RKPD 2014

(1)

BAB III

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

Kerangka ekonomi makro daerah dan kerangka pendanaan pembangunan pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2014 memberikan gambaran tentang perkembangan ekonomi makro daerah Tahun 2012 dan prakiraan Tahun 2013, sasaran pokok yang ingin dicapai serta kebutuhan pembiayaan pembangunan yang diperlukan. Sasaran yang ingin dicapai Tahun 2014 tersebut dicapai melelui berbagai program dan kegiatan serta kebijakan pembangunan sesuai prioritas yang telah digariskan.

3.1. Kerangka Ekonomi Daerah Kondisi ekonomi makro nasional tahun 2012 dan prakiraan tahun 2013 lebih baik dibandingkan dengan tahun tahun sebelumnya. Kemajuan tersebut antara lain ditunjukkan dengan pertumbuhan ekonomi yang meningkat dengan stabilitas harga terjaga. Perekonomian Nasional pada tahun 2012 tumbuh sebesar 6,21% mengalami penurunan dibandingkan tahun 2011 sebesar 6,5% atau sama apabila dibandingkan tahun tahun 2010 Stabilitas ekonomi Nasional masih terjaga dalam menghadapi tekanan berat ekonomi dunia berupa melambatnya perekonomian dunia, berlanjutnya krisis keuangan Eropa, ganguan cuaca dan Iklim serta ketegangan Timur Tengah dan Iran. Pertumbuhan ekonomi yang kokoh memberikan pengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja sehingga mampu menekan angka pengangguran. Rata-rata 1,39% angkatan kerja mampu diserap setiap tahunnya, sehingga angka pengangguran dapat ditekan menjadi 6,14% pada tahun 2012 yang pada tahun 2010 masih cukup tinggi yakni 7,14%. Sejalan dengan itu, tingkat kemiskinan juga berhasil diturunkan dari tahun 2010 mencapai 13,3% menjadi 11,7% pada tahun 2012. Pendapatan perkapita penduduk Indonesia juga meningkat tajam, mencapai sekitar USD 3.352 tahun 2012.

Kalau kita menengok perkembangan perekonomian Jawa Timur cukup membanggakan. Tahun 2012 saja ekonomi mampu tumbuh diatas rata rata Nasinal sebesar 7,27% naik 0,05 point dari tahun 2011 yang tumbuh sebesar 7,22%. Seiring


(2)

dengan membaiknya kinerja perekonomian Jawa Timur berdampak pula pada pengurangan pengangguran hingga Tingkat Pengangguran Terbuka Jawa Timur pada tahun 2012 tinggal sebesar 4,12% dengan tingkat penyerapan tenaga kerja mencapai 7,42 jta di sektor Pertanian dan mengalami penurunan dibandingka tahun 2011 dengan TPT mencapai 4,16%. Dengan meningkatkanya penyerapan tenaga kerja yang besar berdampak pula pada menurunnya angka kemiskinan menjadi sebesar 8,91% pada tahun 2012 dan mengalami penurunan sebesar 5,23% dibanding tahun 2011 sebesar 14,23%.

Pembangunan daerah dapat berjalan dengan baik ketika kondisi perekonomian daerah dalam kondisi tumbuh kearah posstif merata seluruh penjuru daerah dan bermartabat dan berkeadilan. Pemerintah daerah bertekat dan berupaya untuk melaksanakan pembangunan yang inklusif dan berkeadilan yaitu pembangunan yang menjamin pemerataaan yang didukung stabilitas yang positif. Upaya ini diwujudkan dengan menerapkan Four Track Strategy pembangunan yang meliputi Pro -Growt, Pro-Poor, Pro-Job yang dilengkapi dengan Pro-Enviroment untuk mengantisipasi perubahan iklim, yang dilaksanakan secara terintegrasi dan saling bersinergi secara seimbang, konsisten dengan melibatkan seluruh stake holder pembangunan serta mengedepankan aspek pemerataan.

Kondisi perekonomian daerah Kabupaten Ponorogo dalam kurun waktu tiga tahun mampu tumbuh cukup positif. Tahun 2010 ekonomi mampu tumbuh sebesar 5,78%, terus meningkat menjadi 6,21% pada tahun 2011. Hal ini menunjukkan bahwa ada pergerakan barang jasa dengan dinamika yang positif yang ditunjukkan oleh pertumbuhan PDRB baik Atas dasar Harga Berlaku maupun PDRB atas Dasar Harga Konstan.


(3)

Tabel 3.1

Proyeksi Target Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Ponorogo Tahun 2012 - 2014

TAHUN TARGET RPJMD TARGET RKPD

2012 6,15 % 6,15 – 6,34 %

2013 6,34 % 6,34 - 6,52 %

2014 6,52 % 6,52 - 6,71 %

Disamping itu PDRB perkapita dapat digunakan untuk melihat dan mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat dan kemajuan ekonomi suatu daerah. PDRB perkapita Kabupaten Ponorogo Tahun 2011 sebesar Rp. 9,770 juta melebihi target dalam RPJMD sebesar 9,472 juta dan pada tahun 2012 ditarget kan mampu mencapai 10,247juta. PDRB Per Kapita sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk utamanya jumlah penduduk pada pertengahan tahun.

Tabel 3.2

Target PDRB Per Kapita Kabupaten Ponorogo Tahun 2012 - 2014

TAHUN TARGET RPJMD TARGET RKPD

2012 10.247.690,00 9.130.690,00

2013 11.022.660,00 10.022.660,00

2014 11.797.640,00 11.122.640,00

Sektor - sektor PDRB yang mempunyai peranan penting dalam membentuk PDRB yang kesemua sektor tersebut mempunyai peranan masing masing dalam memberikan kontribusi terhadap PDRB. Ada 7 (tujuh) lapangan usaha yang membentuk PDRB yaitu sektor Pertanian; Pertambangan dan penggalian; Indsustri


(4)

pengolahan; Listrik, gas dan air bersih; Kontruksi; Perdagangan hotel restoran; Transfortasi dan Komunikasi; Keuangan; dan jasa-jasa.

3.2. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah

Arah kebijakan ekonomi daerah adalah mewujudkan ekonomi daerah yang mencakup peningkatan perekonomian kabupaten yang tangguh, sehat dan berkeadilan dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat, menciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa setiap peningkatan kegiatan ekonomi akan berpengaruh pada peningkatan lapangan kerja dan kesempatan berusaha yg pada akhirnya akan mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Maknanya bahwa setiap potensi ekonomi yang dimiliki harus dimanfaatkan secara optimal dengan memperhatikan peluang-peluang yg ada guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun demikian melihat prediksi satu tahun yang akan datang, ternyata prosentasi kenaikan belanja lebih besar dari pada kenaikan pendapatan. Oleh karena itu beberapa langkah harus dilakukan dalam upaya membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan. Dalam hal APBD diperkirakan defisit, maka pembiayaan pembangunan dapat didanai dengan sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu, transfer dari dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, namun demikian, kebijakan pembiayaan pembangunan melalui hutang harus memenuhi syarat yaitu hutang tersebut dipergunakan untuk investasi dan/atau mempunyai dampak yang luas terhadap kepentingan masyarakat. Disamping itu, kebijakan umum anggaran tahunan diarahkan untuk memantapkan landasan ekonomi daerah yang mandiri dijiwai nilai-nilai religius berbasis pertanian yang tangguh yang mengarah pada agrobisnis dan agroindustri untuk mewujudkan kota Ponorogo sebagai Kota Metropolitan yang berbasis Pertanian (Agropolitan) melalui :

a. Perlindungan dan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dalam bentuk pemantapan kehidupan beragama, pelayanan dasar, pendidikan, penyediaan fasilitas kesehatan, fasilitas sosial, dan fasilitas umum yang layak dengan memprioritaskan pada golongan masyarakat miskin.


(5)

b. Mendorong pertumbuhan ekonomi secara adil dan merata dengan prioritas pada bidang pertanian yang didukung perdagangan dan jasa sebagai tulang punggung perkonomian daerah dengan memacu wilayah pengembangan. c. Meminimalisasikan gejolak fluktuasi ekonomi dengan memberikan bantuan dan

proteksi kepada masyarakat miskin agar tetap mampu mencukupi kebutuhan dasar minimumnya.

d. Mengembangan ekonomi kerakyatan melalui peningkatan kesempatan berusaha, optimalisasi potensi ekonomi lokal, pemberdayaan usaha sektor informal, Koperasi dan UKM serta keadilan kesempatan untuk berusaha dalam iklim yang kondusif.

e. Meningkatkan iklim investasi guna mendorong agar dapat mengurangi hambatan-hambatan baik yang berkaitan dengan ketenagakerjaan, permodalan, infrastruktur, kelembagaan serta kepastian dan keamanan berinvestasi.

f. Mengoptimalkan pendapatan melalui intensifikasi, ekstensifikasi dan diversivikasi sumber-sumber pendapatan tanpa membebani masyarakat.

g. Mengoptimalkan pengelolaan Asset dan kekayaan daerah agar dapat memberikan nilai tambah bagi pendapatan daerah, melalui profesionalisme manajemen.

h. Menumbuh kembangkan iklim yang sehat di BUMD sehingga mampu memberikan kontribusi optimal bagi pendapatan daerah termasuk mendirikan BUMD dan/atau perusahaan milik Pemerintah daerah yang profitable.

i. Mengembangkan iklim kondusif bagi peningkatan swadaya melalui pola/skema kemitraan baik antara pemerintah daerah dengan masyarakat, pemerintah daerah dengan swasta atau masyarakat dengan swasta.

j. Perekonomian Kabupaten Ponorogo diarahkan untuk mewujudkan struktur perekonomian kabupaten yang kokoh dimana sektor Pertanian (Agrobisnis dan agroindustri) menjadi basis aktivitas perekonomian yang didukung oleh aktivitas perekonomian lainnya seperti perdagangan dan jasa-jasa.

j. Setiap pengeluatan daerah harus mendasarkan pada, standar analisa belanja, standar harga, tolok ukur kinerja, dan standar pelayanan minimal serta memperhatikan prinsip efisiensi dan efektifitas.


(6)

3.3 Arah Kebijakan Keuangan Daerah

Di era desentralisasi dan otonomi daerah, Kebijakan pengelolaan keuangan daerah ditekankan pada prinsip keadilan, kepatuhan dan manfaat sebagai konsekuensi hubungan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.

Pengelolaan keuangan daerah meliputi keseluruhan kegiatan perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah secara umum mengacu pada paket reformasi keuangan negara, yang dituangkan dalam beberapa peraturan perundang-undangan, yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah.

Sebagai subsistem dari pengelolaan keuangan negara dan merupakan kewenangan pemerintah daerah, pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini telah dijabarkan secara lebih rinci dan teknis dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 memuat berbagai kebijakan terkait perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, dan pertanggungjawaban keuangan daerah. Pengaturan pada aspek perencanaan diarahkan agar seluruh proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) semaksimal mungkin dapat menunjukkan latar belakang pengambilan keputusan dalam penetapan arah kebijakan umum, skala prioritas dan penetapan alokasi, serta distribusi sumber


(7)

daya dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Dengan demikian, APBD dapat dipandang sebagai instrumen kebijakan fiskal bagi pemerintah daerah untuk melaksanakan pembangunan di daerah. Artinya, dengan APBD tersebut, paling tidak, pemerintah daerah bisa mempengaruhi seluruh kegiatan perekonomian daerah dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Selain itu, APBD juga dapat dipandang sebagai dokumen politik dan dokumen ekonomi. Sebagai dokumen politik, APBD akan menjelaskan siapa-siapa atau sektor-sektor apa saja yang menerima bagian terbesar dari pengeluaran pemerintah daerah, serta siapa-siapa yang menanggung beban pembiayaan pemerintah daerah. Sebagai dokumen ekonomi, APBD menjelaskan seberapa besar alokasi penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah yang digunakan mempengaruhi pencapaian target-target pembangunan.

Mengingat begitu strategisnya peran APBD dalam konstelasi pembangunan daerah, maka keseluruhan proses penetapan APBD ini dirasa perlu diatur dalam perundang-undangan, yang diharapkan dapat mengharmoniskan pengelolaan keuangan daerah, baik antara pemerintah daerah dan Pemerintah Pusat, serta antara pemerintah daerah dan DPRD, ataupun antara pemerintahan daerah dan masyarakat. Dengan demikian, daerah dapat mewujudkan pengelolaan keuangan secara efektif dan efisien, serta dapat mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, berdasarkan tiga pilar utama, yaitu transparansi, akuntabilitas, dan partisipatif.

Dalam perkembangan terakhir, isu-isu strategis tentang penerimaan daerah (pendapatan daerah) dan pengeluaran daerah (belanja daerah) adalah berkaitan dengan bagaimana meningkatkan ruang gerak fiskal (fiscal space) pemerintah daerah, sehingga meningkatkan kapabilitas penerimaan daerah sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan. Selain itu dari sisi pengeluaran adalah bagaimana meningkatkan kondisi pengeluaran daerah (belanja daerah) untuk pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan layanan dasar lainnya.

Semuanya itu akan sangat dipengaruhi oleh pola hubungan transaksi antara lembaga eksekutif dan legislatif dalam menentukan APBD, serta kondisi ekonomi sebagai faktor internal, dan dipengaruhi juga oleh faktor eksternal, yaitu kondisi lingkungan ekonomi global dan nasional yang menentukan kemampuan Pemerintah Pusat dalam membiayai pembangunan daerah melalui desentralisasi fiskal.


(8)

Ruang gerak fiskal (fiscal space) ada ketika pemerintah dapat meningkatkan pengeluaran tanpa menyebabkan pengaruh buruk terhadap solvabilitas fiskal, atau dapat juga diartikan sebagai pengeluaran diskresioner yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah tanpa mengganggu solvabilitasnya. Ruang gerak fiskal didefinisikan sebagai total pengeluaran dikurangi pengeluaran untuk pegawai, pembayaran bunga, subsidi, dan transfer ke daerah.

Ketika pendapatan asli daerah (PAD) hanya dapat meningkat dalam jumlah terbatas, sedangkan dana perimbangan dari pemerintah pusat bersifat given, maka di sisi lain kebutuhan untuk meningkatkan pengeluaran pendidikan, kesehatan, infrastruktur, serta layanan dasar lainnya sesuai amanat undang-undang tidak dapat dihindari, maka upaya meningkatkan ruang gerak fiskal menjadi sangat penting artinya.

Dalam konteks di daerah, peningkatan ruang gerak fiskal ini salah satunya dapat dicapai melalui harmonisasi hubungan transaksional antara eksekutif dan legislatif dalam penetapan APBD. Peningkatan ruang gerak fiskal ini tercapai jika keleluasaan eksekutif untuk menentukan anggaran-anggaran yang menjadi prioritas kebutuhan pembangunan yang disusun berdasarkan visi, misi dan program kepala daerah semakin meningkat.

Permasalahan yang terkait aspek perencanaan dalam pengelolaan keuangan daerah adalah bagaimana melakukan sinkronisasi antara kebijakan, perencanaan, dan penganggaran. Apa yang sudah ditetapkan dalam kebijakan pemerintah daerah harus sama dengan yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) maupun Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Selanjutnya pada saat dilakukan penganggaran, apa yang telah ditetapkan dalam dokumen perencanaan dan penganggaran harus diterjemahkan sama dalam dokumen penganggaran, agar dapat dilihat hubungan keterkaitan antara dokumen perencanaan dan dokumen penganggaran.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan bentuk manajemen keuangan daerah dalam pengalokasian sumber daya di daerah secara optimal, sekaligus juga alat evaluasi prestasi pemerintah dalam pembiayaan pembangunan di daerahnya. Karena itu, setiap belanja pemerintah harus ditujukan untuk kepentingan


(9)

publik, dan harus dipertanggungjawabkan pemakaiannya. Dengan kata lain, APBD harus bermanfaat sebesar-besarnya bagi peningkatan kesejahteraan rakyat.

Ada tiga fungsi utama dalam pengelolaan anggaran pemerintah daerah, yakni alokasi, distribusi dan stabilitas. Fungsi alokasi dimaksudkan agar APBD digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintah sehingga pelayanan publik semakin baik, termasuk penyediaan sarana dan prasarana infrastruktur yang memadai. Pemerataan pendapatan dan pengentasan masyarakat miskin merupakan perwujudan fungsi distribusi. Sementara fungsi stabilitas ditujukan menciptakan lingkungan kondusif bagi kegiatan ekonomi, untuk memperluas kesempatan kerja, stabilitas harga, dan pertumbuhan ekonomi.

Penerimaan pendapatan daerah Kabupaten Ponorogo dari tahun ke tahun secara umum mengalami peningkatan walaupun bersifat fluktuatif. Peningkatan pendapatan masih didominasi oleh sumber-sumber pendapatan yang diperoleh dari dana perimbangan baik pos bagi hasil pajak/ bagi hasil bukan pajak, DAU dan DAK. Salah satu ukuran untuk mengetahui kemampuan fiskal daerah dalam menjalankan fungsi pelayanan masyarakat dapat dilihat dari kapasitas keuangan daerah yakni dengan membandingkan antara pendapatan dengan APBD. Kenyataan menunjukkan bahwa masih tingginya ketergantungan terhadap anggaran yang berasal dari dana perimbangan.

Ada tiga komponen penting dalam pengelolaan keuangan daerah sesuai peraturan pemerintah, yaitu pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan daerah. Sesuai peraturan pemerintah, maka penjabaran masing-masing komponen dilakukan sejalan dengan hal tersebut. Secara umum arah kebijakan keuangan daerah tetap mengacu pada ketentuan perundangan yang berlaku, antara lain, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

3.3.1. Arah Pengelolaan Pendapatan Daerah

Kebijakan pengelolaan pendapatan daeah diarahkan untuk menggali dan mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan daerah melalui upaya intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan daerah termasuk mengembangkan sektor-sektor potensial


(10)

yang selama ini belum optimal. Optimalisasi peningkatan pendapatan daerah terhadap obyek yang betul-betul potensial dilakukan dengan tidak memberatkan masyarakat serta tidak merusak lingkungan

Merujuk pada konsep hak dan kewajiban, dan menerapkannya pada pengelolaan keuangan daerah, maka pendapatan daerah merupakan hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih, dan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan.

Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, komponen pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD); Dana Perimbangan, dan lain-Lain pendapatan yang sah. Pendapatan Asli Daerah terdiri dari pajak daerah; retribusi daerah; hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan lain-lain PAD yang sah. Dana Perimbangan, yang berasal dari pemerintah pusat, terdiri dari Dana Alokasi Umum, dan Dana Bagi Hasil. Dana Bagi Hasil terbagi menjadi Dana Bagi Hasil Pajak, dan Dana Bagi Hasil Bukan Pajak. Selain itu lain-lain pendapatan daerah yang sah dapat berupa hibah, dana darurat, dan bantuan keuangan pemerintah daerah lainnya.

Pada dana perimbangan ini (DAU, DAK, bagi hasil pajak / bagi hasil bukan pajak), akurasi penggunaan pendekatan metode proyeksi belum ada yang benar – benar dapat dipergunakan sebagai pedoman, karena penentuan dana perimbangan yang berasal dari pusat merupakan pemberian langsung (given) dan sangat tergantung kepada beberapa hal antara lain :

a. Kebutuhan fiskal adalah merupakan kebutuhan pendanaan daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar, dengan dasar ukuran jumlah penduduk, luas wilayah, indeks kemahalan konstruksi, PDRB perkapita dan IPM (Index Pembangunan Manusia).

b. Kapasitas fiskal adalah merupakan sumber pendanaan daerah yang berasal dari PAD dan dana bagi hasil.

Pengelolaan pendapatan daerah harus memperhatikan upaya untuk meningkatkan pajak dan retribusi serta penerimaan daerah lainnya. Hal ini


(11)

dimungkinkan karena pendapatan daerah dalam sruktur APBD Kabupaten Ponorogo masih merupakan momen yang cukup penting perananya dalam mendukung penyelengggaraan pemerintahan maupun pelayanan publik.

Arah pengelolaan pendapatan daerah Kabupaten Ponorogo tahun 2011 ditekankan pada mobilisasi sumber-sumber PAD dan penerimaan lainnya guna lebih mengoptimalkan kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pendapatan daerah Kabupaten Ponorogo meliputi 3 (tiga) sumber pendapatan yaitu:

1. Pendapatan Asli Daerah 2. Dana Perimbangan

3. Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah

Adapun proyeksi pendapatan daerah Kabupaten Ponorogo untuk tahun 2011 secara rinci adalah sebagaimana tertera dalam tabel berikut:


(12)

Tabel 3.1

Proyeksi Pendapatan Daerah Kabupaten Ponorogo Tahun 2014

NO

URAIAN

Proyeksi Pendapatan Daerah

Tahun 2013 Tahun 2014

1. Pendapatan Asli Daerah 81.387.000.000,00 103.846.618.603,66

1.1  Pajak Daerah 13.223.000.000,00 30.428.381.250,00 1.2  Retribusi Daerah 15.791.000.000,00 13.778.182.688,10 1.3  Hasil Pengelolaan

Daerah yang dipisahkan

1.607.000.000,00 1.631.070.215,56 1.4  Lain-lain pendapatan asli

daerah yang sah

50.766.000.000,00 58.008.984.450,00

2. Dana Perimbangan 957.962.972.966,69 1.080.138.849.772,00

2.1  Dana bagi hasil pajak/ bukan pajak

65.907.865.310,69 48.180.592.337,00 2.2  Dana Alokasi Umum 829.668.367.655,00 966.650.707.435,00 2.3  Dana Alokasi Khusus 62.386.740.000,00 65.307.550.00,00

3 Lain-lain Pendapatan

Daerah Yang Sah

189.536.411.159,00 219.817.717.531,00

3.1  Hibah - -

3.2  Dana Darurat - -

3.3  Dana Bagi Hasil Pajak dari Propinsi dan Pemda lainnya

50.292.000.000,00 53.330.661.531,00

3.4  Dana Penyesuaian otonomi khusus

99.490.939.320,00 156.363.531.000,00 3.5  Bantuan Keuangan dari

Propinsi atau Pemda Lainnya

39.753.471.839,00 10.123.525.000,00

Jumlah Pendapatan APBD

1.228.886.384.124,69 1.403.803.185.906,66


(13)

3.3.2. Arah Pengelolaan Belanja Daerah

Arah pengelolaan belanja daerah Kabupaten Ponorogo pada tahun 2014 ditekankan pada peningkatan proporsi belanja untuk kepentingan dan kebutuhan masyarakat Ponorogo dengan tetap memperhatikan proporsi dan eksistensi penyelenggaraan Pemerintahan, sehingga perlu penekanan pada efisiensi belanja tidak langsung pada pelaksanaannya. Disamping itu perlunya efektifitas anggaran dan prioritisasi program dalam mendukung pembangunan daerah.Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), merupakan salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai salah satu instrumen kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah (pemerintah daerah), di samping pos pendapatan pemerintah daerah.

Semakin besar belanja daerah diharapkan akan makin meningkatkan kegiatan perekonomian daerah (terjadi ekspansi perekonomian). Di sisi lain, semakin besar pendapatan yang dihasilkan dari pajak-pajak dan retribusi atau penerimaan-penerimaan yang bersumber dari masyarakat, maka akan dapat mengakibatkan menurunnya kegiatan perekonomian (terjadi kontraksi perekonomian).

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2006 menegaskan, belanja daerah merupakan semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Belanja daerah digunakan untuk pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah (provinsi ataupun kabupaten/kota) yang meliputi urusan wajib dan urusan pilihan.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 juga telah menentukan, struktur belanja terdiri dari belanja tidak langsung, dan belanja langsung. Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan yang meliputi: belanja pegawai, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga. Sedangkan belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan


(14)

program dan kegiatan yang meliputi: belanja pegawai, belanja barang dan jasa, serta belanja modal.

Selain itu belanja penyelenggaraan urusan wajib sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial.

Adapun langkah – langkah dalam mewujudkan belanja yang produktif Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 adalah :

1. Meneruskan kebijakan pemberian gaji ke 13 dan penyesuaian gaji pokok dan pensiunan pokok sesuai dengan kebijakan fiskal Nasional

2. Menjaga agar pelaksanaan operasional Pemerintahan lebih efisien untuk meningkatkan pelayanan masyarakat melalui flat policy pada belanja barang operasional perkantoran

3. Mengarahkan peningkatan anggaran infrastruktur dalam rangka mendukung Domestic Connectifity, dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (sustainable economic growth) dalam upaya mencapai target pertumbuhan sebesar 6,52 % dan memantapkan stabilitas perekonomian domestik

4. Meningkatkan kapasitas mitigasi dan adaptasi perubahan iklim melalui dukungan anggaran untuk konservasi lingkungan dan pengembangan energi terbarukan

5. Mendukung program MP3EI dengan mengarahkan pembangunan infrastruktur dan penguatan program pro rakyat dan sinergi antara cluster dalam mendukung program MP3KI

6. Meningkatkan efisiensi belanja barang non operasional dan non prioritas antara lain perjalanan dinas, seminar dan konsinering

7. Memperkuat ketahanan pangan dalam rangka mendukung pencapaian surplus beras Nasional 10 juta ton pada tahun 2014


(15)

8. Mengarahkan pemanfaatan anggaran pendidikan untuk peningkatan sarana prasarana dan infrastruktur pendidikan serta memperluas akses masyarakat terhadap dunia pendidikan

9. Mendukung pengembangan industri kecil dan industri kreatif dalam rangka meningkatkan daya saing

10. Pemberian insentif dalam rangka mendorong peningkatan PAD

Proyeksi belanja daerah Kabupaten Ponorogo tahun 2014 adalah sebagai berikut :

Tabel 3.2.

Proyeksi Belanja Daerah Kabupaten Ponorogo Tahun 2013

No Uraian Belanja Daerah

Tahun 2012 Tahun 2014 2.1 Belanja Tidak Langsung 874.085.485.027,00 1.032.313.173.900,00 2.1.1 Belanja Pegawai 808.063.186.127,00 936.500.000.000,00

2.1.2 Belanja Bunga - -

2.1.3 Belanja Subsidi - -

2.1.4 Belanja Hibah 1.627.500.000,00 16.339.905.000,00 2.1.5 Belanja Bantuan sosial 10.423.070.000,00 7.469.540.000,00 2.1.6 Belanja Bagi Hasil Kepada

Propinsi/ Kabupaten/ Kota dan Pemerintah Desa

2.320.075.000,00 2.320.075.000,00

2.1.7 Belnja Bantuan Keuangan Propinsi/ Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa

48.651.653.900,00 59.683.653.900,00

2.1.8 Belanja Tidak Terduga 3.000.000.000,00 10.000.000.000,00

2.2 Belanja Langsung 364.600.899.097,69 402.790.012.006,66

2.2.1 Belanja Pegawai - -

2.2.2 Belanja Barang dan Jasa - -

2.2.3 Belanja Modal - -

Jumlah Belanja 1.238.686.384.124, 69

1.435.103.185.906,66 Surplus/ (Defisit) (9.800.000.000,00) (31.300.000.000,00)


(16)

3.3.3. Arah Pembiayaan Daerah

Pembiayaan daerah merupakan transaksi keuangan daerah yang dimaksudkan untuk menutup selisih antara pendapatan daerah dan belanja daerah. Jika pendapatan daerah lebih kecil daripada belanja daerah, maka terjadi transaksi keuangan yang defisit, dan harus ditutupi dengan penerimaan daerah. Sebaliknya, jika pendapatan daerah lebih besar daripada belanja daerah, maka terjadi transaksi keuangan yang surplus, dan harus digunakan untuk pengeluaran daerah. Karena itu, pembiayaan daerah terdiri penerimaan daerah dan pengeluaran daerah.

Sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, penerimaan daerah berasal dari sumber antara lain, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu (Silpa); Pencairan dana cadangan; Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan; Penerimaan pinjaman daerah; Penerimaan kembali pemberian pinjaman; dan penerimaan piutang daerah. Sedangkan sumber pengeluaran daerah, antara lain, Pembentukan dana cadangan; Penanaman modal (investasi) pemerintah daerah; Pembayaran pokok utang; dan pemberian pinjaman daerah. Secara rinci proyeksi pembiayaan daerah tahun 2012 sebagaimana dalam tabel berikut:


(17)

Tabel 3.3.

Proyeksi Pembiayaan Daerah Kabupaten Ponorogo tahun 2014

Nomor Uraian Pembiayaan Daerah

Tahun 2013 Tahun 2014

3.1 Penerimaan Pembiayaan 10.300.000.000,00 40.300.000.000,00 3.1.1 Sisa Lebih Perhitungan

Anggaran Tahun Sebelumnya (SILPA)

10.000.000.000,00 40.000.000.000,00

3.1.2 Pencaiaran Dana Cadangan - -

3.1.3 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang dipisahkan

- -

3.1.4 Penerimaan Pinjaman - -

3.1.6 Penerimaan Piutang 300.000.000,00 300.000.000,00

3.2 Pengeluaran Pembiayaan 500.000.000,00 9.000.000.000,00 3.2.1 Pembentukan Dana Cadangan - 8.000.000.000,00 3.2.2 Penyertaan Modal (Investasi)

Pemerintah daerah

500.000.000,00 1.000.000.000,00 3.2.3 Pembayaran pokok hutang yang

jatuh tempo

- -

3.2.4 Pemberian pinjaman daerah - -

Pembiayaan Netto 9.800.000.000,00 31.300.000.000,00 Sumber: DPPKAD Tahun 2013


(1)

Tabel 3.1

Proyeksi Pendapatan Daerah Kabupaten Ponorogo Tahun 2014

NO

URAIAN

Proyeksi Pendapatan Daerah

Tahun 2013 Tahun 2014

1. Pendapatan Asli Daerah 81.387.000.000,00 103.846.618.603,66

1.1  Pajak Daerah 13.223.000.000,00 30.428.381.250,00 1.2  Retribusi Daerah 15.791.000.000,00 13.778.182.688,10 1.3  Hasil Pengelolaan

Daerah yang dipisahkan

1.607.000.000,00 1.631.070.215,56 1.4  Lain-lain pendapatan asli

daerah yang sah

50.766.000.000,00 58.008.984.450,00

2. Dana Perimbangan 957.962.972.966,69 1.080.138.849.772,00

2.1  Dana bagi hasil pajak/ bukan pajak

65.907.865.310,69 48.180.592.337,00 2.2  Dana Alokasi Umum 829.668.367.655,00 966.650.707.435,00 2.3  Dana Alokasi Khusus 62.386.740.000,00 65.307.550.00,00

3 Lain-lain Pendapatan

Daerah Yang Sah

189.536.411.159,00 219.817.717.531,00

3.1  Hibah - -

3.2  Dana Darurat - -

3.3  Dana Bagi Hasil Pajak dari Propinsi dan Pemda lainnya

50.292.000.000,00 53.330.661.531,00

3.4  Dana Penyesuaian otonomi khusus

99.490.939.320,00 156.363.531.000,00 3.5  Bantuan Keuangan dari

Propinsi atau Pemda Lainnya

39.753.471.839,00 10.123.525.000,00

Jumlah Pendapatan APBD

1.228.886.384.124,69 1.403.803.185.906,66


(2)

3.3.2. Arah Pengelolaan Belanja Daerah

Arah pengelolaan belanja daerah Kabupaten Ponorogo pada tahun 2014 ditekankan pada peningkatan proporsi belanja untuk kepentingan dan kebutuhan masyarakat Ponorogo dengan tetap memperhatikan proporsi dan eksistensi penyelenggaraan Pemerintahan, sehingga perlu penekanan pada efisiensi belanja tidak langsung pada pelaksanaannya. Disamping itu perlunya efektifitas anggaran dan prioritisasi program dalam mendukung pembangunan daerah.Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), merupakan salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai salah satu instrumen kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah (pemerintah daerah), di samping pos pendapatan pemerintah daerah.

Semakin besar belanja daerah diharapkan akan makin meningkatkan kegiatan perekonomian daerah (terjadi ekspansi perekonomian). Di sisi lain, semakin besar pendapatan yang dihasilkan dari pajak-pajak dan retribusi atau penerimaan-penerimaan yang bersumber dari masyarakat, maka akan dapat mengakibatkan menurunnya kegiatan perekonomian (terjadi kontraksi perekonomian).

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2006 menegaskan, belanja daerah merupakan semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Belanja daerah digunakan untuk pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah (provinsi ataupun kabupaten/kota) yang meliputi urusan wajib dan urusan pilihan.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 juga telah menentukan, struktur belanja terdiri dari belanja tidak langsung, dan belanja langsung. Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan yang meliputi: belanja pegawai, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga. Sedangkan belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan


(3)

program dan kegiatan yang meliputi: belanja pegawai, belanja barang dan jasa, serta belanja modal.

Selain itu belanja penyelenggaraan urusan wajib sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial.

Adapun langkah – langkah dalam mewujudkan belanja yang produktif Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 adalah :

1. Meneruskan kebijakan pemberian gaji ke 13 dan penyesuaian gaji pokok dan pensiunan pokok sesuai dengan kebijakan fiskal Nasional

2. Menjaga agar pelaksanaan operasional Pemerintahan lebih efisien untuk meningkatkan pelayanan masyarakat melalui flat policy pada belanja barang operasional perkantoran

3. Mengarahkan peningkatan anggaran infrastruktur dalam rangka mendukung Domestic Connectifity, dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (sustainable economic growth) dalam upaya mencapai target pertumbuhan sebesar 6,52 % dan memantapkan stabilitas perekonomian domestik

4. Meningkatkan kapasitas mitigasi dan adaptasi perubahan iklim melalui dukungan anggaran untuk konservasi lingkungan dan pengembangan energi terbarukan

5. Mendukung program MP3EI dengan mengarahkan pembangunan infrastruktur dan penguatan program pro rakyat dan sinergi antara cluster dalam mendukung program MP3KI

6. Meningkatkan efisiensi belanja barang non operasional dan non prioritas antara lain perjalanan dinas, seminar dan konsinering

7. Memperkuat ketahanan pangan dalam rangka mendukung pencapaian surplus beras Nasional 10 juta ton pada tahun 2014


(4)

8. Mengarahkan pemanfaatan anggaran pendidikan untuk peningkatan sarana prasarana dan infrastruktur pendidikan serta memperluas akses masyarakat terhadap dunia pendidikan

9. Mendukung pengembangan industri kecil dan industri kreatif dalam rangka meningkatkan daya saing

10. Pemberian insentif dalam rangka mendorong peningkatan PAD

Proyeksi belanja daerah Kabupaten Ponorogo tahun 2014 adalah sebagai berikut :

Tabel 3.2.

Proyeksi Belanja Daerah Kabupaten Ponorogo Tahun 2013

No Uraian Belanja Daerah

Tahun 2012 Tahun 2014 2.1 Belanja Tidak Langsung 874.085.485.027,00 1.032.313.173.900,00 2.1.1 Belanja Pegawai 808.063.186.127,00 936.500.000.000,00

2.1.2 Belanja Bunga - -

2.1.3 Belanja Subsidi - -

2.1.4 Belanja Hibah 1.627.500.000,00 16.339.905.000,00 2.1.5 Belanja Bantuan sosial 10.423.070.000,00 7.469.540.000,00 2.1.6 Belanja Bagi Hasil Kepada

Propinsi/ Kabupaten/ Kota dan Pemerintah Desa

2.320.075.000,00 2.320.075.000,00

2.1.7 Belnja Bantuan Keuangan Propinsi/ Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa

48.651.653.900,00 59.683.653.900,00

2.1.8 Belanja Tidak Terduga 3.000.000.000,00 10.000.000.000,00

2.2 Belanja Langsung 364.600.899.097,69 402.790.012.006,66

2.2.1 Belanja Pegawai - -

2.2.2 Belanja Barang dan Jasa - -

2.2.3 Belanja Modal - -

Jumlah Belanja 1.238.686.384.124, 69

1.435.103.185.906,66 Surplus/ (Defisit) (9.800.000.000,00) (31.300.000.000,00)


(5)

3.3.3. Arah Pembiayaan Daerah

Pembiayaan daerah merupakan transaksi keuangan daerah yang dimaksudkan untuk menutup selisih antara pendapatan daerah dan belanja daerah. Jika pendapatan daerah lebih kecil daripada belanja daerah, maka terjadi transaksi keuangan yang defisit, dan harus ditutupi dengan penerimaan daerah. Sebaliknya, jika pendapatan daerah lebih besar daripada belanja daerah, maka terjadi transaksi keuangan yang surplus, dan harus digunakan untuk pengeluaran daerah. Karena itu, pembiayaan daerah terdiri penerimaan daerah dan pengeluaran daerah.

Sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, penerimaan daerah berasal dari sumber antara lain, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu (Silpa); Pencairan dana cadangan; Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan; Penerimaan pinjaman daerah; Penerimaan kembali pemberian pinjaman; dan penerimaan piutang daerah. Sedangkan sumber pengeluaran daerah, antara lain, Pembentukan dana cadangan; Penanaman modal (investasi) pemerintah daerah; Pembayaran pokok utang; dan pemberian pinjaman daerah. Secara rinci proyeksi pembiayaan daerah tahun 2012 sebagaimana dalam tabel berikut:


(6)

Tabel 3.3.

Proyeksi Pembiayaan Daerah Kabupaten Ponorogo tahun 2014

Nomor Uraian Pembiayaan Daerah

Tahun 2013 Tahun 2014

3.1 Penerimaan Pembiayaan 10.300.000.000,00 40.300.000.000,00 3.1.1 Sisa Lebih Perhitungan

Anggaran Tahun Sebelumnya (SILPA)

10.000.000.000,00 40.000.000.000,00

3.1.2 Pencaiaran Dana Cadangan - -

3.1.3 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang dipisahkan

- -

3.1.4 Penerimaan Pinjaman - -

3.1.6 Penerimaan Piutang 300.000.000,00 300.000.000,00

3.2 Pengeluaran Pembiayaan 500.000.000,00 9.000.000.000,00 3.2.1 Pembentukan Dana Cadangan - 8.000.000.000,00 3.2.2 Penyertaan Modal (Investasi)

Pemerintah daerah

500.000.000,00 1.000.000.000,00 3.2.3 Pembayaran pokok hutang yang

jatuh tempo

- -

3.2.4 Pemberian pinjaman daerah - -

Pembiayaan Netto 9.800.000.000,00 31.300.000.000,00 Sumber: DPPKAD Tahun 2013