Gambaran Penatalaksanaan Diet Hiv Aids Dan Status Gizi Pada Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2014

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan penyakit menular
mematikan yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan
telah menjadi salah satu masalah kesehatan dunia yang amat penting karena terus
mengalami peningkatan angka kesakitan dan kematian setiap tahunnya. Epidemi
HIV/AIDS memiliki dampak buruk terhadap kesehatan, gizi, ketahanan pangan, dan
pembangunan sosial ekonomi secara keseluruhan di negara-negara yang terkena
penyakit ini. Kerusakan sistem kekebalan tubuh menyebabkan orang dengan
HIV/AIDS rentan dan mudah terjangkit bermacam-macam penyakit. Salah satu
dampak buruk infeksi HIV adalah penurunan status gizi dan kualitas hidup penderita
HIV/AIDS.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan pada tahun 2013, HIV
secara global telah menginfeksi 35 juta orang dan telah mengakibatkan kematian 1,5
juta orang. Beban epidemi HIV terus bervariasi antar negara dan wilayah dan di SubSahara Afrika tetap terkena dampak paling parah yakni 24,7 juta orang hidup dengan
infeksi HIV. Pada tahun 2013, Asia dan Pasifik merupakan populasi terbesar
berikutnya terkena infeksi HIV sebanyak 4,8 juta orang. Penyakit AIDS dan infeksi
HIV tiap tahunnya terus menelan korban jiwa, menurut UNAIDS tuberkulosis


Universitas Sumatera Utara

menjadi penyebab utama kematian diantara orang yang hidup dengan HIV/AIDS
(WHO, 2014 ).
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
(Ditjen PP & PL) Kementerian Kesehatan RI menyatakan kasus HIV/AIDS sejak
ditemukan tahun 1987 di Bali pada seorang wisatawan Belanda telah tersebar di 348
(70%) dari 497 kabupaten/kota di seluruh provinsi Indonesia. Pada tahun 2014,
Papua, Jawa Timur, DKI Jakarta merupakan tiga provinsi penyumbang terbesar kasus
HIV/AIDS di Indonesia. Jumlah kasus HIV di Indonesia yang dilaporkan Januari
sampai Maret 2014 adalah 6.626 kasus, sedangkan kasus AIDS 308 kasus. Dan
secara kumulatif, sejak tahun 1987 hingga Maret 2014 kasus HIV sebesar 134.053
kasus sedangkan AIDS sebesar 54.231 kasus. Sedangkan jumlah kematian akibat
HIV/AIDS tahun 2013 mencapai 318 kasus, dimana setiap tahun ada peningkatan
maupun penurunan kasus kematian. Mengacu pada fenomena ‘Gunung Es’
HIV/AIDS, maka diperkirakan jumlah pengidap HIV/AIDS yang sesungguhnya di
seluruh Indonesia jauh lebih banyak dari jumlah tersebut (Spiritia, 2014).
Berdasarkan laporan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan (Ditjen PP & PL) Kementerian Kesehatan RI hingga Maret
2014 jumlah kasus HIV/AIDS di Provinsi Sumatera Utara berada pada peringkat

kesepuluh (10) dari 33 provinsi yang melaporkan kasus HIV/AIDS, dimana secara
kumulatif terdiri atas 8.316 kasus HIV dan 1468 kasus AIDS. Jumlah kasus HIV akan
terus bertambah karena akan menularkan kepada orang lain melalui hubungan seksual

Universitas Sumatera Utara

yang terinfeksi HIV, penggunaan jarum suntik yang terinfeksi HIV, transfusi darah
maupun dari ibu ke bayinya (Spiritia, 2014).
Penyakit AIDS sampai saat ini belum ditemukan obatnya, dan hanya dapat
dicegah dengan pengendalian efek penyebarannya. Penanggulangan HIV/AIDS terus
dilakukan Indonesia melalui komisi penanggulangan HIV/AIDS melalui program
pencegahan, program dukungan, program perawatan, program pengobatan serta
program pengurangan dampak buruk. Pada peringatan Hari AIDS Sedunia pada
tanggal 1 Desember 2013, salah satu program pencegahan penularan HIV yang
dilakukan kementerian kesehatan Indonesia dengan melakukan pembagian kondom
gratis kepada pria yang beresiko. Penderita HIV/AIDS memerlukan pelayanan
kesehatan berkesinambungan, memerlukan pemantauan yang seksama untuk
mengobati dan mencegah agar penyakit infeksinya tidak berlarut-larut dan
menyebabkan kecacatan.
Salah satu pengobatan pendukung pada pasien HIV/AIDS dapat dilakukan

dengan menjalani diet sesuai dengan keluhan gangguan gizi yang dialami (Djoerban,
2000). Memburuknya status gizi merupakan resiko tertinggi penyakit HIV/AIDS.
Gangguan gizi pada pasien HIV/AIDS pada umumnya terlihat pada penurunan berat
badan yang sering dihubungkan dengan infeksi oportunistik. Sekitar 97% penderita
HIV/AIDS menunjukkan kehilangan berat badan sebelum meninggal.
Penelitian yang dilakukan oleh Molla Daniel, et al pada 408 pasien HIV/AIDS
menemukan bahwa 64,4% pasien HIV/AIDS mengalami kurang gizi tingkat ringan

Universitas Sumatera Utara

dan 25,5% mengalami gizi buruk. Hal itu dipengaruhi oleh gejala penyakit, kesulitan
makan, dan durasi pemberian Antiretroviral (ART) (Daniel et al, 2013). Berdasarkan
penelitian yang dilakukan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya, status gizi pasien
HIV/AIDS rawat inap tidak berhubungan dengan asupan nutrisi melainkan
dipengaruhi oleh wasting syndrome, infeksi oportunistik, infeksi HIV itu sendiri.
Pasien HIV/AIDS mengalami asupan makan yang kurang, gangguan absorbsi dan
metabolisme gizi, infeksi oportunistik, serta kurangnya aktivitas fisik (Rahardju,
2010). Penelitian lain juga mengatakan bahwa faktor yang berhubungan dengan status
gizi pasien HIV/AIDS adalah jumlah CD4 pasien, umur, pendidikan, dan lama
pengobatan ART (Reuwpassa, 2012).

Waktu yang dibutuhkan HIV menjadi AIDS tergantung status kesehatan dan
status gizi sebelum dan setelah terinfeksi oleh virus. Terapi gizi merupakan salah satu
penunjang utama penyembuhan, tentunya harus diperhatikan agar pemberian tidak
kekurangan ataupun melebihi kemampuan organ tubuh untuk melaksanakan fungsi
metabolisme. Harus disadari gizi mempunyai peran yang tidak kecil terhadap tingkat
kesembuhan dan lama perawatan pasien di rumah sakit yang berdampak pada biaya
perawatan. Penatalaksanaan gizi yang tepat bagi pasien HIV/AIDS merupakan salah
satu komponen yang penting untuk mendukung keberhasilan perawatan dan
pengobatan sehingga meningkatkan kualitas hidup penderita HIV/AIDS.
Kebutuhan nutrisi pada pasien HIV/AIDS berbeda-beda sesuai kondisi pasien
dan perkembangan penyakitnya. Kebutuhan energi meningkat sekitar 10-30% dari
kebutuhan normal, kebutuhan protein 1,5-2 g/kg BB, sedangkan kebutuhan lemak

Universitas Sumatera Utara

dan karbohidrat normal. Bahan makanan dengan zat gizi yang baik dan seimbang
diperlukan penderita HIV/AIDS untuk mempertahankan kekuatan, meningkatkan
fungsi sistem imun, meningkatkan kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi.
Pemenuhan kebutuhan dapat diperoleh dari makanan sehari-hari yang dikonsumsi
pasien. Pada kenyataannnya tidak mudah, ada beberapa hal yang menyebabkan

jumlah makanan yang dikonsumsi tidak sesuai kebutuhan penderita HIV yang
disebabkan oleh menurunnnya nafsu makan, berubahnya pengecapan, sariawan, dan
lain-lain (Hudayani, 2012).
Nafsu makan yang menurun dimanfaatkan oleh HIV untuk berkembang lebih
cepat, oleh sebab itu pasien HIV/AIDS sebaiknya mengonsumsi makanan yang
bervariasi, dan bila diperlukan bisa diberikan zat gizi mikro dalam bentuk suplemen
serta jus buah dan sayur (Nursalam & Kurniawati, 2007). Penelitian yang dilakukan
oleh Carole Leach menemukan bahwa semakin beragam dan kaya zat gizi pada pola
makan sebelum memulai pengobatan

antiretroviral (ART), semakin kecil

kemungkinan bagi HIV untuk berkembang dan semakin kecil pula kemungkinan
penderita untuk meninggal (Leach, 2012).
Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan merupakan rumah sakit
pusat rujukan di Provinsi Sumatera Utara yang melayani rawat inap pasien
HIV/AIDS. Berdasarkan survei pendahuluan yang telah dilakukan di RSUP H. Adam
Malik, pada tahun 2014 tercatat jumlah pasien HIV/AIDS yang rawat inap yaitu pada
periode Januari hingga Juli ada 19 orang penderita HIV/AIDS dengan infeksi
tuberkulosis Paru, kandidiasis, anemia, diare kronik, pneumonia, sedangkan periode


Universitas Sumatera Utara

Juli hingga Agustus ada 16 orang yang sedang dirawat (Rekam Medik RSUP H.
Adam Malik, 2014).
Nursalam dan Ninuk (2007) menyatakan pasien HIV/AIDS pada umumnya
mengonsumsi zat gizi dibawah optimal (70% kalori dan 65% protein dari total yang
diperlukan tubuh). Hal itu didukung dengan penelitian yang dilakukan di beberapa
rumah sakit Indonesia menemukan sebagian besar pasien rawat inap memiliki asupan
rendah terhadap kalori, protein, dan zat gizi lain sehingga memperburuk status gizi
pasien (Razak, 2009; Restiana dkk, 2012). Penatalaksanaan diet pasien HIV/AIDS
yang rawat inap RSUP H. Adam Malik dilakukan dengan memberikan diet sesuai
kondisi penerimaan pasien yaitu melalui oral (mulut) berupa diet Tinggi Kalori
Tinggi Protein (TKTP) dalam bentuk makanan biasa dan makanan lunak serta
makanan dalam bentuk sonde (lewat pipa).
Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan, pemberian diet TKTP pada
penderita HIV/AIDS rawat inap di RSUP H. Adam Malik dinilai belum sesuai.
Dibuktikan oleh jumlah pemberian untuk diet TKTP yang diberikan belum
mencukupi jumlahnya sehingga kandungan energi dan zat gizi masih kurang. Hal ini
dapat dilihat dari pemberian diet TKTP dalam bentuk makanan biasa satu hari dengan

komposisi zat gizi makro khususnya kalori 2350 kkal dan protein 81,05 gr, sedangkan
menurut Almatsier (2006), diet TKTP I khususnya kalori berjumlah 2690 kkal dan
protein 103 gr. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian tentang gambaran penatalaksanaan diet HIV/AIDS dan status
gizi pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

Universitas Sumatera Utara

1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka yang menjadi
rumusan masalah adalah bagaimana gambaran penatalaksanaan diet HIV/AIDS dan
status gizi pasien rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2014.

1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran penatalaksanaan diet HIV/AIDS dan status gizi
pasien rawat inap di RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun 2014.
1.3.2. Tujuan Khusus
1.


Untuk mengetahui frekuensi pemberian diet yang diberikan pada pasien
HIV/AIDS rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan.

2.

Untuk mengetahui jumlah pemberian diet yang diberikan pada pasien
HIV/AIDS rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan.

3.

Untuk mengetahui kandungan zat gizi dari diet yang diberikan pada pasien
HIV/AIDS rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan.

4.

Untuk mengetahui status gizi pasien penderita HIV/AIDS rawat inap di
RSUP. H. Adam Malik Medan.

1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut:


Universitas Sumatera Utara

1.

Sebagai bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan bagi pihak rumah
sakit untuk melaksanakan diet yang diberikan bagi penderita HIV/AIDS
yang rawat inap di RSUP. H. Adam Malik Medan.

2.

Sebagai bahan masukan bagi pihak instalasi gizi RSUP. H. Adam Malik
Medan mengenai kandungan zat gizi yang diberikan pihak rumah sakit
kepada pasien HIV/AIDS yang rawat inap di RSUP. H. Adam Malik Medan.

Universitas Sumatera Utara