Kinerja Perawat Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe

(1)

KINERJA PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABANJAHE

GITA ELISA BERLINA GINTING

NIM. 081101015

SKRIPSI

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

PRAKATA

Segala puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Sang Pemilik hidup dan penghidupan yang telah merahmati peneliti dalam penyelesaian skripsi yang berjudul Kinerja Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan, bimbingan dan perhatian banyak pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Setiawan, S.Kp, MNS, Ph,D., selaku dosen pembimbing skripsi yang tidak hanyatelah meluangkan waktu untuk memberi dukungan, masukan, pemikiran dan perhatian yang menjadi inspirasipenulisan skripsi ini namun juga mengajarkan banyak hal dan memberikan pandangan baru yang berbeda bagi peneliti.

3. Mula Tarigan S.Kp, M.Kes dan Achmad Fathi, S.Kep, Ns, MNS selaku dosen penguji, yang telah meluangkan waktu untuk memperhatikan perkembangan skripsi dan memberi bantuan yang berarti bagi peneliti selama penulisan skripsi ini.


(4)

4. Nur Asnah S., S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen pembimbing akademik dan seluruh staf pengajar Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara tempat peneliti menempuh pendidikan.

5. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe yang telah memberikan izin bagi peneliti untuk melakukan penelitian ini.

6. Kedua orangtua peneliti, B. Ginting dan S. Sinambela dan adik-adik peneliti, Fajar Agape Meliasta Ginting dan Michael Andareas Ginting, yang tidak putus-putusnya memenuhi kebutuhan holistik peneliti lewat setiap perkataan dan tindakan.

7. Sahabat peneliti, Septa Merianana Lumbantoruan, Ira Kristayani Saragih, Meidina Sari Sinaga, Juli Rostandi Purba, Ririn Sartika Dewi dan Yessikha Valerina Irwani Barus yang telah menjaga irama langkah dalam kehidupan untuk tetap saling berbagi dan mengasihi satu dengan yang lain.

8. Estomihi, Kairos, Timpel, adik-adik 2009, 2010 dan 2011 yang senantiasa memberi semangat dan menanyakan kelanjutan dari penulisan skripsi ini dan seluruh teman-teman 2008 yang berjuang bersama-sama dengan peneliti sepanjang 4 tahun terakhir serta kepada banyak pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu. Without you all, I’m nothing.

Medan, Juli 2012


(5)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Lembar Persetujuan Skripsi ... ii

Prakata ... iii

Daftar Isi ... v

Daftar Skema ... vi

Daftar Tabel ... vii

Abstrak ... viii

Abstract. ... ix

Bab 1. Pendahuluan ... 1

1. Latar Belakang ... 3

2. Pertanyaan Penelitian ... 3

3. Tujuan Penelitian ... 3

4. Manfaat Penelitian ... 3

Bab 2 Tinjauan Pustaka ... 5

1. Kinerja ... 5

1.1 Pengertian Kinerja ... ... 6

1.2 Teori Kinerja .. ... 6

1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Perawat ... 14

2. Penilaian Kinerja ... .15

2.1 Pengertian Penilaian Kinerja Keperawatan ... .15

2.2 Aspek Penilaian Kinerja Perawat ... .16

2.3 Tujuan Penilaian Kinerja Perawat ... 18

2.4 Metode Penilaian Kinerja Perawat ... .19

2.5 Jenis-Jenis Alat Penilaian Kinerja Perawat ... .21

2.6 Permasalahan dalam Penilaian Kinerja ... 23

Bab 3 Kerangka Penelitian ... 26

1. Kerangka Konseptual dan Metodologi Penelitian ... 26

2. Defenisi Operasional ... 27

Bab 4 Metodologi Penelitian ... 28

1. Desain Penelitian ... 28

2. Populasi dan Sampel ... 28

2.1 Populasi Penelitian ... .28

2.2 Sampel Penelitian ... .28

3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28


(6)

5. Instrumen Penelitian ... 29

6. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 31

2.1 Uji Validitas ... .31

2.2 Uji Reliabilitas ... .33

7. Pengumpulan Data. ... 33

8. Analisa Data ... 35

Bab 5 Hasil dan Pembahasan ... 36

1. Hasil Penelitian ... 37

1.1 Karakteristik Demografi ... 37

1.2 Kinerja Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Kabanjahe ... 38

1.3 Perbedaan Kinerja Perawat yang Diukur dengan Kuesioner Self Report, Observasi Checklist dan Retrospektif Audit ... 41

2. Pembahasan ... 41

2.1 Kinerja Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Kabanjahe ... 41

2.2 Perbedaan Kinerja Perawat yang Diukur dengan Kuesioner Self Report, Observasi Checklist dan Retrospektif Audit ... 49

Bab 6 Kesimpulan dan Saran ... 51

1. Kesimpulan ... 51

2. Saran ... 52

Daftar Pustaka ... ... 54 Lampiran

1. Formulir Persetujuan Peserta Penelitian 2. Instrumen Penelitian

3. Jadwal Tentatif Penelitian 4. Alokasi Dana

5. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Keperawatan USU 6. Surat Izin Penelitian dari RSUD Kabanjahe

7. Surat Selesai Penelitian dari RSUD Kabanjahe 8. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen

9. Hasil Analisa Data 10.Lembar Bukti Bimbingan 11. Riwayat Hidup


(7)

DAFTAR SKEMA

Skem 2.1 Delapan Dimensi Kinerja Campbell (1990). ... 9 Skema3.1 Kerangka Konsep Penelitian. ... 26


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Defenisi Operasional ... 27 Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan karakteristik

demografi responden perawat ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Kabanjahe ... 37 Tabel 5.2 Distribusi frekuensi dan persentase kinerja perawat ruang rawat inap

Rumah Sakit Umum Kabanjahe dengan latar belakang pendidikan terakhir D-3 dan S-1 ... 38 Tabel 5.3 Distribusi frekuensi dan persentase kinerja perawat ruang rawat inap

Rumah Sakit Umum Kabanjahe berdasarkan kuesioner self report. .. 38 Tabel 5.4 Distribusi frekuensi dan persentase kinerja perawat ruang rawat inap

Rumah Sakit Umum Kabanjahe berdasarkan observasi ... 39 Tabel 5.5 Distribusi frekuensi dan persentase kinerja perawat ruang rawat inap

Rumah Sakit Umum Kabanjahe berdasarkan retrospektif audit ... 40 Tabel 5.6 Hasil penilaian kinerja perawat ruang rawat inap Rumah Sakit Umum

Kabanjahe berdasarkan ketiga metode ... 40 Tabel 5.7 Perbedaan hasil pengukuran kinerja dengan metode kuesioner self report,


(9)

Judul : Kinerja Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit

Umum Kabanjahe

Nama Mahasiswa : Gita Elisa Berlina Ginting

NIM : 081101015

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun : 2012

Abstrak

Penilaian kinerja perawat di sebuah institusi rumah sakit adalah sebuah proses membandingkan standar pelayanan keperawatan dalam sebuah rumah sakit dengan kinerja perawat yang telah dicapai melalui pemberian pelayanan keperawatan. Penilaian kinerja perawat ini adalah salah satu upaya manajemen rumah sakit untuk meningkatkan kinerja perawat. Melalui penilaian kinerja ini rumah sakit memiliki dasar untuk membuat kebijakan-kebijakan yang lebih baik, terkait dengan upaya peningkatan pelayanan keperawatan. Peningkatan pelayanan keperawatan ini kemudian akan menjadi salah satu faktor penting yang mempengaruhi kualitas sebuah rumah sakit. Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mengidentifikasi kinerja perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Kabanjahe. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 58 perawat. Sampel diperoleh dengan menggunakan tehnik total sampling. Data dikumpulkan menggunakan tiga metode, yakni kuesioner kinerja perawat, observasi dan audit.Pengambilan data dilakukan pada Maret hingga April 2012. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Penelitian ini menemukan bahwa 89.7% perawat memiliki kinerja yang baik jika diukur dengan kuesioner, hanya 28.6% perawat yang memiliki kinerja yang baik jika diobservasi dan hanya 57.1% perawat yang memikiki kinerja yang baik jika diaudit, secara keseluruhan 58.6% perawat memiliki kinerja yang baik. Dari hasil penelitian ini dapat direkomendasikan agar rumah sakit mengukur kinerja perawat secara berkala yang diikuti dengan upaya-upaya peningkatan kinerja sehingga tingkat kinerja perawat dapat dipertahankan bahkan lebih jauh dapat ditingkatkan.


(10)

Title : Nurse’s Performance in-Patient at General Hospital

Kabanjahe

Name : Gita Elisa Berlina Ginting

NIM : 081101015

Departement : Bachelor of Nursing (S.Kep)

Year : 2012

Abstract

Nurse’s performance appraisal at a hospital is a process of comparing between hospital’s expected standard nursing service at a hospital with results achieved during the delivery of daily nursing service. Nurse’s performance appraisal is one of hospital management effort to increase nurses’s performance. A hospital will be able to make a better policy related with improving the quality of nursing service based on the result of nurse’s performance appraisal. The increased nursing services will become one of the important factor that affect the quality of a hospital. This descriptive study aimed at indentifing nurse’s performance in-patient unit at Kabanjahe General Hospital. The number of samples were 58 nurses. These samples were selected by using a total sampling technique. Data collected by using three method, questionnaire of nurse’s performance, observation and audit. This study took place on March to April 2012. Collected data were analized descriptively. This study found that 89.7% nurses have a good performance as measured by questionnaire, only 28.6% nurses have a good performance when observed and 57.1% nurses have a good performance when audited, over all there are 58.6% nurses have a good performance. It is recommended that a hospital should perform the periodically appraisal for nurse’s performance followed by efforts to improvement so that the level of nurse’s performance can be maintained, even nurse’s performance can further be improved.


(11)

Judul : Kinerja Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit

Umum Kabanjahe

Nama Mahasiswa : Gita Elisa Berlina Ginting

NIM : 081101015

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun : 2012

Abstrak

Penilaian kinerja perawat di sebuah institusi rumah sakit adalah sebuah proses membandingkan standar pelayanan keperawatan dalam sebuah rumah sakit dengan kinerja perawat yang telah dicapai melalui pemberian pelayanan keperawatan. Penilaian kinerja perawat ini adalah salah satu upaya manajemen rumah sakit untuk meningkatkan kinerja perawat. Melalui penilaian kinerja ini rumah sakit memiliki dasar untuk membuat kebijakan-kebijakan yang lebih baik, terkait dengan upaya peningkatan pelayanan keperawatan. Peningkatan pelayanan keperawatan ini kemudian akan menjadi salah satu faktor penting yang mempengaruhi kualitas sebuah rumah sakit. Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mengidentifikasi kinerja perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Kabanjahe. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 58 perawat. Sampel diperoleh dengan menggunakan tehnik total sampling. Data dikumpulkan menggunakan tiga metode, yakni kuesioner kinerja perawat, observasi dan audit.Pengambilan data dilakukan pada Maret hingga April 2012. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Penelitian ini menemukan bahwa 89.7% perawat memiliki kinerja yang baik jika diukur dengan kuesioner, hanya 28.6% perawat yang memiliki kinerja yang baik jika diobservasi dan hanya 57.1% perawat yang memikiki kinerja yang baik jika diaudit, secara keseluruhan 58.6% perawat memiliki kinerja yang baik. Dari hasil penelitian ini dapat direkomendasikan agar rumah sakit mengukur kinerja perawat secara berkala yang diikuti dengan upaya-upaya peningkatan kinerja sehingga tingkat kinerja perawat dapat dipertahankan bahkan lebih jauh dapat ditingkatkan.


(12)

Title : Nurse’s Performance in-Patient at General Hospital

Kabanjahe

Name : Gita Elisa Berlina Ginting

NIM : 081101015

Departement : Bachelor of Nursing (S.Kep)

Year : 2012

Abstract

Nurse’s performance appraisal at a hospital is a process of comparing between hospital’s expected standard nursing service at a hospital with results achieved during the delivery of daily nursing service. Nurse’s performance appraisal is one of hospital management effort to increase nurses’s performance. A hospital will be able to make a better policy related with improving the quality of nursing service based on the result of nurse’s performance appraisal. The increased nursing services will become one of the important factor that affect the quality of a hospital. This descriptive study aimed at indentifing nurse’s performance in-patient unit at Kabanjahe General Hospital. The number of samples were 58 nurses. These samples were selected by using a total sampling technique. Data collected by using three method, questionnaire of nurse’s performance, observation and audit. This study took place on March to April 2012. Collected data were analized descriptively. This study found that 89.7% nurses have a good performance as measured by questionnaire, only 28.6% nurses have a good performance when observed and 57.1% nurses have a good performance when audited, over all there are 58.6% nurses have a good performance. It is recommended that a hospital should perform the periodically appraisal for nurse’s performance followed by efforts to improvement so that the level of nurse’s performance can be maintained, even nurse’s performance can further be improved.


(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Keperawatan adalah komponen utama pada sebuah pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit, hal ini dikarenakan perawat adalah kelompok yang paling besar memberikan kontribusi pada sistem tersebut. Kinerja perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan menjadi salah satu aspek penting yang menjadi tolak ukur keberhasilan sebuah pelayanan kesehatan dalam menciptakan pemberian pelayanan keperawatan yang berkualitas (Potter & Perry, 1992)

Kinerja adalah prestasi atau kemampuan yang dicapai oleh seseorang dalam mengerjakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya dan sesuai dengan standar kerja yang ditetapkan untuk mencapai suatu tujuan di dalam organisasi (Mangkunegara, 2008). ANA (1996, dalam Rowell 2003) menyatakan bahwa standar kinerja perawat adalah kriteria yang menggambarkan tingkat kompetensi praktik keperawatan klinis yang diaplikasikan melalui pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

Penilaian kinerja keperawatan adalah proses membandingkan tingkat kinerja seorang perawat dalam pemberian pelayanan keperawatan dengan standar pelayanan keperawatan dalam sebuah rumah sakit. Penilaian kinerja profesi keperawatan ini sangat penting mengingat penilaian kinerja merupakan salah satu upaya manajemen


(14)

untuk meningkatkan kinerja pelayanan keperawatan dan kualitas rumah sakit (Marquis & Huston, 2010).

Johnson (1988) melakukan penelitian tentang differences in the performances of baccalaureate, associate degree, and diploma nursesmenemukan bahwa, terdapat perbedaan yang signifikan antara perawat dengan jenjang pendidikan diploma dan sarjana terkait dengan kinerjanya dalam pemberian layanan asuhan keperawatan. Hal ini menjadi menarik untuk meneliti gambaran kinerja perawat berdasarkan latar belakang pendidikan karena Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe sendiri adalah rumah sakit pemerintah bertipe C yang memiliki 58 orang perawat dengan komposisi 1 orang berpendidikan Ners, 5 orang dengan tingkat pendidikan sarjana keperawatan dan 52 orang berpendidikan diploma.

Selain itu Rumah Sakit Umum Kabanjahe saat ini sedang melakukan proses pembenahan sehubungan dengan program pemerintah untuk menjadikan rumah sakit sebagai badan layanan umum. Dengan memiliki bentuk sebagai Badan Layanan Umum, maka rumah sakit memiliki pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibelitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan pada masyarakat (Hanum, Djasri & Kuntjoro, 2006). Untuk menjadi sebuah badan layanan umum maka rumah sakit dituntut untuk melakukan peningkataan kinerja dalam memberikan pelayanan termasuk kinerja pelayanan keperawatan karena kinerja pelayanan keperawatan ini secara langsung akan mempengaruhi masukan dana rumah sakit itu sendiri.


(15)

Berdasarkan kondisi rumah sakit yang sedang mengadakan pembenahan menuju badan layanan umum dan didukung belum pernahnya penelitian yang berkaitan dengan kinerja diteliti di rumah sakit tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti kinerja perawat yang bekerja di ruang rawat inap rumah sakit umum daerah Kabanjahe.

2. Pertanyaan Penelitian

Bagaimana kinerja perawat di ruang rawat inap rumah sakit umum daerah Kabanjahe?

3. Tujuan Penelitian

3.1 Tujuan Umum

Mengidentifikasi kinerja perawat di ruang rawat inap rumah sakit umum daerah Kabanjahe

3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi kinerja perawat dengan tingkat pendidikan D III 2. Mengidentifikasi kinerja perawat dengan tingkat pendidikan S I

3. Mengidentifikasi perbedaan kinerja dengan menggunakan pengukuran self report, observasi dan audit


(16)

4.1 Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pimpinan rumah sakit atau kepala perawat untuk menyusun satu kebijakan yang terkait dengan kinerja perawat dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan kinerja perawat di ruang rawat inap.

4.2 Penelitian Keperawatan yang akan datang

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti yang tertarikuntuk meneliti hal-hal yang berhubungan dengan kinerja perawat di masa yang akan datang.

4.3 Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pendidikan keperawatan khususnya manajemen, terkait dengan kinerja perawat.


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Kinerja

1.1 Pengertian Kinerja

Kinerja dalam konteks tugas sama dengan prestasi kerja. Banyak pakar yang telah memberikan pengertian kinerja secara umum, dan berikut adalah penjelasannya. Kinerja adalah prestasi atau kemampuan yang dicapai oleh seseorang dalam mengerjakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya dan sesuai dengan standar kerja yang ditetapkan untuk mencapai suatu tujuan di dalam organisasi (Mangkunegara, 2008).Kinerja merupakan catatan keluaran akhir pada suatu fungsi jabatan atau seluruh aktivitas kerja dalam suatu periode tertentu yang merupakan kombinasi antara kemampuan dan usaha untuk menghasilkan apa yang dikerjakan, kinerja dapat berupa penampilan kerja perorangan atau kelompok. Kinerja organisasi merupakan hasil interaksi yang kompleks dan agregasi kinerja sejumlah individu dalam organisasi (Nasution, 2005).

Robbins berpendapat bahwa kinerja sebagai fungsi interaksi antara kemampuan atau ability (A), motivasi atau motivation (M) dan kesempatan atau opportunity (O); artinya kinerja merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi dan kesempatan (Moeheriono, 2009). Campbell (1990, dalam Jex 2002) mendefinisikan kinerja sebagai perilaku yang diharapkan oleh organisasi dalam mencapai sasaran. Dari berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan gambaran sebuah proses dari pelaksanaan fungsi


(18)

dan peran seseorang dalam organisasi pada kurun waktu tertentu yang nantinya akan diwujudkan dalam pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran dan tujuan organisasi. Menurut Kaluzny (1982) kinerja perawat sendiri memiliki lima komponen yang terdiri dari produktifitas, efisiensi, inovasi, kepuasan kerja dan kelangsungan hidup. Produktivitas adalah segala hal yang terkait dengan kuantiti dan kuantitas pelayanan yang disediakan. Efisiensi adalah rasio antara alokasi sumber daya dalam penyelesaian tugas yang diberikan dengan total tugas yang diberikan. Inovasi adalah kemampuan untuk beradaptasi dalam melakukan perubahan yang dapat mempengaruhi baik secara internal maupun eksternal. Kepuasan kerja adalah tingkat kemampuan seseorang dalam bertindak positif terhadap semua kegiatan yang diberikan organisasi dan keberlangsungan hidup adalah kemampuan untuk berfungsi dan menegaskan persepsi jangka panjang.

1.2 Teori Kinerja

Teori kinerja yang akan dipaparkan pada kesempatan ini adalah teori kinerja Campbell. Campbell (1990, dalam Jex 2002) membagi model kinerja ke dalam delapan dimensi. Delapan dimensi tersebut yaitu:

1. Job specific task proficiency adalah dimensi yang menggambarkan perilaku yang berhubungan dengan tugas utama seseorang dalam organisasi sesuai dengan perannya. Seorang perawat memiliki beberapa peran dan salah satu peran terpenting dari seorang perawat adalah care provider yang memiliki tugas utama memberikan perawatan pada pasien dan keluarganya dalam bentuk asuhan keperawatan. Asuhan


(19)

keperawatan inilah yang menjadi tugas utama dari seorang perawat yang dikerjakan sesuai perannya yakni care provider.

2. Non-job spesific task proficiency adalah dimensi yang menggambarkan perilaku yang harus dimiliki secara umum yang sifatnya tidak spesifik. Perawat selain memiliki tugas utama yang telah dirumuskan, perawat juga memiliki tugas yang tidak tertulis atau semua perawat harus memiliki hal tersebut, misalnya semua perawat harus tersenyum ketika menyapa orang lain, ramah dan bertutur kata yang sopan ketika berbicara. Sikap dan perilaku tersebut tidak dituliskan secara spesifik namun perawat harus menampilkannya sebagai bentuk kinerja.

3. Written and oral communication task proficiency adalah dimensi di mana individu harus mampu melakukan komunikasi satu dengan yang lain baik melalui tulisan maupun verbal sebagai prasarana yang mendukung kinerja individu dalam organisasi. Seorang perawat harus mampu melakukan komunikasi yang efektif khususnya secara verbal kepada pasien dan keluarganya agar dapat terbina hubungan saling percaya dan kerja sama yang baik dalam melaksanakan asuhan keperawatan.Perawat juga harus mampu berkomunikasi secara tulisan pada saat mendokumentasikan asuhan keperawatan agar terjalin kesinambungan pengertian antara perawat dalam pemberian pelayanan asuhan keperawatan.

4. Demonstrating effort adalah dimensi yang menggambarkan tentang motivasi pekerja dan komitmen mereka terhadap pekerjaan mereka. Dimensi ini adalah dimensi yang mencoba melihat seberapa kuat keinginan seseorang dalam bekerja dan apa yang mendorongnya untuk bekerja serta komitmen yang mereka buat sehubungan


(20)

dengan kinerja mereka dengan organisasi. Dimensi ini merepresentasikan motivasi seorang perawat dalam melakukan tugas utamanya terkait dengan pemberian asuhan keperawatan kepada pasien dan keluarganya.

5. Maintaining personal discipline adalah dimensi yang menggambarkan perlakuan yang diberikan pada pekerja yang berulang kali melakukan perilaku negatif yang mengarah pada tindakan yang tidak produktif. Dimensi ini membahas tentang tindakan-tindakan atau kebijaksanaan yang ditetapkan organisasi sehubungan dengan pelanggaran-pelanggaran yang dibuat pekerja yang berimbas pada penurunan kinerja karyawan, misalnya denda atau sanksi yang dikenakan pada perawat cenderung memilih berbicara hal-hal yang tidak membangun pada saat jam kerja dari pada memperhatikan pasien atau hukuman yang diberikan pada perawat ketika perawat terlambat.

6. Facilitating peer and team performance adalah dimensi yang menggambarkan keefektifan pekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya pada suatu kelompok teman sebaya. Hal ini terlihat dalam kerja sama antara perawat yang didalamnya tidak ada senioritas atau junioritas. Kelompok ini akan lebih efektif untuk saling mengajari dan melengkapi dalam menyelesaikan tugas sebab tidak ada pihak senior yang cenderung memerintah junior maupun pihak junior yang cenderung diperintah oleh senior. 7. Supervision/leadership adalah dimensi yang menggambarkan salah satu aspek kinerja yang dengan nyata diterapkan pada organisasi yang berhubungan dengan perilaku kepemimpinan yang ada dalam organisasi. Pemimpin biasanya membantu pekerja untuk mencapai tujuan yang ditetapkan, membantu pekerja melaksanakan


(21)

metode kerja yang efektif dan berusaha untuk menampilkan kinerja yang baik. Kinerja perawat dalam suatu rumah sakit dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan di rumah sakit tersebut. kepemimpinan yang otoriter dan mendesak akan sangat membuat pekerja kelelahan dan mengalami penurunan kinerja.

8. Management and administration adalah dimensi yang menggambarkan struktur dan kepengurusan organisasi itu sendiri dalam hubungannya dengan kinerja pekerja yang ada. Dengan adanya manajemen yang baik dalam rumah sakit akan membuat seluruh karyawan di rumah sakit tersebut teratur dan mengetahui tujuan mereka bekerja, serta adanya evaluasi yang dilakukan sebagai kebijakan manajemen akan membuat seluruh karyawan melakukan yang terbaik bagi rumah sakit.


(22)

Skema 2.1: Delapan Dimensi Kinerja Campbell (1990)

Menurut Campbell (1990, dalam Jex 2002) ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kinerja individu, yakni pengetahuan, keahlian dan motivasi. Pengetahuan adalah faktor yang berperan besar terhadap kinerja seseorang, faktor ini meliputi kemampuan, kepribadian, pendidikan, pelatihan dan hubungan keterkaitan antara bakat dan pelatihan. Pengetahuan adalah dasar individu dalam mengambil keputusan dalam situasi yang dihadapinya. Keahlian adalah kemampuan individu untuk melakukan suatu prosedur kerja dengan tepat. Ketika pengetahuan dan keahlian

JOB PERFORMANCE

Job specific task proficiency

Written and oral communication

Demonstratig effort

Non - job specific task proficiency

Facilitating peer and team performance

Supervision/ leadership Maintaining personal discipline


(23)

disatukan maka pekerja tidak hanya tahu apa yang harus dilakukan tetapi pekerja juga tahu bagaimana melakukannya dengan benar. Motivasi adalah dorongan yang timbul pada individu secara sadar untuk berusaha melakukan tindakan tertentu untuk mencapai tujuan tertentu.

Gibson (1988) mengelompokkan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja menjadi tiga kelompok variabel, yaitu: variabel individu, variabel organisasi, dan variabel psikologi.Variabel ini kemudian memiliki sub-varibel masing-masing. Variabel individu memiliki sub-variabel kemampuan dan keterampilan dan demografi. Variabel psikologis memiliki sub-variabel persepsi, sikap dan motivasi. Sedangkan variabel organisasi memiliki sub-variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur, dan desain pekerjaan.

Kemampuan dan keterampilan adalah salah satu variabel penting yang mempengaruhi kinerja seseorang, walaupun pada kenyataannya seseorang memiliki motivasi yang tinggi dalam bekerja tapi tidak memiliki kemampuan dan keterampilan yang mendukung maka kinerja yang akan ditampilkan akan buruk. Kemampuan dan keterampilan memainkan peran penting dalam pencapaian kinerja seseorang (Gibson, 1988). Menurut Robbins (1991) kemampuan adalah kapasitas seseorang dalam melakukan berbagai macam tugas atau apa yang dapat dikerjakan oleh seseorang. Kemampuan ini pada dasarnya dibentuk dari kemampuan secara mental dan kemampuan secara fisik. Sedangkan keterampilan menurut Gibson (1988) adalah segala hal yang berhubungan dengan kompetensi seseorang untuk mengerjakan suatu perosedur.


(24)

Menurut Robbins (1991) demografi meliputi usia, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah keluarga yang ditanggung dan lama seseorang menjabat. Usia menjadi suatu hal yang mempengaruhi kinerja. Pertambahan usia menyebabkan seseorang mengalami kemunduran dalam menampilkan kinerja terbaiknya, hal ini disebabkan oleh asumsi bahwa semakin tua seseorang maka semakin menurun kemampuan dan keterampilan orang tersebut, terutama sekali dalam kecepatan kerja, kecerdasan mental, kekuatan dan kepemimpinan yang akan terus menurun seiring berjalannya waktu. Kejenuhan kerja serta kurangnya stimulus intelektual berperan besar terhadap penuruan kinerja seseorang.

Jenis kelamin menurut Robbins (1991) mempengaruhi kinerja karena ada perbedaan yang signifikan antara wanita dan pria dalam kemampuan pemecahan masalah, kemampuan menganalisa, kemampuan berkompetisi, motivasi, kepemimpinan, kemampuan bersosialisasi, atau kemampuan dalam belajar. Status perkawian dalam Robbins (1991) menjelaskan bahwa pekerja yang telah menikah memiliki kinerja yang lebih baik dari pekerja yang tidak menikah. Pekerja yang menikah memiliki jumlah absensi yang rendah dan memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi dengan pekerjaan mereka dibanding dengan pekerja yang tidak menikah. Hal ini diasumsikan sebagai dampak meningkatnya tanggung jawab seseorang yang telah menikah yang membuat pekerjaan mereka menjadi sesuatu yang bernilai dan penting. Sedangkan jumlah keluarga yang ditanggung sering sekali mempengaruhi kinerja pekerja wanita khususnya dalam hal absen dari pekerjaan dengan alasan anak-anak mereka. Lama seseorang menjabat suatu posisi dalam organisasi bukan


(25)

merupakan suatu tolak ukur yang pasti untuk menilai produktivitasnya. Pekerja yang memiliki masa jabatan yang lama (senioritas) belum tentu memiliki produktivitas yang lebih baik dibanding dengan pekerja yang memiliki masa jabatan yang lebih singkat begitu juga sebaliknya.

Perilaku di tempat kerja tidak hanya dihasilkan oleh kebutuhan atau dikendalikan oleh penampilanindividu, perilaku juga dipengaruhi oleh persepsi individu. Pekerja memiliki persepsi tentang diri mereka sendiri, tentang orang-orang di sekitar mereka, aturan main, dan sumber-sumber pengaturan dan kekuasaan. Persepsi ini kemudian mempengaruhi perilaku individu dalam bekerja. Harris dan Hartman (2002) mendefenisikan persepsi adalah pengalaman sensori di mana individu mengobservasi perilaku orang lain, kejadian atau situasi dan kondisi yang kemudian menginterpretasikannya untuk membangun sebuah sikap dan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku individu.

Sikap adalah suatu predisposisi umum untuk berespon atau bertindak secara positif atau negatif terhadap suatu objek atau orang yang disertai emosi positif atau negatif. Dengan kata lain sikap adalah sebuah proses penilaian tentang hal positif atau negatif (Maramis, 2006). Sikap sangat mempengaruhi perilaku individu dalam menyelesaikan pekerjaannya (Robbins, 1991).

Motivasi adalah sebuah dorongan atau keinginan untuk mencapai tingkatan usaha yag lebih tinggi ke arah tujuan organisasi atau suatu keinginan untuk berusaha memberi pemenuhan kebutuhan individu. Motivasi individu dalam bekerja sangat berhubungan erat dengan usaha individu, tujuan organisasi dan kebutuhan (Robbins,


(26)

1991). Menurut Harris dan Hartman (2002) mengetahui tujuan akhir suatu organisasi akan menimbulkan motivasi positif untuk bekerja.

Kanter (1982, dalam Gibson 1988) berpendapat bahwa kekuasaan akan tercermin lewat adanya akses organisasi kepada sumber daya, informasi dan dukungan serta kemampuan untuk bekerja sama dalam mengerjakan pekerjaan penting. Kekuasaan terlihat ketika individu memiliki akses langsung untuk memperoleh sumber daya dengan mudah, seperti uang, pekerja, teknologi, bahan baku dan konsumen. Beberapa organisasi besar dapat dengan mudah memiliki sumber daya yang berlimpah yang menyebabkan pekerjanya dengan segera memiliki alat dan perlengkapan yang modern dan berkualitas tinggi untuk membantu menyelesaikan pekerjaannya. Sedangkan organisasi yang minim dengan sumber daya akan berjuang lebih keras untuk mencapai pencapaian terbaik mereka (Robbins, 1991)

Kepemimpinan adalah suatu usaha untuk mempengaruhi aktivitas bawahan dengan cara berkomunikasi agar bawahan mau bekerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Hasil dari sebuah kepemimpinan adalah ketika seseorang mempengaruhi bawahannya untuk menerima dan melakukan keinginan atasan tanpa adanya desakan secara nyata (Gibson, 1988)

Imbalan adalah suatu usaha yang dilakukan oleh organisasi untuk menarik perhatian orang yang memiliki kecakapan untuk mau bergabung dengan sebuah organisasi, untuk mempertahankan kinerja mereka dan untuk memotivasi mereka agar bekerja lebih baik lagi. Para pekerja menukar waktu mereka, kemampuan,


(27)

keterampilan dan usaha untuk dihargai dengan imbalan. Hubungan antara pemberian imbalan dengan para pekerja dikenal sebagai kontrak psikologis (Gibson, 1988).

Milles (1980, dalam Robbins 1991) mendefenisikan struktur organisasi dibentuk untuk tujuan kelompok yang didefinisikan secara luas sebagai kontrol utama atau sebagai pembeda bagian dalam organisasi.

Desain pekerjaan adalah usaha untuk mengidentifikasi atau mengelompokkan kebutuhan pekerja dan organisasi yang penting dengan tujuan untuk menghilangkan penghambat di tempat kerja.

1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Perawat

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan dipengaruhi oleh beberapa hal. Faktor-faktor tersebut menurut Al-Ahmadi (2009) meliputi kepuasan kerja dan komitmen organisasi. Kepuasan kerja dalam pemberian pelayanan keperawatan dapat dilihat dari kepusaan perawat akan pekerjaannya sendiri, kepuasan akan pengawasan yang diterima, hubungan yang terbina selama bekerja seperti penerimaan yang baik dari pasien dan keluarganya kepada perawat, adanya kerja sama yang kooperatif antara sesama perawat dan penghargaan terkait pekerjaan yang telah mereka lakukan serta keputusan yang mereka putuskan. Kinerja perawat juga dipengaruhi oleh kepuasan akan imbalan jasa yang diterima serta adanya kesempatan promosi yang membuat para perawat terpacu untuk meningkatkan kinerjanya. Selain itu kondisi pada tempat kerja juga mempengaruhi kinerja perawat, kebutuhan merasa dibutuhkan di mata orang lain membuat perawat terpacu untuk meningkatkan kinerjanya.


(28)

Komitmen organisasi menurut Al-Ahmadi (2009) memiliki peranan penting dalam mempengaruhi kinerja perawat. Komitnen organisasi ini meliputi hubungan perawat dengan atasan dan teman sekerja, kebijakan-kebijakan organisasi, imbalan yang diterima, penghargaan dan pengakuan, keamanan bekerja dan kesempatan untuk berkembang. Awases (2006) melakukan penelitian tentang factors affecting performance of professional nurses in Namibia menemukan bahwa kinerja perawat juga dipengaruhi oleh pengetahuan dan keterampilan perawat, bentuk manajemen rumah sakit, tujuan organisasi, penilaian kinerja dan metode penilaian kinerja yang diterapkan oleh rumah sakit serta kebijakan rumah sakit dalam membagi shift dan jadwal kerja perawat.

2. Penilaian Kinerja

2.1 Pengertian Penilaian Kinerja Keperawatan

Penilaian kinerja adalah suatu proses yang berkelanjutan untuk menilai kualitas kerja personel dan usaha untuk memperbaiki cara kerja personel dalam suatu organisasi Hall (1986, dalam Nurhaeni 2001). Penilaian kinerja adalah proses menilai bagaimana tingkat kinerja seorang pegawai dan membandingkannya dengan harapan organisasi mereka (Marquis & Huston, 2010). Gibson (1988) mendefinisikan penilaian kinerja adalah sebuah penilaian formal yang sistematik tentang kinerja seorang pekerja dan pembangunan potensial di masa yang akan datang.

Penilaian kinerja keperawatan sendiri adalah salah satu upaya menejemen rumah sakit yang bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan. Menurut Swanburg (1987, dalam Nursalam


(29)

2007), penilaian kinerja merupakan suatu komponen dari sistem manajemen yang digunakan organisasi untuk memotivasi pekerja dan digunakan secara efektif dalam mengarahkan perilaku pegawai dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan yang berkualitas tinggi.

2.2 Aspek Penilaian Kinerja Perawat

Penilaian kinerja perawat diukur melalui standar praktik keperawatan yang ada. Penilaian kinerja perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan dikatakan baik apabila memenuhi minimal 75 % standar praktik keperawatan. Standar praktik keperawatan itu sendiri seperti telah dijabarkan oleh PPNI (2000, dalam Nursalam 2007), mengacu pada lima tahapan proses keperawatan, yang meliputi pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Pengkajian keperawatan adalah proses sistematis dari pengumpulan, verifikasi dan komunikasi data tentang klien (Potter & Perry, 1992), dengan tujuan untuk mengumpulkan data-data pasien dan menjadikannya sebagai data dasar proses keperawatan selanjutnya.

Diagnosa keperawatan adalah suatu proses pengidentifikasian kebutuhan perawatan kesehatan berdasarkan prioritas pemenuhan yang akan dirumuskan dalam suatu diagnosis keperawatan. Perencanaan keperawatan adalah proses pengidentifikasian tujuan, pernyataan yang menyatakan tindakan yang akan diambil untuk mencapai tujuan sehubungan dengan pemenuhan prioritas kebutuhan pasien dan keluarganya serta deskripsi dari kriteria evaluasi yang jelas terhadap tindakan yang diambil (Basford & Slevin, 2002).


(30)

Implementasi keperawatan adalah tindakan keperawatan yang diperlukan untuk menyelesaikan rencana asuhan keperawatan sehubungan dengan pencapaian tujuan. Evaluasi keperawatan adalah proses di mana perawat menentukan sejauh mana tindakan perawatan telah mencapai tujuan (Potter & Perry, 1992).

Menurut Gillies (1994), hal-hal yang perlu dinilai dalam suatu penilaian kinerja keperawatan meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap perawat dalam melaksanakan asuhan keparawatan pada pasien. Pengetahuan adalah segala hal yang berkaitan erat dengan tingkat kognitif seseorang, perawat yang memiliki pengetahuan yang baik diharapkan untuk bersikap sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Keterampilan adalah kemampuan seseorang dalam melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya dengan benar, sedangkan sikap adalah faktor utama pembentuk perilaku yang berhubungan langsung dengan persepsi, kepribadian dan motivasi. Sikap didefinisikan sebagai tingkatan kesiapan mental, kemampuan belajar melalui pengalaman, kemampuan mempengaruhi respon seseorang terhadap orang lain, objek atau situasi (Gibson, 1988).

ANA memiliki standar penilaian kinerja selain mengacu pada asuhan keperawatan yang meliputi kualitas praktik perawat, pendidikan perawat, praktik profesional perawat, collegiality, kolaborasi, tindakan etik, penggunaan sumber daya dan penelitian (ANA, 2010)

2.3 Tujuan Penilaian Kinerja Perawat

Penilaian kinerja memiliki beberapa tujuan, menurut Gibson (1988) penilaian kinerja dapat digunakan untuk tujuan memotivasi para pekerja dengan memberi


(31)

pengertian tentang apa yang diharapkan mereka kerjakan dan membantu atasan untuk mengerti hubungan yang dihasilkan antara atasan dan bawahan. Penilaian kinerja juga berguna sebagai dasar untuk menetapkan perencanaa, pelatihan dan pembangunan. Kelemahan dan kekurangan seperti kompetensi teknis, keterampilan berkomunikasi dan pemecahan dari sebuah masalah dapat dianalisa dan diidentifikasi melalui penilaian kinerja.

Kaluzny (1982) menyatakan bahwa tujuan dari sebuah penilaian kinerja perawat adalah untuk mendapat informasi yang bertujuan untuk memutuskan pengadaan pembangunan dan pelatihan perawat, untuk mendapatkan informasi yang cukup mengenai keputusan personel tentang promosi, pemindahan, terminasi dan kenaikan gaji. Selain itu penilaian kinerja perawat juga bertujuan untuk memotivasi perawat untuk meningkatkan kinerjanya, untuk mengidentifikasi kebutuhan perawat tentang pendidikan dan mengkaji kualitas asuhan keperawatan yang diberikan perawat kepada pasien.

Gillies (1994) mengemukakan penilaian kinerja perawat dilakukan dengan tujuan membantu kepuasan pekerja untuk memperbaiki pelaksanaan kerja mereka, memberitahu pekerja yang tidak memuaskan bahwa pelaksanaan kerja mereka kurang serta menganjurkan metode perbaikannya, mengidentifikasi pegawai yang layak menerima promosi atau kenaikan gaji, mengenal pegawai yang memenuhi syarat penugasan khusus, memperbaiki komunikasi antara dirinya sendiri dan bawahan, serta menentukan dasar untuk pelatihan karyawan yang memerlukan bimbingan khusus.


(32)

Hasil yang diharapkan setelah diadakannya penilaian kinerja ini adalah adanya umpan balik dari pekerja berupa peningkatan kinerja, berkurangnya pemindahan pekerja, adanya peningkatan motivasi untuk menampilkan kinerja yang lebih baik, terciptanya keadilan yang dirasakan di antara sesama pekerja dan adanya landasan pemberian penghargaan kepada pekerja (Dobbins, Cardy & Platzvieono (1990) dalam Ishaq, Iqbal & Zahear (2009). Beer (1981, dalam Ishaq, Iqbal dan Zahear 2009) menyatakan bahwa hasil dari sebuah penilaian kinerja yang baik adalah adanya proses pembelajaran yang dilakukan oleh pekerja tentang diri mereka sendiri, pengetahuan mereka dan tentang apa yang sedang mereka kerjakan serta belajar tentang nilai-nilai manajemen.

2.4 Metode Penilaian Kinerja Perawat

Pada dasarnya penilaian yang dilakukan oleh suatu organisasi sangat dipengaruhi oleh ukuran organisasi, skala organisasi dan tingkat kompleksitas suatu organisasi (Moeheriono, 2009). Menurut Marquis dan Huston (2010) metode yang digunakan dalam penilaian kinerja perawat adalah:

1. Skala peringkat

Skala peringkat adalah metode mengurutkan peringkat seseorang berdasarkan standar yang telah disusun, yang mungkin terjadi atas deskripsi pekerjaan, perilaku yang diinginkan, atau sifat personal. Skala peringkatmerupakan metode yang paling banyak digunakan untuk menilai kinerja.


(33)

Teknik ini mengharuskan skala peringkat disusun untuk setiap klasifikasi pekerjaan. Faktor peringkat diambil dari konteks deskriptif pekerjaan tertulis.

3. Skala peringkat berdasarkan prilaku (Behaviorally Anchored Rating Scales, BARS)

Skala peringkat berdasarkan perilaku mensyaratkan bentuk tingkat terpisah dibentuk untuk setiap klasifikasi kerja kemudian, seperti pada skala dimensi pekerjaan, pegawai pada posisi kerja spesifik menejemen menggambarkan area penting tanggung jawab. Skala pengukuran dengan metode ini dapat diterapkan khususnya pada penilaian keterampilan yang dapat diobservasi secara fisik, bukan pada keterampilan konseptual.

4. Daftar titik

Daftar titik adalah metode penilaian kinerja berupa beberapa pernyataan tentang perilaku yang nantinya akan dipilih oleh masing-masing individu yang akan mewakili perilaku kinerja yang diinginkan.

5. Esai

Metode esai sering disebut sebagai peninjauan ulang bentuk bebas. Penilai menjelaskan dalam bentuk narasi mengenai kekuatan pegawai dan area yang membutuhkan perkembangan dan pertumbuhan.

6. Penilaian diri

Penilaian diri merupakan metode di mana pegawai diminta untuk menyerahkan ringkasan tertulis atau portofolio mengenai pencapaian yang terkait dengan pekerjaan mereka dan produktivitas sebagai bagian proses penilaian diri. Ringkasan tertulis ini


(34)

sering memberikan contoh tentang bagaimana pegawai mengimplementasikan pedoman klinis, kriteria hasil pasien yang tercapai dan contoh dokumentasi asuhan keperawatan.

7. Management by objective

Management by objective adalah metode yang paling baik digunkan untuk melakukan penilaian terhadap kinerja pegawai karena menggabungkan pengkajian pegawai dan organisasi. Pada metode ini pegawai dan organisasi sama-sama merencanakan dan menyetujui pekerjaan, tujuan, serta tanggung jawab pekerjaan pagawai dan pada akhirnya atasan akan menilai kinerja dengan mengacu pada tujuan yang telah disepakati.

2.5 Jenis-Jenis Alat Penilaian Kinerja Perawat

Menurut Henderson (1984, dalam Gillies 1994) ada lima jenis alat penilaian kinerja yang secara umum sering digunakan yang meliputi laporan tanggapan bebas, pengurutan yang sederhana, checklist pelaksanaan kerja, penilaian grafik dan perbandingan pilihan yang dibuat-buat.

Dalam laporan tanggapan bebas, evaluator diminta komentar dalam bentuk tulisan menganai kualitas pelaksanaan kerja perawat dalam jabatan khusus dalam jangka pendek waktu tertentu. Karena tidak ada petunjuk sehubungan dengan apa yang harus dievaluasi, penilaian cenderung menjadi tidak sah disebabkan ia mengabaikan satu atau lebih aspek penting dari deskripsi kerja pegawai. Laporan evaluasi tanggapan bebas bisa juga kurang objektif jika ia memfokuskan hanya pada


(35)

daerah pelaksanaan kerja perawat yang mana mempunyai perasaan kuat pada supervisior.

Beberapa alat evaluasi menghendaki agar evaluator menggolongkan pegawai dalam hubungan dengan rekan sekerjanyaberkenaan dengan beragamnya aspek pelaksanaan kerja. Staf perawat khusus bisa saja digolongkan sebagai orang yang telah menunjukkan pelaksanaan kerja tinggi di antara tujuh staf perawat di unitnya berkenaan dengan perawatan pasien, ketiga tertinggi di dalam kelompok yang sama berkenaan dengan mutu pengajaran pasiennya dan terendah dalam kelompok berkenaan dengan jumlah produktifitas penelitiannya.

Checklist pelaksanaan kerja bisa terdiri atas daftar kriteria pelaksanaan kerja untuk tugas paling penting di dalam deskripsi kerja karyawan dengan lampiran formulir di mana evaluator dapat menyatakan apakah perawat memperlihatkan tingkah laku yang diinginkan atau tidak karena kriteria adalah pernyataan dari tingkah laku yang diinginkan, melihat sekilas pada isian yang lengkap menampakkan kualitas keseluruhan dari pelaksanaan kerja total kerja perawat.

Skala penggolongan grafik adalah serangkaian hal yang mewakili aktifitas berbeda yang termasuk dalam deskripsi kerja perawat. Supervisior menyatakan kualitas pelaksanaan kerja perawat dalam setiap aktivitas dengan cara mengecek hal yang cocok dalam skala numerik atau dengan memilih ungkapan yang sesuai dalam serangkaian susunan.

Perbandingan pilihan yang dibuat-buat, evaluator memilih pernyataan-pernyataan deskriptif dari sekelompok pernyataan-pernyataan deskriptif berbobot yang terbaik


(36)

menggambarkan perawat yang sedang dievaluasi dan yang terendah yang menggambarkan dirinya. Hal-hal yang disukai dan tidak dikelompokkan, sehingga evaluator dipaksa untuk memilih beberapa pernyataan hal yang tidak disukai maupun yang disukai guna menggambarkan pelaksanaan kerja perawat. Ciri-ciri terakhir ini meniadakan kecenderungan yang mengarah kepada kelonggaran yang diperlihatkan oleh beberapa evaluator. Pernyataan deskriptif yang menyusun isian tersebut diartikan menurut kemampuan mereka untuk meramal sukses dalam jabatan yang sedang dipertimbangkan. Karena supervisior yang menggunakan isian tidak mengetahui kemampuan prediktif masing-masing soal, ia tidak bisa membohongi skor akhir dengan sengaja menurut arah positif atau negatif.

2.6 Permasalahan dalam Penilaian Kinerja

Agar objektif menilai bawahan, manajer perawat harus berjuang untuk mengatasi dua katagori prasangka, yang umumnya berkenaan dengan halo effect dan horn effect. Halo effect atau pengaruh mahkota keagungan adalah tendensi untuk menilai pelaksanaan kerja bawahan terlalu tinggi karena beberapa alasan (Gillies, 1994). Pegawai yang berkepribadian menyenangkan atau memiliki keterampilan sosial yang tinggi cocok untuk menerima penilaian kinerja yang lebih tinggi daripada kualitas kerjanya yang akan membenarkan secara sederhana karena manajer secara tidak sadar menyamaratakan kesukaan pribadinya terhadap individu guna menerima kerjanya. Seorang bawahan yang berkinerja baik di masa lalu namun kerjanya yang sekarang tidak diamati secara dekat oleh manajer sehingga dianggap tidak ada peningkatan kinerja, mungkin diberikan penilaian terlalu tinggi oleh manajernya.


(37)

Seorang pegawai yang kinerjanya pertengahan sepanjang tahun sebelumnya, tetapi telah menunjukan kinerja yang luar biasa atau telah menerima penghargaan yang mengesankan dalam beberapa dari hari evaluasi, pelaksanaan kerja tahunannya, cenderung diberi penilaian yang lebih tinggi daripada kinerja tahuan yang ia terima secara keseluruhan karena perhatian manajer difokuskan kepada keberhasilan pekerja yang baru saja diterima. Seorang bawahan yang berbagi keahlian klinis dengan manajer, minat penelitian atau kebiasaan tingkah laku yang sama biasanya menerima penilaian yang lebih tinggi daripada yang selayaknya ia terima karena manajer cenderung lebih suka pada minat dan kecenderungan yang sama dengan dirinya.

Horn effect adalah kecenderungan untuk menilai pegawai lebih rendah deri kinerja yang sebenarnya karena suatu alasan (Gillies, 1994). Seorang pegawai yang kinerjanya di atas rata-rata sepanjang tahun sebelumnya namun dalam beberapa hari penilaian kinerja tahunannya telah melakukan kesalahan besar yang tercamkan dalam ingatan manajer. Seorang pegawai yang kinerjanya di atas rata-rata tetapi cenderung untuk membantah secara terbuka pada manajernya, memperoleh penilaian yang lebih rendah dari yang seharusnya ia peroleh karena kegagalan pegawai untuk mendukung pendapat dan saran manajer. Seorang pegawai yang kualitas kinerjanya tinggi namun gagal untuk menyesuaikan diri dengan selera ideal berpakaian dan tingkah laku manajernya maka bagi pegawai unit kerja itu cenderung menerima pengurutan yang lebih rendah dari yang seharusnya ia peroleh karena manajer tersebut secara tidak sadar menyamaratakan penolakannya terhadap cara berpakaian dan cara menolak pekerjaannya. Seorang pegawai yang kinerjanya di atas rata-rata tapi berhubungan


(38)

dengan pegawai yang berkinerja buruk cenderung menerima pengurutan yang lebih rendah dari yang seharusnya karena manajer cenderung menilai bawahan berdasarkan perusahaan yang mereka pegang ketimbang kinerja secara individual.


(39)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual dan Metodologi Penelitian

Kerangka konsep dalam penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kinerja perawat di ruang rawat inap rumah sakit umum daerah Kabanjahe, konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah konsep Campbell (1990). Konsep ini memiliki 8 rumusan dimensi kinerja. Penelitian ini akan mengacu pada dimensi pertama dari 8 dimensi yang ada, yakni jobspecific task proficiency. Jobspecific task proficiency adalah gambaran kinerja utama seseorang sesuai dengan perannya. Asuhan keperawatan adalah jobspecific task proficiencyseorang perawat. Peneliti meneliti pelaksanaan pemberian asuhan keperawatan dan mengidentifikasikannya sesuai dengan pendidikan perawat.

Berdasarkan pemaparan kerangka konseptual di atas, maka peneliti membuat kerangka penelitian sebagai berikut ini.

Perawat D III Kinerja perawat:

(ASKEP) Pengkajian Diagnosa Perancanaan Implementasi Evaluasi


(40)

Gambar 3.1: Kerangka Konsep Penelitian

2. Definisi Operasional

Tabel 3.1:

Definisi Operasional

No. Variabel Penelitian

Definisi Operasional

Alat Ukur Hasil Ukur Skala Pengukur an Variabel 1. Kinerja

perawat

Penampilan hasil kerja perawat D III dan S I di ruang rawat inap RSUD Kabanjahe sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi Kuesioner self report yang diisi oleh perawat D III dan S I ruang rawat inap RSUD Kabanjahe. Observer checklist yang diisi oleh peneliti tanpa diketahui oleh objek yang diteliti. Retrospektif audit akan dilakukan oleh peneliti. Kinerja kurang baik 24-59 Kinerja baik 60-96 Kinerja kurang baik 1-12 Kinerja baik 13-24 Kinerja kurang baik 1-6 Kinerja baik 7-12 Ordinal Ordinal Ordinal


(41)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan untuk menjawab pertanyaan pada penelitian ini adalah desain deskriptif. Desain deskriptif digunakan untuk mengobservasi, mendeskripsikan atau mengidentifikasi serta mendokumentasikan sebuah situasi tanpa harus menghubungkan satu variabel dengan variabel yang lain (Polit & Hungler, 1997).

2 Populasi dan Sampel

2.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah perawat yang bertugas melaksanakan asuhan keperawatan di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe yang berjumlah 58 orang dengan komposisi 52 orang berpendidikan diploma 3 dan 6 orang berpendidikan sarjana keperawatan.

2.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah sejumlah subjek yang dapat mewakili sebuah populasi, dan proses dalam memilih sampel dalam populasi untuk mewakili seluruh populasi yang ada disebut sampling (Polit & Hungler, 1997). Teknik yang dipakai dalam pengambilan sampel pada penelitian ini adalah total sampling sehingga sampel berjumlah 58 orang.


(42)

Penelitian ini telah dilaksanakan di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe pada Oktober 2011 hingga Juli 2012. Pengambilan data dilakukan pada Maret hingga April 2012.

4. Pertimbangan Etik

Pengambilan data dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan permohonan izin dari direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe. Pengumpulan data di mulai dengan menemui satu responden. Peneliti kemudian memperkenalkan diri kepada responden, menjelaskan tujuan dari penelitian serta prosedur pengambilan data penelitian secara lisan kepada responden. Pada pengambilan data ini seluruh responden bersedia untuk diteliti dan responden mengisi lembar kuesioner dengan lengkap. Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data yang diisi oleh responden melainkan lembar tersebut hanya akan diberi kode tertentu. Peneliti tidak menyediakan kolom tanda tangan pada lembar persetujuan responden untuk menghindari pengidentifikasian tanda tangan dan untukmenjaga kerahasiaan informasi yang diberikan responden.

Pada retrospektif audit dan observer checklist peneliti tidak mengidentifikasi responden secara pribadi melainkan secara kelompok dalam satu ruangan dan hal ini dilakukan atas persetujuan dan izin dari rumah sakit. Untuk menjaga kerahasiaan data peneliti hanya membubuhkan kode pada tertentu pada lembar yang peneliti gunakan untuk melakukan penelitian.


(43)

Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan alat pengumpul data berupa kuesioner self report, observer checklist dan retrospektif audit. Kuesioner self report akan berisi 24 pernyataan yang dibuat berdasarkan 5 sub-variabel dari asuhan keperawatan yang terdiri dari 4 buah pernyataan pengkajian dan diagnosa, 5 pernyataan tentang perencanaan dan evaluasi serta 6 buah pernyataan tentang implementasi, yang kemudian dimodifikasi sesuai kebutuhan oleh peneliti dan saran tiga orang ahli. Kuesioner ini menggunakan model skala Likert yang terdiri dari empat pilihan jawaban, yaitu tidak pernah dilakukan (1), kadang-kadang dilakukan (2), sering dilakukan (3) dan selalu dilakukan (4). Cara pemberian skor pada pertanyaan yang diajukan adalah nilai 4 untuk “selalu dilakukan”, nilai 3 untuk “sering dilakukan”, nilai 2 untuk “kadang-kadang dilakukan” dan nilai 1 untuk “tidak dilakukan sama sekali”. Skor tertinggi adalah 96 dan skor terendah adalah 24. Kinerja perawat dibagi menjadi 2 kategori yaitu kinerja baik dan kinerja kurang baik. Berdasarkan rumus statistika menurut Sudjana (1992), p = rentang kelas/banyak kelas, rentang kelas merupakan selisih dari nilai tertinggi dan terendah yakni sebesar 72 dan banyak kelas ada 2, yaitu kinerja perawat baik dan kinerja perawat kurang baik. Sehingga didapat p = 36. Dengan menggunakan nilai p maka kinerja perawat dikategorikan sebagai berikut:

24-59= kinerja kurang baik 60-96= kinerja baik

Observer checklist berisi 24 pernyataan yang sama dengan bentuk pernyataan pada kuisioner self report namun berbeda dalam bentuk kalimat. Pada penelitian ini


(44)

observer checklist dilakukan oleh peneliti sendiri. Peneliti mengobservasi kegiatan perawat yang terkait dengan pemberian asuhan keperawatan tanpa diketahui oleh perawat yang bersangkutan. Observer checklist ini dilakukan dengan cara menchecklist form observer checklist yang berisi 24 pernyataan terkait pemberian pelayanan keperawatan.Observer checklist ini disajikan menggunakan model skala Guttman yang terdiri dari dua pilihan jawaban “ya” atau “tidak”. Cara pemberian skor pada observer checklist ini adalah nilai 1 bagi jawaban “ya” dan nilai 0 bagi jawaban “tidak”. Dengan menggunakan rumus statistika menurut Sudjana (1992), p = rentang kelas/banyak kelas. Sehingga didapat p = 12. Dengan menggunakan nilai p maka kinerja perawat dikategorikan sebagai berikut :

1-12= kinerja kurang baik 13-24= kinerja baik

Retrospektif audit dilakukan oleh peneliti dengan lembaran yang berisi 12 pernyataan mengenai dokumentasi keperawatan yang ada di rumah sakit tersebut. Peneliti melakukan audit terhadap dokumentasi keperawatan yang telah dikerjakan oleh perawat. Retrospektif audit ini dikerjakan peneliti di ruang rekam medik pada pagi hari setelah seluruh kepala ruangan menyerahkan laporan hasil dokumentasi mereka.Retrospektif audit menggunakan model skala Guttman dengan dua pilihan jawaban yakni “ya” atau ”tidak”. Cara pemberian skor pada retrospektif auditini adalah nilai 1 bagi jawaban “ya” dan nilai 0 bagi jawaban “tidak”. Dengan menggunakan rumus statistika menurut Sudjana (1992), p = rentang kelas/banyak


(45)

kelas. Sehingga didapat p = 6. Dengan menggunakan nilai p maka kinerja perawat dikategorikan sebagai berikut :

1-6= kinerja kurang baik 7-12= kinerja baik

6. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

6.1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu tingkatan di mana sebuah instrumen mampu mengukur apa yang ingin diukur dengan akurat (Polit & Back, 2004).Adapun pengujian validitas yang dilakukan yaitu pengujian validitas isi (content validity) yaitu instrumen dibuat berdasarkan isi dan menjelaskan isi.

Kuesioner self report adalah kuesioner yang dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan teori proses keperawatan yang terdiri dari lima tahapan yakni pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi dan evaluasi (Potter&Perry, 1992). Pengujian validitas kuesioner self report dilakukan oleh tiga orang ahli di bidang manajemen keperawatan. Pengujian validitas ini melibatkan dua orang staf pengajar Fakulatas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yakni di bidang manajemen yakni Achmad Fathi, S.Kep, Ns, MNS dan Diah Arruum, S.Kep, Ns, M.Kep dan satu orang staf Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan yakni Liberta Lumbantoruan, SKp, M.Kep.

Peneliti memberikan draft kuesioner pada tiga orang penguji validitas yang ditentukan, dalam satu pernyataan diberikan nilai kevalidan 0.1 hingga 1. Sebanyak 14 pernyataan (56%) dinyatakan valid tanpa perbaikan, 8 pernyataan (32%)


(46)

dinyatakan valid dengan revisi, 2 pernyataan (8%) dihapuskan dan diganti dengan pernyataan baru dan 1 pernyataan (4%) dihapus. Nilai CVI yang didapatkan dari pengujian validitas ini adalah 0.87 dan dinyatakan telah valid.

Observer checklist adalah susunan pernyataan yang sama dengan kuesioner self report namun berbeda dalam bentuk kalimat. Peneliti pada penelitian ini tidak melakukan uji validitas instrumen observer checklist.

Instrumen yang digunakan peneliti dalam melakukan retrospektif audit dimodifikasi dari instrumen retrospektif audit Gillies (1994). Instrumen Gillies (1994) terdiri dari 18 item pernyataan yang kemudian dimodifikasi oleh peneliti menjadi 12 pernyataan dengan membuang 6 pertanyaan dari instrumen yang asli. Peneliti pada penelitian ini juga tidak melakukan uji validitas instrumen retrospektif audit.

6.2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukuran tetap konsisten bila dilakukan beberapa kali pengukuran dengan menggunakan alat ukur yang sama (Polit & Beck, 2004). Uji reliabilitas dilakukan pada instrumen kuesioner self report yang dilakukan dengan menggunakan teknik komputerisasi, yaitu uji cronbach alpha. Uji reliabel pada penelitian ini dilakukan setelah data diperoleh. Pengujian reliabel dilakukan pada 58 orang responden dengan nilai reliabel 0.943 dan instrumen dikatakan reliabel. Menurut Polit dan Hungler (1997) suatu instrument dikatakan reliabel jika nilai reliabilitasnya > 0.70.


(47)

Proses pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tiga metode yakni retrospektif audit, observer checklist dan kuesioner self report. Proses pengumpulan data adalah sebagai berikut. Permohonan izin pelaksanaan penelitian didapatkan dari Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, kemudian surat permohonan izin dikirim ke tempat penelitian, yakni RSUD Kabanjahe. Peneliti memberikan surat izin kepada bagian pendidikan dan pelatihan rumah sakit yang kemudian menyampaikan surat itu kepada direktur rumah sakit. Setelah mendapat balasan bahwa rumah sakit memberi izin maka peneliti mulai mengumpulkan data.

Peneliti dibantu kepala dan salah satu staf bagian pendidikan dan pelatihan rumah sakit dalam melakukan penelitian ini. Staf bagian pendidikan dan pelatihan rumah sakit kemudian memperkenalkan peneliti kepada semua kepala ruangan yang ada di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe. Pengambilan data yang pertama kali dilakukan oleh peneliti adalah menggunakan retrospektif audit. Pengauditan menggunakan retroospektif audit dilakukan di seluruh nurse station ruang rawat inap namun peneliti tidak mendapatkan data yang akurat maka peneliti dianjurkan untuk melakukan audit di bagian rekam medik. Peneliti melakukan audit pada pagi hari karena semua catatan asuhan diserahkan pada pagi hari oleh kepala runagan. Di ruangan rekam medik, peneliti melakukan pengauditan sesuai dengan dokumentasi tiap ruangan. Dokumentasi yang diaudit oleh peneliti sebanyak lima dokumen setiap ruangan dengan tanggal yang diacak.


(48)

Setelah pengumpulan data menggunakan retrospektif audit selesai, maka peneliti kemudian mengumpulkan data menggunakan observer checklist untuk mengobservasi kinerja perawat. Peneliti melakukan observasidengan mengunjungi ruang rawat inap satu per satu pada shift pagi dan sore selama tiga kali. Peneliti hanya duduk di ruangan perawat dan mengobservasi kegiatan mereka selama satu shift dan dua kali mengikuti dokter melakukan visiteuntuk mengobservasi perawat. Peneliti menggunakan catatan di handphone untuk mencatat hal-hal yang diobservasi. Dengan menggunakan cara ini peneliti dapat mengobservasi perawat tanpa sepengetahuan perawat tersebut.Pada observasi yang pertama peneliti mengobservasi 20 perawat yang bertugas pada shift pagi, pada observasi yang kedua peneliti mengobservasi 15 perawat yang bertugas pada shift sore dan pada observasi yang ketiga peneliti mengobservasi 22 orang yang bertugas pada shift pagi. Jumlah rata-rata perawat yang diobservasi pada penelitian ini adalah 19 orang. Peneliti tidak melakukan observasi pada malam hari karena beberapa pertimbangan dan saran dari pihak rumah sakit.

Pengumpulan data selanjutnya dilakukan dengan membagikan kuesioner self report kepada seluruh perawat. Peneliti menemui setiap perawat satu demi satu, kemudian menjelaskan kepada responden tentang tujuan, manfaat penelitian dan prosedur pengumpulan data secara lisan. Setelah perawat mengerti, maka peneliti bertanya tentang kesediaan dalam menjawab kuesioner. Peneliti meminta perawat untuk mengisi kuesioner yang berisi data demografi dan kuesioner tentang kinerja perawat dengan lengkap. Semua kuesioner dijawab sendiri oleh perawat dan setelah


(49)

kuesioner selesai diisi seluruhnya, peneliti mengumpulkan jawaban dan melakukan analisa data dari seluruh data yang diperoleh.

8. Analisa Data

Setelah data terkumpul peneliti memeriksa kelengkapan pengisian data dan memastikan seluruh data diisi seluruhnya. Setelah itu peneliti melakukan pengolahan data demografi yang meliputi jenis kelamin, usia, masa kerja dan tingkat pendidikan pada data yang diperoleh melalui kuesioner self report. Pengolahan data demografi ini dilakukan untuk memperoleh gambaran distribusi. Pengolahan data kinerja perawat yang dikumpulkan menggunakan kuesioner self report, observasi dan auditkemudian diproses secara komputerisasi dan ditampilkan dalam bentuk tabel frekuensi dan persentase.


(50)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini peneliti akan menguraikan hasil penelitian yang telah dilakukan dan pembahasan mengenai kinerja perawat ruang rawat inap di Rumah Sakit Umum Kabanjahe. Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai April 2012. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 58 perawat. Hasil penelitian ini menguraikan karakteristik demografi responden dan kinerja parawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Kabanjahe.

1. Hasil Penelitian

1.1 Karakteristik Demografi

Hasil penelitian tentang karakteristik responden diperoleh mayoritas responden adalah wanita sebanyak 54 orang (93.1 %) dan sisanya adalah pria sebanyak 4 orang (6.9 %), dengan rentang usia 24-30 tahun sebanyak 27.6%, 31-37 tahun sebanyak 36.2% dan di atas 37 tahun sebanyak 36.2%. Masa kerja responden mayoritas berada di rentang 1-5 tahun sebanyak 44.8%, rentang 6-10 tahun 31.0% dan di atas 10 tahun sebanyak 24.1%. Tingkat pendidikan terakhir mayoritas adalah diploma 3 sebanyak 52 orang (89.7 %) dan selebihnya adalah strata 1 keperawatan sebanyak 6 orang (10.3 %). Hasil penelitian tentang karakteristik demografi di atas dapat di lihat pada Tabel 5.1.


(51)

Tabel 5.1

Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan karakteristik demografi responden perawat ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Kabanjahe (n=58)

Data Demografi Responden Frekuensi Persentase Jenis Kelamin

Laki-laki 4 6.9%

Wanita 54 93.1%

Usia (tahun)

24-30 16 27.6%

31-37 21 36.2%

> 37 21 36.2%

Masa Kerja (tahun)

1-5 26 44.8%

6-10 18 31.0%

> 10 14 24.1%

Tingkat Pendidikan Terakhir

Diploma 3 52 89.7%

Strata 1 6 10.3%

1.2 Kinerja Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Kabanjahe

Melalui pengambilan data menggunakan kuesioner self report peneliti menemukan bahwa perawat yang berpendidikan terakhir diploma keperawatan yang berjumlah 52 orang yakni 89.7% total sampel. 90.4% perawat dengan latar belakang pendidikan diploma memiliki kinerja yang baik dan sisanya, 9.6% masih perlu meningkatkan kinerja mereka. Sedangkan untuk perawat yang berpendidikan terakhir sarjana keperawatan berjumlah 6 orang yakni 10.6% dari total sampel. 83.3%


(52)

perawat dengan latar belakang pendidikan sarjana memiliki kinerja yang baik dan sisanya, 16.7% masih perlu meningkatkan kinerjanya. Hasil penelitian tentang kinerja perawat berdasarkan latar belakang pendidikan di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Kabanjehedapat dilihat pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2

Distribusi frekuensi dan persentase kinerja perawat ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Kabanjahe dengan latar belakang pendidikan terakhir D-3 dan S-1 (n=58)

Kinerja Perawat Frekuensi Persentase (%)

Diploma 3

Kurang (24-59) 5 9.6%

Baik (60-96) 47 90.4%

Strata 1

Kurang (24-59) 1 16.7%

Baik (60-96) 5 83.3%

Berdasarkan data yang telah dikumpulkan dengan kuesioner self report ditemukan bahwa perawat yang memiliki kinerja yang baik dalam pengkajian adalah sebanyak 81%, 89.6% perawat baik dalam kinerjanya pada diagnosa, perencanaan dan implementasi dan 91.4% baik dalam evaluasi. Secara keseluruhan, perawat memiliki kinerja yang baik dengan nilai antara 60-96 adalah sebanyak 89.7 % dan perawat yang berkinerja kurang dengan rentang nilai 24-59 adalah sebanyak 10.3 %. Hasil penelitian tentang kinerja perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Kabanjehe berdasarkan kuesioner self report dapat dilihat pada Tabel 5.3.


(53)

Tabel 5.3

Distribusi frekuensi dan persentase kinerja perawat ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Kabanjahe berdasarkan kuesioner self report (n=58)

Kinerja Perawat Frekuensi Persentase (%)

Kurang (24-59) 6 10.3%

Baik (60-96) 52 89.7%

Berdasarkan observasi ditemukan bahwa kinerja perawat pada observasi I adalah perawat dengan kinerja baik terdapat sebanyak 85.7% dan kurang baik adalah sebanyak 14.3 %. Pada observasi yang kedua ditemukan bahwa perawat dengan kinerja baik adalah sebanyak 28.6 % dan kurang baik adalah sebanyak 71.4 %. Pada observasi ketiga didapati kinerja perawat yang baik adalah sebanyak 14.3 % dan kurang baik sebanyak 85.7 %.

Peneliti menemukan bahwa kinerja dalam pengkajian baik sebanyak 14.3%, kinerja baik dalam diagnosis adalah 33.4%, kinerja baik dalam perencanaan dan implementasi sebanyak 28.6% dan kinerja baik pada evaluasi adalah 71.5%. Secara keseluruhan peneliti menemukan bahwa kinerja perawat yang baik adalah sebanyak 28.6% dan kinerja perawat yang kurang baik adalah sebanyak 71.4%. Hasil penelitian tentang kinerja perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Kabanjehe secara keseluruhan berdasarkan observasi dapat dilihat pada Tabel 5.4.


(54)

Tabel 5.4

Distribusi frekuensi dan persentase kinerja perawat ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Kabanjahe berdasarkan observasi (n=58)

Kinerja Perawat Frekuensi Persentase (%)

Kurang (1-12) 41 (5 ruangan) 71.4%

Baik (13-24) 17 (2 ruangan) 28.6%

Berdasarkan pengambilan data menggunakan retrospektif audit peneliti menemukan bahwa kinerja perawat yang baik dalam pengkajian adalah sebanyak 42.9%, kinerja baik dalam diagnosis dan pelaksanaan adalah 28.6%, kinerja baik pada perencanaan adalah 85.7% dan kinerja baik pada evaluasi adalah 57.1%. Secara keseluruhan kinerja perawat yang baik adalah sebanyak 57.1 % dan kinerja perawat yang kurang baik adalah sebanyak 42.9 %. Hasil penelitian tentang kinerja perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Kabanjehe berdasarkan retrospektif audit dapat dilihat pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5

Distribusi frekuensi dan persentase kinerja perawat ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Kabanjahe berdasarkan retrospektif audit (n=58)

Kinerja Perawat Frekuensi Persentase (%)

Kurang (1-6) 25 (3 ruangan) 42.9%

Baik (7-12) 33 (4 ruangan) 57.1%

Berdasarkan penilaian kinerja dengan gabungan tiga pengukuran maka pada penelitian ini didapatkan bahwa secara keseluruhan kinerja perawat di ruang rawat


(55)

inap Rumah Sakit Umum Kabanjahe yang memiliki pencapaian kinerja yang baik sebanyak 58.6%. Hampir setengah dari perawat yang menjadi responden dalam penelitian ini (41.4%) memiliki pencapaian yang kurang baik dan membutuhkan perhatian yang serius. Hasil penilaian kinerja perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Kabanjahe berdasarkan gabungan tiga pengukuran dapat dilihat pada Tabel 5.6.

Tabel 5.6

Hasil penilaian kinerja perawat ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Kabanjahe berdasarkan ketiga metode (n=58)

Kinerja Perawat Frekuensi Persentase (%)

Kurang 24 41.6%

Baik 34 58.4%

1.3 Perbedaan Kinerja Perawat yang Diukur dengan Kuesioner Self Report, Observasi Checklist dan Retrospektif Audit

Jika dibandingkan kinerja perawat yang diperoleh melalui kuesioner self report jauh lebih baik dibandingkan dengan pencapaian kinerja yang diukur melalui observasi dan audit. Pada self report ditemukan bahwa mayoritas perawat (89.7%) memiliki kinerja yang baik sedangkan hasil yang diperoleh melalui observasi perawat yang memiliki kinerja yang baik hanya 28.6% dan hasil yang diperoleh melalui audit,


(56)

perawat yang memiliki kinerja yang baik adalah sebanyak 57.1%. Perbedaan hasil pengukuran kinerja ini dapat dilihat pada Tabel 5.7.

Tabel 5.7

Perbedaan hasil pengukuran kinerja dengan metode kuesioner self report, observasi dan retrospektif audit

Hasil pengukuran Frekuensi Persentase

Kuesioner self report

Kinerja Baik 52 89.7%

Kinerja Kurang 6 10.3%

Observasi

Kinerja Baik 17 (2 ruangan) 28.6% Kinerja Kurang 41 (5 ruangan) 71.4% Retrospektif audit

Kinerja Baik 33 (4 ruangan) 57.1% Kinerja Kurang 25 (3 ruangan) 42.9%

2. Pembahasan

2.1 Kinerja Perawat Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Kabanjahe

Berdasarkan data yang diperoleh melalui kuesioner self report, peneliti menemukan bahwa 81 % perawat memiliki kinerja yang baik dalam melakukan pengkajian yang terkait dengan melakukan pengumpulan data sejak pasien masuk, melakukan pengkajian pasien setiap hari dan melakukan pengkajian akan kebutuhan keluarga dan pasien tentang pendidikan kesehatan. Mayoritas perawat (89.6%) memiliki kinerja yang baik dalam melakukan diagnosa yang meliputi menegakkan diagnosa keperawatan setelah terlebih dahulu melakukan diskusi dan penulisan


(57)

diagnosa telah sesuai dengan pedoman yang ada. Mayoritas perawat (89.6%) memiliki kinerja yang baik dalam melakukan perencanaan yang terkait tindakan-tindakan yang akan dilakukan pada pasien dan keluarganya baik tindakan-tindakan perawatan mau pun tindakan pemberian pendidikan kesehatan. Perawat juga telah melakukan pendokumentasian perencanaan dengan baik dan mencantumkan tindakan kolaborasi yang akan dilakukan bersama tenaga kesehatan lain. Sebagian besar perawat (89.6%) telah memiliki kinerja yang baik dalam melakukan implementasi yang meliputi menghargai martabat, privasi dan tingkat kemandirian pasien selama melakukan tindakan, perawat telah melakukan implementasi yang sesuai dengan apa yang telah dijabarkan pada perencanaan dan melakukan implementasi secara fleksibel. Hampir seluruhnya perawat (91.4%) memiliki kinerja yang baik dalam evaluasi yang meliputi melakukan evaluasi terhadap implementasi dan diagnosis dan kemudian memodifikasi sesuai dengan kebutuhan pasien dan keluarganya. Perawat juga melakukan pengevaluasian keefektifan pemberian pendidikan kesehatan.

Secara keseluruhan peneliti menemukan bahwa mayoritas perawat (89.7%) memiliki kinerja yang baik dan sisanya (10.3%) memiliki kinerja yang masih harus ditingkatkan. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Salonen, Kaunnen, Meretoja dan Tarkka, (2007) yang mengukur kinerja perawat menggunakan kuesioner menemukan bahwa perawat memiliki tingkat kinerja yang cukup sampai baik dan Nantsupawat, et al. (2011) yang menemukan bahwa perawat memiliki pencapaian kinerja yang masih kurang. Hasilpenelitian inisejalan dengan penelitian yang dilakukan Lee dan Tom (2007) yang menggunakan kuesioner untuk


(58)

mengukur pencapaian kinerja perawat yang diisi oleh perawat dan pasien, penelitian ini menemukan tingkat kesenjangan yang tinggi antara pencapaian kinerja yang dipersepsikan perawat dan pasien, di mana tingkat pencapaian kinerja yang dipersepsikan perawat sangat tinggi dibanding tingkat pencapaian kinerja yang dipersepsikan oleh pasien.

Observerchecklist adalah instrumen yang digunakan untuk menilai kinerja perawat yang berisi daftar kriteria pelaksanaan kerja yang memperlihatkan tingkah laku yang diinginkan dari perawat (Henderson, 1984 dalam Gillies, 1994). Observasi dilakukan sendiri oleh peneliti dengan mengobservasi kinerja perawat yang terkait dengan asuhan keperawatan yang dikerjakan perawat. Hal ini dilakukan peneliti untuk menghindari halo effect dan horn effect jika peneliti mendelegasikan hal ini kepada kepala ruangan (Gillies, 1994).

Pada observasi yang pertama peneliti menemukan bahwa kinerja perawat pada kategori kurang dengan rentang 1-12 adalah sebanyak 14.3% dan kinerja perawat dalam kategori baik dengan rentang nilai 13-24 adalah sebanyak 85.7%. Pada perencanaan terdapat 85.7% perawat tidak mencantumkan rencana pemberian pendidikan kesehatan pada pasien atau keluarga, selain itu tidak satu pun perawat yang menetapkan tujuan dari perencanaan yang telah dibuat. Pada implementasi 85.7% perawat tidak mendokumentasikan setiap tindakan yang telah dilakukan pada pasien. Pada diagnosa 71.4% perawat tidak menuliskan diagnosa keperawatan dengan benar dan tidak mengevaluasi rencana yang telah dibuat sebelumnya.


(59)

Pada observasiyang kedua peneliti menemukan bahwa kinerja perawat pada kategori kurang dengan rentang 1-12 adalah sebanyak 71.4% dan kinerja perawat dalam kategori baik dengan rentang nilai 13-24 adalah sebanyak 28.6%. Observasi yang kedua dilakukan peneliti pada shift sore tanpa adanya kepala ruangan dan didapati 71.4% kinerja perawat kurang optimal, seluruh perawat (100%) tidak melakukan pendokumentasian diagnosa, pendokumentasian perencanaan dan tujuan serta 85.7% perawat tidak melakukan pendokumentasian pengkajian dengan lengkap dan tidak mendokumentasikan rencana pemberian pendidikan pada pasien.

Pada observasiyang ketiga peneliti menemukan bahwa kinerja perawat pada kategori kurang dengan rentang 1-12 adalah sebanyak 85.7% dan kinerja perawat dalam kategori baik dengan rentang nilai 13-24 adalah sebanyak 14.3%, hal ini disebabkan oleh kehadiran para mahasiswa kebidanan yang praktik di rumah sakit tersebut sehingga 85.7% perawat tidak lagi menjalankan fungsinya dengan optimal dalam pemberian asuhan keperawatan bagi pasien. Perawat sering tidak terlihat di nurse station dan sebagai gantinnya mahasiswa kebidanan yang berjaga. Kepala ruangan dan perawat pelaksana hanya melakukan aktivitas saat jadwal kunjungan dokter. Namun masih ada sebanyak 14.3% perawat yang tetap melakukan fungsi dalam memberi asuhan keperawatan dengan baik yang ditemukan di ruang rawat inap VIP.

Berdasarkan pengambilan data yang telah dilakukan peneliti melalui observasi yang dilakukan tiga kali dalam waktu yang berbeda, peneliti menemukan bahwa perawatyang memiliki kinerja yang baik dalam pengkajian adalah sebanyak


(60)

14.3%,dalam hal ini pengkajian dilakukan oleh seluruh perawat yang berjaga pada saat pasien masuk, mereka melakukan pengkajian saat pasien masuk dan saat jadwal kunjungan dokter. Perawat mengkaji pasien dan keluarganya dengan melakukan wawancara langsung, pemeriksaan fisik, observasi dan kolaborasi dengan dokter.

Perawat yang memiliki kinerja yang baik dalam diagnosis adalah 33.4%, para perawat melakukan diskusi sebelum menegakkan diagnosa namun diagnosa yang ditegakkan tidak sesuai dengan standar diagnosa keperawatan dan perawat sering sekali tidak mendokumentasikan diagnosa setelah diskusi berakhir melainkan sesaat sebelum pertukaran shift. Perawat yang berjaga pada shift sore dan malam cenderung tidak melakukan pendiagnosaan kebutuhan pasien sehingga diagnosa pasien tidak akan berubah dari shift ke shift selanjutnya.

Perawat yang memiliki kinerja baik dalam perencanaan dan implementasi sebanyak 28.6%, perawat melakukan diskusi mengenai perencanaan tentang tindakan apa yang akan diberikan pada pasien dan obat-obatannya, perawat juga mendelegasikan secara lisan maupun tulisan tentang apa yang harus dilakukan oleh perawat pada shift berikutnya namun perawat tidak sempat mencatat dokumentasi terkait perencanaan sehingga terkadang yang mendokumentasikan perencanaan bukanlah perawat yang dari awal melakukan pengkajian. Implementasi keperawatan yang dilakukan perawat dilakukan atas inisiatif perawat sendiri atau karena permintaan pasien dan keluarganya. Perawat mempertimbangkan kemandirian pasien dan menghargai privasi pasien dan keluarganya saat melakukan implementasi. Dalam implementasinya seluruh perawat yang diobservasi oleh peneliti memberikan


(61)

pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarganya namun pada pendokumentasian perencanaan dan implementasi pemberian pendidikan kesehatan tidak dicantumkan.

Perawat yang memiliki kinerja yang baik pada evaluasi adalah 71.5%, perawat melakukan diskusi terkait evaluasi tindakan yang telah diberikan pasien atau mengevaluasi tindakan yang harus terus dilanjutkan atau dihentikan namun perawat tidak pernah melakukan evaluasi terhadap diagnosa yang telah diegakkan sebelumnya. Secara keseluruhan peneliti menemukan bahwa kinerja perawat yang baik adalah sebanyak 28.6% dan kinerja perawat yang kurang baik adalah sebanyak 71.4%.Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Lin dan Tavrow (2000) yang menggunakan metode observasi dalam menilai kinerja pekerja kesehatan di Kenya menemukan bahwa kinerja para pekerja kesehatan harus ditingkatkan untuk memperoleh kualitas yang lebih baik.

Retrospektif audit dilakukan oleh peneliti dengan cara mengaudit dokumentasi yang telah selesai ditulis oleh perawat. Dokumentasi tersebut berisi form baku yang telah dibuat oleh rumah sakit mengenai lima proses asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi (Potter & Perry, 1992) yang merupakan job spesific task proficiency perawat (Campbell, 1990 dalam Jex, 2002). Proses pendokumentasian asuhan keperawatan ini dilakukan oleh seluruh perawat baik kepala ruangan maupun perawat pelaksana yang merupakan salah satu dimensi kinerja yakni written and oral communication (Campbell, 1990 dalam Jex, 2002).


(62)

Melalui audit yang telah dilakukan penelitimenemukan bahwa perawat memiliki kinerja yang baik dalam pengkajian adalah sebanyak 42.9%, perawat melakukan pengkajian yang terkait dengan data diri pasien, riwayat penyakit sebelumnya, kondisi sosial, spiritual dan psikologis pasien dan semua data pengkajian ini diikelompokkan sesuai dengan kelompoknya masing-masing.Perawat yang memiliki kinerja yang baik dalam diagnosis dan implementasi keperawatan adalah 28.6% dan sisanya 71.4% lainnya tidak mendokumentasikan diagnosis dan implementasi dengan baik dan benar. Peneliti menemukan pendokumentasian diagnosis keperawatan tidak sesuai dengan standar diagnosis keperawatan. Lebih dari setengah (57.1%) dokumentasi diagnosis keperawatan mencerminkan diagnosis kedokteran dan bahkan ada yang tidak melakukan pendokumentasian diagnosis keperawatan padahal di tiap ruang rawat inap ada panduan dalam menegakkan diagnosis keperawatan yang benar.

Pendokumentasian implementasi keperawatan pun sangat minim, dari dokumentasi keperawatan yang ditemui hanya satu atau dua tindakan terkait pelaksanaan tanpa penjelasan keterangan waktu yang jelas dan yang memberikan tindakan pun tidak jelas.Perawat yang memiliki kinerja yang baik pada perencanaan adalah 85.7%, pada perancanaan ditemukan bahwa lebih dari setengah (71.4%) dokumentasi tidak mencerminkan adanya perencanaan perawat dalam memberikan pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarganya terkait penyakit yang dihadapi padahal form perencanaan dilengkapi dengan rencana pemberian pendidikan kesehatan. Perawat yang memiliki kinerja yang baik pada evaluasi adalah 57.1%,


(63)

kegiatan evaluasi yang tercermin terkait dengan hasil-hasil yang diperoleh setelah melakukan tindakan namun dalam evaluasi tidak tercermin dengan jelas pengevaluasian yang dilakukan.

Secara keseluruhan peneliti menemukan bahwa kinerja perawat pada kategori kurang dengan rentang nilai 1-6 adalah sebanyak 42.9% dan kinerja perawat pada kategori baik dengan rentang 7-12 adalah sebanyak 57.1%. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan secara retrospektif audit dengan melihat catatan asuhan keperawatan oleh Setz dan D’Innocenzo (2009) dan Hector (2009) yang menemukan bahwa kinerja perawat sangat rendah saat diaudit dan memerlukan perbaikan yang serius. Kinerja yang kurang baik ini dipengaruhi oleh kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh kepala ruangan dan tidak adanya sanksi yang jelas agar perawat serius dalam melakukan pendokumentasian kinerja mereka. Selain itu perawat yang dituntut untuk bertanggung jawab terhadap benar tidaknya pendokumentasian asuhan keperawatan adalah kepala ruangan sehingga perawat lain tidak memberi perhatian untuk melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan. Hal ini sejalan dengan Ehrenberg (2001) yang menemukan bahwa pencatatan yang dilakukan pada catatan asuhan keperawatan bersifat seadanya dan tidak mendalam khususnya pada pengkajian, diagnosis dan implementasi.

Hasil penelitian menemukan bahwa kinerja perawat pada ruangan ini yang didasarkan pada latar belakang diploma dan sarjana tidak menunjukan perbedaan yang signifikan. Hal ini dapat dilihat dari tidak jauhnya perbedaan persentase pencapaian kinerja perawat diploma dan sarjana. Hasil penelitian ini sejalan dengan


(1)

Hasil Analisis Data Demografi

Frequencies

Statistics

jeniskelamin

Tingkatpendidika n

N Valid 58 58

Missing 0 0

Frequency Table

Jeniskelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid laki-laki 4 6.9 6.9 6.9

wanita 54 93.1 93.1 100.0

Total 58 100.0 100.0

Tingkatpendidikan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid D3 54 93.1 93.1 93.1

S1 4 6.9 6.9 100.0


(2)

Frequencies

Statistics klasifikasi usia

N Valid 58

Missing 0

klasifikasi usia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 16 27.6 27.6 27.6

2 21 36.2 36.2 63.8

3 21 36.2 36.2 100.0

Total 58 100.0 100.0

Frequencies

Statistics kualifikasi masa kerja

N Valid 58

Missing 0

kualifikasi masa kerja

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 26 44.8 44.8 44.8

2 18 31.0 31.0 75.9


(3)

kualifikasi masa kerja

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 26 44.8 44.8 44.8

2 18 31.0 31.0 75.9

3 14 24.1 24.1 100.0

Total 58 100.0 100.0

Hasil Analisis Data

Self report questionnaire

Frequencies

Statistics kualifikasikerja

N Valid 58

Missing 0

Kualifikasikerja

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid kurang baik 6 10.3 10.3 10.3


(4)

Kualifikasikerja

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid kurang baik 6 10.3 10.3 10.3

baik 52 89.7 89.7 100.0

Total 58 100.0 100.0

Observation Checklist

Frequencies

Statistics

observation Observasikinerja

N Valid 7 7

Missing 0 0

Frequency Table

Observasikinerja

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid kurang baik 5 71.4 71.4 71.4

baik 2 28.6 28.6 100.0

Total 7 100.0 100.0


(5)

Frequencies

Statistics audit

N Valid 7

Missing 0

Audit

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid kurang baik 3 42.9 42.9 42.9

baik 4 57.1 57.1 100.0


(6)

RIWAYAT HIDUP

Nama

: Gita Elisa Berlina Ginting

Tempat Tanggal Lahir : Pematangsiantar, 05 November 1989

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Kristen Protestan

Alamat :

: Jln Jamin Ginting Gg Djuhar No.10 Padang Bulan,

Medan

Riwayat Pendidikan

1.

1996-2002 : SD Negeri 8 Kabanjahe

2.

2002-2005 : SMP Negeri 1 Kabanjahe

3.

2005-2008 : SMU Negeri 1 Kabanjahe