6.UN REDD Factsheet 0
UNREDD di Indonesia
Total budget
Budget tersedia
Periode Proyek
Lembaga pelaksana
Donor
: 5.644.250 USD
: 5.644.250 USD
: 2009‐2011
: FAO, UNDP, UNEP dan Kementerian Kehutanan
: Norwegia
Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara dengan luas hutan tropika terbesar ketiga, dimana luas hutan ini
mencapai kurang lebih 60% dari luas daratannya. Akan tetapi, berdasarkan atas citra satelit yang
dikeluarkan oleh pemerintah, diperkirakan bahwa antara tahun 2003 sampai 2006, luas hutan ini
mengalami deforestasi dan degradasi rata‐rata sebesar 1,17 juta Ha per tahun. Deforestasi dan
degradasi hutan ini telah menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia
dan juga berkontribusi secara nyata terhadap perubahan iklim. Di level global, sekitar 17% emisi
gas rumah kaca (GHG) berasal dari kegiatan degradasi hutan dan deforestasi. Di Indonesia,
sebagian besar emisi gas rumah kaca (GHG) berhubungan dengan degradasi lahan, penggunaan
lahan yang tidak tepat, dan konversi lahan.
Konsekuensinya, Penurunan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD+) telah menjadi
prioritas yang tinggi untuk ditangani pemerintah Indonesia. Hutan mempunyai peran penting
dalam mitigasi karena hutan ini merupakan penyerap karbon yang paling penting, menyimpan
karbon lebih banyak dibandingkan dengan yang ada di udara maupun yang dalam bentuk
persediaan minyak dunia. Lebih jauh, menurut ‘Stern Review’, suatu laporan yang dikeluarkan oleh
pemerintah Inggris di akhir tahun 2006, bahwa menurunkan deforestasi merupakan suatu cara
yang sangat efektif dari segi biaya di dalam menurunkan emisi gas rumah kaca dan berpotensi
untuk dipakai dalam menurunkan emisi tersebut secara nyata dan cepat’.
Konsep REDD+ telah mempengaruhi pengelolaan hutan di Indonesia. Sejumlah proyek yang
secara sukarela dikembangkan oleh lembaga donor dan pihak swasta saat ini berada dalam
berbagai macam tahap pengembangan. Pemerintah provinsi dan kabupaten sedang
mengembangkan kebijakan‐kebijakan terkait dengannya dan telah memperlihatkan
ketertarikannya untuk mengembangkan REDD+ sebagai suatu usaha untuk memperkuat
pembangunan kehutanan di wilayahnya. Akan tetapi, meningkatnya berbagai inisiatif REDD+ di
tingkat propinsi dan kabupaten ini belum secara nyata disinkronkan dengan proses yang sedang
berjalan di level nasional. Keadaan seperti ini telah membuat usaha‐usaha yang dilakukan oleh
pemerintah untuk melangkah maju lewat pendekatan nasional dengan implementasi di sub‐
nasional menjadi lebih kompleks
Suatu Program Kerjasama Perserikatan Bangsa‐Bangsa (PBB) pada Penurunan Emisi dari
Deforestasi dan Degradasi Hutan di Negara‐negara Berkembang (UN‐REDD Programme) telah
diluncurkan pada bulan September 2008 oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa‐Bangsa Ban
Ki‐moon dan Perdana Menteri Norwegia. Program UN‐REDD yang diajukan oleh Indonesia telah
disetujui pendanaannya oleh Komite Kebijakan Program UN‐REDD (the UN‐REDD Programme
Policy Board) pada bulan Maret 2009. Indonesia merupakan salah satu Negara dari Sembilan
Negara contoh untuk awal program ini. Lembaga‐lembaga di bawah PBB menerapkan pendekatan
yang terkoordinasi dalam program UN‐REDD ini, dengan melihat atas kompetensi dari berbagai
lembaga‐lembaga PBB tersebut, tetapi sasaran hasilnya adalah satu hasil tunggal.
Tujuan
Tujuan dari Program UN‐REDD di Indonesia adalah untuk membantu pemerintah Indonesia dalam
mengembangkan dan mengorganisir suatu arsitektur REDD+ yang adil, setara dan transparan,
termasuk di dalamnya dalam mencapai kesiapan menyambut REDD (REDD‐Readiness). Tujuan ini
hanya dapat dipenuhi melalui suatu kerjasama yang erat antara pemerintah Indonesia, lembaga
donor dan mitra pembangunan maupun masyarakat luas, lembaga swadaya masyarakat dan pihak
swasta. Pemfasilitasian dan penguatan multipihak dalam diskusi‐diskusi, partisipasi dan
komunikasi menjadi hal yang krusial bagi pencapaian tujuan program ini.
Program ini juga ditujukan untuk menyediakan suatu contoh yang berhasil dalam menentukan
suatu Referensi Level Emisi (Reference Emission Level‐REL), suatu sistem pengukuran, pelaporan
dan verifikasi (Measuring, Reporting and Verification System‐MRV), dan sistem pembayaran yang
adil pada level propinsi dengan berdasarkan atas arsitektur REDD+ nasional.
Sehubungan dengan adanya sistem desentralisasi pemerintahan di Indonesia, pembangunan
kapasitas menjadi hal yang utama dalam penerapan REDD+ di pemerintahan desentralisasi
khususnya di level kabupaten. Kegiatan ini mencakup juga pemberdayaan para pihak yang ada di
daerah sehingga mereka nantinya akan dapat memperoleh manfaat dari arsitektur REDD+.
Hasil‐hasil
Program ini akan menunjang kegiatan pemerintah Indonesia dalam mengembangkan arsitektur
REDD+ yang adil, setara dan tidak bias. Kepemilikan program ini oleh pemerintah sangat kuat dan
pemerintah sendiri ikut serta dan memberikan berbagai masukan ke perbagai pertemuan Komite
Kebijakan (Policy Board Meetings). Program ini akan berkontribusi ke dalam proses dimana
partisipasi para pihak terkait dan pemberdayaan para pihak di lokal menjadi hal yang penting.
Pertemuan dengan Organisasi Masyarakat Sipil telah memberikan masukan‐masukan yang penting
dan telah memperkuat inisiatif ini.
Lebih jauh, UN‐REDD berkontribusi secara nyata terhadap pembelajaran REDD+ melalui penyiapan
proyek‐proyek percontohan.
Implementasi REDD+ seharusnya berkontribusi secara nyata terhadap penurunan emisi gas rumah
kaca yang terkait dengan kehutanan dan pada waktu yang sama meyakinkan perlindungan yang
terus menerus pada keanekaragaman hayati yang sangat bernilai yang ada di hutan‐hutan tropika
Indonesia dan juga berkontribusi terhadap pengurangan tingkat kemiskinan.
Total budget
Budget tersedia
Periode Proyek
Lembaga pelaksana
Donor
: 5.644.250 USD
: 5.644.250 USD
: 2009‐2011
: FAO, UNDP, UNEP dan Kementerian Kehutanan
: Norwegia
Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara dengan luas hutan tropika terbesar ketiga, dimana luas hutan ini
mencapai kurang lebih 60% dari luas daratannya. Akan tetapi, berdasarkan atas citra satelit yang
dikeluarkan oleh pemerintah, diperkirakan bahwa antara tahun 2003 sampai 2006, luas hutan ini
mengalami deforestasi dan degradasi rata‐rata sebesar 1,17 juta Ha per tahun. Deforestasi dan
degradasi hutan ini telah menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia
dan juga berkontribusi secara nyata terhadap perubahan iklim. Di level global, sekitar 17% emisi
gas rumah kaca (GHG) berasal dari kegiatan degradasi hutan dan deforestasi. Di Indonesia,
sebagian besar emisi gas rumah kaca (GHG) berhubungan dengan degradasi lahan, penggunaan
lahan yang tidak tepat, dan konversi lahan.
Konsekuensinya, Penurunan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD+) telah menjadi
prioritas yang tinggi untuk ditangani pemerintah Indonesia. Hutan mempunyai peran penting
dalam mitigasi karena hutan ini merupakan penyerap karbon yang paling penting, menyimpan
karbon lebih banyak dibandingkan dengan yang ada di udara maupun yang dalam bentuk
persediaan minyak dunia. Lebih jauh, menurut ‘Stern Review’, suatu laporan yang dikeluarkan oleh
pemerintah Inggris di akhir tahun 2006, bahwa menurunkan deforestasi merupakan suatu cara
yang sangat efektif dari segi biaya di dalam menurunkan emisi gas rumah kaca dan berpotensi
untuk dipakai dalam menurunkan emisi tersebut secara nyata dan cepat’.
Konsep REDD+ telah mempengaruhi pengelolaan hutan di Indonesia. Sejumlah proyek yang
secara sukarela dikembangkan oleh lembaga donor dan pihak swasta saat ini berada dalam
berbagai macam tahap pengembangan. Pemerintah provinsi dan kabupaten sedang
mengembangkan kebijakan‐kebijakan terkait dengannya dan telah memperlihatkan
ketertarikannya untuk mengembangkan REDD+ sebagai suatu usaha untuk memperkuat
pembangunan kehutanan di wilayahnya. Akan tetapi, meningkatnya berbagai inisiatif REDD+ di
tingkat propinsi dan kabupaten ini belum secara nyata disinkronkan dengan proses yang sedang
berjalan di level nasional. Keadaan seperti ini telah membuat usaha‐usaha yang dilakukan oleh
pemerintah untuk melangkah maju lewat pendekatan nasional dengan implementasi di sub‐
nasional menjadi lebih kompleks
Suatu Program Kerjasama Perserikatan Bangsa‐Bangsa (PBB) pada Penurunan Emisi dari
Deforestasi dan Degradasi Hutan di Negara‐negara Berkembang (UN‐REDD Programme) telah
diluncurkan pada bulan September 2008 oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa‐Bangsa Ban
Ki‐moon dan Perdana Menteri Norwegia. Program UN‐REDD yang diajukan oleh Indonesia telah
disetujui pendanaannya oleh Komite Kebijakan Program UN‐REDD (the UN‐REDD Programme
Policy Board) pada bulan Maret 2009. Indonesia merupakan salah satu Negara dari Sembilan
Negara contoh untuk awal program ini. Lembaga‐lembaga di bawah PBB menerapkan pendekatan
yang terkoordinasi dalam program UN‐REDD ini, dengan melihat atas kompetensi dari berbagai
lembaga‐lembaga PBB tersebut, tetapi sasaran hasilnya adalah satu hasil tunggal.
Tujuan
Tujuan dari Program UN‐REDD di Indonesia adalah untuk membantu pemerintah Indonesia dalam
mengembangkan dan mengorganisir suatu arsitektur REDD+ yang adil, setara dan transparan,
termasuk di dalamnya dalam mencapai kesiapan menyambut REDD (REDD‐Readiness). Tujuan ini
hanya dapat dipenuhi melalui suatu kerjasama yang erat antara pemerintah Indonesia, lembaga
donor dan mitra pembangunan maupun masyarakat luas, lembaga swadaya masyarakat dan pihak
swasta. Pemfasilitasian dan penguatan multipihak dalam diskusi‐diskusi, partisipasi dan
komunikasi menjadi hal yang krusial bagi pencapaian tujuan program ini.
Program ini juga ditujukan untuk menyediakan suatu contoh yang berhasil dalam menentukan
suatu Referensi Level Emisi (Reference Emission Level‐REL), suatu sistem pengukuran, pelaporan
dan verifikasi (Measuring, Reporting and Verification System‐MRV), dan sistem pembayaran yang
adil pada level propinsi dengan berdasarkan atas arsitektur REDD+ nasional.
Sehubungan dengan adanya sistem desentralisasi pemerintahan di Indonesia, pembangunan
kapasitas menjadi hal yang utama dalam penerapan REDD+ di pemerintahan desentralisasi
khususnya di level kabupaten. Kegiatan ini mencakup juga pemberdayaan para pihak yang ada di
daerah sehingga mereka nantinya akan dapat memperoleh manfaat dari arsitektur REDD+.
Hasil‐hasil
Program ini akan menunjang kegiatan pemerintah Indonesia dalam mengembangkan arsitektur
REDD+ yang adil, setara dan tidak bias. Kepemilikan program ini oleh pemerintah sangat kuat dan
pemerintah sendiri ikut serta dan memberikan berbagai masukan ke perbagai pertemuan Komite
Kebijakan (Policy Board Meetings). Program ini akan berkontribusi ke dalam proses dimana
partisipasi para pihak terkait dan pemberdayaan para pihak di lokal menjadi hal yang penting.
Pertemuan dengan Organisasi Masyarakat Sipil telah memberikan masukan‐masukan yang penting
dan telah memperkuat inisiatif ini.
Lebih jauh, UN‐REDD berkontribusi secara nyata terhadap pembelajaran REDD+ melalui penyiapan
proyek‐proyek percontohan.
Implementasi REDD+ seharusnya berkontribusi secara nyata terhadap penurunan emisi gas rumah
kaca yang terkait dengan kehutanan dan pada waktu yang sama meyakinkan perlindungan yang
terus menerus pada keanekaragaman hayati yang sangat bernilai yang ada di hutan‐hutan tropika
Indonesia dan juga berkontribusi terhadap pengurangan tingkat kemiskinan.