Sintesis Metil Eugenol Melalui Eterifikasi Metil Nitrat Dengan Eugenol Hasil Isolasi Dari Minyak Cengkeh

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak Cengkeh
Minyak cengkeh merupakan minyak atsiri yang berasal dari tanaman cengkeh (Gambar 2.1).
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak atsiri yang cukup penting di dunia.
Diantaranya minyak atsiri yang terkenal adalah minyak cengkeh (Anonim, 2005).

Gambar 2.1 Foto Tanaman Cengkeh (Syzigium aromaticum)
Senyawa yang paling penting dalam minyak cengkeh adalah senyawa eugenol, sehingga
kualitas minyak cengkeh ditentukan oleh kandungan senyawa tersebut. Dalam persyaratan
mutu minyak daun cengkeh SNI 06-2387-2006 kandungan eugenol adalah 78% (Anonim,
2006). Sistematika tanaman cengkeh (Syzigium aromaticum) adalah sebagai berikut:
Divisio

: Spermatophyta

Sub-divisio

: Angiospermae


Klas

: Dicotyledoneae

Sub-klas

: Choripetalae

Ordo

: Myrtales

Family

: Eugenia

Spesies

: Eugenia Carryophyllus


Minyak yang diperoleh dari daun cengkeh disebut minyak cengkeh (clove leaf oil) dengan
cara destilasi uap dari daun cengkeh yang sudah tua atau yang telah gugur. Kadar minyak
cengkeh tergantung kepada jenis, umur dan tempat tumbuh tanaman cengkeh yaitu sekitar 5-

Universitas Sumatera Utara

5
6%. Komponen utama minyak cengkeh adalah eugenol yaitu sekitar 70-90% dan merupakan
cairan tak berwarna atau kuning pucat, bila terkena cahaya matahari berubah menjadi coklat
hitam yang berbau spesifik (Bulan,2004). Selain eugenol, minyak cengkeh juga mengandung
senyawa lain seperti asetil eugenol ( Gambar 2.2) dan beta-caryophyllene (Gambar 2.3).
Minyak cengkeh dapat diperoleh dari tanaman cengkeh bagian daun, batang/gagang dan
bunga (Guenther,1987).
O
C

CH3

O

OCH3

CH2

CH

CH2

Gambar 2.2 Struktur asetil eugenol (Sastrohamidjojo,2004)

Gambar 2.3 Struktur beta-caryophyllene (Sastrohamidjojo, 2004)
Minyak cengkeh yang diperoleh dari bunga, batang maupun daun dari tanaman cengkeh
mampu menghambat pertumbuhan organisme, termasuk diantaranya mikroba, serangga dan
tanaman pengganggu ( Taufik dkk,2011).
2.2 Eugenol
Eugenol merupakan zat cair berbentuk cairan tidak berwarna atau sedikit kekuning-kuningan.
Eugenol dapat larut dalam alkohol, kloroform, eter dan sedikit larut dalam air, berbau tajam
minyak cengkeh, berasa membakar dan panas dikulit (Widayat dkk,2012). Beberapa
kegunaan eugenol antara lain yaitu sebagai flavour pada rokok kretek, sebagai pestisida
nabati, sebagai fungisida, sebagai larvasida, sebagai antioksidan dan antibakteri. Berikut ini

struktur (Gambar 2.4), sifat fisik dan sifat kimia dari eugenol.

Universitas Sumatera Utara

6

OH
OCH3

CH2-CH=CH2
Gambar 2.4 Struktur Eugenol (Sastrohamidjojo,2004)
Nama

: eugenol

Rumus molekul

: C10H12O2

Berat molekul


:164,20 g/mol

Penampilan fisik

: cairan tidak berwarna hingga kekuningan

Titik leleh

: -9,20C

Titik didih

: 2550C

Indeks bias

: 1.537

Densitas


: 1.0663 g/ml

(Anonimous,1976).
2.2.1 Reaksi-Reaksi Kimia Terhadap Eugenol
Dalam senyawa eugenol terkandung beberapa gugus fungsional, yaitu metoksi
(-OCH3), alil (-CH2-CH=CH2), fenol(-OH) dan cincin aromatik. Cincin aromatik dapat
mengalami reaksi substitusi elektrofilik pada posisi orto terhadap gugus hidroksi, pada posisi
para terhadap metoksi atau posisi orto terhadap propilen, begitu juga dengan gugus olefin
yang dapat ditransformasi menjadi gugus lain melalui reaksi adisi, reduksi, oksidasi dan
epoksidasi. Ketiga senyawa aktif tersebut dengan menggunakan pereaksi-pereaksi tertentu
dapat ditransformasi menjadi gugus-gugus lain membentuk senyawa-senyawa lain seperti
isoeugenol, eugenol asetat, isoeugenol asetat, benzil alkohol, benzil isoeugenol, metil
eugenol, eugenol etil eter, vanillin dan sebagainya (Sastrohamidjojo,1981 dan Tohawa,
2012). Beberapa reaksinya adalah sebagai berikut:
1. Reaksi Oksidasi Terhadap Eugenol
Vanilin dapat diperoleh melalui reaksi oksidasi terhadap eugenol (Gambar 2.6). Eugenol
terlebih dahulu di isomerisasi dengan menggunakan KOH dalam glikol menghasilkan

Universitas Sumatera Utara


7
isoeugenol (Gambar 2.5). Isoeugenol yang diperoleh dioksidasi dengan menggunakan
nitribenzena dalam dimetilsulfoksida (Sastrohamidjojo, 2004).
OK

OH

OCH3

OCH3

+

+ H2O

KOH

CH2-CH=CH2


CH2-CH=CH2

Eugenol
OK

OH

OH
OCH3

+

-

OH

OCH3

OCH3


1500C

Oksidasi
CH2-CH=CH2

CH

Kalium Eugenolat

CH

C

CH3

O
H

Vanilin


Isoeugenol

Gambar 2.5 Reaksi Pembuatan Vanilin (Sastrohamidjojo,2004)
2. Reaksi Asetilasi Terhadap Eugenol
Asetilasi eugenol (Gambar 2.6) dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi anhidrida
asetat yang direfluks pada suhu 1300C selama 3 jam
O
C

CH3

O

OH
OCH3

OCH3

O
CH3


C

+

CH3COOH

O
CH3

C
O

CH2
Eugenol

CH

CH2

CH2
Anhidrida asetat

CH

asetil eugenol

CH2
Asam asetat

Gambar 2.6 Reaksi Pembuatan Asetil Eugenol (Sastrohamidjojo, 2004)

Universitas Sumatera Utara

8
3. Reaksi Asilasi Terhadap Eugenol Dengan Menggunakan Benzoil Klorida
Asilasi eugenol dilakukan mula-mula dengan reaksi penggaraman membentuk garam
eugenolat, kemudian ditambahkan benzoil klorida dan campuran direfluks pada suhu 1200C
selama 1 jam sehingga diperoleh eugenil benzoat ( Gambar 2.7).
ONa

OH

OCH3

OCH3
+

+

NaOH

H2O

CH2-CH=CH2

CH2-CH=CH2
Eugenol

Natrium Eugenolat

O
O
O

C

ONa

C

Cl
OCH3

OCH3
+

+ NaCl

CH2-CH=CH2

CH2-CH=CH2
Natrium Eugenolat

Benzoil klorida

Eugenil benzoat

Gambar 2.7 Pembuatan Eugenil benzoat (Sastrohamidjojo,2004)
2.2.2

Metil Eugenol

Senyawa metil eugenol merupakan turunan eugenol yang dipergunakan sebagai atraktan
(penarik/pemikat untuk datang) untuk menarik lalat jantan dalam pengendalian populasi lalat
buah Bactrocera dorsalis (Kardinan et al., 1998).
Berikut ini struktur (Gambar 2.9), sifat fisik dan sifat kimia dari metil eugenol secara umum.

OCH3
OCH3

CH2-CH=CH2
Gambar 2.8 Struktur Metil Eugenol (Sastrohamidjojo, 2004)

Universitas Sumatera Utara

9
Nama

:

metil eugenol

Rumus molekul

:

C11H4O2

Berat molekul

:

178,23 g/mol

Penampilan fisik

:

cairan tak berwarna hingga kekuningan

Titik leleh

:

160C

Titik didih

:

2620C

Berat jenis

:

1,04 g/cm3

Titik nyala

:

72300C (Anonimous,1976).

Menurut vargas et al., 2010, penggunaan atraktan metil eugenol merupakan cara
pengendalian yang ramah lingkungan dan terbukti efektif, dimana pengendalian hama lalat
buah dilakukan dalam tiga cara yaitu, mendeteksi atau memonitor populasi lalat buah,
menarik lalat buah kedalam perangkap kemudian disterilkan atau dimatikan dan
mengacaukan lalat buah dalam perkawinan,berkumpul dan cara makan. Pada penyelidikan
yang telah dilakukan di Hawai, senyawa ini mampu digunakan sebagai atraktan terhadap lalat
buah oriental Dacus dorsalis Handel jantan. Pemakaian secara kombinasi antara metil
eugenol dengan insektisida juga dapat membunuh lalat buah oriental dalam kurun waktu
beberapa bulan. Metil eugenol dibuat dengan mereaksikan eugenol dengan dimetilsulfat
(Gambar 2.9) dalam suasana basa.
OH

OCH3
OCH3

OCH3
NaOH , (CH3)2SO4

CH2-CH=CH2
Eugenol

CH2-CH=CH2
Metil Eugenol

Gambar 2.9 Reaksi Pembuatan Metil Eugenol (Purba,2000).
Kegunaan lain dari metil eugenol yaitu dapat digunakan sebagai agen tambahan pada jelli,
pengembang makanan, minuman non-alkohol dan es krim serta sebagai pewangi pada
beberapa produk kosmetik (Council of Europe,1999).

Universitas Sumatera Utara

10
2.3 Metil Nitrat
Metil nitrat (Gambar 2.10) dapat dihasilkan melalui cara destilasi campuran dari asam nitrat
dan metanol.

Gambar 2.10 Metil Nitrat (http://en.wikipedia.metil-nitrat.org.com)
Namun, pembuatan metil nitrat dengan cara mendestilasi campuran asam nitrat dan metanol
tidak disarankan karena sekali-kali dapat menimbulkan ledakan kecil kemudian
terdekomposisi memberikan warna violet.
CH3OH + HNO3

CH3NO3 + H2O

Metanol

Metil nitrat

Asam nitrat

Selain itu, metil nitrat juga dapat disintesis dengan reaksi substitusi asam nitrat terhadap
metanol dengan menggunakan asam sulfat sebagai katalis. Reaksi yang terjadi adalah reaksi
substitusi elektrofilik. Substitusi elektrofilik terjadi ketika reagen yang berperan adalah suatu
elektrofil. Elektrofil adalah molekul yang dapat menerima pasangan elektron (Fessenden,
1986). Pada pembuatannya dengan menggunakan asam sulfat, mula-mula asam nitrat dan
asam sulfat dicampurkan kemudian didinginkan. Setelah itu diwadah yang lain juga
dicampurkan asam sulfat dan metanol dan didinginkan. Campuran asam sulfat dan metanol
ditambahkan ke dalam campuran asam sulfat dan asam nitrat sedikit demi sedikit dan diaduk
dengan konstan pada suhu 100C. Campuran hasil reaksi dicuci dengan air dingin dan larutan
natrium klorida jenuh. Kemudian lapisan esternya ataupun lapisan atas ditambahkan dengan
agen pengering. Metil nitrat yang diperoleh langsung digunakan dan tidak dapat disimpan.
Reaksinya dapat digambarkan sebagai berikut:

CH3-OH
metanol

HNO3
H2SO4

CH3-NO3
metil nitrat

(Black dan Babers, 2005).

Universitas Sumatera Utara

11
Metil nitrat sangat bersifat explosive yang biasanya digunakan sebagai bahan bakar roket.
Secara umum sifat-sifat metil nitrat adalah memiliki berat molekul 77,04 g/mol, larut pada
alkohol dan eter,tidak larut dengan air dan memiliki titik didih 64,60C (Anonimous,1976).
2.4 Pembuatan Eter
Sintesa eter dapat dilakukan melalui beberapa metode diantaranya adalah :
1. Dehidrasi alkohol untuk membuat dialkil eter
Sintesa dengan metode ini biasanya digunakan untuk mensintesa eter simetrik seperti dietil
eter, dipropil eter maupun diisopropil eter. Suatu dialkil eter yang diperoleh melalui
pemanasan alkohol primer maupun alkohol sekunder dengan asam sulfat pada temperatur
1400C. Pada sintesa ini pemanasan tidak boleh dilakukan pada suhu terlalu tinggi untuk
mencegah terjadinya senyawa alkena dengan reaksi seperti berikut :

2 CH3CH2OH

H2SO4

CH3CH2OH

1400C
H2SO4
1800C

CH3CH2-O-CH2CH3 + H2O
CH2=CH2 + H2O

Dalam metode ini alkohol tersier tidak dapat digunakan sebab alkohol tersier bila dipanaskan
dengan asam sulfat tidak akan menghasilkan ditersier eter melainkan memberikan suatu
olefin yang dihasilkan dari dehidrasi :
H+
(CH3)3CHOH

1400C

(CH3)2C=CH2 + H2O

Sedangkan senyawa fenol untuk reaksi ini tidak dapat memberikan eter karena sulfonasi fenol
mudah terjadi pada temperatur di bawah 1400C dan fenol mempunyai densitas elektron lebih
rendah pada atom oksigennya sehingga permulaan protonasi tidak mudah terjadi.
2. Reaksi anion alkoksida atau fenoksida dengan dialkil sulfat
Sintesa ini digunakan untuk membuat senyawa metil atau etil eter. Anion alkoksida biasanya
diperoleh dari reaksi alkohol dengan suatu logam natrium, sedangkan anion fenoksida
diperoleh dari suatu fenol dengan suatu natrium hidroksida:

Universitas Sumatera Utara

12

R-OH + Na

RO- Na+ + 1/2 H2
O-Na+

OH
+

+

NaOH

H2O

Anion hidroksida dapat menyerang gugus alkil pada dimetil sulfat,CH 3-OSO2O-CH3 atau
dimetil sulfat, CH3CH-OSO2O-CH2CH3 melalui reaksi SN2. Kedua gugus alkil pada dimetil
sulfat tersebut dapat mengalami penyerangan tetapi yang kedua memerlukan kondisi yang
lebih kuat berhubung karena hal tersebut menyangkut serangan muatan negatif anion
fenoksida terhadap muatan negatif anion sulfat.
3. Reaksi Suatu Senyawa Alkil Halida dengan Suatu Anion Alkoksida atau Fenoksida
(Sintesa Williamson)
Sintesa Williamson sangat penting karena kemudahannya untuk mensintesa eter yang tidak
simetrik dan eter simetrik. Alkoksida dapat dibuat dengan mereaksikan alkohol dengan logam
alkali seperti Na atau K sedangkan fenoksida dapat dibuat dari reaksi suatu fenol dengan
natrium hidroksida atau dengan kalium karbonat.
CH3CH2OH + Na

CH3CH2O-Na+

+ 1/2 H2

(CH3)3COH

(CH3)3CO-K+

+

+ K

1/2 H2

Dalam sintesa ini vinil halida dan aril halida tidak dapat digunakan karena keraktifannya
yang rendah terhadap substitusi nukleofilik, kecuali terdapat gugus NO2 ( gugus penarik
elektron lainnya yang cukup kuat) pada posisi orto atau para untuk aril halida terhadap
halogen pada cincin. Alkil halida berupa metil atau alkil halida primer memberikan hasil
yang cukup baik sedangkan alkil halida sekunder dan tersier akan menghasilkan alkena.
Alkoksida yang digunakan dapat berupa metil, primer, sekunder , alil atau aril. Alkoksida
yang besar ukurannya dapat menghalangi reaksi substitusi, akibatnya akan terjadi reaksi
eliminasi terhadap alkil halidanya (Griffin, Jr. 1969).
4. Reaksi Alkilasi Senyawa Alkohol atau Fenol dengan Senyawa Diazo
Reaksi alkilasi alkohol atau fenol yang umum dilakukan dengan senyawa diazo adalah
pembentukan metil eter dengan senyawa diazometan.

Universitas Sumatera Utara

13

CH2N2

+

HBF4

R-OH

R-O-CH3

+ N2
O-CH3

OH

CH2N2

+ N2

+

diazometan
metil eter

Pembentukan metil eter melalui metoda ini memberikan hasil yang cukup kuantitatif serta
dapat dilakukan dalam jumlah yang kecil (mg) dengan memberikan rendemen yang tinggi.
Reaksi diazometan dengan senyawa- senyawa alkohol dapat berlangsung dengan
menggunakan katalis HBF4 atau AlCl3 sedangkan untuk senyawa- senyawa fenol disebabkan
senyawa tersebut asam, reaksinya berjalan dengan baik pada temperatur kamar tanpa
menggunakan suatu katalis (March,J. 1984).
5. Pemanasan Alkil Halida dengan Perak oksida kering
Metode ini hanya digunakan untuk membentuk eter simetri.
2CH3CH2

CH3CH2

Cl + Ag2O

CH2CH3 + 2AgCl

O

dietil eter

etil klorida

6. Alkoksimerkurasi-demerkurasi dari Alkena
Reaksi alkena dengan alkohol dengan adanya merkuri (II) trifluoroasetat dapat membentuk
eter.
CH3

CH=CH2 + CH3OH

Hg(O2CCF3)2

CH3

CH

CH2

NaBH4

OCH3 HgO2CCF3
Propena

CH3CHCH3
OCH3
2-metoksipropana (Bahl,

A.

2004).

2.4.1 Karakteristik senyawa eter
Senyawa- senyawa eter adalah senyawa yang tidak reaktif yang menunjukkan reaksi-reaksi
kimia lebih menyerupai senyawa alkana dari pada senyawa- senyawa organik lainnya yang
mempunyai gugus fungsi. Eter tidak dapat dioksidasi oleh pereaksi-pereaksi organik , tidak

Universitas Sumatera Utara

14
dapat direduksi , eliminasi maupun reaksi-reaksi dengan basa. Bila senyawa eter dipanaskan
dengan asam kuat seperti HI atau HBr akan mengalami reaksi substitusi dan menghasilkan
suatu alkil halida atau alkohol. Bila digunakan asam yang berlebih alkohol yang terbentuk
dapat bereaksi lebih jauh menghasilkan alkil halida (Fessenden, 1983).

CH3CH2-O-CH2CH3

+

HI

panas

CH3CH2I

+

HOCH2CH3
HI
CH3CH2I

Identifikasi gugus eter dalam spektrum inframerah memperlihatkan vibrasi ulur C-O-C. Di
dalam spektrum serapan yang paling khas ialah sebuah pita pada daerah frekuensi 1150-1085
cm-1 untuk eter alifatik dan pada frekuensi 1270-1200 cm-1untuk senyawa eter aromatik.
Pemeriksaan dengan spektroskopi massa senyawa-senyawa eter dapat mengalami fragmentasi
dengan terjadinya pemutusan pada ikatan C-C yang bersebelahan dengan atom oksigen dan
juga fragmentasi pada ikatan C-O posisi beta terhadap cincin serta ion yang mula-mula
terbentuk selanjutnya dapat mengalami fragmentasi dan diikuti dengan puncak khas aromatik
pada m/e 78 dan 77 (Silverstein, 1986).
2.5 Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR)
Instrumen yang digunakan untuk mengukur resapan radiasi inframerah pada berbagai panjang
gelombang disebut spektrofotometer inframerah. Penyerapan radiasi inframerah sesuai
dengan

perubahan

energi

yang

memiliki

orde

dari

2

hingga

10

Kkal/mol

(Sastrohamidjojo,1990). Spektrofotometer inframerah pada umumnya digunakan untuk
menentukan gugus fungsi suatu senyawa organik dan mengetahui informasi struktur suatu
senyawa organik dengan membandingkan daerah sidik jarinya. Frekuensi inframerah
biasanya dinyatakan dalam satuan bilangan gelombang (wave number), yang didefenisikan
sebagai banyaknya gelombang per sentimeter. Instrumen biasa memindai (scan) pada kisaran
700 sampai 5000 cm-1. Spektroskpi inframerah terutama bermanfaat untuk menetapkan jenis
ikatan atom-atom yang ada dalam molekul (Hart,2003).
Cahaya tampak terdiri dari beberapa range frekuensi elektromagnetik yang berbeda.
Radiasi inframerah juga mengandung beberapa range frekuensi tetapi tidak dapat dilihat oleh
mata. Pengukuran pada spektrum inframerah dilakukan pada daaerah cahaya inframerah
tengah (mid infrared) yaitu pada panjang gelombang 2,5-50 µm atau bilangan gelombang

Universitas Sumatera Utara

15
4000 – 200 cm -1. Metode ini sangat berguna untuk mengidentifikasi senyawa organik dan
organometalik (Sagala,2013). Keadaan vibrasi dari ikatan terjadi pada keadaaan tetap , atau
berkuantitas, tingkat – tingkat energi. Panjang gelombang eksak dari absorbsi oleh suatu tipe
ikatan tertentu, bergantung pada macam getaran dari ikatan tersebut. Oleh karena itu, tipe
ikatan yang berlainan (C-H, C-C, O-H, dan sebagainya) menyerap radiasi inframerah pada
panjang gelombang dengan karakteristik yang berlainan. Banyaknya energi yang diabsorbsi
oleh suatu ikatan bergantung pada perubahan dalam momen ikatan seperti vibrasi atom-atom
yang saling berikatan lebih besar perubahan dalam momen ikatan mengakibatkan absorbsi
sejumlah energi juga lebih besar (Fessenden,1992). Identifikasi gugus eter dalam spektrum
infra merah memperlihatkan vibrasi ulur C-O-C. di dalam spektrum serapan yang paling khas
adalah sebuah pita pada daerah frekuensi 1150-1085 cm-1 untuk eter alifatik dan frekuensi
1270-1200 cm-1 untuk senyawa eter aromatik (Silverstein, 1986).
2.6 Kromatografi Gas/Spektrometri Massa
2.6.1 Kromatografi Gas
Kromatografi gas sebagai instrumen untuk analisis fisiko-kimia menduduki posisi yang
sangat penting dan banyak dipakai, apa sebabnya:
1. Aliran fase mobil (gas)sangat terkontrol dan kecepatannya cepat
2. Sangat mudah terjadi pencampuran uap sampel ke dalam aliran fase mobil
3. Pemisahan fisik terjadi di dalam kolom yang jenisnya banyak sekali, panjang dan
temperaturnya dapat diatur
4. Banyak sekali macam detektor yang dapat dipakai pada kromatografi gas
5. Kromatografi gas sangat mudah digabung dengan instrumen fisiko-kimia lainnya
contohnya MS ( Mulja,1995).
Kromatografi gas merupakan metode yang tepat dan cepat untuk memisahkan
campuran yang sangat rumit. Waktu yang dibutuhkan beragam, mulai dari beberapa detik
untuk campuran sederhana sampai berjam-jam untuk campuran yang mengandung 500-1000
komponen. Komponen campuran dapat diidentifikasi dengan menggunakan waktu retensi
yang khas pada kondisi yang tepat. Waktu retensi adalah waktu yang menunjukkan berapa
lama suatu senyawa tertahan dalam kolom. Dalam kromatografi gas, fase geraknya adalah
gas dan zat terlarut terpisah sebagai uap. Pemisahan tercapai dengan partisi sampel antara
fase bergerak dan fase diam berupa cairan degan titik didih tinggi yang terikat pada zat padat
penunjangnya (Khopkar, 2003).

Universitas Sumatera Utara

16
2.6.2 Spektrometri Massa
Spektrometri massa adalah suatu metode analisis instrumental yang dapat dipakai untuk
identifikasi dan penentuan struktur dari komponen sampel dengan cara menunjukkan masssa
relatif dari molekul komponen dan massa relatif hasil pemecahannya. Pemakaian metode
spektometri massa secara tersendiri antara lain ditujukan untuk :
1. Penentuan struktur molekul
2. Pembuktian isotop-isotop stabil dalam penelitian reaksi-reaksi biologi
3. Analisis kualitatif dan kuantitatif terhadap komponen yang telah diisolasi dan dimurnikan
(Mulja,1995).
Oleh karena itu dari segi praktis, spektrum massa ialah suatu rekaman dari masssa partikel
versus kelimpahan relatif partikel itu. Bagaimana suatu molekul atau ion pecah menjadi
fragmen-fragmen bergantung pada kerangka karbon dan gugus fungsional yang ada. Oleh
karena itu, struktur dan masssa fragmen memberikan petunjuk mengenai struktur molekul
induknya (Fessenden,1982). Pemeriksaan dengan spektroskopi massa senyawa-senyawa eter
dapat mengalami fragmentasi dengan terjadinya pemutusan pada ikatan C-C yang
bersebelahan dengan atom oksigen dan juga fragmentasi pada ikatan C-O. Untuk senyawasenyawa eter aromatik pemutusan terjadi pada ikatan C-O posisi beta terhadap cincin serta
ion-ion yang mula-mula terbentuk selanjutnya dapat mengalami fragmentasi dan diikuti
dengan puncak-puncak khas aromatik pada m/e 78 dan 77 (Silverstein, 1986). Contoh
fragmentasi dari senyawa eter aromatik (Gambar 2.11) tersebut adalah sebagai berikut:
+
O

O

O

CH3

- CH3

-CO
m/e=93

anisol

m/e=93

m/e=65

Universitas Sumatera Utara

17
atau
H
O

CH2

H

H

H

H

H

H

H

H
-CH2O

H

H

H

m/e=78

m/e=77

Gambar 2.11 Fragmentasi Anisol (Silverstein, 1986)
Anisol yang merupakan senyawa eter aromatik dengan puncak ion molekul m/e = 108
memberikan fragmentasi dengan puncak-puncak ion pada m/e =93 atau (M-CH3)+, 65 atau
(M-CH3-CO)+ dan diikuti dengan puncak-puncak khas aromatik pada m/e =78 atau (MCH2O)+ dan pada m/e = 77 atau (M-OCH3)+ .

Universitas Sumatera Utara