Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gong Kayu Rote T1 852004003 BAB IV

BAB IV
ANALISIS MASALAH
Musik tradisional suku Rote pada umumnya digunakan untuk mengiring berbagai
tarian tradisional suku Rote. Alir melodi dan pola ritmik yang dimainkan
menentukan tarian yang dimaiankan. Tarian-tarian tersebut dimainkan oleh
laki-laki, perempuan, dan anak-anak, tanpa memandang perbedaan usia. Tariantarian yang awalnya bersifat sakral ini kini banyak ditampilkan pada acara-acara
sekuler dan bersifat hiburan. Dari sekian banyak tarian tersebut, ada beberapa
yang sering ditampilkan, seperti tarian Batu Matia Telu, Teorenda, Lelendo Ndao, dan
Taibenu.
Batu Matia Telu, Teorenda, Lelendo Ndao, dan Taibenu memiliki pola melodik dan
ritmik tertentu yang khas sebagai berikut:
1.

Batu Matia Telu

31

Batu matia telu dimulai dengan nggasa daeng bersambung ke ina Laladan,
dan nggasa laing. Ketiga bilah inilah yang berperan sebagai melodi utama
lagu. Pada suara tengah ana leko dan ana paiseli berbunyi secara bergantian
sehingga membuka jalan bagi ana do’odea dan ana laladan pada suara atas

untuk masuk. Setelah semua dimainkan secara stabil baru tambur
dimainkan.
Tambur berfungsi sebagai penambah tekanan (aksen) pada nada-nada
tertentu. Tiga pukulan tambur yang diberi aksen merupakan penunjuk
lagu akan berakhir.
Durasi not:
Tambur

Atas
Tengah
Bawah

: menggunakan not bernilai seperempat, seperdelapan, dan
seperenambelas dengan sinkopasi dan penggunaan
ornamentasi berupa acciaccatura.
: menggunakan not bernilai seperdelapan
: menggunakan not bernilai seperdelapan
: menggunakan not bernilai seperenambelas, seperdelapan,
dan seperempat


32

2.

Te’o Renda

Te’o Renda dimulai dengan ana leko dan ana paiselo kemudian disusul ana
do’odea dan ana laladan. Setelah keempat bilah itu bermain stabil barulah
nggasa laing, nggasa daeng, dan ina laladan sebagai pemegang melodi beserta
tambur menyusul dimainkan hingga saatnya tambur memberi aba-aba
berhenti.
Musik ini tidak terkesan lincah, kecuali suasana cepat. Melodinya tidak
terlalu atraktif, hanya menggunakan pengulangan not-not yang berdurasi
pendek, seperti not seperenambelasan. Tambur cenderung memainkan
pukulan stabil pada not seperenambelasan dengan sedikit sinkopasi.

33

3.


Lelendo Ndao

Lelendo Ndao dimulai dari ina makamu sebagai penentu tempo. Gerakan
lincah terasa bersamaan dengan dimainkannya nggasa laing yang segera
disusul oleh ina laladan. Musik ini dimulai pada tempo sedang dan
berangsur meningkat menjadi cepat.

34

Durasi not:
Tambur

Atas

Tengah

Bawah

4.


: menggunakan not bernilai seperempat, seperdelapan,
seperenambelas dengan sinkopasi dan penggunaan
ornamentasi berupa acciaccatura.
: dimulai dengan not bernilai seperempat pada bilah ana
do’odea, dan dilanjutkan dengan not seperdelapan pada bilah
ana laladan.
: dimulai dengan not bernilai seperempat pada bilah ana leko,
dan dilanjutkan dengan not seperdelapan pada bilah ana
paiseli.
: penulisan notasi dibagi menjadi dua suara. Suara bawah
memainkan ina makamu dalam not seperdelapanan,
sementara suara atas memainkan ina makamu, ina laladan,
dan nggasa laing dalam not bernilai seperdelapanan.

Taibenu

Ana do’odea mengawali musik ini disusul dengan ana laladan sebagai
respons terhadap ana do’odea. Ketika ana do’odea bergabung dengan ana

35


paiseli dan ana leko, ana do’odea tetap konsisten memainkan tugasnya
sebagai responsi singkat.
Alur ini kemudian disusul oleh nggasa laing. Nggasa daeng, ina laladan, ina
tatae, dan ina makamu segera bergabung membentuk suatu pola melodik
dan ritmik yang kontras dengan para ana. Kontras ini membentuk paduan
ritmik dan harmoni yang menarik. Sementara di sisi lain tambur tetap
konsisten memainkan peranannya sebagai penambah aksen dan penanda
berhentinya lagu.
Lagu ini ditulis menggunakan not bernilai seperenambelas, seperdelapan,
seperempat, setengah, dan menggunakan ornamen acciaccatura.

36