PERAN NAHDLATUL ULAMA SIDOARJO DALAM PEMILIHAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI SIDOARJO TAHUN 2005-2015.

(1)

PERAN NAHDLATUL ULAMA SIDOARJO DALAM

PEMILIHAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI SIDOARJO

TAHUN 2005-2015

SKRIPSI

DiajukanUntuk MemenuhiSebagianSyaratMemperoleh GelarSarjanaDalam Program Strata Satu(S-1) PadaJurusanSejarahdanKebudayaan Islam (SKI)

Oleh : MiftakhulJann

MIFTAKHUL JANN

FarizaAinulWardah

A3.22.12.103

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Dalam skripsi yang berjudul “Peran Nahdlatul Ulama Sidoarjo Dalam

Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Sidoarjo Tahun 2005-2015”, penulis berusaha mengungkap beberapa persoalan sebagai berikut: 1) Bagaimana sejarah perkembangan Nahdlatul Ulama Cabang Sidoarjo? 2) Bagaimana peran Nahdlatul Ulama Cabang Sidoarjo dalam pemilihan bupati dan wakil bupati tahun 2005-2015?

Penulisan skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan yang menggunakan metode penelitian sejarah, yang berfungsi untuk mendeskripsikan sesuatu yang terjadi di masa lampau. Metode penelitian sejarah yang digunakan penulis adalah dengan menggunakan beberapa langkah, yaitu pemilihan topik, heuristik (pengumpulan data) dengan cara mengumpulkan sumber-sumber atau arsip-arsip yang terkait mengenai Nahdlatul Ulama Cabang Sidoarjo, verifikasi (kritik terhadap data), interpretasi (penafsiran), serta historiografi (cara penulisan sejarah). Pada penelitian kali ini menggunakan pendekatan sejarah untuk mengungkap sejarah masuknya dan perkembangan Nahdlatul Ulama’ di Sidoarjo. Selain itu, pendekatan sejarah in digunakan untuk mengetahui perjalanan pemilukada di Sidoarjo tahun 2005-2015. Teori yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah teori intelektual yang dikemukakan oleh Gramsci yakni menjelaskan bahwa kaum intelektual yang mempunyai hubungan dengan kelompok sosial yang mempunyai fungsi tidak hanya dalam bidang sosial-ekonomi saja, akan tetapi juga pada bidang politik.

Dari hasil penelitian ini, penulis menyimpulkan bahwa: 1) Nahdlatul Ulama Cabang Sidoarjo diperkirakan sudah ada di Sidoarjo sebelum tahun 1929, dan barulah mendapat legalitas secara administratif oleh pemerintahan Jepang pada 2 Mei 2604 (2 Mei 1944), 2.1) Peran Nahdlatul Ulama’ cabang Sidoarjo dalam pemilihan bupati dan wakil bupati Sidoarjo pada tahun 2005 secara organisatoris yakni tidak melakukan politik secara praktis untuk merebut kekuasaan atau pimpinan kabupaten Sidoarjo, dan ia akan melakukan pemanduan serta pengawalan terhadap jalannya pilkada Sidoarjo supaya berjalan dengan demokratis, jujur, aman, dan damai. Secara person dalam pilkada Sidoarjo tahun 2005 arah dukungannya terhadap pasangan Win Hendarso dengan Saiful Illah. 2.2) Peran Nahdlatul Ulama’ cabang Sidoarjo pada pilkada tahun 2010 yakni secara vulgar memberikan dukungannya terhadap pasangan calon bupati dan wakil bupati Saiful Illah dengan Hadi Sutjipto. Para pimpinan beserta pengurus Nahdlatul Ulama’ cabang Sidoarjo bersatu melakukan sosialisasi dan membentuk Tim Sembilan Pemenangan Saiful Illah – Hadi Sutjipto. 2.3) Dalam pilkada Sidoarjo tahun 2015 terdapat dualisme dukungan, antara pimpinan cabang dengan para MWC se- kabupaten Sidoarjo yang berujung pada dikeluarkannya surat netral dalam pilkada Sidoarjo tahun 2015. Akan tetapi, surat netral tersebut tak berdampak sama sekali, karena para MWC se- kabupaten beserta Badan otonomnya tetap memberikan dukungannya terhadap pasangan Saiful Illah dengan Nur Ahmad.


(7)

ABSTRACT

In this thesis entitle “The Role of Nahdlatul Ulama’ Sidoarjo in regent 2005-2015 period” the aim of this study are 1) to show how are the development of Nahdlatul Ulama’ histories in Sidoarjo, 2) How are the role of Nahdlatul Ulama Sidoarjo in regent elections 2005-2015 period.

The researcher uses historical method in this thesis. It is used to described everything that happen in the past. Moreover, there are some steps in this method such as, choose the relevant topic, collect the data by used some files about Nahdlatul Ulama’ in Sidoarjo, verivication data, interpretation, and historiography. In this thesis uses historical approach is used to reveal the history of the introduction and development of Nahdlatul Ulama’ in Sidoarjo. In addition, the historical approach is used to reveal the trip Sidoarjo in regent elections 2005-2015 period. Besides, the researcher also uses Gramsci theory. He found that the intellectual is not only talk about social and economic but also in a politic.

After analyzing the data, the researcher found out that: 1) Nahdlatul Ulama’ in Sidoarjo had formed before 1929 period and it gets legality by Japan

government on May 2nd 2604 (May 2nd 1944). 2.1) the role of Nahdlatul Ulama

Sidoarjo in the election of the regent and deputy regent of Sidoarjo in 2005 organizationally it doesn’t do politics practically to seize power or leadership in Sidoarjo, and he will do the scouting and escort the running of the elections Sidoarjo in order to walk with a democratic, fair, secure, and peaceful. In person their full support for Win Hendarso with Saiful Illah. 2.2) the role of Nahdlatul Ulama’ Sidoarjo on the elections in 2010 that are vulgar gave support to the candidate Saiful Illah with Hadi Sutjipto. The leaders and administrators Nahdlatul Ulama Sidoarjo united socialize and from a winning team for Saiful Illah with Hadi Sutjipto. 2.3) in the 2015 elections there is dualism support, between the branch leaders with the assembly deputy branch that resulted in the issuance of neutral in the Sidoarjo’s election 2015.however, the neutral letter no impact, because of the assembly deputy branch of Nahdlatul Ulama for all district in Sidoarjo with the autonous agency continue to give their full support to Saiful Illah with Nur Ahmad


(8)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Nahdlatul Ulama merupakan salah satu dari dua organisasi masyarakat Islam terbesar di Indonesia. Sebagai sebuah organisasi Islam masyarakat yang besar, Nahdlatul Ulama memiliki peran yang sangat penting dan dominan dalam segala bidang. Peran yang di mainkan oleh Nahdlatul Ulama tidak hanya sekedar peran dalam bidang keagamaan menjaga akidah umat, tetapi juga peran lain diluar itu. Seperti dalam bidang pendidikan, ekonomi, social, bahkan dalam dunia politik.

Secara historis, Nahdlatul ulama ialah sebuah organisasi yang didirikan oleh perhimpunan para ulama dan kiai pesantren tradisional. Organisasi ini didirikan di Surabaya pada tanggal 31 Januari 1926 atau tanggal 16 Rajab 1344 H.1 Pada awalnya organisasi ini didirikan dengan maksud dan tujuan untuk dapat mengirimkan wakil untuk menemui Raja Ibnu Sa’ud di Araba Saudi. Yang mana saat itu di Arab Saudi sedang terjadi pergolakan arus pembaharuan Islam. Namun rencana pengiriman wakil itu baru terlaksana pada dua tahun pasca berdirinya Nahdlatul Ulama.2

Setelah perdiriannya Nahdlatul Ulama berkembang cukup pesat dengan mulai mendirikan dan meresmikan kantor-kantor perwakilan mulai dari tingkat ranting, anak cabang, cabang hingga perwakilan ditingkat provinsi. Dengan dirikannya

1 Kacung Maridjan, QUO VADIS NU (Jakarta: Erlangga, 1992), 1.

2 Martin Van Bruinessen, NU: Tradisi, Relasi Kuasa dan Pencarian Wacana Baru (Yogyakrta: LKis, 2004), 29.


(9)

2

kantor-kantor tersebut Nahdlatul Ulama semakin dekat dengan masyarakat, terlebih masyarakat jawa terutama Jawa Timur yang memang dikenal sebagai basis Nahdlatul Ulama terbesar di Indonesia.

Di Jawa Timur Nahdlatul Ulama sudah memiliki kantor perwakilan cabang ditingkat kabupaten dan kota di seluruh Jawa Timur, termasuk di Kabupaten Sidoarjo. Nahdlatul Ulama masuk di Sidoarjo diperkirakan sudah terjadi jauh sebelum Indonesia merdeka. Tetapi baru memiliki kantor cabang pada tanggal 29 maret 1995/27 syawal 14153. Pada awal berdirinya ini Nahdlatul Ulama di Sidoarjo tidak banyak memiliki peran yang menonjol. Sebab pada awal keberadaan Nahdlatul Ulama di Sidoarjo lebih banyak memfokuskan pada sisi pembenaran dan penyebarluasan tentang pemahaman keagamaan yang diyakini kebenarananya oleh Nahdlatul Ulama4. Oleh sebab itu tidak banyak peran yang dilakukan oleh Nahdlatul Ulama di Sidoarjo.

Namun, perkembangan Nahdlatul Ulama selanjutnya menampakkan hal yang berbeda. Apabila di awal berdirinya kantor cabang Nahdlatul Ulama mereka hanya kosentrasi hanya dalam bidang dakwah dan menyebarluaskan faham keagamaanya. Perkembangan Nahdlatul Ulama menampakkan hal yang berbeda di awal abad ke-21. Dimana pada awal abad ini peran Nahdlatul ulama begitu kentara dalam berbagai bidang. Melalui Badan Otonom dan lembaga-lembaga yang dimiliki Nahdlatul Ulama mulai menampakkan peran yang dominan, mulai dari menyemarakan kegiatan ekonomi, social, pendidikan, bahkan politik.

3Aksin Wijaya, Menusantarakan Islam: Menelususri Jejak pergumulan Islam Yang Tak Kunjung Usai di Nusantara (Yogykarta: Nadi Pustaka, 2011), 147.

4Abah,“Keunggulan PCNU Sidoarjo Layak Jadi Percontohan”, dalam http://nu-online.org, 24 Oktober 2015. (6 Maret 2016).


(10)

3

Dalam bidang politik, peran Nahdlatul Ulama di Sidoarjo begitu kentara. Dimana dalam proses pemilihan apapun, baik pemilu, pilpres, bahkan pilkada Nahdlatul Ulama cukup punya peran didalamnya. Peran itu ditunjukkan mulai dari pemberian rekomendasi pilihan calon dari tokoh NU, perestuan calon oleh salah satu tokoh NU, pemberian dukungan, hingga dukungan suara dari masyarakat NU yang menentukan kemenangan calon. Peran ini dapat terlihat dari menangnya para calon bupati yang di dukung Nahdlatul Ulama dalam pilkada pada tahun 2005, 2010 dan 2015. Dimana saat tahun 2005, pasangan Win Hendarso dan Saifulillah yang di usung PKB dan PAN berhasil memenangkan Pilkada di Sidoarjo dengan kemenangan mutlak. Sedangkan pada tahun 2010 pasangan Saifulillah dan M.G. Hadi Sutjipto yang di usung PKB dan PDI-P juga memenangkan Pilkada di Sidoarjo. Pada pilkada tahun 2015 terulang kembali, dimana pasangan Saiful Illah dan Nur Ahmad Syaifuddin sebagai calon incumbent diusung oleh PKB menuai suara kemenangan mutlak. Kemenangan ketiga pasangan tersebut dalam Pilkada di Sidoarjo tidak lepas dari peran dukungan dari Nahdlatul Ulama dan warga Nahdlatul Ulama.

Meskipun terlihat kentara keterlibatan Nahdlatul Ulama di Sidoarjo dalam bidang politik. Tetapi para pengurus teras Nahdlatul Ulama tidak mau mengakui bahwasanya Nahdlatul Ulama Sidoarjo ikut berpartisipasi dalam politik. Nahdlatul Ulama Sidoarjo menyebutkan bahwa Nahdlatul Ulama Sidoarjo netral dalam proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di Sidoarjo5. Tetapi sekalipun disangkal, namun fakta dilapangan memperlihatkan bahwa peran dukungan

5 Berdasarkan surat yang dikeluarkan oleh PCNU Sidoarjo dengan no surat 123/PC/A.II/L-10/X/2015 tentang petunjuk PCNU Kab. Sidoarjo menghadapi pemilihan bupati/wakil bupati.


(11)

4

Nahdlatul Ulama Sidoarjo terhadap salah satu pasangan menentukan dalam proses Pilkada di Sidoarjo.

Terbaru pada tahun 2015 kemarin, pengurus Nahdlatul Ulama Sidoarjo dari 18 MWC sepakat memberikan dukungan kepada salah satu calon bupati dan wakil bupati yang akan maju dalam pilkada serentak tanggal 9 Desember.6 Hal ini menyiratkan bahwa Nahdlatul Ulama di Sidoarjo mempunyai peran dalam proses pemilihan umum di Sidoarjo.

Atas paparan diatas, sangat menarik bagi saya untuk meneliti dan mengkaji lebih dalam mengenai peran Nahdlatul Ulama di Sidoarjo dalam bidang Politik. Hal ini ingin saya lakukan guna mengetahui seberapa besar pengaruh Nahdlatul Ulama di Sidoarjo dalam transisi kepemimpinan. Ini menurut saya penting agar masyarakat Sidoarjo mengetahui, khususnya warga Nahdliyin betapa besarnya peran dan pengaruh mereka terhadap proses pemilihan di Sidoarjo.

Dalam membahas masalah diatas, saya akan membingkai penelitian ini dengan judul “Peran Nahdlatul Ulama Sidoarjo dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Sidoarjo Tahun 2005-2015”. Judul ini saya ambil sebab dalam penelitian kali ini, saya akan memfokuskan pembahasan dan pengkajian terhadap aktivitas-aktivtas Nahdlatul Ulama di Sidoarjo yang berkaitan dengan masalah politik, khususnya dalam pemilihan bupati dan wakil bupati. Sedangan pembatasan tahun saya ambil 2005-2015 dengan alasan bahwa pemilihan kepala daerah secara lansung di Sidoarjo baru mulai dilaksanakan sejak tahun 2005. Sedangkan tahun 2015 saya ambil karena ditahun tui telah diadakan proses

6Abidin, “PCNU Netral, MWC Tetap Dukung BerSiNar”, dalam http://kabarsidoarjo.com/?p=32 02. 22 Oktober 2015 (5 Maret 2016).


(12)

5

pemilihan bupati dan wakil bupati yang juga sangat seru melibatkan Nahdlatul Ulama dalam pusaran politik di Sidoarjo.

B. Rumusan Masalah

Dalam melakukan penelitian pembatasan sebuah pokok bahasan sangat diperlukan. Hal ini dilakukan agar penelitian tidak melenceng dari garis besar masalah yang ingin dibahas. Maka dalam hal ini akan penulis batasi dengan rumusan masalah berikut ini:

1. Bagaimana Sejarah Perkembangan Nahdlatul Ulama di Sidoarjo pada tahun 2005-2015?

2. Bagaimana peran Nahdlatul Ulama dalam hal Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Sidoarjo?

C. Tujuan Penelitian

Pada dasarnya setiap penelitian mempunyai tujuan tertentu. Begitupula dalam penelitian mengenai Nahdlatul Ulama di Sidoarjo ini juga mempunyai tujuan untuk apa penelitian ini dilakukan. Tujuannya adalah:

1. Untuk mengetahui secara jelas sejarah dan perkembangan Nahdlatul Ulama di Sidoarjo pada tahun 2005-2015

2. Untuk mengetahui peranan Nahdlatul Ulama dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di Sidoarjo pada tahun 2005-2015.


(13)

6

Berdasarkan tujuan penelitian diatas, guna penelitian ini yakni:

1. Secara akademis penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan akan sejarah perpolitikan di daerah, khususnya di Sidoarjo.

2. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat dibaca dan diambil manfaatnya oleh banyak orang. Supaya tahu begaimana sejarah dan perkembangan NU di Sidoarjo dan dinamika proses pemilihan bupati dan wakil bupati di Sidoarjo pada tahun 2005-2015. Disamping itu, penelitian ini diharapkan bisa digunakan sebagai refrensi baru untuk kedepannya di lingkungan mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya.

E. Penelitian Terdahulu

Nahdlatul Ulama merupakan salah satu organisasi masyarakat yang besar di Indonesia. Sehingga sangat banyak diantara para ahli dan sarjana melakukan penelitian terhadap organisasi ini. Penelitian itu dilakukan baik dalam segi kesejarahan, strategi dakwah, hingga peranannya dalam masyarakat. Berikut ini akan saya sajikan beberapa penelitian mengenai Nahdlatul Ulama yang telah terlebih dahulu.

1. Ria Sovie Revianti dan Muryadi PARTISIPASI POLITIK GP ANSOR CABANG SIDOARJO DALAM PEMILU 1953-1955, dalam Jurnal VERLEDEN: Jurnal Kesejarahan, Vol. 4, No.2, Juni 2014. Dalam karya kolaborasi dosen dan mahasiswa ini dipaparkan mengenai partisipasi salah satu BANOM Nahdlatul Ulama dalam pelaksanaaan Pemilu tahun


(14)

7

1955. Dimana dalam hal ini dipaparkan mengenai strategi-strategi pemenangan partai NU saat itu di Sidoarjo.

2. Inggriht Fatamorgana, NAHDLATUL ULAMA DAN PILKADA GUBERNUR

JAWA TIMUR, Jurnal Politik Indonesia, Vol 1 No.1, Juli-7 September 2012,

35-44. Dalam karya ini diuraikan oleh penulisnya mengenai keterlibatan Nahdlatul Ulama dalam Pilkada Jawa Timur Tahun 2009.

3. Rachma Ernawati, PERANAN NAHDLATUL ULAMA SIDOARJO DALAM

PEMBERDAYAAN CIVIL SOCIETY, 2010. Karya ini merupakan sebuah

Thesis, dalam karya ini dipaparkan mengenai peran Nahdlatul Ulama Sidoarjo dalam mengelola masyarakat Sidoarjo agar menjadi masyarakat yang terarah dan teratur.

Dari paparan beberapa karya diatas, maka kita dapatlah diantara ketiganya. Dalam karya yang pertama penelitian difokuskan pada satu anggota Banom NU saja yakni GP Ansor dalam proses Pemilu tahun 1953-1955. Yang mana dalam karya itu diungkapkan mengenai strategi-strategi untuk memenangkan partai NU di Jawa Timur, khususnya di Sidoarjo.

Dalam karya yang kedua, dipaparkan jelas oleh sang peneliti mengenai bagaimana peran NU dalam proses pemilihan Gubernur Jawa Timur Tahun 2009. Dalam karya itu pula diungkapkan mengenai strategi-strategi yang digunakan NU untuk memenangkan salah satu calon yang didukungnya.

Dalam karya yang ketiga sedikit berbeda dengan karya yang pertama dan kedua, dimana dalam karya pertama dan kedua membahas mengenai NU dalam


(15)

8

perpolitikan. Sedangkan dalam karya yang ketiga ini membahas peran NU dalam mengelola masyarakat di Sidoarjo agar dalam kehidupan social kemasyarakatan.

Dari ketiga yang sudah ada diatas, maka penelitian yang sudah ada diatas berbeda dengan penelitian yang akan saya lakukan. Dimana titik fokus penelitian saya nanti akan memfokuskan pada segi keterlibatan NU dalam bidang politik di Sidoarjo. Berbeda dengan karya nomor dua yang mencakup peran NU dalam satu wilayah provinsi. Dalam penelitian saya nanti saya fokuskan pada satu daerah saja, dan lebih mengedepankan segi kesejarahannya bukan politiknya. Berbeda pula dengan karya yang nomor satu, dimana karya nomor satu hanya mengkaji peran salah satu Banom NU, dan pada penelitian saya nanti akan mengkaji Nahdlatul Ulama secara keseluruhan bukan salah satu Banom atau lembaga NU.

F. Pendekatan dan Kerangka Teoritik

Dalam melakukan sebuah penelitian sejarah, dibutuhkan sebuah pendekatan untuk menggambarkan suatu perisitwa tersebut. Dengan sebuah pendekatan, peneliti dapat menentukan dimensi-dimensi mana yang akan diperhatikan dan unsur-unsur apa saja yang akan diungkap.

Pada penelitian ini akan mengkaji sejauh mana peranan Nahdlatul Ulama dalam proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Sidoarjo tahun 2005-2015. Oleh


(16)

9

karena itu, dalam penelitian ini akan menggunakan pendekatan sejarah, pendekatan sejarah ini digunakan untuk mengungkap sejarah masuknya dan perkembangan NU di Sidoarjo. Selain itu, pendekatan sejarah ini juga digunakan untuk mengungkap perjalanan pemilukada di Sidoarjo selama 2005 sampai 2015.

Selain menggunakan pendekatan sejarah, penelitian ini juga memerlukan sebuah teori untuk menganalisa. Teori yang dipakai dalam pengkajian ini adalah Teori Intelektual yang dikemukakan oleh Gramsci.

Dalam teori tersebut dijelaskan bahwa intelektual adalah semua orang yang mempunyai fungsi sebagai organisator dalam semua lapisan masyarakat, baik wilayah produksi maupun dalam wilayah politik dan kebudayaan. Karena intelektual bukan dicirikan dari berpikirnya saja, namun dicirikan oleh peran dan fungsi intelektual mereka dalam kehidupan masyarakat.7

Gramsci mempunyai pandangan terhadap kaum intelektual dapat digolongkan menjadi dua, yaitu Intelektual organik dan Intelektual tradisional. Intelektual tradisional adalah intelektual yang tidak berkecimpung atau terjun dalam problem-problem yang terjadi di masyarakat. Sedangkan intelektual organik adalah intelektual yang bergulat didalam masyarakat. Jadi bisa dikatakan bahwa intelektual organik ini mengakui hubungannya dengan kelompok sosial tertentu dan memberikannya hegemonitas serta kesadaran tentang fungsinya, bukan hanya dibidang ekonomi saja, akan tetapi juga pada bidang sosial-politik.

Jika dilihat dari definisi intelektual organik yang dikemukakan oleh Gramsci, Nahdlatul Ulama ini termasuk kedalam intelektual organik. Karena

7 Roger Simon, Gagasan-Gagasan Politik Gramsci, Terj, Kamdani dan Imam Baehaqi (Jakarta: Pustaka Pelajar, 1999), 145.


(17)

10

kelompok ini berkecimpung dalam persoalan-persoalan yang ada di masyarakat. Dengan demikian Nahdlatul Ulama ini merupakan sebuah wadah atau organisasi yang berada di tengah-tengah masyarakat dan mempunyai tanggung jawab terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi oleh umat Islam. Sehingga NU tidak hanya menanggapi permasalahan dari masyarakat saja, tetapi juga ikut berperan aktif dalam bidang sosial, pendidikan maupun politik.

G. Metode Penelitian

Dalam melakukan penelitian ilmiah dibutuhkan sebuah metode untuk melakukan penelitian tersebut. Jenis penelitian ini adalah sejarah. Dalam penelitian sejarah terdapat empat macam tahapan yang harus dilalui, yaitu sebagai berikut:

1. Heuristik

Yaitu suatu proses yang harus dilakukan oleh peneliti untuk mencari dan mengumpulkan sumber-sumber. Tahapan awal ini harus dilalui peneliti sejarah untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah. Karena tanpa adanya sumber seorang sejarawan tidak akan bisa berbicara tentang sejarah. Sumber tersebut dijadikan sebagai bukti dan fakta dengan adanya kenyataan sejarah.

Pada tahapan ini, peneliti mendatangi ke instansi-instansi yang dapat memberikan data maupun informasi yang mendukung kajian penelitian ini. Data yang diberikan bisa dipertanggung jawabkan atas kredibilitas maupun keauntetikannya. Sumber-sumber tersebut bisa berupa dokumen tertulis


(18)

11

maupun tidak tertulis. Dokumen tertulis seperti surat-surat koleksi PCNU Sidoarjo, surat-surat kesepakatan perorangan maupun kelompok, catatan-catatan penting, arsip-arsip pemerintahan kabupaten Sidoarjo (hasil rekapitulasi pemilu 2005, 2010, dan 2015), data statistik kependudukan kabupaten Sidoarjo dan surat-surat kabar harian yang memuat berita yang berkaitan dengan topik penelitian ini bisa dijadikan sebagai sumber tertulis yang dapat dijadikan sumber sejarah.8 Instansi-instansi yang dapat memberikan informasi mengenai topik penelitian ini adalah Kantor PCNU, Kantor Komisi Pemilihan Umum Daerah kabupaten Sidoarjo, Kantor Badan Arsip Sidoarjo, serta Museum NU Jawa Timur.

Selain mencari dokumen-dokumen tertulis ke beberapa instansi, peneliti juga melakukan observasi atau penelitian lapangan. Kegiatannya dapat berupa dengan wawancara langsung para tokoh dan ulama’ Nahdlatul Ulama, baik itu ketua PCNU Sidoarjo, maupun ketua MWCNU dari beberapa kecamatan. Hasil dari tahapan ini akan dijadikan sebagai fieldnote guna melengkapi sumber informasi untuk penelitian ini.

2. Kritik Sumber

Adalah suatu kegiatan untuk meneliti sumber-sumber yang diperoleh agar memperoleh kejelasan apakah sumber tersebut kredibel atau tidak, dan apakah sumber tersebut autentik atau tidak9. Dalam tahapan ini, peneliti melakukan dua kritik sumber, yaitu:

a. Kritik intern

8 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2012) 74. 9 Lilik Zulaicha, Metodologi Sejarah 1 (Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2006) 16.


(19)

12

Adalah sebuah langkah penelitian dengan maksud untuk mengetahui kekredibilitasanya sumber yang didapat.

b. Kritik ekstern

Adalah sebuah tahapan dalam penelitian untuk mengetahui keabsahan atau keaslian sumber yang telah didapat.

Dengan melakukan kritik intern dan ekstern diharapkan penulis bisa membuktikan keautentikan sumber-sumber-sumber tersebut dapat dipercaya. 3. Interpretasi atau penafsiran

Ialah suatu upaya sejarawan untuk melihat kembali tentang sumber-sumber yang didapatkan apakah sumber-sumber-sumber-sumber yang didapatkan dan yang telah diuji autentisitasnya terdapat saling berhubungan atau yang satu dengan yang lain.10 Pada tahapan ini, penulis melakukan analisa terhadap sumber yang telah didapat dan menghubungkan pada satu kesimpulan, sehingga nantinya dapat menjelaskan bagaimana peranan NU dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di Sidoarjo tahun 2005-2015.

4. Historiografi

Adalah merupakan tahapan terakhir dalam metode sejarah yakni usaha untuk menyusun atau merekontruksi kejadian masa lampau dan menyajikannya secara sistematis, terperinci, utuh dan menyeluruh. Penulis diharapkan dapat memberikan gambaran jelas mengenai proses penelitian tersebut sejak dari awal hingga akhir tentang “Peran Nahdlatul Ulama dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di Sidoarjo tahun 2005-2015”.

10 Ibid., 17.


(20)

13

H. Sistematika Pembahasan

Untuk memudahkan penulisan, pemahaman, dan pembahasan dalam penelitian ini, maka penulis membagi skripsi ini menjadi beberapa bab.

Bab pertama, pendahuluan membahas tentang latar belakang, rumusan masalah, alasan pemilihan judul, tujuan penulisan, metode penelitian, sumber, dan sistematika pembahasan.

Bab kedua, paparan umum pilkada Kabupaten Sidoarjo. Pada bab ini akan dipaparkan mengenai pilkada, pilkada di Kabupaten Sidoarjo, tahapan-tahapan dalam pilkada, dan sebagainya.

Bab ketiga, sejarah perkembangan Nahdlatul Ulama di Sidoarjo. Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai sejarah masuknya Nahdlatul Ulama, dan eksistensi Nahdlatul Ulama’ di Sidoarjo dari tahun 2005-2015.

Bab keempat ialah peran Nahdlatul Ulama di Sidoarjo dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati dari 2005-2015. Pada bab ini akan penulis paparkan mengenai Peran Nahdlatul Ulama dalam Pilkada tahun 2005, Pilkada tahun 2010, dan Pilkada 2015.

Bab kelima, merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran penutup. Dalam bab ini akan disimpulkan hasil penelitian yang merupakan jawaban dari rumusan masalah yang ada.


(21)


(22)

BAB II

PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN SIDOARJO

A. Pilkada Sidoarjo

Dengan diberlakukan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah menciptakan suasana baru dalam proses pemilihan umum kepala daerah (pilkada, baik ditingkat provinsi, kabupaten maupun kota). Apabila sebelumnya gubernur, bupati dan walikota dipilih oleh orang-orang tertentu, yakni para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) sesuai dengan tingkatan masing-masing, maka dengan berlakunya UU tersebut proses pemilihan kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat sesuai dengan hak pilih masing-masing individu. Karena cara pemilihan kepala daerah tidak lagi melalui lembaga perwakilan, melainkan langsung oleh rakyat, maka sebagian orang menyebutnya dengan PILKADAL (Pemilihan Kepala Daerah Langsung).1

Pemilihan kepala daerah dan wakilnya secara langsung oleh rakyat merupakan suatu proses politik bangsa Indonesia menuju kehidupan politik yang lebih demokratis, transparan, dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, untuk menjamin pelaksanaan pilkada yang berkualitas dan memenuhi derajat kompetisi yang sehat, maka harus mampu mengakomodasi asas-asas pemilihan umum.2

Secara eksplisit asas pilkada tidak dirumuskan dalam UUD 1945 sebagaimana asas pemilihan umum, akan tetapi dalam Pasal 56 ayat (1) UU No.

1 A. Malik Madaniy, Politik Berpayung Fiqh (Yogyakarta: LKiS Printing Cemerlang, 2010), 21. 2 Titik Triwulan Titik, Pemilihan Kepala Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Dalam Sistem Pemilu Menurut UUD 1945 (Jakarta: Perpustakaan Nasional Katalog Dalan Terbitan, 2005), 58.


(23)

16

32 tahun 2004 yang menyatakan, “Kepala daerah dan wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.” Dengan demikian jelaslah sudah bahwa asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam pemilihan umum dipergunakan juga dalam pilkada karena pilkada sendiri dilakukan secara demokratis yaitu melalui pemilihan langsung oleh rakyat. Proses pemilihan kepala daerah diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) yang secara langsung dipilih oleh rakyat ini secara eksplisit membangun suasana baru demokrasi di Indonesia. Dimana rakyat dilibatkan secara langsung dan diberi hak keluasan untuk menentukan siapa yang akan memimpin daerahnya. Selain merupakan implikasi dari posisi pemerintahan daerah yang lebih otonom, keinginan untuk memberikan pendidikan politik dalam proses berdemokrasi tampaknya juga melatarbelakangi lahirnya UU diatas.

Kegiatan pilkada ini telah yang telah dilaksanakan di Indonesia ini juga dilaksanakan di Kabupaten Sidoarjo. Adapun pemilihan kepala daerah secara langsung di kabupaten Sidoarjo sendiri sampai saat ini sudah melakukan 3 kali proses pilkada secara langsung, yakni pada tanggal 25 September 2005, 25 Juli 2010 dan 9 Desember 2015. Berikut ini akan penulis uraikan rekam jejak pemilukada di Kabupaten Sidoarjo:

1. Pilkada Kabupaten Sidoarjo 2005

Untuk pertamakalinya Kabupaten Sidoarjo menggelar pilkada secara langsung pada tanggal 25 september 2005 untuk memilih Kepala Daerah dan


(24)

17

Wakilnya periode 2005-2010. Pada pilkada Sidoarjo diikuti oleh 3 pasangan calon (paslon) Bupati dan Wakil Bupati Sidoarjo, dengan berurutan yakni Win Hendarso – Saiful Ilah, Sjamsu Bahri - Fatmah Thoha Assegaf, dan Nadhim Amir – Salam.

Berdasarkan data rekapitulasi dari kpud Sidoarjo, terdapat 1.133.828 jumlah pemilih dengan total keseluruhan jumlah suara yang sah yakni 155.747 dengan rincian, jumlah surat suara yang sah untuk masing-masing paslon yakni, 459,206 suara (67.85%) untuk paslon no urut 1, Win Hendarso dengan Saiful Illah, kemudian untuk paslon no urut 2 yakni Sjamsu Bahari dengan Fatmah Thoha Assegaf mendapat 61,778 suara (9.12%) sedangkan 155,747 suara (23.01%) diraih paslon no urut 3 yaitu Nadhim Amir dengan Salam.

Pada pilkada Sidoarjo tahun 2005 ini dimenangkan oleh Drs. H. Win Hendarso, M.Si dan H. Saiful Illah, S.H yang mendapat 459, 206 ribu suara (67.85%), dan lebih unggul dari pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Sidoarjo lainnya.

2. Pilkada Sidoarjo Tahun 2010

Pilkada Sidoarjo tahun 2010 diselenggarakan pada tanggal 25 Juli 2010 diikuti oleh lima pasangan calon Kepala Daerah dan Wakilnya Kabupaten Sidoarjo periode 2010-2015, yakni Yuniawati-Sarto, Emy Susanti – Khulaim Junaidi, Agung Subaly- Samsul Wahid, Saiful Ilah – Hadi Sutjipto, dan Bambang Prasetyo Widodo – Khoirul Huda.


(25)

18

Jumlah pemilih pada pikada Sidoarjo tahun 2010 meningkat, dari 1.133.828 menjadi 1.286.640 dengan perolehan suara sah sebanyak 132.977. Calon pasangan Yuniawati – Sarto mendapat 54.593 (7,32%), Emy Susanti – Khulaim Junaidi dengan perolehan suara 82.918 suara (11,12%), Agung Subaly – Samsul Wahid mendapat 24.247 suara (3,25%), Saiful Ilah – Hadi Sutjipto memperoleh 450.586 suara (60,45%), dan Bambang Prasetyo Widodo – Khoirul Huda mendapat suara 132.977 (17,84%).

Jika diurutkan berdasarkan jumlah perolehan suara maka pasangan Saiful Ilah – Hadi Sutjipto unggul dengan perolehan suara 450.586 suara (60,45%), disusul kemudian pasangan Bambang Prasetyo Widodo-Khoirul Huda dengan perolehan suara 132.977 (17,84%), menyusul dibawahnya pasangan Emi Susanti-Khulaim Junaedi dengan perolehan suara 82.918 (11,12%), diikuti oleh pasangan Yuni-Sarto dengan perolehan suara 54.593 (7,32%) menempati posisi keempat, dan yang terendah yakni pasangan Agung Subali- Samsul Wahid dengan mendapat 24.247 suara (3,25%). Pada pilkada Sidoarjo tahun 2010 ini dimenangkan oleh pasangan Saiful Ilah- Hadi Sutjipto.

3. Pilkada Sidoarjo Tahun 2015

Pilkada Sidoarjo tahun 2015 diselenggarakan secara bersama-sama dengan pilkada daerah lainnya, yakni pada tanggal 9 Desember 2015. Hal ini berdasarkan UU No 8 Tahun 2015 yang disebutkan bahwa, pemilihan


(26)

19

Gubernur, Bupati, dan Walikota dilaksanakan setiap 5 tahun sekali secara serentak diseluruh wilayah Kesatuan Negara Republik Indonesia.3

Pilkada Sidoarjo tahun 2015 diikuti oleh 4 pasangan calon bupati dan wakil bupati, dan 1.367.945 pemilih dengan total jumlah suara yang sah yaitu 720.064 suara. Keempat pasangan calon bupati dan wakil bupati kabupaten Sidoarjo yakni 1) Hadi Sutjipto – Abdul Kholik, 2) Utsman Ikhsan – Ida Astuti, 3) Saiful Ilah – Nur Ahmad, dan 4) Warih Andono – Imam Sugiri.

Dengan urutan perolehan suara dalam pilkada Sidoarjo tahun 2015, maka pilkada kali ini dimenangkan oleh pasangan Saiful Ilah-Nur Ahmad Syaifuddin dengan perolehan suara 424.611 suara (58,96%), sedangkan pasangan lainnya masing-masing mendapat 192.414 suara (26,71%) yang diraih oleh Hadi Sutjipto- Abdul Kholik, kemudian Utsman Ikhsan- Ida Astuti yang mendapat 64.375 suara (8,94%), dan Warih Handono- Imam Sugiri yang memperoleh 38.664 suara (5,36%).

B. Tahapan-tahapan Pilkada Kabupaten Sidoarjo

Proses pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilaksanakan melalui beberapa tahap. Berdasarkan UU No. 23 tahun 2004 tahapannya dimulai dari masa persiapan dan tahap pelaksanaan meliputi: persiapan pemilihan, penyelenggaraan pemilihan, penetapan pemilih, pendaftaran dan penetapan

3 UU No 8 Tahun 2015 tentang perubahan atas Undang-Undang No 1 Tahun 2015 tentang

Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang NO 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.


(27)

20

pasangan calon, kampanye, pemungutan suara dan pengihitungan suara, serta penetapan pasangan calon terpilih, pengesahan dan pelantikan.4

1. Persiapan pemilihan kepala daerah

Sebelum dilaksanakan proses pemilihan Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah baiknya melakukan proses persiapan pemilihan terlebih dahulu. Hal ini diatur secara rinci dalam PP No. 6 Tahun 2005 tentang pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Dalam Pasal 2 PP No.6 Tahun 2005 dijelaskan bahwa masa persiapan pemilihan meliputi: pemberitahuan DPRD kepada Kepala Daerah menganai berakhirnya masa jabatan, pemberitahuan ini berkenaan dengan berakhirnya masa jabatan Kepala Daerah. Selanjutya dilakukan perencanaan penyelenggaraan yang berupa penetapan tata cara dan jadwal tahapan pelaksaan, pembentukan Pantia Pengawas, PPK, PPS, dan KPPS serta pemberitahuan dan pendaftaran pemantauan pemilihan. Kegiatan ini sepenuhnya ditetapkan oleh KPUD selaku penyelenggara pemilihan Kepala Daerah.

Pembentukan Panitia Pengawas telah diputuskan DPRD paling lambat 21 hari sejak pemberitahuan mengenai masa berakhirnya jabatan Kepala Daerah. Dan putusan tersebut selambat-lambatnya 3 hari sejak diputuskan sudah sampai kepada KPUD dan Kepala Daerah.

Sedangkan penetapan tata cara dan jadwal tahapan pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah ditetapkan dengan keputusan KPUD yang disampaikan


(28)

21

kepada DPRD dan Kepala Daerah paling lambat 14 hari setelah pemberitahuan.5

2. Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah

Tahapan penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah hakekatnya sama seperti tahapan penyelenggaraan pemilihan umum presiden dan wakil presiden, menurut Pasal 65 ayat (3) UU No. 32 tahun 2004 tahapan pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah meliputi: mekanisme pendaftaran dan penetapan pemilihan, penetapan daftar pemilih, kampanye, pemungutan suara, perhitungan suara, dan penetapan pasangan calon Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah.

a. Mekanisme pendaftaran dan penetapan pemilihan 1) Peserta pemilihan

Dalam pasal 59 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah peserta pemilihan adalah pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik secara berpasangan. Partai politik berkewajiban untuk membuka kesempatan seluas-luasnya bagi bakal calon perseorangan yang memenuhi persyaratan.6 Hal ini dikarenakan dalam ketentuan Pasal 59 UU No. 32 Tahun 2004 tersebut bermakna bahwa semua calon pasangan peserta pemilihan harus melalui partai politik.

5 Ibid., 123.

6 Hal tersebut tertuang dalam Pasal 59 ayat (3) UU No. 32 Tahun 2004 bahwa “Partai politik dan gabungan partai politik wajib membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi bakal calon perseorangan yang memenuhi persyaratan.”.


(29)

22

Ketika melakukan proses penyaringan bakal calon harus dilaksanakan secara transparan, dan demokratis sesuai mekanisme partai politik masing-masing maupun gabungan partai politik yang mencalonkan.

2) Pendaftaran pasangan calon

Melalui partai politik atau gabungan partai politik, pasangan calon mendaftrakan diri paling lama 7 hari sejak pengumuman pendaftaran pasangan calon dengan menyerahkan surat pencalonan sekaligus mendaftarkan tim kampanye (tim sukses) layaknya pada pemilihan presiden dan wakil presiden. Syarat partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi perolehan sekurang-kurangnya 15% dari jumlah kursi DPRD atau 15% dari akumulasi perolehan suara sah pada pemilihan umum anggota DPRD.7

Setelah proses pendaftaran selesai KPUD memberikan tanda terima kepada partai politik atau gabungan partai politk yang telah melakukan pendaftaran pasangan calon dan tim kampanye.

3) Penelitian pasangan calon

KPUD melakukan proses penelitian persyaratan administrasi pasangan calon dengan mengklarifikasi kepada instansi yang berwenang dan masukan dari masyarakat. Klarifikasi kepada instansi

7 Titik Triwulan Titik, Pemilihan Kepala Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Dalam Sistem Pemilu Menurut UUD 1945, (Jakarta: Perpustakaan Nasional Katalog Dalan Terbitan, 2005), 124.


(30)

23

yang berwenang dilakukan untuk menguji keberadaan persyaratan pasangan, sedangkan masukan dari masyarakat untuk melihat atensi pasangan calon, responsibilitas, dan persepsi masyarakat terhadap pasangan calon.

Kemudian hasil penelitian tersebut diberitahukan secara tertulis kepada pimpinan partai politik atau gabungan partai politik.

4) Penetapan dan pengumuman pasangan calon

Setelah melakukan penelitian, selanjutnya KPUD menetapk pasangan calon paling sedikit 2 pasangan yang dituangkan dalam berita acara penetapan pasangan calon dan diumumkan secara luas melalui media massa atau papan pengumuman paling lambat 7 hari setelah berakhirnya jangka waktu penelitian.

Kemudian pihak KPUD melakukan pengundian nomor urut pasangan calon. Hal tersbut dilaksanakan secara terbuka dan harus dihadiri pasangan calon dan partai politik atau gabungan partai politik. Hasilnya oleh KPUD dituangkan dalam berita acara penetapan pasangan calon.

b. Penetapan pemilih

Seorang warga Negara Republik Indonesia berhak menyalurkan suara dan melakukan pencoblosan pada hari pemungutan suara pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah jika ia sudah berumur 17 tahun


(31)

24

dibuktikan dengan KTP dan telah menetap di daerah tersebut minimal enam bulan.8

Kemudian, daftar pemilih tersebut akan divalidasi. Setiap pemilih akan mendapatkan sebuah kartu pemilih. Kartu pemilih digunakan ketika memberikan suara pada hari dan tanggal pemungutan suara, yang diserahkan kepada pemilih selambat-lambatnya 3 hari sebelum hari dan tanggal pemungutan suara.

c. Kampanye

Menjelang hari pemungutan suara untuk pemilihan Kepala Daerah, sebelumnya dilakukan dahulu kampanye. Kampanye diartikan sebagai kegiatan dalam rangka menyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan pasangan calon.9

Kampanye diselenggarakan oleh tim kampanye yang dibentuk oleh pasangan calon bersama-sama partai politik atau gabungan partai politik yang mengusulkan calon. Tim kampanye yang menyelenggarakan terlebih dahulu didaftarkan oleh partai politik atau gabungan partai politik secara ke KPUD bersamaan dengan pendaftaran pasangan calon. 1) Pelaksanaan Kampanye

Proses kampanye dilaksanakan sebagian dari penyelenggaraan pemilihan, dan dalam pelaksanaannya dilakukan di seluruh wilayah kabupaten/kota untuk pemilihan Bupati dan wakil Bupati dan Walikota dan Wakil Walikota.

8 Hal tersebut tertuang dalam Pasal 68 UU No. 31 Tahun 2004, yang berbunyi:


(32)

25

Kampanye diselenggarakan oleh tim kampanye dari masing-masing calon pasangan dengan alokasi waktu kampanye dilaksanakan selama 14 hari dengan 3 hari masa tenang. Jadwal pelaksanaan kampanye sendiri ditetapkan oleh KPUD dengan memperhatikan usul dari pasangan calon.

Dalam pelaksanaan kampanye, tiap-tiap tim kampanye bebas menggunakan bentuk-bentuk kampanye. Disamping itu harus memperhatikan batasan-batasan maupun larangan-larangan pada saat kampanye. Macam-macam bentuk kampanye tertuang dalam Pasal 76 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah terdiri atas pertemuan terbatas (diruang tertutup), tatap muka dan dialog, iklan di media massa, pemasangan pamflet, brosur, dan rapat umum (di lapangan). Selain itu, kampanye pemilihan Kepala Daerah mengharuskan debat publik atau debat terbuka antar calon. Debat antar calon dilaksanakan oleh KPUD dengan materi penyampaian visi, misi, dan program setiap calon. Dengan memperhatikan waktu, dimana debat tidak dilaksanakan pada hari yang bersamaan dengan peserta kampanye pasangan calon lain.10 Debat Calon diadakan diruang terbuka. Tujuannya supaya masyarakat mengetahuinya.

Dalam pelaksanaan kampanye, media massa berperan sangat penting. Media cetak maupun elektronik diharuskan memberi

10 Pasal 76 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2004 Tentang pemerintahan Daerah dan Pasal 57 ayat (7)

PP No. 6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.


(33)

26

kesempatan bagi peserta pilkada untuk menyampaikan tema dan materi kampanye termasuk visi-misi, serta memasang iklan dalam rangka kampanye. Hal ini bertujuan supaya masyarakat mengetahui dan bisa menuntut janji pemimpinnya jika kelak terpilih dari berkuasa melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti melanggar janji saat-saat masa kampanye atau melakukan penyelewengan kekuasaan. 2) Larangan Kampanye

Dalam pelaksanaan kampanye ada beberapa larangan. Sesuai yang tercantum dalam Pasal 78 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang mengatur larangan dalam kampanye antara lain:

a) Mempersoalkan dasar Negara Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

b) Menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon kepala daerah/wakil kepala daerah dan/atau partai politik,

c) Menghasut atau mengadu domba partai politik, perseorangan, dan/atau kelompok masyarakat,

d) Menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan, atau menganjurkan penggunaan kekerasaan kepada perseorangan, kelompok masyarakat, dan/atau partai politik,

e) Mengganggu keamanan, ketentraman, dan keterlibatan umum, f) Mengancam dan menganjurkan penggunaan kekerasan untuk


(34)

27

g) Merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye pasangan calon lain,

h) Menggunkan fasilitas dan anggaran pemerintah daerah, i) Menggunakan tempat ibadah dan pendidikan, dan

j) Melakukan pawai arak-arakan yang dilakukan dengan berjalan kaki dan/atau dengan kendaraan di jalan raya.11

d. Pemungutan Suara

Hari pemungutan suara (pencoblosan) ditetapkan oleh KPUD dengan ketentuan paling lambat 30 hari sebelum masa jabatan Kepala Daerah berakhir. Pemungutan suara dilakukan di hari libur atau diliburkan pada pukul 07.00-13.00 di TPS. Tiap-tiap TPS dihadiri oleh para saksi dari tiap-tiap pasangan calon, kpps, dan pps.

Pengadaan surat suara dilakukan di daerah pemilihan dengan mengutamakan kapasitas cetak dan hasil cetak yang berkualitas. Jumlah surat suara pemilihan pasangan calon dicetak sama dengan jumlah pemilih dan ditambah paling banyak 25% dari jumlah pemilih pada tiap-tiap tps.

e. Penghitungan Suara

Pemungutan suara berakhir, maka dengan segera KPPS mengadakan perhitungan suara di TPS. Rekapitulasi suara dimulai dari jam 13.00 sampai selesai dan dihadiri oleh saksi tiap-tiap pasangan calon,


(35)

28

Panwas, dan masyarakat.Proses ini dilakukan di tiap-tiap tingkatan, mulai dari TPS, PPS, PPK, sampai ke KPUD.

KPPS melakukan perhitungan jumlah pemilih yang memberikan hak suaranya berdasarkan salinan daftar pemilih tetap untuk TPS, jumlah pemilih dari TPS lain, jumlah surat suara yang dikembalikan oleh pemilih karena rusak atau keliru dicoblos terlebih dahulu sebelum melakukan penghitungan suara.

Setelah penghitungan suara berakhir, KPPS membuat berita acara hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh ketua KPPS dan sekurang-kurangnya 2 orang anggota KPPS serta dapat ditandatangani oleh saksi dari tiap-tiap pasangan calon. Berita acara dan rekapitulasi suara tersebut kemudian diserahkan ke PPS, PPK, dan saksi tiap-tiap pasangan calon. Berdasarkan berita acara dan rekapitulasi suara yang disampaikan oleh PPK, KPUD kemudian menetapkan hasil rekapitulasi perhitungan suara dan mengumumkan hasil pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Daerah.

f. Penetapan Hasil Pemilihan Kepala Daerah 1) Penetapan pasangan calon terpilih

Konsep penetapan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang terpilih dengan ketentuan yaitu: a) pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 50% dari jumlah suara sah ditetapkan sebagai pasangan calon


(36)

29

terpilih, b) Apabila tidak terpenuhi, maka pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 25% dari jumlah suara sah, pasangan calon yang perolehan suaranya terbesar dinyatakan sebagai pasangan terpilih, c) apabila tidak ada yang mencapai 25% dari jumlah suara yang sah atau lebih dari satu pasangan yang mencapai 25% dari jumlah suara sah, maka dilakukan pemilihan putaran kedua yang diikuti oleh pemenang pertama dan pemenang kedua.12

2) Pengesahan Pasangan Calon Terpilih

Dalam Pasal 109 UU No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan bahwa pengesahan pengangkatan pasangan calon terpilih dilakukan:

a. Presiden bagi pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur

b. Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden bagi pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati

Pengesahan pengangkatan calon terpilih dilakukan selambat-lambatnya dalam waktu 30 hari setelah penetapan. Pasangan calon Bupati dan wakil Bupati terpilih diusulkan oleh DPRD Kabupaten, selambat-lambatnya 3 hari, kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur berdasarkn berita acara penetapan pasangan calon terpilih

12 Ketentuan tersebut tertuang dalam Pasal 107 ayat 1, 2, dan 3 UU No. 32 Tahun 2004 tentang


(37)

30

dari KPU kabupaten untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan.13

3) Pelantikan

Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebelum memangku jabatannya dilantik dengan mengucapkan sumpah atau janji yang dipandu oleh pejabat yang melantik. Teks ikrar sumpah atau janji tersebut sudah ditetapkan oleh undang-undang.

Pelantikan atas calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri. Pelaksanaannya dilakukan di gedung DPRD dalam rapat paripurna DPRD yang bersifat istimewa.


(38)

BAB III

NAHDLATUL ULAMA’ DI KABUPATEN SIDOARJO

A.Sejarah Berdirinya Nahdlatul Ulama’ di Kabupaten Sidoarjo

Nahdlatul Ulama’ (NU) dirikan pada tahun 1926 di Jawa Timur. Sejak awal berdirinya, NU terus melakukan perluasan hingga ke daerah-daerah, tak terkecuali Sidoarjo. Untuk mengetahui sejarah awal masuknya NU ada sesuatu hal yang kiranya bisa dijadikan rujukan yakni berdirinya Madrasah NU yang berlokasi di Kutuk pada tahun 1929 yang memberikan indikasi bahwa NU sudah ada di Sidoarjo sebelum tahun 1929. Hal ini dikarenakan tak mungkin jika sebuah madrasah terlebih dahulu berdiri dan NU kemudian, hal ini kecil sekali kemungkinannya. Pemberian nama madrasah NU, sudah dapat dipastikan kalau di daerah tersebut telah berdiri NU.1

Awalnya, NU cabang Sidoarjo berkedudukan di Sepanjang (Taman). Dikarenakan para pengurus mayoritas berasal dari Sepanjang, maka Cabang NU bukan lagi bernama Cabang Sidoarjo melainkan Cabang NU Sepanjang. Dua tahun kemudian NU Cabang Sepanjang dipindahkan ke Sidoarjo sebagai hasil musyawarah di rumah Ibu Hj. Rohmah di Jetis Sidoarjo. Dari sejak itu NU Cabang beralih menjadi NU Cabang Sidoarjo.

Pada saat era kolonial Jepang, pemerintah Jepang mengeluarkan perintah melarang semua organisasi melakukan kegiatannya. Tidak terkecuali NU. Akan tetapi, NU Cabang Sidoarjo tak mengindahkan hal tersebut. dengan


(39)

32

sembunyi tetap mengadakan kegiatan, meski sifatnya hanya konsolidasi. Yang kemudian menyusun kepengurusan secara lengkap NU Cabang. Pertemuan itu diadakan pada September 1943 dan berhasil menyusun pengurus:

Rois I : Kiai Sahal

Rois II : KA. Thohir Rois III : Ahyad Utsmany Penulis I : Saleh Hasyim Penulis II : K.H Hamzah Pembantu Umum I : Bahri Yasin Pembantu Umum II : Sumardjo

Ketua IV : M. Sodiq (merangkap bendahara) Pembantu-pembantu : A. Fakih, KH. Asy’ari, Anwari, Imam Anggota Kehormatan : KA. Bakri, H. Mansyur, H. Syafi’i

H. Abd. Wahab, H. Ismail, H. Nur.

Rupanya kegiatan dengan cara sembunyi-sembunyi tidak mengenakkan hati bagi para pengurus Cabang. Karenannya dikirimlah surat permohonan legalisasi kepada pemerintah Jepang di daerah Sidoarjo agar NU Cabang diijinkan melakukan kegiatan. Surat tertanggal 9 Febryari 2604 itu dengan mencatumkan nama susunan pengurus:

Ketua : KH. Ahmad Sahal Mansyur

Ketua Muda : KA. Thohir Rowi dan Ahyad Utsmani


(40)

33

A. Faqih Islamil, M. Imam, Anwari Ismail, A. Rifai Taslim, dan KH. Hamzah2.

Surat tersebut ditanda tangani oleh ketua PBNU yang kala itu dijabat oleh KH. Abdul Wahab Hasbullah.3 Baru tiga bulan kemudian, surat permohonan

tersebut mendapat jawaban dari pemerintah Jepang dengan surat tertanggal 2 Mei 2604.4

Dengan legalnya pengurus NU Cabang Sidoarjo pada tanggal 2 Mei 2604, maka tahun tersebut bisa digunakan sebagai patokan berdirinya NU Cabang di Sidoarjo.

Pada awal berdirinya, NU Cabang Sidoarjo menempati sebuah gedung di Jl. KH. Mukmin Sidoarjo. Gedungnya hanya seperti bagunan rumah biasa, terdiri dari satu tingkat saja. Karena dirasa kurang representative, maka pada era kepemimpinan KH. Abdy Manaf gedung tersebut direnovasi menjadi 3 tingkat. Tingkat pertama untuk parkir, kedua untuk kantor, dan yang ketiga untuk meeting room. 5

NU Cabang Sidoarjo menjalin kedekatan dengan para pemimpin kabupaten Sidoarjo. Hal ini terjadi karena para pemimpin NU Cabang Sidoarjo sangat fleksibel bisa bergaul dengan siapa saja. Hasil kedekatannya NU mendapat wakaf maupun ghibah berupa tanah dan gedung. Untuk pertama kalinya mendapat wakaf tanah dari Bpk. Win Hendarso yang digunakan menjadi gedung perkantoran NU.

2 Ibid., 3 3 Ibid.


(41)

34

Kemudian pada masa bupati Saiful Ilah, NU Cabang Sidoarjo mendapat ghibah berupa tanah dan gedung yang berada di Perum Puri Airlangga Blok Q No.5-6 Sidoarjo. Gedung tersebut digunakan sebagai Gedung PCNU Sidoarjo. Gedung perkantoran yang lama digunakan sebagai basecamp Ansor, Fatayat, serta Sarbumursi.

B.Struktur Organisasi NU Cabang Sidoarjo

NU merupakan organisasi keagamaan yang cepat berkembang, terutama dalam jumlah anggota yang bergabung. Karena semakin banyaknya orang yang bergabung dengan NU, ternyata tidak mampu diurus secara organisatori-administratif. Oleh karena itu NU sebagai organisasi menggunakan system kepengurusan organisasi secara teritorial, maksudnya yaitu NU mempunyai susunan pengurus organisasi dari tingkat pusat hingga tingkat desa. Untuk tingkat pusat dikendalikan oleh pengurus besar biasanya dikenal dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Kemudian tingkat provinsi akan dikelola oleh Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU). Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) menangani kepengurusan pada tingkat kotamadya atau kabupaten. Di tingkat kecamatan ditangani oleh Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) dan ditingkat desa dikendalikan oleh Pengurus Ranting.

Sejak awal, kepungurusan NU terdiri dari tiga bagian, yakni Mustasyar, Syuriah dan Tanfidziyah.6 Syuriah (semacam legislatif yang mengurusi soal


(42)

35

keagamaan) adalah pimpinan tertinggi didalam struktur organisasi. Kedudukan tertinggi ini biasanya ditempati oleh para ulama, hal ini merupakan sebuah penghormatan NU terhadap para kiai.7 Adapun Tanfidziyah sebagai pelaksan

harian.

Dibawah kepengurusan umum (Syuriyah dan Tanfidziyah) ada tiga macam unit kegiatan:

a. Badan Otonom (Banom) yaitu unit kegiatan yang bertugas mengurus kelompok tertentu yang beranggotakan perorangan, seperti:

1) Muslimat Nahdlatul Ulama, bertugas mengurus kelompok perempuan,

2) Fatayat Nahdlatul Ulama, bertugas mengurus kelompok perempuan remaja,

3) IPPNU (Ikatan Pelajar Puteri Nahdlatul Ulama), yang bertugas mengurus kelompok pelajar puteri,

4) IPNU (Ikatan Putera Nahdlatul Ulama), bertugas mengurus kelompok pelajar putera,

5) Geraka Pemuda Ansor, bertugas mengurus kelompok pemuda, 6) Sarburmusi (Saerakat Buruh Muslim Indonesia), bertugas mengurus

kelompok buruh, 7) Dan lain-lain.8

merupakan pelaksana sehari-hari. Syuriyah dan Tanfidziyah masing-masing melalukan kegiatannya masing-masing melalui musyawarah dan mufakat.


(43)

36

Sebagaimana namanya, badan otonom merupakan unit kegiatan di dalam lingkungan NU yang mempunyai otonomi, hak mengatur rumah tangganya sendiri, mempunyai anggota, pengurus, peraturan dasar, dan lain sebagainya.

b. Lembaga, yaitu unit kegiatan yang bertugas mengurus sebagian program NU dan merupakan ujung tombak bagi NU di tingkatnya masing-masing. Lembaga NU antara lain meliputi:

1) Lembaga Dakwah, bertugas sebagai pelaksana kebijakan NU di bidang pengembangan agama Islam,

2) Lembaga Perekonomian, bertugas melaksanakan kebijakan di bidang pengembangan perekonomian warga NU,

3) Lembaga Pengembangan Pertanian, bertugas melaksanakan kebijakan NU di bidang pengembangan pertanian, serta lingkungan hidup dan kelautan,

4) Rabithah Maahid Islamiyah (Asosiasi Pesantren), merupakan sebuah lembaga yang bertugas melaksanakan kebijakan NU di bidang pengembangan pengembangan pondok pesantren,

5) Lembaga Ma’arif, sebuah lembaga pendidikan dbawah naungan NU yang bertugas melaksanakan kebijakan NU di bidang pendidikan dan pelajaran formal,9


(44)

37

6) Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (LAKPESDAM), bertugas melaksanakan kebijakan NU di bidang pengkajian dan pengembangan sumber daya manusia,

7) Lembaga Seni Budaya, bertugas melaksanakan program dan kebijakan NU di bidang pengembangan seni dan budaya,

8) Lembaga Pengembangan Tenaga Kerja, bertugas melaksanakan program dan kebijakan NU di bidang pengembangan tenaga kerja, 9) Lembaga Pencak Silat Pagar Nusa, bertugas melaksanakan program

dan kebijakan NU di bidang pengembangan olah raga bela diri pencak silat,

10) Jam’iyatul Qurra wal Huffadz, bertugas melaksanakan kebijakan dan program NU di bidang pengembangan seni baca, metode, pengajaran, dan hafalan al-Qur’an,

11) Dan lain-lain.

Lembaga-lembaga tersebut tidak punya anggota, hanya punya pengurus yang diangkat oleh pengurus NU di tingkatnya masing-masing. Lembaga bertanggung jawab kepada NU di tingkatnya masing-masing. Pembentukan lembaga ini berada di setiap tingkat kepengurusan NU (Ranting, MWC, Cabang, Wilayah, dan Pengurus Besar).

c. Lajnah, yaitu unit kegiatan yang bertugas mengurus program NU. Berbeda dengan lembaga yang ada di setiap tingkat kepengurusan, Lajnah ini hanya dibentuk menurut keperluan, seperti:


(45)

38

1) Lajnah Falakiyah, 2) Lajnah Ta’lif wa Nasyr, 3) Dan lain-lain.

Lajnah tidak punya anggota, hanya pengurus yang diangkat oleh pengurus NU di tingkat yang membutuhkan untuk pembentukannya. Lajnah bertanggung jawab kepada pengurus NU yang membentuknya.

Meski ada perbedaan dari segi fungsi dan posisi antara Banom, Lembaga, dan Lajnah di dalam NU, namum mereka semua harus menempatkan diri dibawah pimpinan NU. Karena NU-lah yang melahirkan Banom, Lembaga, dan Lajnah, bukan gabungan dari Banom, Lembaga, dan Lajnah lantas menjadi NU.

C. Peran NU Cabang Sidoarjo dalam Masyarakat Sidoarjo

NU cabang Sidoarjo ini turut andil dalam mensejahterakan masyarakat Sidoarjo di berbagai bidang kehidupan masyarakat Sidoarjo.

1. Bidang Keagamaan

NU sebagai organisasi sosial keagamaan ikut membantu menyebarkan dan mengembangkan agama Islam di Sidoarjo dengan ajaran-ajaran yang berfaham ahlu-sunnah wal jama’ah, turut serta dalam membina akhlaq dan karakter masyarakat Sidoarjo dengan menjadikan nilai-nilai ahlu-sunnah wal jama’ah sebagai dasar pendidikan dan pengembangan karakter masyarakat,


(46)

39

sehingga pembinaan akhlaq dan karakter masyarakat dapat dilakukan secara persuasif dan damai, tanpa kekerasan.10

Melalui Lembaga Dakwah NU (LDNU), NU melaksanakan program-programnya di bidang keagamaan, seperti merevitalisasi pengajian atau majelis ta’lim dan sistem dakwah, pemanfaatan IT sebagai media dakwah, penataran Da’i dan Khatib, peningkatan kualitas dan kuantitas pengajian ahad legi di masjid Agung, serta melaksanakan seminar tentang bahaya narkotika, obat terlarang dan free sex dari prespektif Islam.11

Lembaga Lajnah Falakiyah NU dalam kegiatannya turut melaksanakan program-progam NU dalam bidang keagamaan Islam untuk masyarakat Sidoarjo, diantaranya yakni 1) melakukan Rukyatul Hilal bil fi’li yang tujuannya untuk menentukan awal puasa Ramadhan, menentukan hari raya Idul Fitri dan hari raya Idul Adha, dan 2) pengukuran arah kiblat yang tujuannya menghindari adanya masjid atau mushalla yang tidak mengarah tepat pada kiblat.12

2. Bidang Sosial

Pada bidang sosial NU mengupayakan dan mendorong pemberdayaan masyarakat Sidoarjo di bidang kesehatan, kemaslahatan, dan ketahanan keluarga, serta pendampingan masyarakat yang terpinggirkan.

Ada beberapa program NU cabang Sidoarjo di bidang sosial yang dijalankan oleh lembaga-lembaganya, misalnya:

10 Pengurus Cabang NU Sidoarjo, Hasil Musyawarah Kerja 1, Masa Khidmat 2011-2016 (Gedung


(47)

40

1. Lembaga Kajian Pengembangan Sumber Daya Manusia (LAKPESDAM) kegiatannya yaitu mengadakan pelatihan kewirausahaan dengan memberikan keterampilan kepada masyarakat dalam hal kewirausahaan, 2. Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH NU) salah satu

programnya yakni mempersiapkan tenaga relawan dan pendampingan kasus hukum masyarakat.

3. Lembaga Amil Zakat dan Shadaqah Nahdlatul Ulama (LAZISNU), lembaga ini dipunyai disetiap masing-masing cabang, kegiatannya salah satunya yakni meningkatkan kesadaran para wajib zakat, menyalurkan kepada yang lebih tepat sasaran dan akuntabel.13

3. Bidang Ekonomi

Dalam bidang ekonomi, NU cabang Sidoarjo mempunyai tujuan yakni mengupayakan peningkatan pendapatan masyarakat dengan cara melakukan peningkatan pembinaan terhadap pengusaha kecil dan menengah (UKM) dengan pembentuk an dan pemberdayaan koperasi. Selain itu, NU Cabang Sidoarjo juga melakukan sosialisasi pembentukan Koperasi Simpan Pinjam (KSP), kemudian mendirikan badan usaha KSP.14

Usaha-usaha yang dilakukan NU Cabang Sidoarjo ini bertujuan untuk memperbaiki tumbuh-kembang perekonomian masyarakat Kabupaten Sidoarjo dan kemaslahatannya.

13 Pengurus Cabang NU Sidoarjo, Hasil Musyawarah Kerja 1, Masa Khidmat 2011-2016,


(48)

41

4. Bidang Pendidikan

NU dalam bidang pendidikan mempunyai tujuan membina umat agar menjadi seorang muslim yang taqwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas dan terampil serta berguna bagi agama, bangsa dan Negara.15

Peran NU cabang Sidoarjo dalam dunia pendidikan diantaranya membangun sarana dan prasarana pendidikan, peningkatan kualitas pendidikan, serta mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Penyelenggaraan pendidikan di kabupaten Sidoarjo oleh NU dalam pendidikan formal antara lain TK Muslimat, MI NU, Mts NU, SMA NU, SMK NU, dan Universitas NU Sidoarjo.

5. Bidang Politik

Nahdlatul Ulama merupakan salah satu organisasi terbesar di Kabupaten Sidoarjo yang mempunyai jumlah anggota dan warga yang cukup besar. Oleh karena itu, ia melibatkan diri dalam setiap kegiatan pemerintahan Kabupaten Sidoarjo, seperti dalam pilkada, pembangunan daerah, mulai dari perencanaan, pendampingan dampai pengawasannya.16

15 Visi-Misi Nahdlatul Ulama dalam keputusan Muktamar NU ke 32 di Makassar, Makassar 22-27


(49)

BAB IV

PERAN NAHDLATUL ULAMA DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN SIDOARJO TAHUN 2005-2015

Kabupaten Sidoarjo merupakan salah satu daerah di Jawa Timur yang sukses dalam menyelenggarakan Pilkada di tiap penyelenggaraannya. Baik itu penyelengaraan Pemilu, Pilpres, Pilgub, maupun Pilbub Kabupaten Sidoarjo selalu sukses menyelenggarakannya. Kesuksesan penyelenggaraan ini tak lepas dari peran beberapa pihak seperti jajaran keamanan serta masyarakat.

Peran masyarakat Sidoarjo dalam Pilkada Sidoarjo cukup besar, selain mendukung dengan tidak bertindak anarkis dalam proses Pilkada. Peran besar masyakarat Sidoarjo dalam menyukseskan pilkada juga terlihat dengan antusiasme masyarakat yang datang ke TPS untuk menyalurkan hak pilihnya. Dari data KPU, dalam setiap penyelenggaraan proses Pemilu/ Pilkada prosentase kehadiran masyarakat ke TPS hampir mencapai 93%. Ini menunjukkan bahwa masyarakat Sidoarjo sangat antusias dalam menyukseskan gelaran Pemilu/pilkada yang dilaksanakan.

Selain peran dalam keikutsertaan diatas, peran besar masyakarat Sidoarjo dalam setiap gelaran pilkada ialah menyukseskan terpilihnya calon yang mereka usung. Berbicara hal ini, terdapat beberapa fakta unik dalam setiap gelaran pilkada di Sidoarjo. Yang mana dalam setiap gelaran pilkada, hampir dipastikan yang memenangkan pilkada tersebut ialah calon yang berasal dari kalangan Nahdlatul


(50)

45

gelaran pilkada pemenangnya ialah calon-calon yang seperti tersebut diatas. Sekalipun sebenarnya ada calon lain yang tingkat kekuatan financial ataupun pendukungnya lebih kuat.

Kemenangan calon yang berasal ataupun yang di dukung oleh Nahdlatul Ulama tidaklah aneh. Sebab apabila dilakukan sebuah survey, hampir sebagian besar masyarakat Sidoarjo ialah jama’ah NU. Dimana secara umum kita ketahui jama’ah NU mempunyai tingkat persatuan dan ketawadu’an yang sangat tinggi. Oleh sebab itu, maka dapat dengan mudah warga Nahdliyin disatukan untuk dapat mendukung calon dari kalangan mereka sendiri. Meskipun itu masih ada sebab lain yang menyebabkan calon-calon dari unsur Nahdlatul Ulama mudah memenangkan Pilkada Sidoarjo.

Untuk itu dalam bab berikut ini akan saya sajikan sebuah analisa mengenai gelaran Pilkada di Kabupaten Sidoarjo sejak tahun 2005 hingga 2015. Yang mana dalam setiap gelaran itu proses Pilkada selalu dimenangkan oleh calon yang di dukung dan berasal dari kalangan Nahdaltul Ulama. Secara garis besar saya ingin menyoroti peran besar Nahdlatul Ulama dalam setiap gelaran Pilkada di Kabupaten Sidoarjo.

A.Peran Nahdlatul Ulama Cabang Sidoarjo Dalam Pilkada Kabupaten


(51)

46

Sudah diketahui bahwa Nahdlatul Ulama’ bukanlah sebuah partai politik, akan tetapi sebagai organisasi sosial keagamaan, NU juga mempunyai hak-hak politik kerakyatan. Di Sidoarjo NU menjadikan dirinya sebagai salah satu kekuatan yang sangat besar dengan memiliki banyak pengikut didalamnya. Oleh karena itu, tak sedikit yang berusaha ingin mempengaruhi pimpinan NU supaya mendapat kekuatan politik. Dalam keadaan seperti inilah NU dapat memainkan politiknya

Pada pilkada Sidoarjo tahun 2005 yang dilaksanakan pada tanggal 25 September 2005, NU tidak melibatkan diri secara praktis. Akan tetapi ia merasa mempunyai tanggung jawab moral untuk mengawal dan membimbing perjalanan politik kabupaten Sidoarjo untuk tidak menjerumuskan masyarakatknya ke jalan yang menyesatkan.1

Melihat banyaknya pengikut NU di cabang Sidoarjo ini, mereka khawatir para pengikutnya akan dijadikan lahan dan dimanfaatkan oleh pihak-pihak politik yang tak bertanggung jawab. Oleh karena itu para pimpinan NU Cabang Sidoarjo ini mengambil langkah-langkah yang pasti sesuai dengan hak dan tanggung jawab NU sebagai organisasi sosial keagamaan. Langkah-langkah yang mereka tempuh yakni:

a. NU harus segera merumuskan posisi politiknya dalam pilkada mendatang.

Harus segera dilakukan ‘bahtsul masail siyasi’ yang menjawab

masalah-masalah seperti:

1) Hukum memilih dalam pilkada

2) Kriteria-kriteria pemimpin yang harus dipilih


(52)

47

3) Kedudukan tausiyah ulama dalam memilih pemimpin

4) Kedudukan keputusan organisasi menurut fikih

5) Tanggung jawab pemilih jika pilihannya ternyata salah

6) Hukumnya money politic menurut fikih

7) Berpihak dan bersekutu dengan golongan yang nyata-nyata

bersebrangan dengan nilai-nilai agama

8) Menjadi team sukses golongan- kandidat yang nyata-nyata

bertentangan dengan pendapat jumhurul ulama’ 9) Masalah-masalah mabda’ siyasi lainnya.2

b. NU harus merumuskan visi dan misinya dalam menghadapi pilkada.

Merumuskan Visi-Misi dalam menghadapi Pilkada Sidoarjo. Visi-Misi NU dalam pilkada Sidoarjo harus mencerminkan nilai-nilai secara syar’i yang mana merupakan pedoman bagi NU. Visi-misi dirumuskan secara terbuka dalam forum musyawarah NU yang dihadiri oleh kepengurusan NU dari tingkat pimpinan cabang hingga mwc beserta banom-banomnya. Visi Misi tersebut yakni:

Visi : Pilkada yang jujur, adil, demokratis dan aman

Misi : Misi politik NU bersifat kemasyarakatan dan

keagamaan yakni amar ma’ruf nahi ‘anil munkar. Memperkokoh solidaritas ukhkuwah nahdliyah,


(53)

48

ukhkuwah Islamiyah, ukhkuwah wathoniyah, dan ukhkuwah bashariyah.3

Dengan dirumuskan visi-misi ini bertujuan untuk memperjelas sikap NU Cabang Sidoarjo bahwa ia tidak melibatkan diri secara praktis dalam perebutan kekuasaan, tetapi ia bertanggung jawab memandu dan mengawal pilkada agar tetap berada pada jalurnya yang demokratis, jujur, aman dan damai. Selain itu hal ini sebagai bentuk tanggung jawab terhadap warganya supaya dapat menyalurkan hak politiknya dengan baik. Dengan begitu akan terpilih pemimpin yang baik, yang mampu dan mau bekerja keras demi kemaslahatan ummat.

Pada pilkada 2005 ini NU Cabang Sidoarjo menempatkan posisinya terhadap pasangan Win Hendarso-Saiful Ilah. Hal ini terjadi lantaran kedua pasangan tersebut memiliki kedekatan terhadap para kiyai NU Sidoarjo. Selain Saiful Ilah merupakan kader NU dan PKB, NU juga melihat bahwa pada periode sebelumnya kebijakan-kebijakannya selalu memberi ruang dan keleluasaan terhadap NU untuk

melakukan dakwah dan menyebarkan faham ahlusunnah wal jama’ah.4

Untuk mendulang perolehan suara pada pilkada tahun 2005 ini, NU Cabang Sidoarjo mempunyai strategi tersendiri. Dengan keyakinan bahwa NU merupakan adalah organisasi sosial keagamaan yang mempunyai jama’ah paling banyak di Sidoarjo, NU percaya diri bahwa untuk pilkada tahun 2005 akan dimenangkan oleh pasangan Win-Saiful. Mereka melakukan trik “TurBa” Turun ke Bawah, maksudnya yaitu mereka melakukan komunikasi politik secara langsung dengan para kyai dan ulama’ hingga tingkat pedesaan. Ada suatu paradigma yang


(54)

49

berkembang di masyarakat bahwa seorang kiai sebagai alat penarik massa. Apapun yang dikatakan seorang Kyai pasti akan dipatuhi, tak ayal hal ini dijadikan sebagi strategi untuk menarik massa. Karena barang siapa yang bisa mendekati Kyai atau tokoh yang berpengaruh bisa dipastikan ia mendapatkan suara banyak dan memperoleh kemenangan.

Bisa disimpulkan bahwa pada pilkada tahun 2005 ini NU Cabang Sidoarjo tidak melakukan politik secara praktis untuk merebut kekuasaan atau pimpinan kabupaten Sidoarjo, akan tetapi pada pilkada tahun 2005 NU Cabang Sidoarjo melakukan pemanduan dan pengawalan terhadap jalannya pilkada Sidoarjo supaya berjalan dengan demokratis, jujur, aman, dan damai. Selain itu, ia menentukan langkah-langkah yang sesuai dengan porsinya sebagai organisasi sosial keagamaan. Hal ini bertujuan agar jama’ah NU tidak dimanfaatkan oleh beberapa pihak demi kepentingannya sendiri. Secara perseorangan arah posisi warga NU Cabang Sidoarjo dalam Pilkada tahun 2005 berada di pihak Win Hendarso – Saiful Ilah, hal ini terjadi selain karena adanya hubungan kedekatan antar keduanya dengan para ulama sesepuh, dan kyai NU, keduanya dianggap layak untuk melanjutkan memimpin Kabupaten Sidoarjo.

B.Peran Nahdlatul Ulama Cabang Sidoarjo dalam Pemilihan Kepala Daerah

Kabupaten Sidoarjo Tahun 2010

Pada pilkada Sidoarjo tahun 2010, bisa dikatakan NU Cabang Sidoarjo bersikap “Vulgar” dalam hal memberi dukungan terhadap pasangan calon tertentu. NU Cabang Sidoarjo ini secara terang-terangan mendukung pasangan


(55)

50

Saiful Ilah- Hadi Sutjipto. Bisa dikatakan bahwa 99% mulai dari Syuriah hingga ranting beserta seluruh banom-banomnya bersatu pada jalur yang sama membri dukungan terhadap pasangan Saiful Ilah- Hadi Sutjipto untuk maju ke Pilkada Sidoarjo tahun 2010.5

Sama halnya pada pilkada 2005, strategi yang digunakan yakni “TurBa” turun ke bawah. Para pimpinan cabang NU Sidoarjo mengumpulkan seluruh pimpinan NU hingga tingkatan ranting beserta seluruh banom-banomnya. Dipimpin oleh Pimpinan Cabang kala itu mereka melakukan “Sosialisasi” di tiap kecamatannya. Di Setiap kecamatan dibentuk panitia kemenangan pasangan Saiful Ilah- Hadi Sutjipto, seperti yang terjadi di MWC Candi secara adminstratif terbentuk panitia Tim Sembilan Kemenangan Saiful Ilah- Hadi Sutjipto.6 Tak lupa mereka juga mengundang para tokoh ulama’, kiyai pesantren yang ada di pedesaan. Bentuk komunikasi politik seperti ini dianggap mampu menarik massa dan mendulang suara cukup tinggi.

Terbukti pada pilkada tahun 2010, pasangan Saiful Ilah- Hadi Sutjipto memperoleh kemenangan. Menurut Suwarno, “ada beberapa hal yang menjadikan pasangan Saiful Ilah- Hadi Sutjipto memperoleh kemenangan pada pilkada 2010, yakni 1) 70% masyarakat Sidoarjo adalah NU, dan 2) tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kyai atau ulama masih tinggi.”

Pada saat sudah menjadi bupati dan wakil bupati Sidoarjo, kebijakan-kebijakan yang diambil menguntungkan bagi NU. Buktinya dalam bidang


(56)

51

birokrasi NU mendapat dana sebesar 10 M dari pemda.7 Selain itu pada periode kepemimpinan Saiful Ilah- Hadi Sutjipto, NU Cabang Sidoarjo berhasil merealisasikan programnya yakni mendirikan UNUSIDA (Universitas Nahdlatul Ulama’ Sidoarjo).

C.Peran Nahdlatul Ulama Cabang Sidoarjo dalam Pemilihan Kepala Daerah

Kabupaten Sidoarjo Tahun 2015

Pilkada Sidoarjo tahun 2015 terasa berbeda bagi NU Cabang Sidoarjo. Perjuangan NU terasa berliku pada pilkada tahun 2015. Sewaktu akan menentukan posisi arah kemana ia akan berpihak, ia mengalami kendala dari tubuh internalnya sendiri, pasalnya antara pimpinan cabang dengan tingkatan cabang mwc tak sejalan. Hal ini tentunya berbeda pada pilkada sebelumnya.

Pimpinan Cabang merasa pasangan duet Saiful Ilah- Hadi Sutjipto masih layak disatukan lagi dalam pilkada 2015, mereka mempunyai alasan tersendiri, mengapa Saiful Ilah- Hadi Sutjipto disatukan kembali. Karena mereka melihat bahwa pasangan tersebut telah berhasil membangun Sidoarjo dengan program-programnya, hal tersebut layak dilanjutkan kembali ke periode selanjutnya. Oleh karena itu, Pimpinan Cabang menghendaki Hadi Sutjipto untuk maju dalam pilkada Sidoarjo 2015 menjadi cawabup lagi mendampingi Saiful Ilah, akan tetapi MWC se-kabupaten Sidoarjo menolak pencalonan Hadi Sutjipto tersebut.8 Ada

7 Hamim, Wawancara,Kedung Cangkring, 20 Maret 2016.

8 Ke- 18 MWC se Kabupaten Sidoarjo melakukan penolakan dengan tegas dengan membubuhkan tanda tangan atas penolakan tersebut. Mengenai penolakan disatukan kembali pasangan Saiful- Ilah dan Hadi Sutjipto (SuCi) termuat di beberapa harian kabar di Sidoarjo. Yakni Harian Bangsa,


(57)

52

beberapa alasan penolakan Hadi Sutjipto, diantaranya yaitu pertama, mereka menganggap bahwa Hadi Sutjipto bukanlah seorang kader NU dan kader PKB murni, kedua, dari periode kepemimpinan Hadi Sutjipto pada sebelumnya, para aktivis NU tidak melihat adanya manfaat bagi NU sendiri, ketiga, Hadi Sutjipto sudah bukan kader muda lagi, sudah saatnya yang mendampingi Saiful Ilah berasal dari kader muda supaya ada regenerasi kemepemimpinan nantinya.9

Para MWC se- Kabupaten Sidoarjo sepakat untuk mendukung siapapun yang dipilih oleh Saiful Ilah untuk mendampinginya dalam pilkada 2015. Pada saat itu ada empat nama yang bisa dijadikan pilihan, yakni H. Nur Ahmad Syaifuddin, M. Kha’bil, Musawimin, dan Kalim.10 Keempat calon tersebut

merupakan kader muda yang dimiliki oleh PKB. Dengan melakukan fit and propet test, suatu cara untuk menjaring bakal calon wakil bupati Sidoarjo, hasilnya terpilihlah H. Nur Ahmad Syaifuddin yang akan menemani Saiful Ilah dalam pertarungan pilkada 2015.

Setelah terpilihnya H. Nur Ahmad Syaifuddin, para MWC se- Kabupaten Sidoarjo merapatkan barisan dengan membentuk Tim Bintang Sembilan. Tim Bintang Sembilan tersebut dikoordinator oleh 5 orang dari MWC NU Sedati, Jabon, Tanggulangin, Candi, dan Wonoayu berafiliasi dan mendukung ke pasangan calon Saiful Ilah – Nur Ahmad Syaifuddin.

Sementara itu, persoalan antara MWC NU dengan Pimpinan Cabang belum selesai. Bahkan jika dilihat dari luar, didalam tubuh NU Cabang Sidoarjo

Lagi”, Jumat 19 Juni 2015, dan Harian Bangsa, dengan judul “MWC Se-Sidoarjo Tolak Pak Cip”, Jumat 19 Juni 2015.


(58)

53

mengalami perpecahan yang diakibatkan dualisme pendukungan pada pilkada 2015. Oleh karena itu, Pengurus Cabang NU Sidoarjo (PCNU) segera mengambil tindakan. Yakni dengan dikeluarkan surat netral dalam pilkada 2015. Dalam surat tersebut PCNU Sidoarjo menyatakan akan netral dalam pilkada Sidoarjo yang diselenggarakan pada 9 Desember 2015 tersebut. Hal ini bertujuan untuk menepis anggapan bahwa PCNU telah memberikan dukungan terhadap salah satu pasangan calon tertentu, yang sebelumnya telah dilakukan oleh kalangan elit NU Cabang tertentu maupun MWCNU, dan memberikan keluasaan terhadap warga NU secara person untuk mendukung salah satu pasangan calon bupati dan wakil bupati pada pilkada 2015.

Surat netral tersebut tak mempunyai dampak cukup berarti bagi MWC dan Banom, karena bisa dilihat muatan berita dari surat kabar harian Jawa Pos pada hari Jumat 23 Oktober 2015 menerbitkan berita dengan judul “MWC dan Banom Tetap dukung Saiful- Nur Ahmad”. Dalam berita tersebut dijelaskan bahwa MWCNU tetap memberikan dukungan terhadap pasangan Saiful- Nur Ahmad, karena gabungan dari MWC NU se- Kabupaten Sidoarjo yang ada didalam Tim Bintang Sembilan sudah melakukan sosialisasi terhadap warga NU dan hampir dilakukan diseluruh kecamatan yang ada di Sidoarjo. Begitupula yang terjadi pada Banomnya, seperti GP Ansor dan IPNU, keduanya sudah melakukan dukungan terhadap pasangan Saiful-Nur Ahmad dan ketika surat netral tersebut diedarkan


(59)

54

mereka tak mau menariknya, mereka tetap memberikan dukungan terhadap pasangan Saiful-Nur Ahmad.11

Sosialisasi ini dianggap sebagai salah satu strategi yang ampuh untuk mendulang simpatik dan suara dari warga NU. Koordinator Tim Bintang Sembilan melakukan sosialisasi di tiap-tiap kecamatan, sosialisasi tersebut mengundang para tokoh-tokoh yang berpengaruh terhadap masyarakat, seperti Para Ulama’, Kyai atau pemimpin pondok pesantren. Kemudian pada acara tersebut salah satu dari Tim Bintang Sembilan akan menyampaikan sebuah Tausiyah yang sebelumnya sudah dikonsep oleh koordinator Tim Bintang Sembilan. Setiap mengadakan sosialisasi, tausiyah yang disampaikan pun sama isinya.

Dalam teks tausiyah tersebut termuat beberapa point, point yang pertama yakni hasil dari muktamar ke-33 NU di Jombang mengenai Islam Nusantara, point kedua yaitu pada pilkada Sidoarjo tahun 2015 diharapkan para tokoh masyarakat, para ulama, para kyai beserta pengikutnya untuk merapatkan barisan sama-sama mensuseskan pilkada Sidoarjo tahun 2015 dengan sebaik-baiknya, dan point yang ketiga yakni anjuran untuk seluruh warga Jam’iyah Nahdlatul Ulama Sidoarjo untuk mendukung dan memilih pasangan yang diusung oleh Partai Kebangkitan Bangsa, yaitu pasangan Saiful Ilah- Nur Ahmad Syaifuddin.12

Begitulah cara NU untuk menarik simpatisan atau masyarakat. Meski mereka tidak mengatasnamakan lembaga untuk mendukung salah satu pasangan


(60)

55

calon tertentu, pada kenyataannya mereka masih saja menggunakan simbol atau lambang Nahdlatul Ulama’.

Dapat diketahui bahwa peran NU Cabang Sidoarjo pada pilkada tahun 2015 yakni mendukung pasangan calon Saiful-Nur Ahmad. Strategi untuk meraih kemenangan pada pilkada tahun 2015 yakni mereka langsung melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Terbukti pasangan Saiful-Nur Ahmad memperoleh kemenangan pada pilkada 2015 ini.


(61)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Geliat NU di Sidoarjo diperkirakan sudah ada sebelum tahun 1929. Hal ini

berdasarkan pada tahun 1929 didirikan sebuah Madrasah Ibtidaiyah yang berlokasi di Jl. K.H Mukmin No. 39 Sidoarjo, Madrasah tersebut diberi nama Madrasah Ibtidaiyah NU. Secara adminstratif NU cabang Sidoarjo baru mendapat legalitas pada tanggal 2 Mei 2604 (2 Mei 1944) yang disahkan oleh pemerintah Jepang.

Pada masa awal NU cabang Sidoarjo berkedudukan di Sepanjang (Taman). Dikarenakan para pengurus mayoritas berasal dari Sepanjang (Taman) maka NU cabang bukan lagi dinamakan NU cabang Sidoarjo melainkan NU cabang Sepanjang. Barulah dua tahun kemudian NU cabang Sepanjang dipindahkan Sidoarjo yang berlokasi di Jl. K.H Mukmin 64 Sidoarjo.

Gedung perkantoran yang dijadikan sebagai pusat kegiatan NU cabang Sidoarjo ini pada awal mulanya hanya berupa bangunan seperti bangunan rumah biasa. Karena dirasa kurang representative, maka pada masa kepemimpinan K.H Abdy Manaf gedung tersebut direnovasi menjadi 3 lantai. Namun sejak tahun 2011 gedung perkantoran NU cabang Sidoarjo berpindah ke Perum Puri Erlangga Blok Q 5-6 Sidoarjo.


(1)

59

akan tetapi para MWC se- kabupaten Sidoarjo menolaknya. Perbedaan ini yang membuat para pimpinan cabang mengeluarkan surat netral dalam pilkada 2015. Yang mana dalam surat tersebut menjelaskan bahwa PCNU Sidoarjo tidak mendukung salah satu pasangan calon tertentu, dan memberikan keluasaan terhadap warga NU secara person untuk mendukungg salah satu pasangan calon bupati dan wakil bupati pada pilkada 2015. Akan tetapi surat netral tersebut tak berdampak sama sekali, para MWC se- kabupaten Sidoarjo dan Banom tetap memberikan dukungannya terhadap Saiful Ilah- Nur Ahmad, karena sudah melakukan “Sosialisasi” terhadap warga NU di seluruh kecamatan.

Secara garis besar, peran NU dalam pilkada di Kabupaten Sidoarjo pada tahun 2005, 2010, dan 2015 ialah melakukan pemanduan dan pengawalan terhadap jalannya pilkada Sidoarjo supaya berjalan dengan demokratis, jujur aman dan damai. Selain itu, ia berperan untuk membimbing para jama’ahnya supaya tidak sesat dengan cara memberikan arahan kepada siapa seharusnya mereka memberikan suara dalam pilkada kabupaten Sidoarjo tahun 2005, 2010, dan 2015.


(2)

60

B.Saran

Dalam penelitian skripsi yang berjudul “Peran Nahdlatul Ulama Dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati tahun 2005-2015”, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan yang diharapkan oleh penulis. Akan tetapi penulis berusaha menyelesaikan dan menyajikan karya tulis terbentuk dalam skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Dalam penelitian ini yang menjadi perhatian yaitu NU dan Pilkada Sidoarjo. NU di Kabupaten Sidoarjo menjadi organisasi sosial kegamaan yang mempunyai pengikut paling banyak dianggap menjadi lumbung suara pada saat diadakannya pilkada. Karena ditakutkan akan dimanfaatkan oleh beberapa pihak yang tak bertanggung jawab, maka para pimpinan NU beserta pengurus-pengurusnya mengambil beberapa langkah untuk menghadapi pilkada di Kabupaten Sidoarjo. Jadi penulis berharap kepada para pembaca baik dari kalangan mahasiswa maupun dari kalangan akademis lainnya untuk memberikan suatu tanggapan atau kritikan demi sempurnya skripsi ini.

Namun demikian, penulis sangat bersyukut dan bangga karena mampu menyelesaikan skripsi ini walaupun masih jauh dari kesempurnaah. Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat terhadap kalangan pembaca baik dari kalangan mahasiswa maupun masyarakat.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Bruinessen, Martin Van. NU: Tradisi, Relasi Kuasa dan Pencarian Wacana

Baru. Yogyakrta: LKis, 2004.

Ernawati, Rachma. Usaha PCNU Sidoarjo dalam Pemberdayaan Civil Society. Skripsi. UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2010.

Kuntowijoyo. Pengantar Ilmu Sejarah.Yogyakarta: Tiara Wacana, 2012. Madaniy, A. Malik. Politik Berpayung Fiqh. Yogyakarta: LKiS Printing

Cemerlang. 2010.

Maridjan, Kacung. QUO VADIS NU. Jakarta: Erlangga, 1992.

Muzadi, Abdul Muchith. Mengenal Nahdlatu Ulama. Surabaya: Khalista. 2006.

NU Cabang Sidoarjo, Konsep dan Langkah Strategis tentang: Hubungan NU-

Birokrasi, Hubungan NU-Partai Politik, NU dalam Pilkada Langsung

2005. Sidoarjo, 2005.

Pengurus Cabang NU Sidoarjo, Hasil Musyawarah Kerja 1, Masa Khidmat

2011-2016. Gedung KBIH Rahmatul Ummah Sidoarjo 6 Rabi’ul Awwal 1433 H/29 Januari 2012 M.

Pengurus Cabang NU Sidoarjo. Materi Musyawarah Kerja 1 PCNU Sidoarjo.

Masa Khidmat 2011-2016. YPM Taman Sidoarjo, 15 Sya’ban 1432 H/

16 Juli 2011.

Sha, M. Imron. Sekilas Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Sidoarjo dari Masa ke Masa. Sidoarjo: Pengurus Cabang NU Sidoarjo, 1955. Simon, Roger. Gagasan-Gagasan Politik Gramsci. Terj. Kamdani dan


(4)

62

Imam Baehaqi. Jakarta: Pustaka Pelajar, 1999.

Supriyanto. Peraturan Pemilihan Kepala Daerah. Jakarta: Pustaka Mina. 2008.

Titik, Titik Triwulan. Pemilihan Kepala Daerah Berdasarkan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 Dalam Sistem Pemilu Menurut UUD 1945. Jakarta: Perpustakaan Nasional Katalog Dalan Terbitan, 2005.

Wijaya, Aksin. Menusantarakan Islam: menelususri Jejak pergumulan Islam

Yang Tak Kunjung Usai di Nusantara. Yogykarta: Nadi Pustaka, 2011.

Zulaicha, Lilik. Metodologi Sejarah 1. Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2006.

Sumber Internet:

Abah.“Keunggulan PCNU Sidoarjo Layak Jadi Percontohan”, dalam http://nu-online.org. 24 Oktober 2015. (6 Maret 2016).

Abidin. “PCNU Netral, MWC Tetap Dukung BerSiNar”, dalam

http://kabarsidoarjo.com/?p=32 02. 22 Oktober 2015. (5 Maret 2016).

Sumber Surat Kabar Harian:

Dar, kbs. “MWC NU Tolak SUCI”. Duta Masyarakat. 19 Juni 2015. Sta/sho. “MWC Se- Sidoarjo Tolak Pak Cip”. Harian Bangsa. 19 Juni 2015.

Fim/c6/git. “Sutjipto Diganjal Lagi”. Jawa Pos. 19 Juni 2015. Fim/c10/fal. “MWC dan Banom Tetap Dukung Saiful-Nur Ahmad”.

Jawa Pos. 23 Oktober 2015.


(5)

63

23 Oktober 2015.

Wawancara:

Hamim Lukman, Wawancara, Kedung Cangkring, 20 Maret 2016 Maskhun, Wawancara, Sedati, 9 Juni 2016.

Suwarno, Wawancara, Tanggulangin, 17 Juni 2016.


(6)