IRM PERLU DIREAKTUALISASI
IRM PERLU DIREAKTUALISASI
Menjelang muktamar Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM) bulan Oktober
ini, ada banyak usulan untuk meninjau kembali peran dan fungsi IRM saat ini.
Persoalan yang dihadapi remaja saat ini, menurut pandangan sebagian pihak sudah
terlalu komplek. Apakah IRM mampu untuk mengatasinya. Dalam arti memberikan
motivasi dan dedikasi kepada para remaja untuk tidak terlalu terlibat dalam berbagai
persoalan yang ada. Anggota IRM yang notabene adalah para pelajar dan mayoritas
adalah siswa-siswa sekolah Muhammadiyah memang dibebani dengan tugas yang
cukup berat. Terutama dalam pembinaannya. Hal diatas diakui Alfia Nuriska, Ketua
PD IRM Kota Yogyakarta. Menurutnya, bahwa IRM salah satu organisasi yang
bergerak dalam bidang keremajaan. Dalam hal ini wilayahnya adalah pelajar, baik
SMP dan SMU serta sebagian mahasiswa, terutama di tingkat pimpinan.
Dalam hal kegiatan, ujar Alfia, paling Tidak IRM mencoba untuk memberikan
jawaban-jawaban terhadap persoalan keremajaan, baik yang bersifat lokal (daerah)
maupun nasional. IRM mempunyai tujuan, terbentuknya remaja muslim yang
berakhlak mulia dan berilmu dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi nilainilai ajaran Islam. Ada beberapa sasaran yang menjadi obyek IRM, yaitu, pertama,
anggota IRM termasuk pimpinan secara struktural agar semua mempunyai kualitas
akhlak (moral) dengan disemangati nilai-nilai religius (Keagamaan). Kedua,
disamping itu diupayakan bagaimana remaja harus mempunyai kemampuan
intelektualitas (berilmu). Dua hal inilah yang dicoba IRM bagaimana
mengaktualisasikannya dalam kehidupan sekarang secara konkrit. Penafsiran tujuan
diatas dilakukan dengan menyusun program-program yang bernuansa dan berdimensi
moral yang diimbangi dengan keilmuan. Kedua-duanya harus seimbang.
Sebab, ujar Alfia Nuriska, moral saja tanpa ilmu, kurang. Sebaliknya ilmu
tanpa moral akan jadi kering. Kemudian bagaimana mengkampanyekan dan
mensosialisasikan bahwa IRM sebagai salah satu kelompok remaja yang peduli
terhadap persoalan-persoalan kekinian dengan memberikan advokasi anti kekerasan.
Anti kekerasan dimaksud yaitu, tidak hanya kekerasan fisik, tapi juga anti kekerasan
mental. Dalam hal ini IRM mengadakan kerjasama dengan Asia Foundation, dengan
menerbitkan buletin anti kekerasan.
Problem remaja saat ini diakui pula oleh Munir Mulkhan, beliau memandang
bahwa remaja selalu menjadi bagian besar dari masyarakat. Kalau kemudian remaja
dilukiskan mereka yang sudah lulus SD hingga mahasiswa, jumlahnya besar sekali.
Dan itu, juga kemudian menjadi cermin dari pendidikan. Saya kira, ujar Munir
Mulkhan, para remaja harus mengembangkan proses-proses pembelajaran diri. Tapi,
itu sesungguhnya terlalu idealistik. Bagaimana mereka lewat organisasi-organisasi
moralis yang non politik, seperti IRM dan IPNU bisa mernacang betul programprogramnya sebagai antisipasi terhadap perkembangan. Jadi, itu harus menjadi bahan
kajian betul. Jangan kemudian seperti sekrang ini organisasi-organisasi remaja bukan
hanya mengalami euforia, tapi sejak dulu menjadi kaki tangan politik yang kemudian
kerjanya hanya kerja ad hoc. Tidak punya konsep jauh ke depan.
Sayangnya, ujar Munir Mulkhan, pendidikan kita tidak memberi ruang untuk
itu. Pendidikan kita top down. “Oleh karena itu, saya tidak setuju model pendidikan
transfer knowledge, transfer for you. Anak-anak itu sendiri yang menyadari nilai-nilai.
Sehingga kemudian, dia dalam bahasa Jawa dikatakan “handarbeni”. Itu bagian dari
konstruksi nilai yang dia (remaja) buat sendiri. Dari situ, kita bisa menuntut, bahwa
remaja harus menyadari tentang peran di masa depan. Bahwa nasibnya di masa depan
sangat ditentukan oleh bagaimana dia bersikap sekarang.” ujar dosen IAIN
Sunankalijaga Yogyakarta ini.
Senada dengan pandangan di atas, Sri Rahmadhani, S.Pd konsultan Citra
Remaja Mandiri Medan, mengatakan, antisipasi yang harus dilakukan adalah
penanaman nilai-nilai spiritualitas yang tinggi dalam keluarga dan masyarakat.
Membangun kemitraan yang prima antar keluarga. Membatasai peredaran narkoba
dan jenis-jenis maksiat lainnya. Sembari itu, lanjutnya, tegaknya hukum dan tata nilai
di masyarakat. Ini juga sangat idealis rasanya. Namun harus dilakukan. Sembari anak
remaja kita diarahkan bergaul dan berorganisasi yang mananamkan nilai-nilai religi
yang tinggi.
Bagaimana IRM ke depan?
Dengan kondisi seperti sekarang ini bagaimana IRM ke depan? Sebuah
pertanyaan yang sederhana tapi ---mungkin--- sulit untuk menjawabnya. Namun
bagaimanapun juga menurut pandangan beberapa mantan tokoh IRM, bahwa
keberadaan IRM masih diperlukan. Namun ---mungkin--- format atau bentuknya yang
perlu ditinjau kembali. Walaupun seperti yang dikatakan oleh Eko Wijoyono,
Koordinator Bidang Organisasi PP IRM bahwa, sekarang ini di IRM ada perubahan
yang cukup mendasar, yakni adanya perubahan pada ideologi gerakannya. Gerakan
IRM, menurutnya, diarahkan pada gerakan kritis terhadap semua persoalan-persoalan
yang menyangkut pelajar dan remaja serta keumatan dan kebangsaan.
Khusus mengenai persoalan pelajar dan remaja menurut Eko, kita kritisi agar
persoalan tersebut bisa dicarikan solusinya, yakni masalah pelajar dan remaja bisa
memecahkan persoalannya sendiri, disamping itu juga ikut aktif berpartisipasi dalam
memecahkan berbagai persoalan umat dan bangsa. Kemudian IRM ke depan ada
evaluasi program-program yang menyangkut kepelajaran dan keremajaan (khusus
pelajar dan remaja). Dalam hal ini, lanjut Eko, IRM akan bekerjasama dengan
lembaga-lembaga donor secara institusional dan bekerjasama dengan berbagai LSM.
Kemudian secara internal IRM akan membenahi kedalam dan membangun
infrastruktur organisasi dalam rangka menguatkan ideologi gerakannya. Disamping
memperkuat infrastruktur juga membangun jargon yang mantap, serta membangun
pola pengkaderan yang sistematis dari tingkat Pimpinan Pusat, Wilayah, Daerah,
Cabang dan Ranting-ranting IRM seluruh Indonesia sebagai basis gerakan. Untuk
mendukung usaha di atas, menurut Eko, sekarang ini IRM telah memiliki sistem
pengkaderan IRM (SPI). Salah satu rumusan yang strategis dalam SPI tersebut adalah
adanya arah analisis sosial (Ansos) di mana IRM akan membuat jaringan dengan
berbagai ormas pelajar dan LSM. Karena IRM tidak bisa gerak sendiri tanpa
membangun sebuah jaringan yang luas dengan lembaga dan ormas pelajar. Bahkan
IRM juga akan bekerjasama dengan lembaga donor seperti Ford Foundation, Asia
Faoundation, UNICEF dan UNDP dalam rangka menunjang aktivitas gerakannya.
Masa depan IRM dalam pandangan Ketua Bidang Organisasi PD IRM Kota
Yogyakarta, Muhammadiyah Mudzakir, nampaknya tetap eksis. Walaupun hal ini
akan sangat dipengaruhi oleh sistem perkaderan, baik itu yang ada dalam sistem
perkaderan Muhammadiyah maupun pada IRM itu sendiri. Sebab, menurut beliau,
IRM itu kan bagaimanapoun sangat tergantung oleh perkembangan induk
organisasinya, yaitu dalam hal amal usaha Muhammadiyah. Khususnya dalam bidang
pendidikan. Di mana lembaga pendidikan inilah yang begitu sangat variabel dalam
menentukan masa depan IRM disamping juga akan dipengaruhi oleh sistem
perkaderan IRM itu sendiri.
Demikian pula Drs. Zulkarnain M Noor, SH, mantan Ketua Umum PW IPM
Sumatra Utara, melihat bahwa IRM saat ini masih cukup dinamis. Mereka cukup
cekatan. Kegiatannya sangat mumpuni. Banyak program baru yang mereka
munculkan. Beliau mencontohkan adanya kegiatan kampanye anti kekerasan,
membina kreativitas remaja dengan berbagai program pelatihan, lomba dan
sejenisnya. IRM sarat dengan pembinaan ima, ilmu dan amal bagi kaum remaja.
Kalau saja ada kekurangan barangklai sebatas konsolidasi menyeluruh yang belum
tuntas. Banyak daerah atau cabang juga sekolah yang hidup segan mati tak mau. Tapi
itu secara nasional dan wilayah IRM cukup menggembirakan.
Namun demikian, agar IRM lebih eksis lagi ke depan, Zulkarnain M Noor,
menyarankan agar kader IRM agak serius lahir batin, siap menghadapi tantangan dan
siap kapan saja tidak mengenal waktu siang atau malam. Melakukan konsolidasi
menyeluruh sampai ke tingkat akar rumput yakni sekolah-sekolah Muhammadiyah
dan non-Muhammadiyah. Membangun kemitraan dengan organisasi remaja lain.
Ada juga yang berpendapat dan berpandangan bahwa IRM perlu
direaktualisasi. “Momen reaktualisasi fungsi IRM, memang perlu untuk disegerakan.”
Ujar Syahrir Wahab, mantan ketua IRM Sulawesi Selatan periode 1998 – 2000.
Karena menurut beliau, alam IRM ini merupakan suatu alam yang kondisinya perlu
untuk dicermati lebih jauh lagi. Terutama dalam menghadapi dampak negatif yang
terjadi dalam pergaulan remaja. Namun demikian, ujar beliau, tentunya reaktualisasi
itu disesuaikan dengan pendekatan doktrin Muhammadiyah dan pendekatan spiritual.
Sehingga berbagai macam pengaruh itu bisa dicegah dengan aktifitas organisasi
secara baik dan terorganisir.
Bahkan menurut Mahmud Nuhung, SE, MA mantan ketua IPM, bahwa saat ini
IRM telah kehilangan identitas. Mengapa? Karena dalam pandangan beliau, IRM
lebih banyak aktifitas politiknya daripada akrifitas kepelajarannya. “Jadi, saya melihat
bahwa IRM terlalu bebas dalam aktifitas di masyarakat. Sehingga dia tidak lagi
seperti aslinya. Tetapi identik dengan gerakan Lembaga Swadaya Masyarakat, yang
bergerak pada gerakan-gerakan sosial. Padahal kita ketahui bahwa IRM itu kan, ortom
Muhammadiyah pada bidang pelajar. Bukan semata-meta berbasis pada masyarakat,
tetapi berbasis sekolah. Nah!
Melihat perkembangan yang terjadi selama ini, memang ada usulan dan
harapan dari sementara pihak, agar nama IRM dikembalikan lagi ke IPM sebagaimana
awalnya. Mengapa? Karena menurut H. Muhammad Ramli Haba, SH yang juga
mantan Ketua IPM Sulawesi Selatan tahun 1980-an, karena ketika IPM dulu
karakternya jauh lebih baik dibandingkan dengan saat ini. Baik dari segi
pengkaderannya lebih jelas arahnya sebagai kader persyarikatan. Kalau kita melihat
kurikulumnya (maksudnya kurikulum perkaderan IRM) berbanding 70% Al-Islan dan
kemuhammadiyahan, 30% umum. Sehingga terlihat bentuk kader yang militan
berbasis agama.
Sedang saat ini, menurut Ramli Haba, pengkaderan IRM kelihatannya terbalik,
Al-Islan dan Kemuhammadiyahan hanya 30% sedang umum 70%. Sehingga yang
terlihat di lapangan, kader-kader IRM, tidak terpola dengan baik, artinya adik-adik
kita IRM ini, lebih banyak bentuk aktifitasnya yang mengarah pada sosial, politik,
ekonomi dan advokasi di masyarakat. Tentunya hal seperti itu enggak usah di pikirkan
oleh para remaja itu. Karena hal tersebut merupakan program IMM dan Pemuda
Muhammadiyah. “Kembalikan ke jalan yang lurus, urusi basis anda sebagai seorang
pelajar.” Ujar Ramli Haba secara tegas. Mungkinkah? Wallahu’alam. (im, hus, hos,
iw, ton)
Sumber: SM-19-2002
Menjelang muktamar Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM) bulan Oktober
ini, ada banyak usulan untuk meninjau kembali peran dan fungsi IRM saat ini.
Persoalan yang dihadapi remaja saat ini, menurut pandangan sebagian pihak sudah
terlalu komplek. Apakah IRM mampu untuk mengatasinya. Dalam arti memberikan
motivasi dan dedikasi kepada para remaja untuk tidak terlalu terlibat dalam berbagai
persoalan yang ada. Anggota IRM yang notabene adalah para pelajar dan mayoritas
adalah siswa-siswa sekolah Muhammadiyah memang dibebani dengan tugas yang
cukup berat. Terutama dalam pembinaannya. Hal diatas diakui Alfia Nuriska, Ketua
PD IRM Kota Yogyakarta. Menurutnya, bahwa IRM salah satu organisasi yang
bergerak dalam bidang keremajaan. Dalam hal ini wilayahnya adalah pelajar, baik
SMP dan SMU serta sebagian mahasiswa, terutama di tingkat pimpinan.
Dalam hal kegiatan, ujar Alfia, paling Tidak IRM mencoba untuk memberikan
jawaban-jawaban terhadap persoalan keremajaan, baik yang bersifat lokal (daerah)
maupun nasional. IRM mempunyai tujuan, terbentuknya remaja muslim yang
berakhlak mulia dan berilmu dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi nilainilai ajaran Islam. Ada beberapa sasaran yang menjadi obyek IRM, yaitu, pertama,
anggota IRM termasuk pimpinan secara struktural agar semua mempunyai kualitas
akhlak (moral) dengan disemangati nilai-nilai religius (Keagamaan). Kedua,
disamping itu diupayakan bagaimana remaja harus mempunyai kemampuan
intelektualitas (berilmu). Dua hal inilah yang dicoba IRM bagaimana
mengaktualisasikannya dalam kehidupan sekarang secara konkrit. Penafsiran tujuan
diatas dilakukan dengan menyusun program-program yang bernuansa dan berdimensi
moral yang diimbangi dengan keilmuan. Kedua-duanya harus seimbang.
Sebab, ujar Alfia Nuriska, moral saja tanpa ilmu, kurang. Sebaliknya ilmu
tanpa moral akan jadi kering. Kemudian bagaimana mengkampanyekan dan
mensosialisasikan bahwa IRM sebagai salah satu kelompok remaja yang peduli
terhadap persoalan-persoalan kekinian dengan memberikan advokasi anti kekerasan.
Anti kekerasan dimaksud yaitu, tidak hanya kekerasan fisik, tapi juga anti kekerasan
mental. Dalam hal ini IRM mengadakan kerjasama dengan Asia Foundation, dengan
menerbitkan buletin anti kekerasan.
Problem remaja saat ini diakui pula oleh Munir Mulkhan, beliau memandang
bahwa remaja selalu menjadi bagian besar dari masyarakat. Kalau kemudian remaja
dilukiskan mereka yang sudah lulus SD hingga mahasiswa, jumlahnya besar sekali.
Dan itu, juga kemudian menjadi cermin dari pendidikan. Saya kira, ujar Munir
Mulkhan, para remaja harus mengembangkan proses-proses pembelajaran diri. Tapi,
itu sesungguhnya terlalu idealistik. Bagaimana mereka lewat organisasi-organisasi
moralis yang non politik, seperti IRM dan IPNU bisa mernacang betul programprogramnya sebagai antisipasi terhadap perkembangan. Jadi, itu harus menjadi bahan
kajian betul. Jangan kemudian seperti sekrang ini organisasi-organisasi remaja bukan
hanya mengalami euforia, tapi sejak dulu menjadi kaki tangan politik yang kemudian
kerjanya hanya kerja ad hoc. Tidak punya konsep jauh ke depan.
Sayangnya, ujar Munir Mulkhan, pendidikan kita tidak memberi ruang untuk
itu. Pendidikan kita top down. “Oleh karena itu, saya tidak setuju model pendidikan
transfer knowledge, transfer for you. Anak-anak itu sendiri yang menyadari nilai-nilai.
Sehingga kemudian, dia dalam bahasa Jawa dikatakan “handarbeni”. Itu bagian dari
konstruksi nilai yang dia (remaja) buat sendiri. Dari situ, kita bisa menuntut, bahwa
remaja harus menyadari tentang peran di masa depan. Bahwa nasibnya di masa depan
sangat ditentukan oleh bagaimana dia bersikap sekarang.” ujar dosen IAIN
Sunankalijaga Yogyakarta ini.
Senada dengan pandangan di atas, Sri Rahmadhani, S.Pd konsultan Citra
Remaja Mandiri Medan, mengatakan, antisipasi yang harus dilakukan adalah
penanaman nilai-nilai spiritualitas yang tinggi dalam keluarga dan masyarakat.
Membangun kemitraan yang prima antar keluarga. Membatasai peredaran narkoba
dan jenis-jenis maksiat lainnya. Sembari itu, lanjutnya, tegaknya hukum dan tata nilai
di masyarakat. Ini juga sangat idealis rasanya. Namun harus dilakukan. Sembari anak
remaja kita diarahkan bergaul dan berorganisasi yang mananamkan nilai-nilai religi
yang tinggi.
Bagaimana IRM ke depan?
Dengan kondisi seperti sekarang ini bagaimana IRM ke depan? Sebuah
pertanyaan yang sederhana tapi ---mungkin--- sulit untuk menjawabnya. Namun
bagaimanapun juga menurut pandangan beberapa mantan tokoh IRM, bahwa
keberadaan IRM masih diperlukan. Namun ---mungkin--- format atau bentuknya yang
perlu ditinjau kembali. Walaupun seperti yang dikatakan oleh Eko Wijoyono,
Koordinator Bidang Organisasi PP IRM bahwa, sekarang ini di IRM ada perubahan
yang cukup mendasar, yakni adanya perubahan pada ideologi gerakannya. Gerakan
IRM, menurutnya, diarahkan pada gerakan kritis terhadap semua persoalan-persoalan
yang menyangkut pelajar dan remaja serta keumatan dan kebangsaan.
Khusus mengenai persoalan pelajar dan remaja menurut Eko, kita kritisi agar
persoalan tersebut bisa dicarikan solusinya, yakni masalah pelajar dan remaja bisa
memecahkan persoalannya sendiri, disamping itu juga ikut aktif berpartisipasi dalam
memecahkan berbagai persoalan umat dan bangsa. Kemudian IRM ke depan ada
evaluasi program-program yang menyangkut kepelajaran dan keremajaan (khusus
pelajar dan remaja). Dalam hal ini, lanjut Eko, IRM akan bekerjasama dengan
lembaga-lembaga donor secara institusional dan bekerjasama dengan berbagai LSM.
Kemudian secara internal IRM akan membenahi kedalam dan membangun
infrastruktur organisasi dalam rangka menguatkan ideologi gerakannya. Disamping
memperkuat infrastruktur juga membangun jargon yang mantap, serta membangun
pola pengkaderan yang sistematis dari tingkat Pimpinan Pusat, Wilayah, Daerah,
Cabang dan Ranting-ranting IRM seluruh Indonesia sebagai basis gerakan. Untuk
mendukung usaha di atas, menurut Eko, sekarang ini IRM telah memiliki sistem
pengkaderan IRM (SPI). Salah satu rumusan yang strategis dalam SPI tersebut adalah
adanya arah analisis sosial (Ansos) di mana IRM akan membuat jaringan dengan
berbagai ormas pelajar dan LSM. Karena IRM tidak bisa gerak sendiri tanpa
membangun sebuah jaringan yang luas dengan lembaga dan ormas pelajar. Bahkan
IRM juga akan bekerjasama dengan lembaga donor seperti Ford Foundation, Asia
Faoundation, UNICEF dan UNDP dalam rangka menunjang aktivitas gerakannya.
Masa depan IRM dalam pandangan Ketua Bidang Organisasi PD IRM Kota
Yogyakarta, Muhammadiyah Mudzakir, nampaknya tetap eksis. Walaupun hal ini
akan sangat dipengaruhi oleh sistem perkaderan, baik itu yang ada dalam sistem
perkaderan Muhammadiyah maupun pada IRM itu sendiri. Sebab, menurut beliau,
IRM itu kan bagaimanapoun sangat tergantung oleh perkembangan induk
organisasinya, yaitu dalam hal amal usaha Muhammadiyah. Khususnya dalam bidang
pendidikan. Di mana lembaga pendidikan inilah yang begitu sangat variabel dalam
menentukan masa depan IRM disamping juga akan dipengaruhi oleh sistem
perkaderan IRM itu sendiri.
Demikian pula Drs. Zulkarnain M Noor, SH, mantan Ketua Umum PW IPM
Sumatra Utara, melihat bahwa IRM saat ini masih cukup dinamis. Mereka cukup
cekatan. Kegiatannya sangat mumpuni. Banyak program baru yang mereka
munculkan. Beliau mencontohkan adanya kegiatan kampanye anti kekerasan,
membina kreativitas remaja dengan berbagai program pelatihan, lomba dan
sejenisnya. IRM sarat dengan pembinaan ima, ilmu dan amal bagi kaum remaja.
Kalau saja ada kekurangan barangklai sebatas konsolidasi menyeluruh yang belum
tuntas. Banyak daerah atau cabang juga sekolah yang hidup segan mati tak mau. Tapi
itu secara nasional dan wilayah IRM cukup menggembirakan.
Namun demikian, agar IRM lebih eksis lagi ke depan, Zulkarnain M Noor,
menyarankan agar kader IRM agak serius lahir batin, siap menghadapi tantangan dan
siap kapan saja tidak mengenal waktu siang atau malam. Melakukan konsolidasi
menyeluruh sampai ke tingkat akar rumput yakni sekolah-sekolah Muhammadiyah
dan non-Muhammadiyah. Membangun kemitraan dengan organisasi remaja lain.
Ada juga yang berpendapat dan berpandangan bahwa IRM perlu
direaktualisasi. “Momen reaktualisasi fungsi IRM, memang perlu untuk disegerakan.”
Ujar Syahrir Wahab, mantan ketua IRM Sulawesi Selatan periode 1998 – 2000.
Karena menurut beliau, alam IRM ini merupakan suatu alam yang kondisinya perlu
untuk dicermati lebih jauh lagi. Terutama dalam menghadapi dampak negatif yang
terjadi dalam pergaulan remaja. Namun demikian, ujar beliau, tentunya reaktualisasi
itu disesuaikan dengan pendekatan doktrin Muhammadiyah dan pendekatan spiritual.
Sehingga berbagai macam pengaruh itu bisa dicegah dengan aktifitas organisasi
secara baik dan terorganisir.
Bahkan menurut Mahmud Nuhung, SE, MA mantan ketua IPM, bahwa saat ini
IRM telah kehilangan identitas. Mengapa? Karena dalam pandangan beliau, IRM
lebih banyak aktifitas politiknya daripada akrifitas kepelajarannya. “Jadi, saya melihat
bahwa IRM terlalu bebas dalam aktifitas di masyarakat. Sehingga dia tidak lagi
seperti aslinya. Tetapi identik dengan gerakan Lembaga Swadaya Masyarakat, yang
bergerak pada gerakan-gerakan sosial. Padahal kita ketahui bahwa IRM itu kan, ortom
Muhammadiyah pada bidang pelajar. Bukan semata-meta berbasis pada masyarakat,
tetapi berbasis sekolah. Nah!
Melihat perkembangan yang terjadi selama ini, memang ada usulan dan
harapan dari sementara pihak, agar nama IRM dikembalikan lagi ke IPM sebagaimana
awalnya. Mengapa? Karena menurut H. Muhammad Ramli Haba, SH yang juga
mantan Ketua IPM Sulawesi Selatan tahun 1980-an, karena ketika IPM dulu
karakternya jauh lebih baik dibandingkan dengan saat ini. Baik dari segi
pengkaderannya lebih jelas arahnya sebagai kader persyarikatan. Kalau kita melihat
kurikulumnya (maksudnya kurikulum perkaderan IRM) berbanding 70% Al-Islan dan
kemuhammadiyahan, 30% umum. Sehingga terlihat bentuk kader yang militan
berbasis agama.
Sedang saat ini, menurut Ramli Haba, pengkaderan IRM kelihatannya terbalik,
Al-Islan dan Kemuhammadiyahan hanya 30% sedang umum 70%. Sehingga yang
terlihat di lapangan, kader-kader IRM, tidak terpola dengan baik, artinya adik-adik
kita IRM ini, lebih banyak bentuk aktifitasnya yang mengarah pada sosial, politik,
ekonomi dan advokasi di masyarakat. Tentunya hal seperti itu enggak usah di pikirkan
oleh para remaja itu. Karena hal tersebut merupakan program IMM dan Pemuda
Muhammadiyah. “Kembalikan ke jalan yang lurus, urusi basis anda sebagai seorang
pelajar.” Ujar Ramli Haba secara tegas. Mungkinkah? Wallahu’alam. (im, hus, hos,
iw, ton)
Sumber: SM-19-2002