KONSELING PERKAWINAN BERBASIS KITAB UQUDUL LUJAIN UNTUK MENINGKATKAN KEHARMONISAN PASANGAN SUAMI ISTRI DI DESA BAJING MEDURO SARANG REMBANG.
KONSELING PERKAWINAN BERBASIS KITAB UQUDULLUJAIN UNTUK MENINGKATKAN KEHARMONISAN PASANGAN SUAMI
ISTRI DI DESA BAJING MEDURO SARANG REMBANG
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar
Sarjana Sosial (S. Sos)
Oleh : Ulin Ni’mah
B53213072
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM JURUSAN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2017
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
ABSTRAK
Ulin Ni’mah (B53213072), Konseling Perkawinan Berbasis Kitab Uqudullujain
untuk Meningkatkan Keharmonisan Pasangan Suami Istri di Desa Bajing Meduro Sarang Rembang.
Fokus penelitian adalah (1) Bagaimana proses konseling perkawinan berbasis kitab uqudullujain untuk meningkatkan keharmonisan pasangan suami istri di Desa Bajing Meduro Sarang Rembang (2) Bagaimana hasil konseling perkawinan berbasis kitab uqudullujain untuk meningkatkan keharmonisan pasangan suami istri di Desa Bajing Meduro Sarang Rembang.
Untuk menjawab fokus penelitian di atas, penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan analisa deskriptif komparatif. Sedangkan dalam mengumpulkan data melalui wawancara dan observasi. Latar belakang penelitian ini adalah sepasang suami istri yang menikah di usia remaja dan masa perkawinan berjalan 3 tahun. Pasangan suami istri ini ingin meningkatkan keharmonisan pasangan suami istri dalam aspek komunikasi, hak dan kewajiban suami istri, dan hubungan seksual suami istri. Dalam membantu pasangan suami istri untuk meningkatkan keharmonisan suami istri tersebut, peneliti menggunkan kajian kitab uqudullujain. Hasil akhir dari penelitian melalui konseling perkawinan berbasis kitab uqudullujain berhasil dengan prosentase 77%, yang mana hasil tersebut dapat dilihat dari adanya perubahan keharmonisan suami istri dari tiga aspek di atas.
Kata kunci: konseling perkawinan, kitab uqudullujain, keharmonisan pasangan suami istri
(7)
xi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii
MOTTO ... iv
PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN PERTANGGUNGJAWABAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 9
E. Definisi Konsep ... 10
F. Metode Penelitian... 14
1. Pendekatan dan Jenis pnelitian ... 14
2. Subjek Penelitian... 14
3. Tahap-tahap Penelitian ... 15
4. Jenis dan Sumber Data ... 15
5. Teknik Pengumpulan Data ... 16
6. Teknik Analisis Data ... 18
7. Teknik Keabsahan Data ... 18
G. Sistematika Pembahasan ... 19
BAB II KONSELING PERKAWINAN BERBASIS KITAB UQUDULLUJAIN UNTUK MENINGKATKAN KEHARMONISAN PASANGAN SUAMI ISTRI A. Kajian Teoritik ... 21
1. Konseling Perkawinan ... 21
2. Konseling Perkawinan Berbasis Kitab Uqudullujain... 41
3. Keharmonisan Pasangan Suami Istri... 43
B. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 60
BAB III PENYAJIAN DATA A. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian ... 63
1. Keadaan Geografis Desa Bajing Meduro Sarang Rembang ... 63
2. Deskripsi Konselor ... 67
3. Deskripsi Konseli ... 68
(8)
B. Deskripsi Hasil Penelitian
1. Deskripsi Proses Konseling Perkawinan Berbasis Kitab Uqudullujain Untuk Meningkatkan Keharmonisan Pasangan Suami Istri di Desa Bajing Meduro Sarang ... 80 2. Deskripsi hasil akhir Pelaksanaan Konseling Perkawinan
Berbasis Kitab Uqudullujain Untuk Meningkatkan Keharmonisan Pasangan Suami Istri di Desa Bajing Meduro Sarang Rembang ... 99 BAB IV ANALISIS DATA
A. Analisis Proses Konseling Perkawinan Berbasis Kitab Uqudullujain Untuk Meningkatkan Keharmonisan Pasangan Suami Istri di Desa Bajing Meduro Sarang Rembang ... 102 B. Analisis Hasil Konseling Perkawinan Berbasis Kitab
Uqudullujain Untuk Meningkatkan Keharmonisan Pasangan Suami Istri di Desa Bajing Meduro Sarang Rembang ... 105 BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 109 B. Saran ... 110 DAFTAR PUSTAKA ... 112 LAMPIRAN
(9)
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Perkawinan, menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah “Ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.2
Perkawinan dalam Islam merupakan fitrah bagi seorang laki-laki dan perempuan. Karena dengan perkawinan mereka dipersatukan untuk mewujudkan visi dan misi yang telah tersepakati. Perkawinan yang dibangun berdasarkan azas-azas yang Islami bertujuan untuk mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan di dalam kehidupan manusia.3
Sesungguhnya perkawinan mempunyai tujuan yang mulia. Suami istri dengan perkawinan akan membangun keluarga yang bahagia, sejahtera, saling mencintai, saling mengerti yang biasanya disebut dengan sakinah mawaddah warrahmah.
Perkawinan merupakan bagian dari nikmat dan keagungan Allah yang diberikan kepada umat manusia. Melalui perkawinan seorang laki-laki dan perempuan bisa menyalurkan hasrat syahwatnya. Melalui perkawinan pula manusia dapat melestarikan dan mempertahankan kelangsungan hidup secara
2Tim Permata Press, Undang-Undang Perkawinan & Administrasi Kependudukan, Kewarganegaraan (Surabaya: Permata Press, 2015), hal. 2.
(10)
2
turun menurun di muka bumi ini.4 Pentingnya sebuah perkawinan tercermin
dalam pernyataan Nabi Muhammad saw., “Perkawinan adalah setengah dari agama”. Oleh karena itu, dalam hubungan pasangan suami istri terdapat nilai-nilai perkawinan yang mulia.5
Melalui perkawinan ada ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan wanita. Ikatan lahir merupakan ikatan yang nampak. Maksud dari ikatan yang nampak yaitu dengan perkawinan ikatan antara seorang laki-laki dengan wanita bisa diketahui oleh masyarakat luas. Berbeda dengan ikatan lahir, yang dimaksud dengan ikatan batin yaitu ikatan yang tidak nampak secara langsung, atau biasanya dikatakan ikatan secara psikologis.6
Perkawinan di Indonesia sendiri sudah diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974. Undang-Undang perkawinan tersebut, di dalamnya sudah tercantum semua persyaratan dalam perkawinan. Perkawinan membutuhkan syarat-syarat tertentu dengan maksud agar keluarga yang dibangun sesuai dengan yang diinginkan. Salah satu persyaratan dalam Undang-Undang perkawinan Bab II pasal 7 yang berbunyi “Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.7
4 Mudjab mahalli, Menikahlah, Engkau Menjadi Kaya (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2008), hal. 34.
5 Dindin M. Machfudz, Sehat Menyikapi Masalah Rumah Tangga (Jakarta: Elex Media Komputindo Kompas, 2015), hal. 44.
6 Bimo Walgito, Bimbingan & Konseling Perkawinan (Yogyakarta: Andi Yogyakarta, 2000), hal. 12.
7 Tim Permata Press, Undang-Undang Perkawinan & Administrasi Kependudukan, Kewarganegaraan (Surabaya: Permata Press, 2015), hal. 5.
(11)
3
Sesuai dengan Undang-Undang perkawinan di atas, fenomena perkawinan di Indonesia rata-rata pasangan suami istri menikah setelah usia yang telah ditentukan oleh Undang-Undang perkawinan tersebut. Perkawinan dengan usia yang telah ditentukan tersebut tergolong dalam perkawinan muda. Pasangan dalam perkawinan muda mempunyai resiko karena jika dilihat dari segi kesehatan dan kematangan mental masih belum siap dan akan berimbas pada keharmonisan rumah tangga khususnya pada komunikasi pasangan suami istri yang menikah muda.8
Ketika dalam rumah tangga pasangan suami istri tersebut terdapat perselisihan, ada pasangan yang bisa menyelesaikan masalah dengan pasangannya itu sendiri. Adapula pasangan yang tidak dapat menghadapi perselisihan dan membutuhkan bantuan orang lain dalam memikirkan dan memecahkan masalah tersebut.9
Ketika dalam perjalanan membangun rumah tangga untuk menjadi harmonis terjadi adanya permasalahan dan pasangan tersebut ingin mencari solusinya bisa melalui atau melakukan proses konseling. Konseling merupakan terapi percakapan interaktif antara konselor dengan konseli. Melalui proses konseling konseli dapat menyadari apa yang terjadi dalam dirinya. Kesadaran tersebut akan menuntun konseli mengetahui apakah yang dipikirkan, sikap, perkataan, tindakan, keputusan yang diambilnya benar atau
8 Kompas, Indonesia Urutan Kedua Tertinggi Pernikahan Remaja (13 Desember, 2015). 9 Bimo Walgito, Bimbingan & Konseling Perkawinan (Yogyakarta: Andi Yogyakarta, 2000), hal. 7.
(12)
4
malah sebaliknya.10 Konseling yang cocok untuk membantu meningkatkan
keharmonisan pasangan suami istri yaitu konseling perkawinan.
Konseling perkawinan akan membantu pasangan suami istri dalam memahami diri, membuat keputusan, dan memecahkan masalah dalam hubungan pasangan suami istri tersebut.11 Adanya konseling perkawinan
diharapkan agar dapat meminimalisir atau meniadakan hal-hal yang tidak diinginkan dalam kehidupan pasangan suami istri, sehingga keharmonisan dalam rumah tangga pasangan suami istri bisa dicapainya.
Keharmonisan hubungan adalah keharmonisan ruh. Maksudnya ruh yang akan mengantar menuju keabadian, sehingga menciptakan ketentraman, karena ketenangan dan ketentraman tidak mungkin lahir di tengah gejolak perubahan. Oleh karena itu, perlu diingat bahwa semua yang menyatu dalam ikatan perkawinan pada hakikatnya sedang menciptakan dan mengalami sesuatu yang berbeda dengan apa yang sebelum ikatan itu dinyatakan. Suami istri menciptakan kesatuan ruhani.12
Para ulama’ salaf dahulu sudah menyusun dalam beberapa kitabnya yang berisi tentang bagaimana menjalani kehidupan rumah tangga yang tak lepas dari hubungan pasangan suami istri. Salah satunya yaitu dalam kitab uqudullujain karya Syeikh Muhammad Nawawi Bin Umar Al Jawi. Syeikh Muhammad Nawawi Bin Umar Al Jawi mengatakan bahwa kitab ini sangat
10 Makmun Khairani, Psikologi Konseling (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2014), hal. 4. 11 Makmun Khairani, Psikologi Konseling (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2014), hal. 16. 12 M. Quraish Shihab, Pengantin Al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati, 2007), hal. 107.
(13)
5
penting bagi orang yang menghendaki keharmonisan dalam membina rumah tangga dan keluarga.13
Isi dari kitab uqudullujain ini terdiri dari empat pasal. Pasal pertama menerangkan tentang hak-hak istri pada suami. Pasal kedua menerangkan tentang hak-hak suami pada istri. Pasal ketiga menerangkan tentang keutamaan sholat istri di rumah. Pasal keempat menerangkan tentang keharaman seorang laki-laki melihat wanita lain yang bukan muhrim, dan demikian sebaliknya.14
Abdul Manan dalam buku Sehat Menyikapi Masalah Rumah Tangga mengatakan bahwa kuat lemahnya perkawinan sangat bergantung pada niat suami istri. Cinta lahir batin dalam suatu perkawinan sangat diperlukan. Adanya cinta, hubungan suami istri semakin lebih hangat, nyaman, bahagia dalam menjalani bahtera rumah tangga. Cinta dalam hubungan suami istri pun terkadang mengalami pasang surut. Sehingga kedewasaan, saling mengerti, saling memahami dalam hubungan suami istri sangat diperlukan.
Saat ini banyak fenomena sebuah perkawinan yang berangkat dari pacaran yang lama. Namun, saat perjalanan membangun rumah tangga yang harmonis pasangan suami istri sering ada masalah. Adapula sebuah perkawinan hasil perjodohan. Namun, dalam rumah tangga pasangan suami istri sangat baik. Selain itu ada sebuah perkawinan yang pasangan suami istri tersebut sudah lama saling kenal dan ahirnya memutuskan untuk menikah.
13 Syeikh Muhammad Nawawi Bin Umar AlJawi, Syarah ‘Uqudullujain: Etika Berumah Tangga. Terjemahan oleh Achmad Sunarto (Surabaya: Al-Hidayah, 1994), hal. 5.
14 Syeikh Muhammad Nawawi Bin Umar AlJawi, Syarah ‘Uqudullujain: Etika Berumah Tangga. Terjemahan oleh Achmad Sunarto (Surabaya: Al-Hidayah, 1994), hal. 5-7.
(14)
6
Sehingga rumah tangga pasangan suami istri ini harmonis dan langgeng. Maka dapat disimpulkan bahwa lama atau tidaknya perkenalan pasangan suami istri sebelum menikah belum bisa dijadikan patokan dalam membangun rumah tangga yang harmonis.
Perkawinan tidak lepas dari perselisihan. Setiap pasangan suami istri dalam membangun rumah tangga mempunyai cara masing-masing. Banyak pasangan suami istri berusaha dalam membangun rumah tangga menjadi keluarga yang harmonis, tapi masih sering ada masalah kecil yang menjadi bumbu dalam keharmonisan rumah tangga. Meskipun masalah kecil dalam sebuah rumah tangga, pasangan suami istri tetap harus mencari solusinya. Karena apabila masalah kecil tersebut diabaikan maka semakin banyak masalah kecil yang terabaikan sehingga masalah tersebut menjadi besar. Sebenarnya dengan perselisihan, keharmonisan suami istri akan lebih meningkat dalam segala halnya ketika bisa mengatur dan menyelesaikan perselisihan tersebut.
Kehidupan dalam rumah tangga diumpamakan seperti pohon anggur, ketika pemiliknya menginginkan buah pohon anggur tersebut berbuah lebat, maka pemilik tersebut harus rajin memotong daunnya dengan baik. Begitu pula dalam keharmonisan rumah tangga, ketika pasangan suami istri menginginkan hubungan yang harmonis dan sesuai yang pasangan suami istri inginkan, maka pasangan tersebut harus lebih meningkatkan dan memupuk cinta dalam segala hal hubungan rumah tangganya.
(15)
7
Perselisihan dalam rumah tangga dapat muncul disebabkan oleh berbagai hal, di antaranya seperti komunikasi kurang baik, kurangnya pengaplikasian hak dan kewajiban suami istri, dan hubungan seksual. Pasangan suami istri dalam menghadapi perselisihan tersebut dengan berbagai cara, ada yang menyelesaikan perselisihan tersebut dengan perceraian. Padahal, sebenarnya perceraian bukan satu-satunya solusi yang pasangan suami istri ambil dalam permasalahan mereka. Banyak dampak yang akan mereka tanggung ketika solusi yang mereka ambil adalah perceraian. Dampak dari perceraian tersebut akan menimpa pada kedua keluarga dari pihak suami dan istri, anak, dan lain sebagainya.
Sesuai dengan yang kita ketahui, saat ini banyak pasangan suami istri yang menikah pada usia dewasa dan umur perkawinannya sudah dibilang sangat lama, pasangan suami istri tersebut ketika ada permasalahan atau perselisihan dalam hubungan mereka, mereka memutuskan untuk bercerai. Hal tersebut terjadi pada pasangan suami istri yang bisa kita katakan sudah umum terjadi.
Berbeda dengan fenomena di atas, di Desa Bajing Meduro Sarang Rembang ini banyak remaja yang memutuskan untuk kawin muda. Seperti yang kita tau bahwa remaja pada umumnya masih belum masak dari segi kesehatan dan kematangan mental. Perkawinan muda dihawatirkan akan menghadapi permasalahan. Sesuai dengan penjelasan di atas bahwa dalam rumah tangga, pasangan suami istri tidak akan lepas dari perselisihan. Tidak menutup kemungkinan remaja tersebut dalam menjalani rumah tangga
(16)
8
sebagai pasangan suami istri akan menghadapi berbagai perselisahan. Apalagi jika pasangan suami istri tersebut tidak dapat menyelesaikan perselisihannya, maka pasangan suami istri tersebut membutuhkan adanya konseling perkawinan.
Pasangan suami istri di Desa Bajing Meduro ini memutuskan menikah dibawah usai 20 tahun. Tepatnya suami menikah pada usia 19 tahun dan istrinya usia 16 tahun. Rumah tangga pasangan suami istri ini sudah berjalan 3 tahun. Perjalanan rumah tangga pasangan suami istri ada beberapa bumbu-bumbu yang mewarnai. Pasangan suami istri menginginkan rumah tangga yang harmonis meskipun ketika menikah usia mereka tergolong usia muda.
Setiap individu mempunyai kebiasaan yang berbeda. Begitu pula pasangan suami istri ini, suami tidak menyadari hal-hal romantis yang telah suami lakukan dengan istri sehingga rumah tangganya terkesan biasa-biasa saja. Istri yang sering sensitif saat mendapat nasihat dari suami atau lebih sering ngomel-ngomel juga berdampak pada keharmonisan rumah tangga pasangan suami istri tersebut. Oleh karena itu, penting adanya konseling perkawinan untuk meningkatkan keharmonisan pasangan suami istri tersebut.
Berpijak dari permasalahan di atas, menurut peneliti kitab uqudullujain ini adalah salah satu kitab yang berisi bimbingan dalam berumah tangga. Melalui kitab uqudullujain ini peneliti ingin membuat sebuah konsep konseling perkawinan untuk meningkatkan keharmonisan pasangan suami istri. Setelah memperoleh konsep konseling perkawinan dari kitab uqudullujain, peneliti sekaligus berperan sebagai konselor akan melakukan
(17)
9
proses konseling perkawinan untuk meningkatkan keharmonisan pasangan suami istri yang memutuskan kawin muda. Konseling perkawinan ini sangat penting untuk menghindari adanya perselisihan antara pasangan suami istri. Selain itu juga untuk meningkatkan komunikasi, hak dan kewajiban suami istri, dan hubungan seksual suami istri. Objek penelitian dalam penelitian ini adalah pasangan suami istri yang memutuskan menikah pada usia remaja di Desa Bajing Meduro Sarang Rembang. Sehingga dalam penelitian ini peneliti memberi judul: “Konseling Perkawinan Berbasis Kitab Uqudullujain Untuk Meningkatkan Keharmonisan Pasangan Suami Istri di Desa Bajing Meduro Sarang Rembang”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses konseling perkawinan berbasis kitab uqudullujain untuk meningkatkan keharmonisan pasangan suami istri?
2. Bagaimana hasil konseling perkawinan berbasis kitab uqudullujain untuk meningkatkan keharmonisan pasangan suami istri?
C. Tujuan penelitian
1. Mengetahui proses konseling perkawinan berbasis kitab uqudullujain untuk meningkatkan keharmonisan pasangan suami istri.
2. Mengetahui hasil konseling perkawinan berbasis kitab uqudullujain untuk meningkatkan keharmonisan pasangan suami istri.
D. Manfaat penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau nilai guna, baik manfaat dalam
(18)
10
bidang teoritis maupun dalam bidang praktis. Adapun manfaat penelitian yang diharapkan sesuai dengan masalah yang diangkat adalah sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
Bahwa hasil penelitian ini dimaksudkan agar bermanfaat untuk pengembangan khazanah keilmuan serta sebagai refrensi atau bahan rujukan studi Bimbingan Konseling Islam khususnya dalam bidang konseling perkawinan.
2. Secara Praktis
Hasil penelitian ini juga dapat bermanfaat dari segi praktis, yaitu: bagi masyarakat bisa bermanfaat untuk semua pasangan suami istri dalam meningkatkan keharmonisan rumah tangganya. Bagi peneliti tentu sebagai tambahan wawasan tentang kiat-kiat dalam meningkatkan keharmonisan rumah tangga pasangan suami istri.
E. Definisi Konsep
1. Konseling Perkawinan Berbasis Kitab Uqudullujain
Konseling adalah proses yang melibatkan seorang profesional dalam usaha membantu orang lain dalam mencapai pemahaman diri, membuat keputusan, dan pemecahan masalah.15
Menurut Ensiklopedia Indonesia, perkataan perkawinan = nikah; sedangkan menurut Purwadarminta (1976) kawin = perjodohan laki-laki dan perempuan menjadi suami itri; nikah; perkawinan = pernikahan.
(19)
11
Sedangkan perkawinan adalah bersatunya dua orang sebagai suami istri.16
Menurut Klemer konseling perkawinan sebagai konseling yang diselenggarakan sebagai metode pendidikan, metode penurunan ketegangan emosional, metode membantu patner-patner yang menikah untuk memecahkan masalah dan menentukan pola pemecahan masalah yang baik.17
Ada beberapa hal yang melatar-belakangi diperlukannya konseling perkawinan yaitu: masalah perbedaan individual, masalah kebutuhan individu, masalah perkembangan individu, masalah latar belakang Sosio-Kultural.18
Konseling perkawinan dalam penelitian ini mengambil konsep dasar konseling dari kajian kitab uqudullujain. Kitab uqudullujain adalah salah satu kitab karya Syeik Muhammad Nawawi Bin Umar Al Jawi yang berisi tentang bimbingan dalam berumah tangga. Isi dari kitab uqudullujain ini terdiri dari empat pasal. Pasal pertama menerangkan tentang hak istri pada suami. Pasal kedua menerangkan tentang hak-hak suami pada istri. Pasal ketiga menerangkan tentang keutamaan sholat istri di rumah. Pasal keempat menerangkan tentang keharaman seorang
16 Bimo Walgito, Bimbingan & Konseling Perkawinan (Yogyakarta: Andi Yogyakarta, 2000), hal. 11.
17 Latipun, Psikologi Konseling (Malang: UMM Press, 2015), hal. 160.
18 Bimo Walgito, Bimbingan & Konseling Perkawinan (Yogyakarta: Andi Yogyakarta, 2000), hal. 7-8.
(20)
12
laki-laki melihat wanita lain yang bukan muhrim, dan demikian sebaliknya.19
Penelitian ini, peneliti akan berperan sebagai konselor untuk melaksanakan proses konseling kepada pasangan suami istri. Adanya konseling perkawinan diharapkan agar dapat meminimalisir atau meniadakan hal-hal yang tidak diinginkan dalam kehidupan pasangan suami istri, sehingga kebahagian dalam hubungan pasangan suami istri bisa dicapainya.
2. Keharmonisan Pasangan Suami Istri
Keharmonisan hubungan adalah keharmonisan ruh. Maksudnya ruh yang akan mengantar menuju keabadian, sehingga menciptakan
ketentraman, karena ketenangan dan ketentraman tidak mungkin lahir di tengah gejolak perubahan. Oleh karena itu, perlu diingat bahwa semua yang menyatu dalam ikatan perkawinan pada hakikatnya sedang menciptakan dan mengalami sesuatu yang berbeda dengan apa yang sebelum ikatan itu dinyatakan. Suami istri menciptakan kesatuan ruhani.20
Suami istri adalah dua individu laki-laki dan perempuan yang disatukan dalam sebuah ikatan pernikahan. Sedangkan hubungan suami istri yaitu jalan yang ditempuh seorang lai-laki dan perempuan yang menuju kesepakatan melalui pernikahan.
19 Syeikh Muhammad Nawawi Bin Umar AlJawi, Syarah ‘Uqudullujain: Etika Berumah Tangga. Terjemahan oleh Achmad Sunarto (Surabaya: Al-Hidayah, 1994), hal. 5-7.
(21)
13
Dalam penelitian meningkatkan keharmonisan pasangan suami istri ini ada tiga aspek yang akan dibahas yaitu komunikasi, hak dan kewajiban suami istri, dan hubungan seksual suami istri. Komunikasi di sini diartikan proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Komunikasi dalam kehidupan sehari-hari merupakan bagian dari kehidupan manusia.21 Begitu juga dalam keharmonisan
pasangan suami istri, komunikasi merupakan hal yang sangat penting. Selain komunikasi, dalam penelitian ini akan dibahas keharmonisan pasangan suami istri dari aspek hak dan kewajiban suami istri. Yang dimaksud hak dan kewajiban suami istri di sini yaitu suatu hal di mana dari masing-masing pihak suami maupun istri mempunyai wewenang untuk memperoleh dan melakukannya. Tidak kalah pentingnya hubungan seksual suami istri dalam keharmonisan rumah tangga. Hubungan seksual pasangan suami istri merupakan salah satu faktor yang menunjukkan keberhasilan dalam hubungan suami istri.22
Ketiga aspek di atas sudah dijelaskan oleh ulama’ salaf terdahulu di dalam kitab-kitabnya, salah satunya dalam kitab uqudullujain. Kitab uqudullujain yaitu kitab tentang etika rumah tangga karya Syeikh Muhammad Nawawi Bin Umar Al Jawi. Selain kitab uqudullujain, penelitian ini juga akan mengambil dari beberapa literatur yang lain untuk melengkapi penjelasan tentang tiga aspek tersebut.
21 Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua Dan Anak Dalam Keluarga (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hal. 9-11.
(22)
14
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif, karena dalam penelitian ini peneliti sebagai instrumen kunci. Peneliti melakukan penelitian secara alamiah dan langsung ke sumber data. Penelitian ini juga bersifat deskriptif karena data yang terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar, sehingga tidak menekankan pada angka.23 Bogdan dan Taylor menyatakan bahwa metode penelitian
kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.24
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kualitatif deskriptif karena dalam penelitian ini peneliti memandu untuk mengeksplorasi dan atau memotret situasi sosial yang akan diteliti secara menyeluruh, luas dan mendalam.25
2. Subjek Penelitian
Subjek yang diteliti dalam penelitian ini adalah pasangan suami istri yang menikah muda dan ingin meningkatkan hubungan mereka. Hubungan pasangan suami istri yang menjadi fokus penelitian ini
23 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: ALFABETA, 2010), hal.13.
24 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Roesda Karya, 2007), hal. 3.
25 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: ALFABETA, 2010), hal. 209.
(23)
15
minimal 3 tahun usia perkawinan. Sedangkan lokasi penelitian ini berada di Desa Bajing Meduro Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang.
3. Tahap-Tahap Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan dengan tahapan-tahapan berikut. Pertama, peneliti akan mengumpulkan data dan mempelajari kitab uqudullujain secara mendalam serta peneliti melakukan studi literatur dengan mempelajari buku yang membahas seputar pasangan suami istri. Sehingga peneliti dapat menemukan konsep konseling perkawinan dari kitab uqudullujain. Kedua, konsep tersebut dianalisa sehingga bisa dijadikan pedoman untuk diterapkan ke dalam proses konseling perkawinan. Ketiga, peneliti sekaligus berperan sebagai konselor melakukan konseling sekaligus observasi kepada konseli. Keempat, peneliti menganalisis proses pelaksanaan dan hasil konseling.
4. Jenis dan Sumber Data
a. Jenis data dalam penelitian ada dua :
1) Data primer berupa proses konseling perkawinan yang akan menghasilkan pola komunikasi efektif dalam hubungan suami istri, pemahaman hak dan kewajiban suami istri dan hubungan seksual suami istri.
2) Data Sekunder berupa informasi dari orang terdekat pasangan suami istri yang mengetahui aktifitas dalam kehidupan sehari-hari pasangan suami istri sebelum dan sesudah proses konseling perkawinan.
(24)
16
b. Sumber data dalam penelitian ada dua :
1) Sumber Data Primer adalah konsep konseling perkawinan hasil kajian kitab uqudullujain dan pasangan suami istri yang memutuskan menikah muda di Desa Bajing Meduro Sarang Rembang.
2) Sumber data sekunder adalah beberapa buku refrensi sebagai pelengkap kitab uqudullujain dan orang terdekat pasangan suami istri tersebut.
5. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data. Adapun pengumpulan data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan bertatap muka dan bertanya jawab antara pewawancara dengan responden.26 Patton membagi wawancara
terdiri dari wawancara pembicaraan informal, pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara, dan wawancara baku terbuka. Ketiga macam wawancara, peneliti menggunakan pendekatan petunjuk umum wawancara. Pendekatan petunjuk umum wawancara ini berisi kerangka dan garis besar pokok-pokok
26 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial, (Surabaya: Airlangga University Press, 2001), hal. 133.
(25)
17
pertanyaan yang akan ditanyakan oleh responden.27 Penelitian ini
yang menjadi responden adalah pasangan suami istri di Desa Bajing Meduro Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang yang terkait dalam konseling perkawinan untuk meningkatkan keharmonisan pasangan suami istri.
b. Observasi
Observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian dan data penelitian tersebut dapat diamati oleh peneliti. Pengamatan yang dilakukan peneliti hasil dari pancaindra.28 Penelitian ini, peneliti mengambil metode observasi
nonpartisipan dimana peneliti tidak ikut serta dan terlibat dalam hubungan pasangan suami istri tersebut, namun hanya selaku pengamat dalam hubungan pasangan suami istri.
Observasi ini dilakukan untuk mengetahui hubungan suami istri dalam kehidupan sehari-harinya. Observasi ini dilakukan sebelum dan sesudah adanya proses konseling perkawinan.
c. Studi Literatur Kitab Uqudullujain
Studi literatur kitab uqudullujain adalah proses mencari informasi atau refrensi teori dalam kajian kitab uqudullujain. Studi literatur kajian kitab uqudullujain akan mendapatkan konsep dasar
27 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 187.
28 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial, (Surabaya: Airlangga University Press, 2001), hal. 142.
(26)
18
konseling perkawinan sesuai dengan isi yang terkandung dalam kitab uqudullujain.
6. Teknik Analisis Data
Peneliti menganalisis data menggunakan cara analisis deskriptif komparatif yaitu membandingkan data teori dengan data yang ada di lapangan serta membandingkan hasil sebelum dan sesudah proses konseling yang dilakukan. Adapun data yang akan dianalisis adalah:
a. Menguraikan tentang proses konseling perkawinan berbasis kitab uqudullujain untuk meningkatkan keharmonisan pasangan suami istri di Desa Bajing Meduro Sarang Rembang.
b. Menguraikan tentang hasil pelaksanaan konseling perkawinan berbasis kitab uqudullujain untuk meningkatkan keharmonisan pasangan suami istri di Desa Bajing Meduro Sarang Rembang. 7. Teknik Keabsahan data
Uji keabsahan hasil penelitian merupakan hal yang urgen dalam sebuah penelitian. Dalam penelitian kali ini peneliti menggunakan tehnik keabsahan data sebagai berikut:
a. Meningkatkan Ketekunan
Dengan meningkatkan ketekunan, peneliti dapat melakukan pengecekan kembali data yang telah ditemukan apakah salah atau tidak. Dan dengan meningkatkan ketekunan, peneliti dapat memberikan deskripsi data yang akurat dan sistematis terhadap apa yang ditelitinya. Untuk meningkatkan ketekunan, peneliti
(27)
19
dapat membaca refrensi-refrensi buku maupun hasil penelitian atau dokumentasi yang terkait dengan penelitian.29
b. Triangulasi
Trianggulasi adalah teknik keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Trianggulasi sebagai teknik pemeriksaan ada empat macam yaitu memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori.30
Penelitian ini menggunakan trianggulasi sumber yaitu dengan membandingkan dan mengecek suatu informasi yang diperoleh melalui wawancara yang diperoleh dari orang terdekat dari subjek penelian.
G. Sistematika Pembahasan
Adapun sistematika pembahasan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
Bab I berisi pendahuluan, yang terdiri dari; latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konsep, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab II berisi tinjauan pustaka, yang terdiri dari; kajian teoritik, dan penelitian terdahulu yang relevan. Kajian teoritik terdiri dari tinjauan tentang
29 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: ALFABETA, 2010), hal. 272.
30 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 330.
(28)
20
konseling perkawinan berbasis kitab uqudullujain dan keharmonisan pasangan suami istri.
Bab III berisi penyajian data, yang terdiri dari deskripsi objek penelitian dan deskripsi hasil penelitian. Deskripsi objek penelitian memaparkan tentang pasangan suami istri di Desa Bajing Meduro Sarang Rembang dan deskripsi hasil penelitian memaparkan tentang hasil konseling perkawinan berbasis kitab uqudullujain untuk meningkatkan keharmonisan pasangan suami istri.
Bab IV berisi analisis data, yang terdiri dari analisis proses konseling perkawinan berbasis kitab uqudullujain untuk meningkatkan keharmonisan pasangan suami istri di Desa Bajing Meduro Sarang dan analisis hasil konseling perkawinan berbasis kitab uqudullujain untuk meningkatkan keharmonisan pasangan suami istri di Desa Bajing Meduro Sarang Rembang.
(29)
21
BAB II
Konseling Perkawinan Berbasis Kitab Uqudullujain Untuk Meningkatkan Keharmonisan Pasangan Suami Istri
A. Kajian Teoritik
1. Konseling Perkawinan
Konseling perkawinan berasal dari dua kata, yaitu konseling dan perkawinan. Berikut penjelasannya:
a. Pengertian konseling
Para ahli banyak yang mendefinisikan kata konseling dengan ragam perbedaan. Hal ini dikarenakan para ahli mendefinisikan ilmu konseling dengan sudut pandang yang berbeda.
Konseling berasal dari kata Counseling yang secara etimologis berarti to give advice atau memberikan saran dan nasihat.29 Sedangkan dari bahasa Latin “consilium” yang berarti
menerima atau memahami. Dalam Bahasa Anglo Saxon, konseling berasal dari kata sellan yang artinya menyerahkan atau menyampaikan.30 Dengan demikian konsep konseling dapat
diartikan proses pemberian saran atau nasihat, proses menerima atau memahami keadaan orang lain.
Secara luas menurut Dra. Hallen A, M.Pd., konseling adalah salah satu teknik dalam pelayanan bimbingan di mana proses
29Samsul Munir Amin, Bimbingan Dan Konseling Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2015),
hal. 11.
(30)
22
pemberian bantuan itu berlangsung melalui wawancara dalam serangkaian pertemuan antara konselor dengan klien, dengan tujuan agar klien itu mampu memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap dirinya, mampu memecahkan yang dihadapinya, dan mampu mengarahkan dirinya untuk mengembangkan potensi yang dimiliki ke arah perkembangan yang optimal, sehingga ia dapat mencapai kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan sosial.31
Berdasarkan definisi yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa konseling adalah proses pemberian bantuan konselor kepada klien dengan tujuan agar klien mampu memecahkan masalahnya, mengembangkan potensinya, sehingga klien mencapai kebahagiaan.
Istilah konseling ini sering disandingkan dengan kata bimbingan, dikarenakan keduanya mempunyai kegiatan yang berkesinambungan. Bimbingan dapat diberikan dalam proses konseling. Konseling merupakan salah satu teknik dalam pelayanan bimbingan di antara beberapa teknik lainnya, namun konseling juga bermakna “the heart of guidance program” (hati dari program bimbingan).32
31Samsul Munir Amin, Bimbingan Dan Konseling Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2015),
hal. 12.
32 Samsul Munir Amin, Bimbingan Dan Konseling Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2015),
(31)
23
b. Perkawinan
Menurut Ensiklopedia Indonesia, perkataan perkawinan = nikah; sedangkan menurut Purwadarminta (1976) kawin = perjodohan laki-laki dan perempuan menjadi suami itri; nikah; perkawinan = pernikahan. Sedangkan perkawinan adalah bersatunya dua orang sebagai suami istri.33
Perkawinan (az-zawj) adalah salah satu khas pencampuran antar golongan. Arti az – zawj adalah suatu yang berpasangan dengan lainnya yang sejenis, keduanya disebut sepasang (az-zawjan). Adapun az-zawjah artinya wanita pasangan seorang laki-laki, dan az-zawj adalah suaminya.34
Kawin menurut arti asli adalah hubungan seksual tetapi menurut arti majazi (mathaporic) atau arti hukum adalah akad (perjanjian) yang menjadikan halal hubungan seksual sebagai suami istri antara seorang pria dengan seorang wanita.35
Secara lebih luas, menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
33 Bimo Walgito, Bimbingan & Konseling Perkawinan (Yogyakarta: Andi Yogyakarta,
2000), hal. 11.
34 Mahmud Al – Shabbagh, Tuntunan Keluarga Bahagia Menurut Islam (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 1994), hal. 1.
(32)
24
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 36
Berdasarkan pengertian di atas, perkawinan adalah adanya ikatan lahir batin, yang dimaksudkan ikatan lahir adalah ikatan yang nampak, yaitu ikatan yang mengikat pasangan suami istri, keluarga, dan masyarakat. Sedangkan ikatan batin adalah ikatan yang tidak nampak secara langsung atau ikatan psikologis pasangan suami istri.37
Adapun tujuan perkawinan berdasarkan pengertian di atas yaitu membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Karena di dalam perkawinan terdiri dari bersatunya dua individu yang mempunyai sudut pandang yang berbeda, pasangan suami istri harus menyamakan tujuan yang ingin mereka capai dalam perkawinan.
Selain adanya tujuan dalam perkawinan, ada hikmah dalam perkawinan. Perkawinan merupakan suatu ketetapan yang telah Allah tentukan. Menurut Abdullah Nasheh ‘Ulwan, hikmah perkawinan yaitu:
1) Untuk memelihara jenis manusia
Manusia dengan perkawinan dapat melanjutkan keturunannya dengan cara saling berhubungan. Keturunan manusia akan
36 Tim Permata Press, Undang-Undang Perkawinan & Administrasi Kependudukan,
Kewarganegaraan (Surabaya: Permata Press, 2015), hal. 2.
37 Bimo Walgito, Bimbingan & Konseling Perkawinan (Yogyakarta: Andi Yogyakarta,
(33)
25
mewarisi bumi Allah dengan segala hal di atasnya dan memelihara kelanjutan jenis kehidupan manusia.
2) Untuk memelihara keturunan
Perkawinan yang telah diatur dalam syari’at Allah nantinya akan mempunyai keturunan. Keturunan tersebut akan bangga dengan garis keturunan orang tua mereka. Garis keturunan tersebut dapat mengekalkan kemuliaan bagi setiap keturunan.
3) Menyelamatkan masyarakat dari kerusakan akhlak
Masyarakat dengan perkawinan dapat menyelamatkan kerusakan akhlak dan mengamankan setiap individu dari kerusakan pergaulan. Perkawinan dapat menyelamatkan masyarakat baik secara individu maupun sosial, menerapkan budi pekerti yang baik dan akhlak mulia.
4) Menyelamatkan masyarakat dari bermacam-macam penyakit Perkawinan dapat menyelamatkan masyarakat dari macam-macam penyakit yang dapat menular dengan cepat yang disebabkan dari perzinaan, pergaulan bebas, keji dan haram. 5) Untuk menentramkan jiwa setiap pribadi
Perkawinan dapat menentramkan jiwa cinta kasih yang dapat melembutkan perasaan antara suami dan istri. Pasangan suami istri dalam perkawinan yaitu saling melindungi dan menentramkan.
(34)
26
6) Untuk menjalin kerja sama suami istri dalam membina keluarga dan mendidik anak-anak
Perkawinan menciptakan kerja sama antara suami istri dalam membina keluarga. Kerja sama yang baik akan mencapai hasil yang baik pula.
7) Menyuburkan rasa kasih sayang ibu dan bapak
Perkawinan bisa menumbuhkan dan menyuburkan rasa kasih sayang. Perasaan kasih sayang tersebut akan melahirkan rasa saling memberi dan menerima satu sama lain.
Adapun hikmah perkawinan menurut Al Ghazali diuraikan lebih rinci yaitu:
1) Untuk mendapatkan keturunan (anak)
Hal ini merupakan tujuan pokok dari perkawinan, karena dengan diperolehnya anak ada empat keutamaan, yaitu:
a) Cinta kepada Allah
b) Tanda cinta kasih kepada Rasulullah
c) Mencari keberkahan dari anak yang sholeh, apabila kedua orang tuanya telah meninggal dunia
d) Mencari syafaat dari kematian anak yang masih kecil yang mendahului kedua orang tuanya
(35)
27
2) Membentengi diri dari godaan setan dalam mengendalikan nafsu seks
Perkawinan dapat mengendalikan nafsu seks dengan cara menyalurkan kepada yang halal. Maka setan tidak bisa menggunakan tipu dayanya untuk menggoda manusia.
3) Untuk menimbulkan ketenangan jiwa
Bertemu dan bercumbunya pasangan suami istri dapat menenangkan dan menentramkan jiwa, sehingga muncullah rasa bahagia. Rasa bahagia telah tumbuh, maka ibadah yang dilakukan pasangan suami istri akan lebih khusuk.38
Berdasarkan beberapa hikmah yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa hikmah perkawinan yaitu untuk memperoleh keturunan, untuk menyalurkan kebutuhan biologis, dan menentramkan jiwa sehingga khusuk dalam beribadah.
Ada beberapa hal yang melatar belakangi adanya hikmah perkawinan, yaitu kebutuhan. Karena ada kebutuhan-kebutuhan yang terdapat dalam diri manusia. Kebutuhan-kebutuhan tersebut yang akan mendorong manusia untuk mencapai tujuan. Adapun kebutuhan-kebutuhan tersebut yaitu:
1) Kebutuhan fisiologis
Manusia mempunyai kebutuhan yang bersifat fisiologis yang berhubungan dengan jasmaniah. Salah satunya yaitu kebutuhan
(36)
28
seksual. Apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka bisa menghambat dalam kehidupan individu. Kebutuhan seksual ini dapat terpenuhi dengan baik yaitu dengan cara berhubungan seksual dengan lawan jenis. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan tersebut dengan adanya sebuah perkawinan.
2) Kebutuhan psikologis
Selain kebutuhan fisiologis, kebutuhan psikologis juga perlu untuk dipenuhi. Kebutuhan psikologis manusia seperti kebutuhan akan rasa aman, rasa pasti, kasih sayang, harga diri, aktualisasi diri. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, perkawinan merupakan salah satu latar belakang yang bisa memenuhi kebutuhan psikologis manusia.
3) Kebutuhan sosial
Manusia adalah makhluk sosial dan membutuhkan hubungan dengan manusia lain. Manusia hidup dengan masyarakat yang terikat dengan norma-norma. Pasangan suami istri akan diakui masyarakat apabila perkawinannya sesuai dengan norma yang diterapkan dalam masyarakat. Oleh karena itu, perkawinan merupakan kebutuhan sosial.
4) Kebutuhan agama
Perkawinan juga didorong adanya kepercayaan sesuai dengan agama atau kepercayaan yang dianut oleh setiap individu. Dengan melaksanakan perkawinan maka salah satu segi yang
(37)
29
digariskan dalam agama dapat dipenuhi, yaitu makhluk diciptakan dengan berpasang-pasangan.39
Perkawinan juga ada syarat-syarat yang harus dipenuhi. Syarat-syarat perkawinan digolongkan menjadi dua, yaitu syarat umum dan syarat khusus. Syarat umum seperti telah diatur dalam Undang-undang, seperti perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria berusia 19 tahun dan wanita minimal berusia 16 tahun. Adapun syarat khusus yaitu bersifat individu dan subyektif , seperti seorang wanita atau pria yang mempunyai kriteria khusus dalam memilih pasangannya.40
Umur dalam perkawinan juga sangat penting. Undang-undang sudah memaparkan dalam Bab II pasal 7 ayat 1 tentang umur sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi seseorang ketika akan melaksanakan perkawinan. Karena umur berperan dalam beberapa faktor dalam perkawinan.
1) Peran umur dengan faktor fisiologis dalam perkawinan
Batas umur dalam Undang-undang perkawinan dilihat dari faktor fisiologis sudah sesuai, karena umur yang telah ditentukan tersebut dilihat dari fisiologis pada umumnya seseorang sudah masak. Artinya di umur tersebut pasangan telah
39 Bimo Walgito, Bimbingan & Konseling Perkawinan (Yogyakarta: Andi Yogyakarta,
2000), hal. 17.
40 Faizah Noer Laela, Konseling Perkawinan Sebagai Salah Satu Upaya Membentuk
(38)
30
dapat membuahkan keturunan, karena dari segi fisiologis alat untuk memproduksi keturunan sudah dapat menjalankan fungsinya.
2) Peran umur dengan faktor psikologis dalam perkawinan
Berbeda ketika umur yang telah ditentukan tersebut dilihat dari faktor psikologis. Menurut psikologi perkembangan, semakin bertambah umur seseorang, maka diharapkan semakin masak secara psikologisnya. Ketika anak perempuan usia 16 tahun, belum dapat dikatakan dewasa secara psikologis. Begitu pula anak laki-laki usia 19 tahun juga belum dapat dikatakan masak secara psikologis. Menurut Hurlock umur 16 tahun maupun 19 tahun pada umumnya masih digolongkan pada masa remaja. Sedangkan seseorang dikatakan dewasa dimulai pada umur 21 tahun. Oleh karena itu, umur yag telah ditentukan Undang-undang perkawinan secara psikologis masih belum memenuhi. Karena dalam perkawinan akan timbul banyak hal dan membutuhkan pemecahan yang melibatkan kematangan secara psikologis.
3) Peran umur dengan faktor sosial dalam perkawinan, khususnya sosial-ekonomi
Umur dalam perkawinan juga mempengaruhi faktor sosial, khususnya sosial-ekonomi. Semakin bertambah umur seseorang, kemungkinan kematangan dalam bidang sosial-ekonomi juga
(39)
31
semakin nyata. Pada umumnya, dengan bertambahnya umur seseorang akan semakin kuat dorongan dalam mencari nafkah. Ketika seseorang telah memutuskan untuk membentuk sebuah keluarga melalui perkawinan, maka diperlukan kematangan sosial-ekonomi.41
c. Konseling perkawinan
Konseling perkawinan mempunyai beberapa istilah, yaitu
couples counseling, marriage counseling, dan marital counseling.
Istilah-istilah tersebut dapat digunakan secara bergantian dan memiliki makna yang sama. Menurut Klemer, konseling perkawinan adalah proses konseling yang diselenggarakan sebagai metode pendidikan, metode penurunan ketegangan emosional, metode membantu pasangan suami istri yang menikah untuk memecahkan masalah dan cara menentukan pola pemecahan masalah yang lebih baik.42
Konseling perkawinan akan membantu pasangan suami istri dalam memahami diri, membuat keputusan, dan memecahkan masalah dalam hubungan pasangan suami istri tersebut.43 Adanya
konseling perkawinan diharapkan agar dapat meminimalisir atau meniadakan hal-hal yang tidak diinginkan dalam kehidupan
41 Bimo Walgito, Bimbingan & Konseling Perkawinan (Yogyakarta: Andi Yogyakarta,
2000), hal. 27 – 30.
42 Latipun, Psikologi Konseling (Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2015),
hal. 160.
(40)
32
pasangan suami istri, sehingga kebahagiaan dalam hubungan pasangan suami istri bisa dicapainya.
Defenisi konseling perkawinan Islami yaitu proses pemberian bantuan terhadap individu agar menyadari kembali eksistensinya sebagai makhluk Allah yang seharusnya dalam menjalankan perkawinan selaras dengan ketentuan dan petunjukNya, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.44
Adapun tujuan konseling perkawinan menurut Huff dan Miller yaitu:
1) Meningkatkan kesadaran terhadap dirinya dan dapat saling empati antara suami istri.
2) Meningkatkan kesadaran tentang kekuatan dan potensinya masing-masing.
3) Meningkatkan saling membuka diri. 4) Meningkatkan hubungan yang lebih intim.
5) Mengembangkan ketrampilan komunikasi, pemecahan masalah, dan mengelola konfliknya.45
Sedangkan tujuan konseling perkawinan Islami yaitu membantu individu mencegah timbulnya masalah yang berkaitan dengan perkawinan, dengan cara:
44 Aunur Rahim Faqih, Bimbingan Dan Konseling Dalam Islam (Yogyakarta: UII Press,
2001), hal. 86.
45 Latipun, Psikologi Konseling (Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2015),
(41)
33
1) Membantu individu memahami hakikat perkawinan menurut Islam
2) Membantu individu memahami tujuan perkawinan menurut Islam
3) Membantu individu memahami persyaratan-persyaratan perkawinan menurut Islam
4) Membantu individu melaksanakan perkawinan sesuai dengan ketentuan syariat Islam
5) Membantu individu memahami masalah yang dihadapi 6) Membantu individu memahami kondisi diri dan pasangannya 7) Membantu individu memahami cara-cara mengatasi masalah
perkawinan menurut ajaran Islam
8) Membantu individu menetapkan pilihan upaya pemecahan masalah yang dihadapinya sesuai dengan ajaran Islam
9) Membantu individu memelihara situasi dan kondisi perkawinan yang semula pernah terkena masalah dan telah teratasi agar tidak menjadi permasalahan kembali
10) Membantu individu mengembangkan situasi dan kondisi perkawinan menjadi lebih baik (sakinah, mawaddah, dan rahmah)46
46 Aunur Rahim Faqih, Bimbingan Dan Konseling Dalam Islam (Yogyakarta: UII Press,
(42)
34
Berdasarkan tujuan di atas, adapula asas-asas dalam konseling perkawinan Islami yang dijadikan pegangan atau pedoman dalam melaksanakan konseling perkawinan Islami, yaitu:
1) Asas kebahagiaan dunia dan akhirat 2) Asas sakinah, mawaddah, dan rahmah 3) Asas komunikasi dan musyawarah 4) Asas sabar dan tawakkal
5) Asas manfaat (maslahat)47
Ada beberapa hal yang melatar-belakangi perlunya konseling perkawinan, yaitu:
1) Masalah perbedaan individual
Setiap individu pasti berbeda antara satu dengan yang lainnya. Saudara kembar sekalipun tidak mungkin sama. Masing-masing individu mempunyai sifat yang berbeda satu dengan yang lainnya, baik dari segi fisiologis maupun psikologis. Begitu pula kemampuan berpikir, setiap individu mempunyai kualitas berpikir yang berbeda.
Setiap individu dalam menghadapi masalah mempunyai cara yang berbeda dalam memecahkannya. Ada individu yang cepat dalam memecahkan masalah, adapula yang lambat, bahkan ada individu yang tidak dapat memecahkan masalahnya. Individu yang tidak dapat memecahkan masalahnya tersebut
47 Aunur Rahim Faqih, Bimbingan Dan Konseling Dalam Islam (Yogyakarta: UII Press,
(43)
35
membutuhkan orang lain untuk memecahkan masalahnya. Oleh karena itu, pentinganya konseling bagi individu yang tidak dapat memecahkan masalah.48
2) Masalah kebutuhan individu
Manusia merupakan makhluk hidup yang mempunyai kebutuhan-kebutuhan tertentu. Tingkah laku individu ditujukan untuk mencapai sesuatu tujuan yang akan dihubungkan dengan kebutuhan individu yang bersangkutan. Tingkah laku individu merupakan cara untuk memenuhi kebutuhannya, maka dapat dikemukakan bahwa perkawinan juga merupakan suatu usaha untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang ada dalam diri individu yang bersangkutan. Dalam hal perkawinan kadang-kadang justru sering individu tidak tahu harus bertindak seperti apa. Oleh karena itu, individu tersebut membutuhkan bantuan orang lain untuk mengarahkan atau memberikan pandangan individu yang bersangkutan.49
3) Masalah perkembangan individu
Individu merupakan makhluk yang berkembang biak dari waktu ke waktu. Perkembangan tersebut akan berakibat pada perubahan-perubahan yang terjadi kepada individu. Terkadang individu tidak mengerti dengan perubahan yang dialami individu
48 Bimo Walgito, Bimbingan &Konseling Perkawinan (Yogyakarta: Andi Yogyakarta,
2000), hal. 7.
49 Bimo Walgito, Bimbingan &Konseling Perkawinan (Yogyakarta: Andi Yogyakarta,
(44)
36
tersebut. Sehingga individu tersebut akan menghadapi kesulitan-kesulitan. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan diperlukan orang lain untuk membantu mengarahkan atau bisa melalui konseling.50
4) Masalah latar belakang Sosio-Kultural
Perkembangan keadaan menimbulkan banyak perubahan dalam kehidupan masyarakat, seperti perubahan dalam aspek sosial, politik, ekonomi, sikap, nilai dan sebagainya. Keadaan ini akan mempengaruhi kehidupan seseorang. Saat ini, setiap individu dihadapkan pada perubahan-perubahan yang begitu kompleks, sehingga setiap individu dihadapkan dengan berbagai tantangan. Keadaan yang seperti ini akan menuntut individu untuk lebih mampu menghadapi berbagai macam keadaan majunya zaman. Oleh karena itu, individu membutuhkan bantuan orang lain dalam mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh perkembangan zaman.51
Klemer mengemukakan ada beberapa masalah yang sering terjadi dalam suatu perkawinan, yaitu:
1) Adanya harapan perkawinan yang tidak realistis. Pada saat merencanakan pernikahan, calon pasangan suami istri tentunya
50 Bimo Walgito, Bimbingan &Konseling Perkawinan (Yogyakarta: Andi Yogyakarta,
2000), hal. 8.
51 Bimo Walgito, Bimbingan &Konseling Perkawinan (Yogyakarta: Andi Yogyakarta,
(45)
37
mempunyai harapan-harapan tertentu dan ahirnya memutuskan untuk menikah. Harapan yang berlebihan dan tidak dapat diwujudkan secara nyata dalam rumah tangga akan dapat menimbulkan masalah.
2) Kurang pengertian satu dengan yang lainnya. Pasangan suami istri harus saling memahami apa kesulitan, hambatan, dan hal lainnya yang terkait dengan pasangannya. Apabila salah satu atau keduanya tidak saling memahami, maka akan mengalami kesulitan dalam hubungan perkawinan.
3) Kehilangan ketetapan untuk membangun keluarga secara langgeng. Ada sebagian orang yang memandang bahwa rumah tangga yang dibangunnya tidak dapat lagi dipertahankan. Meskipun sudah cukup waktu untuk membangun rumah tangga, mempertahankan rumah tangga bagi pasangan suami istri adalah sangat sulit.
Selain permasalahan yang disebutkan di atas, ada hal-hal lain yang juga sering menjadi masalah dalam perkawinan, yaitu kurangnya kesetiaan salah satu atau kedua belah pihak, memiliki hubungan ekstamarital pada salah satu atau kedua belah pihak, dan perpisahan di antara pasangan.52
52 Latipun, Psikologi Konseling (Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2015),
(46)
38
Permasalahan tersebut dapat dipecahkan melalui konseling dengan keinginan kedua belah pihak untuk menyelesaikannya. Konseling perkawinan dilaksanakan tidak bermaksud untuk mempertahankan suatu rumah tangga, namun membantu pasangan untuk melihat realitas yang dihadapi, dan mencoba menyusun keputusan yang tepat bagi keduanya.
Menurut para ahli, ada empat tipe konseling perkawinan, yaitu concurrent, collaborative, conjoint, dan couples group counseling.
1) Concurrent Marital Counseling
Konseling ini dilakukan secara terpisah pada setiap pasangan. Metode ini digunakan ketika salah seorang pasangan memiliki masalah psikis tertentu untuk dipecahkan tersendiri, selain juga mengatasi masalah yang berhubungan dengan pasangannya. Pendekatan ini, konselor mempelajari kehidupan masing-masing yang dijadikan bahan dalam pemecahan masalah pribadi maupun masalah yang berhubungan dengan perkawinannya.
2) Collaborative Marital Counseling
Konseling ini dilakukan oleh setiap pasangan secara individu menemui konselor yang berbeda. Metode ini digunakan ketika seorang pasangan lebih suka menyelesaikan masalah hubungan perkawinannya, sementara konselor yang lain membantu menyelesaikan masalah-masalah lain yang juga menjadi
(47)
39
perhatian kliennya. Konselor kemudian bekerjasama satu sama lain, membandingkan hasil konselingnya dan merencanakan strategi intervensi yang sesuai.
3) Conjoint Marital Counseling
Konseling ini dilakukan dengan cara suami istri bersama-sama datang ke seorang atau beberapa konselor. Metode ini digunakan ketika kedua pasangan dimotivasi untuk bekerja dalam hubungan. Conjoint counseling, konselor secara simultan melakukan konseling terhadap kedua pasangan.
4) Couples Group Counseling
Konseling ini dilakukan dengan cara beberapa pasangan secara bersama-sama datang ke seorang atau beberapa konselor. Metode ini digunakan sebagai pelengkap Conjoint counseling.
Cara ini dapat mengurangi kedalaman situasi emosional antara pasangan, selanjutnya mereka belajar dan memelihara perilaku yang lebih rasional dalam kelompok.53
Konseling perkawinan di dalamnya terdapat beberapa peran yang harus dilakukan konselor dengan tujuan agar konseling berjalan secara efektif, yaitu:
1) Konselor menciptakan hubungan (rapport) dengan klien
(48)
40
2) Konselor memberi kesempatan kepada klien untuk melakukan ventilasi, yaitu membuka perasaan-perasaannya secara luas di hadapan pasangannya
3) Konselor memberikan dorongan dan menunjukkan
penerimaannya kepada kliennya
4) Konselor melakukan diagnosis terhadap kesulitan-kesulitan klien
5) Konselor membantu klien untuk menguji kekuatan-kekuatannya dan mencari kemungkinan alternatif dalam menentukan tindakannya54
Proses konseling perkawinan ada bebera langkah yang dapat dilakukan. Langkah-langkah konseling perkawinan menurut Capuzzi dan Gross yaitu:
1) Persiapan, tahap yang dilakukan klien menghubungi konselor. 2) Tahap keterlibatan, yaitu tahap keterlibatan bersama klien. Pada
tahap ini konselor mulai menerima klien secara isyarat (nonverbal) maupun secara verbal, merefleksi perasaan melakukan klarifikasi dan sebagainya.
3) Tahap menyatakan masalah, yaitu menetapkan masalah yang dihadapi oleh pasangan. Oleh karena itu, harus jelas apa masalahnya, apa indikasinya, apa yang telah terjadi dan sebagainya.
(49)
41
4) Tahap interaksi, yaitu konselor menetapkan pola interaksi untuk penyelesaian masalah. Pada tahap ini anggota keluarga mendapatkan informasi yang diperlukan untuk memahami masalahnya dan konselor dapat melatih anggota keluarga itu berinteraksi dengan cara-cara yang dapat diikuti (misalnya pelan, sederhana, detail, dan jelas) dalam kehidupan mereka. 5) Tahap konferensi, yaitu tahap untuk meramalkan keakuratan
hepotesis dan memformulasi langkah-langkah pemecahan. Pada tahap ini konselor mendesain langsung atau memberi tugas rumah untuk melakukan atau menerapkan pengubahan ketidak berfungsinya perkawinan.
6) Tahap penentuan tujuan, tahap yang dicapai klien telah mencapai perilaku yang normal, telah memperbaiki cara berkomunikasi, telah menaikkan self esteem dan membuat keluarga lebih hangat atau harmonis.
7) Tahap ahir dan penutup, merupakan kegiatan mengahiri hubungan konseling setelah tujuannya tercapai.55
2. Konseling Perkawinan Berbasis Kitab Uqudullujain
Secara umum, proses konseling perkawinan di sini seperti pada umumnya. Pembeda dalam proses konseling perkawinan di sini yaitu dengan menggunakan kajain kitab uqudullujain sebagai pedoman peneliti ketika memberikan treatment dalam proses konseling. Kitab uqudullujain
(50)
42
ini karya Syeikh Muhammad Nawawi Bin Umar Al Jawi. Beliau adalah seorang ulama dan intelektual yang sangat produktif menulis kitab, yang meliputi bidang-bidang fiqih, tauhid, tasawuf, tafsir, dan hadis.
Kepakaran beliau tidak diragukan lagi. Syaikh Nawawi sangat produktif menulis hingga karyanya mencapai seratus judul lebih, meliputi berbagai disiplin ilmu. Banyak pula karyanya yang berupa syarah atau komentar terhadap kitab-kitab klasik. Salah satunya yaitu kitab ‘Uqudullujain.56
Syeikh Muhammad Nawawi Bin Umar Al Jawi mengatakan di mukodimah kitab Uqudullujain bahwa kitab ini sangat penting bagi orang yang menghendaki keharmonisan dalam membina rumah tangga dan keluarga. Isi dari kitab uqudullujain ini terdiri dari empat pasal. Pasal pertama menerangkan tentang hak-hak istri pada suami. Pasal kedua menerangkan tentang hak-hak suami pada istri. Pasal ketiga menerangkan tentang keutamaan sholat istri di rumah. Pasal keempat menerangkan tentang keharaman seorang laki-laki melihat wanita lain yang bukan muhrim, dan demikian sebaliknya.57
Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam proses konseling perkawinan ini yaitu:
a. Konselor menciptakan hubungan (rapport) dengan klien
56 https://id.wikipedia.org/wiki/Nawawi_al-Bantani
57 Syeikh Muhammad Nawawi Bin Umar AlJawi, Syarah ‘Uqudullujain: Etika Berumah
(51)
43
b. Konselor memberi kesempatan kepada klien untuk melakukan ventilasi, yaitu membuka perasaan-perasaannya secara luas di hadapan pasangannya
c. Konselor memberikan dorongan dan menunjukkan penerimaannya kepada kliennya
d. Konselor melakukan diagnosis terhadap kesulitan-kesulitan klien e. Konselor membantu klien untuk menguji kekuatan-kekuatannya dan
mencari kemungkinan alternatif dalam menentukan tindakannya58
3. Keharmonisan Pasangan Suami Istri
Keharmonisan hubungan adalah keharmonisan ruh. Maksudnya ruh yang akan mengantar menuju keabadian, sehingga menciptakan ketentraman, karena ketenangan dan ketentraman tidak mungkin lahir di tengah gejolak perubahan. Oleh karena itu, perlu diingat bahwa semua yang menyatu dalam ikatan perkawinan pada hakikatnya sedang menciptakan dan mengalami sesuatu yang berbeda dengan apa yang sebelum ikatan itu dinyatakan. Suami istri menciptakan kesatuan ruhani.59
Pasangan adalah benteng sekaligus pendukung, bahkan bisa menjadi wakil diri yang berada di luar dalam menghadapi aneka sesuatu.60 Suami adalah pasangan hidup istri. Sedangkan istri adalah
pasangan hidup suami. Berdasarkan pengertian tersebut dapat
58 Latipun, Psikologi Konseling (Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2015),
hal. 226.
59 M. Quraish Shihab, Pengantin Al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati, 2007), hal. 107. 60 M Quraish Shihab, Pengantin Al – Qur’an (Tangerang: Lentera Hati, 2007), hal. 4.
(52)
44
disimpulkan bahwa hubungan pasangan suami istri adalah jalan yang ditempuh untuk saling mendukung antara suami dan istri.
Pasangan suami istri dalam sebuah hubungan mempunyai peran yang berbeda. Peran suami istri sudah dijelaskan di dalam al – Qur’an bahwa laki-laki dan wanita memiliki peran yang berbeda. Seorang suami diberikan peran sebagai pemimpin rumah tangga, serta melindungi dan memberi nafkah kepada anggota keluarganya. Sedangkan seorang istri, berperan sebagai pengatur rumah tangga yang bertanggung jawab mengatur rumah tangganya di bawah kepemimpinan suami.
Allah berfirman:
اَسِلٱ ىَلَع َنوُمٰ وَ ق ُلاَجِرلٱ
ٓ
ُه للٱ َل ضَف اَمِب ِء
عَب
ٓ
مُهَض
ٓ
عَب ٰىَلَع
ٓ
ض
اَمِبَو
ٓ
اوُقَفنَأ
نِم
ٓ
مَأ
ٓ
مِهِلَٰو
ٓ ٓ
ُتَٰحِلٰ صلٱَف
َٰظِفَٰح ٌتَٰتَِٰق
ٌت
لِل
ٓ
يَغ
ٓ
ِب
اَمِب
َظِفَح
ُه للٱ
ٓ
َنوُفاَخَت يِتٰ لٱَو
ٱَو نُوُظِعَف نَُزوُشُن
ٓ
لٱ يِف نُوُرُج
ٓ
ضٱَو ِعِجاَضَم
ٓ
نُوُبِر
ٓ
نِإَف
ٓ
عَطَأ
ٓ
مُكَن
ٓ
َََف
بَت
ٓ
يَلَع اوُغ
ٓ
ًَيِبَس نِ
ٓ
َه للٱ نِإ
يِلَع َناَك
ا
ًريِبَك
ا
٣٤
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu, maka wanita yang shalih, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian, jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya, Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.”
(QS. An – Nisaa’[4]: 34)61
Ayat di atas sangat jelas menerangkan bahwa seorang suami memiliki peran sebagai pemimpin rumah tangga dan berkewajiban
61 Departemen Agama RI, AL – QUR’AN dan TERJEMAHNYA (Bandung: Penerbit
(53)
45
memberikan nafkah kepada istri dan keluarganya. Seorang suami juga wajib memberikan nasihat secara baik dan bijaksana apabila sang istri telah melakukan tugasnya dengan baik, maka sang suami tidak boleh melakukan sesuatu yang dapat menyulitkan sang istri. Seorang istri juga harus menjaga sikap dan perilakunya, serta memenuhi tanggung jawabnya sebagai istri. Sebab, baik tidaknya perilaku sang istri terhadap suami, akan menjadi lantaran baginya, apakah menjadi orang yang beruntung atau justru terjurumus ke dalam api neraka.62
Ada beberapa hal yang ikut mempengaruhi untuk peningkatan keharmonisan pasangan suami istri, yaitu komunikasi, hak dan kewajiban suami istri, dan hubungan seksual suami istri.
Pertama, komunikasi secara etimologis atau menurut asal katanya, istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin, yaitu communicatio, yang akar katanya adalah communis, tetapi bukan partai komunis dalam kegiatan politik. Arti communis di sini adalah sama, dalam arti kata sama
makna, yaitu sama makna mengenai suatu hal.63
Menurut Claude Shannon dan Warren Weaver, komunikasi merupakan penyampaian informasi, ide, perasaan (emosi), keahlian dan sebagainya, melalui penggunaan simbol-simbol, seperti kata-kata, gambar, bentuk, grafik, dan sebagainya.64
62 Abdul Syukur al-Azizi, Baiti Jannati (Yogyakarta: Saufa, 2015), hal. 12 – 14.
63 Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua Dan Anak Dalam Keluarga
(Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hal. 11.
(54)
46
Secara istilah, menurut James A.F. Stoner komunikasi adalah proses di mana seseorang berusaha memberikan pengertian dengan cara pemindahan pesan. Sedangkan menurut John R. Schemerhorn cs, komunikasi adalah proses antar pribadi dalam mengirim dan menerima simbol-simbol yang berarti bagi kepentingan mereka.65
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian informasi dengan menggunakan simbol-simbol yang berarti untuk kepentingan antar pribadi.
Komponen terjadinya komunikasi ada tiga unsur utama yaitu
komunikator sebagai pengirim pesan, pesan yang disampaikan, dan
komunikan sebagai penerima pesan dari si pengirim. Sedangkan dilihat
dari prosesnya, komunikasi ada dua macam yaitu komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal.66
Komunikasi dikatakan berhasil ketika informasi yang disampaikan kepada penerima informasi. Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi keberhasilan komunikasi, yaitu:
a. Komunikator (pemberi informasi)
Komunikator merupakan sumber dan pengirim pesan. Kepercayaan penerima pesan pada komunikator serta keterampilan komunikator dalam melakukan komunikasi menentukan keberhasilan komunikasi.
65 A. W. Widjaja, Komunikasi Dan Hubungan Masyarakat (Jakarta: Bumi Aksara, 1993),
hal. 8.
66 Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua Dan Anak Dalam Keluarga
(55)
47
b. Informasi yang disampaikan 1) Daya tarik informasi
2) Kesesuaian informasi dengan kebutuhan penerima informasi 3) Lingkup pengalaman yang sama antara pengirim dan penerima
informasi tentang informasi tersebut
4) Peran informasi dalam memenuhi kebutuhan penerima informasi
c. Komunikan (penerima informasi)
1) Kemampuan komunikan menafsirkan informasi
2) Komunikan sadar bahwa informasi yang diterima memenuhi kebutuhannya
3) Perhatian komunikan terhadap informasi yang diterima d. Konteks
Komunikasi berlangsung dalam lingkungan tertentu. Lingkungan yang kondusif (nyaman, menyenangkan, aman, menantang) sangat menunjang keberhasilan komunikasi.
e. Sistem penyampaian
Sistem penyampaian informasi berkaitan dengan metode dan media. Metode dan media yang sesuai dengan berbagai jenis indra penerima informasi yang kondisinya berbeda-beda akan sangat menunjang keberhasilan komunikasi.67
67 Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua Dan Anak Dalam Keluarga
(56)
48
Pasangan suami istri terdiri dari individu suami dan individu istri. Kedua individu tersebut masing-masing mempunyai pribadi yang telah terbentuk. Sedangkan dalam perkawinan, keharmonisan pasangan suami istri harus menyatukan kedua pribadi suami dan istri untuk mewujudkan tujuan perkawinan. Oleh karena itu, peran komunikasi dalam keharmonisan pasangan suami istri sangat penting.
Komunikasi antara suami istri harus saling terbuka, sehingga apa yang ada dalam diri suami juga diketahui oleh istri, begitu pula sebaliknya. Sekecil apapun itu harus adanya keterbukaan, seperti halnya masalah di ranjang harus saling terbuka untuk menghindarkan hal-hal yang tidak dikehendaki. Komunikasi yang terbuka akan menciptakan keharmonisan dalam rumah tangga pasangan suami istri, seperti saling pengertian, saling terbuka, saling mengisi dan akan terhindar dari kesalah pahaman.
Komunikasi dalam keharmonisan pasangan suami istri ada beberapa pola, yaitu:
a. Pola kesamaan (equality) yaitu pola komunikasi antara suami dan istri mempunyai kedudukan yang seimbang. Pola komunikasi ini merupakan pola yang diharapkan setiap pasangan.
b. Pola balanced split yaitu pola komunikasi yang masih adanya keseimbangan antara suami dan istri, tetapi masing-masing pihak mempunyai otoritas dalam bidang tertentu, sehingga seakan-akan
(57)
49
masing-masing pihak kelihatan sebagai seseorang ahli dalam bidang-bidang tertentu.
c. Pola komunikasi unbalanced split yaitu pola komunikasi interpersonal salah satu pihak suami atau istri mendominasi, kelihatan sebagai seorang ahli yang mendominasi lebih dari setengah area komunikasi. Pola komunikasi ini di satu pihak adanya kecenderungan mengontrol terhadap pihak lain dalam hal komunikasi.
d. Pola komunikasi monopoli yaitu pola komunikasi interpersonal yang salah satu pihak suami atau istri memonopoli komunikasi.68
Komunikasi pasangan suami istri di dalamnya juga terdapat sikap. Sikap adalah oraganisasi keyakinan-keyakinan seseorang mengenai sesuatu objek yang disertai adanya perasaan-perasaan tertentu yang sedikit banyak bersifat ajeg, dan memberikan dasar pada orang tersebut untuk bertindak dalam cara yang tertentu. Sikap akan memberi warna seseorang bagaimana itu bertindak. Tindakan seseorang akan dilatar belakangi oleh sikap yang ada padanya. Apa yang diperbuat suami atau istri adalah menggambarkan sedikit banyak mengenai sikapnya. Sikap akan disertai adanya perasaan yang timbul dalam melakukan tindakan. Sehingga sikap seorang istri terhadap suaminya atau sikap seorang suami terhadap istrinya mempunyai peran penting dalam hubungan pasangan suami istri. Ada beberapa hal yang melatarbelakangi adanya sikap
68 Bimo Walgito, Bimbingan &Konseling Perkawinan (Yogyakarta: Andi Yogyakarta,
(58)
50
seorang suami terhadap istrinya maupun sikap seorang istri terhadap suaminya, yaitu:
a. Sikap sebagai alat untuk mencapai tujuan
Seseorang megambil sikap tertentu terhadap sesuatu objek karena atas dasar pemikiran sampai sejauh mana objek tersebut dapat digunakan untuk mencapai tujuan, maka sikap yang muncul akan baik, positif, begitu pula sebaliknya. Fungsi ini sering disebut fungsi penyesuaian, karena dengan mengambil sikap tertentu bisa digunakan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan.
b. Sikap sebagai pertahanan ego
Terkadang orang mengambil sikap tertentu karena untuk mempertahankan egonya atau Akunya. Karena merasa harga dirinya terancam, sehingga seseorang mengambil sikap tertentu terhadap suatu objek.
c. Sikap berfungsi sebagai ekspresi nilai
Maksudnya yaitu sikap seseorang menunjukkan bagaimana nilai-nilai yang ada pada seseorang tersebut.
d. Sikap berfungsi sebagai pengetahuan
Sikap seseorang terhadap sesuatu, mencerminkan keadaan pengetahuan dari orang yang bersangkutan.69
Pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa sikap suami atau istri yang muncul pasti ada latar belakang yang mempengaruhinya. Sehingga
69 Bimo Walgito, Bimbingan &Konseling Perkawinan (Yogyakarta: Andi Yogyakarta,
(59)
51
dapat dikatakan bahwa sikap merupakan hal yang penting dalam sebuah komunikasi pasangan suami istri.
Pada umumnya, sikap dapat dibentuk dan dirubah. Namun, adapula sikap yang sulit dirubah dan mudah di rubah. Hal tersebut tergantung sejauh mana sikap itu mendarah daging pada seseorang dan sejauh mana sikap itu menjadi kerangka acuan dalam kehidupannya. Untuk mengubah dan membentuk sikap dapat ditembuh secara langsung, dengan bertukar pikiran, tatap muka, adapula dengan cara tidak langsung, yaitu dengan menciptakan suasana yang diinginkan atau melalui media masa.70
Pengubahan dan pembentukan sikap juga bisa menggunakan cara analisis sarana-tujuan yaitu dengan cara memberikan keyakinan kepada objek bahwa sikap tersebut sangat berguna dan sangat membantu dalam mencapai tujuan yang ingin dicapainya. Bila seorang istri atau suami dapat meyakinkan kepada pasangannya, maka apa yang diberikan tersebut akan diperhitungkan untuk diterima dengan baik oleh pasangannya. Namun, apabila suami atau istri tidak dapat meyakinkan, maka apa yang diberikan tersebut tidak akan diterima oleh pihak lain. Selain cara tersebut, ada beberapa komponen yang membentuk sikap, yaitu:
70 Bimo Walgito, Bimbingan &Konseling Perkawinan (Yogyakarta: Andi Yogyakarta,
(60)
52
a. Komponen kognitif, yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pendapat, pandanag, kepercayaan seseorang kepada objek sikap tertentu. Contoh: seorang istri ingin membentuk sikap keterbukaan terhadap istri, maka langkah yang harus ditempuh oleh istri yaitu memberikan pengertian-pengertian tentang sikap keterbukaan, seperti bagaiman keuntungan dalam rumah tangga. b. Komponen afektif (perasaan), yaitu perasaan yang timbul pada
seseorang terhadap objek tertentu. Perasaan tersebut bisa berupa perasaan senang atau sebaliknya. Apabila perasaan yang timbul senang, maka sikap yang muncul bersifat positif, begitu pula sebaliknya. Contoh: ketika suami berbuat sesuatu yang dikehendaki oleh istri, maka istri akan memberikan pujian atau hadiah apapun bentuknya, kemudian akan ada kemungkinan perbuatan tersebut diulang dan pada ahirnya akan mengubah sikap istri.
c. Komponen konatif (tingkah laku), yaitu dengan cara melatih bertindak, berbuat sepertia apa yang diinginkan. Apabila sudah terbiasa, maka diharapkan akan terbentuk sikap seperti yang dikehendaki. Contoh: orang tua memaksa anaknya untuk berbuat sesuai dengan apa yang diinginkannya, dalam pembentukan sikap bisa dengan memberikan pengertian-pengertian.71
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi dalam keharmonisan pasangan suami istri yang berkaitan
71 Bimo Walgito, Bimbingan &Konseling Perkawinan (Yogyakarta: Andi Yogyakarta,
(1)
108
Dari prosentase di atas, dapat diketahui bahwa tingkat keberhasilan dari konseling perkawinan berbasis kitab uqudullujain untuk meningkatkan keharmonisan pasangan suami istri adalah berhasil berdasarkan uji antara
(2)
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan, konseling perkawinan berbasis kitab uqudullujain untuk meningkatkan keharmonisan pasangan suami istri di Desa Bajing Meduro Sarang Rembang dapat peneliti simpulkan sebagai berikut:
1. Proses konseling perkawinan berbasis kitab uqudullujain untuk meningkatkan keharmonisan pasangan suami istri di Desa Bajing Meduro Sarang Rembang diberikan kepada pasangan suami istri yang menikah pada usia remaja dan masa perkawinan 3 tahun berjalan yang ingin meningkatkan keharmonisan pasangan suami istri dalam aspek komunikasi, hak dan kewajiban suami istri, hubungan seksual suami istri dengan menggunakan langkah-langkah konseling, langkah pertama yaitu identifikasi masalah untuk mengetahui bagaimana hubungan konseli suami istri di kesehariannya dan mengetahui gejala yang nampak pada keharmonisan konseli suami istri. Langkah kedua adalah diagnosa, setelah dari hasil identifikasi masalah, konselor dapat mengambil kesimpulan yaitu cara berkomunikasi pasangan suami istri terjalin kurang baik sehingga mempengaruhi keharmonisan rumah tangga pasangan suami istri dan suami istri belum mampu mengaplikasikan pengetahuan tentang hak dan kewajiban suami istri yang sehingga mempengaruhi keharmonisan rumah tangga pasangan suami istri. Langkah ketiga yaitu prognosa, menetapkan jenis bantuan atau terapi yang
(3)
110
sesuai dengan permasalahan konseli. Dalam hal ini konselor menggunakan konseling perkawinan berbasis kitab uqudullujain untuk meningkatkan keharmonisan pasangan suami istri. Langkah keempat yaitu treatment, konselor mengaplikasikan terapi yang diberikan kepada konseli dengan proses konseling perkawinan berbasis kitab uqudullujain sebagai pedoman dalam memberikan konseling. Dalam hal ini konselor menjelaskan tentang keharmonisan pasangan suami istri dalam aspek komunikasi, hak dan kewajiban suami istri, dan hubungan seksual suami istri yang diambil dari kitab uqudullujain. Langkah kelima yaitu follow up/evaluasi, mengevaluasi tindakan konseli suami istri dengan melihat perubahan-perubahan yang ada pada diri konseli suami istri setelah dilakukan konseling.
2. Hasil akhir proses pelaksanaan konseling perkawinan berbasis kitab uqudullujain untuk meningkatkan keharmonisan pasangan suami di Desa Bajing Meduro Sarang Rembang adalah dapat dikatagorikan telah berhasil. Hal tersebut dibuktikan dengan kondsi konseli suami dan istri ada perubahan dalam aspek komunikasi, pengetahuan hak dan kewajiban suami istri, dan hubungan seksual suami istri dari sebelum proses konseling hingga sesudah proses konseling. Perubahan yang terjadi masih pada tahap awal memulai dan semoga perubahan tersebut bisa diterapkan secara bertahap dan istiqomah.
B. Saran
Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis berharap kepada peneliti
(4)
111
selanjutnya agar lebih menyempurnakan hasil penelitian yang tentunya merujuk kepada hasil penelitian yang sudah ada dengan harap supaya penelitian yang akan dihasilkan nantinya dapat menjadi lebih efektif dan lebih sempurna. Maka dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut: 1. Bagi konseli
Bagi konseli suami istri agar dapat menerapkan komunikasi yang baik dan mengaplikasikan pengetahuan hak dan kewajiban sebagai suami istri di dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga keharmonisan, tujuan dan kebahagian dunia akhirat dalam menjalankan rumah tangga dapat tercapai.
2. Bagi konselor
Konselor disarankan untuk tetap memantau dan mengingatkan konseli pasangan suami istri. Selain itu konselor juga diharapkan bisa mengaplikasikan dalam kehidupan rumah tangga konselor nanti ketika sudah menikah.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Peneliti selanjutnya disarankan agar melakukan yang lebih mendalam lagi dalam meningkatkan keharmonisan pasangan suami istri dalam aspek komunikasi, pengetahuan hak kewajiban suami istri, pendidikan seksual untuk pasangan yang menikah diusia remaja.
Selain itu, apabila dalam penelitian ini terdapat banyak kekeliruan, mohon kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan pada penelitian berikutnya.
(5)
112
DAFTAR PUSTAKA
Al – Shabbagh, ahmud, Tuntunan Keluarga Bahagia Menurut Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994
Al-Azizi, Abdul Syukur, Baiti Jannati, Yogyakarta: Saufa, 2015
AlJawi, Syeikh Muhammad Nawawi Bin Umar, Syarah ‘Uqudullujain: Etika
Berumah Tangga. Terjemahan oleh Achmad Sunarto, Surabaya:
Al-Hidayah, 1994
Amin, Samsul Munir, Bimbingan Dan Konseling Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2015
Basri, Hasan, Keluarga Sakinah, Yogyakarta: Pustaka pelajar, 1997
Bungin, Burhan, Metodologi Penelitian Sosial, Surabaya: Airlangga University Press, 2001
Departemen Agama RI, AL – QUR’AN dan TERJEMAHNYA, Bandung: Penerbit Diponegoro, 2005
Djaelani, Abdul Qadir, Keluarga Sakinah, Surabaya: Bina Ilmu, 1995
Djamarah, Syaiful Bahri, Pola Komunikasi Orang Tua Dan Anak Dalam Keluarga, Jakarta: Rineka Cipta, 2004
Faqih, Aunur Rahim, Bimbingan Dan Konseling Dalam Islam, Yogyakarta: UII Press, 2001
https://id.wikipedia.org/wiki/Nawawi_al-Bantani
Khairani, Makmun, Psikologi Konseling, Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2014 Kompas, Indonesia Urutan Kedua Tertinggi Pernikahan Remaja, 13 Desember,
2015
Laela, Faizah Noer, Konseling Perkawinan Sebagai Salah Satu Upaya Membentuk Keluarga Bahagia, Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam Vol. 02, No. 01, 2012
Latipun, Psikologi Konseling, Malang: UMM Press, 2015
Machfudz, Dindin M., Sehat Menyikapi Masalah Rumah Tangga, Jakarta: Elex Media Komputindo Kompas, 2015
Mahalli, Mudjab, Menikahlah, Engkau Menjadi Kaya, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2008
(6)
Mashudi, Farid, Psikologi Konseling, Jogjakarta: IRCiSoD, 2014
Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Roesda Karya, 2007
Monografi Desa Kabupaten Rembang Tahun 2016 Desa Bajing Meduro Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang
Nawawi, Imam, Terjemah Riyadhus Shalihin, Jakarta: Pustaka Amani, 1994 Ramulyo, Moh Idris, Hukum Perkawinan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1999 Shihab, M Quraish, Pengantin Al –Qur’an, Tangerang: Lentera Hati, 2007 Sodik, Abror, Fikih Keluarga Muslim, Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2015 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung:
ALFABETA, 2010
Tim Permata Press, Undang-Undang Perkawinan & Administrasi Kependudukan, Kewarganegaraan, Surabaya: Permata Press, 2015
Walgito, Bimo, Bimbingan & Konseling Perkawinan, Yogyakarta: Andi Yogyakarta, 2000
Widjaja, A. W., Komunikasi Dan Hubungan Masyarakat, Jakarta: Bumi Aksara, 1993