Zona Komputer | Blogger Lampung Tengah

Pustaha: Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi, Vol.4, No.1, Juni 2008

Pengelolaan Dokumen Elektronik
Ardoni
Program Studi Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan (IIPK)
Fakultas Bahasa Sastra dan Seni (FBSS)
Univeritas Negeri Padang
Abstract
The term of digital library sometimes makes people and also librarians open to question. It refers to
the meaning that libraries should puts some electronic documents as a collection, or library should
provides some links to electronic information sources, or library should makes available both of
electronic documents and electronic information sources links. Whatever, the libraries need to
improve itself with the electronic or digital documents because much information have been proffered
in such documents. Moreover, the libraries and the librarians must be set up to manage the
documents, especially about format, index, and abstract.
Keywords: Perpustakaan Digital, Pengelolaan Dokumen Elektronik, Penyediaan Link, Sitiran,
Format, Indeks, Abstrak
A. Pendahuluan
Kemajuan pesat teknologi informasi dan
komunikasi
(TIK)

membuat
maraknya
pembicaraan tentang data, informasi, dan
dokumen elektronik. Dari pembicaraan itu
muncul berbagai ide (entah mungkin, entah
tidak), misalnya masyarakat tanpa kertas
(paperless society), pustakawan perlahan akan
kehilangan pekerjaaan karena perpustakaan
digantikan oleh internet, perlunya beragam
pangkalan data, dan sebagainya. Pembicaraan itu
juga terjadi di berbagai lembaga dan profesi, TIK
menjadi semakin akrab dengan para pekerja dan
profesional. Hasilnya adalah berbagai istilah
seperti e-learning, e-campus, e-mail, digital
library, dan e, e, e lainnya.
Di perpustakaan, para pustakawan yang kurang
(atau tidak) setuju dengan kehadiran TIK mulai
membahas tentang kelemahan dan “bahaya”
teknologi tersebut. TIK dianggap tidak cocok
dengan Indonesia karena listrik di negeri ini

seringkali mati mendadak. TIK yang
mengandalkan monitor komputer akan membuat
mata pemakainya cepat rusak atau memicu
penyakit jantung. TIK akan membuat semua
“rahasia” akan terbongkar, sehingga keadaan
keuangan menjadi transparan. TIK jelas
mengganggu keleluasaan selama ini karena bisa
dilengkapi sandi (password). TIK menghasilkan
foto yang lebih kabur bila dibandingkan dengan

foto “biasa.” Malahan ada yang menyebarkan
pendapat bahwa TIK memperlambat pekerjaan.
Sebaliknya, para pustakawan yang setuju dengan
kehadiran TIK mulai membahas tentang
kemungkinan penambahan atau penggantian
bahan pustaka tercetak dengan bahan pustaka
elektronik atau digital. Pustakawan perlu lebih
serius mempelajari cara mengoperasikan
komputer. Pustakawan perlu memperdalam
kemampuan bahasa Inggris karena TIK “suka”

berbahasa cas-cis-cus itu. Pustakawan perlu
membangun pangkalan data elektronik sebagai
pengganti
katalog
kartu
konvensional.
Pustakawan akan segera mengalihmediakan
koleksinya ke dalam bentuk digital. Malahan ada
yang mencetuskan ide untuk mengusulkan
kenaikan tunjangan fungsional karena dengan
memakai komputer pekerjaannya dilakukan
lebih cepat, hemat, dan akurat sehingga pantas
disebut lebih profesional.
TIK juga menyebabkan lahirnya istilah-istilah
yang kadang-kadang tumpang-tindih. Mulai dari
data digital, data elektronik, electronic document,
local content digitalization, online searching,
pangkalan data, basis data, database, atau
informasi elektronik.
Bagaimanapun, TIK “berhasil” menggugah

pustakawan dan profesional lain untuk peduli
tentang kehadirannya: setuju atau tidak. Tulisan
Halaman 1

Pustaha: Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi, Vol.4, No.1, Juni 2008

yang akan membahas tentang pengelolaan
dokumen elektronik ini juga merupakan hasil
ketergugahan tersebut.
B. Digital versus Elektronik
Digital adalah bentuk kata sifat dari kata dasar
“digit” yang berarti angka atau bilangan. Istilah
digital diperuntukkan bagi kode-kode angka
yang digunakan untuk mencatat dan membaca
huruf, gambar, atau bilangan itu sendiri. Huruf
“A” dinyatakan dengan angka 65, sebuah garis
dinyatakan dalam angka-angka koordinat titiktitik yang membentuknya, dan bilangan “1”
dinyatakan dengan angka 49.
Angka-angka tersebut kemudian diubah ke
dalam bentuk sistem bilangan berbasis dua yang

hanya memiliki lambang bilangan “1” dan “0”
sehingga dapat diterjemahkan lagi menjadi “on”
dan “off” sesuai dengan keadaan arus listrik.
Dengan demikian, secara digital huruf “A”
dicatat dan dibaca sebagai 0100 0001 yang
merupakan hasil pengubahan angka 65 pada
sistem bilangan berbasis sepuluh ke sistem
bilangan berbasis dua. Huruf “A” dapat dibaca,
disimpan, dan ditampilkan secara elektronik
dengan menandai keadaan “on” pada rangkaian
kedua dan kedelapan dari delapan rangkaian
listrik.
Jadi, data digital adalah data yang terdiri dari
angka-angka “1” dan “0” yang dapat diolah oleh
mesin elektronik (komputer) sebagai “on” dan
“off.” Pada komputer seluruh huruf atau
karakter, bilangan, dan gambar (diam atau
bergerak) dialihkan ke bentuk digital dan diolah
secara elektronik. Elektronik sendiri adalah
istilah untuk menyatakan penggunaan listrik,

biasanya listrik arus searah (DC).

dengan mudah juga dapat dialihmediakan dari
media yang satu ke media yang lain. TIK juga
mempengaruhi pekerjaan di bidang informasi.
Upadhaya (2004: 70) menyatakan bahwa
sekurang-kurangnya terdapat dua pekerjaan di
bidang informasi yang dapat dihilangkan, yakni
pemeliharaan dan penggandaan hardcopy. Tentu
saja, penghilangan kedua pekerjaan itu hanya
berlaku untuk informasi yang tersimpan dalam
dokumen elektronik.
Berbeda daripada dokumen berbasis kertas,
dokumen elektronik juga membuat titik sibak
(access point) menjadi lebih banyak, bahkan
penelusuran melalui setiap kata yang terdapat
dalam dokumen pun dimungkinkan. Dalam
pengelolaan dokumen elektronik, akses terhadap
informasi yang dikandungnya lebih berarti
daripada dokumennya sendiri.

Akan tetapi, sebenarnya, dokumen elektronik
tidak akan menggantikan dokumen berbasis
kertas dan perlu direncanakan untuk
mengakomodasikan keduanya (Upadhaya, 2004:
5).
Penyebabnya
adalah
pengunjung
perpustakaan
tidak
seluruhnya
yang
menggunakan bahan pustaka di perpustakaan.
Tidak sedikit pengunjung yang memerlukan
membawa bahan pustaka dari perpustakaan
untuk dibaca di tempat lain. Tambahan pula,
membaca tulisan di layar monitor komputer
belumlah senyaman membaca tulisan di kertas.
Lebih jauh, tidak semua informasi yang tersedia
secara terpasang (online), kenyataannya masih

banyak informasi ilmiah yang dipublikasikan
dalam bentuk tercetak. Jadi, memahami cara
perpustakaan
diorganisasikan
dan
cara
penempatan koleksi masih tetap diperlukan.
D. Perpustakaan Digital (Digital Library)

Pengertian digital dan elektronik seringkali
kemudian
bercampur-baur
pemakaiannya.
Namun yang pasti kedua istilah tersebut
berkaitan dengan komputer. Oleh karena itu,
dokumen elektronik (atau digital) adalah
dokumen yang dikelola dengan komputer.
C. Dokumen Berbasis
Dokumen Elektronik


Kertas

versus

TIK telah menyebabkan informasi dicetuskan
dan
dipindahkan
menggelembung
dan
mengglobal dalam waktu yang cepat. Informasi
Halaman 2

Sebenarnya
perpustakaan
digital
sulit
didefinisikan. Perpustakaan digital dapat berbeda
arti bagi kelompok orang yang berbeda,
tergantung pada persepsi mereka terhadap
konsep perpustakaan digital (Definition…,

[s.a.]). Kelompok orang dari ilmu komputer
menganggap bahwa perpustakaan digital adalah
sistem informasi yang berada dalam sebuah
jaringan komputer, sementara pustakawan
menganggap bahwa perpustakaan digital adalah
bahagian digital dari koleksi perpustakaan.

Pustaha: Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi, Vol.4, No.1, Juni 2008

William Arms (Definition …, [s.a.]) menyatakan
bahwa definisi informal dari perpustakaan digital
adalah koleksi informasi yang terkelola;
informasi disimpan dalam bentuk digital dan
dapat diakses melalui jaringan komputer. Aliran
data yang dikirimkan ke penjuru bumi melalui
satelit bukan perpustakaan. Data yang sama bila
dikelola secara sistematis akan menjadi koleksi
dari perpustakaan digital.
Definisi perpustakaan digital yang lain
menyiratkan, bahwa (Association of …, 1995):

1. perpustakaan digital tidak berdiri sendiri;
2. perpustakaan digital memerlukan teknologi
untuk mengakses berbagai sumber informasi
lain;
3. jaringan antarperpustakaan digital dan jasa
informasi diketahui oleh pemakai;
4. akses menyeluruh terhadap perpustakaan
digital dan jasa informasi merupakan tujuan;
5. koleksi perpustakaan digital tidak terbatas
pada dokumen yang tersedia, melainkan
meliputi artifak digital yang tidak dapat
direpresentasikan dan didistribusikan dalam
bentuk tercetak.
Digital Library Federation (Definition …, [s.a.])
menyatakan bahwa perpustakaan digital adalah
organisasi yang menyediakan sumber informasi,
meliputi karyawan yang khusus, memilih,
menyediakan akses intelektual, menerjemahkan,
mendistribusikan, melestarikan, dan memastikan
pekerjaan digital yang terus menerus yang
membuat tersedianya informasi secara murah
bagi pemakai atau kelompok pemakai.
Sementara menurut Borgman (Definition …,
[s.a.]) perpustakaan digital adalah seperangkat
sumber daya elektronik dan kemampuan teknis
terkait untuk mencetuskan, menelusur, dan
menggunakan informasi. Perpustakaan digital
adalah perluasan dari penyimpanan informasi
dan sistem temu kembali yang memanipulasi
data digital pada berbagai media, seperti teks,
gambar, suara, dan gambar hidup) yang terdapat
dalam jaringan komputer. Perpustakaan digital
mengelola data, metadata yang menggambarkan
beragam aspek data, dan metadata yang terdiri
dari rangkaian (link) atau hubungan ke data dan
metadata lain, baik di dalam maupun dari luar
perpustakaan digital itu.

E. Pengelolaan Dokumen Elektronik
Dengan pemahaman bahwa dokumen elektronik
adalah salah satu koleksi perpustakaan digital,
maka pengertian perpustakaan digital dapat
menjadi acuan pengelolaan dokumen elektronik.
Secara ringkas dapat dikatakan perpustakaan
digital tidak hanya menyediakan dokumen
elektronik namun juga menyediakan akses ke
sumber informasi lain yang tersedia secara
terpasang. Istilah terpasang mengacu pada
perangkat keras, perangkat lunak dan data yang
terkait padanya, dan kegiatan yang dilakukan di
dunia maya (cyberspace). Istilah ini populer
menunjukkan “tempat” di mana manusia
berinteraksi menggunakan jaringan komputer,
yakni internet (Online and …., [s.a.])
Perpustakaan digital memiliki koleksi bahan
pustaka yang tidak dibatasi oleh dinding dan
gedung mengingat informasi semakin banyak
yang dipublikasikan dalam bentuk elektronik.
Misalnya, pemakai dapat membaca isi majalah
di layar komputer (atau mencetak bagi dirinya)
dari New York Times, Business Week, atau
Newsweek. Pemakai dapat mengunjungi situs
lembaga pemerintah atau swasta dan dapat
membaca laporan, undang-undang, statistik, dan
publikasi lain secara online. Pemakai dapat
menemukan karya sastra yang dipublikasikan di
internet, misalnya karya sastra William
Shakespeare.
Sekurang-kurangnya terdapat lima aspek yang
perlu diperhatikan dalam pengelolaan data
elektronik, yaitu:
1. pembakuan format dan keamanan;
2. pengindeksan dan pengabstrakan;
3. penyediaan link ke sumber informasi lain;
4. analisis akses dan sitiran;
5. kesiapan pustakawan.
1. Pembakuan Format dan Keamanan
Dokumen elektronik dapat dikelola dalam
berbagai format teks atau gambar. Dokumen
elektronik dalam format teks dapat dibaca
dengan perangkat lunak pembaca teks. seperti
MS-Word; dokumen dalam format gambar
dibaca dengan perangkat lunak pembaca
gambar. seperti Adobe Acrobat Reader.
Dalam pada itu, keterbukaan adalah sifat
komputer yang tidak selalu menguntungkan,
Halaman 3

Pustaha: Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi, Vol.4, No.1, Juni 2008

terutama terhadap dokumen elektronik yang
disimpan dalam format teks. Begitu dapat
membaca dokumen tersebut, pemakai memiliki
kesempatan untuk “mengobrak-abrik” isi
dokumen. Hal ini disebabkan oleh populernya
program pembaca teks dan pemakai cukup
mengenal bahkan cukup sering memakai
program tersebut untuk kepentingan lain.
Kelemahan format teks tersebut dapat diatasi
dengan memberi sandi pada dokumen, namun
akibatnya tentu pemakai menjadi tidak leluasa
memanfaatkan dokumen tersebut; pemakai akan
selalu meminta bantuan pustakawan untuk
membuka sandi dan pustakawan “terpaksa”
memperhatikan pemakai secara teliti saat
membaca dokumen. Dalam beberapa sistem,
dokumen format teks dapat dibuat read-only,
namun untuk menghilangkan atribut itu tidaklah
sulit bagi pemakai yang memiliki sedikit saja
kemampuan mengutak-atik komputer.
Berbeda dengan itu, dokumen format gambar
relatif lebih aman dari kejahilan pemakai.
Dengan menyimpan dokumen dalam format
gambar, misalnya PDF (portable document
format), maka pemakai hanya dapat membaca
dan tidak mengubah sedikitpun dokumen
tersebut. Alasannya adalah format PDF dibaca
dengan Adobe Acrobat Reader yang hanya dapat
digunakan untuk pembaca (reader). Format PDF
juga tidak berukuran besar seperti format gambar
lain, seperti BMP, JPG, atau TIFF.
Format PDF juga merupakan pilihan yang lebih
baik bila digunakan untuk dokumen hasil alih
media dari kertas ke elektronik, misalnya pada
alih media skripsi. Perangkat keras pengalih
media memiliki fasilitas untuk membuat
dokumen elektronik berformat PDF. Kalaupun
suatu saat diperlukan untuk memindahkan
dokumen ke format teks, hanya dengan satu klik
mouse (misalnya dengan program OmniPage),
dokumen PDF akan beralih menjadi dokumen
berformat teks.
Format apapun yang dipilih, pustakawan perlu
menetapkan format baku yang akan digunakan
terhadap
dokumen
elektronik
sebelum
mengoleksi dokumen tersebut.
Meskipun format PDF sulit untuk diubah isinya
oleh pemakai, penggunaan sandi tetap perlu
dilakukan untuk setiap dokumen. Salah satu
Halaman 4

penyebabnya adalah bahwa tidak semua
dokumen boleh diakses oleh seluruh pemakai,
misalnya dokumen-dokumen arsip yang hanya
boleh diakses oleh pemakai dengan jabatan
tertentu.
2. Pengindeksan dan Pengabstrakan
Walaupun berbentuk elektronik, pembuatan
wakil dokumen sebagai alat bantu penelusuran
dokumen elektronik tetap diperlukan. Berbeda
dari dokumen berbasis kertas dan katalog kartu,
indeks dokumen elektronik (yang juga dikelola
secara elektronik) dapat dibuat sebanyak
mungkin. Kalau pada katalog kartu terdapat
batasan jumlah pengarang sebagai titik sibak,
maka pada indeks dokumen elektronik tidak
demikian: pustakawan dapat mencatatkan
seluruh pengarang sebanyak apapun sebagai titik
sibak. Begitu pula penambahan titik sibak lain
juga dimungkinkan, misalnya penerbit, alamat
situs (pada dokumen yang berasal dari internet)
dan sebagainya.
Koleksi dokumen elektronik akan berkembang
dalam jumlah banyak seiring peningkatan
volume informasi yang dicetuskan yang semakin
cepat. Keadaan ini membuat pemilahan
dokumen yang relevan menjadi sulit, ketika
pemakai dihadapkan pada sekian banyak
dokumen yang terdiri dari sekian halaman.
Karena itulah, dokumen elektronik perlu
menyediakan abstrak yang memuat isi ringkas
dokumen untuk digunakan pemakai sebagai
pemilah. Perlu dicatat, semakin besar ukuran
dokumen, semakin lama waktu yang diperlukan
untuk memuatnya ke memori komputer.
3. Penyediaan Link ke Sumber Informasi Lain
Perpustakaan pada dasarnya adalah penyedia
jasa rujukan. Artinya pemakai dapat saja tidak
menemukan
sumber
informasi
yang
dibutuhkannya, tetapi memperoleh informasi
tentang tempat sumber informasi tersebut dari
pustakawan. Begitu pula, dalam mengelola data
elektronik semestinya pustakawan menyediakan
fasilitas bagi pemakai untuk merujuk pada
sumber informasi lain yang berkaitan dengan
dokumen yang sedang dihadapinya. Sumber
informasi dimaksud dapat berada di dalam
perpustakaan dan dapat pula berada di luar
perpustakaan, misalnya di internet. Oleh karena
itu, setiap dokumen elektronik sedapat mungkin

Pustaha: Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi, Vol.4, No.1, Juni 2008

dilengkapi dengan fasilitas link yang kalau diklik akan “membawa” pemakai ke sumber
informasi elektronik lainnya.
4. Analisis Akses dan Sitiran
Dokumen
elektronik
memungkinkan
pustakawan mencatat frekuensi pengaksesan
dokumen tersebut secara otomatis. Untuk
menelusur dokumen elektronik dapat digunakan
perangkat lunak yang memiliki fasilitas
pencatatan identitas pemakai. atau sekurangkurangnya counter yang dapat menghitung
frekuensi pengaksesan. Hal ini diperlukan bagi
pemakai lain manakala pemilahan diperlukan.
Frekuensi pengaksesan dokumen dapat dijadikan
salah satu dasar suatu dokumen dipilih atau
tidak.
Dalam hal lain, pustakawan sepertinya perlu
menambah pekerjaannya dengan mencatat daftar
pustaka dari setiap dokumen elektronik
(misalnya skripsi) untuk mengetahui pustaka apa
saja yang disitir oleh penulis dokumen tersebut.
Pada gilirannya, hasil catatan tersebut dapat
digunakan untuk menilai pustaka yang paling
sering disitir yang berguna bagi pustakawan dan
pemakai dalam penentuan prioritas pemanfaatan
pustaka, baik elektronik maupun konvensional.
Pencatatan daftar pustaka dimaksud dapat
dilakukan secara semimanual atau secara
elektronik pula. Secara semimanual, pustakawan
melakukan pencatatan dengan mengetikkan
daftar pustaka melalui program pengolah kata.
Secara elektronik, pustakawan melakukan
pencatatan dengan memindai (scanning) daftar
pustaka.
5. Kesiapan Pustakawan
Pustakawan perlu mempersiapkan dirinya untuk
dapat mengelola dokumen elektronik secara
optimal. Wawasan pustakawan tentang
komputer, cara kerja komputer, dan sistem
informasi berbasis komputer perlu diperluas.
Tidak sedikit mitos dan pendapat yang kurang
benar tentang komputer yang masih dianut oleh
sebahagian pustakawan. Misalnya pendapat
bahwa hasil pengolahan komputer selalu benar,
jelas merupakan pendapat yang salah. Komputer
adalah benda mati yang tetap berada di bawah
kendali manusia. Ketika komputer “diajari”
bahwa tanda “+” berarti kurangi, maka tanpa

merasa berdosa di layar monitor akan
ditayangkannya angka 6 sebagai hasil 21+15.
Kemungkinan memberikan hasil yang salah juga
terbuka lebar manakala manusia yang
menggunakannya salah tekan atau menggunakan
program yang tidak sesuai dan sebagainya.
Pustakawan
juga
perlu
meningkatkan
kemampuannya mengoperasikan komputer,
termasuk mengelola berkas-berkas elektronik
secara sistematis. Tidak sedikit pustakawan yang
enggan menambah pengetahuannya dalam
menggunakan komputer. Mungkin dengan
alasan malu: hari gini masih ga ngerti komputer,
atau alasan takut ketahuan tidak mampu
menggunakan komputer. Apapun alasannya,
pengelolaan dokumen elektronik tidak akan
optimal bila pustakawan tidak lancar
mengoperasikan komputer.
Komputer pada umumnya menggunakan bahasa
Inggris dalam berkomunikasi dengan manusia,
kecuali pada program-program aplikasi buatan
orang Indonesia. Tambahan pula, mengelola data
elektronik berarti pustakawan melibatkan diri
dalam pertelingkahan informasi global; bahasa
Inggris merupakan bahasa pengantar yang paling
banyak dipakai di dunia. Karena itu, pustakawan
perlu pula meningkatkan kemampuannya
berbahasa Inggris, sekurang-kurangnya secara
pasif.
F. Penutup
Pustakawan adalah salah satu profesional yang
lebih berpengalaman dalam penyimpanan,
perawatan, pengelolaan, dan penyebaran
(sumber) informasi. Adalah wajar bila
pustakawan berkenan melangkah lebih lebar dan
menapak lebih cepat dalam pengelolaan
dokumen elektronik atau lebih luas lagi
perpustakan digital. Menghindar dari kewajaran
itu tentu tidak akan membuat pustakawan
semakin dihargai, malahan berpeluang untuk
ditinggalkan.
Pada dasarnya pengelolaan dokumen elektronik
tidak begitu berbeda dengan dokumen berbasis
kertas. Meskipun demikian, terdapat beberapa
pekerjaan lama yang tidak diperlukan dan
beberapa pekerjaan baru yang perlu dilakukan.
Senada dengan itu, sekurang-kurangnya ada lima
aspek yang perlu diperhatikan dalam
pengelolaan data elektronik, yakni: pembakuan
Halaman 5

Pustaha: Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi, Vol.4, No.1, Juni 2008

format dan keamanan, pengindeksan dan
pengabstrakan, penyediaan link ke sumber
informasi lain, analisis akses dan sitiran, dan
kesiapan pustakawan.
Referensi
Association of Research Libraries. 1995.
“Definition and Purposes of a Digital
Library.” (Online).
http://www.arl.org/sunsite/definition.html.
Diakses Tanggal: 15 April 2008.
Definition of digital libraries. [s.a.]. (Online).
http://www.cs.wlu.edu/~whaleyt/classes/
DigiLib/Whaley/Definition.html.
Diakses Tanggal: 15 April 2008.
“Online and tradtional libraries.” [s.a.].
Information literacy study. (Online).
http://www.esc.edu/ESConline/Across_E
SC/LNS0EScopy04.NSF/4b0f771c4ddc3
1ed85256889006cdaaa/a964f0079d66a33
d852569ca00675cc7?OpenDocument.
Diakses tanggal 15 April 2008.
Upadhaya, J. L. 2004. Information retrieval and
digital libraries. New Delhi: Shree
Publishers and Distributors.

Halaman 6