JUAL BELI SALAM JUAL BELI PEMBAYARAN DI

JUAL BELI SALAM (JUAL BELI PEMBAYARAN DI MUKA)
Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh Muamalah
Dosen Pengampu: Imam Mustofa, M.Si

Disusun Oleh:

Desva Rini Kusuma Zahra
Npm. 1502100170

Jurusan Syariah dan Ekonomi Islam
Program Studi S1 Perbankan Syariah

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGRI
(STAIN) JURAI SIWO METRO
1438 H /2016 M

PENDAHULUAN
Diantara bukti kesempurnaan agama islam ialah dibolehkanya jual beli dengan cara
salam, yaitu akad pemesanan suatu barang dengan kriteria yang telah disepakati dan
dengan pembayaran tunai pada saat akad dilaksanakan. Yang demikian itu, dikarenakan
dengan akad ini kedua belah pihak mendapatkan keuntungan tanpa ada unsur tipu menipu

atau gharar (untung-untungan).
Pembelian (biasanya) mendapatkan keuntungan berupa jaminan untuk mendapatkan
barang sesuai dengan yang ia butuhkan dan pada waktu yang ia inginkan. Sebagaimana ia
juga mendapatkan barang dengan harga yang lebih murah bila dibandingkan dengan
pembelian pada saat ia membutuhkan kepada barang tersebut. Sedangkan penjual juga
mendapatkan keuntungan yang tidak kalah besar di banding pembeli, diantaranya penjual
mendapatkan modal untuk menjalankan usahanya dengan cara-cara yang halal, sehingga ia
dapat menjalankan dan mengembangkan usahanya tanpa harus membayar bunga.
Dengan demikian selama belum jatuh tempo, penjua dapat menggunakan uang
pembayaran tersebut untuk menjalankan usahanya dan mencari keuntungan sebanyakbanyaknya tanpa ada kewajiban apapun. Penjual memiliki keleluasaan dalam memenuhi
permintaan pembeli, karena biasanya tenggang waktu antara transaksi dan penyerahan
barang pesanan berjarak cukup lama.
Jual beli dengan cara salam merupakan solusi tepat yang ditawarkan oleh islam
guna menghindari riba. Untuk lebih jelasnya mengenai jual beli salam akan dibahas pada
pembahasan selanjutnya.

JUAL BELI SALAM
A. Rukun-rukun Jual beli Salam
Adapun rukun salam menurut jumhur ulama ada tiga yaitu:
1. Sigat yaitu ijab kabul1

Syarat dalam sigat :
a) Tempat akad harus bersatu
b) Pengucapan ijab dan qobul tidak terpisah
c) Diantara ijab dan qobul tidak boleh ada pemisan yang mengandung unsur
penolakan aqid secara adat.2
2. Aqidani (dua orang yang melakukan transaksi),yaitu orang yang memesan dan
orang ang menerima pesanan.3
Syarat aqid adalah penjual atau pembeli.dalam hal ini terdapat 3
syarat,ditambah 1 bagi penjual:
a) Penjual dan pembeli harus mumayiz
b) Keduanya merupakan pemilik barang atau yang dijadikan wakil
c) Keduanya dalam keadaan suka rela.jual beli berdasarkan paksaan adalah
tidak sah.
d) Penjual harus sadar dan dewasa.4
3. Objek transaksi,yaitu harga dan barang yang di pesan.5
Syaratnya adalah: hasil produksi merupakan objek barang yang akan di
serahkan pada saat akhir kontrak oleh penjual sesuai dengan spesifikasi yang
telah ditetapkan dalam akad.hasil produksi tidak termasuk dalam kategori barang
yang di larang (barang najis, haram, samar/tidak jelas/syubhat) atau barang yang
dapat menimbulkan kemudharatan.

Sedangkan harga disepakati pada saat awal akad antara pembeli dan
penjual, dan pembayaranya di lakukan pada saat awal kontrak. Hargabarang
harus jelas ditulis dalam kontrak, serta tidak boleh berubah selama masa akad.6
1

Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001),
hlm.81
2
Ibid.,hlm.81.
3
Mardani, Fiqh Ekonomi Syari’ah,(Jakarta: Kencana, 2012), hlm.114.
4
Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah,(Bandung: Cv Pustaka Setia, 2001), hlm.81.
5
IsmaiL, Perbankan Syari’ah,(Jakarta:Kencana, 2011), hlm.154.
6
Ibid.,h.154.

Oleh sebab itu,unsur harga barang yang harus diserahkan ketika akad
sangat menentukan sah atau tidaknya jual beli ini.7

Rukun salam diatas bila dipilah-pilah sebenarnya ada lima hal, yaitu:
a) orang yang memesan (muslim) atau pembeli
b) orang yang menerima pesanan (muslim ilaih) atau penjual
c) barang yang dipesan (muslam fih)
d) modal (ra’su mal al-salam)
e) akad (ijab dan kabul).8
B. Syarat jual beli salam
ulama telah sepakat bahwa salam diperbolehkan dengan syarat sebagai
berikut:
1

jenis objek jual beli salam harus jelas

2

sifat objek jual beli salam harus jelas

3

kadar atau ukuran jual beli salam harus jelas


4

jangka waktu pemesanan objek jual beli salam harus jelas

5

asumsi modal yang dikeluarkan harus diketahui masing-masing pihak.9
Persyaratan salam, khususnya syarat modal dan barang secara lebih rinci

dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Syarat modal
Modal dalam salam harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a

harus jelas jenisnya, misalnya satuan rupiah, dolar atau mata uang lainya bila
modal berupa uang tunai; bisa juga barang yang bernilai dan terukur,
misalnya satuan kilogram atau satuan meteran dan sejenisnya bila modal
berupa barang.


b

Harus jelas macamnya, bila dalam suatu negara terdiri dari beberapa mata
uang. Bila modal berupa barang, misalnya beras, harus jelas beras jenis apa;

c

Harus jelas sifatnya dan kwalitasnya, baik sedang atau buruk; ketiga syarat
ini menghindari ketidakjelasan modal yang diberikan pmbeli kepada penjual,
sehingga mencegah terjadinya perselisihan antara penjual dan pembeli;

7

Nasrun Haroen,Fiqh Muamalah,(Jakarta:Gaya Media Pratama, 2007), hlm.151.
Imam Mustofa,Fiqih Muamalah Kontemporer,(Jakarta:Pt Rajagrafndo
Persada,2016), hlm.89.
9
Ibid.,hlm.89.
8


d

Harus jelas kadar modal bila modal memang suatu yang berkadar. Hal ini
tidak cukup dengan isyarat, harus jelas dan eksplisitt;

e

Modal harus segera diserahkan di lokasi akad atau transaksi sebelum kedua
belah pihak berpisah; apabila kedua belah pihak berpisah sebelum pemesan
memberikan modal, maka akan di anggap rusak dan tidak sah.10

2. Syarat barang yang di pesan (muslam fih)
Barang yang menjadi objek jual beli salam harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
a

Harus jelas jenisnya; seperti beras, jagung dan sejenisnya;

b


Harus jelas macamnya; seperti beras rojo lele, pandan wangi, dan sejenisnya

c

Harus jelas sifat dan kwalitasnya; seperti beras IR yang bagus, sedang, atau
yang berkwalitas rendah

d

Harus jelas kadarnya, seperti dalam satuan kilogram, takaran, cm, bilangan
atau satuan ukuran-ukuuran lainya

e

Barang tidak di barter dengan barang sejenis yang akan menyebabkan
terjadinya riba

f

Barang yang di pesan harus dapat dijelaskan spesifikasinya, apabia barang

tidak dapat dijelaskan spesifikasinya,seperti mata uang, rupiah atau dirham
maka salam tidak sah

g

Penyerahan barang harus diwaktu kemudian, tidak bersamaan dengan
penyerahan harga pada waktu penyerahan akat; bila barang disrahkan
langsung maka tidak disebut salam,akan tetapi jual beli biasa; menurut ulama
hanafiah jangka waktu salam adalah satu bulan atau lima belas hari, karena
hal tersebut yang umum terjadi pada pemesanan barang

h

Kadar objek akad dalam salam harus jelas dan pasti,karena dalam jual beli
salam tidak berlaku khiyar syara kedua belah pihak atau salah satunya;

i

Tempat penyerahan barang harus jelas,ini adalah persyaratan menurut
hanafiah;


j

Objek akad salam atau barang yang diperjualbelikan merupakan barang yang
dapat di jelaskan sifat,jenis kadar, macam dan kwalitasnya.11

k

Para ulama melarang penggantian muslam fih dengan barang lainya.
penukaran atau penggantian barang assalam ini tidak diperkenankan, karena
meskipun belum diserahkan, barang tersebut tidak lagi milik muslam alaih,
tetapi sudah menjadi milik muslam (fidz-dzimmah). Bila barang tersebut di

10
11

Ibid.,hlm.89-90.
Ibid.,hlm.90-91.

ganti dengan barang yang memiliki spesifikasi dan kwalitas yang sama

meskipun sumbernya berbeda,para ulama membolehkanya. Hal demikian
tidak di anggap sebagai jual beli, melainkan penyerahan unit yang lain untuk
barang yang sama.12
C. penerimaan pembayaran salam
Kebanyakan ulama mengharuskan pembayaran salam dilakukan di tempat
kontrak.hal tersebut dimaksudkan agar pembayaran yang diberikan oleh al-muslam
(pembeli) tidak dijadikan sebagai utang penjual.lebih khusus lagi, pembayaran salam
tidak bisa dalam bentuk peembebasan utang yang harus dibayar dari muslam alaih
(penjual). Hal ini adalah untuk mencegah praktik riba melalui mekanisme salam. 13
Adapun syarat-syarat ijab qabul yang harus dipenuhi dalam jual beli salam
adalah:
1

Tujuan yang terkandung di dalam pernyataan ijab dan qabul harus jelas dan
terdapat kesesuaian, sehingga dapat dipahami oleh masing-masing pihak.

2

Pelaksanaan ijab dan qabul harus berhubungan langsung dalam suatu majlis.
Apabila kedua belah pihak hadir dan saling bertemu dalam satu tempat untuk
melaksanakan transaksi, maka tempat tersebut adalah majlis akad. Adapun jika
masing-masing pihak saling berjauhan maka majlis akad adalah tempat
terjadinya qabul. Pernyataan ijab dan qabul dapat dilakukan dengan cara lisan,
tulisan atau surat menyurat, atau isyarat yang memberikan pengertian dengan
jelas tentang adanya ijab dan qabul, dan dapat juga berupa perbuatan yang telah
menjadi kebiasaan dalam ijab qabul.

3

Menggunakan kata as-salam atau as-salaf. Bila menggunakan kata-kata jual beli
(al-bay’) maka tidak sah, menurut pendapat yang lebih kuat. Alasan yang
dikemukakan adalah karena jual beli pesanan termasuk jual beli yang secara
qiyas tidak diperbolehkan, akan tetapi pelarangan ini telah dihapuskan dengan
pertimbangan kebutuhan masyarakat terhadap kontrak salam. Sehingga para
ulama berpendapat perlu adanya sebuah pembatasan terhadap penggunaan
kata yang hanya sesuai dengan apa yang diajarkan oleh syara’. Oleh karena itu,
syara’ membolehkan akad ini hanya dengan menggunakan kata-kata salam dan
salaf. Tetapi ada pula pendapat yang membolehkan akad ini dengan

12

Muhammad Syafi ntonio, Bank Syari’ah Dari Teori Ke Praktik,(Jakarta:Gema
Insani,2001), hlm.110.
13
Ibid.,h.109.

menggunakan kata jual beli (al-bay’) biasa dan tetap sah sebagai transaksi jual
beli salam.14
Syarat yang berhubungn dengan semua bentuk jual beli yang telah di
tetapkan syara’di antaranya adalah harus terhindar kecacatan jual beli. Yaitu
ketidakjelasan, keterpaksaan, pembatasan dengan waktu (taukid), penipuan
(gharar), kemadaratan dan persyaratan yang merusak lainya, kedua syarat
khusus adalah syarat-syarat yang hanya ada pada barang-barang tertentu.jual
beli ini harus memenuhi persyaratan berikut:
1. Barang yang di perjual belikan harus dapat di pegang yaitu pada jual beli
benda yang harus di pegang, sebab apabila di lepaskan akan rusak atau
hilang.
2. Harga awal harus di ketahui, yatu pada jual beli amanat.
3. Serah terima benda dilakukan sebelum berpisah, yaitu pada jual beli yang
bendanya ada di tempat.
4. Terpenuhi syarat penerimaan.
5. Harus seimbang dalam ukuran timbangan, yaitu dalam jual beli yang
memakai ukuran atau timbangan.
6. Barang yang di perjual belikan sudah menjadi tanggung jawabnya.oleh
karena itu,tidak boleh menjual barang yang masih ada di tangan penjual.15
Salam tidak dapat dilakukan untuk jual beli komoditas tertentu, atau produk
dari lahan pertanian atau perternakan tertentu.contoh: jika penjual bermaksud
memasok gandum dari lahan tertentu atau buah dari pohon tertentu, akad salam
tidak sah karena ada kemungkinan bahwa hasil panendari lahan tertentu rusak
sebelum waktu penyerahan.hal ini membuka kemungkinan waktu penyerahan
yang tidak tentu.ketentuan yang sama berlaku untuk setiap komoditas yang
pasokanya tidak tentu.16
Tujuan utama jual beli seperti ini adalah untuk saling membantu antara
konsumen dengan produsen. Kadangkala barang yang di jual oleh produsen
tidak memenuhi selera konsumen.untuk membuat barang sesuai dengan selara
konsumen, produsen memerlukan modal. oleh sebab itu dalam rangka saling
membantu produsen bersedia membayar uang barang yang di pesan itu ketika

14

Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah,(J K RT : G Y MEDI PR T M ),cet
1,2007.hlm.151.
15
Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah.,hlm.79.
16
scarya,Akad dan Produk Bank Syariah,(Jakarta:Rajawali Pers,2013), hlm.92.

akad sehingga produsen boleh membeli bahan dan mengerjakan barang yang di
pesan itu.17
Melihat kriteria-kriteria as salam bentuk kontrakan ini dapat dikatakan
kebalikan dari jual beli murabahah, dimana pembayaran dilakukan terakhir.18
D. Berakhirnya akad salam
Hal-hal yang membatalkan kontrak salam adalah:
1

Barang yang di pesan tidak ada pada waktu yang ditentukan

2

Barang yang di kirim cacat atau tidak sesuai dengan yang dispakati dalam akad

3

Barang yang di kirim kwalitasnya lebih rendah,dan pembeli memilih untuk
menolak dan membatalkan akad.19
Semua syarat-syarat dasar suatu akad jual beli biasa masih tetap ada pada

jual beli salam. Namun ada beberapa perbedaan antara keduanya, misalnya:
1. Harga barang dalam jual beli salam tidak boleh di rubah dan harus di serahkan
seluruhnya pada waktu akad berlangsung, sedangkan jual beli biasa pembeli
boleh saja membayar barang yang ia beli dengan utang penjual kepada pembeli.
Dalam artian,utang di anggap lunas dan barang di ambil oleh pembeli.
2. Harga yang diberikan berbentuk uang tunai, bukan berbentuk cek mundur.jika
harga yang diserahkan oleh pemesan adalah cek mundur, maka jual beli
pesanan batal, karena untuk membantu modal produsen tidak ada, sedangkan
jual beli biasa, harga yang di serahkan boleh saja berbentuk cek mundur.
3. Pihak produsn tidak di benarkan menyatakan bahwa uang pembeli di bayar
kemudian, karena jika ini terjadi maka jual beli ini tidak lagi bernama jual beli
pesanan.sedangkan jual beli biasa pihak produsen boleh berbaik hati untuk
menunda penerimaan harga barang ketika barang telah selesai dan di serahkan.
4. Menurut ulama Hanafiyah modal atau harga beli boleh di jamin oleh seseorang
yang hadir waktu akad dan penjamin ini bertanggung jawab membayar harga
pada saat itu juga. akan tetapi,menurut Zufar ibn Huzail, pakar fiqh Hanafi, harga
itu tidak boleh di jamin oleh seseorang karena dengan adanya jaminan ini akan
menunda pembayaran harga yang seharusnya dibayarkan tunai waktu akad.
Sedangkan dalam jual beli biasa persoalan harga yang di jamin oleh seseorang

17

Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah.,hlm.147.
Muhammad, Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah,(Yogyakarta:Uii
Press,2008), hlm.31.
19
Sri Nurhayati, Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia,(Jakarta:Salemba
Empat,2008), hlm.185.
18

atau dibayar dengan borog (barang jaminan)tidak menjadi masalah asal
keduanya sepakat.20
Dewan Syariah Nasional menetapkan aturan tentang Jual beli Salam sebagai
berikut:
1

Pertama : Ketentuan tentang pembayaran :
a. Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang
atau manfaat.
b. Pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak disepakati
c. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.

2

Kedua : Ketentuan tentang barang
a

Harus jelas cirri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang

b

Harus dapat dijelaskan spesifikasinya

c

Penyerahan dilakukan kemudian

d

Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan
kesepakatan.

e

Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya

f

Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai
kesepakatan.

3

Ketiga : Ketentuan tentang salam paralel.
Dibolehkan melakukan salam paralel dengan syarat:

4

a

Akad kedua terpisah dari akad pertama.

b

Akad kedua dilakukan setelah akad pertama sarih atau jelas

Keempat : Penyerahan barang sebelum atau pada waktunya :
a. Penjual harus menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan kualitas
dan jumlah yang telah disepakati.
b. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih tinggi penjual
tidak boleh meminta tambahan harga.
c. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih rendah dan
pembeli rela menerimanya, maka ia tidak boleh menuntut pengurangan harga
(diskon)
d. Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang disepakati
dengan syarat: kualitas dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan, dan
ia tidak boleh menuntut tambahan harga

20

Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah,(J K RT : G Y
1,2007.hlm.151.

MEDI

PR T M ), cet

e. Jika semua atau sebagian barang tidak tersedia pada waktu penyerahan,
atau kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak menerimanya, maka ia
memiliki dua pilihan. Pertama, Membatalkan kontrak dan meninta kembali
uangnya. Kedua, Menunggu sampai barang tersedia.
5

Kelima : Pembatalan kontrak
Pada dasarnya pembatalan salam boleh dilakukan, selama tidak merugikan
kedua belah pihak. Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
Akuntansi Salam memberikan karakteristik salam sebagai berikut:
a. Entitas dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual dalam suatu transaksi
salam. Jika entitas bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada
pihak lain untuk menyediakan barang pesanan dengan cara salam maka hal
ini disebut salam paralel.
b. Salam paralel dapat dilakukan dengan dua syarat. Pertama, akad antara
entitas (sebagai pembeli) dan Produsen (penjual) terpisah dari akad antara
entitas (sebagai penjual) dan pembeli akhir. Kedua, kedua akad tidak saling
bergantung (ta'alluq).
c. Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati oleh pembeli dan penjual di
awal akad. Ketentuan harga barang pesanan tidak dapat berubah selama
jangka waktu akad. Dalam hal bertindak sebagai pembeli, entitas dapat
meminta jaminan kepada penjual untuk menghindari risiko yang merugikan.
d. Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi:
jenis, spesifikasi teknis, kualitas dan kuantitasnya. Barang pesanan harus
sesuai dengan karakteristik yang telah disepakati antara pembeli dan penjual.
Jika barang pesanan yang dikirimkan salah atau cacat maka penjual harus
berlanggung jawab atas kelalaiannya.21

21

Siti Mujiatun, Jual Beli Dalam Perspektif Islam:Salam Dan Istisna’,Jurnal Riset
kuntansi Dan Bisnis,vol 13 no 2,2013,hlm.209-2010.

DAFTAR PUSTAKA

scarya. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta:Rajawali Pers. 2013.
Imam Mustofa.Fiqih Muamalah Kontemporer. Jakarta:Pt Rajagrafndo
Persada.
2016.
IsmaiL. Perbankan Syari’ah. Jakarta:Kencana. 2011.
Mardani. Fiqh Ekonomi Syari’ah. Jakarta: Kencana. 2012.
Muhammad

Syafi

ntonio.

Bank

Syari’ah

Dari

Teori

Ke

Praktik.

Jakarta:Gema
Insani. 2001.
Muhammad.

Sistem

dan

Prosedur

Operasional

Bank

Syariah.

Yogyakarta:Uii
Press. 2008.
Nasrun Haroen. Fiqh Muamalah. Jakarta: Gaya Media Pratama. cet 1. 2007.
Rachmat Syafei. Fiqih Muamalah. Bandung: CV Pustaka Setia. 2001.
Siti Mujiatun. Jual Beli Dalam Perspektif Islam: Salam Dan Istisna’. Jurnal
Riset
kuntansi Dan Bisnis. vol 13 no 2. 2013.
Sri Nurhayati dan Wasilah. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta:
Salemba
Empat. 2008.