ANESTESI LOKAL DAN ANESTESI UMUM KELOMPOK 3 | Karya Tulis Ilmiah

FARMAKOLOGI IKG

ANESTESI LOKAL &
ANESTESI UMUM

LAPORAN FARMAKOLOGI

ANESTESI LOKAL DAN ANESTESI UMUM

KELOMPOK 3
Anggota Kelompok :
1.
2.
3.
4.
5.

I.

Kurnia Ramadhani Aziza
Bagus Manik Panji

Eri Septiana
Damairia Hayu Parmasari
Prima Aretha Sari

8675
8679
8682
8685
8687

DEFINISI
a. Anestesi Lokal
Anestesi lokal merupakan obat yang diberikan secara topikal untuk menghambat
konduksi sel saraf. Hambatan konduksi tersebut akan menyebabkan rangsang nyeri dari perifer
tidak sampai ke sistem saraf pusat sehingga tidak akan menimbulkan persepsi nyeri. Hambatan
ini bersifat reversible dan tidak menimbulkan kerusakan struktural pada sel.
b. Anastesi Umum
Anastesi umum adalah obat yang diberikan untuk meniadakan persepsi terhadap semua
rangsangan.Anastesi ini dapat digunakan untuk berbagai tindakan pembedahan atau
operasi.Biasanya diberikan secara inhalasi atau injeksi intravena.


II.

ADMINISTRASI OBAT
1. Anestesi Lokal
Penggunaan anestesi lokal pada daerah yang kaya pembuluh darah, misalnya mukosa
trakea, memiliki kecepatan absorpsi yang lebih cepat serta menghasilkan kadar obat dalam darah
yang tinggi. Sebaliknya apabila anestesi lokal diinjeksikan pada daerah yang miskin pembuluh
darah misalnya tendon kecepatan absorbsinya akan lebih rendah. Pada anestesi regional yang

FARMAKOLOGI IKG

ANESTESI LOKAL &
ANESTESI UMUM

meliputi penyekatan saraf besar, kadar maksimum anestetik lokal dalam darah akan
menurunsesuai dengan tempat pemberiannya, yakni interkostal (tertinggi) > kaudal > epidural >
pleksus brakhialis > nervus skiatikus (terendah).
Klasifikasi administrasi anastesi lokal



Anestesi permukaan, yaitu pengolesan atau penyemprotan analgetik lokal diatas selaput
mukosa seperti mata, hidung atau faring.



Anestesi infiltrasi, yaitu penyuntikan larutan analgetik lokal langsung diarahkan di sekitar
tempat lesi, luka atau insisi. Cara infiltrasi yang sering digunakan adalah blokade lingkar dan
obat disuntikkan intradermal atau subkutan.



Anestesi blok, yaitu penyuntikan analgetik lokal langsung ke saraf utama atau pleksus saraf.



Analgesi regional intravena, yaitu penyuntikan larutan analgetik lokal intravena.
Absorpsi anestesi lokal yang diinjeksikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, meliputi

dosis, daerah injeksi, ikatan obat jaringan, vasokonstriktor dan karateristik fisiko kimia obat.

2. Anestesi umum


Parenteral (intramuskular/intravena). Digunakan untuk tindakan yang singkat atau induksi
anestesi. Umumnya diberikan Tiopental, namun pada kasus tertentu dapat digunakan
ketamin, diazepam, dan lain-lain. Tindakan yang membutuhkan penggunaan anestesi
parenteral dalam waktu lama administrasinya dikombinasikan dengan cara lain.



Anestesi inhalasi, yaitu anestesi dengan menggunakan gas atau cairan anestesi yang mudah
menguap sebagai zat anestesi melalui udara pernafasan. Zat anestetik yang digunakan berupa
campuran gas (dengan O2) dan konsentrasi zat anestetik tersebut tergantung dari tekanan
parsialnya. Tekanan parsial dalam jaringan otak akan menentukan kekuatan daya anestesi, zat
anestetik tersebut dikatakan bila dengan tekanan parsial yang rendah sudah dapat
memberikan anestesi yang adekuat.

III.

FAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK

a. Anestesi Lokal
Farmakokinetik

FARMAKOLOGI IKG

ANESTESI LOKAL &
ANESTESI UMUM

Absorbsi dari anastesi lokal umumnya melalui selaput lendir dan dapat berlangsung
sangat cepat dan baik, misalnya pada kokain, lidokain, prilokain dan tetrakain.Distribusinya
berlangsung dengan pesat ke semua organ dan jaringan dalam tubuh.Sebaliknya, absorbsi prokain
di kulit buruk, sehingga tidak efektif apabila di aplikasikan secara topikal. Metabolisme dari
kebanyakan anastesi lokal kelompok ester didegradasi dalam hati melalui proses hidrolisis oleh
enzim esterase dan di dalam plasma oleh enzim kolinesterase. Zat-zat amida dirombak secara
perlahan oleh enzim amidase di hati. Proses eksresi terutama melalui ginjal. Penggunaan anastesi
lokal tidak dianjurkan untuk penderita kerusakan hati.
Kecepatan onset dan daya kerjanya dipengaruhi oleh lipofitas, pKa, derajat pengikatan
pengikatan pada protein serta derajat vasodilatasi.
Farmakodinamik
Potensial aksi saraf terjadi karena adanya peningkatan sesaat dari permeabilitas membran

terhadap ion Na+ akibat depolarisasi ringan pada membran. Proses fundamental inilah yang
dihambat oleh anestetik lokal. Hal ini terjadi akibat interaksi langsung antara zat anestetik lokal
dengan kanal Na+ yang peka terhadap adanya perubahan voltase muatan listrik. Dengan semakin
bertambahnya efek anestesi lokal di dalam saraf, maka ambang rangsang membran akan
meningkat secara bertahap, kecepatan peningkatan potensial aksi menurun, konduksi impuls
melambat dan faktor pengaman konduksi saraf juga berkurang. Faktor- faktor ini akan
mengakibatkan penurunan penyaluran rangsang potensial aksi dan dengan demikian
mengakibatkan kegagalan saraf.
Cara kerja utama obat anestetik lokal ialah bergabung dengan reseptor spesifik yang
terdapat pada kanal Na, sehingga mengakibatkan terjadinya blokade pada kanal tersebut, dan hal
ini akan mengakibatkan hambatan gerakan ion melalui membran.
Onset, intensitas, dan durasi blokade saraf ditentukan oleh ukuran dan lokasi anatomis.
Anestetika lokal umumnya kurang efektif pada jaringan yang terinfeksi dibanding jaringan
normal, karena biasanya infeksi mengakibatkan asidosis metabolik lokal, dan menurunkan pH.
b. Anastesi umum
Farmakokinetik:
 Anestetika InhalasiObat-obat ini diberikan sebagai uap melalui saluran nafas. Resorpsi
cepat melalui paru-paru, ekspresinya melalui gelembung paru (alveoli) yang biasanya
dalam keadaan utuh.Contoh dari anestetika inhalasi yaitu gas tertawa, halotan, enfluran,
isofluran dan sevofluran.

 Anestetika IntravenaContoh dari anestetika intravena yaitu tiopental, diazepam, dan
midazolam, ketamin, dan propofol. Obat-obat ini juga dapat diberikan dalam suppositoria
secara rektal, tetapi resorpsinya kurang teratur.

FARMAKOLOGI IKG

ANESTESI LOKAL &
ANESTESI UMUM

Kebanyakan anestetika umum tidak dimetabolisme oleh tubuh, karena tidak bereaksi
secara kimiawi dengan zat-zat faali.Oleh karena itu, teori yang mencoba menerangkan khasiatnya
selalu didasarkan atas sifat fisiknya, misalnya tekanan parsial udara yang diinhalasi, daya fusi dan
kelarutannya dalam air, darah dan lemak. Semakin besar kelarutan suatu zat dalam lemak,
semakin cepat difusinya ke dalam jaringan lemak dan semakin cepat tercapainya kadar yang
diinginkan dalam SSP.
Farmakodinamik:
Hipotesis memperkirakan bahwa anestesi umum di bawah pengaruh protein SSP dapat
membentuk hidrat dengan air yang bersifat stabil.Hidrat gas ini, kemungkinan merintangi
transmisi rangsang di sinaps yang kemudian memunculkan efek anestesia.
IV.


TOKSISITAS
Toksisitas umumnya terjadi pada lokasi bekas suntikan, berupa edema, abses nekrosis dan
gangren.Komplikasi infeksi hampir selalu disebabkan oleh kelalaian dalam pelaksanaan tindakan
asepsis dan antisepsis.
Toksisitas dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
a. Jumlah larutan yang disuntikan
b. Konsentrasi obat
c. Ada tidak nya adrenalin
d. Vaskularisasi tempat suntikan
e. Absorbsi obat
f.

Laju destruksi obat

g. Hipersesitivitas
h. Usia
i.

Keadaan umum


j.

Berat badan

Efek samping terhadap Sistem Tubuh
a. Pada sistem Kardiovaskuler
1. Depresi automatitis miokard
2. Depresi kontraktilitas miokard
3. Dilatasi arterior
4. Dosis yang besar dapat menyebabkan distritmia/kolaps sirkulasi
b. Pada sistem Pernapasan
Relaksasi otot polos bronkus napas berhenti akibat paralise saraf frenikus. Paralise
interkostal atau depresi langsung pada pusat pengaturan napas.

FARMAKOLOGI IKG

ANESTESI LOKAL &
ANESTESI UMUM


c. Pada system saraf pusat (SSP)
SSP rentanterhadap toksisitas anestesi lokal, dengan tanda – tanda awal diantara nya :
parestesia lidah, pusing, kepala terasa ringan, tinnitus, pandangan kabur, agitasi, depresi
pernapasan, tidak sadar, konvulsi dan koma.
d. Terhadap Imunologi
Golongan dari ester dapat menyebabkan reaksi alergiyang lebih sering, karena golongan
dariester merupkan derivate para-amino-benzoid acid (PABA) yang dikenal sebagai allergen.
e. Terhadap sistem musculoskeletal
Bersifat miotoksik. Tambahan adrenalin bias berisiko terhadap kerusakan saraf.
Regenarasinya dalam waktu 3-4 minggu.
Penanganan reaksi toksik dari anestesi lokal :
a. Hal yang paling utama adalah menjamin oksigen adekuat.
b. Tremor atau kejang diatasi dengan pemberian dosis kecil short acting barbiturateseperti
diazepam (valium) 5-10 mg intravena.
c. Depresi sirkulasi diatasi dengan pemberian vasopressor secara bolus dilanjutkan dengan drip
dalam infus (efedrin, nor adrenalin, dopamine, dsb).
Bila dicurigai adanya henti jantung (cardiac arrest) reusitasi jantung paru harus segera dilakukan.
V.

APLIKASI DI BIDANG KEDOKTERAN GIGI

Ada 2 jenis teknik anestesi lokal dalam kedokteran gigi yaitu :

1. Anestesi infiltrasi
Larutan anestesi didepositkan di dekat serabut terminal dari saraf dan akan terifiltrasi di
sepanjang jaringan untuk mencapai serabut saraf dan menimbulkan efek anestesi dari daerah
terlokalisir yang disuplai oleh saraf tersebut. Tekhnik infiltrasi dibagi menjadi :
a) Suntikan submukosa
Istilah ini diterapkan bila larutan didepositkan tepat di balik membran mukosa.Walaupun
cenderung tidak menimbulkan anestesi pada pulpa gigi, suntikan ini sering digunakan
baik untuk menganestesi saraf bukal panjang sebelum pencabutan molar bawah.
b) Suntikan supraperiosteal
Dengan cara ini, anestesi pulpa gigi dapat diperoleh dengan penyuntikan di sepanjang
apeks gigi. Suntikan ini merupakan suntikan yang paling sering digunakan.
c) Suntikan subperiosteal
Teknik ini, larutan anestesi didepositkan antara periosteum dan bidang kortikal. Teknik
ini digunakan apabila tidak ada alternatif lain karena akan terasa sangat sakit. Teknik ini
biasa digunakan pada palatum dan bermanfaat bila suntikan supraperiosteal gagal untuk
memberikan efek anestesi walaupun biasanya pada situasi ini lebih sering digunakan
suntikan intraligamen

FARMAKOLOGI IKG

ANESTESI LOKAL &
ANESTESI UMUM

d) Suntikan intraseous
Suntikan ini larutan didepositkan pada tulang medularis. Setelah suntikan supraperiosteal
diberikan dengan cara biasa, dibuat insisi kecil melalui mukoperiosteum pada daerah
suntikan yang sudah ditentukan untuk mendapat jalan masuk bur dan reamer kecil pada
perawatan endodontik. Dewasa ini, tekhnik suntikan ini sudah sangat jarang digunakan.
e) Suntikan intraseptal
Merupakan modifikasi dari teknik intraoseous yang kadang-kadang digunakan bila
anestesi yang menyeluruh sulit diperoleh atau bila dipasang gigi geligi tiruan imediat
serta bila teknik supraperiosteal tidak mungkin digunakan.
Teknik ini hanya dapat digunakan setelah diperoleh anestesi superfisial.
f) Suntikan intraligamen
Jarum diinsersikan pada sulkus gingival dengen bevel mengarah menjauhi gigi. Jarum
kemudian didorong ke membran periodontal bersudut 30° terhadap sumbu panjang
gigi.Jarum ditahan dengan jari untuk mencegah pembengkokan dan didorong ke penetrasi
maksimal sehingga terletak antara akar-akar gigi dan tulang interkrestal.

2. Anestesi Regional (Fisher)
Larutan anestesi yang didepositkan di dekat batang saraf akan melalui pemblokiran
semua impuls, menimbulkan anestesi pada daerah yang disuplai oleh saraf tersebut. Anestesi ini
dikenal sebagai anestesi regional atau anestesi blok. Walaupun teknik ini dapat digunakan pada
rahang atas, teknik tersebut mempunyai manfaat khusus dalam kedokteran gigi yaitu untuk
menganestesi mandibula.Penggunaan teknik infiltrasi pada mandibula umumnya tidak dapat
dipertanggungjawabkan karena densitas bidang kortikal luar dari tulang. Dengan mendepositkan
larutan anestesi di ruang pterigomandibular di dekat foramen mandibula anestesi regional pada
seluruh distribusi saraf gigi inferior pada sisi tersebut akan dapat diperoleh.

VI.

DAFTAR PUSTAKA

Howe, Geoffrey L.,Whitehead, F., Ivor H., 1992, Anestesi Local, Jakarta: Hipokrates
Katzung, Bertram G., 1998, Farmakologi Dasar dan Klinik, ed. 4th. Jakarta : EGC.
Mutschler, E. 1991.Dinamika Obat Farmakologi dan Toksikologi.Ed 5. Bandung: Penerbit ITB
Priyanto, 2010.Farmakologi Dasar, ed.II, UI:Depok
Rahardja,Kirana.2002Obat-Obat Penting. Ed 5. Jakarta : PT. Alex Media Komputindo
Sunaryo. 1995. Kokain dan Anestetik Lokal Sintetik. Dalam : ed. Ganiswarna SG. Farmakologi dan
Terapi. Jakarta: Gaya Baru