Tinjauan hukum Islam terhadap jual beli telur puyuh : studi kasus di desa Gedangan Sidayu Gresik.

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP
JUAL BELI TELUR PUYUH
(Studi Kasus di Desa Gedangan Sidayu Gresik)

SKRIPSI
Oleh
Ziyadatur Robihah
NIM.C02213080

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam
Prodi Hukum Ekonomi Syariah
Surabaya
2017

ABSTRAK
Skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Telur
Puyuh (Studi Kasus Di Desa Gedangan Sidayu Gresik)”. Penelitian ini bertujuan
untuk menjawab pertanyaan bagaimana praktik jual beli telur puyuh di Desa
Gedangan Sidayu Gresik dan bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap praktik jual

beli telur puyuh di Desa Gedangan Sidayu Gresik.
Skripsi ini merupakan hasil penelitiam lapangan (field research) di desa
Gedangan Sidayu Gresik. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode wawancara, dan dokumentasi. Selanjutnya data yang dikumpulkan
disusun dan dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, yakni
mendekskripskan data-data mengenai praktek jual beli telur puyuh, kemudian
dianalisis dengan pola pikir induktif yang mana berpijak pada fakta-fakta yang ada di
lapangan, yaitu menganalisis menggunakan teori jual beli hukum Islam, sehingga
pada akhirnya didapatkan suatu kesimpulan.
Di dalam praktek jual beli telur puyuh di desa Gedangan Sidayu Gresik
bahwasanya tengkulak berbuat curang terhadap peternak dengan berbohong
mengenai kenaikan harga di pasar. Ketika harga telur puyuh mengalami kenaikan,
tengkulak hanya membayar setengahnya saja, dan membayar sisanya saat penyerahan
telur berikutnya. Pada hari berikutnya tengkulak tidak melunasi sisa pembayaran dan
malah membayar telur setengah lagi dan hal ini berkelanjutan sampai harga turun.
Pada saat harga turun tengkulak melunasi semua sisa pembayarannya kepada
peternak akan tetapi sangat disayangkan tengkulak membayar sisa pembayaran telur
dengan menyamakan harga saat turun. Padahal seharusnya membayar sesuai dengan
harga saat naik. Sehingga jual beli yang demikian ini terdapat unsur ghara>r
sehingga jual belinya menjadi batal.

Sejalan dengan uraian di atas, sebaiknya peternak bersikap lebih tegas agar
hal yang demikian tidak terulang lagi. Dan tengkulak haruslah melaksanakan jual beli
sesuai dengan kesepakatan, sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan.

vii

DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM .......................................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN ......................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................... iii
PENGESAHAN ............................................................................................... iv
MOTTO ...........................................................................................................

v

PERSEMBAHAN ............................................................................................

vi


ABSTRAK .......................................................................................................

vii

KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii
DAFTAR ISI ....................................................................................................

x

DAFTAR TRANSLITERASI..........................................................................

xii

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................

1


B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah.................................

7

C. Rumusan Masalah .......................................................................

8

D. Kajian Pustaka ............................................................................

8

E. Tujuan Penelitian ........................................................................

13

F. Kegunaan Hasil Penelitian ..........................................................

13


G. Definisi Operasional ...................................................................

14

H. Metode Penelitian .......................................................................

14

I. Sistematika Pembahasan .............................................................

19

x

BAB II JUAL BELI DALAM ISLAM
A. Pengertian Jual Beli ...................................................................

21

B. Dasar Hukum Jual Beli ...............................................................


23

C. Rukun Dan Syarat Jual Beli .......................................................

25

D. Prinsip Jual Beli Dalam Islam ..................................................

37

E. Jual Beli Yang Dilarang Dalam Islam ........................................

40

BAB III PRAKTIK JUAL BELI TELUR PUYUH DI DESA GEDANGAN
SIDAYU GRESIK
A. Gambaran Singkat Desa Gedangan Sidayu Gresik ....................

46


1. Sejarah Desa Gedangan .........................................................

46

2. Kondisi Sosial Masyarakat ....................................................

47

B. Praktik Jual Beli Telur Puyuh ...................................................

50

1. Subjek dan Objek Jual Beli ....................................................

50

2. Akad Jual Beli .......................................................................

53


3. Praktik Jual Beli Telur Puyuh Di Desa Gedangan Sidayu
Gresik .....................................................................................

53

BAB IV JUAL BELI TELUR PUYUH DI DESA GEDANGAN SIDAYU GRESIK
PRRPEKTF HUKUM ISLAM
A. Praktik Jual Beli Telur Puyuh di Desa Gedangan Sidayu
Gresik ..........................................................................................

57

B. Jual Beli Telur Puyuh di Desa Gedangan Sidayu Gresik Antara
Penjual Dan Pembeli Dalam Islam .............................................

xi

59


BAB V

PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................

66

B. Saran ...........................................................................................

67

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xi

BAB I
PEDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia pada hakekatnya adalah makhuk ciptaan Allah SWT. Manusia
mempunyai kedudukan yang paling tinggi daripada makhuk lainnya. Tentu saja
hal ini menunjukkan bahwasannya manusia diciptakan untuk suatu tujuan yang
mulia. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-dzariyat ayat 56.
     
‚Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku‛1
Dari ayat diatas menjelaskan bahwasanya Allah menciptakan manusia
dengan kekuasaan-Nya membuat manusia tidak ada pilihan lain selain dari
mengabdi dan melaksanakan yang Allah perintahkan.
Manusia di muka bumi memiliki hubungan yang harus dijalankan, yaitu
hubungan vertikal dan hubungan horizontal. Hubungan vertikal merupakan
hubungan manusia dengan Allah, yang mana hubungan ini bersifat pribadi yang
berhubungan dengan ibadah. Sedangkan hubungan horizontal merupakan
hubungan manusia dengan manusia. Hubungan ini menunjukkan bahwa manusia

1

Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemaahannya (Bandung: Diponegoro, 2010), 523.


1

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

adalah makhluk sosial yang tidak bisa lepas dari manusia lainnya. Hubungan
antara kedua ini harus seimbang.
Dalam hukum Islam hubungan antara manusia dengan manusia dikenal
dengan fiqih muamalah. Fiqih muamalah merupakan salah satu dari bagian
persoalan hukum Islam seperti lainnya yaitu tentang hukum ibadah, hukum
pidana, hukum peradilan, hukum perdata, hukum jihad, hukum damai, hukum
politik, hukum penggunaan harta, dan hukum pemerintahan. Semua bentuk
persoalan yang dicantumkan dalam kitab fiqih adalah pertanyaan yang
dipertanyakan masyarakat atau persoalan yang muncul di tengah-tengah
masyarakat. Kemudian para ulama memberikan pendapatnya yang sesuai
kaidah-kaidah yang berlaku dan kemudian pendapat tersebut dibukukan
berdasarkan hasil fatwa-fatwanya.2
Ruang lingkup muamalah adalah hubungan-hubungan antar manusia
dalam masalah harta, hak, dan transaksi. Hal ini berarti fiqih muamalah terbatas
pada hukum kebendaan dan hukum perikatan. Atas dasar itu, yang menjadi
fokus kajian fiqih muamalah adalah masalah harta, hak dan transaksi.
Sedangkan tujuan dari muamalah yang terungkap adalah saling menukar
manfaat di antara manusia dan upaya untuk mendapatkan sarana-sarana yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup.3

2
3

Saiful Jazil, Fiqh Muamalah (Surabaya: UIN SA Press, 2014), 1.
Abdul Basith Junaidy, Asas Hukum Ekonomi & Bisnis Islam (Surabaya: UIN SA Press, 2014), 4.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

Prinsip dasar dalam persoalan muamalah adalah untuk mewujudkan
kemaslahatan umat manusia, dengan memperhatikan dan mempertimbangkan
berbagai situasi dan kondisi yang mengitari manusia itu sendiri. Bahwasanya
saat ini terdapat banyak jenis-jenis muamalah yang dilakukan oleh manusia
sehingga syariat Islam hanya memberikan prinsip dan kriteria dasar yang harus
dipenuhi oleh setiap jenis muamalah, seperti halnya mengandung unsur
kemaslahatan, menjunjung tinggi prinsip-prinsip keadilan, jujur, saling tolong
menolong, tidak mempersulit, dan suka sama suka.4
Untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap hari, pastinya setiap manusia
melakukan suatu transaksi yang biasa dikenal dengan jual beli. Sebelum
manusia mengenal jual beli untuk memenuhi kebutuhannya, manusia
menggunakan cara bertukar barang dengan orang lain yang memiliki barang apa
yang ia butuhkan atau lebih dikenal dengan barter. Seiring berkembangnya
zaman akhirnya didapat satuan pengukur nilai suatu barang yaitu uang. Setelah
orang-orang mengenal uang maka sistem barter lambat laun semakin jarang
ditemui, sehingga orang-orang lebih memilih bertransaksi dengan jual beli.
Jual beli adalah tukar menukar harta dengan tujuan kepemilikan secara
suka sama suka, menurut cara yang dibenarkan oleh syara’.5 Hal ini ditegaskan
dalam al-Qur’an surat al-Nisa’ ayat 29.

4
5

Nasrun Harun, Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007)
Saiful Yazid, Fiqih Mu’amalah (Surabaya: UIN SA Press, 2014) 96.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

            
           
‚Hai

orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu
membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu‛6
Dalam pelaksanaan jual beli, tidak boleh bertentangan dengan syariat
agama Islam. Prinsip jual beli dalam Islam, tidak boleh merugikan salah satu
pihak, baik penjual ataupun pembeli. Jual beli harus dilakukan atas dasar suka
sama suka, bukan karena paksaan.
Adapun untuk rukun jual beli dinyatakan sah apabila telah memenuhi
rukun dan syarat jual beli. Rukun jual beli berarti sesuatu yang harus ada dalam
jual beli. Apabila salah satu rukun jual beli tidak terpenuhi, maka jual beli tidak
boleh dilakukan. Begitu pula dengan syarat-syarat jual beli. Persyaratan dalam
jual beli adalah untuk menghindari timbulnya perselisihan antara penjual dan
pembeli akibat adanya kecurangan dalam jual beli.
Aktivitas jual beli tidak akan pernah berhenti sepanjang masa selama ada
kehidupan di dunia ini. Setiap detik, setiap menit, setiap jam, dari pagi hingga
malam praktik jual beli ini dilakukan dari segala penjuru dunia. Seperti halnya
yang terjadi di desa Gedangan kecamatan Sidayu. Mayoritas penduduknya
bekerja sebagai peternak dan petani. Sangat disayangkan peternak dan petani
6

Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemaahannya . . ., 83.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

hanyalah buruh sehingga kesejahteraan mereka masih dikatakan kurang. kondisi
semacam ini berbanding terbalik dengan mayarakat disana yang bekerja sebagai
tengkulak.
Pada awalnya jual beli yang dilakukan antara peternak dengan tengkulak
berjalan secara normal. Dalam jual beli ini terjadi perjanjian antara peternak
dengan tengkulak, bahwasannya penyetoran telur puyuh sebanyak 20 kg selama
3 (tiga) hari sekaigus pembayarannya. Peternak menjual barang kepada
tengkulak dengan harga yang telah disepakati antara keduanya seharhga Rp.
22.000,- per kg. Pada waktu itu juga tengkulak membayar kepada peternak
sekaligus penyerahan barang sehingga barang tersebut sudah menjadi milik
tengkulak.
Jual beli yang diperbolehkan dalam Islam adalah telah memenuhi rukun
dan syarat jual beli; jenis barang yang dijual halal dan suci; baarang yang
diperjualbelikan memiiki manfaat, atas dasar suka sama suka tidak ada paksaan
antara keduanya. Hal ini telah sesuai dengan apa yang dilakukan antara
peternak dengan tengkulak.
Di lain hari, harga telur puyuh naik menjadi Rp. 24.000,- per kg. Dari
sinilah awal muncul suatu masalah antara peternak dengan tengkulak. Pada saat
pengambilan telur puyuh, si tengkulak hanya bisa membayar setengahnya saja.
Sedangkan yang setengah masih berhutang. Untuk permasalahan hutang ini

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

peternak memberikan kelonggoran kepada tengkulak sesuai dengan perjanjian
awal tadi.
Pada saat hari pengambilan telur berikutnya, tengkulak hanya bisa
membayar setengah lagi. Akan tetapi peternak masih memberikan waktu
kepada tengkulak untuk melunasi hutang-hutangnya. Waktu terus berjalan dan
harga telur masih belum juga kembali ke harga normal. Tengkulak masih terusterusan berhutang dan para peternak masih memberikan waktu kepada
tengkulak, karena penghasilan satu-satunya mereka adalah peternak telur
puyuh.
Selang beberapa minggu, harga telur puyuh mengalami penurunan. Harga
telur puyuh menjadi Rp. 21.400,- per kg. Pada hari itu juga tengkulak melunasi
hutang-hutangnya kepada peternak. Akan tetapi tengkulak melunasi dengan
harga Rp. 21.400,- per kg, yang seharusnya melunasi dengan harga Rp. 24.000,per kg. Dengan demikian peternak mengalami begitu banyak kerugian.7
Kecurangan yang dilakukan tengkulak tidak terjadi sekali saja. Pernah
suatu ketika harga pasar naik, tengkulak tidak memberitahu kepada peternak
sehingga peternak memberikan harga normal. Dalam hal ini yang mengalami
kerugian adalah para peternak.
Berdasarkan latar belakang yang ada, maka penulis tertarik untuk
menelusuri dan meneliti permasalahan jual beli menjadi sebuah topik penelitian

7

Abdul Mujib, Wawancara, Gedangan, 01 Maret 2017.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

ilmiah dengan judul ‚ Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Telur Puyuh

(Studi Kasus di Desa Gedangan Kecamatan Sidayu Kabupaten Gresik)‛.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Identifikasi

dan

batasan

masalah

menjelaskan

kemungkinan-

kemungkinan yang dapat muncul dalam penelitian dengan melakukan
identifikasi dan inventarisasi sebanyak-banyaknya kemungkinan yang dapat
diduga sebagai masalah.8 Dari uraian paada latar belakang di atas, maka
identifikasi daan baasan masalahnya adalah sebagai berikut:
1. Konsep jual beli dalam Islam.
2. Rukun dan syarat jual beli.
3. Adanya pihak yang dirugikan.
4. Adanya pengurangan jumlah dalam pelunasan hutang.
5. Menyembunyikan harga pasar oleh tengkulak.
6. Praktik jual beli telur puyuh.
7. Tinjauan hukum Islam terhadap praktik jual beli telur puyuh.
Dari beberapa identifikasi masalah tersebut, untuk menghasilkan
penelitian yang lebih fokus pada judul di atas, penulis membatasi penelitian
yang meliputi:
1. Praktik jual beli telur puyuh di Desa Gedangan Sidayu Gresik.
8

Tim Penyusun Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Amel Surabaya, Petunjuk Penulisan Skripsi
(Surabaya: Fakultas Syariah UIN Suan Ampel Surabaya, 2016), 8.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

2. Tinjauan hukum Islam terhadap praktik jual beli telur puyuh di Desa
Gedangan Sidayu Gresik.

C. Rumusan Masalah
Rumusan massalah memuat pertanyaan yang akan dijawab melalui
penelitian.9 Dalam hal ini peneliti merumuskan masalah dalam penelitiannya
sebagi berikut:
1. Bagaimana praktik jual beli telur puyuh di Desa Gedangan Sidayu Gresik?
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap praktik jual beli telur puyuh di
Desa Gedangan Sidayu Gresik?

D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian / penelitian yang
sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti sehingga terlihat
jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan pengulngan atau
duplikasi dari kajian / penelitian yang telah ada.10
Sejauh penelitian penulis terhadap karya-karya ilmiah berupa buku
maupun laporan penelitian, pembukuan mengenai jual beli sudah pernah ditulis
sebelumnya yaitu :

9

Ibid.
Ibid.

10

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

1. Skripsi saudara Faujan Habibie, prodi muamalah UIN Sunan Ampel Surabaya
(2013), ‚Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tambahan Harga Dari Harga

Normal Yang Diminta Tukang Bangunan Dalam Praktek Jual Beli Bahan
Bangunan Di Kecamatan Tanggulangin Kabupaten Sidoarjo‛. Praktek
Tambahan Harga dari Harga Normal yang Diminta Tukang Bangunan dalam
Jual Beli Bahan Bangunan di Kecamatan Tanggulangin Kabupaten Sidoarjo,
dilaksanakan oleh penjual (toko bangunan), pembeli (tukang bangunan) dan
pemilik rumah. Dalam prakteknya, jual beli bahan bangunan tersebut ada
kerjasama atau kompromi oleh tukang bangunan sebagai pembeli dengan
toko bangunan sebagai penjual untuk menambah harga dari harga normal
atau yang diminta. Yang dilakukan pembeli (tukang bangunan) ialah
meminta kelebihan dari harga barang tadi untuk ditambahkan atau merubah
nilai uang pada harga yang sebenarnya pada nota penjualan untuk
mengelabui pemilik rumah. Dan yang dilakukan penjual ialah menyetujui
untuk menambah harga barang dari harga normal atau semestinya. Sehingga
disini terjadi penipuan oleh tukang bangunan dan toko bangunan untuk
mengelabui pemilik rumah. Ditinjau menurut hukum Islam, jual beli tersebut
fasid disebabkan adanya tambahan harga pada barang dari harga normal atau
yang semestinya yang diminta tukang bangunan.11

11

Faujan Habibie, ‚Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tambahan Harga Dari Harga Normal Yang
Diminta Tukang Bangunan Dalam Praktek Jual Beli Bahan Bangunan Di Kecamatan Tanggulangin
Kabupaten Sidoarjo‛ (Skripsi- -UIN Sunan Ampel Surabaya, 2013).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

2. Skripsi saudari Siti Nur Asia, Prodi Muamalah UIN Sunan Ampel Surabaya
(2014). ‚Tinjauan Sadd az-Zari‘ah Terhadap perubahan Harga Secara

Sepihak dalam Jual Beli Rak antara Produsen dan Pedagang Pengecer di
Jalan Dupak No. 91 Surabaya‛. Dari hasil penelitian, penulis menyimpulkan
bahwa perubahan harga secara sepihak yang dilakukan oleh pedagang
pengecer itu tidak sesuai aturan syar’i. Menurut fuqaha>’ Syafi’iyah dan
Hanabilah, jual beli yang dilakukan secara terpaksa adalah batal demi hukum.
Sedangkan menurut Hanafiyah akad yang disertai unsur paksaan hukumnya
maukuf pada adanya kerelaan setelah unsur paksaan tersebut berakhir, jika
pihak yang dipaksa rela, maka akadnya sah dan jika tidak rela maka akadnya
batal. Dari fakta yang terjadi di lapangan, tentang perubahan harga secara
sepihak dalam jual beli rak antara produsen dan pedagang pengecer di jalan
dupak no.91 surabaya, tidak boleh diteruskan, sebab dalam pemotongan
harga sepihak tersebut menimbulkan mafsadah atau kerusakan, maka perlu
ditinjau dengan Sadd az-Zari‘ah, agar tidak menimbulkan mafsadah atau
kerusakan yang lebih besar lagi.12
3. Skripsi saudara Faruk Amrullah, Prodi Muamalah UIN Sunan Ampel
Surabaya (2009). ‚Perspektif Hukum Islam Terhadap Bisnis Pulsa Dengan

Harga Dibawah Standar Oleh Toko Surya Baru Cellular Di Desa Ngoro

12

Siti Nur Asia, ‚Tinjauan Sadd az-Zari‘ah Terhadap perubahan Harga Secara Sepihak dalam Jual
Beli Rak antara Produsen dan Pedagang Pengecer di Jalan Dupak No. 91 Surabaya‛ (Skripsi- -UIN
Sunan Ampel Surabaya, 2014).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

Kecamatan Ngoro Kabupaten Jombang‛. Hasil penelitian menyimpulkan
bahwa sistem yang dijalankan toko surya baru cellular sehingga dapat
menjual dengan harga dibawah standar yaitu dengan cara pertama mencari
bahan baku dengan harga murah, kedua memperbayak jumlah transaksi
dengan begitu akan mendapatkan bonus dengan begitu akan mengurangi
harga dasar yang akan diperoleh, ketiga meminimalkan keuntungan pada
setiap transaksi karena sebagian besar keuntungan diperoleh dari penjualan
handphone dan jasa servise. Ditinjau dari hukum Islam kegiatan jual beli
yang dilakukan oleh toko Surya Baru Cellular telah memenuhi rukun dan
syarat jual beli. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa jual beli tersebut sah
secara syara, akan tetapi hal tersebut menimbulkan mafsadat bagi usaha
sejenis di sekitarnya.13
4. Skripsi saudara Ayub Mustakim Kabaudinini, Prodi Muamalah UIN Sunan
Ampel Surabaya (2015). ‚Analisis Hukum Islam Terhadap Jual Beli Rempah-

Rempah Yang Ditangguhkan Di Desa Sombro Kecamatan Sooko Kabupaten
Ponorogo‛. Hasil penelitian menyimpulkan bahwasanya dalam pelaksanaan
jual beli dengan sistem penangguhan harga nyatanya sudah menjadi
kebiasaan masyarakat Desa Sombro Kecamatan Sooko Kabupaten Ponorogo.
Penangguhan waktu pembayaran sebenarnya diperbolehkan dalam hukum

13

Faruk Amrullah, ‚Perspektif Hukum Islam Terhadap Bisnis Pulsa Dengan Harga Dibawah Standar
Oleh Toko Surya Baru Cellular Di Desa Ngoro Kecamatan Ngoro Kabupaten Jombang‛ (Skripsi- UIN Sunan Ampel Surabaya, 2009).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

Islam, Imam Syafi’i dalam kitabnya Al-Umm jilid IV menjelaskan
diperbolehkan penangguhan waktu akan tetapi waktu dalam batasan yang
jelas. Sedang dalam perjanjian jual beli Rempah-rempah yang dilakukan
antara penjual dengan pembeli terdapat rukun yang tidak terpenuhi, yaitu
batalnya akad karena ketidak ridhaan dari pembeli. Kemudian dalam hal
pembayaran yang harus ditangguhkan pada tingkat harga tertinggi, yang
belum diketahui besarannya. Jual beli semacam itu menimbulkan kerugian
pada pihak pembeli, yaitu tidak adanya kepastian dan berakibat pada resiko
penipuan.14
Dari penelitian-penelitian yang sudah dibahas sebelumnya, dapat
dikatakan bahwa fokus penelitian yang dibahas tidak sama dengan yang akan
diteliti oleh penulis. Disini penulis mefokuskan penelitian tentang praktik jual
beli dengan pengurangan pembayaran. Bagaimana Islam memandang kegiatan
transaksi tersebut. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tentang ‚ Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Telur Puyuh (Studi Kasus

di Desa Gedangan Sidayu Gresik)‛.

14

Ayub Mustakim Kabaudinini, ‚Analisis Hukum Islam Terhadap Jual Beli Rempah-Rempah Yang
Ditangguhkan Di Desa Sombro Kecamatan Sooko Kabupaten Ponorogo‛ (Skripsi- -UIN Sunan
Ampel Surabaya, 2015).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

E. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mendeskripsikan praktik jual beli telur puyuh di Desa Gedangan
Sidayu Gresik.
2. Untuk menjelaskan bagaimana hukum Islam terhadap praktik jual beli telur
puyuh di Desa Gedangan Sidayu Gresik.

F. Kegunan Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat untuk hal-hal sebagai
berikut:
1. Aspek Teoritis
Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memperkaya
khazanah keilmuan dibidang fiqh mu’amalat terutama masalah jual beli
serta dapat dijadikan acuan lagi bagi peneliti-peneliti atau kalangan yang
ingin mengkaji masalah ini pada suatu saat nanti.
2. Aspek Praktis
Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat memberikan
acuan yang jelas terutama bagi masyarakat Desa Gedangan Sidayu
Gresik.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

G. Definisi Operasional
Definisi Operasional memuat penjelasan tentang pengertian yang bersifat
operasional dari konsep atau variable penelitian, sehingga, bisa lebih untuk
memudahkan dan menyederhanakan serta bisa dijadikan acuan dalam
menelusuri menguji ataupun mengukur variable tersebut melalui penelitian.15
Dalam skripsi yang berrjudul ‚Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli
Telur Puyuh (Studi Kasus di Desa Gedangan Sidayu Gresik)‛, maka perlu
diberikan definisi yang jelas mengenai pokok kajian yang penulis bahas, yaittu:
Hukum Islam

:Peraturan-peraturan dan ketentuan yang bersumber
dari al-Quran, hadist, ijma’, qiyas dan pendapat para
ulama. Dalam hal ini membahas tentang peraturan
yang terkait dengan jual beli.

Jual beli telur puyuh

:Jual beli antara peternak dengan tengkulak.

H. Metode Penelitian
Untuk dapat memberikan hasil yang baik maka dibutuhkan serangkaian
serangkaian sistematis yang terdiri atas:
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research), yaitu
suatu penelitian yang meneliti objek di lapangan untuk mendapatkan data
15

Tim Penyusun Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Amel Surabaya, Petunjuk Penulisan

Skripsi (Surabaya: Fakultas Syariah UIN Suan Ampel Surabaya, 2016), 9.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

dan gambaran yang jelas dan konkrit tentang hal-hal yang berhubungan
dengan permasahan yang diteliti. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif denggan tujuan peneltian ini, didapat pencandran secara sistematis,
faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah
tertentu.16 Yaitu peternak dan tengkulak yang terlibat langsung dalam
praktik jual beli telur puyuh di Desa Gedangan Kecamatan Sidayu
Kabupaten Gresik.
2. Data yang dikumpulkan
Data yang diperlukan diperoleh untuk menjawab pertanyaan dalam
rumusan masalah, diantaranya adalah:
a. Praktik jual beli telur puyuh di Desa Gedangan Sidayu Gresik.
b. Hukum Islam terhadap jual beli telur puyuh di Desa Gedangan Sidayu
Gresik.
3. Sumber data
Sumber data yang digunakan dalam pnelitian yaitu sumber primer dan
sumber sekunder.
a. Sumber primer
Sumber primer adalah sumber yang langsung berkaitan dengan
obyek penelitian.17 Sumber primer dalam penelitian ini yaitu pihak
peternak sebanyak 4 orang dan pihak tengkulak hanya satu orang, serta
16
17

Sumadi Suryabrata, Metodelogi Penelitian (Cet. VII) (Jakarta: Rajawwali Press, 1992), 18.
Andi Prastowo, Memahami Metode-Metode Penelitian (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), 31.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

dokumen yang berhubungan dengan praktik jual beli di Desa Gedangan
Sidayu Gresik.
b. Sumber sekunder
Sumber sekunder adalah sumber yang medukung melengkapi dari
sumber pertma.18 Sumber sekunder yang digunakan dalam penelitian ini
adalah buku-buku yang ada hubungannya dengan penelitian.
Adapun sumber sekundernnya adalah sebagai berikut:
1) Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemaahannya (Bandung:
Diponegoro, 2010).
2) Nasrun Harun, Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007).
3) Saiful Yazid, Fiqih Mu’amalah (Suyrabaya: UIN SA Press, 2014).
4) Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqih Al-Isla>mi> Wa Adilatuhu, Juz 4 (Beiru>t:
Da>r Al-Fikr, 1998)
5) Sayyid Sa>biq, Fiqih Sunnah, Juz 3 (Beiru>t: Da>r Al-Fikr, 1971)
4. Teknik pengumpulan data
Untuk menjawab masalah penelitian, diperlukan data yang akurat di
lapangan. Metode yang digunakan harus sesuai dengan objek yang diteliti.
Dalam penelitian lapangan ini, peneliti menggunakan beberapa metode.

18

Ibid, 32.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

a. Wawancara
Teknik wawancara adalah cara yang digunakan untuk memperoleh
keterangan secara lisan guna

mencapai tujuan tertentu. 19 Adapun

wawancara yang dilakukan terkait dengan penelitian ini adalah:
1) Peternak telur puyuh.
2) Tengkulak.
b. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data yang tidak langung
ditujukan pada subjek penelitian, namun melalui dokumen.20 Studi
dokumenter merupakan suatu tehnik pengumpulan data dengan
menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen
tertulis, gambar mmaupun elektronik.21 Metode ini dilakukan untuk
memperoleh dari data di desa Gedangan yang meliputi keadaan
pendidikan, mata pencaharian penduduk dan keadaan sosial masyarakat.
5. Teknik pengolahan data
a. Editing

Editing adalah kegiatan pengeditan akan kebenaran dan
ketetapan data terssebut.22 Adapun teknik editing yang dilakukan oleh

19

Burhan Ashofa, Metode Peneitian Hukum (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), 95.
Nana Syodih Sukma Dinata, Metode Penelitian Pendidikan. Cet III (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2007), 221.
21
Sugiyono, Metode Peelitian Kualitatif Kuatitatif R&D (Bandung: Alfa Beta, 2008), 243.
22
Nasuion, Metode Research (Jakartaa: Bumi Askaa, 1996), 97.
20

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

peneliti adalah memeriksa kembali data yang diperoleh dari proses jual
beli telur puyuh di Desa Gedangan Sidayu Gresik dari segi kelengkapan
dan kesesuaian antara data yang satu dengan yang lainnya.
b. Organizing

Organizing yaitu mengatur dan menyusun data sumber
dokumentasi sedemikian rupa. Sehingga, dapat memperoleh gambaran
yang sesuai dengan rumusan masalah, serta mengelompokkan data yang
diperoleh.23 Adapun teknik organizing yang dilakukan oleh peneliti adalah
memperoleh bukti dan gambaran secara jelas tentang jual beli telur puyuh
di Desa Gedangan Sidayu Gresik.
c. Analizing

Analizing yaitu menusun kembali data yang telah didapat daam
penelitian yang diperlukan dalam kerangka paparan yang sudah
direncanakan dengan rumusan masalah secara sistematis.24 Peneliti
menganalisis data-data mengenai praktik jual beli telur puyuh di Desa
Gedangan Sidayu Gresik untuk memperoleh hasil kesimpulan yang sesuai
dengan rumusan masalah.

23
24

Chalid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), 153.
Sugiyono, Metode Peelitian Kualitatif Kuatitatif R&D (Bandung: Alfa Beta, 2008), 245.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

6. Teknik analisis data
Analisis data, yaitu proses penyederhanaan data kebentuk yang lebih
mudah dibaca dan interpretasikan.25 Hasil penghimpunan data yang diperoleh
dalam penelitian ini menggunakan teknik-teknik seperti yang telah diuraikan
di atas, selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif
kualitatif yaitu mendekskripsikan data-data mengenai praktik jual beli telur
puyuh, kemudian dianalisis dengan pola pikir induktif yang mana berpijak
pada fakta-fakta yang ada di lapangan, yaitu menganalisis menggunakan
teori jual beli hukum Islam. sehingga pada akhirnya didapatkan suatu
kesimpulan.

I. Sistematika Pembahasan
Untuk lebih mempermudah dan mengarah pada tercapaiya pemahaman
pembaca pada penulisan skripsi ini, maka peulisan skripsi ini disusun secara
sistematika agar lebih mempermudah dalam penelitian. Penulisan skripsi ini
tersusun atas lima bab yang masing-masing bab berisi tentang sistematika
sebagai berikut.
Bab pertama yaitu pendahuluan meliputi latar belakang permasalahan,
identifikasi dan batasan masalah, perumusan masalah, kajian pustaka, tujuan

25

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode penelitian Survai, (Jakarta: LP3ES, 1989), 263.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian
serta sistematika pembahasan.
Bab kedua membahas mengenai kajian pustaka yang menguraikan
tentang teori-teori yang berkaitan dengan praktik jual beli, dalam hal ini
mencakup pembahasan tentang konsep jual beli dalam Islam yang diantaranya
adalah yang di antaranya mengenai pengertian, landasan hukum, rukun dan
syarat, prinsip jual beli, serta larangan jual beli dalam Islam.
Bab ketiga yaitu membahas keadaan umum Desa Gedangan Kecamatan
Sidayu Kabupaten Gresik, yang terdiri dari sejarah desa, kondisi sosial budaya,
kondisi pendidikan, dan kondisi ekonomi, kemudian pembahasan mengenai
yang berkaitan dengan praktik jual beli yakni mengenai subyek, objek dan akad.
Bab keempat merupakan analisis dan intrepretasi data, yakni tinjauan
hukum Islam terhadap jual beli beli telur puyuh di Desa Gedangan Sidayu
Gresik yang bertujuan untuk memberikan penjelasan praktik jual beli telur
puyuh dengan hukum Islam.
Bab kelima yakni penutup terdiri dari kesimpulan dan saran mengenai
jual beli telur puyuh Desa Gedangan Sidayu Gresik.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II
JUAL BELI DALAM ISLAM

A. Pengertian Jual Beli
Pada umumnya, orang memerlukan benda yang ada pada orang lain
(pemiliknya) dapat dimiliiki dengan mudah, tetapi pemiliknya kadang-kadang
tidak mau memberikannya. Adanya syariat jual beli menjadi wasilah (jalan)
untuk mendapatkan keinginan tersebut, tanpa berbuat salah.1
Jual beli dalam hukum Islam dikenal dengan istilah al-bay’. Definisi jual
beli dapat dilihat dari dua segi, yaitu:
1. Secara etimologi
a. Kamus bahasa Indonesia
Jual beli dari dua kata yaitu jual dan beli, yang dimaksud jual beli adalah
berdagang, berniaga, menjual, dan membeli barang.2
b. Wahbah Zuhaili
3

ُ‫مُ ُقابُُلةُُشُ ُيءُُبُشُ ُيء‬

Tukar-menukar sesuatu dengan yang lain.
c. Sayyid Sabiq

1

Sohari Sahrani, Ru’fah Abdullah, Fikih Muamalah (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), 65.
Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka: 1993), 32.
3
Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqih Al-Isla>mi> Wa Adilatuhu, Juz 4 (Beiru>t: Da>r Al-Fikr, 1998), 344.
2

21

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

4

‫اُُلبُُيعُُمُ ُعُاُُلُغُ ُةُمُ ُطُلقُُالُ ُمبُادُلُة‬

Pengertian jual beli menurut bahasa adalah tukar-menukar secara mutlak.
2. Secara terminologi
Secara terminologi jual beli dapat didefinisikan sebagai berikut:
a.

Hanafiyah
Jual beli adalah tukar menukar sesuatu yang diingini dengan yang
seepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat.5

b. Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah
Jual beli adalah saling menukar harta dengan harta dalam bentuk
pemindahan milik dan pemilikan.6
c. Ibnu Qudamah
Jual beli adalah tukar menukar harta dengan harta yang bertujuan
memberi kepemilikan dan menerim hak milik.7
d. Sayyid Sabiq
Jual beli adalah pertukaran harta dengan harta dengan dilandasi saling
rela, atau pemindahan kepemilikan dengan penukaran dalam bentuk yang
diizinkan.8

4

Sayyid Sa>biq, Fiqih Sunnah, Juz 3 (Beiru>t: Da>r Al-Fikr, 1971), 126.
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), 111.
6
Ibid, 112.
7
Wahbah Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adilatuhu, Jilid 5, Terj. Abdul Hayyie Al Kattani (Jakarta: Gema
Insani Press, 2011), 25.
8
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jilid 5, Terj. Nor Hasannudin (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007), 158159.
5

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

e. Hasbi Al-Shiddiqie
Jual beli adalah akad yang tegak atas dasar penukaran harta dengan
harta, maka jadilah penukaran hak milik secara tetap.9
Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian
jual beli adalah suatu kegiatan transaksi antara penjual dengan pembeli atas
dasar suka sama suka dengan cara tukar menukar barang dengan barang atau
barang dengan uang dalam bentuk pemindahan milik.

B. Dasar Hukum Jual Beli
Jual beli disyariatkan berdasarkan al-Qur’an, sunnah, dan ijma’.10 Dilihat
dari aspek hukum, jual beli hukumnya adalah mubah kecuali jual beli yang
diilarang oleh syara’.
1. Al-Qur’an

ُ

ُُُُ

‚Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba‛.
(QS. Al-Baqarah: 275).11
ُ ُُ ُُُُُُُ

‚Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan)
dari Tuhanmu.‛ (QS. Al-Baqarah: 198).12
9

Hasbi Ash-Shiddiqie, Pengantar Fiqh Muamalah (Semarang: Pustaka Rizqi Putra, 2001), 94.

Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah Untuk UIN, STAIM, PTANIS, dan Umum (Bandung: Pustaka
Setia, 2006), 74.
11
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemaahannya (Bandung: Diponegoro, 2010), 47.
12
Ibid, 31.
10

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

ُُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ 
ُ ُُ

‚Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya‛. (QS. Al-Baqarah: 282).13

ُُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ 
 ُ ُ

‚Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu‛. (QS. Al- Nisa>: 29).14
2. Sunnah

ُُ‫ُعملُُالرجل‬:ُُ‫عنُُرفاعةُُبنُُرافعُُأنُُال بُُصلىُالل ُُعلي ُُوسلمُُسئلُُأيُُالكسبُُأطيب؟ُقال‬
ُُ‫بيدُُوكلُُب يعُُمب رور‬
‚Dari Rifa’ah ibn Rafi bahwa Nabi SAW ditanya usaha apakah yang
paling baik? Nabi menjawab usaha seseorng dengan tangannya sendiri
dan setiap jual beli yang mabrur‛.15

ُ‫ي‬
ُ ‫صديق‬
ُ ‫ُالتاجرالصدوقُُاْميُُمعُُال بي‬:ُ‫بُُصلىُالل ُُعلي ُُوسلمُُقال‬
‫يُوال ي‬
‫عنُُأبُُسعيدُُعنُُال ي‬
.ُ‫والشهدآء‬
‚Dari Abi Said dari Nabi saw, beliau bersabda: pedagang yang jujur
(benar) dan dapat dipercaya nanti bersama-sama dengan Nabi,
shiddiqin, syuhada‛.16
13

Ibid, 48.
Ibid, 83.
15
Muhammad Bin Ismail Al-Kahlani, Subul Al-Sa>lam Juz 3 (Maktabah Musthafa Al-Babiy AlHalabiy: Mesir, cet.IV, 1990), 4.
14

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

3. Ijma’
Ijma’ ulama mengatakan bahwa jual beli itu hukumnya boleh dan
terdapat hikmah di dalamnya karena asal manusia adalah makhluk sosial
yang tidak bisa hidup tanpa adanya kerja sama dengan yang lain. Oleh karena
itu, dengan diperbolehkannya jual beli maka dapat membantu terpenuhinya
kebutuhan setiap orang dann membayar atas kebutuhan itu.17

C. Rukun dan Syarat Jual Beli
Sebagai suatu akad, jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus
dipenuhi sehingga jual beli itu dapat dikatakan sah oleh syara’. Dalam
menentukan rukun jual beli ini terdapat perbedaan pendapat ulama madzab
Hanafi dengan jumhur ulama.
Rukun jual beli menurut ulama Hanafiyah hanya satu yaitu ijab dan
kabul. Menurut mereka yang menjadi rukun dalam jual beli itu hanyalah kerelaan
kedua belah pihak untuk melakukan transaksi jual beli. Akan tetapi, karena unsur
kerelaan itu merupakan unsur hati yang sulit untuk diindera sehingga tidak
kelihatan, maka diperlukan indikasi yang menunjukkan kerelaan kedua belak

16

At-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi Juz 3. Nomor hadits 1209, CD Room. Maktabah Kutub al-Mutun,
Silsilah al-,Ilm an-Nafi’, Seri 4, al-Isdhar al-Awwal, 1426 H, 515.
17
Wahbah Zuhali, Fiqih Islam..., 25.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

pihak yang melakukan transaksi jual, menurut mereka, boleh tergambar dalam
ijab dan kabul atau melalui cara saling memberikan barang dan harga barang.18
Akan tetapi, jumhur ulama menyatakan bahwa rukun jual beli itu ada
empat yaitu:19
1. Ada orang yang berakad (a>qidayn).
2. Ada shighat (s}i>ghat).
3. Ada barang yang dibeli (ma’qu>d ‘alai>h).
4. Ada nilai tukar pengganti barang.
Adapun syarat-syarat jual beli sesuai dengan rukun jual beli yang
dikemukakan jumhur ulama di atas adaalah sebagai berikut:
1. Syarat orang yang berakad (a>qidayn)
Para ulama fiqih sepakat menyatakan bahwa orang yang melakukan
akad jual beli itu harus memenuhi syarat:20
a. Berakal. Jumhur ulama berpendirian bahwa orang yang melakukan akad
jual beli itu harus telah baligh dan berakal. Apabila orang yang berakad
itu masih mumayiz, maka jual belinya tidak sah, seklipun mendapat izin
dari walinya.

18

Nasrun Harun, Fiqh Muamalah..., 115.
Ibid.
20
Muhammad Yazid, Hukum Ekonomi Islam (Fiqh Muamalah) (Surabaya: UIN SA Press, 2014), 21.
19

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

b. Yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda. Artinya, seseorang
tidak dapat bertindak dalam waktu yang bersamaan sebagai penjual,
sekaligus pembeli.
2. Syarat yang tekait dengan ijab kabul (s}i>ghat).
Akad adalah suatu perikatan antara ijab dan kabul dengan cara yang
dibenarkan syara’ yang menetapkan adanya akibat-akibat hukum pada
objeknya. Ijab adalah pernyataan pihak pertama mengenai isi perikatan yang
diinginkan, sedangkan kabul adalah pernyataan pihak kedua untuk
menerimanya. Ijab kabul diadakan dengan maksud untuk menunjukkan
adanya sukarela timbal-balik terhadap perikatan yang dilakukan oleh dua
pihak yang bersangkutan.21
Apabila ijab dan kabul telah diucapkan dalam akad jual beli, maka
pemilikan barang atau uang telah berpindah tangan dari pemilik semula.
Barang yang dibeli berpindahtangan menjadi milik pembeli, dan nilai
tukar/uang berpindahtangan menjadi milik penjual.22
Untuk itu, para ulama fiqh mengemukakan bahwa syarat ijab dan kabul
itu adalah sebagai berikut:23
a. Orang yang mengucapkannya telah baligh dan berakal, menurut jumhur
ulama, atau telah berakal menurut ulama Hanafiyah.
21

Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam) (Yogyakarta: UII Press,
2000), 65-66.
22
Nasrun Harun, Fiqh Muamalah..., 116.
23
Muhammad Yazid, Hukum Ekonomi Islam..., 22.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

b. kabul sesuai dengan ijab. Apabila antara ijab dengan kabul idak sesuai,
maka jual beli tidak sah.
c. Ijab dan kabul itu dilakukan dalam satu majelis. Artinya, kedua belah
pihak yang melakukan jual beli hadir dan membicarakan topik yang sama.
Dalam kaitan ini ulama Hanafiyah dan Malikiyah mengatakan bahwa
antara ijab dan kabul boleh saja diantarai oleh waktu, yang diperkirakan
bahwa pihak pembeli sempat utuk berfikir. Namun, ulama Syafi’iyah dan
Hanabilah berpendapat bahwa jarak antara ijab dan kabul tidak terlalu
lama, yang dapat menimbulkan dugaan bahwa obyek pembicaraan telah
berubah.
Penyampaian akad jual beli melalui utusan, putusan, tulisan, surat
menyurat sama halnya dengan ijab kabul dengan ucapan, misalnya via pos
dan giro. Jual beli ini dilakukan antara penjual dan pembeli tidak
berhadapan dalam satu majlis akad, tetapi melalui pos dan giro, jual beli ini
dibolehkan dalam syara’. Dalam pemahaman sebaian ulama’, bentuk jual
beli ini hampir sama dengan jual beli salam (pesanan), hanya saja dalam jual
beli salam antara penjual dan pembeli saling berhadapan dalam majlis akad,
sedangkan dalam jual beli via pos dan giro antara penjual dan pembeli tidak
berada dalam satu majlis akad.24

24

Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), 77.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

29

Di zaman sekarang perwujudan ijab dan kabul tidak lagi diucapkan,
tetapi dilakukan dengan tindakan pembeli mengambil barang dan membayar
uang, serta tindakan penjual menerima uang dan menyerahkan barang tanpa
ucapan apapun. Misalnya, jual beli di pasar swlayan. Dalam fikih islam, jual
beli seperti ini disebut dengan bay’ al-mu’a>ta>h.25
3. Syarat barang yang diperjulbelikan (ma’qu>d ‘alai>h).
Syarat-syarat yang terkait dengan barang yang dierjulblelikan adalah:
a. Barang itu ada, atau tidak ada ditempat, tetapi pihak penjual
menyatakan kesanggupannya untuk mengadakan barang itu. Misalnya
disebuah toko, karena tidak mungkin memajang barang itu. Misalnya, di
sebuah toko, maka sebagaiannya diletakkan pedagang di gudang atau
masih di pabrik, tetapi secara meyakinkan barang itu boeh dihadirkan
sesuai dengan persetujuan pembeli dengan penjual.
b. Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia. Bangkai, khamar dan
darah, tidak sah menjadi obyek jual beli, karena dalam pandangan syara’
tidak bermanfaat bagi muslim.
c. Milik seseorang. Barang yang sifatnya belum dimiliki seseorang tidak
boleh diperjualbelikan, seperti memperjualbeikan ikan dilaut atau emas
dalam tanah.

25

Nasrun Haroen, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 3 (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2005), 830.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

30

d. Boleh diserahkan saat akad berangsung, atau pada waktu yang
disepakati bersama ketika transaksi berlangsung.26
e. Barangnya itu harus suci, jual beli anjing meskipun terlatih hukumnya
tidak sah. Begitu juga jual beli minuman keras, berasarkan hadis alBukhari dan Muslim, ‚Rasulullah melarang hadis jual beli ajing‛.
‚Beliau bersabda, Allah mengharamkan jual beli minuman keras,
bangkai dan babi.‛27
4. Syarat nilai tukar
Termasuk unsur terpenting dalam jual beli adalah nila tukar dari barang
yang dijual (untuk zaman sekarang adalah uang). Terkait dengan masalah
nilai tukar ini, para ulama fiqh membedakan ats-thaman dengan as-si’ir.
Meurut mereka ats-thaman adalah harga pasar yang berlaku di tengahtengah masyarakat secara aktual, sedangkan as-si’ir adalah modal yang
seharusnya diterima para pedagang sebelum dijual ke konsumen. Dengan
demikian, harga barang itu ada dua, yaitu harga pedagang dan harga antara
pedagang dengan konsumen (harga jual di pasar).
Oleh sebab itu, harga yang dapat dipermainkan pedagang adalah ats-

thaman. Para ulama fiqh mengemukakan syarat-syarat ats-thaman sebagai
berikut:
a. Harga yang disepakati kedua belah pihak, harus jelas jumlahnya.
26
27

Muhammad Yazid, Hukum Ekonomi Islam..., 24.
Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’i, Jilid 1 (Jakarta: Almahira, 2010), 621.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

31

b. Boleh diserahkan saat waktu akad, sekalipun secara hukum, seperti
pembayaran dengan cek atau kartu kredit. Apabila harga barang itu
dibayar kemudian, maka waktu pembayaraannya harus jelas.
c. Apabila jual beli ini dilakukan dengan saling mempertukarkan barang,
maka barang yang