Bisu I (1995); dilarang Jaksa Agung, 1995
Arus Balik (1995)
Nyanyi Sunyi Seorang Bisu II (1997)
Arok Dedes (1999)
Mangir (2000)
Larasati (2000)
Jalan Raya Pos, Jalan Daendels (2005)

3.3. Subjek Penelitian
Subjek yang diteliti dalam penelitian ini adalah sebagian isi cerita yang
terdapat dalam novel “Anak Semua Bangsa” karya Pramoedya Ananta Toer, yang
terdiri dari 539 halaman. Sebagian isi cerita yang dimaksud adalah bagian yang
menunjukkan sisi perempuan modern Jawa dari tokoh Nyai Ontosoroh. Novel
Anak Semua Bangsa pertama kali diterbitkan pada tahun 1981. Beberapa bulan
setelah terbit, novel ini dilarang beredar oleh Jaksa Agung saat itu. Penelitian ini
menggunakan novel cetakan September 2011 yang diterbitkan oleh Lentera
Dipantara.

3.4. Kerangka Analisis
Penelitian ini menggunakan pisau analisis semiotika, yaitu semiologi Roland
Barthes. Proses analisis dilakukan dua tingkatan yaitu teks dan konteks. Semiologi
Roland Barthes bertumpu pada pemaknaan denotatif, konotatif, serta mitos yang
terkandung dari teks yang diteliti. Analisis semiotik dipilih sebab dianggap
relevan dan memiliki kekuatan dalam mempelajari hakikat tanda. Saussure
berpendapat

bahwa

persepsi

dan

pandangan

kita

mengenai

realitas,

dikonstruksikan oleh kata-kata dan tanda-tanda lain yang digunakan dalam
konteks sosial (Sobur, 2004 : 87).

Universitas Sumatera Utara

42

3.5. Teknik Pengumpulan Data
Seorang periset harus melakukan kegiatan pengumpulan data. metode
pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan periset
untuk mengumpulkan data. metode pengumpulan data ini sangat ditentukan oleh
metodologi riset, apakah kuantitatif atau kualitatif (Kriyantono, 2007 : 91).
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Data Primer, yaitu data unit analisis dari teks-teks yang tertulis pada novel
Anak Semua Bangsa.
b. Data Sekunder, yaitu penelitian kepustakaan (library research) dengan cara
mempelajari dan mengumpulan data melalui literature buku, jurnal ilmiah,
serta bacaan lain di internet yang relevan dan mendukung penelitian.

3.6. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan salah satu langkah penting dalam penelitian untuk
memperoleh temuan-temuan hasil penelitian. Data yang telah dikumpul akan
menuntun peneliti ke arah temuan ilmiah, bila dianalisis dengan teknik-teknik
yang tepat. Menurut Bogdan dan Biklen, analisis data kualitatif adalah upaya yang
dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilahmilahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistesiskannya, mencari dan
menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan
memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Pujileksono, 2015 :
151).
Penelitian ini akan dianalisis menggunakan analisis semiotika Roland Barthes,
berupa penanda dan petanda, denotasi dan konotasi terhadap sebagian isi novel
Anak Semua Bangsa karya Pramoedya Ananta Toer. Penelitian akan dilakukan
dengan menganalisis 22 kutipan dalam novel yang menggambarkan sisi
perempuan modern Jawa tokoh Nyai Ontosoroh. Keseluruhan analisis nantinya
akan disajikan dalam bentuk uraian deskriptif.

Universitas Sumatera Utara

43

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Perangkat analisis semiotika akan dipakai pada novel Pramoedya Ananta Toer
yang berjudul Anak Semua Bangsa. Novel yang dibuat saat pengarang masih
dalam masa pengasingan di Pulau Buru ini merupakan buku kedua dari tetralogi
Buru yang bercerita tentang kehidupan seorang pribumi terdidik yang berlatar
Hindia Belanda pada akhir abad 19 dan awal abad 20. Dalam buku kedua
diceritakan tokoh utama tinggal dengan ibu mertuanya yang merupakan seorang
Nyai dari Herman Mellema, seorang bekas Administratur Pabrik Gula Tulangan.
Seorang perempuan Jawa yang diangkat menjadi gundik dan mendapatkan
pendidikan Eropa dari Tuannya. Bukan hanya kebiasaan dan tata krama Eropa
yang ia dapat dan terapkan, namun juga pemikiran yang menjadikannya lebih
berani dibanding perempuan Jawa terdidik lainnya. Hal inilah yang membuat
peneliti semakin tertarik untuk menelitinya.
Adapun kutipan isi novel yang akan diteliti adalah kutipan yang berisi tentang
pendapat tokoh lain maupun dialog dari Nyai Ontorosoh sendiri yang
menunjukkan sisi perempuan modern Jawa yang ada pada tokoh Nyai Ontosoroh.
Dari keseluruhan isi novel, peneliti memilih 22 kutipan yang menunjukkan sisi
perempuan Jawa modern dari diri Nyai Ontosoroh. Kemudian peneliti akan
mencoba menggali makna denotasi dan konotasi melalui perangkat analisis
semiologi Roland Barthes.
Berikut daftar 22 kutipan yang akan diteliti:
Tabel IV.1
Daftar Kutipan
No

Kutipan

Halaman

1

“Memang, sudah selesai dengan kekalahan kita, tetapi tetap
ada azas yang telah mereka langgar. Mereka telah tahan
kita di luar hukum. Jangan kau kira bisa membela sesuatu,

4

apalagi keadilan, kalau tak acuh terhadap azas, biar sekecilkecilnya pun...”
2

“Lihat, biar kau kaya bagaimana pun,” ia memulai dan

4-5

Universitas Sumatera Utara

44

kudengarkan dengan setengah hati, “kau harus bertindak
terhadap siapa saja yang mengambil seluruh atau sebagian
dari milikmu, sekali pun hanya segumpil batu yang
tergeletak di bawah jendela. Bukan karena batu itu sangat
berharga bagimu, azasnya: mengambil milik tanpa ijin:
pencurian; itu tidak benar, harus dilawan. Apalagi.
Pencurian terhadap kebebasan kita selama beberapa hari
ini.”
3

Tidak lain dari Mama yang mengatakan: nama berganti
seribu kali dalam sehari, makna tetap.

4

26

“Tidak, Nak, ini perbuatan manusia. Direncanakan oleh
otak manusia, oleh hati manusia yang degil. Pada manusia
kita harus hadapkan kata-kata kita. Tuhan tidak pernah

54

berpihak pada yang kalah.”
5

Memang sekali ia pernah bilang: tak ada guna menyewa
tenaga Eropa kalau Pribumi bisa melakukan.

6

58

“... Dan engkau tahu perusahaan ini pada suatu kali akan
diambil oleh orang lain yang dianggap lebih berhak oleh

97-98

Hukum. Aku hendak membuka perusahaan baru....”
7

“Bagaimana bisa orang berbohong dalam tulisan semacam
ini? tulisan yang harus dihormati karena dibaca oleh ribuan

100

orang?”
8

“Kau dididik untuk menghormati dan mendewakan Eropa,
mempercayai tanpa syarat. Setiap kau melihat kenyataan
adanya Eropa tanpa kehormatan, kau lantas jadi sentimen.
Eropa tidak lebih terhormat daripada kau sendiri, Nak!
Eropa lebih unggul hanya di bidang ilmu, pengetahuan dan
pengendalian diri. Lebih tidak. Lihatlah aku, satu contoh

100-101

yang dekat – aku, orang desa, tapi juga bisa sewa orangorang Eropa yang ahli. Juga kau bisa. Kalau mereka bisa
disewa oleh siapa saja yang bisa membayarnya, mengapa
iblis takkan menyewanya juga?”

Universitas Sumatera Utara

45

9

“... Eropa tidak berhebat-hebat dengan nama, dia berhebathebat dengan ilmu dan pengetahuannya. Tapi si penipu
tetap penipu, si pembohong tetap pembihing dengan ilmu

102

dan pengetahuannya.”
10

“Seluruh dunia kekuasaan memuji-muji yang kolonial.
Yang tidak kolonial dianggap tak punya hak hidup,
termasuk mamamu ini. berjuta-juta ummat manusia
menderitakan

tingkahnya

dengan

diam-diam

seperti

batukali yang itu juga. Kau, Nak, paling sedikit harus bisa
berteriak. Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari
siapa pun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam
ditelan

angin,

akan

abadi,

sampai

jauh,

jauh

111-112

di

kemudianhari. Dan kolonial itu, kan itu persyaratan dari
bangsa pemenang pada bangsa yang dikalahkan untuk
menghidupinya? – suatu persyaratan yang didasarkan atas
tajamnya dan kuatnya senjata?”
11

Pada kita dia telah tampilkan Eropa dan Amerika sebagai
petualangan-petualangan jahat, Nak. Sekiranya mereka tak

122

punya meriam, apakah ada kehormatan pada mereka?”
12

Gelumbang tangisnya memuncak lagi, dengan suara
tertahan, menghiba-hiba, tangis seorang wanita yang keras
hati, berani dan berpengalaman, terpelajar dan cerdas-

308

tangis seorang yang menyadari telah membangun di atas
lumpur.
13

“Dengan mengenal bahasa Belanda, mereka akan kurang
takut menghadapi Belanda, dengan tahu berhitung mereka

339

takkan terkena tipu...”
14

... Mama, wanita yang kukagumi dalam hidupku, kau, yang
dalam tanganmu aku seakan segumpal lempung yang dapat
kau bentuk sebagaimana kau kehendaki, yang dapat

378

mengungkap hal-hal besar, yang dapat menggarap banyak
soal sekaligus, yang cerdas dan terpelajar, yang mendahului

Universitas Sumatera Utara

46

jaman, ...
15

Ya, aku sekarang ingat pada Nyai. Ia pun menggaji orangorang Eropa untuk kepentingan perusahaannya. Mereka
datang

atas

panggilannya.

Malah

Mr.Deradera

Lelliobuttockx diusirnya berdepan-depan karena tidak

416

menguntungkan. Seorang Pribumi mengusir orang Eropa!
Betapa banyak yang telah dipelajarinya dari Tuan Mellema.
16

“Dia sudah sampai ke tempat yang ditujunya sendiri. Aku
kira itu lebih baik. Setidak-tidaknya cita-citanya telah

443

terlaksana: jadi pelaut, berlayar, mengelilingi dunia.”
17

Namun aku sekarang mengerti sepenuhnya mengapa Mama
tak memberi aku uang saku. Mama hendak mengajar aku
mendapatkan uang sendiri dari tenaga kerjaku, dan aku

448

segan bekerja. Berbahagialah Annelies yang mau dan
mengerti maksud didikanmu.
18

Mama berkukuh menolak memberikan keterangan yang
bisa jadi petunjuk ke arah kebijaksanaannya sebagai

460

pemimpin dan pemilik perusahaan.
19

“Dalam pelik-pelik kehidupan ini, memang apa yang
pernah kau pelajari di sekolah hanya permainan kanakkanak. Kau sudah cukup dewasa, untuk mengerti hukum
serigala yang berlaku dalam kehidupan, di antara mereka,

462

juga di antara kita sendiri. Sebentar lagi kau akan lihat, apa
yang kukatakan ini tidak meleset dan tidak akan meleset.”
20

Di Wonokromo, seorang perempuan, sendirian, harus
menghadapi lawan dewa pembangunan dan dewa sukses
sekaligus. Secara hukum perempuan yang bediri sendiri itu
telah dirampas dari anak dan hartabendanya, keringat, jerih
dan payahnya. Ia tak punya kekuatan hukum. Ia tak pergi

500

ke tempat di mana Nederland memanggil. Dan ia hanya
didampingi oleh seorang plonco bernama Minke dan
seorang Darsam yang telah kehilangan kehebatannya dalam

Universitas Sumatera Utara

47

bermain parang. Kekuatan apa lagi yang masih tercadang
dari tiga orang ini dalam menghadapi Ir.Maurits Mellema
yang sedang diurap kejayaan?
“orang rakus harta-benda selamanya tak pernah membaca

21

cerita, orang tak berperadaban. Dia takkan pernah
perhatikan nasib orang. Apalagi orang yang hanya dalam

512

cerita tertulis.”
“... Melarikan diri adalah kriminal. Sia-sia semua

22

pendidikan dan pengalamanmu. Aku percaya kau bukan

340

pelarian.”

Dari 22 kutipan tersebut peneliti membaginya menjadi tiga kelompok
berdasarkan model ideal perempuan modern Jawa yang telah dibahas di BAB
sebelumnya:
1. Keibuan
2. Terdidik
3. Peran ganda
Namun dalam pengelompokannya, peneliti tidak menutup satu kutipan yang
mencakup lebih dari satu kategori. Berikut pembahasan kutipan yang terpilih
berdasarkan pengelompokannya.
4.1.1. Keibuan
Dalam pengelompokan ini, terdapat tujuh kutipan yang dibahas
Tabel IV.2
Makna Denotasi dan Konotasi Keibuan
No

Kutipan

Halaman

1

“Tidak, Nak, ini perbuatan manusia. Direncanakan

54

oleh otak manusia, oleh hati manusia yang degil. Pada
manusia kita harus hadapkan kata-kata kita. Tuhan
tidak pernah berpihak pada yang kalah.”

Universitas Sumatera Utara

48

Denotasi
“Tidak, Nak, ini sesuatu yang dilakukan manusia.
Dirancang oleh Manusia yang memikirkan rencana
tersebut. Manusia yang keras kepala dan tidak mau
menuruti nasehat orang. Menghadapi manusia harus
dengan mengutarakan pendapat lewat kata-kata. Tuhan
berpihak pada mereka yang menang.
Konotasi
Suatu hal terjadi bukan hanya mutlak karena ketentuan
takdir, namun ada campur tangan manusia yang
menjadikannya demikian. Bagaimana pun beraninya
manusia, campur tangan Tuhan tidak bisa dilupakan.
Namun Tuhan lebih menyenangi orang-orang yang
berusaha dalam mencapai takdirnya. Maka dari itu
meski bukan kapasitas manusia untuk menentang
takdir Tuhan, namun untuk membela diri di hadapan
manusia, haruslah dengan gagasan dan perkataan yang
lebih baik.
2

Gelumbang tangisnya memuncak lagi, dengan suara

308

tertahan, menghiba-hiba, tangis seorang wanita yang
kerashati, berani dan berpengalaman, terpelajar dan
cerdas-tangis

seorang

yang

menyadari

telah

membangun di atas lumpur.
Denotasi
Gerakan beruntun-runtun ungkapan perasaan sedih
dengan mencucurkan air mata dan mengeluarkan suara
tersedu-sedunya meningkat tinggi-tinggi lagi, beserta
suara terhambat, menimbulakn rasa belas kasihan,
ungkapan perasaan sedih satu orang perempuan yang
tidak lekas putus asa, mempunyai hati yang mantap
dan rasa percaya diri yang besar dalam menghadapi
bahaya dan mempunyai pengalaman, telah mendapat

Universitas Sumatera Utara

49

pelajaran (di sekolah) dan sempurna perkembangan
akal budinya - ungkapan perasaan sedih satu orang
yang mengetahui sudah bangkit berdiri di atas tanah
lunak yang berair.
Konotasi
Menangis

adalah

kekuatan

terakhir

seorang

perempuan. Bukan menandakan mereka lemah, tapi
untuk sedikit melepaskan beban. Nyai Ontosoroh
digambarkan sebagai seorang yang teguh, berani dan
berpengalaman, namun hatinya tetap lembut. Ia
menangisi perusahaan yang telah ia bangun ternyata
bermodalkan uang yang bukan haknya.
Lumpur dimaknakan sebagai suatu yang kotor dan
menenggelamkan karena sifatnya yang tidak padat.
Semakin lama berdiri di atas lumpur maka akan
semakin tenggelam di dalamnya dan semakin kotor.
Nyai ingin menghentikan kesalahan yang selama ini
ternyata telah meliputi perusahaannya.
3

“Dengan mengenal bahasa Belanda, mereka akan

339

kurang takut menghadapi Belanda, dengan tahu
berhitung mereka takkan terkena tipu...”
Denotasi
“Dengan mengetahui percakapan Belanda, mereka
akan sedikit merasa gentar bertemu muka dengan
orang

Belanda,

dengan

mengerti

mengerjakan

hitungan mereka tidak akan sudah kena kecoh...”
Konotasi
Keterbatasan bahasa menjadi alasan yang memperkuat
ketakutan pribumi pada orang Belanda. Pendidikan
bahasa dan berhitung hanya bisa didapat di bangku
sekolah yang diperuntukkan untuk golongan tertentu.
Pribumi yang biasanya menjadi buruh bagi orang

Universitas Sumatera Utara

50

Belanda

bukanlah

golongan

yang

mampu

dan

diperbolehkan mengenyam pendidikan. Minimnya
pendidikan yang dimiliki pribumi tersebut menjadikan
kekuasaan orang Belanda semakin besar dan disegani.
Dengan mudah pribumi dirugikan dengan upah yang
tidak sesuai dengan hak yang seharusnya mereka
terima.
Sama halnya dengan kekhawatiran setiap individu
akan suatu hal baru. Orang akan cenderung waspada
pada apa yang baru pertama kali mereka temui.
Pengetahuan yang cukup atas objek tersebut akan
mengurangi rasa khawatir maupun takut yang pernah
ada.
4

“... Melarikan diri adalah kriminal. Sia-sia semua

340

pendidikan dan pengalamanmu. Aku percaya kau
bukan pelarian.”
Denotasi
“... menyelamatkan diri identik dengan berkaitan
dengan pelanggaran hukum. Tidak ada gunanya segala
upaya pengajaran dan pelatihan dan yang pernah kau
alami. Aku yakin kau sebenarnya tidak perihal
melarikan diri.”
Konotasi
Tidak berharga gelar yang dimiliki seseorang jika ia
tidak

bertanggung

jawab

atas

kewajibannya.

Pendidikan dan jabatan yang tinggi tidak menjamin
sikap seseorang akan dapat dipercaya dan dapat
bertanggung jawab sepenuhnya. Orang yang lari dari
tanggung jawab

merupakan

orang

yang hanya

memikirkan diri sendiri. Sedangkan sebagai manusia
seseorang tidak dapat hidup tanpa berhubungan
dengan manusia lain. Maka dari itu setiap orang harus

Universitas Sumatera Utara

51

mempertanggung jawabkan tindakannya dihadapan
orang lain.
5

... Mama, wanita yang kukagumi dalam hidupku, kau,

378

yang dalam tanganmu aku seakan segumpal lempung
yang dapat kau bentuk sebagaimana kau kehendaki,
yang dapat mengungkap hal-hal besar, yang dapat
menggarap banyak soal sekaligus, yang cerdas dan
terpelajar, yang mendahului jaman, ...
Denotasi
... Mama, perempuan yang aku herani dengan rasa
memuji dalam hidupku, kau, yang dalam tanganmu
aku seperti sebongkah tanah liat yang mampu kau
bangun sebagai halnya kau inginkan, yang mampu
membuka perkara besar, yang mampu mengerjakan
tidak sedikit masalah pada saat yang sama, yang
sempurna pekembangan akal budinya dan telah
mendapat pelajaran (di sekolah), yang lebih maju dari
masa.
Konotasi
Segumpal

lempung

dijadikan

analogi

yang

menggambarkan bagaimana Nyai dapat membentuk
pribadi seseorang menjadi lebih baik lewat ajarannya.
Menjadi pencerah bagi banyak orang akan perubahan
besar

yang

dibawanya.

Pribadi

yang

mampu

menghadapi banyak permasalahan tanpa menjadi
kesusahan. Tidak hanya pintar dalam pendidikan
namun juga unggul dalam pola pikir dan sikap yang
terhormat.

Tidak

hanya

dapat

mengikuti

perkembangan zaman, namun juga berpikir jauh
kedepan.
6

“Dia sudah sampai ke tempat yang ditujunya sendiri.

443

Aku kira itu lebih baik. Setidak-tidaknya cita-citanya

Universitas Sumatera Utara

52

telah terlaksana: jadi pelaut, berlayar, mengelilingi
dunia.”
Denotasi
Dia telah mencapai ke tempat yang dijadikan
maksudnya sendiri. Aku sangka itu semakin patut.
Sekurang-kurangnya

keinginannya

sudah

dapat

dilaksanakan : menjadi orang pekerjaannya berlayar di
laut, mengarungi lautan, mengitari bumi dengan segala
sesuatu yang terdapat di atasnya.”
Konotasi
Cita-cita merupakan hal yang menjadikan manusia
memiliki

tujuan

untuk

tetap

bertahan

hidup.

Memperjuangkan cita-cita adalah kewajiban yang
harus dilakukan para pengejar mimpi. Menjadi
manusia yang biasa-biasa saja - dengan kata lain hidup
hanya sekedar hidup tanpa mimpi dan impian - adalah
sebuah kesia-siaan. Tidak ada yang lebih terhormat
dibandingkan menghargai impian mulia seseorang.
Bagaimana pun buruknya sikap seseorang, jika ia
mempertahankan impiannya maka perjuangannya
patut dihargai.
Sebagai seseorang yang berpikiran terbuka, Nyai
sangat menghargai orang yang memperjuangkan citacitanya.

Ia

menganggap

memiliki

impian

dan

memperjuangkannya adalah sebaik-baiknya memiliki
tujuan hidup. Semua manusia pada akhirnya akan mati,
namun manusia yang telah mewujudkan impiannya
tidak mati dengan sia-sia.
7

Namun aku sekarang mengerti sepenuhnya mengapa

448

Mama tak memberi aku uang saku. Mama hendak
mengajar aku mendapatkan uang sendiri dari tenaga
kerjaku, dan aku segan bekerja. Berbahagialah

Universitas Sumatera Utara

53

Annelies yang mau dan mengerti maksud didikanmu.
Denotasi
Tetapi aku kini memahami seluruhnya alasan Mama
tidak membagikan aku uang jajan. Mama bermaksud
memberi pelajaran aku memperoleh uang sendiri
disebabkan oleh kegiatan bekerjaku, dan aku malas
melakukan

suatu

pekerjaan.

Dalam

keadaan

bahagialah Annelies yang sudi dan memahami tujuan
cara mendidikmu.
Konotasi
Nyai mendidik anak-anaknya untuk menjadi mandiri
dengan cara meminta mereka bekerja di perusahaan
miliknya. Seseorang harus berusaha untuk bisa
mendapatkan apa yang ia inginkan tidak dengan
meminta, nilai inilah yang ingin ditanamkan Nyai
Ontosoroh pada anak-anaknya. Meski kebutuhan
sehari-hari Annelies dan Robert (anak-anak Nyai
Ontosoroh) sudah dipenuhi, namun Nyai tetap
menggaji mereka sama seperti ia menggaji orang yang
bekerja untuknya.
Sosok perempuan tidak dapat dilepaskan dari peran domestik yang sudah
melekat juga dilekatkan oleh masyarakat padanya, menjadi ibu. Seorang ibu tidak
dapat dilepaskan dari tugasnya sebagai pengelola rumah tangga dan pendidik bagi
anak-anaknya. Maka tidak heran jika anak-anak akan cenderung lebih dekat
dengan ibunya.
Dalam budaya Jawa dikenal istilah mbok-mboken. Ungkapan mbok-mboken
itu digunakan untuk menganalisis sebuah konstruksi mental Jawa, tetapi ungkapan
itu sesungguhnya merepresentasikan satu bentuk kontinuitas masyarakat Jawa
untuk melestarikan tempat perempuan di dunia sosial ini. Konstruksi mental itulah
yang

menjadi

struktur

dasar

idealisasi

perempuan

Jawa

sekaligus

merepresentasikan juga sebuah dasar moral masyarakat Jawa (Permanadeli, 2015 :
232-233).

Universitas Sumatera Utara

54

Seperti yang disebutkan dalam bukunya, Permanadeli menilai martabat atau
nilai seorang perempuan sebagai seorang ibu terletak dalam tindakan dan
perkataan. Mulder (dalam Permanadeli : 2015) menceritakan kekagumannya
ketika mendengar laki-laki dari berbagai tempat menggunakan eulogi ‘ibuku’.
Mulder mendapati perempuan sebagai sumber pembentukan struktur psikologis
dan juga sekaligus menjadi Superego. Dari sumber itulah rupanya konsepsi
kehidupan dan juga konsepsi moral berasal.
Peran seorang ibu tidak hanya selalu mengenai bagaimana ia mengurus dan
melindungi anaknya, namun juga bagaimana ia mendidik anaknya tentang
kehidupan yang tidak diajarkan di bangku sekolah. Seperti yang dilakukan Nyai
Ontosoroh kepada tokoh utama, Minke. Nyai Ontosoroh banyak mengajarkan
niai-nilai moral dan bagaimana harus bersikap dalam menghadapi persoalan
hidup. Kumpulan kutipan di atas menunjukkan bagaimana Nyai Ontosoroh
mendidik orang-orang di sekitarnya, khususnya Minke, lewat tindakan dan
pemikiran. Peran perempuan yang menanamkan nilai-nilai moral dilakukannya
dengan memberikan ajaran tentang berkehidupan.
Kutipan kedua menunjukkan, dengan semua didikan dan pengalaman yang
menjadikannya perempuan tangguh, tidak menutup dan mematikan sisi lembut
pada Nyai. Lemah lembut yang biasanya menjadi ciri kelemahan perempuan
justru menjadi kekuatan yang menegaskan perempuan memiliki kekuatan lebih
pada perasaan lembutnya.
Sikap merasa bersalah yang ditunjukkan Nyai atas tindakannya menunjukkan
ia bukan sosok yang egois dan keras hati. Ia peduli pada nasib orang-orang yang
ternyata ia rugikan dan tidak melarikan diri dari tanggung jawab atas kesalahan.
Rasa tanggung jawab juga diajarkan Nyai pada kutipan ke-empat. Nyai
menanamkan bahwa tanggung jawab tidak bergantung pada status pendidikan
maupun jabatan seseorang, melainkan kewajiban setiap orang.
Nyai juga mengajarkan betapa pentingnya ajaran moral dan pendidikan untuk
bekal masa depan. Seperti Nyai yang mendidik anak-anaknya untuk mandiri sejak
dini. Juga kepeduliannya akan nasib pribumi yang sering dirugikan pihak Belanda

Universitas Sumatera Utara

55

atas ketidaktahuan mereka akan bahasa dan ilmu hitungan. Ilmu adalah bekal
masa depan yang tidak akan habis pakai.
Jika pada masa itu seorang ibu, khususnya di kalangan priyayi, akan
menyerahkan anak-anaknya untuk diasuh oleh pengasuh dan membedakan asuhan
terhadap anak laki-laki dan anak perempuan. Maka Nyai mendidik anak-anaknya
untuk ikut membantu pekerjaan di perusahaan miliknya tanpa membedakan
perempuan ataupun laki-laki. Di samping Nyai juga memberikan hak anakanaknya untuk bersekolah di sekolah formal.
Nyai tidak memanjakan anak-anaknya juga orang-orang yang ia sayangi
dengan memberikan kemudahan materi yang dapat menjadi sumber kemalasan
mereka nantinya. Juga rasa bergantung pada dirinya. Sikap mandiri yang ia
tanamkan tidak hanya diajarkan lewat kata-kata yang membosankan. Namun
lewat tindakan. Begitu pula dengan ajaran moral lainnya. Ia menjadikan dirinya
contoh nyata dari ajaran-ajaran yang ia berikan.
Sebagai ibu yang baik, seorang perempuan tidak hanya harus mampu
memberikan keturunan, tetap juga mampu menghasilkan anak-anak yang berguna.
Pengasuhan anak-anak yang dilahirkan menjadi tanggung jawab perempuan,
sehingga kenakalan anak-anak dianggap sebagai tanda dari kegagalan perempuan
di dalam mengurus anak. Sistem kosmologi semacam ini telah menjadi blue-print
yang tidak hanya mempengaruhi sikap dan perilaku sosial laki-laki terhadap
perempuan, tetapi juga menentukan bagaimana perempuan mengambil tempat dan
peran di dalam keseluruhan proses sosial (Abdullah, 1997 : 7).
Ia tidak menjadikan kehebatannya hanya untuk dirinya sendiri. Ia ingin orang
lain juga bisa menjadi lebik baik lewat berbagi pandangan. Ia mengajarkan hal-hal
baik pada orang-orang di dekatnya tanpa bersikap menggurui. Yang ia lakukan
adalah memberi contoh langsung lewat tindakan dan pemikirannya. Karena itu,
meskipun kedua anaknya telah meninggal, Nyai tetap menjalankan peran seorang
ibu untuk orang-orang disekitarnya.
Nyai menunjukkan sikap terbuka terhadap pentingnya impian untuk setiap
individu. Impian atau cita-cita bagi seorang perempuan Jawapada masa lampau

Universitas Sumatera Utara

56

hanya sebatas mimpi penyenang hati, bukan untuk diperjuangkan. Sebab masa
depan bukanlah hal yang dapat mereka pilih dan tentukan jalannya. Ada orangtua
yang akan memilihkan jalan untuk anak-anaknya.
Anak perempuan sebelum kawin memiliki kewajiban bekti(mengabdi) kepada
orangtua. Setelaah menikah, pengabdian sebagai anak bertambah dengan wajib
bekti kepada mertua. Dalam Serat Wulangreh dijelaskan bahwa dalam
kedudukannya sebagai anak, perempuan dan laki-laki harus berbakti kepada orang
tua maupun mertua. Disebut juga bahwa bapak/ibu adalah sebagai perantara anak
lahir ke dunia. Mereka pula yang menuntun anak dapat menikmati kehidupan ini
dan mendapatkan berbagai kepandaian walaupun pada hakikatnya semua itu
datang dari Tuhan (Sukri, 2001 : 69-70).
Bakti kepada orang tua (termasuk kepada mertua), kakek, nenek, dan sanak
saudara, merupakan keharusan dan jika tidak dilaksanakan berarti ia telah berbuat
durhaka. Orang yang durhaka kepada orang tua akan mengalami kesengsaraan
dalam hidupnya (Sukri, 2001 : 71). Perintah berbakti kepada orang tuasudah
ditanamkan kepada anak-anak sejak kecil. Mereka percaya tindakan yang
menentang kehendak orangtua akan memicu kesengsaraan dalam kehidupan
mereka kelak. Maka akan lebih baik jika selalu menuruti kehendak orang tua demi
kehidupan yang diharapkan tetap baik di kemudian hari, meskipun hal tersebut
berkaitan dengan penentuan masa depan mereka.
Namun Nyai berkeyakinan bahwa setiap manusia berhak dan wajib
memperjuangkan impiannya. Impian yang menjadikan hidup seseorang memiliki
tujuan agar tidak hanya sekedar hidup sia-sia tanpa suatu pencapaian berarti atau
tanpa menjadi bermanfaat untuk orang lain.
Pada kutipan pertama diberikan gambaran, meskipun penulis menggambarkan
Nyai Ontosoroh sebagai sebagai sosok yang tangguh dan tidak takut pada
kekuasaan dan kekuatan Belanda, Nyai tetap mengingat hakikat dirinya sebagai
seorang hamba ciptaan Tuhan. Sebagai hamba, manusia tidak akan mampu
melawan dan menentang ketetapan Tuhan. Dalam hidup manusia tetap harus
selalu ingat akan kekuatan yang lebih besar dari semuanya dan bahwa Tuhan

Universitas Sumatera Utara

57

adalah apa yang menjadikan mereka ada. Dari semua ajarannya tentang
kehidupan, ia tetap mendidik menantunya untuk tidak lupa akan Tuhan.
Sifat keibuan yang melekat dalam tokoh Nyai Ontosoroh digambarkan lewat
cara dan sikapnya mendidik orang-orang di sekitarnya. Karena hakikat seorang
ibu adalah menjadi pendidik untuk anak-anaknya. Nyai Ontosoroh melakukannya
lebih baik dengan tidak hanya mendidik anak-anak kandungnya saja, melainkan
orang-orang yang ia sayangi. Bahkan gerak dan pemikirannya menjadi ajaran dan
pengetahuan baru bagi orang lain.
Tanpa sadar Nyai menjadikan dirinya sebagai guru tentang kehidupan bagi
orang-orang di sekitarnya. Pelajaran yang diberikan bukan lewat nasihat panjang
ataupun kelas khusus, melainkan dengan keberadaannya sebagai Nyai Ontosoroh,
seorang manusia bukan gundik bermoral rendah. Nyai mengajarkan untuk
menjadi manusia, bukan bagaimana menjadi manusia.
Seorang ibu selalu berharap dan mengusahakan yang terbaik untuk anakanaknya. Untuk kasus Nyai Ontosoroh dalam buku ini, ia mengusahakn yang
terbaik untuk orang-orang yang ia sayangi. Seperti yang ia lakukan pada Minke, ia
berusaha untuk menjadikan Minke manusia yang lebih baik. Dengan
memberikannya pengetahuan baru yang lebih luas. Tentang kehidupan yang
berlaku di Hindia Belanda dan apa yang tidak pernah didapatkannya di bangku
sekolah.
Pendidikan pertama yang didapat setiap orang adalah dari ibunya sendiri.
Sekalipun hanya belajar berbicara dan belajar. Nyai Ontosoroh melampauinya
dengan memberikan semua pelajaran yang ada pada dirinya. Usaha terbaik yang
dapat dilakukannya sebagi seorang ibu yang mendidik. Kasih sayang dan
kehangatan seorang ibu ia salurkan dengan memenuhi dengan tuntas perannya
sebagai pendidik.
Gambaran ideal perempuan Jawa serta perannyayang lebih banyak diposisikan
dalam kedudukannya sebagai ibu rumah tangga. gambaran ideal serta peran
perempuan Jawa sebagaimana ditulis oleh para pujangga keraton dalam karyakarya sastra mereka menunjukkan bahwa perempuan telah ditempatkan

Universitas Sumatera Utara

58

sedemikian rupa sehingga berbeda dengan peran dan kedudukan kaum laki-laki
(Sukri, 2001 : 88).
Jika membandingkan hasil penelitian Permanadeli dan gambaran perempuan
ideal Jawa yang diterjemahkan Sukri lewat serat serat ajaran Jawa dalam
bukunya, tidak jauh berbeda. Sifat keibuan tetap menjadi tolak ukur perempuan
Jawa ideal. Hal tersebut tidak dapat dilepaskan dari cara pandang serta budaya
yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan sosial hingga kini. Dengan kata
lain, pandangan budaya Jawa masih tidak berubah dalam memandang peran
perempuan.

4.1.2. Terdidik
Dalam pengelompokan ini, terdapat 12 kutipan yang dibahas
Tabel IV.3
Makna Denotasi dan Konotasi Terdidik
No

Kutipan

Halaman

1

“Memang, sudah selesai dengan kekalahan kita, tetapi

4

tetap ada azas yang telah mereka langgar. Mereka telah
tahan kita di luar hukum. Jangan kau kira bisa membela
sesuatu, apalagi keadilan, kalau tak acuh terhadap azas,
biar sekecil-kecilnya pun...”
Denotasi
“Sebenarnya, telah habis dengan kekalahan kita, tapi ada
dasar sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir atau
berpendapat yang sudah mereka tentang. Mereka sudah
hentikan kita yang tidak merupakan bagian dari peraturan
resmi. Hendaknya tidak kau sangka mampu memihak
untuk melindungi sesuatu, lebih-lebih perlakuan yang adil,
kalau tidak

mengindahkan kepada dasar sesuatu yang

Universitas Sumatera Utara

59

menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat, meskipun
kurang berarti...”
Konotasi
Mengakui kekalahan merupakan tindakan mulia dalam
pertentangan. Terlebih mengakui kekalahan dari orang
yang melakukan kecurangan. Lebih baik kalah dengan
tanpa melanggar suatu ketetapan dari pada menang dengan
cara yang tidak adil. Dalam membela dan mendapatkan
keadilan, haruslah memperhatikan ketetapan yang sudah
ada. Hal sederhana sekalipun akan menjadi sangat penting
untuk menegakkan keadilan.
2

“Lihat, biar kau kaya bagaimana pun,” ia memulai dan

4-5

kudengarkan dengan setengah hati, “Kau harus bertindak
terhadap siapa saja yang mengambil seluruh atau sebagian
dari milikmu, sekali pun hanya segumpil batu yang
tergeletak di bawah jendela. Bukan karena batu itu sangat
berharga bagimu, azasnya: mengambil milik tanpa ijin:
pencurian; itu tidak benar, harus dilawan. Apalagi.
Pencurian terhadap kebebasan kita selama beberapa hari
ini.”
Denotasi
“Perhatikan, meskipun kau mempunyai banyak harta
bagaimana juga,” ia mengawali dan kuperhatikan dengan
separuh hati, ”kau wajib berbuat kepada siapa pun yang
merebut semua atau satu bagian dari kepunyaanmu,
meskipun hanya segumpal kecil batu dari tanah yang
terletak begitu saja di bawah lubang jendela. Bukan karena
batu itu mempunyai harga, dasar pemikirannya :
mengambil kepunyaan/hak tidak dengan persetujuan
adalah perbuatan mengambil dengan tidak sah, itu tidak
benar, harus ditentang. Apalagi perbuatan mengambil
dengan tidak sah kebebasan selama beberapa hari.”

Universitas Sumatera Utara

60

Konotasi
Segala hal yang melekat pada diri manusia adalah
kepemilikan manusia tersebut, karena itu ia memiliki hak
atasnya. Bukan hanya harta yang berupa materi namun
juga hak hidup dengan nyaman. Sekecil apapun hak
tersebut dilanggar oleh pihak lain, tidak boleh dibiarkan.
Bukan didasarkan oleh kesombongan atas kepemilikannya,
namun karena ketetapan yang telah dilanggar. Mengambil
milik orang lain adalah sebuah kesalahan yang tidak boleh
dibiarkan. Begitu pula dengan melanggar hak kebebasan
seseorang. Semua yang melanggar harus dilawan.
3

Tidak lain dari Mama yang mengatakan: nama berganti

26

seribu kali dalam sehari, makna tetap.
Denotasi
Ialah Mama yang menuturkan : gelar bertukar seribu kali
dalam satu hari, arti tidak berubah.
Konotasi
Kita akrab dengan anggapan nama adalah doa. Namun
nama tidak akan merubah watak seseorang. Bagaimana
pun seseorang memilih nama yang memiliki arti hebat, itu
tidak akan merubah watak yang telah dimilikinya.
Masyarakat Jawa zaman dulu dikenal gemar menggunakan
nama-nama yang terdengar hebat agar disegani oleh orang
lain.
4

“Bagaimana bisa orang berbohong dalam tulisan semacam

100

ini? Tulisan yang harus dihormati karena dibaca oleh
ribuan orang?”
Denotasi
“Bagaimana bisa orang berkata tidak benar dalam
karangan sejenis ini? Karangan yang wajib dihargai
disebabkan oleh dibaca oleh beribu-ribu manusia?”
Konotasi

Universitas Sumatera Utara

61

Nilai terpenting dari sebuah berita adalah fakta atau
kebenaran akan apa yang diberitakan. Menulis berita
bohong tidak bisa dibenarkan. Berita menjadi sumber
informasi penting bagi banyak orang. Oleh karena itu
berita harus disajikan berdasarkan fakta tanpa terpengaruh
pendapat si penulis. Khalayak memiliki hak untuk
mendapatkan berita yang berkualitas dengan isi dan
penyajiannya.

Maka

kewajiban

wartawan

adalah

menyajikan berita yang berimbang dan berdasarkan fakta.
5

“Kau dididik untuk menghormati dan mendewakan Eropa,

100-101

mempercayai tanpa syarat. Setiap kau melihat kenyataan
adanya Eropa tanpa kehormatan, kau lantas jadi sentimen.
Eropa tidak lebih terhormat daripada kau sendiri, Nak!
Eropa lebih unggul hanya di bidang ilmu, pengetahuan dan
pengendalian diri. Lebih tidak. Lihatlah aku, satu contoh
yang dekat – aku, orang desa, tapi juga bisa sewa orangorang Eropa yang ahli. Juga kau bisa. Kalau mereka bisa
disewa oleh siapa saja yang bisa membayarnya, mengapa
iblis takkan menyewanya juga?”
Denotasi
“Kau diberi latihan ajaran untuk menghargai dan memuja
Eropa, menganggap benar tanpa janji. Setiap melihat yang
benar-benar keadaan Eropa tidak dengan penghargaan,
langsung jadi berpendapat dengan dasar perasaan yang
berlebihan. Eropa tidak lebih berharga daripada Minke.
Eropa lebih baik hanya di bidang pengetahua, segala
sesuatu yang diketahui dan pengendalian diri. Selebihnya
tidak. Nyai salah satu contoh dekat, orang dusun, tapi bisa
memakai tenaga Eropa yang ahli dengan memberi uang.
Kalau mereka tenaga mereka bisa dibayar oleh siapa saja
yang bisa memberikan uang, mengapa roh jahat tidak akan
membayar tenaga mereka juga?”

Universitas Sumatera Utara

62

Konotasi
Eropa mengajarkan apa yang ada pada diri bangsa mereka
adalah sepenuhnya benar. Segala sesuatu yang paling maju
ada pada bangsa mereka. Tidak terkecuali ajaran akan
sikap menjalani hidup. Bangsa lain yang tidak mampu
mengikuti kemajuannya dianggap kelompok manusia yang
tertinggal dan terbelakang. Tidak heran jika hasil didikan
mereka akan merasa gusar jika mendapati sedikit
kesalahan pada ajaran yang didapatnya.
Bangsa Eropa akan bekerja untuk mereka yang mampu
membayar. Mereka akan bekerja memanfaatkan segala
kemajuan

yang

dimiliki

untuk

kepentingan

dan

keuntungannya sendiri. Sekalipun mereka dibayar mahal
untuk sebuah kehancuran bangsa lain.
Mereka

mendewakan

pengetahuan

mereka

dan

menggadaikannya demi keuntungan dan kemashuran.
Bukan hanya kekayaan harta yang mereka kejar namun
juga pengakuan dan rasa takut dari bangsa lain atas
kebesaran dan kehebatan bangsa Eropa.
6

“... Eropa tidak berhebat-hebat dengan nama, dia berhebat-

102

hebat dengan ilmu dan pengetahuannya. Tapi si penipu
tetap penipu, si pembohong tetap pembohong dengan ilmu
dan pengetahuannya.”
Denotasi
“... Orang Eropa tidak membesar-besarkan dengan nama,
orang Eropa membesar-besarkan dengan pengetahuan dan
segala sesuatu yang diketahui. Tapi orang yang menipu
tetaplah menipu, orang yang suka berkata tidak sebenarnya
tetaplah orang yang suka berbohong dengan pengetahuan
dan segala sesuatu yang diketahui.”
Konotasi
Bangsa Eropa tidak menyombongkan kehebatan dengan

Universitas Sumatera Utara

63

nama, melainkan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang mereka miliki. Dengan ilmu pengetahuan pula
mereka

bisa

menjadi

seorang

penolong

ataupun

pembohong. Seorang terpelajar menentukan ilmu yang
mereka miliki dengan sikap mereka, apakah untuk
menolong atau menipu. Ilmu pengetahuan akan menjadi
berbahaya ditangan mereka para penipu dan pembohong,
mereka akan semakin pandai menipu dengan ilmu
pengetahuan yang dimilikinya.
7

“Seluruh dunia kekuasaan memuji-muji yang kolonial.

111-112

Yang tidak kolonial dianggap tak punya hak hidup,
termasuk mamamu ini. Berjuta-juta ummat manusia
menderitakan tingkahnya dengan diam-diam

seperti

batukali yang itu juga. Kau, Nak, paling sedikit harus bisa
berteriak. Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari
siapa pun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam
ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di
kemudianhari. Dan kolonial itu, kan itu persyaratan dari
bangsa pemenang pada bangsa yang dikalahkan untuk
menghidupinya? – suatu persyaratan yang didasarkan atas
tajamnya dan kuatnya senjata?”
Denotasi
Seantero lingkungan yang meliputi menguasai orang atau
golongan

lain

berdasarkan

kewibawaan

melahirkan

kekaguman dan penghargaan kepada yang berhubungan
dengan sifat jajahan. Yang tidak berhubungan dengan sifat
jajahan dipandang tidak memiliki hak untuk hidup,
terhitung juga Mamamu ini. Berjuta-juta sekalian bangsa
manusia

menanggung

perbuatannya

yang

tidak

menyenangkan dengan diam-diam serupa batu dari sungai
yang selalu demikian halnya. Kau, nak, teramat sedikit
wajib mampu berseru dengan suara keras. Mengerti kau

Universitas Sumatera Utara

64

mengapa aku cintai kau lewat dari semestinyadari siapa
pun? Karena kau melahirkan pikiran atau perasaan.
Ucapanmu tidak akan mati dimakan angin, akan kekal,
sampai jauh, jauh di waktu yang akan datang. Dan yang
berhubungan dengan sifat jajahan itu, bukan kah itu halhal yang menjadi syarat dari kelompok masyarakat yang
menang pada kelompok masyarakat yang dapat ditandingi
untuk memberinya nafkah? Satu hal yang menjadi syarat
yang dijadikan pokok suatu pendapatnya sesuai dengan
runcingnya dan tahannya alat yang dipakai untuk perang?”
Konotasi
Menjajah merupakan cara yang dipuji oleh bangsa-bangsa
yang haus akan kekuasaan wilayah. Penjajah yang haus
akan kekuasaan dan kebesaran diri adalah orang yang
pantas dipuja. Tidak heran jika hanya mereka yang
penjajah dan setuju atas penjajahanlah yang lebih dihargai.
Berbeda dengan warga jajahannya, penjajah hanya
mengganggap mereka sebagai manusia rendahan. Seorang
manusia rendahan tidak memiliki hak atas dirinya,
sekalipun hak bersuara. Tidak heran jika mereka hanya
mampu diam-diam mengeluh dan protes atas apa yang
menimpa mereka tanpa berani bertindak. Suara protes
mereka tenggelam oleh rasa takut atas penjajah. Tidak ada
yang lebih berani lagi dibanding pribumi yang mampu dan
berani menyuarakan pendapatnya lewat tulisan. Sebuah ide
dan gagasan yang dituangkan dalam tulisan akan lebih
kekal dibandingkan gagasan yang hanya terbentuk dalam
pikiran seseorang. Tulisan tidak hanya akan dinikmati
sendiri oleh penulisnya, namun juga orang lain yang bukan
hanya disatu waktu. Tapi selama tulisan itu masih ada,
akan ada lebih banyak manusia yang mengetahui gagasan
tersebut. Gagasan yang tertuang dalam tulisan tidak kalah

Universitas Sumatera Utara

65

tajam dengan senjata yang digunakan penjajah untuk
menaklukkan suatu wilayah. Untuk menjadi menang
melawan penjajah, tidak selalu harus mengikuti cara
mereka yang menggunakan senjata tajam. Sebuah tulisan
bisa menjadi senjata yang melawan penjajah lewat adu
pengetahuan dan gagasan. Karena kekuasaan kolonial
tidak sebatas menguasai suatu wila