Perjuangan Perempuan Dalam Tiga Novel Karya Okky Madasari Chapter III VII
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Paradigma dan Metode Penelitian
Penelitian terhadap ketiga novel Okky ini menggunakan paradigma
konstruktivisme. Menurut Guba dan Yvonna S. Lincoln (2009:135-137),
paradigma konstruktivisme dibangun oleh dasar ontologi yang relativisme, yaitu
realitas adalah konstruksi sosial. Kebenaran realitas bersifat relatif, berlaku sesuai
konteks spesifik yang dinilai relevan oleh aktor sosial. Dasar epistemologi
konstruktivisme adalah transaksional/subjektivitas di mana pemahaman tentang
realitas, atau temuan penelitian adalah hasil interaksi peneliti dengan objek studi.
Sedangkan
dasar aksiologi
konstruktivisme menyangkut kepentingan ilmu
pengetahuan terhadap masyarakatnya.
Secara metodologis paradigma konstruktivisme menerapkan metode
hermeneutika dan dialektika dalam proses mencapai kebenaran. Metode pertama
dilakukan melalui identifikasi kebenaran atau konstruksi pendapat orang per
orang, sedangkan metode kedua membandingkan dan menyilangkan pendapat
orang per orang yang diperoleh melalui metode pertama, untuk memperoleh suatu
konsensus kebenaran yang disepakati bersama. Dengan demikian hasil akhir dari
suatu kebenaran merupakan perpaduan pendapat yang bersifat relatif, subjektif
dan spesifik mengenai hal-hal tertentu (Salim, 2006:72).
Kenyataan yang ada dalam sosiologi bukanlah kenyataan objektif, tetapi
kenyataan yang sudah ditafsirkan, kenyataan sebagai konstruksi sosial. Alat utama
Universitas Sumatera Utara
dalam menafsirkan kenyataan adalah bahasa, sebab bahasa merupakan milik
bersama, di dalamnya terkandung persediaan pengetahuan sosial. Pada gilirannya
kenyataan yang tercipta dalam karya menjadi model, lewat mana masyarakat
pembaca dapat membayangkan dirinya sendiri. Karakterisasi tokoh-tokoh dalam
novel, misalnya, tidak diukur atas dasar persamaannya dengan tokoh masyarakat
yang dilukiskan. Sebaliknya, citra tokoh masyarakatlah yang mesti meneladani
tokoh novel, karya seni sebagai model yang diteladani. Proses penafsirannya
bersifat bolak-balik, dwiarah, yaitu antara kenyataan dan rekaan (Teeuw dalam
Ratna, 2011: 6).
Kenyataan yang ada dalam sosiologi bukanlah kenyataan objektif, tetapi
kenyataan yang sudah ditafsirkan, kenyataan sebagai konstruksi sosial. Alat utama
dalam menafsirkan kenyataan adalah bahasa, sebab bahasa merupakan milik
bersama, di dalamnya terkandung persediaan pengetahuan sosial. Pada gilirannya
kenyataan yang tercipta dalam karya menjadi model, lewat mana masyarakat
pembaca dapat membayangkan dirinya sendiri. Karakterisasi tokoh-tokoh dalam
novel, misalnya, tidak diukur atas dasar persamaannya dengan tokoh masyarakat
yang dilukiskan. Sebaliknya, citra tokoh masyarakatlah yang mesti meneladani
tokoh novel, karya seni sebagai model yang diteladani. Proses penafsirannya
bersifat bolak-balik, dwiarah, yaitu antara kenyataan dan rekaan (Teeuw dalam
Ratna, 2011: 6).
Jadi, untuk menganalisis realitas dalam novel, penelitian ini menggunakan
metode hermeunetika dan metode deskripsi. Metode hermeneutika mengutamakan
ketepatan memahami bahasa teks dalam koteks penafsir dan konteks sosial
Universitas Sumatera Utara
pemakai bahasa tersebut. Di dalam hal ini, novel sebagai genre sastra yang
menggunakan bahasa menjadi sumber data penafsiran kehidupan dengan medium
bahasa. Ratna (2004:45) mengatakan bahwa, “Karya sastra perlu ditafsirkan sebab
di satu pihak karya sastra terdiri atas bahasa, di pihak lain, di dalam bahasa sangat
banyak makna yang tersembunyi, atau dengan sengaja disembunyikan.”
Metode deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif analitik dan metode deskriptif komparatif. Menurut Ratna (2004:35),
metode deskriptif analitik dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta
yang kemudian disusul dengan analisis. Sebaliknya, metode deskriptif komparatif
dilakukan dengan cara menguraikan dan membandingkan fakta-fakta kehidupan
masyarakat sebagai suatu realitas fiksi dan realitas sosial.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka penelitian ini dilaksanakan dalam
paradigma konstruktivisme dengan metode hermeneutika dan deskriptif. Metode
hermeneutika
dipilih
untuk menafsirkan kehidupan dan peradaban manusia
dalam novel. Sebaliknya, metode deskriptif yang dipilih adalah deskriptif analitik
dan deskriptif komparatif. Deskriptif analitik akan digunakan untuk menganalisis
realitas fiksi dan realitas sosial dalam ketiga novel Okky. Sebaliknya, metode
deskriptif komparatif akan digunakan untuk membandingkan realitas fiksi dengan
realitas sosial. Dengan demikian, tindakan dan kejadian dalam novel sumber data
penelitian tidak hanya bergantung pada teks semata-mata melainkan juga pada
konteks sosial ketiga novel Okky.
Universitas Sumatera Utara
3.3
Sumber Data dan Data Penelitian
Sumber data penelitian ini terdiri atas data primer dan data skunder.
Sumber data primer merupakan data yang berasal dari tiga novel karya Okky
Madasari. Ketiga novel yang menjadi data primer penelitian ini merupakan novel
yang menggunakan bahasa Indonesia. Ketiga novel tersebut adalah:
1. Judul buku
: Entrok
Pengarang
: Okky Madasari
Penerbit
: Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit
: 2010
Cetakan
: Pertama
Ukuran buku
:20 cm x 13,5 cm
Tebal buku
: 282 halaman
ISBN
: 878-979-22-5598-8
Warna kulit
: Kuning bercampur hijau
Desain kulit
: gambar belakang seorang perempuan sedang
mengenakan BH
2. Judul buku
: 86
Pengarang
: Okky Madasari
Penerbit
: Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit
: 2011
Universitas Sumatera Utara
Cetakan
: Pertama
Ukuran buku
:20 cm x 13,5 cm
Tebal buku
: 256 halaman
ISBN
: 978-979-22-6769-3
Warna kulit
: kuning
Desain kulit
: Gambar angka 86 dengan bingkisan, mobil, rumah,
dan uang di dalamnya.
Penghargaan
: Lima besar Anugerah Sastra Khatulistiwa Award
2011 yang dijadikan data dua dalam penelitian ini.
3. Judul buku
: Maryam
Pengarang
: Okky Madasari
Penerbit
: Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit
: 2012
Cetakan
: pertama
Ukuran buku
:20 cm x 13,5 cm
Tebal buku
: 280 halaman
ISBN
: 978-979-22-6769-3
Warna kulit
: biru laut
Desain kulit
: gambar seorang perempuan dengan sebuah uamh
di atas telapak tangannya.
Universitas Sumatera Utara
Penghargaan
: pemenang Anugerah Sastra Khatulistiwa Award
2011
Sumber data sekunder berupa data pendukung yang diperoleh dari bukubuku, internet, dokumen, wawancara dan catatan lain. Juga dari diskusi-diskusi
dan seminar-seminar yang dilakukan. Adapun sumber data dalam penelitian ini
dapat dilihat pada bagan berikut:
Sumber Data Penelitian
Data Primer
Data Sekunder
Novel Entrok, 86, dan
Maryam
Buku, dokumen,internet,
dan hasil-hasil diskusi
Wawancara dengan 4
orang informan
Bagan 3.1 Sumber Data Penelitian
Data primer merupakan data yang berbentuk teks tertulis yang berasal dari novel
Entrok, 86, dan Maryam. Teks novel Entrok, 86, dan Maryam digunakan untuk
menjawab masalah struktur naratif dan perjuangan perempuan. Sedangkan data
sekunder dalam penelitian ini berupa buku, dokumen,
internet, hasil-hasil
seminar, dan wawancara. Sumber tertulis berupa buku, dokumen, dan internet,
Universitas Sumatera Utara
seeta hasi-hasil seminar yang berkaitan dengan latar sosial penciptaan ketiga
novel tersebut dan berkaitan dengan bidang ekonomi, keyakinan, dan hukum.
Wawancara dilakukan untuk melihat realitas yang terdapat dalam novel
dan dihubungkan dengan realitas sosial dalam kehidupan nyata. Informan dalam
penelitian ini berjumlah 4 orang yaitu, orang yang penghasilan istrinya lebih
tinggi dari suaminya, pengacara, penganut Ahmadiah, dan bekas narapidana.
Wawancara ini dilakukan pada hari Senin, 16 Maret 2015 dan hari Selasa 17
Maret 2015. Daftar wawancara disajikan dalam lampiran dan selanjutnya data
penelitian disarikan dalam bentuk bagan yang dapat dilihat di bawah ini,
Data Penelitian
Data Sekunder
Data Primer
Teks berupa kalimat
tentang struktur naratif
dan perjuangan
perempuan dalam novel
ketiga novel Okky
Teks berupa kalimat
tentang struktur naratif
dan perjuangan dari
sumber data tertulis
Jawaban dari 4 informan
tentang realitas sosial dan
perjuangan perempuan
Bagan 3.2 Data Penelitian
Universitas Sumatera Utara
3.3 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan metode wawancara dan
penelusuran data online. Kedua metode pengumpulan data ini dilaksanakan sesuai
urutan berikut ini.
(1) Metode analisis isi. Metode ini digunakan untuk menganalisis isi atau teks
novel Entrok, 86, dan Maryam. Setiap kata, frasa, dan kalimat yang berkaitan
dengan struktur naratif dan perjuangan perempuan diberi tanda dan dijadikan
sebagai data dalam penelitian ini. Pemaknaan terhadap teks menggunakan
metode hermeneutika atau penafsiran.
(2) Metode library research . Metode ini digunakan untuk menelusuri buku-buku
dan dokumen lain yang terkait dengan pelitian ini.
(3) Metode wawancara. Wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik
wawancara semistruktur (semistructured interview). Menurut Kriyantono
(2006:101-102), wawancara ini dikenal juga dengan nama wawancara terarah
atau wawancara bebas terpimpin. Di dalam berwawancara, pewawancara
berpedoman pada daftar pertanyaan tertulis tetapi memungkinkan mengajukan
pertanyaan secara bebas yang terkait dengan permasalahan. Oleh karena itu,
peneliti bertindak sebagai pewawancara dengan berpedoman pada daftar
pertanyaan dan situasi wawancara. Artinya, daftar pertanyaan dapat
mengalami pengembangan sesuai kelengkapan informasi yang disampaikan
oleh narasumber. Metode wawancara ini dilakukan untuk menambah
informasi tentang realitas sosial yang berkembang di masyarakat. Wawancara
dilakukan dengan 4 orang yaitu, orang yang penghasilan istrinya lebih tinggi
Universitas Sumatera Utara
dari suaminya, pengacara, penganut Ahmadiah, dan bekas narapidana.
Wawancara ini dilakukan pada hari Senin, 16 Maret 2015 dan hari Selasa 17
Maret 2015.
(4) Metode penelusuran data online. Penelusuran secara online untuk melihat
peristiwa-peristiwa yang terjadi yang berkaitan dengan realitas yang terdapat
di dalam novel, misalnya peristiwa pengusiran jamaah Ahmadiyah di Lombok
dan tempat penampungan mereka di gedung Transito. Menurut Bungin
(2007:125), pengumpulan data secara online memerlukan pemahaman
teknologi informasi komunikasi. Hal ini disebabkan data yang akan ditemukan
harus dilacak dengan perangkat teknologi informasi komunikasi. Berdasarkan
kemampuan pengaksesan perangkat teknologi ini dilakukan pencarian dari
Google ke berbagai situs penyedia data online. Dari Google pengaksesan
diarahkan
pada
dua
media
sosial
penyedia
data
online,
yaitu
www.wikipedia.org dan Google Books. Sebaliknya, www.wikipedia.org
merupakan penyedia data yang dapat diunduh secara bebas. Meskipun
demikian, apabila data yang diperlukan dalam penelitian ini tidak ditemukan
pada wikipedia maka dilakukan penelusuran ke berbagai situs yang dapat
diakses dan diunduh secara bebas, terutama situs penyedia data sastra feminis
Pengaksesan dan pengunduhan dilakukan secara bertahap, yakni sejak bulan
Januari 2012 hingga November 2015.
Universitas Sumatera Utara
3.4 Metode Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil pengumpulan dokumen dianalisis dengan
teknik analisis dokumen atau analisis isi. Hal ini disebabkan penelitian ini
merupakan penyelidikan untuk mengumpulkan informasi melalui pengujian
novel. Menurut Ratna (2004:49), metode analisis isi memberi perhatian pada isi
pesan. Dengan kata lain, sebagaimana diungkapkan oleh Sigit (2003:240),
“Analisis dokumen ialah mempelajari apa yang tertulis dan dapat dilihat dari
dokumen-dokumen. Dokumen-dokumen itu dapat berwujud buku pelajaran
(textbook), karangan, surat-kabar, novel, iklan, gambar, dan sebagainya.” Di
dalam penelitian ini, dokumen yang dijadikan bahan penelitian berupa novel yang
didukung oleh dokumen lain, yakni artikel jurnal/surat kabar, peta, gambar, dan
hasil penelitian yang relevan. Model anaisis dapat dilihat pada diagram berikut ini,
Universitas Sumatera Utara
NOVEL
Teori
Chatman
Realitas
Fiksi
Struktur
Penceritaan
Perjuangan
Perempuan
dalam bidang
hukum
Perjuangan
Perempuan
dalam bidang
Keyakinan
Realitas
Sosial
Teori
Feminisme
Perjuangan
Perempuan
Perjuangan
Perempuan
dalam bidang
Ekonomi
Pola Perjuangan
Perempuan
Bagan 3.3 : Kerangka Tahapan Analisis Data
Berikut ini adalah penjelasan tahapan analisis data dalam meneliti novel
Okky Madasari. Hal ini meliputi enam tahap, yaitu sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
(1) Mengklasifikasi, mendeskripsikan, dan menganalisis struktur naratif ketiga
novel Okky Madasari menurut bentuk dan substansi struktur naratif. Ketiga
novel dideskripsi dan dianalisis realitas fiksinya menurut urutan jenis struktur
naratif dan urutan tahun penerbitan pertama novel tersebut. Dengan demikian,
setiap novel dianalisis struktur plot, struktur fisik, ras, dan relasi gender,
struktur ruang dan waktu, serta struktur transmisi narasi.
(2) Mengklasifikasi, mendeskripsikan, dan menganalisis realitas sosial yang
relevan dengan realitas fiksi ketiga novel tersebut. Realitas sosial difokuskan
pada pengakuan pengarang terhadap materi cerita yang menjadi latar belakang
kehidupan tokoh cerita dalam novel tersebut.
(3) Merumuskan temuan penelitian sesuai dengan pemaparan realitas fiksi dan
realitas sosial ketiga novel tersebut. Temuan dikelompokkan pada dua aspek,
yaitu (i) struktur penceritaan dan (ii) wacana feminisme. Struktur penceritaan
berhubungan dengan cara pengarang menceritakan kehidupan tokoh-tokoh
cerita dalam novel. Sebaliknya, wacana feminisme berhubungan dengan
perjuangan para tokoh perempuan dalam bidang ekonomi, hukum, dan
keyakinan dalam novel yang terdapat pada realitas fiksi dan realitas historis
ketiga novel tersebut.
(4) Menganalisis struktur penceritaan realitas fiksi dan realitas sosial ketiga novel
karya Okky Madadsari.
(5) Menganalisis masalah
perjuangan tokoh perempuan dalam novel yang
berkaitan dengan bidang hukum, ekonomi, dan keyakinan. Setiap masalah
dikonstruksikan dengan pola perjuangannya.
Universitas Sumatera Utara
(6) Menyimpulkan hasil analisis penelitian ini dan melihat temuan dalam analisis
perjuangan. Penarikan simpulan didasarkan pada rumusan masalah yang
dideskripsikan dan dianalisis pada paparan data, temuan penelitian, dan
pembahasan temuan penelitian. Penyimpulan hasil analisis penelitian ini
dilengkapi oleh saran yang relevan dengan penelitian feminisme terhadap
ketiga novel karya Okky Madasari.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
PAPARAN DATA DAN ANALISIS DATA PENELITIAN
4.1 Paparan Data
Data penelitian ini dipaparkan dari sumber data yang terdiri dari tiga buah
novel karya Okky Madasari. Ketiga novel itu adalah Entrok, 86, dan Maryam.
Ketiga novel tersebut diterbitkan pertama kali dalam bahasa Indonesia oleh PT
Gramedia Pustaka Utama. Entrok dterbitkan tahun 2010, 86 tahun 2011, dan
Maryam tahun 2012. Ketiga novel tersebut dijadikan sumber data utama dalam
penelitian ini. Pemaparan data penelitian dilakukan dengan memasukkan semua
data yang ditemukan di dalam teknik pengumpulan dan teknik analisis data ke
dalam tabel yang berhubungan dengan masalah penelitian.
4.1.1
Paparan Data Realitas Fiksi
4.1.1.1 Paparan Data Realitas Fiksi Novel Entrok
Paparan data realitas fiksi novel Entrok terdiri dari empat unsur, yaitu
struktur plot yang terdiri dari pengenalan, keadaan mulia berkonflik, konflik mulai
meningkat, konflik memuncak, pemecahan masalah, dan penyelesaian.; struktur
fisik, ras, dan relasi gender; struktur ruang dan waktu; dan struktur transmisi
narasi. Paparan data tersebut dapat dilihat pada tabel berikut,
No.
1.
Realitas Fiksi
Struktur plot
Unsur
1. Pengenalan
Teks
Kau mengerti semuanya. Tapi kenapa kau
tak mau berkata apa-apa? kau hanya bicara
tentang sesuatu yang tak pernah kumengerti.
Aku juga sering mendengarmu berbicara
dengan orang lain yang juga tidak kuketahui.
Kenapa tidak denganku?
Universitas Sumatera Utara
2. Keadaan
mulai
berkonflik
3. Konflik mulai
meningkat
4. Konflik
Lima tahun aku telah melakukan segala cara.
Kuhitung hari demi hari dengan keringat
yang telah kauberikan padaku. Hanya itu
yang membuatku terus bertahan. Kau
mengajariku tentang harapan. Dan aku yakin
inilah harinya. Akan kubawakan apa yang
paling
kau
inginkan.
Aku
sudah
mendapatkannya.
“Ibu, lihat ini, bu. KTP-ku baru.
Lihat...lihat...sama seperti punya ibu.”
“Apa ini?”
“Ka Te Pe, Bu! Ka Te Pe!”
“Tape? Aku mau buat tape. Mbok...
Simbok...ayo ke pasar, Mbok. Kita cari
telo!”
“Bukan tape, Bu.” Kataku sambil mengusapusap rambut putih perempuan yang telah
melahirkanku ini (En: 12-13).
Orang-orang
berseragam loreng hijau
dengan pistol di pinggang dan bersenapan
tinggi datang ke rumah Marni. Komandan
tentara itu datang menagih uang setoran
keamanan. Biar usaha Marni tidak ada yang
mengganggu. Setiap dua minggu sekali
tentara ini akan datang ke rumah Marni dan
Marni harus menyediakan uang buat mereka.
Saat itu Marni sudah berprofesi sebagai
rentenir. Dia meminjamkan uang kepada
warga yang membutuhkan dengan bunga
pinjaman 10%.
Ibu memang punya kebiasaan aneh, yang
berbeda dibanding dengan orang-orang lain.
Setiap hari dia selalu keluar rumah pada
tengah malam. Lalu duduk sendirian di
bangku di bawah pohon asem di depan
rumah. Ibu duduk tenang, memejamkan
mata, lalu komat-kamit.
Dulu sekali, aku juga melakukan apa yang
ibu lakukan. Ibu membangunkanku, lalu
kami berdua duduk di bawah pohon asem.
Kata Ibu itu namanya berdoa, tirakat. Ibu
mengajariku untuk nyuwun. Katanya, semua
yang ada di dunia milik Mbah Ibu Bumi
Bapak Kuasa. Dialah yang punya kuasa
untuk memberikan atau tidak memberikan
yang kita inginkan. “Nyuwun supaya jadi
orang pintar. Bisa jadi pegawai,” kata Ibu.
(En: 55-56)
Dua hari setelah pernikahan, Rahayu pergi.
Universitas Sumatera Utara
memuncak
2.
Struktur fisik,
ras, dan relasi
gender
Marni sudah tidak punya keinginan lagi
menahan mereka. Hatinya belum ikhlas
menerima pernikahan itu. Biarlah dia tidak
melihat Rahayu, agar dia tidak terusterusan menyesali kebodohan anaknya itu.
Anak yang selalu didoakan supaya bisa
sekolah tinggi-tinggi, bisa menjunjung
martabat
orangtua,
malah
berbuat
seenaknya sendiri. Dia ingin anaknya
menjadi insinyur dan bekerja di pabrik
gula, justru menjadi gundik.
5. Pemecah
Rahayu pulang ke kampungnya setelah
masalah
keluar dari penjara. Dia disambut gembira
oleh ibunya. Ibunya sudah melupakan
semua pertengkaran diantara mereka.
Marni merasa seolah-olah hidupnya gairah
kembali. Rahayu juga sudah mencairkan
segala perbedaan pandangan yang terjadi
diantara mereka selama ini. Dia menurut
saja, ketika ibunya mau mengawinkan dia.
6. Penyelesaian “Aku di sini terus, Ibu. Menemani Ibu setiap
hari,”
bisikku
sambil
mengelus-elus
punggungnya. “Lihat ini kamar Ibu. Aku
setiap hari tidur di kamar itu.”
“Kamu pulang sendiri, Nduk? Mana
suamimu yang ganteng itu, Nduk?
“Oh .... Ibu!”
Ibu.... Ibu... Ibu! Adakah yang bisa aku
lakukan untuk menebus semua kesalahanku?
“Sssst! Yuk, aku mau cerita.... Dengarkan,
Yuk! Nanti ganti kamu yang cerita ya? Ya?
Takgendong
cucuku....
takgendong....kemana-mana!”
(En, 2010:13)
1. Struktur fisik Dalam dua hari, ibu mendatangi pelanggandan ras
pelanggannya. Bukan pelanggan barang,
tetapi pelanggan utangan. Tidak semua orang
akan ditagih, ibu hanya mendatangi orang
yang utangnya besar-besar, 25.000-an.
Kebanyakan mereka pedagang di pasar
Ngranget. Mereka berhutang 25.000, dan
sekarang tinggal sisa 15.000 atau 20.000. ada
Yu Ningsih pedagang beras, Yu Sri penjual
pecel, dan Pak Pahing yang setiap hari
berjualan daging. (En, 2010:81)
Dari makam memandang jauh ke seberang,
kami melihat alat-alat keruk itu bergerak.
Makin mendekat. Sudah tiba saatnya. Semua
orang berdiri di depan rumah masing-masing.
Kubagikan kertas-kertas besar dengan
Universitas Sumatera Utara
2.Relasi Gender.
berbagai tulisan itu. Aku sudah meminta
Taufik untuk mengabarkan peristiwa hari ini
ke semua koran. Biar kematian kami
disaksikan oleh orang-orang seluruh negeri.
Tentara-tentara itu datang. Salah seorang
diantara mereka berteriak di corong pengeras
suara. Masih ada waktu sepuluh menit untuk
segera meninggal desa ini. Tak ada yang
beranjak. Semua orang berdiri mematung dan
mengacungkan tulisan “Jangan Ambil Tanah
Kami”.
...Aku masih melihat darah keluar dari
keningnya, juga tengkuknya. Aku ingat dia
berteriak kesakitan. Tapi aku tak tahu lagi
apa yang terjadi setelah itu. (En:253-254)
Hari itu Teja pulang ke rumah simbok.
Jadilah kami tinggal bertiga di gubuk itu.
Simbok memasang papan membagi gubuk
kami menjadi dua bagian. Bagian depan dari
pintu masuksampai cagak, menjadi tempat
untukku dan Teja, simbok menempati sisanya
yang dekat dengan pawon ....
Malam ini tidur tak sekedar rutinitas penutup
hari, melainkan saar pelepas seluruh
keinginan dan kepemilikan. Tidur kami
menjadi simbol bagaimana pencapaian
manusia dalam mendapatkan apa yang
diinginkan.
Aku kesakitan, dia kegirangan. Aku
mengerang, dia senang. Aku menangis, dia
tertawa
penuh
kemenangan.
Aku
menerawang, dia telah pulas. (En: 48-49)
Teja tidak pernah tahu berapa keuntungan
yang kami dapat, dia juga tidak pernah
meminta. Dia juga tidak tahu apa saja
dagangan yang harus dikulak, berapa
harganya, dijual berapa. Yang dia tahu hanya
mengangkat goni di punggung. Bedanya,
dulu di pasar Ngranget, sekarang keliling
desa. Yang penting bagi Teja, bisa membeli
tembakau linting setiap hari. (En: 49)
...Dia Kyai Hasbi.
Kami meniru semua yang ada padanya.
Mengikuti semua yang dilakukannya. Tiga
istrinya tinggal di sini. Masing-masing
dengan
kelebihan
yangberbeda.
Istri
pertamanya
begitu
indah
membaca
kitab.ditularkannya keahlian itu pada seluruh
Universitas Sumatera Utara
perempuan yang ada di sini. Istri keduanya
kadang mengingatkanku pada ibu. Begitu
lincah, begitu sigap, mengatur segala
kebutuhan padepokan. Istri ketiganya baru
dinikahinya tiga bulan lalu. Dia temanku
sendiri. Arini. Aku dan Amri yang
memperkenalkan mereka. arini yang sedang
sebatang kara dan butuh tempat beerlabuh.
Kyai Hasbi meminangnya. Sekarang Arini,
sebagaimana aku dan Amri, melkengkapi apa
yang perlu diketahui santri-santri. Berhitung,
berpolitik, hingga mengerti bahasa selain
yang ada di kitab dan selain yang setiap hari
mereka gunakan. (En: 213)
3.
Struktur ruang
dan waktu
1.Struktur ruang
Di rumah, Simbok biasa mengumbar
dadanya. Dia hanya memakai kain yang
dililitkan di perutnya, bagian atas perut
dibiarkan terbuka. Baru ketika keluar rumah,
Simbok mengangkat kainnya hingga ke dada,
menjadi kemben.
...
“Mbok aku mau punya entrok.”
“Entrok itu apa , Nduk?”
“Itu lho, Mbok. Kain buat nutup susuku, biar
kenceng seperti punya Tinah.”
Simbok malah tertawa ngakak. Lama tak
keluar jawaban yang aku tunggu. Hingga
akhirnya dia akhiri tawanya dengan mata
memerah.
“Oalah, Nduk, seumur-uur tidak pernah aku
punya entrok. Bentuknya kayak apa aku juga
tidak tahu. Tidak pakai entrok juga tidak apaapa. Susuku tetap bisa diperas to. Sudah,
nggak usah neko-neko. Kita bisa makan saja
syukur,” kata Simbok. (En: 16-17)
“...memasuki tahun 1980, rumah kami sudah
dua kali lipat lebar sebelumnya. Awal tahun
ini, orang-orang Singget sedang luar biasa
gembira. Tiang-tiang besi berdiri di pinggir
jalan desa. Kabel-kabel terbentang. Sudah
ada listrik di Singget. Rumah-rumah yang
hanya sebelumnya diterangi lampu teplok,
sekarang terang benderang dengan lampu
warna putih atau kuning” (En: 89-90).
2.Struktur waktu
Hari masih gelap saat aku dan Simbok keluar
rumah. Tanah dan rumput teki yang kami
Universitas Sumatera Utara
injak basah oleh embun. Ayam berkokok
sahut-menyahut, langit di sebelah timur agak
memerah.
Aku dan Simbok bukan satu-satunya orang
yang menyusuri jalanan pagi ini. Di sepan
kami, di belakang, juga di samping,
perempuan-perempuan memegang tenggok
menuju Pasar Ngranget. Kami semua seperti
kerbau yang dihela di pagi buta, menuju
sumber kehidupan. (En, 2010: 22)
4.
Struktur
transmisi
narasi
Orang pertama
dengan
menggunakan
kata “aku”
Aku dan Simbok bukan satu-satunya orang
yang menyusuri jalanan pagi ini. Di sepan
kami, di belakang, juga di samping,
perempuan-perempuan memegang tenggok
menuju Pasar Ngranget. Kami semua seperti
kerbau yang dihela di pagi buta, menuju
sumber kehidupan. (En, 2010: 22)
Tabel 4.1 Data realitas fiksi novel Entrok
4.1.1.2 Paparan Data Realitas Fiksi Novel 86
Paparan data realitas fiksi novel 86 terdiri dari empat unsur, yaitu struktur
plot yang terdiri dari pengenalan, keadaan mulia berkonflik, konflik mulai
meningkat, konflik memuncak, pemecahan masalah, dan penyelesaian.; struktur
fisik, ras, dan relasi gender; struktur ruang dan waktu; dan struktur transmisi
narasi. Paparan data tersebut dapat dilihat pada tabel berikut,
No.
1.
Realitas
Unsur
Fiksi
Struktur plot 1. Pengenalan
Teks
Setiap pukul setengah tujuh pagi, gang kecil tanpa
nama ini menjadi seperti pasar. Orang-orang
bersedakan, berjalan cepat-cepat, berbut mencari
celah agar bisa lebih ke depan. Sesekali terdengar
teriakan meminta yang berjalan lambat
mempercepat langkah.
Bau minyak wangi murahan bercampur dengan
bau got. Di tiga atau empat rumah petak, pada
jam seperti ini, selalu ada ibu-ibu yang sedang
mencatur anak mereka di depan pintu, berak
beralas koran, lalu dibuang ke dalam got.
Di gang kecil ini setiap jam setengah tujuh pagi
Universitas Sumatera Utara
2. Keadaan
mulai
berkonflik
3. Konflik
mulai
meningkat
4. Konflik
memuncak
5. Pemecah
masalah
hidup Arimbi di mulai. Berjalan di antara orangorang yang sama tanpa mengenal nama. Dimulai
dari langkah pertamanya keluar dari rumah
kontrakan, lalu 250 langkah menuju jalan raya,
menunggu bus kecil yang pada beberapa bagian
sudah berkarat. (86, 2011: 9-10)
“Masih ingat Widodo, to?” tanya Narno.
Arimbi mengangguk. Dia masih mengingatnya.
Widodo teman SD mereka juga. Sekolah STM,
sama seperti Narno. Bapaknya punya sawah
sendiri, seperti bapak Arimbi. Selepas STM tak
mau cari kerja, hanya keluyuran di kampung
dengan motor yang dibeli dari panenan bapaknya.
“Jadi pamong dia sekarang. Bayar 40 juta,” jelas
Narno.
“Hah...?” Arimbi tak percaya. “Jadi pamong
bayar 40 juta?”
Narno mengangguk
“Bayar ke siapa?”
“Ya ke desa. Buat kas.”
“Aturan siapa?” Arimbi masih tak percaya.
“Ya aturaran desa.” (86, 2011: 60)
”...Arimbi merasakan sesak di dadanya. Selama
itu ia akan hidup dalam tahanan. Tapi diam-diam
ada rasa puas yang tipis bermain-main dalam
benaknya. Hakim itu tak bisa dibeli. Perempuan
itu dihukum lebih berat darinya” (86, 1011: 170).
ketika suatu hari, Arimbi mendengar kabar bahwa
ibunya masuk rumah sakit dan harus dioperasi
karena penyakit ginjal. Ayahnya sudah menjual
kebun jeruknya untuk biaya operasi, tetapi setiap
seminggu sekali ibunya harus cuci darah. Setiap
cuci darah memerlukan uang satu juta. Mereka
membutuhkan uang empat juta setiap bulannya.
Arimbi bingung dari mana mereka bisa mendapat
uang sebanyak itu. Di penjara, dia tentu tidak bisa
berbuat apa-apa.
“jadi saya mesti bagaimana?” Arimbi mulai tak
sabar.
“Biaya semuanya bersih 15 juta.”
“Gede banget, Bu! Mana ada tahanan yang
sanggup bayar uang segitu? Paling Cuma orangorang elite itu saja yang bisa.”
“Ya, kitakan sudah pilih-pilih. Nggak semua
orang bisa dapat jatah. Ini kamu dapat jatah kok
masih protes.”
Bukan protes, Bu.tapi kalau sebesaritu kok ya
rasanya terlalu berat.”
“Kitakan sudah hitung semuanya. Kamu masih
punya gaji, masih punya suami. Masih sama-sama
Universitas Sumatera Utara
muda. Duit segitu buat bebas cepat ya nggak ada
apa-apanya. Ya terserah, kalau nggak mau.
Tunggu saja dua tahun lagi.” (86, 2011: 217)
2.
Struktur
fisik, ras,
dan relasi
gender
6. Penyelesaian ...Sesak. Sakit. Tapi tak tahu itu apa. Arimbi tak
mengeluarkan air mata. Ia juga tak tahu hendak
melakukan apa. Semua yang ada di sekelilingnya
hanya seperti ruang hampa yang tak memiliki
makna. Dia seperti tersesat di tempat gelap. Dia
menyerah. Tak mau bersusah-susah mencari
celah.
Suara
jeritan
menyadarkannya.
Anaknya
terbangun. Tangisan anaknya semakin keras.
Arimbi tersadar. Ia bergegas ke kamar,
mengangkat anaknya dari tempat tidur. Ditimangtimangnya anak itu. Tapi tangisnya malah
semakin keras. Air mata Arimbi meleleh.
“Kita ke sana ya, Nak. Ketemu ayah ya, Nak.
Kita tetap sayang ayah ya, Nak...” (86, 2011: 252)
1. Struktur
Diusianya yang sudah 45 tahun, Bu Danti selalu
fisik dan ras segar dan cantik. Badannya subur dengan lemak
yang menggelembung di perut dan lengan. Dia
selalu terlihat modis meski menggunakan
seragam. Sepatu dan tasnya selalu berganti setiap
dua hari sekali, menyesuaikan dengan warna
seragam yang dipakainya. Mukanya putih
mengilap dengan tata rias yang lengkap. Pemulas
mata, perona pipi, lipstik hingga pulasan maskara
dan pembuat bingkai mata, semuanya terpoles
sempurna. Rambutnya yang sebahu disasak
sebagian, tepat di bagian samping dan atas. Tak
pernah ia lupa memakai kalung, giwang, dan
cincin. Ada yagn berhias intan, ada yang mutiara,
ada juga yang emas kuning polos tanpa hiasan
apa pun. (86, 2011: 26)
Masih ada satu lagi anak buah Bu Danti.
Seorang laki-laki yang sepuluh tahun lebih tua
dari Arimbi. namanya Wahendra. Dia masih
keponakan jauh Pak Syamsudin, kepala bagian
tata usaha di pengadilan ini. Pekerjaannya tak
pernah lebih baik dari apa yang dikerjakan
Arimbi dan Anisa. Bukan karena malas
mengerjakan, tapi memang otaknya tak bisa lagi
menghasilkan yang lebh baik.
Sifatnya yang rama, supel, dan pandai
menyenangkan orang membuat Anisa dan Arimbi
tak pernah berhitung saat menyelesaikan
pekerjaan yang seharusnya menjadi tanggung
jawab Wahendra. Bu Danti juga menyukainya.
Universitas Sumatera Utara
2. Relasi
Gender.
Beberapa kali Bu Danti megajak Wahendra saat
ada urusan di luar kantor. Wahendra yang punya
banyak teman, juga sering membawa temannya
ke kantor, mengenalkannya pada Bu Danti. (86,
2011: 28-29)
Arimbi mulai membongkar tumpukan kertas di
mejanya. Itu semua baha-bahan yang harus
diketik ulang, di rapikan, dan di-fotocopy. Arimbi
membaca kertas-kerta itu sekilas. Memilih mana
yang lebih dahulu dikerjakan. Dia melirik jam,
sudah jam setengah dua belas. Jam satu nanti
akan ada sidang yang akan diikutinya. Sambil
menguap, Arimbi mengambil satu berkas yang
sudah ditandai dengan kata “segera” oleh Bu
Danti. (86: 27)
Mereka bercinta berkali-kali dalam sehari.
Tengah malam sebelum tidur, pagi-pagi sebelum
Ananta berangkat kerja, dan sore hari setelah
Ananta tiba di rumah. Pada hari tertentu mereka
makan siang bersama. Ananta sengaja pulang,
lalu makan di kamar. Setelah makan mereka
kembali bercinta. Lalu Ananta kembali berangkat
kalau sudah pukul 01.00, dengan baju yang
punggungnya sedikit kusut. (86: 223)
3.
Struktur
ruang dan
waktu
1. Struktur
ruang
Orang tua Arimbi berpikir inilah awal dari
terwujudnya sebuah harapan dan doa-doa mereka
selama puluhan tahun. Inilah awal dari tingkat
derajat yang lebih tinggi bagi keluarga petani
yang tidak pernah tahu satu huruf pun. Arimbi
menjadi awal perubahan itu. Keturnan keluarga
ini tidak akan lagi mengurusi tanah, bekerja
dengan baju penuh kotoran setiap hari. Melalui
Arimbi, keluarganya akan memasuki golongan
baru. Golongan orang-orang terpelajar yang
terhormat. Orang-rang yang bekerja dengan
pakaian bersih, bertangan halus tanpa otot-otot
yang menonjol, berkulit bersih karena terus
berada di dalam ruangan. Arimbi menjadi orang
kantoran. Bukan lagi wong tani seperti orang
tuanya. (86: 19)
“...Bangunannya lusuh dan kusam. Cat-catnya
sudah pudar dan tak pernah diperbaharui lagi.
Kayu pintu-pintunya mulai koyak. Gang ini lebih
menyerupai gudang, tempat menyimpan barangbarang loak yang mulai sayang untuk dibuang.
Sama sekali tidak menyisakan denyut kehidupan
dan tanda-tanda kekinian” (86: 17).
Universitas Sumatera Utara
Bus kembali berjalan pelan-pelan menuju arah
selatan, lalu terjebak dalam barisan kenderaan
yang sedikit pun tak bisa bergerak. Di depan sana,
ada kerumunan orang membawa spanduk dan
poster dengan bermacam-macam tulisan. Ada
juga gambar raksasa orang berseragam jaksa.
Salah satu matanya ditutup dengan spidol warna
hitam. Jaksa dalam gambar itu menjadi bajak laut.
Di bawah gambar, tulisan “Jaksa Agung” dicoret,
diganti dengan “Bajak Agung”.
Arimbi meratap dalam hati. Lengkaplah sudah
hari ini menjadi hari buruk baginya. Kopaja ini
tak akan bergerak sampai demonstrasi selesai.
Dan dia akan tetap bersedak-desakan terpanggang
matahari yang sedang garang-garangnya. Minyak
wangi dan deodoran tidak akan bisa lagi
mengalahkan bau apek dan lengket badan sisa
keringat yang keluar selama di dalam kopaja. (86:
24-25)
3. Struktur
waktu
Pintu yang mereka sandari terbuka. Orang-orang
berebut masuk kereta. Ada yang tua ada yang
masih anak-anak, laki-laki dan perempuan. Satudua orang memang seperti penumpang. Berbaju
rapi dan membawa tas besar. Sisanya adalah
pedagang dan peminta-minta. Mereka berebutan
berjalan di lorong, menawarkan nasi bungkus
yang sudah dingin, minuman, rokok, dan kacang
goreng. Sebagian lainnya menyodorkan tangan ke
setiap penumpang. Berdiam lama kalau tak diberi,
hingga akhirnya orang yang dimintai merasa tak
enak dan terpaksa memberi. Ada yang sebisanya
memainkan ecek-ecek atau menyanyikan lagu
meski tak terdengar suaranya. Tak beranjak ke
kursi lain kalau belum mendapat recehan. (86:
118)
“... Hari Sabtu dan Minggu semunya menjadi
sedikit berbeda. Saat semuanya begitu cair dan
bebas, tanpa ada sekat-sekat waktu yang menjadi
mesin penggerak atas semua yang dilakukannya.
Dua hari itu, jam setengah tujuh pagi tidak lagi
menjadi awal kehidupan Arimbi.” (86: 11)
“...Semuanya cukup lengkap untuk menyebut hari
ini sebagai hari buruk bagi Arimbi. Hari Senin
yang dibenci semua orang, hari Senin yang
biasanya penuh pekerjaan, dan hari Senin yang
selalu penuh kemacetan di setiap ruas jalan” (86:
21).
Universitas Sumatera Utara
4.
Struktur
transmisi
narasi
“...Arimbi mulai mengemas barang-barangnya
mulai jam empat. Diam-diam dia segera
meninggalkan mejanya, menyusul Anisa yang
selalu pulang lebih dahulu darinya. Ananta sudah
menunggu di depan pagar. Mereka tiba di rumah
saat hari masih terang. Di kamar Arimbi mereka
menonton TV berdua” (86: 90)
ketiga Arimbi (86: 1)
Orang
dengan
menggunakan
kata “dia” dan
“nama diri”
Tabel 4.2 Data realitas fiksi novel 86
4.1.1.3 Paparan Data Realitas Fiksi Novel Maryam
Paparan data realitas fiksi novel Maryam terdiri dari empat unsur, yaitu
struktur plot yang terdiri dari pengenalan, keadaan mulia berkonflik, konflik mulai
meningkat, konflik memuncak, pemecahan masalah, dan penyelesaian.; struktur
fisik, ras, dan relasi gender; struktur ruang dan waktu; dan struktur transmisi
narasi. Paparan data tersebut dapat dilihat pada tabel berikut,
No.
1.
Realitas Fiksi
Unsur
Struktur plot 1. Pengenalan
Teks
“Januari 2005 Apa yang diharapkan orang yang
terbuang pada sebuah kepulangan? Ucapan
maaf, ungkapan kerinduan, atau tangis
kebahagiaan?...Sudah lewat lima tahun sejak
terakhir kali ia menginjakkan kaki di pulau ini”
(My:13).
Orang Ahmadi lainnya, Rifki menanggung malu
saat lamaran. Ia datang bersama keluarga besar,
memenuhi janji pinangan yang telah dirancang
berbulan-bulan. Tapi di tengah acara, ayah sang
gadis berkata lantang, ia tak mau anak
perempuannya menikah dengan orang sesat.
Anaknya menangis histeris, sambil berusaha
menyuruh ayahnya diam. Ibunya terisak. Rifki
tersinggung. Betapapun besarnya cinta pada
kekasih, Rifki tak terima keluarganya
dipermalukan seperti itu. Pertengkaran hebat
Universitas Sumatera Utara
2. Keadaan
mulai
berkonflik
terjadi. Keduanya saling ngotot, tak mau
mengalah. Rifki hilang kesabaran. Ditonjoknya
muka calon mertua. (My: 20)
...Baru kemudian, ketika Alam datang, Maryam
kembali merasakan apa yang dirasakannya saat
mulai dekat dengan Gamal. Maryam juga
sengaja membanding-bandingkan keduanya.
Wajah mereka yang hampir mirip, sifat dan
perilaku yang serupa dan nama mereka yang tak
jauh berbeda: Gamal dan Alam. Maryam jatuh
cinta. Satu-satnya yang dia pikirkan adalah
jangan sampai yang baru didapatnya itu
terlepas. Ia tak mau lagi mengulang masa-masa
kehampaan yang melelahkan ketika kehilangan
Gamal. Dengan Alam, dia tak mau berpikir apaapa lagi, selain ingin berdua selamanya. (My:
25)
Alam mengiba. Memohon pengertian dan
kasihan dari bunya. Ia berjanji akan membawa
Maryam ke jalan yang benar. “Bukankah justru
itu kemuliaan seorang laki-laki?”
Pertanyaan Alam membuat ibunyapenuh
keharuan. Perempuan itu luluh. Ia percaya pada
anak kesayangannya. Lagi pula dua minggu ini
ia melihat sendiri bagaimana Alam yang
dirundung kerisauan. Tak sampai hati dia
membiaarkan Alam seperti itu berkepanjangan.
Ia yakin, Alam akan membawa Maryam ke
jalan yang seharusnya. Tapi dia mengajukan
syarat. Ia ingin bertemu Maryam dan bicara
dengannya lebih dulu. Alam mengiyakan. (My:
39)
3. Konflik
mulai
meningkat
Maryam menolak keduanya.ia memilih pergi.
Masing-masing menyimpan amarah. Maryam
menikah dengan Alam tanpa memberitahu
orang tuanya lagi. Semua sudah cukup jelas,
pikirnya.
Pada akhir tahun 2000, seorang wali nikah dari
Kantor Urusan Agama menikahkan mereka.
Maryam sah menjadi isri Alam. Ia jadikan Alam
sebagai satu-satunya imam dan panutan.
Ditinggalkannya semua yang dulu ia yakini...
(My: 40)
Umar memberikan alat sholat dan Al Quran
sebagai mas kawin. Saat suara “sah” diucapkan
berkali-kali, air mata Maryam menetes.
Bayangan pernikahannya dengan Alam kembali
datang. Sangat jelas dan terasa nyata. Maryam
Universitas Sumatera Utara
bahkan merasa semuanya hanya pengulangan.
Peristiwa yang sama. Hanya waktu dan
tempatnya yang berbeda. Namun, saat
pandangannya bertemu dengan bapak dan
ibunya, Maryam tahu ini bukanlah pernikahan
yang dahulu. ...Ia bergerak cepat untuk
membuat bayangan itu segera pergi. Mengikuti
petunjuk penghulu untuk beersalaman, minta
restu pada orang tua mereka. saat itulah air
matanya mengalir deras. Menyatu dengan air
mata bapak dan ibunya. Lalu bertemu dengan
air mata ibu Umar. (My: 163-164)
4. Konflik
memuncak
“Semuanya segera ikut kami ke tempat yang
aman. Itu sudah kami sediakan angkutan,” kata
komandan polisi itu ketika pintu sudah terbuka.
Perempuan-perempuan itu diam. Tak ada
memberi tanggapan. Semua menunggu suamisuami mereka mengambil keputusan.
“Kami tidak akan pergi!” seseorang yang ada di
halaman kembali berteriak. “Kenapa bukan
mereka saja yang disuruh pergi?!”
“Betul! Ini rumah kami. Kenapa kami yang
harus pergi?!” sambung yang lainnya.
Komandan polisi mulai kehilangan kesabaran.
“Semua terserah kalian!” teriaknya. “Kalau
memang mau mati semua di sini, silakan! Kam
sudah menawarkan jalan keluar terbaik!
Mengungsi dulu biar semuanya selamat!” (My:
226-227)
“Wajah ketiga tamu Gubernur itu merah
mendengar kata-kata Gubernur. Mulut mereka
terkunci. Tapi soeot mata mereka bicara banyak.
Kemarahan dan sakit hati” (My: 249).
Setelah menikah, Fatimah tinggal bersama
suaminya. Satu minggu setelah menikah, dia
datang ke Transito, sendiri. Orang tuanya
menyambut seperti biasa. Bertanya kabar, tetapi
mereka tidak bertanya tentang pernikahan
Fatimah. Fatimah pun mengerti. Memang itulah
yang diinginkan oleh orang tuanya. Mereka
akan menganggap Fatimah belum menikah.
Sedikit pun mereka juga tak mau tahu siapa
laki-laki yang menjadi suami Fatimah. (My:
258-259)
5. Pemecahan
masalah
“Juni 2008 Gedung Transito kian hari kian
sesak. Barang-barang bertambah: baju dan
Universitas Sumatera Utara
aneka perkakas. Kamar sempit yang disekat
dengan kain itu kini terlihat penuh tumpukan
barang. Enam bayi telah lahir di pengungsian
ini”( My: 266).
“...Pengajian rutin selalu diadakan pada jumat
sore. Hari itulah orang-orang Ahmadi dari
berbagai tempat di Lombok datang sebagaimana
dulu saat mesjid organisasi masih bisa
digunakan” (My: 267).
2.
“Rusuh sekali tadi di TV. Orang-orang bentrok
di Monas.” Kata Zulkhair. “Gara-garanya ada
yagn mau membela kita,” lanjutnya.
Zulkhair lalu menceritakan yang dilihatnya.
Dimulai dari sekelompok orang-orang yang
datang membawa berbagai tulisan untuk
membela
Ahmadiyah.
Lalu kedatangan
kelompok lain yang sejak dulu memang tak mau
ada Ahmadiyah. Lalu gambar televisi dipenuhi
pukulan, tendangan, teriakan, dan orang-orang
terluka.
“Masih ramai di TV sekarang. Semua berita
tentang itu terus,” kata Zulkhair. (My: 269)
6. Penyelesaian “Januari 2011 Saya Maryam Hayati. Ini surat
ketiga yang saya kirim ke Bapak. Semoga surat
saya kali ini bisa mendapat tanggapan. Hampir
enam tahun keluarga dan saudara-saudara kami
terpaksa tinggal di pengungsian, di Gedung
Transito, Lombok.... Kami mohon keadilan.
Sampai kapan lagi kami harus menunggu? (My:
273-275)
Struktur fisik, 1. Struktur fisik “Maryam menikah dengan Alam tanpa
ras, dan relasi
dan ras
memberitahu orangtuanya lagi. Semua sudah
gender
jelas, pikirnya” (My: 40).
Maryam memiliki kecantikan khas permpuan
dari daerah timur. Kulit sawo matang yang
bersih dan segar. Mata bulat dan tajam, alis
tebal dan bibir agak tebal yang selalu
kemerahan. Rambutnya yang lurus dan hitam
sejak kecil selalu dibiarkan panjang memebihi
punggung dan selalu dibiarkan tergerai. Di luar
segala kelebihan fisiknya, Maryam gadis yang
cerdas dan ramah. (My: 24)
Ada satu pemuda yang selalu mereka sebutsebut akan cocok dengan Maryam. Namanya
Gamal, empat tahun lebih tua daripada Maryam.
Sedang mengerjakan skripsi di Teknik Mesin
Universitas Sumatera Utara
ITS. Orangnya ganteng. Kulitnya putih, jauh
lebih putih dibanding Maryam yang memang
sawo matang. Mereka sudah akrab sejak
pertama kali kenalan. (My; 23)
2. Relasi
Gender.
3.
Struktur ruang 1. Struktur
dan waktu
ruang
Sesaat kemudian terdengar suara berisik dari
arah jalan. Barisan orang-orang muncul.
Memasuki jalan kecil. “Usir! Usir!” teriak
mereka.
Terdengar bunyi „brak‟ dan „klontang‟. Mereka
melempar sesuatu ke rumah yang dilewati.
Rumah orang tua Maryam nomor empat dari
ujung jalan. Itu artinya mereka akan segera
sampai.semua orang kini berdiri bersiap-siap.
Pintu rumah ditutup rapat. Ibu Maryam
mengunci dari dalam. Hanya laki-laki yang ada
di luar. (My:224-225)
Gamal benar-benar tak pulang. Bapak-ibunya
telah putus asa mencari. Datang ke kampus.
Bertemu
dosen-dosen
dan
mahasiswamahasiswa. Tak ada yang tahu soal Gamal.
Lagi pula, semua teman seangkatannya sudah
jarang berada di kampus. Semua sibuk
mengerjakan tugas akhir, bahkan banyak yang
sudah lulus. Orang tuanya juga datang ke
teman-teman SMP atau SMA, ke siapa pun
yang mereka anggap kenal dengan Gamal. Tak
ada yang tahu. (My: 29)
Gerupuk hanyalah kampung kecil di sudut timur
pesisir selatan Lombok. Nyaris tak dikenal.
Peta-peta wisata hanya menggambarkan Kuta
sebagai satu-satunya nama tempat disepanjang
garis pantai itu. Baru tahun-tahun belakangan,
ketika orang-orang asing mulai mengetahui ada
ombak tinggi di kampung ini, Gerupuk mulai di
datangi. Itu pun hanya oleh mereka yang ingin
mencari kepuasan berdiri di papan selancar,
menakhlukkan ombak yang bergulung tinggi...
Tak ada keistimewaan lain yang ditawarkan
Gerupuk selain ombak tinggi itu. Ia tak punya
pantai indah beerpasir putih, sebagaimana
pantai-pantai lain yang berjajar di pesisir ini.
Gerupuk adalah deretan erahu-perahu nelayan,
Bau amis ikan, dan nelayan-nelayan yang
berkulit legam. Setiap orang hidup dari
tangkapan ikan, udang, atau teripang. (My: 41)
“Meski terpisah dari rumah-rumah penduduk
lain, tanah yang dihuni orang-orang Ahmadi itu
Universitas Sumatera Utara
2. Struktur
waktu
termasuk kampung Gegerung. Sekitar satu
setengah kilometer jauhnya dari perkampungan
utama Gegarung, dipisahkan oleh sawah-sawah
padi dan sungai”. (My: 83)
Januari 2005. Apa yang diharapkan oleh orang
yang terbuang pada sebuah kepulangan?ucapan
maaf, uangkapan kerinduan, atau tangis
kebahagiaan?
Tidak semuanya bagi Maryam. Ia pulang tanpa
membawa harapan. Ia bahkan tak punya
bayangan apa yang akan dijumpainya di
kampung halaman. Ia tak berpikir apakah
kedatangannya amasih ada yang menantikan,
atau malah akan menghidupkan kembali sisa
kemarahan. Ia juga tidak tahu apa yang akan
dilakukannya di sana. Akankah ia hanya
singgah sesaat lalu segera kembali terbang entah
ke mana atau akankah ia tinggal selamanya?
Entahlah ... Ia hanya ingin pulang. Itu saja. (My:
13)
...Ada juga yang tak butuh waktu terlalu lama
untuk membeli. Mereka tersentuh oleh wajah
memelas anak itu. Cepat-cepat membeli artinya
juga segera bisa menikmati liburan mereka
tanpa diganggu oleh pedagang kecil itu lagi.
Karena jika tidak, anak itu akan mengikutinya
sampai dagangan itu dibeli. Semua anak yang
melihat akhinya mengikuti cara itu. Maryam
pun demikian, tak peduli apa yang dikatakan
turis-turis itu. Tak mengambil hati pada apa
yang mereka katakan, yang penting barang
harus terjual. Anak-anak senang tiap hari
mendapat uang. Jauh lebih senang lagi pemilik
toko yang memasok barang. (My, 2012:189)
4.
Struktur
transmisi
narasi
Orang
yang
tahu
ketiga
serba
Tabel 4.3 Data Realitas Fiksi Novel Maryam
Universitas Sumatera Utara
4.1.2
Paparan Data Realitas Sosial
4.1.2.1 Paparan Data Realitas Sosial Novel Entrok
Paparan data realitas sosial novel Entrok terdiri dari empat unsur, yaitu
kehidupan spiritual masyarakat Jawa, Kemiskinan, Buruh Perempuan, dan rezim
Orde Baru. Paparan data tersebut dapat dilihat pada tabel berikut,
No.
1.
Realitas Sosial
Kehidupan
spiritual
masyarakat Jawa
2.
Kemiskinan
3.
Buruh
Perempuan
Uraian
Ibu memang punya kebiasaan aneh, yang berbeda dibanding
dengan orang-orang lain. Setiap hari dia selalu keluar rumah
pada tengah malam. Lalu dudk sendirian di bangku di bawah
pohon asem di depan rumah. Ibu duduk tenang, memejamkan
mata, lalu komat-kamit.
Dulu sekali, aku juga melakukan apa yang ibu lakukan. Ibu
membangunkanku, lalu kami berdua duduk di bawah pohon
asem. Kata Ibu itu namanya berdoa, tirakat. Ibu mengajariku
untuk nyuwun. Katanya, semua yang ada di dunia milik Mbah
Ibu Bumi Bapak Kuasa. Dialah yang punya kuasa untuk
memberikan atau tidak memberikan yang kita inginkan.
“Nyuwun supaya jadi orang pintar. Bisa jadi pegawai,” kata
Ibu. (En, 2010: 55-56)
“...aku melihat ada beberapa yang tidur di los itu. Kata Teja,
mereka pedagang yang tiap hari tidur di pasar. Pedagangpedagnang itu kebanyakan perempuan seumuran Simbok.
Mereka tidak pernah memakai entrok, apalagi berniat
membelinya” (En, 2010: 22).
“...Simbok masih tidur saat aku beranjak ke pancuran
di belakang rumah. Didekatnya ada jumbleng. Siapa tahu
sakitnya karena aku mau buang kotoran” (En, 2010:30).
Hari berganti hari, aku dan Simbok masih tetap mengupas
singkong, diupahi dengan singkong. Alih-alih membeli entrok,
uang sepeserpun belum pernah kuterima. Pernah suatu kali
kuberanikan diri meminta upah uang kepada Nyai Dimah, tapi
langsung ditolak oleh Nyai Dimah. Kata Nyai Dimah, ia tidak
mampu mengupahi uang. Lagi pula di pasar ini semua buruh
perempuan diupahi dengan bahan makanan. Dia menyuruhku
bekerja di tempat lain jika tidak percaya.Nyai Dimah memang
benar. Kepada siapa pun aku bekerja di pasar ini, aku akan
diupahi dengan bahan makanan ...(En, 2010:29- 30).
“...Berat satu jun yang berisi penuh air sama saja dengan satu
goni berisi singkong. Tidak ada laki-laki yang mengambil air,
katanya itu urusan perempuan. Ya jelas lebih enak nguli
daripada ngambil air. Nguli diupahi duit, sementara mengambil
air tidak pernah dapat apa-apa.” (En, 2010: 37).
Universitas Sumatera Utara
4.
“...Aku dan Simbok bukan satu-satunya orang yang
menyusuri jalanan pagi ini. Di depan kami, di belakang, juga di
samping, perempuan-perempuan menggendong tenggok
menuju Pasar Ngranget. Kami semua seperti kerbau yang
dihela di pagi buta, menuju sumber kehidupan.” (En, 2010: 22).
Rezim orde baru
“Pak Kyai, sampeyan dengar apa kata orang ini? Mereka semua
yang ada di sini sudah jadi pembangkang. Semuanya sudah jadi
orang-orang komunis. Sampeyan ada di sini dan tidak
melakukan apa-apa?”
“Aku tidak ada urusan dengan hal seperti itu. Kami di sini
hanya mau mendidik anak-anak. Titik.”
“Mun, sekarang semuanya terserah kowe. Yang jelas, minggu
depan ini giliran desamu yang dikeruk. Mesin-mesin keruk
akan m engangkat tubuh kalian semua. Kowe akan mati
tertimbun tanah sendiri. Atau kalau untung, bisa jadi kalian
selamat. Tapi hari in seluruh pasukan akan ada di daerah ini.
Kalian semua akan tertangkap. Seumur hidup masuk penjara
bersamaorang-orang PKI itu. Kalian semua sudah jadi PKI.”
(En, 2010: 226).
Tabel 4.4: Paparan Data Realitas Sosial Novel Entrok
4.1.2.2 Paparan Data Realitas Sosial Novel 86
Paparan data realitas sosial novel 86 terdiri dari dua unsur, yaitu praktik
suap dan peredaran narkoba di penjara. Paparan data tersebut dapat dilihat pada
tabel berikut,
No.
1.
Realitas Sosial
Praktik suap
Uraian
“Masih ingat Widodo, to?” tanya Narno.
Arimbi mengangguk. Dia masih mengingatnya. Widodo teman
SD mereka juga. Sekolah STM, sama seperti Narno. Bapaknya
punya sawah sendiri, seperti bapak Arimbi. Selepas STM tak
mau cari kerja, hanya keluyuran di kampung dengan motor
yang dibeli dari panenan bapaknya.
“Jadi pamong dia sekarang. Bayar 40 juta,” jelas Narno.
“Hah...?” Arimbi tak percaya. “Jadi pamong bayar 40 juta?”
Narno mengangguk
“Bayar ke siapa?”
“Ya ke desa. Buat kas.”
“Aturan siapa?” Arimbi masih tak percaya.
“Ya aturaran desa.” (86,2010: 60)
“jadi saya mesti bagaimana?” Arimbi mulai tak sabar.
“Biaya semuanya bersih 15 juta.”
“Gede banget, Bu! Mana ada tahanan yang sanggup bayar
uang segitu? Paling Cuma orang-orang elite itu saja yang bisa.”
Universitas Sumatera Utara
2.
Peredaran
narkoba di
penjara
(86, 2011:217).
Tutik sudah tiga tahun di penjara. Asalnya dari Wonogiri, lebih
tua tiga tahun dari Arimbi. Karena merasa berasal dari daerah
yang berdekatan, sejak awal dia selalu ramah dan baik pada
Arimbi. Sesekali mereka berdua berbicara dalam bahasa
Jawa.... (86, 2011: 175)
Tabel 4.5 Data Realitas Sosial Novel 86
4.1.2.3 Paparan Data Realitas Sosial Novel Maryam
Paparan dat
METODE PENELITIAN
3.1 Paradigma dan Metode Penelitian
Penelitian terhadap ketiga novel Okky ini menggunakan paradigma
konstruktivisme. Menurut Guba dan Yvonna S. Lincoln (2009:135-137),
paradigma konstruktivisme dibangun oleh dasar ontologi yang relativisme, yaitu
realitas adalah konstruksi sosial. Kebenaran realitas bersifat relatif, berlaku sesuai
konteks spesifik yang dinilai relevan oleh aktor sosial. Dasar epistemologi
konstruktivisme adalah transaksional/subjektivitas di mana pemahaman tentang
realitas, atau temuan penelitian adalah hasil interaksi peneliti dengan objek studi.
Sedangkan
dasar aksiologi
konstruktivisme menyangkut kepentingan ilmu
pengetahuan terhadap masyarakatnya.
Secara metodologis paradigma konstruktivisme menerapkan metode
hermeneutika dan dialektika dalam proses mencapai kebenaran. Metode pertama
dilakukan melalui identifikasi kebenaran atau konstruksi pendapat orang per
orang, sedangkan metode kedua membandingkan dan menyilangkan pendapat
orang per orang yang diperoleh melalui metode pertama, untuk memperoleh suatu
konsensus kebenaran yang disepakati bersama. Dengan demikian hasil akhir dari
suatu kebenaran merupakan perpaduan pendapat yang bersifat relatif, subjektif
dan spesifik mengenai hal-hal tertentu (Salim, 2006:72).
Kenyataan yang ada dalam sosiologi bukanlah kenyataan objektif, tetapi
kenyataan yang sudah ditafsirkan, kenyataan sebagai konstruksi sosial. Alat utama
Universitas Sumatera Utara
dalam menafsirkan kenyataan adalah bahasa, sebab bahasa merupakan milik
bersama, di dalamnya terkandung persediaan pengetahuan sosial. Pada gilirannya
kenyataan yang tercipta dalam karya menjadi model, lewat mana masyarakat
pembaca dapat membayangkan dirinya sendiri. Karakterisasi tokoh-tokoh dalam
novel, misalnya, tidak diukur atas dasar persamaannya dengan tokoh masyarakat
yang dilukiskan. Sebaliknya, citra tokoh masyarakatlah yang mesti meneladani
tokoh novel, karya seni sebagai model yang diteladani. Proses penafsirannya
bersifat bolak-balik, dwiarah, yaitu antara kenyataan dan rekaan (Teeuw dalam
Ratna, 2011: 6).
Kenyataan yang ada dalam sosiologi bukanlah kenyataan objektif, tetapi
kenyataan yang sudah ditafsirkan, kenyataan sebagai konstruksi sosial. Alat utama
dalam menafsirkan kenyataan adalah bahasa, sebab bahasa merupakan milik
bersama, di dalamnya terkandung persediaan pengetahuan sosial. Pada gilirannya
kenyataan yang tercipta dalam karya menjadi model, lewat mana masyarakat
pembaca dapat membayangkan dirinya sendiri. Karakterisasi tokoh-tokoh dalam
novel, misalnya, tidak diukur atas dasar persamaannya dengan tokoh masyarakat
yang dilukiskan. Sebaliknya, citra tokoh masyarakatlah yang mesti meneladani
tokoh novel, karya seni sebagai model yang diteladani. Proses penafsirannya
bersifat bolak-balik, dwiarah, yaitu antara kenyataan dan rekaan (Teeuw dalam
Ratna, 2011: 6).
Jadi, untuk menganalisis realitas dalam novel, penelitian ini menggunakan
metode hermeunetika dan metode deskripsi. Metode hermeneutika mengutamakan
ketepatan memahami bahasa teks dalam koteks penafsir dan konteks sosial
Universitas Sumatera Utara
pemakai bahasa tersebut. Di dalam hal ini, novel sebagai genre sastra yang
menggunakan bahasa menjadi sumber data penafsiran kehidupan dengan medium
bahasa. Ratna (2004:45) mengatakan bahwa, “Karya sastra perlu ditafsirkan sebab
di satu pihak karya sastra terdiri atas bahasa, di pihak lain, di dalam bahasa sangat
banyak makna yang tersembunyi, atau dengan sengaja disembunyikan.”
Metode deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif analitik dan metode deskriptif komparatif. Menurut Ratna (2004:35),
metode deskriptif analitik dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta
yang kemudian disusul dengan analisis. Sebaliknya, metode deskriptif komparatif
dilakukan dengan cara menguraikan dan membandingkan fakta-fakta kehidupan
masyarakat sebagai suatu realitas fiksi dan realitas sosial.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka penelitian ini dilaksanakan dalam
paradigma konstruktivisme dengan metode hermeneutika dan deskriptif. Metode
hermeneutika
dipilih
untuk menafsirkan kehidupan dan peradaban manusia
dalam novel. Sebaliknya, metode deskriptif yang dipilih adalah deskriptif analitik
dan deskriptif komparatif. Deskriptif analitik akan digunakan untuk menganalisis
realitas fiksi dan realitas sosial dalam ketiga novel Okky. Sebaliknya, metode
deskriptif komparatif akan digunakan untuk membandingkan realitas fiksi dengan
realitas sosial. Dengan demikian, tindakan dan kejadian dalam novel sumber data
penelitian tidak hanya bergantung pada teks semata-mata melainkan juga pada
konteks sosial ketiga novel Okky.
Universitas Sumatera Utara
3.3
Sumber Data dan Data Penelitian
Sumber data penelitian ini terdiri atas data primer dan data skunder.
Sumber data primer merupakan data yang berasal dari tiga novel karya Okky
Madasari. Ketiga novel yang menjadi data primer penelitian ini merupakan novel
yang menggunakan bahasa Indonesia. Ketiga novel tersebut adalah:
1. Judul buku
: Entrok
Pengarang
: Okky Madasari
Penerbit
: Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit
: 2010
Cetakan
: Pertama
Ukuran buku
:20 cm x 13,5 cm
Tebal buku
: 282 halaman
ISBN
: 878-979-22-5598-8
Warna kulit
: Kuning bercampur hijau
Desain kulit
: gambar belakang seorang perempuan sedang
mengenakan BH
2. Judul buku
: 86
Pengarang
: Okky Madasari
Penerbit
: Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit
: 2011
Universitas Sumatera Utara
Cetakan
: Pertama
Ukuran buku
:20 cm x 13,5 cm
Tebal buku
: 256 halaman
ISBN
: 978-979-22-6769-3
Warna kulit
: kuning
Desain kulit
: Gambar angka 86 dengan bingkisan, mobil, rumah,
dan uang di dalamnya.
Penghargaan
: Lima besar Anugerah Sastra Khatulistiwa Award
2011 yang dijadikan data dua dalam penelitian ini.
3. Judul buku
: Maryam
Pengarang
: Okky Madasari
Penerbit
: Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit
: 2012
Cetakan
: pertama
Ukuran buku
:20 cm x 13,5 cm
Tebal buku
: 280 halaman
ISBN
: 978-979-22-6769-3
Warna kulit
: biru laut
Desain kulit
: gambar seorang perempuan dengan sebuah uamh
di atas telapak tangannya.
Universitas Sumatera Utara
Penghargaan
: pemenang Anugerah Sastra Khatulistiwa Award
2011
Sumber data sekunder berupa data pendukung yang diperoleh dari bukubuku, internet, dokumen, wawancara dan catatan lain. Juga dari diskusi-diskusi
dan seminar-seminar yang dilakukan. Adapun sumber data dalam penelitian ini
dapat dilihat pada bagan berikut:
Sumber Data Penelitian
Data Primer
Data Sekunder
Novel Entrok, 86, dan
Maryam
Buku, dokumen,internet,
dan hasil-hasil diskusi
Wawancara dengan 4
orang informan
Bagan 3.1 Sumber Data Penelitian
Data primer merupakan data yang berbentuk teks tertulis yang berasal dari novel
Entrok, 86, dan Maryam. Teks novel Entrok, 86, dan Maryam digunakan untuk
menjawab masalah struktur naratif dan perjuangan perempuan. Sedangkan data
sekunder dalam penelitian ini berupa buku, dokumen,
internet, hasil-hasil
seminar, dan wawancara. Sumber tertulis berupa buku, dokumen, dan internet,
Universitas Sumatera Utara
seeta hasi-hasil seminar yang berkaitan dengan latar sosial penciptaan ketiga
novel tersebut dan berkaitan dengan bidang ekonomi, keyakinan, dan hukum.
Wawancara dilakukan untuk melihat realitas yang terdapat dalam novel
dan dihubungkan dengan realitas sosial dalam kehidupan nyata. Informan dalam
penelitian ini berjumlah 4 orang yaitu, orang yang penghasilan istrinya lebih
tinggi dari suaminya, pengacara, penganut Ahmadiah, dan bekas narapidana.
Wawancara ini dilakukan pada hari Senin, 16 Maret 2015 dan hari Selasa 17
Maret 2015. Daftar wawancara disajikan dalam lampiran dan selanjutnya data
penelitian disarikan dalam bentuk bagan yang dapat dilihat di bawah ini,
Data Penelitian
Data Sekunder
Data Primer
Teks berupa kalimat
tentang struktur naratif
dan perjuangan
perempuan dalam novel
ketiga novel Okky
Teks berupa kalimat
tentang struktur naratif
dan perjuangan dari
sumber data tertulis
Jawaban dari 4 informan
tentang realitas sosial dan
perjuangan perempuan
Bagan 3.2 Data Penelitian
Universitas Sumatera Utara
3.3 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan metode wawancara dan
penelusuran data online. Kedua metode pengumpulan data ini dilaksanakan sesuai
urutan berikut ini.
(1) Metode analisis isi. Metode ini digunakan untuk menganalisis isi atau teks
novel Entrok, 86, dan Maryam. Setiap kata, frasa, dan kalimat yang berkaitan
dengan struktur naratif dan perjuangan perempuan diberi tanda dan dijadikan
sebagai data dalam penelitian ini. Pemaknaan terhadap teks menggunakan
metode hermeneutika atau penafsiran.
(2) Metode library research . Metode ini digunakan untuk menelusuri buku-buku
dan dokumen lain yang terkait dengan pelitian ini.
(3) Metode wawancara. Wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik
wawancara semistruktur (semistructured interview). Menurut Kriyantono
(2006:101-102), wawancara ini dikenal juga dengan nama wawancara terarah
atau wawancara bebas terpimpin. Di dalam berwawancara, pewawancara
berpedoman pada daftar pertanyaan tertulis tetapi memungkinkan mengajukan
pertanyaan secara bebas yang terkait dengan permasalahan. Oleh karena itu,
peneliti bertindak sebagai pewawancara dengan berpedoman pada daftar
pertanyaan dan situasi wawancara. Artinya, daftar pertanyaan dapat
mengalami pengembangan sesuai kelengkapan informasi yang disampaikan
oleh narasumber. Metode wawancara ini dilakukan untuk menambah
informasi tentang realitas sosial yang berkembang di masyarakat. Wawancara
dilakukan dengan 4 orang yaitu, orang yang penghasilan istrinya lebih tinggi
Universitas Sumatera Utara
dari suaminya, pengacara, penganut Ahmadiah, dan bekas narapidana.
Wawancara ini dilakukan pada hari Senin, 16 Maret 2015 dan hari Selasa 17
Maret 2015.
(4) Metode penelusuran data online. Penelusuran secara online untuk melihat
peristiwa-peristiwa yang terjadi yang berkaitan dengan realitas yang terdapat
di dalam novel, misalnya peristiwa pengusiran jamaah Ahmadiyah di Lombok
dan tempat penampungan mereka di gedung Transito. Menurut Bungin
(2007:125), pengumpulan data secara online memerlukan pemahaman
teknologi informasi komunikasi. Hal ini disebabkan data yang akan ditemukan
harus dilacak dengan perangkat teknologi informasi komunikasi. Berdasarkan
kemampuan pengaksesan perangkat teknologi ini dilakukan pencarian dari
Google ke berbagai situs penyedia data online. Dari Google pengaksesan
diarahkan
pada
dua
media
sosial
penyedia
data
online,
yaitu
www.wikipedia.org dan Google Books. Sebaliknya, www.wikipedia.org
merupakan penyedia data yang dapat diunduh secara bebas. Meskipun
demikian, apabila data yang diperlukan dalam penelitian ini tidak ditemukan
pada wikipedia maka dilakukan penelusuran ke berbagai situs yang dapat
diakses dan diunduh secara bebas, terutama situs penyedia data sastra feminis
Pengaksesan dan pengunduhan dilakukan secara bertahap, yakni sejak bulan
Januari 2012 hingga November 2015.
Universitas Sumatera Utara
3.4 Metode Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil pengumpulan dokumen dianalisis dengan
teknik analisis dokumen atau analisis isi. Hal ini disebabkan penelitian ini
merupakan penyelidikan untuk mengumpulkan informasi melalui pengujian
novel. Menurut Ratna (2004:49), metode analisis isi memberi perhatian pada isi
pesan. Dengan kata lain, sebagaimana diungkapkan oleh Sigit (2003:240),
“Analisis dokumen ialah mempelajari apa yang tertulis dan dapat dilihat dari
dokumen-dokumen. Dokumen-dokumen itu dapat berwujud buku pelajaran
(textbook), karangan, surat-kabar, novel, iklan, gambar, dan sebagainya.” Di
dalam penelitian ini, dokumen yang dijadikan bahan penelitian berupa novel yang
didukung oleh dokumen lain, yakni artikel jurnal/surat kabar, peta, gambar, dan
hasil penelitian yang relevan. Model anaisis dapat dilihat pada diagram berikut ini,
Universitas Sumatera Utara
NOVEL
Teori
Chatman
Realitas
Fiksi
Struktur
Penceritaan
Perjuangan
Perempuan
dalam bidang
hukum
Perjuangan
Perempuan
dalam bidang
Keyakinan
Realitas
Sosial
Teori
Feminisme
Perjuangan
Perempuan
Perjuangan
Perempuan
dalam bidang
Ekonomi
Pola Perjuangan
Perempuan
Bagan 3.3 : Kerangka Tahapan Analisis Data
Berikut ini adalah penjelasan tahapan analisis data dalam meneliti novel
Okky Madasari. Hal ini meliputi enam tahap, yaitu sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
(1) Mengklasifikasi, mendeskripsikan, dan menganalisis struktur naratif ketiga
novel Okky Madasari menurut bentuk dan substansi struktur naratif. Ketiga
novel dideskripsi dan dianalisis realitas fiksinya menurut urutan jenis struktur
naratif dan urutan tahun penerbitan pertama novel tersebut. Dengan demikian,
setiap novel dianalisis struktur plot, struktur fisik, ras, dan relasi gender,
struktur ruang dan waktu, serta struktur transmisi narasi.
(2) Mengklasifikasi, mendeskripsikan, dan menganalisis realitas sosial yang
relevan dengan realitas fiksi ketiga novel tersebut. Realitas sosial difokuskan
pada pengakuan pengarang terhadap materi cerita yang menjadi latar belakang
kehidupan tokoh cerita dalam novel tersebut.
(3) Merumuskan temuan penelitian sesuai dengan pemaparan realitas fiksi dan
realitas sosial ketiga novel tersebut. Temuan dikelompokkan pada dua aspek,
yaitu (i) struktur penceritaan dan (ii) wacana feminisme. Struktur penceritaan
berhubungan dengan cara pengarang menceritakan kehidupan tokoh-tokoh
cerita dalam novel. Sebaliknya, wacana feminisme berhubungan dengan
perjuangan para tokoh perempuan dalam bidang ekonomi, hukum, dan
keyakinan dalam novel yang terdapat pada realitas fiksi dan realitas historis
ketiga novel tersebut.
(4) Menganalisis struktur penceritaan realitas fiksi dan realitas sosial ketiga novel
karya Okky Madadsari.
(5) Menganalisis masalah
perjuangan tokoh perempuan dalam novel yang
berkaitan dengan bidang hukum, ekonomi, dan keyakinan. Setiap masalah
dikonstruksikan dengan pola perjuangannya.
Universitas Sumatera Utara
(6) Menyimpulkan hasil analisis penelitian ini dan melihat temuan dalam analisis
perjuangan. Penarikan simpulan didasarkan pada rumusan masalah yang
dideskripsikan dan dianalisis pada paparan data, temuan penelitian, dan
pembahasan temuan penelitian. Penyimpulan hasil analisis penelitian ini
dilengkapi oleh saran yang relevan dengan penelitian feminisme terhadap
ketiga novel karya Okky Madasari.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
PAPARAN DATA DAN ANALISIS DATA PENELITIAN
4.1 Paparan Data
Data penelitian ini dipaparkan dari sumber data yang terdiri dari tiga buah
novel karya Okky Madasari. Ketiga novel itu adalah Entrok, 86, dan Maryam.
Ketiga novel tersebut diterbitkan pertama kali dalam bahasa Indonesia oleh PT
Gramedia Pustaka Utama. Entrok dterbitkan tahun 2010, 86 tahun 2011, dan
Maryam tahun 2012. Ketiga novel tersebut dijadikan sumber data utama dalam
penelitian ini. Pemaparan data penelitian dilakukan dengan memasukkan semua
data yang ditemukan di dalam teknik pengumpulan dan teknik analisis data ke
dalam tabel yang berhubungan dengan masalah penelitian.
4.1.1
Paparan Data Realitas Fiksi
4.1.1.1 Paparan Data Realitas Fiksi Novel Entrok
Paparan data realitas fiksi novel Entrok terdiri dari empat unsur, yaitu
struktur plot yang terdiri dari pengenalan, keadaan mulia berkonflik, konflik mulai
meningkat, konflik memuncak, pemecahan masalah, dan penyelesaian.; struktur
fisik, ras, dan relasi gender; struktur ruang dan waktu; dan struktur transmisi
narasi. Paparan data tersebut dapat dilihat pada tabel berikut,
No.
1.
Realitas Fiksi
Struktur plot
Unsur
1. Pengenalan
Teks
Kau mengerti semuanya. Tapi kenapa kau
tak mau berkata apa-apa? kau hanya bicara
tentang sesuatu yang tak pernah kumengerti.
Aku juga sering mendengarmu berbicara
dengan orang lain yang juga tidak kuketahui.
Kenapa tidak denganku?
Universitas Sumatera Utara
2. Keadaan
mulai
berkonflik
3. Konflik mulai
meningkat
4. Konflik
Lima tahun aku telah melakukan segala cara.
Kuhitung hari demi hari dengan keringat
yang telah kauberikan padaku. Hanya itu
yang membuatku terus bertahan. Kau
mengajariku tentang harapan. Dan aku yakin
inilah harinya. Akan kubawakan apa yang
paling
kau
inginkan.
Aku
sudah
mendapatkannya.
“Ibu, lihat ini, bu. KTP-ku baru.
Lihat...lihat...sama seperti punya ibu.”
“Apa ini?”
“Ka Te Pe, Bu! Ka Te Pe!”
“Tape? Aku mau buat tape. Mbok...
Simbok...ayo ke pasar, Mbok. Kita cari
telo!”
“Bukan tape, Bu.” Kataku sambil mengusapusap rambut putih perempuan yang telah
melahirkanku ini (En: 12-13).
Orang-orang
berseragam loreng hijau
dengan pistol di pinggang dan bersenapan
tinggi datang ke rumah Marni. Komandan
tentara itu datang menagih uang setoran
keamanan. Biar usaha Marni tidak ada yang
mengganggu. Setiap dua minggu sekali
tentara ini akan datang ke rumah Marni dan
Marni harus menyediakan uang buat mereka.
Saat itu Marni sudah berprofesi sebagai
rentenir. Dia meminjamkan uang kepada
warga yang membutuhkan dengan bunga
pinjaman 10%.
Ibu memang punya kebiasaan aneh, yang
berbeda dibanding dengan orang-orang lain.
Setiap hari dia selalu keluar rumah pada
tengah malam. Lalu duduk sendirian di
bangku di bawah pohon asem di depan
rumah. Ibu duduk tenang, memejamkan
mata, lalu komat-kamit.
Dulu sekali, aku juga melakukan apa yang
ibu lakukan. Ibu membangunkanku, lalu
kami berdua duduk di bawah pohon asem.
Kata Ibu itu namanya berdoa, tirakat. Ibu
mengajariku untuk nyuwun. Katanya, semua
yang ada di dunia milik Mbah Ibu Bumi
Bapak Kuasa. Dialah yang punya kuasa
untuk memberikan atau tidak memberikan
yang kita inginkan. “Nyuwun supaya jadi
orang pintar. Bisa jadi pegawai,” kata Ibu.
(En: 55-56)
Dua hari setelah pernikahan, Rahayu pergi.
Universitas Sumatera Utara
memuncak
2.
Struktur fisik,
ras, dan relasi
gender
Marni sudah tidak punya keinginan lagi
menahan mereka. Hatinya belum ikhlas
menerima pernikahan itu. Biarlah dia tidak
melihat Rahayu, agar dia tidak terusterusan menyesali kebodohan anaknya itu.
Anak yang selalu didoakan supaya bisa
sekolah tinggi-tinggi, bisa menjunjung
martabat
orangtua,
malah
berbuat
seenaknya sendiri. Dia ingin anaknya
menjadi insinyur dan bekerja di pabrik
gula, justru menjadi gundik.
5. Pemecah
Rahayu pulang ke kampungnya setelah
masalah
keluar dari penjara. Dia disambut gembira
oleh ibunya. Ibunya sudah melupakan
semua pertengkaran diantara mereka.
Marni merasa seolah-olah hidupnya gairah
kembali. Rahayu juga sudah mencairkan
segala perbedaan pandangan yang terjadi
diantara mereka selama ini. Dia menurut
saja, ketika ibunya mau mengawinkan dia.
6. Penyelesaian “Aku di sini terus, Ibu. Menemani Ibu setiap
hari,”
bisikku
sambil
mengelus-elus
punggungnya. “Lihat ini kamar Ibu. Aku
setiap hari tidur di kamar itu.”
“Kamu pulang sendiri, Nduk? Mana
suamimu yang ganteng itu, Nduk?
“Oh .... Ibu!”
Ibu.... Ibu... Ibu! Adakah yang bisa aku
lakukan untuk menebus semua kesalahanku?
“Sssst! Yuk, aku mau cerita.... Dengarkan,
Yuk! Nanti ganti kamu yang cerita ya? Ya?
Takgendong
cucuku....
takgendong....kemana-mana!”
(En, 2010:13)
1. Struktur fisik Dalam dua hari, ibu mendatangi pelanggandan ras
pelanggannya. Bukan pelanggan barang,
tetapi pelanggan utangan. Tidak semua orang
akan ditagih, ibu hanya mendatangi orang
yang utangnya besar-besar, 25.000-an.
Kebanyakan mereka pedagang di pasar
Ngranget. Mereka berhutang 25.000, dan
sekarang tinggal sisa 15.000 atau 20.000. ada
Yu Ningsih pedagang beras, Yu Sri penjual
pecel, dan Pak Pahing yang setiap hari
berjualan daging. (En, 2010:81)
Dari makam memandang jauh ke seberang,
kami melihat alat-alat keruk itu bergerak.
Makin mendekat. Sudah tiba saatnya. Semua
orang berdiri di depan rumah masing-masing.
Kubagikan kertas-kertas besar dengan
Universitas Sumatera Utara
2.Relasi Gender.
berbagai tulisan itu. Aku sudah meminta
Taufik untuk mengabarkan peristiwa hari ini
ke semua koran. Biar kematian kami
disaksikan oleh orang-orang seluruh negeri.
Tentara-tentara itu datang. Salah seorang
diantara mereka berteriak di corong pengeras
suara. Masih ada waktu sepuluh menit untuk
segera meninggal desa ini. Tak ada yang
beranjak. Semua orang berdiri mematung dan
mengacungkan tulisan “Jangan Ambil Tanah
Kami”.
...Aku masih melihat darah keluar dari
keningnya, juga tengkuknya. Aku ingat dia
berteriak kesakitan. Tapi aku tak tahu lagi
apa yang terjadi setelah itu. (En:253-254)
Hari itu Teja pulang ke rumah simbok.
Jadilah kami tinggal bertiga di gubuk itu.
Simbok memasang papan membagi gubuk
kami menjadi dua bagian. Bagian depan dari
pintu masuksampai cagak, menjadi tempat
untukku dan Teja, simbok menempati sisanya
yang dekat dengan pawon ....
Malam ini tidur tak sekedar rutinitas penutup
hari, melainkan saar pelepas seluruh
keinginan dan kepemilikan. Tidur kami
menjadi simbol bagaimana pencapaian
manusia dalam mendapatkan apa yang
diinginkan.
Aku kesakitan, dia kegirangan. Aku
mengerang, dia senang. Aku menangis, dia
tertawa
penuh
kemenangan.
Aku
menerawang, dia telah pulas. (En: 48-49)
Teja tidak pernah tahu berapa keuntungan
yang kami dapat, dia juga tidak pernah
meminta. Dia juga tidak tahu apa saja
dagangan yang harus dikulak, berapa
harganya, dijual berapa. Yang dia tahu hanya
mengangkat goni di punggung. Bedanya,
dulu di pasar Ngranget, sekarang keliling
desa. Yang penting bagi Teja, bisa membeli
tembakau linting setiap hari. (En: 49)
...Dia Kyai Hasbi.
Kami meniru semua yang ada padanya.
Mengikuti semua yang dilakukannya. Tiga
istrinya tinggal di sini. Masing-masing
dengan
kelebihan
yangberbeda.
Istri
pertamanya
begitu
indah
membaca
kitab.ditularkannya keahlian itu pada seluruh
Universitas Sumatera Utara
perempuan yang ada di sini. Istri keduanya
kadang mengingatkanku pada ibu. Begitu
lincah, begitu sigap, mengatur segala
kebutuhan padepokan. Istri ketiganya baru
dinikahinya tiga bulan lalu. Dia temanku
sendiri. Arini. Aku dan Amri yang
memperkenalkan mereka. arini yang sedang
sebatang kara dan butuh tempat beerlabuh.
Kyai Hasbi meminangnya. Sekarang Arini,
sebagaimana aku dan Amri, melkengkapi apa
yang perlu diketahui santri-santri. Berhitung,
berpolitik, hingga mengerti bahasa selain
yang ada di kitab dan selain yang setiap hari
mereka gunakan. (En: 213)
3.
Struktur ruang
dan waktu
1.Struktur ruang
Di rumah, Simbok biasa mengumbar
dadanya. Dia hanya memakai kain yang
dililitkan di perutnya, bagian atas perut
dibiarkan terbuka. Baru ketika keluar rumah,
Simbok mengangkat kainnya hingga ke dada,
menjadi kemben.
...
“Mbok aku mau punya entrok.”
“Entrok itu apa , Nduk?”
“Itu lho, Mbok. Kain buat nutup susuku, biar
kenceng seperti punya Tinah.”
Simbok malah tertawa ngakak. Lama tak
keluar jawaban yang aku tunggu. Hingga
akhirnya dia akhiri tawanya dengan mata
memerah.
“Oalah, Nduk, seumur-uur tidak pernah aku
punya entrok. Bentuknya kayak apa aku juga
tidak tahu. Tidak pakai entrok juga tidak apaapa. Susuku tetap bisa diperas to. Sudah,
nggak usah neko-neko. Kita bisa makan saja
syukur,” kata Simbok. (En: 16-17)
“...memasuki tahun 1980, rumah kami sudah
dua kali lipat lebar sebelumnya. Awal tahun
ini, orang-orang Singget sedang luar biasa
gembira. Tiang-tiang besi berdiri di pinggir
jalan desa. Kabel-kabel terbentang. Sudah
ada listrik di Singget. Rumah-rumah yang
hanya sebelumnya diterangi lampu teplok,
sekarang terang benderang dengan lampu
warna putih atau kuning” (En: 89-90).
2.Struktur waktu
Hari masih gelap saat aku dan Simbok keluar
rumah. Tanah dan rumput teki yang kami
Universitas Sumatera Utara
injak basah oleh embun. Ayam berkokok
sahut-menyahut, langit di sebelah timur agak
memerah.
Aku dan Simbok bukan satu-satunya orang
yang menyusuri jalanan pagi ini. Di sepan
kami, di belakang, juga di samping,
perempuan-perempuan memegang tenggok
menuju Pasar Ngranget. Kami semua seperti
kerbau yang dihela di pagi buta, menuju
sumber kehidupan. (En, 2010: 22)
4.
Struktur
transmisi
narasi
Orang pertama
dengan
menggunakan
kata “aku”
Aku dan Simbok bukan satu-satunya orang
yang menyusuri jalanan pagi ini. Di sepan
kami, di belakang, juga di samping,
perempuan-perempuan memegang tenggok
menuju Pasar Ngranget. Kami semua seperti
kerbau yang dihela di pagi buta, menuju
sumber kehidupan. (En, 2010: 22)
Tabel 4.1 Data realitas fiksi novel Entrok
4.1.1.2 Paparan Data Realitas Fiksi Novel 86
Paparan data realitas fiksi novel 86 terdiri dari empat unsur, yaitu struktur
plot yang terdiri dari pengenalan, keadaan mulia berkonflik, konflik mulai
meningkat, konflik memuncak, pemecahan masalah, dan penyelesaian.; struktur
fisik, ras, dan relasi gender; struktur ruang dan waktu; dan struktur transmisi
narasi. Paparan data tersebut dapat dilihat pada tabel berikut,
No.
1.
Realitas
Unsur
Fiksi
Struktur plot 1. Pengenalan
Teks
Setiap pukul setengah tujuh pagi, gang kecil tanpa
nama ini menjadi seperti pasar. Orang-orang
bersedakan, berjalan cepat-cepat, berbut mencari
celah agar bisa lebih ke depan. Sesekali terdengar
teriakan meminta yang berjalan lambat
mempercepat langkah.
Bau minyak wangi murahan bercampur dengan
bau got. Di tiga atau empat rumah petak, pada
jam seperti ini, selalu ada ibu-ibu yang sedang
mencatur anak mereka di depan pintu, berak
beralas koran, lalu dibuang ke dalam got.
Di gang kecil ini setiap jam setengah tujuh pagi
Universitas Sumatera Utara
2. Keadaan
mulai
berkonflik
3. Konflik
mulai
meningkat
4. Konflik
memuncak
5. Pemecah
masalah
hidup Arimbi di mulai. Berjalan di antara orangorang yang sama tanpa mengenal nama. Dimulai
dari langkah pertamanya keluar dari rumah
kontrakan, lalu 250 langkah menuju jalan raya,
menunggu bus kecil yang pada beberapa bagian
sudah berkarat. (86, 2011: 9-10)
“Masih ingat Widodo, to?” tanya Narno.
Arimbi mengangguk. Dia masih mengingatnya.
Widodo teman SD mereka juga. Sekolah STM,
sama seperti Narno. Bapaknya punya sawah
sendiri, seperti bapak Arimbi. Selepas STM tak
mau cari kerja, hanya keluyuran di kampung
dengan motor yang dibeli dari panenan bapaknya.
“Jadi pamong dia sekarang. Bayar 40 juta,” jelas
Narno.
“Hah...?” Arimbi tak percaya. “Jadi pamong
bayar 40 juta?”
Narno mengangguk
“Bayar ke siapa?”
“Ya ke desa. Buat kas.”
“Aturan siapa?” Arimbi masih tak percaya.
“Ya aturaran desa.” (86, 2011: 60)
”...Arimbi merasakan sesak di dadanya. Selama
itu ia akan hidup dalam tahanan. Tapi diam-diam
ada rasa puas yang tipis bermain-main dalam
benaknya. Hakim itu tak bisa dibeli. Perempuan
itu dihukum lebih berat darinya” (86, 1011: 170).
ketika suatu hari, Arimbi mendengar kabar bahwa
ibunya masuk rumah sakit dan harus dioperasi
karena penyakit ginjal. Ayahnya sudah menjual
kebun jeruknya untuk biaya operasi, tetapi setiap
seminggu sekali ibunya harus cuci darah. Setiap
cuci darah memerlukan uang satu juta. Mereka
membutuhkan uang empat juta setiap bulannya.
Arimbi bingung dari mana mereka bisa mendapat
uang sebanyak itu. Di penjara, dia tentu tidak bisa
berbuat apa-apa.
“jadi saya mesti bagaimana?” Arimbi mulai tak
sabar.
“Biaya semuanya bersih 15 juta.”
“Gede banget, Bu! Mana ada tahanan yang
sanggup bayar uang segitu? Paling Cuma orangorang elite itu saja yang bisa.”
“Ya, kitakan sudah pilih-pilih. Nggak semua
orang bisa dapat jatah. Ini kamu dapat jatah kok
masih protes.”
Bukan protes, Bu.tapi kalau sebesaritu kok ya
rasanya terlalu berat.”
“Kitakan sudah hitung semuanya. Kamu masih
punya gaji, masih punya suami. Masih sama-sama
Universitas Sumatera Utara
muda. Duit segitu buat bebas cepat ya nggak ada
apa-apanya. Ya terserah, kalau nggak mau.
Tunggu saja dua tahun lagi.” (86, 2011: 217)
2.
Struktur
fisik, ras,
dan relasi
gender
6. Penyelesaian ...Sesak. Sakit. Tapi tak tahu itu apa. Arimbi tak
mengeluarkan air mata. Ia juga tak tahu hendak
melakukan apa. Semua yang ada di sekelilingnya
hanya seperti ruang hampa yang tak memiliki
makna. Dia seperti tersesat di tempat gelap. Dia
menyerah. Tak mau bersusah-susah mencari
celah.
Suara
jeritan
menyadarkannya.
Anaknya
terbangun. Tangisan anaknya semakin keras.
Arimbi tersadar. Ia bergegas ke kamar,
mengangkat anaknya dari tempat tidur. Ditimangtimangnya anak itu. Tapi tangisnya malah
semakin keras. Air mata Arimbi meleleh.
“Kita ke sana ya, Nak. Ketemu ayah ya, Nak.
Kita tetap sayang ayah ya, Nak...” (86, 2011: 252)
1. Struktur
Diusianya yang sudah 45 tahun, Bu Danti selalu
fisik dan ras segar dan cantik. Badannya subur dengan lemak
yang menggelembung di perut dan lengan. Dia
selalu terlihat modis meski menggunakan
seragam. Sepatu dan tasnya selalu berganti setiap
dua hari sekali, menyesuaikan dengan warna
seragam yang dipakainya. Mukanya putih
mengilap dengan tata rias yang lengkap. Pemulas
mata, perona pipi, lipstik hingga pulasan maskara
dan pembuat bingkai mata, semuanya terpoles
sempurna. Rambutnya yang sebahu disasak
sebagian, tepat di bagian samping dan atas. Tak
pernah ia lupa memakai kalung, giwang, dan
cincin. Ada yagn berhias intan, ada yang mutiara,
ada juga yang emas kuning polos tanpa hiasan
apa pun. (86, 2011: 26)
Masih ada satu lagi anak buah Bu Danti.
Seorang laki-laki yang sepuluh tahun lebih tua
dari Arimbi. namanya Wahendra. Dia masih
keponakan jauh Pak Syamsudin, kepala bagian
tata usaha di pengadilan ini. Pekerjaannya tak
pernah lebih baik dari apa yang dikerjakan
Arimbi dan Anisa. Bukan karena malas
mengerjakan, tapi memang otaknya tak bisa lagi
menghasilkan yang lebh baik.
Sifatnya yang rama, supel, dan pandai
menyenangkan orang membuat Anisa dan Arimbi
tak pernah berhitung saat menyelesaikan
pekerjaan yang seharusnya menjadi tanggung
jawab Wahendra. Bu Danti juga menyukainya.
Universitas Sumatera Utara
2. Relasi
Gender.
Beberapa kali Bu Danti megajak Wahendra saat
ada urusan di luar kantor. Wahendra yang punya
banyak teman, juga sering membawa temannya
ke kantor, mengenalkannya pada Bu Danti. (86,
2011: 28-29)
Arimbi mulai membongkar tumpukan kertas di
mejanya. Itu semua baha-bahan yang harus
diketik ulang, di rapikan, dan di-fotocopy. Arimbi
membaca kertas-kerta itu sekilas. Memilih mana
yang lebih dahulu dikerjakan. Dia melirik jam,
sudah jam setengah dua belas. Jam satu nanti
akan ada sidang yang akan diikutinya. Sambil
menguap, Arimbi mengambil satu berkas yang
sudah ditandai dengan kata “segera” oleh Bu
Danti. (86: 27)
Mereka bercinta berkali-kali dalam sehari.
Tengah malam sebelum tidur, pagi-pagi sebelum
Ananta berangkat kerja, dan sore hari setelah
Ananta tiba di rumah. Pada hari tertentu mereka
makan siang bersama. Ananta sengaja pulang,
lalu makan di kamar. Setelah makan mereka
kembali bercinta. Lalu Ananta kembali berangkat
kalau sudah pukul 01.00, dengan baju yang
punggungnya sedikit kusut. (86: 223)
3.
Struktur
ruang dan
waktu
1. Struktur
ruang
Orang tua Arimbi berpikir inilah awal dari
terwujudnya sebuah harapan dan doa-doa mereka
selama puluhan tahun. Inilah awal dari tingkat
derajat yang lebih tinggi bagi keluarga petani
yang tidak pernah tahu satu huruf pun. Arimbi
menjadi awal perubahan itu. Keturnan keluarga
ini tidak akan lagi mengurusi tanah, bekerja
dengan baju penuh kotoran setiap hari. Melalui
Arimbi, keluarganya akan memasuki golongan
baru. Golongan orang-orang terpelajar yang
terhormat. Orang-rang yang bekerja dengan
pakaian bersih, bertangan halus tanpa otot-otot
yang menonjol, berkulit bersih karena terus
berada di dalam ruangan. Arimbi menjadi orang
kantoran. Bukan lagi wong tani seperti orang
tuanya. (86: 19)
“...Bangunannya lusuh dan kusam. Cat-catnya
sudah pudar dan tak pernah diperbaharui lagi.
Kayu pintu-pintunya mulai koyak. Gang ini lebih
menyerupai gudang, tempat menyimpan barangbarang loak yang mulai sayang untuk dibuang.
Sama sekali tidak menyisakan denyut kehidupan
dan tanda-tanda kekinian” (86: 17).
Universitas Sumatera Utara
Bus kembali berjalan pelan-pelan menuju arah
selatan, lalu terjebak dalam barisan kenderaan
yang sedikit pun tak bisa bergerak. Di depan sana,
ada kerumunan orang membawa spanduk dan
poster dengan bermacam-macam tulisan. Ada
juga gambar raksasa orang berseragam jaksa.
Salah satu matanya ditutup dengan spidol warna
hitam. Jaksa dalam gambar itu menjadi bajak laut.
Di bawah gambar, tulisan “Jaksa Agung” dicoret,
diganti dengan “Bajak Agung”.
Arimbi meratap dalam hati. Lengkaplah sudah
hari ini menjadi hari buruk baginya. Kopaja ini
tak akan bergerak sampai demonstrasi selesai.
Dan dia akan tetap bersedak-desakan terpanggang
matahari yang sedang garang-garangnya. Minyak
wangi dan deodoran tidak akan bisa lagi
mengalahkan bau apek dan lengket badan sisa
keringat yang keluar selama di dalam kopaja. (86:
24-25)
3. Struktur
waktu
Pintu yang mereka sandari terbuka. Orang-orang
berebut masuk kereta. Ada yang tua ada yang
masih anak-anak, laki-laki dan perempuan. Satudua orang memang seperti penumpang. Berbaju
rapi dan membawa tas besar. Sisanya adalah
pedagang dan peminta-minta. Mereka berebutan
berjalan di lorong, menawarkan nasi bungkus
yang sudah dingin, minuman, rokok, dan kacang
goreng. Sebagian lainnya menyodorkan tangan ke
setiap penumpang. Berdiam lama kalau tak diberi,
hingga akhirnya orang yang dimintai merasa tak
enak dan terpaksa memberi. Ada yang sebisanya
memainkan ecek-ecek atau menyanyikan lagu
meski tak terdengar suaranya. Tak beranjak ke
kursi lain kalau belum mendapat recehan. (86:
118)
“... Hari Sabtu dan Minggu semunya menjadi
sedikit berbeda. Saat semuanya begitu cair dan
bebas, tanpa ada sekat-sekat waktu yang menjadi
mesin penggerak atas semua yang dilakukannya.
Dua hari itu, jam setengah tujuh pagi tidak lagi
menjadi awal kehidupan Arimbi.” (86: 11)
“...Semuanya cukup lengkap untuk menyebut hari
ini sebagai hari buruk bagi Arimbi. Hari Senin
yang dibenci semua orang, hari Senin yang
biasanya penuh pekerjaan, dan hari Senin yang
selalu penuh kemacetan di setiap ruas jalan” (86:
21).
Universitas Sumatera Utara
4.
Struktur
transmisi
narasi
“...Arimbi mulai mengemas barang-barangnya
mulai jam empat. Diam-diam dia segera
meninggalkan mejanya, menyusul Anisa yang
selalu pulang lebih dahulu darinya. Ananta sudah
menunggu di depan pagar. Mereka tiba di rumah
saat hari masih terang. Di kamar Arimbi mereka
menonton TV berdua” (86: 90)
ketiga Arimbi (86: 1)
Orang
dengan
menggunakan
kata “dia” dan
“nama diri”
Tabel 4.2 Data realitas fiksi novel 86
4.1.1.3 Paparan Data Realitas Fiksi Novel Maryam
Paparan data realitas fiksi novel Maryam terdiri dari empat unsur, yaitu
struktur plot yang terdiri dari pengenalan, keadaan mulia berkonflik, konflik mulai
meningkat, konflik memuncak, pemecahan masalah, dan penyelesaian.; struktur
fisik, ras, dan relasi gender; struktur ruang dan waktu; dan struktur transmisi
narasi. Paparan data tersebut dapat dilihat pada tabel berikut,
No.
1.
Realitas Fiksi
Unsur
Struktur plot 1. Pengenalan
Teks
“Januari 2005 Apa yang diharapkan orang yang
terbuang pada sebuah kepulangan? Ucapan
maaf, ungkapan kerinduan, atau tangis
kebahagiaan?...Sudah lewat lima tahun sejak
terakhir kali ia menginjakkan kaki di pulau ini”
(My:13).
Orang Ahmadi lainnya, Rifki menanggung malu
saat lamaran. Ia datang bersama keluarga besar,
memenuhi janji pinangan yang telah dirancang
berbulan-bulan. Tapi di tengah acara, ayah sang
gadis berkata lantang, ia tak mau anak
perempuannya menikah dengan orang sesat.
Anaknya menangis histeris, sambil berusaha
menyuruh ayahnya diam. Ibunya terisak. Rifki
tersinggung. Betapapun besarnya cinta pada
kekasih, Rifki tak terima keluarganya
dipermalukan seperti itu. Pertengkaran hebat
Universitas Sumatera Utara
2. Keadaan
mulai
berkonflik
terjadi. Keduanya saling ngotot, tak mau
mengalah. Rifki hilang kesabaran. Ditonjoknya
muka calon mertua. (My: 20)
...Baru kemudian, ketika Alam datang, Maryam
kembali merasakan apa yang dirasakannya saat
mulai dekat dengan Gamal. Maryam juga
sengaja membanding-bandingkan keduanya.
Wajah mereka yang hampir mirip, sifat dan
perilaku yang serupa dan nama mereka yang tak
jauh berbeda: Gamal dan Alam. Maryam jatuh
cinta. Satu-satnya yang dia pikirkan adalah
jangan sampai yang baru didapatnya itu
terlepas. Ia tak mau lagi mengulang masa-masa
kehampaan yang melelahkan ketika kehilangan
Gamal. Dengan Alam, dia tak mau berpikir apaapa lagi, selain ingin berdua selamanya. (My:
25)
Alam mengiba. Memohon pengertian dan
kasihan dari bunya. Ia berjanji akan membawa
Maryam ke jalan yang benar. “Bukankah justru
itu kemuliaan seorang laki-laki?”
Pertanyaan Alam membuat ibunyapenuh
keharuan. Perempuan itu luluh. Ia percaya pada
anak kesayangannya. Lagi pula dua minggu ini
ia melihat sendiri bagaimana Alam yang
dirundung kerisauan. Tak sampai hati dia
membiaarkan Alam seperti itu berkepanjangan.
Ia yakin, Alam akan membawa Maryam ke
jalan yang seharusnya. Tapi dia mengajukan
syarat. Ia ingin bertemu Maryam dan bicara
dengannya lebih dulu. Alam mengiyakan. (My:
39)
3. Konflik
mulai
meningkat
Maryam menolak keduanya.ia memilih pergi.
Masing-masing menyimpan amarah. Maryam
menikah dengan Alam tanpa memberitahu
orang tuanya lagi. Semua sudah cukup jelas,
pikirnya.
Pada akhir tahun 2000, seorang wali nikah dari
Kantor Urusan Agama menikahkan mereka.
Maryam sah menjadi isri Alam. Ia jadikan Alam
sebagai satu-satunya imam dan panutan.
Ditinggalkannya semua yang dulu ia yakini...
(My: 40)
Umar memberikan alat sholat dan Al Quran
sebagai mas kawin. Saat suara “sah” diucapkan
berkali-kali, air mata Maryam menetes.
Bayangan pernikahannya dengan Alam kembali
datang. Sangat jelas dan terasa nyata. Maryam
Universitas Sumatera Utara
bahkan merasa semuanya hanya pengulangan.
Peristiwa yang sama. Hanya waktu dan
tempatnya yang berbeda. Namun, saat
pandangannya bertemu dengan bapak dan
ibunya, Maryam tahu ini bukanlah pernikahan
yang dahulu. ...Ia bergerak cepat untuk
membuat bayangan itu segera pergi. Mengikuti
petunjuk penghulu untuk beersalaman, minta
restu pada orang tua mereka. saat itulah air
matanya mengalir deras. Menyatu dengan air
mata bapak dan ibunya. Lalu bertemu dengan
air mata ibu Umar. (My: 163-164)
4. Konflik
memuncak
“Semuanya segera ikut kami ke tempat yang
aman. Itu sudah kami sediakan angkutan,” kata
komandan polisi itu ketika pintu sudah terbuka.
Perempuan-perempuan itu diam. Tak ada
memberi tanggapan. Semua menunggu suamisuami mereka mengambil keputusan.
“Kami tidak akan pergi!” seseorang yang ada di
halaman kembali berteriak. “Kenapa bukan
mereka saja yang disuruh pergi?!”
“Betul! Ini rumah kami. Kenapa kami yang
harus pergi?!” sambung yang lainnya.
Komandan polisi mulai kehilangan kesabaran.
“Semua terserah kalian!” teriaknya. “Kalau
memang mau mati semua di sini, silakan! Kam
sudah menawarkan jalan keluar terbaik!
Mengungsi dulu biar semuanya selamat!” (My:
226-227)
“Wajah ketiga tamu Gubernur itu merah
mendengar kata-kata Gubernur. Mulut mereka
terkunci. Tapi soeot mata mereka bicara banyak.
Kemarahan dan sakit hati” (My: 249).
Setelah menikah, Fatimah tinggal bersama
suaminya. Satu minggu setelah menikah, dia
datang ke Transito, sendiri. Orang tuanya
menyambut seperti biasa. Bertanya kabar, tetapi
mereka tidak bertanya tentang pernikahan
Fatimah. Fatimah pun mengerti. Memang itulah
yang diinginkan oleh orang tuanya. Mereka
akan menganggap Fatimah belum menikah.
Sedikit pun mereka juga tak mau tahu siapa
laki-laki yang menjadi suami Fatimah. (My:
258-259)
5. Pemecahan
masalah
“Juni 2008 Gedung Transito kian hari kian
sesak. Barang-barang bertambah: baju dan
Universitas Sumatera Utara
aneka perkakas. Kamar sempit yang disekat
dengan kain itu kini terlihat penuh tumpukan
barang. Enam bayi telah lahir di pengungsian
ini”( My: 266).
“...Pengajian rutin selalu diadakan pada jumat
sore. Hari itulah orang-orang Ahmadi dari
berbagai tempat di Lombok datang sebagaimana
dulu saat mesjid organisasi masih bisa
digunakan” (My: 267).
2.
“Rusuh sekali tadi di TV. Orang-orang bentrok
di Monas.” Kata Zulkhair. “Gara-garanya ada
yagn mau membela kita,” lanjutnya.
Zulkhair lalu menceritakan yang dilihatnya.
Dimulai dari sekelompok orang-orang yang
datang membawa berbagai tulisan untuk
membela
Ahmadiyah.
Lalu kedatangan
kelompok lain yang sejak dulu memang tak mau
ada Ahmadiyah. Lalu gambar televisi dipenuhi
pukulan, tendangan, teriakan, dan orang-orang
terluka.
“Masih ramai di TV sekarang. Semua berita
tentang itu terus,” kata Zulkhair. (My: 269)
6. Penyelesaian “Januari 2011 Saya Maryam Hayati. Ini surat
ketiga yang saya kirim ke Bapak. Semoga surat
saya kali ini bisa mendapat tanggapan. Hampir
enam tahun keluarga dan saudara-saudara kami
terpaksa tinggal di pengungsian, di Gedung
Transito, Lombok.... Kami mohon keadilan.
Sampai kapan lagi kami harus menunggu? (My:
273-275)
Struktur fisik, 1. Struktur fisik “Maryam menikah dengan Alam tanpa
ras, dan relasi
dan ras
memberitahu orangtuanya lagi. Semua sudah
gender
jelas, pikirnya” (My: 40).
Maryam memiliki kecantikan khas permpuan
dari daerah timur. Kulit sawo matang yang
bersih dan segar. Mata bulat dan tajam, alis
tebal dan bibir agak tebal yang selalu
kemerahan. Rambutnya yang lurus dan hitam
sejak kecil selalu dibiarkan panjang memebihi
punggung dan selalu dibiarkan tergerai. Di luar
segala kelebihan fisiknya, Maryam gadis yang
cerdas dan ramah. (My: 24)
Ada satu pemuda yang selalu mereka sebutsebut akan cocok dengan Maryam. Namanya
Gamal, empat tahun lebih tua daripada Maryam.
Sedang mengerjakan skripsi di Teknik Mesin
Universitas Sumatera Utara
ITS. Orangnya ganteng. Kulitnya putih, jauh
lebih putih dibanding Maryam yang memang
sawo matang. Mereka sudah akrab sejak
pertama kali kenalan. (My; 23)
2. Relasi
Gender.
3.
Struktur ruang 1. Struktur
dan waktu
ruang
Sesaat kemudian terdengar suara berisik dari
arah jalan. Barisan orang-orang muncul.
Memasuki jalan kecil. “Usir! Usir!” teriak
mereka.
Terdengar bunyi „brak‟ dan „klontang‟. Mereka
melempar sesuatu ke rumah yang dilewati.
Rumah orang tua Maryam nomor empat dari
ujung jalan. Itu artinya mereka akan segera
sampai.semua orang kini berdiri bersiap-siap.
Pintu rumah ditutup rapat. Ibu Maryam
mengunci dari dalam. Hanya laki-laki yang ada
di luar. (My:224-225)
Gamal benar-benar tak pulang. Bapak-ibunya
telah putus asa mencari. Datang ke kampus.
Bertemu
dosen-dosen
dan
mahasiswamahasiswa. Tak ada yang tahu soal Gamal.
Lagi pula, semua teman seangkatannya sudah
jarang berada di kampus. Semua sibuk
mengerjakan tugas akhir, bahkan banyak yang
sudah lulus. Orang tuanya juga datang ke
teman-teman SMP atau SMA, ke siapa pun
yang mereka anggap kenal dengan Gamal. Tak
ada yang tahu. (My: 29)
Gerupuk hanyalah kampung kecil di sudut timur
pesisir selatan Lombok. Nyaris tak dikenal.
Peta-peta wisata hanya menggambarkan Kuta
sebagai satu-satunya nama tempat disepanjang
garis pantai itu. Baru tahun-tahun belakangan,
ketika orang-orang asing mulai mengetahui ada
ombak tinggi di kampung ini, Gerupuk mulai di
datangi. Itu pun hanya oleh mereka yang ingin
mencari kepuasan berdiri di papan selancar,
menakhlukkan ombak yang bergulung tinggi...
Tak ada keistimewaan lain yang ditawarkan
Gerupuk selain ombak tinggi itu. Ia tak punya
pantai indah beerpasir putih, sebagaimana
pantai-pantai lain yang berjajar di pesisir ini.
Gerupuk adalah deretan erahu-perahu nelayan,
Bau amis ikan, dan nelayan-nelayan yang
berkulit legam. Setiap orang hidup dari
tangkapan ikan, udang, atau teripang. (My: 41)
“Meski terpisah dari rumah-rumah penduduk
lain, tanah yang dihuni orang-orang Ahmadi itu
Universitas Sumatera Utara
2. Struktur
waktu
termasuk kampung Gegerung. Sekitar satu
setengah kilometer jauhnya dari perkampungan
utama Gegarung, dipisahkan oleh sawah-sawah
padi dan sungai”. (My: 83)
Januari 2005. Apa yang diharapkan oleh orang
yang terbuang pada sebuah kepulangan?ucapan
maaf, uangkapan kerinduan, atau tangis
kebahagiaan?
Tidak semuanya bagi Maryam. Ia pulang tanpa
membawa harapan. Ia bahkan tak punya
bayangan apa yang akan dijumpainya di
kampung halaman. Ia tak berpikir apakah
kedatangannya amasih ada yang menantikan,
atau malah akan menghidupkan kembali sisa
kemarahan. Ia juga tidak tahu apa yang akan
dilakukannya di sana. Akankah ia hanya
singgah sesaat lalu segera kembali terbang entah
ke mana atau akankah ia tinggal selamanya?
Entahlah ... Ia hanya ingin pulang. Itu saja. (My:
13)
...Ada juga yang tak butuh waktu terlalu lama
untuk membeli. Mereka tersentuh oleh wajah
memelas anak itu. Cepat-cepat membeli artinya
juga segera bisa menikmati liburan mereka
tanpa diganggu oleh pedagang kecil itu lagi.
Karena jika tidak, anak itu akan mengikutinya
sampai dagangan itu dibeli. Semua anak yang
melihat akhinya mengikuti cara itu. Maryam
pun demikian, tak peduli apa yang dikatakan
turis-turis itu. Tak mengambil hati pada apa
yang mereka katakan, yang penting barang
harus terjual. Anak-anak senang tiap hari
mendapat uang. Jauh lebih senang lagi pemilik
toko yang memasok barang. (My, 2012:189)
4.
Struktur
transmisi
narasi
Orang
yang
tahu
ketiga
serba
Tabel 4.3 Data Realitas Fiksi Novel Maryam
Universitas Sumatera Utara
4.1.2
Paparan Data Realitas Sosial
4.1.2.1 Paparan Data Realitas Sosial Novel Entrok
Paparan data realitas sosial novel Entrok terdiri dari empat unsur, yaitu
kehidupan spiritual masyarakat Jawa, Kemiskinan, Buruh Perempuan, dan rezim
Orde Baru. Paparan data tersebut dapat dilihat pada tabel berikut,
No.
1.
Realitas Sosial
Kehidupan
spiritual
masyarakat Jawa
2.
Kemiskinan
3.
Buruh
Perempuan
Uraian
Ibu memang punya kebiasaan aneh, yang berbeda dibanding
dengan orang-orang lain. Setiap hari dia selalu keluar rumah
pada tengah malam. Lalu dudk sendirian di bangku di bawah
pohon asem di depan rumah. Ibu duduk tenang, memejamkan
mata, lalu komat-kamit.
Dulu sekali, aku juga melakukan apa yang ibu lakukan. Ibu
membangunkanku, lalu kami berdua duduk di bawah pohon
asem. Kata Ibu itu namanya berdoa, tirakat. Ibu mengajariku
untuk nyuwun. Katanya, semua yang ada di dunia milik Mbah
Ibu Bumi Bapak Kuasa. Dialah yang punya kuasa untuk
memberikan atau tidak memberikan yang kita inginkan.
“Nyuwun supaya jadi orang pintar. Bisa jadi pegawai,” kata
Ibu. (En, 2010: 55-56)
“...aku melihat ada beberapa yang tidur di los itu. Kata Teja,
mereka pedagang yang tiap hari tidur di pasar. Pedagangpedagnang itu kebanyakan perempuan seumuran Simbok.
Mereka tidak pernah memakai entrok, apalagi berniat
membelinya” (En, 2010: 22).
“...Simbok masih tidur saat aku beranjak ke pancuran
di belakang rumah. Didekatnya ada jumbleng. Siapa tahu
sakitnya karena aku mau buang kotoran” (En, 2010:30).
Hari berganti hari, aku dan Simbok masih tetap mengupas
singkong, diupahi dengan singkong. Alih-alih membeli entrok,
uang sepeserpun belum pernah kuterima. Pernah suatu kali
kuberanikan diri meminta upah uang kepada Nyai Dimah, tapi
langsung ditolak oleh Nyai Dimah. Kata Nyai Dimah, ia tidak
mampu mengupahi uang. Lagi pula di pasar ini semua buruh
perempuan diupahi dengan bahan makanan. Dia menyuruhku
bekerja di tempat lain jika tidak percaya.Nyai Dimah memang
benar. Kepada siapa pun aku bekerja di pasar ini, aku akan
diupahi dengan bahan makanan ...(En, 2010:29- 30).
“...Berat satu jun yang berisi penuh air sama saja dengan satu
goni berisi singkong. Tidak ada laki-laki yang mengambil air,
katanya itu urusan perempuan. Ya jelas lebih enak nguli
daripada ngambil air. Nguli diupahi duit, sementara mengambil
air tidak pernah dapat apa-apa.” (En, 2010: 37).
Universitas Sumatera Utara
4.
“...Aku dan Simbok bukan satu-satunya orang yang
menyusuri jalanan pagi ini. Di depan kami, di belakang, juga di
samping, perempuan-perempuan menggendong tenggok
menuju Pasar Ngranget. Kami semua seperti kerbau yang
dihela di pagi buta, menuju sumber kehidupan.” (En, 2010: 22).
Rezim orde baru
“Pak Kyai, sampeyan dengar apa kata orang ini? Mereka semua
yang ada di sini sudah jadi pembangkang. Semuanya sudah jadi
orang-orang komunis. Sampeyan ada di sini dan tidak
melakukan apa-apa?”
“Aku tidak ada urusan dengan hal seperti itu. Kami di sini
hanya mau mendidik anak-anak. Titik.”
“Mun, sekarang semuanya terserah kowe. Yang jelas, minggu
depan ini giliran desamu yang dikeruk. Mesin-mesin keruk
akan m engangkat tubuh kalian semua. Kowe akan mati
tertimbun tanah sendiri. Atau kalau untung, bisa jadi kalian
selamat. Tapi hari in seluruh pasukan akan ada di daerah ini.
Kalian semua akan tertangkap. Seumur hidup masuk penjara
bersamaorang-orang PKI itu. Kalian semua sudah jadi PKI.”
(En, 2010: 226).
Tabel 4.4: Paparan Data Realitas Sosial Novel Entrok
4.1.2.2 Paparan Data Realitas Sosial Novel 86
Paparan data realitas sosial novel 86 terdiri dari dua unsur, yaitu praktik
suap dan peredaran narkoba di penjara. Paparan data tersebut dapat dilihat pada
tabel berikut,
No.
1.
Realitas Sosial
Praktik suap
Uraian
“Masih ingat Widodo, to?” tanya Narno.
Arimbi mengangguk. Dia masih mengingatnya. Widodo teman
SD mereka juga. Sekolah STM, sama seperti Narno. Bapaknya
punya sawah sendiri, seperti bapak Arimbi. Selepas STM tak
mau cari kerja, hanya keluyuran di kampung dengan motor
yang dibeli dari panenan bapaknya.
“Jadi pamong dia sekarang. Bayar 40 juta,” jelas Narno.
“Hah...?” Arimbi tak percaya. “Jadi pamong bayar 40 juta?”
Narno mengangguk
“Bayar ke siapa?”
“Ya ke desa. Buat kas.”
“Aturan siapa?” Arimbi masih tak percaya.
“Ya aturaran desa.” (86,2010: 60)
“jadi saya mesti bagaimana?” Arimbi mulai tak sabar.
“Biaya semuanya bersih 15 juta.”
“Gede banget, Bu! Mana ada tahanan yang sanggup bayar
uang segitu? Paling Cuma orang-orang elite itu saja yang bisa.”
Universitas Sumatera Utara
2.
Peredaran
narkoba di
penjara
(86, 2011:217).
Tutik sudah tiga tahun di penjara. Asalnya dari Wonogiri, lebih
tua tiga tahun dari Arimbi. Karena merasa berasal dari daerah
yang berdekatan, sejak awal dia selalu ramah dan baik pada
Arimbi. Sesekali mereka berdua berbicara dalam bahasa
Jawa.... (86, 2011: 175)
Tabel 4.5 Data Realitas Sosial Novel 86
4.1.2.3 Paparan Data Realitas Sosial Novel Maryam
Paparan dat