GEBRAKAN LAZISMUH PP MUHAMMADIYAH

GEBRAKAN LAZISMUH PP MUHAMMADIYAH
Kesadaran untuk mengefektifkan pengelolaan zakat, infaq dan sadaqah
sebenarnya sudah lama ada di masyarakat Muslim, termasuk di komunitas
Muhamamdiyah. Di Krakitan Bayat, Klaten, Jateng misalnya, masyarakat desa
setempat dengan dipimpin oleh seorang guru Madrasah Ibtidaiyah telah
memprakarsai upaya pengelolaan dana umat ini, untuk kemudian didistribusikan
kembali kepada masyarakat. Proses ini berlangsung lancar, dengan adanya
dampingan dari LP3ES Klaten.
Masyarakat Muslim setempat kemudian dapat merasakan meningkatnya
kesejahteraan, berkat distribusi dana dari lembaga pengelola dana umat ini.
Mereka yang membutuhkan dana untuk investasi usaha dapat memanfaatkan dana
ini sehingga usahanya dapat terus berkembang. Masyarakat pun kemudian
memiliki kesempatan untuk memelihara dan mengembangkan lingkungannya,
mereka menghijaukan pegunungan yang ada di sekitarnya, sebab mereka mudah
mendapatkan modal usaha yang dapat memberi keuntungan berarti. Mereka tidak
lagi terpaksa merusak lingkungan demi mendapatkan sekadar uang. Yang lebih
mengharukan lagi, keutuhan dan kerukunan masyarakat juga terjaga karena
biasanya sebelum acara resmi, diadakan pengajian bersama dulu. Hanya mereka
yang aktif pengajian yang boleh melakukan simpan pinjam.
Demikian juga yang terjadi di Malang dan di kalangan pedagang Muslim di DKI
Jakarta. Ketika mobilisasi dana zakat, infaq dan shadaqah dilakukan, kemudian

dilengkapi dengan upaya distribusi yang transparan dan pendampingan usaha,
dana umat itu cukup efektif untuk mensejahterakan masyarakat. Usaha menjadi
lancar karena tidak dikejar-kejar lintah darat atau bank plecit setiap hari. Mereka
dapat menabung jika mendapat keuntungan yang lumayan.
Bahkan kemudian terjadi ‘mobilitas sosial secara vertikal’. Mereka yang semula
berposisi sebagai penerima zakat (mustahik) kemudian mampu mengubah dirinya
meningkat menjadi pembayar zakat (muzakki). Ini sungguh merupakan dakwah
bil hal yang sangat nyata karena mampu mengubah ‘peta ekonomi umat’ meski
secara pelan-pelan. Dalam jangka panjang dapat merupakan gejala yang
signifikan. Gejala berubahnya status dari penerima zakat menjadi pembayar zakat
sekarang ini merupakan gejala yang umum di mana-mana ketika pengelolaan
zakat, infaq dan shadaqah digencarkan dan dilaksanakan secara tertib dan
bermanajemen yang baik dan sehat.
Kemudian ada sebuah PCM, yaitu PCM Weleri, Kab. Kendal, Jateng yang
melakukan rintisan pengelolaan zakat. Kegiatan ini berhasll, kemudian diperluas
sampai ke tingkat PDM Kendal. Hasilnya menggembirakan, karena kemudian
mampu memobilisasi dan mendistribusi dana zakat sampai sejumlah ratusan juta
rupiah setiap tahunnya.Dengan rekor tertinggi pengumpulan tetap pada Weleri.
Dalam waktu selanjutnya, program ini menjadi program unggulan PDM Kendal.
Banyak PDM lain, juga PCM dari luar yang datang ke Kendal untuk ‘berguru;

bagaimana memobilisasi dan mendistribusi dana umat. Bahkan dalam kasus
Kendal ini, jangkauan distribusi dana umat ini tidak terbatas pada komunitas
Muhammdiyah saja, komunitas Muslim di luar persyarikatan justru lebih banyak
yang mendapat sentuhan dan santunan dana dari zakat, infaq dan shadaqah ini.

Ketika dicermati, meningkatnya jumlah dana yang terkumpul ini berkaitan erat
dengan meningkatnya kesejahteraan warga, anggota dan simpatisan persyarikatan
di tempat itu. Untuk Weleri misalnya banyak pedagang pasar yang berasal dari
komunitas Muhammadiyah yang juga dikenal sebagai komunitas yang ahli
dagang dan ahli berusaha, yaitu komunitas Muslim Jatinom, Klaten. Karena
tempat asal mereka adalah komunitas Muhammadiyah maka ketika mereka berada
di Weleri pun kemudian juga menggerakkan Muhammadiyah. Antara lain merintis
pengelolaan dana zakat, infaq dan shadaqah ini.
Gerakan umat menolong dirinya sendiri lewat mobilisasi dan distribusi zakat ini
sekarang tumbuh di mana-mana. Banyak PDM dan PWM, juga amal usaha
Muhammadiyah seperti univeritas dan rumah sakit yang memiliki lembaga seperti
ini. Ada juga yang dalam sekala besar dan nasional seperti yang dapat dikaji dari
kasus Dompet Dluafa yang awalnya dikenalkan dan digerakkan oleh Harian
Republika, yang sekarang sudah mampu memfasilitas terjadinya proses mobilitas
ekonomi secara vertikal bagi perseorangan dan kelompok dampingan. Ada yang

dalam skala lokal seperti yang tumbuh di berbagai kota dan desa. Manfaatnya
sangat dirasakan, karena dapat menyentuh langsung pada umat paling bawah,
yang biasanya menderita, atau menjadi pelaku ekonomi lemah yang perlu
diberdayakan dan dikuatkan. Mereka yang selama ini ditindas, dianiaya dan
dikalahkan oleh negara lewat berbagai kebijakan ekonominya yang diskriminatif
terhadap rakyat kecil dan pengusaha kecil dan hanya memanjakan konglomerat
sekarang telah bangkit lewat pintu agama dan pintu ekonomi yang diupayakan
secara mandiri. Ini merupakan inti dari gerakan ekonomi kerakyatan yang
sesungguhnya di Indonesia.
Lalu lahirlah lembaga amil zakat, infaq dan shadaqah yang dibentuk oleh PP
Muhammadiyah.Lahirnya lembaga amil zakat, infaq dan shadaqah secara nasional
yang dibentuk persyarikatan Muhammadiyah ini pada awalnya adalah dalam rapat
pleno PP Muhammadiyah pada 30 Mei 2002. Rapat pleno itu antara lain
membahas tentang upaya untuk mengangkat keberadaan Badan Zakat yang
semula dibentuk oleh Majelis Wakaf dan Kehartabendaan PP Muhammadiyah.
“Badan Zakat yang dirintis Majelis Wakaf dan Kehartabendaan ini dalam rapat
pleno itu diputuskan untuk diangkat ke tingkat yang lebih tinggi, disempurnakan
agar sepadan dengan kebesaran Muhammadiyah,” kata Hajriyanto Y Thohari,
Sekretaris Badan Pengurus Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah
Muhammadiyah (Lazismuh).

Struktur Lembaga Zakat ini kemdian disempurnakan dengan adanya Wali
Amanah, Dewan Syari’ah, Badan Pengurus dan Badan Pengawas. Kedudukan
lembga ini kemudian dikukuhkan oleh PP Muhammadiyah dengan Surat
Keputusan No. 104/KEP/I.0/B/2002..
Kelahiran Lazismuh PP Muhammadiyah ini langsung disambut baik oleh umat
Islam. Terbukti langsung mendapat tanggapan berupa datangnya uang zakat, infaq
atau shadaqah ke lembaga ini. Dalam gebrakan pertama terkumpul uang sebanyak
Rp 5.537.000,- Laporan perkembangan pemasukan dana ke lembaga ini dapat
dibaca di majalah ini di bagian lain, yang untuk selanjutnya akan dimuat secara
rutin.

Menurut penjelasan Faozan Amar, SE, Direktur Eksekutif LAZISMUH,
sebenarnya pada awalnya, berdasar keputusan Muktamar, pengelolaan ZIS ini
dilakukan Baitul Maal Muhammadiyah yang kemudian menjadi Yayasan Baitul
Maal Muhammadiyah. Namun dengan adanya himbauan dari pemerintah agar
lembaga pengelolan ZIS terdaftar resmi, maka Majelis Wakaf dan Kehartabendaan
PP Muhammadiyah mengajukan kepada Menteri Agama tahun 2001 agar Yayasan
Baitul Maal Muhammadiyah berubah menjadi LAZ Nasional. Kemudian berdasar
SK Menteri Agama ditetapkan LAZMUPU (Lembaga Amil Zakat
Muhammadiyah Pusat) sebagai Lembaga Amil Zakat Nasional (LAZ Nasional).

“Dalam perkembangannya, oleh PP Muhammadiyah lembaga ini disempurnakan
lagi sehingga terbentuklah LAZISMUH yang sekarang ini,” kata Faozan.
Menurut penjelasannya, jika lembaga ini telah terdaftar di Depag dan mendapat
pengesahan Depag maka LAZISMUH akan memenuhi ketentuan yang telah
ditetapkan sesuai dengan SK Menteri Agama. Ketentuan itu adalah, harus
memberikan l,aporan secara resmi kepada pemerintah menyangkut jumlah
penerimaan dan pemanfaatan, bersedia diaudit oleh akuntan publik indepeneden
dan muzaki yang membayar lewat Laz Nasional atau yang lembaganya terdaftar
di Depag) bisa memiliki pengurang penghasilan kena pajak.
Sedang menurut Prof Drs H. Asymuni Abdurrahman, Lazismuh memang dibentuk
untuk mengefektifkan pengumpulan zakat, baik pemungutannya maupun
pendayagunaannya. Baik berasal dari kalangan Muhammadiyah maupun dari
simpatisan persyarikatan.
Sebenarnya UU tentang zakat telah lama diundangkan. Akan tetapi umat Islam
belum menindaklanjuti secara baik. Pemerintah sebenarnya sudah mengizinkan
dibuka dan dibentuknya badan pengumpul zakat ini. “Untuk itulah Lazismuh
dibentuk,” tuturnya.
Yang menjadi masalah, saat ini belum ada kesepakatan antara MUI dengan
Kantor Pajak. Kalau nanti sudah ada kesepakatan, penarikan zakat dapat diakui
sebagai pajak yang telah dibayar. Artinya, seorang wajib pajak bisa dikurangi

pajaknya setelah membayar zakat. Hal ini bisa dilakukan jika administrasi
penarikan zakat maupun pajak sudah tertib dan terkoordinasi dengan baik. “Untuk
itu diperlukan kerja keras dari umat Islam dalam merealisasikan UU ini,” tambah
Pak Asymuni.
Mengingat kenyataan bahwa pengelolaan zakat,infaq dan shadaqah yang
dilakukan oleh Muhammadiyah baru bersifat daerah atau lokal maka perlu
dibentuk lembaga yang bersifat nasional.
“Secara nasional lembaga ini memang baru dibentuk sekarang, karena kita
berharap dan mencoba lebih mengotimalkan penggalian zakat, infaq dan shadaqah
di kalangan Muhammadiyah. Jadi Lazis Muhammadiyah ini merupakan
pengembangan lebih lanjut dari lazis-l;azis sejenis yang ada sebelumnya yang
terpencar-pencar. Tetapi perlu diketahui bahwa kelahiran Lazismuh di tingkat
pusat ini tidak akan mematikan lembaga sejenis yang ada di amal usaha maupun
yang ada di daerah atau di wilayah-wilayah. Untuk ini Lazismuh pusat juga tidak
akan mempunyai struktur ke bawah. Jadi berdiri sendiri tingkat pusat dan yang
lain jalan terus tidak ada masalah,” kata Hajriyanto.

Menurut Hajriyanto, tidak akan terjadi dualisme. Dana zakat infaq dan shadaqah
yang selama ini diambil daerah terus dapat diambil oleh daerah. Sebab ini sangat
baik untuk memenuhi kepentingan lokal. Untuk pengelolaan di Kendal misalnya,

itu bagus. Tetapi terbatas untuk Kendal saja. Banyak daerah lain yang belum
punya lembaga serupa.
Jadi dalam kaitan ini Lazismuh yang dikelola PP Muhammadiyah akan disalurkan
untuk kepentingan yang lebih luas. Penyalurannya dilakukan PP Muhammadiyah
sendiri. Sebab lembaga ini profesional. Badan pengurusnya bekerja full time,
untuk menampung dan menyalurkannya. Semua akan dilaporkan secara
transparan melalui Majalah Suara Muhammadiyah.
“Kami yakin, masih banyak orang yang percaya kepada Muhammadiyah. Masih
banyak orang yang percaya untuk menyalurkan ZISnya ke Muhammadiyah.
Bahkan masih banyak orang yang hanya percaya menyalurkan ZISnya ke
Muhammadiyah. Insya Allah sebagai lembaga Islam yang sampai hari ini dan
mudah-muahan seterusnya yang masih kredibel dan juga masih kapabel untuk
mendayagunakan ZIS ini, lembaga ini akan berkembang pesat. Saya yakin sekali.
Apalagi kalau akuntabilitas publiknya bisa kita wujudkan melalui laporan-laporan
yang bisa dibaca oleh publik dan orang akhirnya percaya bahwa penyaluran zakat
ini juga bukan hanya sesuai dengan sasaran-sasaran yang ditentukan oleh syariat
Islam tetapi juga lebih profesional dalam penyalurannya. Penyaluran atau
distribusi dana ini tidak semata-mata untuk kebutuhan konsumtif, tetapi juga
disalurkan untuk mendukung usaha-usaha yang produktif.
“Untuk itu Badan Pengurus ini seiring dengan perkembangan ZIS itu sendiri akan

makin kita perbesar sehingga makin profesional dengan pembagian kerja yang
makin baik. Pada awalnya pengurus ini cuma dua orang misalnya, kita ingin pada
tahun ke tiga pengurusnya sudah bisa di atas 10-20 orang misalnya. Mereka itu
tenaga profesional yang full time mengelola lembaga ini.Dengan demikian
Lazismuh benar-benar akan menjadi lembaga yang terpercaya,:” tambah
Hajriyanto.
Lembaga ini sudah jalan dan sudah membuka rekening. Juga sudah membuka
kesempatan kepada keluarga Muhammadiyah maupun simpatisan untuk mengirjm
dananya ke lembaga ini. Semua yang mempercayai lembaga Muhammadiyah
diharap untuk menyalurkan ZISnya ke Muhammadiyah.
“Selaku Sekretaris dan Badan Pengusur Lazismuh saya menyerukan kepada
segenap warga persyarikatan dan para simpatisan untuk melaksanakan zakat dan
menyalurkannya melalui Lazis Muhammadiyah. Kmudian juga kepada pimpinanpimpinan amal usaha Muhammadiyah kami serukan untuk memobilisasi
pembayaran zakat dari karyawannya. Demikian juga kepada masjid-masjid dan
pengajian Muhammadiyah, kami serukan untuk membayar zakat, infaq dan
sadaqah ini. Mari kita coba untuk menjadikan gerakan ZIS ini betul-betul sebagai
gerakan dari bawah warga Muhammadiyah sendiri yang mampu menghidupi
gerakan kita. Kepercayaan kepada Muhammadiyah perlu kita wujudkan dalam
bentuk kepercayaan yang konkret lewat gerakan ini. Saya percaya, jangankan
warga Muhammadiyah dan simpatisannya, bahkan orang-orang di luar

Muhammadiyah pun menaruh kepercayaan yang tinggi kepada Muhammadiyah

dan salah satunya dengan menaruh kepercayaan yang tinggi terhadap lazismuh
ini,” ungkap Hajriyanto.(Bahan, ron, fi’, tof, Penulis: tof)

Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 17-02