Manajemen Hidup Sehat

Manajemen Hidup Sehat
MOH. RIDHO HISYAM
"Wakai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar
dan shalat. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (Al Baqarah:153)
Kita sering mendengar ungkapan hadist Nabi:
"Kebersihan sebagian dari iman."
Kebersihan meliputi makanan, minuman, tempat tinggal, dsb. Ditinjau dari aspek
kesehatan, tentu jelas bahwa kebersihan juga bagian dari kesehatan, sehingga dapat
disimpulkan bahwa menjaga kesehatan termasuk sebagian dari iman. Orang yang
beriman sudah seharusnya berpola hidup sehat.
Pola hidup sehat juga merupakan implementasi dari syukur kepada Allah SWT. Orang
yang bersyukur adalah orang yang menjaga nikmat dan menggunakannnya dengan baik.
Kesehatan termasuk nikmat Allah SWT yang harus disyukuri. Menurut ilmu kesehatan
Islam, jika ingin hidup sehat, kita harus bisa menjaga pikiran agar tetap tenang, emosi
tetap stabil, kerja dan istirahat teratur makanan/minuman yang halal lagi thoyyib, juga
lingkungan yang sehat dan menyenangkan. Orang yang tidak stabil emosinya (misalnya
mudah marah dan tersinggung, terburu-buru, sedih, kuatir, egois) lebih mudah terserang
penyakit, karena daya iman tubuhnya melemah. Solusi atas penyakit emosi (bagian dari
sistem kerja saraf otak) adalah "Tenangkan pikiran". Caranya dengan sholat 5 (lima)
waktu, beserta shalat sunnahnya, tetap sabar sembari menyadari bahwa semua yang ada
(termasuk jiwa kita) adalah milik Allah dan akan kembali kepada-Nya.

Semua yang ada pada diri kita (kita biasa mengatakan milik kita) hakekatnya adalah
milik Allah yang dititipkan (diamanahkan) kepada kita. Suatu saat akan hilang, kembali
kepada-Nya. Perasaan "tidak memiliki" ini penting, karena apabila orang tidak memiliki
tentu tidak akan kehilangan. Orang yang stress ketika kehilangan sesuatu yang berharga
terjadi karena merasa memiliki, sehingga merasa kehilangan. Jadi, apabila kita ditimpa
musibah, kita harus menyadari bahwa:
1. Apabila musibah itu disebabkan oleh kelalaian/kecerobohan kita, maka kita harus
introspeksi, bertaubat untuk tidak mengulangi, sikap tetap sabar dan tenang. Jangan larut
kedalam kesedihan, jangan mengeluh kecuali kepada Allah dengan berdo'a, memohon
kebaikan dan kemudahan. Karena apabila kita sedih dan mengeluh akan mendatangkan
musibah yang kedua, berupa menurunnya kesehatan kita. Orang bilang makan: “Tidak
enak, tidur tidak nyenyak" Begitulah pentingnya sabar, membuat emosi tetap stabil,
pikiran tetap tenang.
2. Apabila musibah itu disebabkan oleh perbuatan orang lain, maka kita juga harus sabar,
tidak memaki atau mengumpat kepada orang tersebut. Justru kita harus kasihan
kepadanya dengan menasehatinya agar lain waktu tidak mengulangi perbuatannya. Jika
perlu diselesaikan melalui jalur hukum demi tegaknya supremasi hukum sehingga
mencegah dan meminimalkan tindakan merugikan/menganiaya orang lain.
Pada kasus calon jama'ah haji Indonesia yang tertunda (gagal berangkat) sebanyak 30
ribu jama'ah itu, maka sikap kita yang tidak ditimpa musibah, adalah berempati terhadap


mereka dan meringankan bebannya. Namun, apabila musibah itu justru menimpa diri
kita, ingat "Kita harus tabah, sabar, tenang, tidak perlu memaki/mengumpat siapa-siapa,
bila perlu melakukan tindakan preventif, sehingga di kemudian hari tidak terulang lagi
dengan kasus yang serupa. Misalnya dengan menata kembali manajemen urusan haji,
termasuk pemberian kewenangan yang terlalu besar kepada Menteri Agama, sehingga
mengakibatkan "kecerobohan" yaitu menjanjikan memberi kuota tambahan yang
sesungguhnya tidak dimilikinya."
Marilah kita mengambil pelajaran (hikmah) dari setiap musibah yang menimpa kita atau
orang lain. Dengan sabar dan syukur kita akan hidup sehat. Rasullullah saw bersabda:
“Sebaik-baik kamu adalah orang yang panjang umurnya dan baik amalnya”.
Menjaga kesehatan termasuk upaya memperpanjang umur.
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 04 2004