POLITIK INDONESIA MENJADI TANGGUNGJAWAB MUHAMMADIYAH
Emha Ainun Nadjib
POLITIK INDONESIA MENJADI TANGGUNGJAWAB MUHAMMADIYAH
Bangsa Indonesia ini menghadapi masalah besar. Termasuk masalah politik nasional. Dalam hal
ini politik nasional Indonesia merupakan tanggungjawab Muhammadiyah untuk ikut
merembugnya. Mengapa? Berikut kita ikuti wawancara Ton Martono dari SM dengan
budayawan yang lahir dari keluarga Muhammadiyah Jombang, Emha Ainun Nadjib, di rumahnya
Yogyakarta belum lama.
Dari perjalanan Anda bersilaturahmi dengan berbagai kalangan, apa sesungguhnya yang menjadi
keinginan masyarakat terhadap masa depan Indonesia?
Hampir semua masyarakat menginginkan Indonesia ini segera keluar dari krisis dan segera ada
penggantian kepemimpinan nasional. Saya kira kita harus segera mengerucut, harus jelas dalam
melakukan identifikasi masalah yang kita hadapi. Disini fungsi saya selama ini adalah
menemani berfikir obyektif, berfikir jernih dan berfikir matang. Siapapun Anda, silakan di PAN
di PKB di PKS tetapi kita harus berfikir Islam dan berfikir tentang Indonesia. Jadi semua harus
berfikir tentang masa depan bangsa Indonesia ini sesuai dengan keinginan masyarakat
Sepanjang yang Anda dengar dan rasakan, apa sesungguhnya yang diinginkan oleh umat Islam
Indonesia terutama pada masalah perpolitikan nasional?
Umat Islam itu penginnya ingin menjadi satu. Maka ketika saya mengisi pengajian saya
mengundang dari berbagai partai politik, agar mereka semua melebur, ada yang di PKB, PAN,
PKS, PPP dan lain-lain. Lepas dari perdebatan apakah PAN itu partai umum atau partai Islam
pokoknya melebur jadi satu. Umat Islam itu asal diberikan contoh oleh Bapak-bapaknya, mesti
mereka menurut. Misalnya setelah ada pemilihan anggota legislatif dulu kan ada koalisi bersih
yang di situ ada Pak Amien ada Gus Dur ada Cak Nur dan lain-lain. Reaksi mereka sangat
positif, lho mbok kemarin-kemarin, kalau dua hari saja sebelum Pemilu Pak Amien dengn Gus
Dur itu berangkulan bareng di TV , umat mesti menang La kok sekarang setelah ada mapping
politik yang kurang menguntungkan dari parpol mereka baru akan gandengan, itupun setelah
gagal gandengan kemudian tidak gandengan lagi. Kenapa sampai kalah? Kalau para pemimpin
itu punya kelegaan hati dan memiliki rencana bareng, memiliki perjanjian-perjanjian tertentu
atau perjanjian terbatas dan tawar-menawar menuju kesepakatanyang juga rasional, itu sudah
cukup. Tidak benar-benar bersatu dalam arti sama segala sesuatunya. Tapi kan umat akan
memilih mereka, baik atau buruk itu sudah maksimal. Jadi umat tidak terbagi-bagi, satu ke Gus
Dur satu ke Amien atau tidak kedua-duanya. Mungkin ke PDIP atau ke Golkar yang itu
jumlahnya lebih banyak daripada yang kedua itu.
Melihat fenomena tersebut sesungguhnya posisi umat Islam Indonesia itu bagaimana? Sebagai
obyek atau sebagai subyek?
Saya kira ada segmen atau level dimana umat masih bisa menentukan ada level dimana mereka
ditentukan.. Tapi saya kira umat kita itu sudah siap hadir sebagai subyek, hanya yang lemah
adalah para pimpinannya. Pimpinan Pusat dan Pimpinan Lokalnya. Nah karena pimpinan Pusat
ini tidak sanggup melakukan dialektika, dialektikan vertikal dengan umatnya dan tidak ada
kohesi aspiratif, maka langkah-langkah mereka itu adalah langkah-langkah yang tidak
merangkum. Ibarat drama, mereka tidak memproyeksi ke semua gedung suaranya itu, maka
hanya gema-gemanya saja yang sampai ke bawah yang ini mudah ditunggangi oleh pimpinanpimpinan lokal.
Muhammadiyah sekarang ini sedang bereksperimen secara politik, yakni mendukung Amien
Rais sebagai calon Presiden, apa maknanya?
Kalau saya jadi orang Muhammadiyah, saya akan mengambil pendapat bahwa politik Indonesia
atau politik umat Islam adalah bagian dari tanggungjawab Muhammadiyah, apalagi politik, tahi
wedus itu juga tanggungjawabmu, yang harus kamu urusi.Udkhulufissilmi kaffah. Gitu.
Jadi kalau saya jadi orang Muhammadiyah, Muhammadiyah itu tetap ormas tetapi dia boleh dan
sebaiknya bisa membidani politik, yang diberikan panduan-panduan yang tingkat
kenegarawannya ada di Muhammadiyah. Jadi rokhaninya itu ada di Muhammadiyah, Majelis
Tarjih, Majelis Hikmah dan majelis lain yang di dalamnya harus memiliki fatwa-fatwa dan
panduan politik. Politik ini bukan barang kotor, politik ini seperti api dan api itu jangan dibuang
tetapi harus dikendalikan. Jangan tanggung-tanggung. Rosulullah tidak hanya pintar dalam
berpolitik tetapi Rosulullah itu juga panglima perang dan lebih dari separo peperangan yang dia
pimpin langsung. Jadi politik itu memang merupakan tangggungjawab dunia akhirat nya
Muhammadiyah.
Jadi saya kira Muhammadiyah harus bikin partai politik namanya apa terserah dan harus selalu
diawasi dengan aturan main yang ketat. Jadi seperti berumah tangga anak saya dodolan apa, tapi
saya tidak ikut-ikutan tetapi harus memberikan dukungan dan tanggungjawab apa yang
dilakukan oleh anak saya, jadi kalau saya berpendapat Muhammadiyah harus lebih dari itu. Jadi
memang harus begitu, tinimbang pura-pura tidak mau tetapi bernafsu, kan malah tidak baik.
Apa sebab? Karena wacana kita ini masih selalu terganggu oleh pola sekularisme, dan rasa
terganggu oleh rasa tidak jenak kalau agama dan politik itu selalu dipersentuhkan. Karena dalam
sekularisme harus ada pemisahan antara agama dengan politik, lalu kenapa para intelektual
Muhammadiyah bisa terkontaminasi oleh sekularisme itu? Di dalam Islam semua kan included ,
wong kalau anda ditanya Nabi Musa itu itu sipil atau militer, nabi Musa itu militer sekali dan
semua sahabat nabi militer, jangankan Umar bin Khotob dan Khalid bin Walid, Abu Bakar,
Umar, Usman dan Sayidina Ali semua militer. Jadi sekarang yang harus kita olah apa, yakni apa
yang dimaksud dengan militer. Setiap manusia adalah militer ketika dia dibutuhkan untuk
membela diri. Arek-arek Suroboyo letika 10 Nopember dia militer karena sedang dibutuhkan
untuk membela diri dari serangan musuh. Kalau tidak jadi militer nggak mungkin Indonesia jadi
negara. Jadi sayangnya setiap kali kita ini terjebak dalam idiom-idiom, isu-isu tetapi kita tidak
pernah memperdalam dan melakukan kontekstualisasi yang jernih, termasuk politik. Saya ini
juga berpolitik, cuma tidak berpolitik kekuasaan, politik saya adalah politik kesadaran rakyat.
Jadi yang saya lakukan adalah pendidikan politik murni untuk rakyat, saya tidak membawa misi
pribadi dan misi golongan apapun. Yang saya lakukan adalah memandu masyarakat untuk tradisi
berfikir agar memahami dirinya sebagai warganegara. Jadi saran saya untuk Muhammadiyah
harus resmi membuat parpol, tapi dipandu betul dan diawasi betul dengan fatwa. Jadi
Muhammadiyah punya kekuatan fatwa, punya kekuatan hak veto terhadap parpol yang
dibikinnya. Daripada rikuh dan seneng ra seneng ning gandeng tekan wayahe lagi gawe fatwa
monggo pak Amien Rais, itu nggak bener. Jadi sekarang harus kita tegaskan bahwa
Muhammdaiyah itu memiliki kewajiban untuk membuat parpol dan itu merupakan tanggung
jawab Muhammadiyah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Lalu apa yang harus dilakukan oleh Muhammadiyah jika Amien Rais terpilih jadi Presiden, dan
manakala tidak terpilih Muhammadiyah sebaiknya harus melakukan apa?
Kalau menurut saya sekarang ini sudah mepet waktunya untuk melakukan sidang pleno lagi di
PP Muhammadiyah untuk melakukan rekapitulasi politik, keagamaan, kebudayaan dan sosial
kemasyarakatan agar bisa dirumuskan dan diantisipasi masalah-masalah yang akan dimunculkan
jadi ataupun tidak jadi. Jadi harus ada gambaran yang jelas dan dibuat matrikulasi, karena selama
ini tanggungjawab Muhammadiyah. Perjalanan hati dan fikiran serta kakinya umat ini kan
menurut saya sangat keteteran, karena nomor satu tidak mempunyai dialektika dan tidak peka
terhadap situasi dan kondisi bangsa sekarang ini. Karena mereka tidak diberi panduan. Orang
sekarang kan tidak tahu kapan menangis dan kapan tertawa. Orang sekarang tidak mengerti
kapan bangga dan kapan harus malu. PP Muhammadiyah wajib hukumnya untuk memberi
wacana tersebut. Ibarat ada orang buta anda harus mampu memberikan cahaya, ibarat ada orang
tuli anda harus mampu menyambung gendang telinganya. Wong saiki wis podo bingung kabeh
sesuk nek Pak Amien dadi Presiden ki apik opo elek, wong bingung kabeh, begitu juga untuk
Muhammadiyah itu bagus atau jelek masih bingung, makanya kalau saya, saya sekarang bikin
mapping
.Jadi saya melakukan mapping mengenai capres dan mapping mengenai posisi pak Amien
dimana dari segala sudut kecapresan, dan kalau ada yang tanya pada saya, saya kasih tahu, kalau
tim suksesnya pak Amien tanya pada saya akan saya kasih tahu posisi pak Amin harus berada
dimana. Tapi kan sayang nya saya ini orang yang tidak dihitung dan tidak diperhitungkan, tidak
dibutuhkan dan tidak dikarohke. Kalaupun sekarang ini orang membutuhkan saya, pada
kebutuhan yang tidak tepat. Misalnya aku ini ban mobil ning ming dinggo nglangi, opo mung
diguntingi bane nggo kerekan timbo utawo dinggo gawe sandal.Artinya orang tidak pernah
punya akurasi menempatkan diri saya dalam peran-peran untuk mereka. Saya tidak menyesal
dengan itu semua tapi kan jadinya kurang efektif.
Apa harapan anda terhadap kalangan Angkatan Muda Muhammadiyah yang besar ini dalam
menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara?
AMM memiliki tanggungjawab politik. Lebih baik langsung bekerja saja sesuai dengan
profesionalisasi masing-masing dan sesuai dengan peran. Peran yang saya maksud adalah orang
menghadapi pemilu 2004 itu kalau dalam saran saya cukup 30 persen saja dan jangan
dimasukkan dalam hati terlalu dalam, sebab sekarang periode nguwot (meniti). Periode
mengantarkan bukan periode mengukuhkan. Setiap calon Presiden yang sadar akan hal itu
mereka akan nguwot dan bisa jadi, tapi kalau mereka tidak memiliki kesadaran itu maka mereka
akan jatuh di tengah jalan. Kowe ki lagi nyekel tangane wong okeh, nak kowe dewe ki langsung
lungguh lan sibuk macem-macem malah iso kepleset dewekan. Jadi cukup 30 persen saja , yang
70 persen itu untuk merapatkan, merundingkan men set-up dan memprediksi pasca 2004 itu
seharusnya bagaimana. Pertama, bahwa ada substansi periode kepemimpinan generasi pemimpin
yang sekarang ini yang harus diganti. Anak-anak muda Muhammadiyah ini jangan lagi menjadi
generasi penerusnya orang-orang tua di wilayah-wilayah yang mereka berbuat dholim, di
wilayah-wilayah yang mereka berbuat munafik, jahiliyah dan lain sebagainya. Nah anak Muda
Muhammadiyah jangan meneruskan yang semacam itu. Semisal untuk NU Syaifullah Yusuf ojo
dadi peneruse Gus Dur, Laksamana Sukardi ojo dadi peneruse Megawati, Muhaimin Iskandar
ojo pensiun muda atau menjadi ekornya orang tua di PKB. Jadi yang saya maksud anak-anak
muda itu harus mencoba merebut kemandirian berfikirnya. Visinya kedepan itu tidak
terpengaruh oleh kontinuasi cara berfikirnya orang tua yang jumud, karena mereka itu semua
sudah jelas gagal.
Yang kedua, harus melakukan net working di antara golongan angkatan muda di seluruh segmen
dan elemen di Indonesia. Jadi Angkatan Muda Muhammadiyah ada IRM, IMM, NA, Pemuda
Muhammadiyah dan segala macam itu harus memobilisasi untuk mengadakan simposium
bersama untuk menentukan apa antisipasi dan determinasi kebangsaan yang bisa mereka lakukan
pasca 2004. Mereka (AMM) harus bisa menghitung kalau Presidennya ini kita harus bersikap
bagaimana, dan kalau Presidennya itu kita harus melakukan apa. Kita harus bisa mulai
menghitung dari sekarang, nanti saya ikut membantu menghitung, jadi senacam melakukan
mobilisasi internal. Kalau ada perbedaan pendapat itu harus dipilih yang besar-besar saja
sementara yang kecil-kecil itu sementara kita tinggalkan saja. Jangan sampai mereka saling gelut
karena ada perbedaan yang bukan prisipil itu. Jadi adanya perbedaan-perbedaan yang tidak
prinsipil itu kita hapus saja, yang kita pikir sekarang adalah mari kita gugur gunung ke depan,
bareng-bareng ndandani masa depan kehidupan bangsa secara bersama.
Yang ketiga adalah membuka pintu net working secara nasional Angkatan Muda
Muhammadiyah mulai mencoba melirik bersama Angkatan Muda NU atau Angkatan Muda dari
kelompok-kelompok yang lain. Apa dari kalangan nasionalis, Kristen atau apa saja yang
pokoknya dari segala yang plural termasuk dari kalangan militer dan sipil. Misalnya Angkatan
Muda Muhammadiyah harus melirik militer yang nasih muda yang masih berpangkat Kolonel,
Letkol, Mayor, Kapten dan sebagainya, mereka itu kita lirik semua. Atau yang ada di birokrasi,
karena di birokrasi bisa diselidiki, misalnya di departemen A kira-kira siapa yang suka maling
banget, sopo sing isih apik itu bisa dilakukan setelah pasca 2004 ini dan kita harus bisa
menyelidiki itu agar kita memiliki kesempatan untuk merebut dan memenangkan kesempatan di
tahun 1009. Anda harus tahu dan harus sudah bisa menentukan kesebelasan Anda untuk maju
tahun 2006 keatas. Itu langkah-langkah yang harus anda lakukan. Kalau tidak jelas siapa lawan
dan siapa kawan, terus le arep bal-balan piye? Ora ngerti gawange ning endi sing arep
dilebokke sopo musuhe sopo sing arep diserang? Jadi menurut saya harus ada pemetaan yang
jelas dan membuat net working. Saya secara diam-diam melakukan sendiri, dan sudah mulai
membuat patok-patok dan saya beri tanda-tanda itu bukan untuk kepentingan saya pribadi, tetapi
itu untuk kepentingan semua bangsa Indonesia. Artinya saya sudah mulai menabung keadaan
untuk menyumbangkan sesuatu untuk keperluan tadi. Karena anak-anak muda Muhammadiyah
ini yang harus melahirkan zaman baru di Indonesia. Makanya Muhammadiyah harus mulai
membuka pintu untuk gerakan anak-anak muda kita ini, untuk membuat cakrawala baru dan
jangan melihat dirinya sendiri. Dalam filsafat setiap orang itu dipenuhi oleh dirinya masingmasing, Seharusnya awak ini dipenuhi dengan berbagai komponen, ada kepala, ada leher ada
tangan, perut, kaki dan panca indera. Jangan hanya dipenuhi dengan kepala kita tok, karena kalau
hanya dipenuhi dengan pikirannya sendiri itu namanya egosentrisme dan kalau dibiarkan terus
namanya megalomania. Orang Muhammadiyah hanya akan ingat bahwa dirinya
Muhammadiyah, akhirnya Muhammadiyah hanya menjadi substansi utama, lalu kita tidak
menjadi rahman rohim, hanya rohim tok tidak pakai rohman, padahal metodenya Allah SWT kan
Rohman rohim. Cinta yang meluas dulu baru cinta yang dalam. Dan hal itu harus dilakukan oleh
AMM sejak sekarang, dan AMM mulai sekarang harus berani melupakan yang cengeng-cengeng
itu, karena AMM nanti akan menjadi pelopor kebangkitan Indonesia yang baru. Katakanlah akan
ada sumpah pemuda yang kedua umpamanya dan itu harus dirintis mulai sekarang, karena saya
tahu bahwa Angkatan Muda Muhammadiyah nampak lebih siap dari pada Angkatan Muda NU.
Kalau melihat latar belakang sosiologisnya, pendidikannya dan sebagainya nampak AMM lebih
siap untuk itu.
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 14 2004
POLITIK INDONESIA MENJADI TANGGUNGJAWAB MUHAMMADIYAH
Bangsa Indonesia ini menghadapi masalah besar. Termasuk masalah politik nasional. Dalam hal
ini politik nasional Indonesia merupakan tanggungjawab Muhammadiyah untuk ikut
merembugnya. Mengapa? Berikut kita ikuti wawancara Ton Martono dari SM dengan
budayawan yang lahir dari keluarga Muhammadiyah Jombang, Emha Ainun Nadjib, di rumahnya
Yogyakarta belum lama.
Dari perjalanan Anda bersilaturahmi dengan berbagai kalangan, apa sesungguhnya yang menjadi
keinginan masyarakat terhadap masa depan Indonesia?
Hampir semua masyarakat menginginkan Indonesia ini segera keluar dari krisis dan segera ada
penggantian kepemimpinan nasional. Saya kira kita harus segera mengerucut, harus jelas dalam
melakukan identifikasi masalah yang kita hadapi. Disini fungsi saya selama ini adalah
menemani berfikir obyektif, berfikir jernih dan berfikir matang. Siapapun Anda, silakan di PAN
di PKB di PKS tetapi kita harus berfikir Islam dan berfikir tentang Indonesia. Jadi semua harus
berfikir tentang masa depan bangsa Indonesia ini sesuai dengan keinginan masyarakat
Sepanjang yang Anda dengar dan rasakan, apa sesungguhnya yang diinginkan oleh umat Islam
Indonesia terutama pada masalah perpolitikan nasional?
Umat Islam itu penginnya ingin menjadi satu. Maka ketika saya mengisi pengajian saya
mengundang dari berbagai partai politik, agar mereka semua melebur, ada yang di PKB, PAN,
PKS, PPP dan lain-lain. Lepas dari perdebatan apakah PAN itu partai umum atau partai Islam
pokoknya melebur jadi satu. Umat Islam itu asal diberikan contoh oleh Bapak-bapaknya, mesti
mereka menurut. Misalnya setelah ada pemilihan anggota legislatif dulu kan ada koalisi bersih
yang di situ ada Pak Amien ada Gus Dur ada Cak Nur dan lain-lain. Reaksi mereka sangat
positif, lho mbok kemarin-kemarin, kalau dua hari saja sebelum Pemilu Pak Amien dengn Gus
Dur itu berangkulan bareng di TV , umat mesti menang La kok sekarang setelah ada mapping
politik yang kurang menguntungkan dari parpol mereka baru akan gandengan, itupun setelah
gagal gandengan kemudian tidak gandengan lagi. Kenapa sampai kalah? Kalau para pemimpin
itu punya kelegaan hati dan memiliki rencana bareng, memiliki perjanjian-perjanjian tertentu
atau perjanjian terbatas dan tawar-menawar menuju kesepakatanyang juga rasional, itu sudah
cukup. Tidak benar-benar bersatu dalam arti sama segala sesuatunya. Tapi kan umat akan
memilih mereka, baik atau buruk itu sudah maksimal. Jadi umat tidak terbagi-bagi, satu ke Gus
Dur satu ke Amien atau tidak kedua-duanya. Mungkin ke PDIP atau ke Golkar yang itu
jumlahnya lebih banyak daripada yang kedua itu.
Melihat fenomena tersebut sesungguhnya posisi umat Islam Indonesia itu bagaimana? Sebagai
obyek atau sebagai subyek?
Saya kira ada segmen atau level dimana umat masih bisa menentukan ada level dimana mereka
ditentukan.. Tapi saya kira umat kita itu sudah siap hadir sebagai subyek, hanya yang lemah
adalah para pimpinannya. Pimpinan Pusat dan Pimpinan Lokalnya. Nah karena pimpinan Pusat
ini tidak sanggup melakukan dialektika, dialektikan vertikal dengan umatnya dan tidak ada
kohesi aspiratif, maka langkah-langkah mereka itu adalah langkah-langkah yang tidak
merangkum. Ibarat drama, mereka tidak memproyeksi ke semua gedung suaranya itu, maka
hanya gema-gemanya saja yang sampai ke bawah yang ini mudah ditunggangi oleh pimpinanpimpinan lokal.
Muhammadiyah sekarang ini sedang bereksperimen secara politik, yakni mendukung Amien
Rais sebagai calon Presiden, apa maknanya?
Kalau saya jadi orang Muhammadiyah, saya akan mengambil pendapat bahwa politik Indonesia
atau politik umat Islam adalah bagian dari tanggungjawab Muhammadiyah, apalagi politik, tahi
wedus itu juga tanggungjawabmu, yang harus kamu urusi.Udkhulufissilmi kaffah. Gitu.
Jadi kalau saya jadi orang Muhammadiyah, Muhammadiyah itu tetap ormas tetapi dia boleh dan
sebaiknya bisa membidani politik, yang diberikan panduan-panduan yang tingkat
kenegarawannya ada di Muhammadiyah. Jadi rokhaninya itu ada di Muhammadiyah, Majelis
Tarjih, Majelis Hikmah dan majelis lain yang di dalamnya harus memiliki fatwa-fatwa dan
panduan politik. Politik ini bukan barang kotor, politik ini seperti api dan api itu jangan dibuang
tetapi harus dikendalikan. Jangan tanggung-tanggung. Rosulullah tidak hanya pintar dalam
berpolitik tetapi Rosulullah itu juga panglima perang dan lebih dari separo peperangan yang dia
pimpin langsung. Jadi politik itu memang merupakan tangggungjawab dunia akhirat nya
Muhammadiyah.
Jadi saya kira Muhammadiyah harus bikin partai politik namanya apa terserah dan harus selalu
diawasi dengan aturan main yang ketat. Jadi seperti berumah tangga anak saya dodolan apa, tapi
saya tidak ikut-ikutan tetapi harus memberikan dukungan dan tanggungjawab apa yang
dilakukan oleh anak saya, jadi kalau saya berpendapat Muhammadiyah harus lebih dari itu. Jadi
memang harus begitu, tinimbang pura-pura tidak mau tetapi bernafsu, kan malah tidak baik.
Apa sebab? Karena wacana kita ini masih selalu terganggu oleh pola sekularisme, dan rasa
terganggu oleh rasa tidak jenak kalau agama dan politik itu selalu dipersentuhkan. Karena dalam
sekularisme harus ada pemisahan antara agama dengan politik, lalu kenapa para intelektual
Muhammadiyah bisa terkontaminasi oleh sekularisme itu? Di dalam Islam semua kan included ,
wong kalau anda ditanya Nabi Musa itu itu sipil atau militer, nabi Musa itu militer sekali dan
semua sahabat nabi militer, jangankan Umar bin Khotob dan Khalid bin Walid, Abu Bakar,
Umar, Usman dan Sayidina Ali semua militer. Jadi sekarang yang harus kita olah apa, yakni apa
yang dimaksud dengan militer. Setiap manusia adalah militer ketika dia dibutuhkan untuk
membela diri. Arek-arek Suroboyo letika 10 Nopember dia militer karena sedang dibutuhkan
untuk membela diri dari serangan musuh. Kalau tidak jadi militer nggak mungkin Indonesia jadi
negara. Jadi sayangnya setiap kali kita ini terjebak dalam idiom-idiom, isu-isu tetapi kita tidak
pernah memperdalam dan melakukan kontekstualisasi yang jernih, termasuk politik. Saya ini
juga berpolitik, cuma tidak berpolitik kekuasaan, politik saya adalah politik kesadaran rakyat.
Jadi yang saya lakukan adalah pendidikan politik murni untuk rakyat, saya tidak membawa misi
pribadi dan misi golongan apapun. Yang saya lakukan adalah memandu masyarakat untuk tradisi
berfikir agar memahami dirinya sebagai warganegara. Jadi saran saya untuk Muhammadiyah
harus resmi membuat parpol, tapi dipandu betul dan diawasi betul dengan fatwa. Jadi
Muhammadiyah punya kekuatan fatwa, punya kekuatan hak veto terhadap parpol yang
dibikinnya. Daripada rikuh dan seneng ra seneng ning gandeng tekan wayahe lagi gawe fatwa
monggo pak Amien Rais, itu nggak bener. Jadi sekarang harus kita tegaskan bahwa
Muhammdaiyah itu memiliki kewajiban untuk membuat parpol dan itu merupakan tanggung
jawab Muhammadiyah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Lalu apa yang harus dilakukan oleh Muhammadiyah jika Amien Rais terpilih jadi Presiden, dan
manakala tidak terpilih Muhammadiyah sebaiknya harus melakukan apa?
Kalau menurut saya sekarang ini sudah mepet waktunya untuk melakukan sidang pleno lagi di
PP Muhammadiyah untuk melakukan rekapitulasi politik, keagamaan, kebudayaan dan sosial
kemasyarakatan agar bisa dirumuskan dan diantisipasi masalah-masalah yang akan dimunculkan
jadi ataupun tidak jadi. Jadi harus ada gambaran yang jelas dan dibuat matrikulasi, karena selama
ini tanggungjawab Muhammadiyah. Perjalanan hati dan fikiran serta kakinya umat ini kan
menurut saya sangat keteteran, karena nomor satu tidak mempunyai dialektika dan tidak peka
terhadap situasi dan kondisi bangsa sekarang ini. Karena mereka tidak diberi panduan. Orang
sekarang kan tidak tahu kapan menangis dan kapan tertawa. Orang sekarang tidak mengerti
kapan bangga dan kapan harus malu. PP Muhammadiyah wajib hukumnya untuk memberi
wacana tersebut. Ibarat ada orang buta anda harus mampu memberikan cahaya, ibarat ada orang
tuli anda harus mampu menyambung gendang telinganya. Wong saiki wis podo bingung kabeh
sesuk nek Pak Amien dadi Presiden ki apik opo elek, wong bingung kabeh, begitu juga untuk
Muhammadiyah itu bagus atau jelek masih bingung, makanya kalau saya, saya sekarang bikin
mapping
.Jadi saya melakukan mapping mengenai capres dan mapping mengenai posisi pak Amien
dimana dari segala sudut kecapresan, dan kalau ada yang tanya pada saya, saya kasih tahu, kalau
tim suksesnya pak Amien tanya pada saya akan saya kasih tahu posisi pak Amin harus berada
dimana. Tapi kan sayang nya saya ini orang yang tidak dihitung dan tidak diperhitungkan, tidak
dibutuhkan dan tidak dikarohke. Kalaupun sekarang ini orang membutuhkan saya, pada
kebutuhan yang tidak tepat. Misalnya aku ini ban mobil ning ming dinggo nglangi, opo mung
diguntingi bane nggo kerekan timbo utawo dinggo gawe sandal.Artinya orang tidak pernah
punya akurasi menempatkan diri saya dalam peran-peran untuk mereka. Saya tidak menyesal
dengan itu semua tapi kan jadinya kurang efektif.
Apa harapan anda terhadap kalangan Angkatan Muda Muhammadiyah yang besar ini dalam
menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara?
AMM memiliki tanggungjawab politik. Lebih baik langsung bekerja saja sesuai dengan
profesionalisasi masing-masing dan sesuai dengan peran. Peran yang saya maksud adalah orang
menghadapi pemilu 2004 itu kalau dalam saran saya cukup 30 persen saja dan jangan
dimasukkan dalam hati terlalu dalam, sebab sekarang periode nguwot (meniti). Periode
mengantarkan bukan periode mengukuhkan. Setiap calon Presiden yang sadar akan hal itu
mereka akan nguwot dan bisa jadi, tapi kalau mereka tidak memiliki kesadaran itu maka mereka
akan jatuh di tengah jalan. Kowe ki lagi nyekel tangane wong okeh, nak kowe dewe ki langsung
lungguh lan sibuk macem-macem malah iso kepleset dewekan. Jadi cukup 30 persen saja , yang
70 persen itu untuk merapatkan, merundingkan men set-up dan memprediksi pasca 2004 itu
seharusnya bagaimana. Pertama, bahwa ada substansi periode kepemimpinan generasi pemimpin
yang sekarang ini yang harus diganti. Anak-anak muda Muhammadiyah ini jangan lagi menjadi
generasi penerusnya orang-orang tua di wilayah-wilayah yang mereka berbuat dholim, di
wilayah-wilayah yang mereka berbuat munafik, jahiliyah dan lain sebagainya. Nah anak Muda
Muhammadiyah jangan meneruskan yang semacam itu. Semisal untuk NU Syaifullah Yusuf ojo
dadi peneruse Gus Dur, Laksamana Sukardi ojo dadi peneruse Megawati, Muhaimin Iskandar
ojo pensiun muda atau menjadi ekornya orang tua di PKB. Jadi yang saya maksud anak-anak
muda itu harus mencoba merebut kemandirian berfikirnya. Visinya kedepan itu tidak
terpengaruh oleh kontinuasi cara berfikirnya orang tua yang jumud, karena mereka itu semua
sudah jelas gagal.
Yang kedua, harus melakukan net working di antara golongan angkatan muda di seluruh segmen
dan elemen di Indonesia. Jadi Angkatan Muda Muhammadiyah ada IRM, IMM, NA, Pemuda
Muhammadiyah dan segala macam itu harus memobilisasi untuk mengadakan simposium
bersama untuk menentukan apa antisipasi dan determinasi kebangsaan yang bisa mereka lakukan
pasca 2004. Mereka (AMM) harus bisa menghitung kalau Presidennya ini kita harus bersikap
bagaimana, dan kalau Presidennya itu kita harus melakukan apa. Kita harus bisa mulai
menghitung dari sekarang, nanti saya ikut membantu menghitung, jadi senacam melakukan
mobilisasi internal. Kalau ada perbedaan pendapat itu harus dipilih yang besar-besar saja
sementara yang kecil-kecil itu sementara kita tinggalkan saja. Jangan sampai mereka saling gelut
karena ada perbedaan yang bukan prisipil itu. Jadi adanya perbedaan-perbedaan yang tidak
prinsipil itu kita hapus saja, yang kita pikir sekarang adalah mari kita gugur gunung ke depan,
bareng-bareng ndandani masa depan kehidupan bangsa secara bersama.
Yang ketiga adalah membuka pintu net working secara nasional Angkatan Muda
Muhammadiyah mulai mencoba melirik bersama Angkatan Muda NU atau Angkatan Muda dari
kelompok-kelompok yang lain. Apa dari kalangan nasionalis, Kristen atau apa saja yang
pokoknya dari segala yang plural termasuk dari kalangan militer dan sipil. Misalnya Angkatan
Muda Muhammadiyah harus melirik militer yang nasih muda yang masih berpangkat Kolonel,
Letkol, Mayor, Kapten dan sebagainya, mereka itu kita lirik semua. Atau yang ada di birokrasi,
karena di birokrasi bisa diselidiki, misalnya di departemen A kira-kira siapa yang suka maling
banget, sopo sing isih apik itu bisa dilakukan setelah pasca 2004 ini dan kita harus bisa
menyelidiki itu agar kita memiliki kesempatan untuk merebut dan memenangkan kesempatan di
tahun 1009. Anda harus tahu dan harus sudah bisa menentukan kesebelasan Anda untuk maju
tahun 2006 keatas. Itu langkah-langkah yang harus anda lakukan. Kalau tidak jelas siapa lawan
dan siapa kawan, terus le arep bal-balan piye? Ora ngerti gawange ning endi sing arep
dilebokke sopo musuhe sopo sing arep diserang? Jadi menurut saya harus ada pemetaan yang
jelas dan membuat net working. Saya secara diam-diam melakukan sendiri, dan sudah mulai
membuat patok-patok dan saya beri tanda-tanda itu bukan untuk kepentingan saya pribadi, tetapi
itu untuk kepentingan semua bangsa Indonesia. Artinya saya sudah mulai menabung keadaan
untuk menyumbangkan sesuatu untuk keperluan tadi. Karena anak-anak muda Muhammadiyah
ini yang harus melahirkan zaman baru di Indonesia. Makanya Muhammadiyah harus mulai
membuka pintu untuk gerakan anak-anak muda kita ini, untuk membuat cakrawala baru dan
jangan melihat dirinya sendiri. Dalam filsafat setiap orang itu dipenuhi oleh dirinya masingmasing, Seharusnya awak ini dipenuhi dengan berbagai komponen, ada kepala, ada leher ada
tangan, perut, kaki dan panca indera. Jangan hanya dipenuhi dengan kepala kita tok, karena kalau
hanya dipenuhi dengan pikirannya sendiri itu namanya egosentrisme dan kalau dibiarkan terus
namanya megalomania. Orang Muhammadiyah hanya akan ingat bahwa dirinya
Muhammadiyah, akhirnya Muhammadiyah hanya menjadi substansi utama, lalu kita tidak
menjadi rahman rohim, hanya rohim tok tidak pakai rohman, padahal metodenya Allah SWT kan
Rohman rohim. Cinta yang meluas dulu baru cinta yang dalam. Dan hal itu harus dilakukan oleh
AMM sejak sekarang, dan AMM mulai sekarang harus berani melupakan yang cengeng-cengeng
itu, karena AMM nanti akan menjadi pelopor kebangkitan Indonesia yang baru. Katakanlah akan
ada sumpah pemuda yang kedua umpamanya dan itu harus dirintis mulai sekarang, karena saya
tahu bahwa Angkatan Muda Muhammadiyah nampak lebih siap dari pada Angkatan Muda NU.
Kalau melihat latar belakang sosiologisnya, pendidikannya dan sebagainya nampak AMM lebih
siap untuk itu.
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 14 2004