Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Relasi Negara dan Masyarakat di Rote D 902007003 BAB IV

Bab Empat

Peristiwa Protes Sosial di Rote
Perlawanan masyarakat Rote terhadap negara (baik pada jaman
negara kolonial) maupun terhadap negara Indonesia dengan motif yang
sama yaitu menolak membayar pajak, merupakan bagian utama yang
dibahas pada bab ini.

Perlawanan Nusak Terhadap Belanda
Kemunculan gerakan perlawanan harus dilihat hubungannya
dengan perkembangan yang terjadi di Jawa. Di sana terdapat gerakan
protes setelah kedatangan Belanda, yang semakin menguat setelah
pendudukan Belanda di daerah tersebut. Pada tahun 1908, di Jawa
berdiri organisasi modern pertama yang bernama Budi Utomo.
Sementara itu, perlawanan di Nusa Tenggara (termasuk di Rote) masih
bersifat tradisional. Bentuk perlawanan modern baru berkembang pada
masa selanjutnya (Ardhana, 2005).
Kartodirdjo (1982) mengemukakan bahwa pemberontakan
terhadap pemerintahan kolonial terjadi di seluruh Hindia Belanda.
Beberapa penyebabnya: kebijakan kolonial dalam hal cacah jiwa, pajak,
dan kerja paksa membuat penduduk menanggung beban yang

sebelumnya tidak mereka alami serta terjadinya perubahan sosial di
tengah-tengah mereka. Sistem administrasi Belanda menembus masuk
hingga ke pedesaan dan tidak selalu diterima oleh penduduk pribumi
karena sistem modern yang didasarkan pada peraturan tertulis yang
pasti terkadang tidak dapat disesuaikan dengan sistem mereka sendiri.
Aksi kolektif melawan perubahan radikal yang terjadi di masyarakat
mengakibatkan timbulnya gerakan protes. Sistem kolonial sendiri tidak
menawarkan institusi yang dapat mencegah ketidakpuasan kalangan
oposisi.

73

Relasi Negara dan M asyarakat di Rot e

Ketika Bangsa Belanda datang di Rote, Rote sudah terbagi atas
beberapa Nusak. Tidak mudah bagi bangsa Belanda untuk menguasai
daerah ini, mereka harus berperang melawan Nusak-Nusak yang sudah
ada di Rote. Seperti pada perang Nusak Ndao tahun 1575 dan perang
Nusak Bilba tahun 1576, kemudian perang Nusak Ba’a, Dengka, Lole
dan Termanu pada Tahun 1660 dan perang Nusak Landu, Ringgou,

Oeapo dan Bilba pada Tahun 1753.
Kekalahan Nusak Dengka yang memimpin pertempuran pada
Tahun 1660 didenda dengan membayar 133 orang budak kepada
pemerintah Belanda. Kemudian, pada Tahun 1661, seorang Opperhofd
Cuiljenburg memimpin suatu ekspedisi penyerangan ke Rote dengan
kekuatan lebih dari 900 pasukan beserta sekutu-sekutunya dari Pulau
Timor, Nusak Loleh dihancurkan dan sekitar 50 orang terbunuh dalam
sehari. Setelah ekspedisi penyerangan yang dipimpin oleh Opperhofd
Cuiljenburg berakhir dengan kemenangan di pihak Opperhofd
Cuiljenburg, Pemerintah Belanda kemudian mengadakan perjanjian
dengan Nusak-Nusak yang ada. Komisaris Johann Paravicini dikirim
sebagai utusan perdagangan ke Timor dan Rote untuk membuat
perjanjian dan hubungan perdagangan baru dengan penguasa lokal di
Pulau Timor, Rote, Solor dan Sumba. Tujuannya adalah mempertahankan supermasi Belanda di wilayah itu. Perjanjian ini
kemudian dikenal dengan Perjanjian Paravicini.42 Dalam perjanjian
tersebut disepakati hal-hal sebagai berikut: penguasa lokal mengakui
kedaulatan pemerintah Belanda dan bahwa semua Raja (termasuk di
pesisir selatan) bersekutu dengan VOC dan bersama-sama melawan
musuh. Inti dari perjanjian ini adalah dipeliharanya keamanan dan
ketertiban (Ardhana, 2005). Nusak-Nusak yang ikut menandatangani

Perjanjian Paravicini adalah: Termanu, Dengka, Landu, Oenale, Ba’a,
42

Perjanjian Paravicini ditandatangani pada tanggal 9 Juni 1756 dan membahas
mengenai kesejahteraan rakyat, pemerintahan sah Belanda, kerja sama melawan para
perompak, penghapusan perdagangan budak, perlindungan tanah pertanian,
perlindungan perdagangan, perlindungan pelayaran, bantuan terhadap kapal karam,
penyimpanan kaparan (barang terdampar), pelarangan hubungan dengan penguasa
asing dan Eropa lainnya di pelabuhan atau kediaman tanpa izin penguasa wilayah.
(Ardhana, 2005).

74

Peristiwa Prot es Sosial di Rot e

Lelain, Oepao, Thie, Bilba, Ringgou, Korbafo, Diu, Ndao, Bokai dan
Loleh (Soh, 2008)
M eskipun sudah ada Perjanjian Paravicini, ternyata NusakNusak yang ada tetap saja melakukan perlawanan terhadap Belanda,
seperti Nusak Bilba, Ringgou, Oepau dan Diu tetap bermusuhan
dengan Belanda43, Nusak-Nusak ini kemudian ditaklukan dan dihukum

dengan cara para tahanan perang dijadikan sebagai budak dan bekerja
pada Belanda sesuai dengan isi Perjanjian Paravicini. Para tawanan
perang yang dijadikan budak ini sebagian di kirim ke Timor dan
sebagian lagi dikirim ke Jawa. (Soh, 2008).
Selain peristiwa Perjanjian Paravicini, kejadian penting lainnya
adalah peristiwa tertembak matinya Foe M bura,44 Raja dari Nusak
Thie. Dalam suatu pertemuan di Nusak Thie pada tanggal 11 Oktober
1746, Residen M eulenbeck merasa kedatangannya tidak disambut
dengan baik oleh para petinggi 45 Nusak Thie, M uelenbeck kemudian
mencaci-maki para petinggi Nusak Thie, hal ini tidak diterima oleh Foe
M bura, Foe M bura pun melepaskan tembakannya ke arah M uelenbeck
tetapi sayang tembakan itu meleset dan dengan gesit salah seorang
pengawal M uelenbeck melepaskan tembakan ke arah Foe M bura dan
saat itu juga Foe M bura langsung tewas di tempat. Tidak terima karena
Rajanya ditembak mati, warga Nusak Thie dan sekitarnya melakukan
aksi pembalasan pada tanggal 12 Oktober 1746, Residen M uelenbeck
dan seluruh pengikutnya mati dibantai oleh massa, mayat-mayat
M uelenbeck dan pengikutnya dibakar habis di tepian pantai. Yang
lolos waktu itu hanya Tuan Const, seorang pemegang buku
(Boekhouder). Const kemudian melarikan diri ke Kupang pada tanggal


43 Sayangnya Soh tidak mengungkap mengapa Nusak Bilba, Ringgou, Oepau dan Diu
tetap bermusuhan dengan Belanda meski sudah ada perjanjian Paravicini.
44 Setelah dibaptis menjadi pemeluk agama Kristen, namanya berubah menjadi
Benjamin Messakh (Netti,1997)
45 Koopmans (1921).tidak menyebutkan dengan rinci siapa-siapa saja petinggi Nusak
Thie yang dimaksudkan.

75

Relasi Negara dan M asyarakat di Rot e

24 Oktober 1746 dan melaporkan semua kejadian pembunuhan yang
terjadi di Nusak Thie kepada Residen Van der Burgh di Kupang.46

Gerakan Antipajak pada Era Lesser Sunda I sland
Setelah pemerintah kolonial meluaskan kekuasaannya melalui
ekspedisi militer di Nusa Tenggara, susunan kepemimpinan di sana
secara internal berubah. Di mana pemerintahan pribumi diganti
menjadi Zelfbestuuren (pemerintahan otonom). Artinya, kekuasaan

Raja berada di bawah pemerintahan kolonial dan sistem tradisional
digunakan untuk tujuan mereka (Doko, 1981). Di satu sisi, para Raja
merasa getir karena hak mereka untuk menarik pajak diserahkan
kepada Belanda. Di sisi lain, penduduk harus menanggung beban dari
pemerintahan kolonial. Apabila pada masa prakolonial mereka
membayar pajak dengan hasil bumi kepada pemimpinnya, kini mereka
harus membayar pajak dalam bentuk uang tunai. Selain itu, terdapat
jenis pajak baru yang tidak mereka mengerti, seperti pajak kepala atau
pajak ternak. M enurut laporan, pegawai Belanda sering kali tidak
hanya menarik pajak sekali dalam setahun namun beberapa kali. Pajak
ini dikumpulkan oleh Kepala Desa dan selanjutnya diserahkan kepada
penguasa. Akibatnya, Raja dan Kepala Desa kehilangan kekuasaan dan
kewibawaan mereka. (Parimartha, 2002; Ardhana, 2005). Selanjutnya
Omerling (1956), Parimartha (2002), Stokhof (1984) juga mencatat
Gerakan Antipajak yang berkobar di beberapa wilayah di Nusa
Tenggara seperti Tabel 4.1. berikut ini:

Tindakan pembalasan tidak dilakukan karena pada saat itu Residen Van der Burgh
sibuk menghadapi bangsa Portugis (golongan Portugis Hitam atau Topas) yang ingin
menguasai Kupang (Koopmans, 1921).


46

76

Peristiwa Prot es Sosial di Rot e

Tabel 4.1. Gerakan Antipajak di Nusa Tenggara Tahun 1913-1915
NO

GERAKAN ANTI PAJAK
Perlawanan Raja Alor di Pulau Alor terhadap Belanda
Perlawanan rakyat Lewotala (Flores Timur) terhadap
Belanda yang dipimpin oleh Adi Tukan, Boli Tukan,
Ebang Aran, Duli Hurint, Subaama W eking, dan
Pegang Tukan.
3
November 1914
Perlawanan rakyat Solor (Larantuka). Dalam serangan
ini, petugas pajak dan 10 pendampingnya terbunuh.

4
Mei 1915
Perlawanan rakyat di kampung Lewo Panutung di
lingkungan Lalalerap di Lomlen (Larantuka)
5
April 1914
Perlawanan rakyat di Sumba
6
September 1915
Perlawanan rakyat di Distrik Nduri di wilayah Tanah
Kunu (Larantuka)
7
1915
Perlawanan rakyat di Pulau Timor
8
1932
Perlawanan rakyat di Rote (terhadap Belanda)
9
1960
Perlawanan rakyat di Rote (terhadap Orde Lama)

Sumber: Omerling (1956), Parimartha (1995), Stokhof (1984), Laporan Kejadian
Khusus Pembantu Bupati Kupang W ilayah Rote Ndao (1999).

1
2

TAH UN
26 September 1913
3 Oktober 1913

Sejak pemerintah kolonial menarik pajak, penghasilan pajak
penguasa lokal berkurang sehingga mereka kehilangan kekuatan dan
pengaruhnya. Dari keseluruhan pajak di Pulau Timor (termasuk Rote)
yang berjumlah 11.000 gulden pada tahun 1915, Raja hanya menerima
3.520 gulden. Alasan utamanya adalah kerugian monopoli penjualan
kayu cendana yang ditangani oleh pemerintah Belanda.
Gerakan Antipajak sebagaimana yang dikemukakan pada Tabel
4.1. setidaknya memberi gambaran bahwa Pajak telah diberlakukan
sejak lama di Nusa Tenggara jauh sebelum kedatangan Belanda dan
Gerakan Antipajak mulai bermunculan pada saat kedatangan Belanda

sebagaimana yang terjadi di Pulau Jawa dan Nusa Tenggara (Sunda
Kecil).
Setelah Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, tidak
ada lagi Gerakan Antipajak secara kolektif terhadap pemerintah yang
dilakukan oleh masyarakat. Namun, pada Tahun 1960 di Rote masih
77

Relasi Negara dan M asyarakat di Rot e

ada Gerakan Antipajak yang dilakukan oleh masyarakat Bo’a di Nusak
Delha47 sebagaimana yang penulis ulas pada bagian berikut ini.

Gerakan Antipajak: Perlawanan M asyarakat Nusak Delha 14 M ei
1960
Tidak sulit untuk mendapatkan data tentang peristiwa
perlawanan masyarakat Bo’a48 di Nusak Delha yang terjadi 14 M ei
1960, selain karena tercatat rapi dalam laporan resmi Dewan
Pemerintah Daerah Swapraja (DPDS) Rote Ndao, juga masih ada
beberapa informan kunci yang masih hidup dan mengalami serta
mengamati peristiwa yang terjadi pada 14 M ei 1960.49

Sesuai dengan laporan M anek Delha Abner Ndoen dan laporan
petugas pajak Z.M . M bolik50 dapat penulis kemukakan ke dalam tiga
periode, yaitu:



Periode I: Sebelum perang Dunia ke-II (Tepatnya pada Tahun
1932). Doko (1974) menulis bahwa pernah muncul persoalan
pajak di Nusak Delha yang kemudian populer dengan sebutan
Delha Affairs. Di mana ada seorang Controleur Enkelaar
(Pamongpraja Negara Belanda) menganiaya 388 rakyat Delha
karena menolak membayar pajak, masyarakat Nusak Delha
hanya mau membayar pajak sebesar 2.50 Gulden dan tidak lebih

47 Di Nusak Delha, pajak yang ditarik dari masyarakat disebut dengan istilah kamente
yang berarti masyarakat tidak wajib membayar (tidak ada paksaan). Misalnya, saat hasil
panen melimpah, masyarakat dengan sukarela memberikan sebagian hasil panennya
pada Manek, misalnya hasil Makan Meting (ambil hasil waktu laut surut) akan
diberikan kepada Manek dan keluarganya, jika panen gagal atau makan meting gagal,
maka tidak ada kewajiban untuk menyetor pada Manek. Wawancara dengan I manuel
Ndoen, 20 Maret 2008 di Nemberala.
48 Bo’a kini secara administratif tercatat sebagai Desa otonom yang merupakan bagian
dari Kecamatan Rote Barat, Kabupaten Rote Ndao. Pada Tahun 1960, Bo’a masih
berstatus Dusun dibawah kekuasaan Temukung (Kepala Dusun) di bawah pemerintah
Manek Delha Abner Ndoen.
49 Daftar Informan Kunci dapat dilihat pada Lampiran 1.
50 Lihat Naskah Dinas Dewan Pemerintahan Daerah Sementara (DPDS) Swapraja Rote
Ndao Tahun 1960

78

Peristiwa Prot es Sosial di Rot e

dari itu51, pemimpin perlawanan ini adalah Soleman H angge52
(yang bersangkutan di buang dan dipenjarakan di Sumbawa).
Atas desakan dari Timorsche Verbond cabang M akassar yang
dipimpin oleh E.R. H erewila maka Della Affairs dilaporkan
pada Officer van Justisi di M akassar. Kepada Ketua Justisi, M r.
Jonkman, oleh pengurus Timorsche Verbond didesak agar
secara pribadi mengunjungi Rote dan menangani perkara
Delha Affairs itu. Oleh desakan Timorsch akhirnya Mr.
Jonkman mengunjungi Rote guna mengadakan pemeriksaan
setempat. Hadirnya M r. Jonkman ke Rote juga membawa kabar
gembira di mana Soleman Hangge kemudian dibebaskan dan
dikembalikan ke Rote, kedatangan Soleman Hangge ke Delha
disambut sebagai seorang Pejuang (Doko, 1974).


Periode II: Sesudah Kemerdekaan, (Tahun 1950) persoalan ini
muncul kembali dengan aktor intelektual seorang pensiunan
KNIL tahun 1950 yaitu M atheos Petrus53. Ia berhasil menarik
simpati rakyat Delha dengan menyebarkan berita bahwa ia
tengah memperjuangkan pembayaran pajak hanya sejumlah

51 Dalam naskah dinas DPDS Swapraja Rote Ndao Tahun 1960 tidak disebutkan berapa
besar pajak yang diminta oleh pihak Belanda pada Tahun 1932.
52 Soleman Hangge adalah Ayah Kandung dari J. Soleman Hangge (Mantan Kepala Desa
Bo'a, salah satu Informan Kunci).
53 I manuel Ndoen (75 Tahun) menuturkan kepada penulis dalam wawancara tanggal 20
Maret 2008, provokatornya bernama M atheus Feo, seorang bekas Tentara KNI L dan
Anggota PKI di Desa Bo’a. Sementara itu, Naskah Dinas DPDS Swapraja Rote Ndao
Tahun 1990 melaporkan nama M atheos Petrus dengan status yang sama pensiunan
Tentara KNIL dan Anggota PKI di Desa Bo’a. Dalam Laporan ini penulis menggunakan
nama M atheos Petrus. Selain itu ada isu yang berkembang bahwa Matheos Petrus juga
mengumpulkan dan menahan kolekte kebaktian jemaat di Delha, sementara Matheos
Petrus bukan pelayan resmi di sana. I a bahkan juga memutuskan perkara dan
menerima uang terang kampong
padahal ia bukan seorang hakim. Karena
perbuatannya itu banyak rakyat Nusak Delha tidak mau membayar pajak kepadanya
dengan alasan masih menunggu jawaban pasti dari Presiden Soekarno atas klaim
besarnya pajak yang harus dibayar. Sesungguhnya surat gugatan (rekes) itu tidak
pernah dikirim ke Presiden Soekarno oleh Matheos Petrus. (W awancara dengan
I manuel Ndoen, 20 Maret 2008).

79

Relasi Negara dan M asyarakat di Rot e

Rp3.75,- lebih rendah dari yang ditetapkan oleh Pemerintah
Swapraja Rote Ndao.54



Periode III: M atheos Petrus muncul kembali di Nusak Delha
antara Tahun 1952/1953 dengan membawa semacam surat
gugatan (rekes) yang akan dikirim kepada Presiden RI
Soekarno, intinya agar rakyat Nusak Delha cukup membayar
pajak Rp.3.75 per orang per tahun. Provokasi M atheos Petrus
rupanya berhasil menarik banyak simpati dari masyarakat
Nusak Delha, 305 orang di Nusak Delha ikut menandatangani
surat gugatan dimaksud dan juga menyerahkan uang Rp.2-Rp.5
kepada M atheos Petrus untuk kepentingan pengiriman surat ke
Jakarta.55 Aktor lainnya yang terlibat dalam membantu upaya
M atheos Petrus adalah Afonsus Ndoko56 dan Gabriel Balukh57.

− Tahap I: Keinginan rakyat Delha (tidak termasuk rakyat di
Bo’a) untuk membayar pajak hanya sebesar Rp3.75,- kemudian
ditunggangi oleh Pengurus Partai Nasionalis Indonesia (PNI) di
Ba’a, sehingga terjadi demontrasi di Ba’a pada tahun 1954,
demonstrasi ini terjadi ketika kunjungan Gubernur Nusa
Tenggara, Bapak Sarimin ke Ba’a.58
− Tahap II: Karena telah tertunggak hampir 10 Tahun,
Pemerintah Swapraja Rote Ndao kemudian mulai melakukan
operasi Pembayaran Pajak pada tanggal 19 sampai 21 Oktober
Dalam naskah dinas DPDS Swapraja Rote Ndao Tahun 1960 tidak disebutkan berapa
besar tagihan pajak yang diminta oleh pemerintah DPDS Swapraja Rote Ndao.
55 Ternyata uang itu digunakan untuk kepentingan pribadi Matheos Petrus. Surat
Gugatan (Rekes) tidak pernah di kirim ke Presiden RI Soekarno. Wawancara dengan
I manuel Ndoen (75 Tahun) tanggal 20 Maret 2008.
56 Karena perbuatannya ini, Matheos Petrus dan Alfonsus Doko pernah di hukum di
Pengadilan Negeri Ba’a pada Tahun 1953 (Wawancara dengan Joos J.J. Ngefak, S.H)
57 Gabriel Balukh berkeinginan menjadi Manek di Nusak Delha. I a mencari popularitas
dengan menyatakan menyanggupi memperjuangkan pembayaran pajak sebesar Rp3.75
per orang per tahun. Sebagian besar masyarakat Nusak Delha menyambut
keinginannya sekaligus mendukung dirinya menjadi Manek Delha. Gabriel Balukh
akhirnya dijatuhi hukuman di pengadilan negeri di Ba’a pada Tahun 1955 dan
kemudian di buang ke Nusa Kembangan.
58 Dalam Naskah Dinas DPDS Swapraja Rote Ndao Tahun 1960 tidak dikemukakan
tentang aksi demonstrasi yang terjadi pada saat kunjungan Gubernur Nusa Tenggara ke
Rote Ndao.
54

80

Peristiwa Prot es Sosial di Rot e

1959. ternyata Rakyat Delha sebagian besar mulai membayar
pajak, tetapi masyarakat di Bo’a memilih untuk tidak
membayar pajak.

− Tahap III: M atheos Petrus kemudian dibawa ke Ba’a untuk
diperiksa polisi karena ia mengaku menghasut orang untuk
membayar pajak sebesar Rp. 3.75. Polisi kemudian mulai
memanggil para saksi dalam pemeriksaan M atheos Petrus,
namun mereka tidak datang ke kantor Polisi melainkan ke
kantor Jaksa untuk diperiksa di sana. Sesudah itu mereka
pulang kembali ke Delha dan tidak lagi menghadap polisi.
− Tahap IV: Karena kehilangan posisi tawar, M atheos Petrus
akhirnya berusaha mencari bantuan pihak ketiga. Ia kemudian
berupaya bekerjasama dengan Partai Komunis Indonesia (PKI)
yang ada di Ba’a. dan M elalui peran Sekretaris PKI di Ba’a J.
Putirulan, PKI resmi berdiri di Nusak Delha, sebagai tandanya
mereka mendirikan papan nama partai pada tanggal 1 Januari
1960.
Informasi lainnya tentang M atheos Petrus dituturkan oleh
M anek Ndoen59(putera kandung M anek Delha, Abner Ndoen) bahwa:
Matheos Petrus bersama + 100 orang warga Nusak Delha
telah ditahan di Markas Komando Rayon Militer (Koramil) di
Baa dengan tuduhan terlibat dalam organisasi PKI. Abner
Ndoen kemudian ke Baa dan bertemu dengan Komandan
Koramil saai itu, kalau tidak salah namanya M ayor
Karyono60 . Sebelum bertemu, Abner Ndoen telah diingatkan
oleh Hakim Joos J.J. Ngefak dan Jaksa Lalamentik agar
berhati-hati jika berada di dalam area militer. Hakim dan
Jaksa tidak memiliki kekuasaan lagi kalau militer sudah
berbicara, kalau mereka tembak mati yah langsung tembak
saja.

W awancara tanggal 19 Maret 2008 (saat peristiwa Bo’a, Manek Ndoen berada di
Kupang, uraian ini menurut penuturan Ayahnya sewaktu menjabat sebagai Manek di
Nusak Delha). Sayangnya, Manek Ndoen tidak ingat lagi kapan kejadian ini
berlangsung.
60 Manek Ndoen juga menyebutkan nama lain yang mirip antara Kurdiono, Kardiono
Kardono, atau Kartono (beliau tidak ingat persis nama yang pasti).

59

81

Relasi Negara dan M asyarakat di Rot e

Abner Ndoen tidak gentar dan langsung menemui Danramil,
saat itu Danramil didampingi oleh Sersan Kurbi61. Hasilnya
adalah Danramil mengijinkan membawa pulang warga Nusak
Delha yang ditahan dengan catatan hanya yang diketahui
telibat sebagai anggota PKI saja yang tetap ditahan. Ada
sekitar 12 orang warga Nusak Delha yang ditahan karena
mereka merupakan anggota PKI, salah satu di antaranya
adalah Matheos Petrus. Keesokan harinya, ke-12 orang
warga Nusak Delha yang ditahan termasuk Matheos Petrus,
ditembak mati di depan markas Koramil di Baa. Penembakan
mati anggota PKI ini membuat warga Nusak Delha sangat
berhati-hati memilih partai politik.

Pemerintah selalu berusaha menyadarkan rakyat agar mau
membayar pajak.62 Pada tanggal 22 Oktober 1959, Utusan Kepala
Daerah Tingkat II Kupang (Sdr. M .E. Ngefak ) dengan didampingi oleh
anggota DPDS Swapraja Rote Ndao memberikan nasehat lisan kepada
rakyat Delha di Rumah M anek Delha agar tetap membayar pajak.
Kronologis pertemuan tanggal 22 Oktober 195963 penulis kutip kembali
secara ringkas sebagai berikut:
Pada awal inti pembicaraan adalah terganggunya keuangan
Swapraja Rote Ndao karena sebagian besar rakyat Delha tidak
mau membayar pajak. Kemudian pertemuan dilanjutkan
dengan Tanya Jawab. Lalu muncul Matheos Petrus, pensiunan
KNIL yang berdiam di Teteana dan berbicara sebagai berikut:
Saya Matheos Petrus menerangkan bahwa pemerintah mengatakan saya pengacau/penghasut sehingga orang-orang Delha
tidak mau membayar pajak. Tetapi sebenarnya orang-orang
Delha sebanyak 305 orang datang untuk meminta saya menjadi
pemimpin mereka untuk membuat surat keberatan kepada
Presiden RI Soekarno.

Sersan Kurbi, terkenal di Rote sebagai anggota tentara yang paling jahat (wawancara
dengan Manek Ndoen, 19 Maret 2008)
62 Sesuai dengan relas Pengamat Pajak Tingkat I Rote/Sabu L. Salow pada tanggal 16
Desember 1957, relas anggota DPDS Swarapaja Rote Ndao W.St. Mbate Mooy pada
tanggal 18 Desember 1957
63 Sesuai dengan relas Pengamat Pajak Tingkat I Rote/Sabu L. Salow pada tanggal 16
Desember 1957, relas anggota DPDS Swarapaja Rote Ndao W.St. Mbate Mooy pada
tanggal 18 Desember 1957
61

82

Peristiwa Prot es Sosial di Rot e

Saya mengaku bahwa saya telah membuat surat itu kepada
Presiden RI minta supaya besar pajak setahun hanya Rp.3.75
(tiga 75/100 rupiah) untuk seorang wajib pajak setahun. Tetapi
hingga kini belum ada balasan kabar apa-apa dari Presiden,
olehnya semua ini hanya bayar pajak sebesar Rp.3.75, lebih
tidak.64
Lalu Sdr. M.E. Ngefak (utusan Kepala Daerah Tingkat II
Kupang W ilayah Rote/Sabu di Baa) menjelaskan lagi kepada
hadirin bahwa pemerintah tidak mengatakan bahwa oknum
Matheos Petrus-lah yang menjadi pengacau di sini. Tetapi
Pemerintah mengatakan bahwa ada beberapa orang yang
sementara dalam penyelidikan dan tidak menyebutkan
orangnya. Tetapi karena Saudara Matheos Petrus menyebutkan
bahwa dialah pemimpin 305 orang Nusak Delha yang onar
membayar pajak selama ini, maka pekerjaan Pemerintah untuk
mencari pengacau itu menjadi lebih ringan.

Dalam laporan perjalanan dinas anggota DPDS Swapraja Rote
Ndao W .St. M bate M ooy dengan Surat Perintah Jalan Nomor 85/1957
tanggal 10 Desember 1957 sampai dengan 16 Desember 1957 pada
intinya menyatakan bahwa M anek Oenale dan juru tulisnya Petrus
Giri bersekongkol untuk menyembunyikan sesuatu, kemungkinan
mereka berusaha menghindari dari kunjungan tersebut untuk
memperbaiki keuangan Nusak Delha yang kacau balau.



Periode IV. Pada tanggal 25 Januari 1960, M anek Delha
bersurat kepada utusan Kepala Daerah Tingkat II Kupang M.E.
Ngefak di Baa untuk menangani tindakan PKI di Nusak Delha.
Rupanya M atheos Petrus berupaya meminta bantuan pada PKI
untuk memuluskan perjuangannya mempengaruhi masyarakat
Desa Bo’a. Pada tanggal 1 Januari 1960, PKI resmi memasang
papan nama partainya di Desa Nemberala65 berkat bantuan
M atheos Petrus yang juga saat itu resmi menjadi anggota PKI.

I manuel Ndoen dalam wawancara tanggal 20 Maret 2008 di Rote, menuturkan
bahwa Matheos Petrus tidak pernah mengirimkan surat gugatan itu pada Presiden RI
Soekarno, uang yang dikumpulkan dengan alasan untuk biaya pengiriman surat ke
Jakarta malah digunakan untuk kepentingan pribadi Matheos Petrus.
65 Pendirian ini juga ditandai dengan pesta yang dihadiri oleh sebagian rakyat Nusak
Delha. Ternyata bahwa pendirian cabang itu PKI tanpa seijin Pemerintah Swapraja dan
64

83

Relasi Negara dan M asyarakat di Rot e



Periode V. Pada tanggal 4 M ei 1960 Kepala Daerah Tingkat II
Kupang W .C. Oematan dan Komandan Sektor C Overate juga
memberi nasehat kepada rakyat Delha (pada waktu itu hadir
sekitar 200 orang, nasehat-nasehat ini diterjemahkan ke dalam
bahasa Delha oleh anggota DPDS Swapraja Rote Ndao, W .St.
M bate M ooy). Nasehat ini dilakukan di rumah M anek Delha di
Desa Nemberala. Pada tanggal 6 M ei 1960, Kepala
Pemerintahan Setempat Rote/Sabu N.G. nDoen melalui
suratnya dengan nomor: 6/5/58/Rhsts meminta bantuan kepada
Komandan Vak. I, Kapten Kana untuk menangani masalah
Delha. Kemudian disusul lagi dengan Surat DPDS Swapraja
Rote Ndao nomor: 107/Rhs/1958 yang ditandatangani oleh
Kepala DPDS Swapraja Rote Ndao Ch.P. M anubulu.

Untuk memulihkan keuangan swapraja Rote Ndao, maka
Kepala Daerah Tingkat II Kupang W .C. Oematan memerintahkan
Kepala DPDS Swapraja Rote Ndao Ch.P. M anubulu untuk segera
membentuk tim penagih pajak yang terdiri dari unsur Nusak Delha,
unsur DPDS Swapraja Rote Ndao dan unsur Polisi Negara. Tim ini
terdiri dari 13 orang yang bertugas menagih pajak sejak Tahun 19491959 kepada 305 orang yang berdiam di Desa Bo’a Nusak Delha. Tim
ini mulai tertugas pada tanggal 10 M ei 1960 jam 14.00 W ita mereka
bertolak menuju Nusak Delha dari Baa menggunakan kuda. Ke-13
anggota tim penagih pajak yang dibentuk dapat dilihat pada Tabel 4.2
berikut ini:

Polisi setempat walaupun pada saat itu ada larangan melakukan aktifitas partai oleh
penguasa perang sementara.

84

Peristiwa Prot es Sosial di Rot e

Tabel 4.2. Anggota Tim Penagih Pajak
NO

UNSUR
Manek Delha
Temukung Sedeoeo
Temukung Mbui
Temukung Ombak
Temukung Teai
Temukung Leoanak
Juru Tulis Pajak Nusak Delha
Juru Tulis Swapraja Rote
Pesuruh Swapraja Rote
Pegawai Pajak Swapraja Rote
Anggota Polisi Negara & Komandan
Patroli
12
I Made Kukuh
Anggota Polisi Negara
13
Petrus Ngongobili
Anggota Polisi Negara
Sumber: Laporan Tertulis Manek Delha Abner Ndoen dan Laporan Tertulis Petugas
Pajak Z.M. Mbolik Tahun 1960 dalam Naskah Dinas DPDS Swapraja Rote Ndao Tahun
1960

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

NAM A ANGGOTA TI M
Abner Ndoen
Obed Kili
Thoma Fua
Diogomis Loa
Agus Mengge
Hanok Balu
D. Ndoen
B.M. Bailaen
J. Bessie
J. Foeh
H. Bessie

Pada tanggal 12 M ei 1960, tim melakukan penagihan di
kampung LoEdi, SedeoEn, Hehenat, dan OefoE/LenaoEn. Tanggal 13
M ei 1960 tim melakukan penagihan di kampung BonioEn, Tuaneo dan
M bore. Semuanya aktivitas penagihan selama 2 hari berturut-turut
berjalan dengan baik.
Pada tanggal 14 M ei 1960 jam 07.30 Tim penagih pajak
berangkat dari Desa Nemberala menuju kampung TunggaoEn dengan
jarak tempuh + 3 Km2 menggunakan kuda untuk menagih pajak di
TunggaoEn. Pada pukul 08.30 tim tiba di TunggaoEn dan rumah
pertama yang mereka tagih kebetulan hanya ada seorang perempuan di
dalam rumah yang bernama Sui Suek. Sui Suek tidak mau membayar
pajak dengan alasan pajak sebesar Rp.3.75 per orang per tahun sudah
dibayarkan (dibayarkan oleh M atheos Petrus) dan karena itu kami
tidak mau membayar lagi. Salah seorang anggota tim penagih pajak
Petrus Ngongobili yang juga anggota polisi negara berusaha
menjelaskan dan meminta Sui Suek segera mengambil uang dan
membayar pajak sesuai jumlah tagihan. Tetapi sebaliknya, Sui Suek
85

Relasi Negara dan M asyarakat di Rot e

malah berusaha merampas pistol yang ada di pinggang Petrus
Ngongobili namun upayanya gagal. Hanya tali senjata yang bisa diraih
oleh Sui Suek. Sui Suek akhirnya berteriak minta tolong, beberapa
pemuda TunggaoEN yang berbadan kekar keluar dan menbantu Sui
Suek. M elihat kondisi yang semakin tidak terkendali, Petrus
Ngongobili mengeluarkan tembakan peringatan ke udara sambil
berteriak “sabar saudara-saudara” karena ketakutan akhirnya mereka
lari tunggang langgang. Sementara itu Sui Suek tidak mampu berbuat
banyak karena wajahnya ditampar oleh polisi hingga hidungnya
berdarah.
Informasi lisan lainnya dikemukakan oleh Arnolus Bernaduz
Ndoen (38 Tahun)66, bahwa peristiwa tersebut dipicu oleh
"kebohongan" yang diceritakan oleh seorang Ibu dari Desa Bo'a. Tante
As mengatakan, bahwa Dia di "pukul" oleh beberapa Penagih Pajak
saat bertemu di jalan. M endengar, bahwa ada wanita dari Bo'a
"dipukul" oleh Penagih Pajak, maka masyarakat Bo'a, tanpa cross check
lebih jauh tentang peristiwa "pemukulan" tersebut, langsung
melakukan penghadangan dan penganiayaan, hingga terjadi korban
jiwa. Entah kejadian itu dipicu oleh suatu "kebohongan" atau tidak
tersebut lalu bergeser ke persoalan politik/ideologi.
Karena sudah tidak ada lagi perlawanan, maka penagihan di
kampung TunggaoEn dilakukan sampai selesai. Kemudian tim
memutuskan untuk beristirahat sambil makan siang bersama di rumah
D. Ndoen, juru tulis pajak Nusak Delha. Setelah makan siang, tim
melanjutkan perjalanan ke Desa Bo’a
Tim penagih pajak tiba di Desa Bo’a pada pukul 15.00 W ita,
rumah pertama yang didatangi tim penagih pajak adalah rumah milik
wajib pajak M atheos Rassi, namun yang bersangkutan tidak ada di
rumah, hanya istrinya Asnat Nggadas. Sehingga ia diminta untuk
memanggil suaminya, tim menunggu hingga lebih dari 5 menit,
M atheos Rassi juga belum datang, akhirnya tim memutuskan

66

W awancara tanggal 24 Juli 2008

86

Peristiwa Prot es Sosial di Rot e

melanjutkan perjalanan ke rumah wajib pajak yang lain di kampung
Bo’a sambil memberikan tambahan waktu bagi Asnat Nggadas untuk
memanggil suaminya. Asnat Nggadas malah mengeluarkan
sungutan/makian berbunyi “Ndera Tek” atau “Kilat Sambar”. Namun
makian ini tidak dipedulikan oleh tim.
Rupanya warga Desa Bo’a sudah mengetahui akan kedatangan
“tamu tak diundang”. Saat tiba di sebuah tanah lapang di pinggir pantai
(lihat foto di halaman berikut), tim dikejutkan oleh serangan warga
Desa Bo’a yang menggunakan senjata kayu pemukul. M elihat kondisi
ini, H . Bessie, anggota polisi negara yang juga komandan patroli
meminta warga agar menyimpan kayu pemukul mereka tetapi
himbauan ini tidak dihiraukan hingga H. Bessie dan 2 anggota polisi
lainnya I M ade Kukuh dan Petrus Ngongobili mengeluarkan tembakan
peringatan ke udara hingga 4 kali. W arga yang berjumlah + 100 orang
malah semakin beringas dan tidak takut lagi dengan tembakan polisi,
perkelahian polisi dan warga tak dapat dihindari, 2 orang polisi yakni
H. Bessie dan I M ade Kukuh jatuh ke tanah dan tidak bergerak lagi,
mereka tewas di tempat. Dari warga sipil, ada 2 orang yang juga tewas
di tempat, mereka tewas terkena tembakan polisi, yakni Benyamin
Nggadas dan Lukas Boro, beberapa warga lainnya juga terkena luka
tembak tetapi tidak sampai meninggal.
M elihat dua temannya sudah terkapar dan tidak bergerak lagi,
Petrus Ngongobili lalu melarikan diri ke hutan dengan hanya
menggunakan “kelewang” Rote untuk menjaga diri, senjata milik
Petrus Ngongobili sudah dirampas warga dan kepalanya dalam keadaan
luka serta mengeluarkan banyak darah akibat hantaman kayu
pemukul. Petrus Ngongobili dikejar oleh 3 orang warga namun
rupanya mereka gagal, Petrus Ngongobili berhasil menyelamatkan diri
dengan cara pura-pura mati. Sementara tim penagih pajak yang lain
melarikan diri dengan kuda ke Desa Nemberala, saat itu mereka sempat
mengenali Linus Adu67 dan Ngeni sementara mengejar mereka dari
Linus Adu adalah warga sipil yang menyerang I Made Kukuh hingga tewas,
wawancara dengan I manuel Ndoen (75 Tahun) tanggal 20 Maret 2008.

67

87

Relasi Negara dan M asyarakat di Rot e

belakang, tetapi Linus dan Ngeni tak mampu melawan kecepatan laju
kuda.
Tim penagih pajak yang melarikan diri tiba di Desa Nemberala
keesokan harinya (tanggal 15 M ei 1960) pada jam 16.00 W ita. 1 jam
kemudian tiba-tiba muncul Petrus Ngongobili dalam keadaan luka
parah di kepala. Ia membawa berita bahwa 2 temannya telah
meninggal dunia. Kondisi Petrus Ngongobili 68 sangat lemah karena
dikejar oleh kira-kira 10 orang warga Desa Bo’a ditambah lagi harus
berlari sejuah + 10 Km2 (jarak Desa Bo’a dan Desa Nemberala).

(Foto: W ilson Therik, 2007)

Gambar 4.1. Lokasi Pertempuran antara W arga Desa Bo'a dengan Tim Penagih
Pajak pada Tahun 1960. Kini merupakan bagian dari Kawasan W isata
Nemberala

Petrus Ngongobilli dikabarkan masih hidup dan kini menetap dikampung
halamannya di Pulau Sumba dengan keadaan sakit jiwa (gila) mungkin karena
pengaruh hantaman kayu pemukul di bagian kepala saat peristwa Bo’a Mei 1960.
W awancara dengan I manuel Ndoen (75 Tahun) tanggal 20 Maret 2008.

68

88

Peristiwa Prot es Sosial di Rot e

Pada tanggal 16 M ei 1960 M anek Delha Abner Ndoen
mengirim laporan tertulis yang ditujukan kepada Kepala DPDS
Swapraja Rote Ndao, Kepala Polisi Negara W ilayah Rote Ndao, Utusan
Kepala Daerah Tingkat II Kupang di Baa dengan tembusan kepada
Kepala Daerah Tingkat II Kupang di Kupang tentang kronologis
peristiwa Bo’a tanggal 14 M ei 1960. sementara itu di Desa Bo’a seluruh
warga mulai mengungsi ke desa tetangga dan praktis tidak ada satu
orang pun yang mendiam Desa Bo’a, mereka sangat ketakutan jika ada
serangan balasan yang dilakukan oleh Polisi, karena mereka telah
mengetahui bahwa 2 orang anggota polisi tewas di tempat dan
mayatnya masih berada di tanah lapang di pinggir pantai. Ketakutan
ini tidak hanya dialami oleh warga Desa Bo’a tetapi juga oleh warga
desa tetangga lainnya (termasuk di Desa Nemberala), mereka
melakukan patroli siang dan malam tanpa henti sampai menunggu
bantuan tentara dan polisi tiba di tempat mereka.

(Foto: W ilson Therik, 2007)

Gambar 4. 2 Puing rumah pertama yang dibakar oleh polisi pada tanggal 16
Mei 1960 di Desa Bo’a.

89

Relasi Negara dan M asyarakat di Rot e

Tanggal 17 M ei 1960, seluruh rumah warga di Desa Bo’a telah
dibakar, hanya tersisa 19 rumah, 59 rumah lainnya rata dengan tanah,
pada tanggal 18 M ei 1960 disusul lagi 3 rumah yang dibakar, total
rumah yang terbakar sebanyak 62 rumah. Sementara itu pada tanggal
17 M ei 1960 bantuan tentara (TNI-AD) dan Polisi (Birgade M obil) tiba
di Baa dari Kupang. Pasukan TNI-AD dipimpin oleh Kapten El Tari69,
sementara pasukan Brimob dipimpin oleh Kapten Gasperz70,
rombongan ini membawa bantuan sosial berupa bahan makanan,
pakaian, obat-obatan untuk warga Desa Bo’a yang mengungsi. Pada
tanggal 18 M ei 1960, dibawah pimpinan Lts. J. Fanggidae, pasukan
TNI-AD dan Brimob berangkat menuju Nusak Delha untuk melakukan
pengamanan di Nusak Delha serta memberikan bantuan sosial kepada
warga Desa Bo’a yang mengungsi di desa-desa tetangga di Nusak
Oenale, Nusak Thie dan Nusak Dengka.
Pada tanggal 19 M ei 1960, dilakukan langkah-langkah
penanganan lanjutan secara objektif, diantaranya segala tindakan
pidana diserahkan kepada polisi, jaksa dan hakim; distribusi makanan,
pakaian dan obat-obatan dibawah pengawasan Jawatan Sosial;
membangun rumah penampungan sementara bagi warga Desa Bo’a
yang tidak memiliki rumah karena di bakar dan membentuk Panitia
Khusus untuk menilai kerugian rumah-rumah yang terbakar di Desa
Bo’a. Total nilai kerugian rumah yang terbakar mencapai Rp64.500
sebagaimana tertulis dalam Berita Acara Panitia Khusus tanggal 10 Juni
1960. Panitia Khusus dimaksud dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut ini:

Terakhir El Tari menjabat sebagai Gubernur NTT yang kedua dengan pangkat
Brigadir Jenderal.TNI menggantikan Gubernur NTT yang pertama W.J. Lalamentik.
70 Kapten Gasperz adalah Komandan Markas Brimob Daerah NTT yang pertama dan
salah satu tokoh pendiri Markas Brimob Daerah NTT.

69

90

Peristiwa Prot es Sosial di Rot e

Tabel 4.3. Panitia Khusus Perkiraan Kerugian Rumah W arga Desa Bo’a
NO

NAM A
UNSUR
1
Abner Ndoen Manek Delha
2
Z.M. Mbolik
Swaparaja Rote Ndao
3
H. Doko
Kejaksaan Pengadilan Negeri
4
M.D. Pany
Utusan Kepala Daerah Tingkat II Kupang
5
A.J. Toelle
Jawatan Sosial
6
J.K. Serang
Kepolisian
7
J. Foeh
Instansi Pajak
Sumber: Berita Acara Panitia Khusus tanggal 10 Juni 1960

JABATAN
Ketua
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota

Hasil kerja Panitia Khusus dibangun berdasarkan asumsi rumah
besar berharga @Rp.1500,- rumah sedang berharga @Rp.750,- dan
rumah kecil berharga @Rp500,- Karena rumah besar yang terbakar
berjumlah 28 buah, rumah sedang 22 buah dan rumah kecil 12 buah,
maka jumlah kerugian mencapai Rp64.500,- Ukuran yang digunakan
dalam mengklasifikasi besar kecilnya harga sebuah rumah adalah: 1)
rumah-rumah tersebut dibuat pada waktu bahan-bahan bangunan
masih dalam keadaan murah; 2) rumah-rumah ini didirikan secara
gotong royong sehingga tidak berbiaya besar; 3) bahan-bahan
bangunan yang digunakan berkualitas rendah; dan 4) rumah-rumah
tersebut hanya sebagian kecil yang memenuhi syarat sebagai rumah
layak huni, bahkan bisa dikatakan hanya sekedar untuk menaungi
penghuni.71
Dalam relas pegawai DPDS Swapraja Rote Ndao M .M . Ndoen
tertanggal 12 Juli 1960 tertulis bahwa bantuan sukarela dari NusakNusak di Rote terkumpul sebanyak 31 karung beras atau 1.111 Kg
beras. Bantuan ini dikumpulkan di Baa, kemudian diangkut ke Delha
dengan menggunakan kapal motor Sukaria dengan juragan bernama La
Tjina.
Penanganan lain yang dilakukan diantaranya adalah:
memberikan penerangan umum berupa pemutaran film kepada
masyarakat Desa Bo’a yang mengungsi dan masyarakat di Nusak Delha

71

Berita Acara Panitia Khusus Perkiraan Rumah tanggal 10 Juni 1960.

91

Relasi Negara dan M asyarakat di Rot e

pada umumnya; diupayakan pembukaan kebun kolektif atas dasar
gotong-royong untuk masing-masing laki-laki kuat seluas 5 are, sebagai
upaya cadangan pangan dengan penanaman ubi kayu dan lain-lain;
diusahakan diadakan pekabaran injil untuk memperbaiki rohani
penduduk; diupayakan mengembangkan Sekolah Rakyat (SR) di
Nemberala untuk mendidik anak-anak yang butah huruf serta
diupayakan
perkunjungan
kaum
wanita (wanita masehi/
bhayangkara/dorkas) ke Nusak Delha untuk membantu kaum
perempuan dan anak-anak.72
Setelah peristiwa Bo’a 1960 berlalu, banyak orang beranggapan
bahwa peristiwa tersebut didalangi oleh PKI. PKI dituduh
mempengaruhi warga agar tidak membayar pajak pada pemerintah.
Dari berbagai hasil wawancara dan penelusuran literatur sebagaimana
yang telah penulis kemukakan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa
peristiwa di Desa Bo’a pada bulan M ei 1960 tidak memiliki kaitan
langsung dengan aktifitas PKI di Rote khususnya di Nusak Delha.

Kesimpulan
Rentetan peristiwa perlawanan yang telah dikemukakan di atas
sesungguhnya telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Rote
baik pada masa negara kolonial maupun sesudahnya. Namun gerakan
perlawanan yang terjadi pada era kolonial itu lebih dititikberatkan
pada perjuangan untuk mempertahankan identitas dan keberadaan
nusak. Sementara perlawanan yang terjadi pada masa sesudahnya lebih
dititikberatkan kepada perjuangan untuk mendapatkan hak-hak atas
akses terhadap ekonomi, sosial dan budaya (ekososbud), salah satunya
adalah gerakan antipajak yang dilakukan oleh masyarakat Desa Bo'a
pada Tahun 1960 terhadap pemerintahan Orde Lama.

72

Lihat: Naskah Dinas DPDS Swapraja Rote Ndao Tahun 1960

92