TINJAUAN PUSTAKA Perbedaan Nilai Kapasitas Vital Paksa Pada Laki-Laki Antara Pekerja Kantoran Dan Pekerja Yang Terpapar Polusi.

(1)

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Polusi Udara

1. Definisi Polusi Udara

Udara merupakan salah satu komponen terpenting dalam tubuh manusia untuk menjalankan kehidupanya. Udara berfungsi sebagai bahan pernapasan yang didalamnya terdapat O2 untuk bernapas manusia dan hewan, karbondioksida untuk fotosintesis oleh klorofil daun dan ozon untuk menahan sinar ultraviolet. Susunan (komposisi) udara secara normal adalah : Nitrogen (N2) 78,09%, Oksigen (O2) 21,94%, Argon (Ar) 0,93, Karbondioksida (CO2) 0,032% dan gas-gas lain seperti nitrogen oksida, hidrogen, methana, belerang dioksida, amonia dan lain-lain. Pencemaran udara adalah adanya perubahan komposisi (susunan) udara dari keadaan normalnya. Keberadaan benda-benda asing dalam udara dapat mempengaruhi kondisi sekitar seperti manusia, tumbuhan dan hewan (Wardhana, 2007). Secara singkat, polusi udara adalah tercampurnya substansi-substansi dalam udara yang berkelanjutan dengan jumlah tertentu dan berdampak pada kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan yang pada akhirnya mengganggu kemampuan bertahan hidup suatu lingkungan (Evans, 2011).

2. Komponen Pencemaran Udara

Udara di daerah perkotaan memiliki tingkat polusi yang lebih tinggi dibandingkan pedesaan. Udara didaerah perkotaan cendenrung kotor karena disebabkan oleh adanya kegiatan-kegiatan industri yang banyak memproses perubahan energi dan kondisi lalu-lintas yang padat (Terzano, 2010). Dari beberapa macam komponen pencemaran udara, maka yang paling banyak berpengaruh adalah komponen-komponen berikut: Karbon Monooksida (CO), Nitrogen Oksida (NO2), Belerang Oksida (SO2), Hidro Karbon (HC), Partikel lain-lain.


(2)

Komponen-komponen berikut dapat mencemari udara secara sendiri-sendiri, atau dapat pula mencemari udara secara bersama-sama. Berikut adalah tabel perkiraan prosentasi komponen pencemaran udara dari sumber pencemar transportasi di Indonesia:

Tabel 1. Perkiraan prosentasi komponen pencemar udara Komponen Pencemar Prosentase

CO 70,50%

Nox 8,89%

Sox 0,88%

HC 18,34%

Partikel 1,33%

Total 100%

Sumber : Pencemaran dari transportasi di Indonesia 3. Sumber Pencemaran Udara

Sumber pencemaran udara di indonesia masih terus diteliti. Namun demikian apabila dilihat prosentase komponen pencemaran udara dari sumber pencemaran transportasi, dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2. Sumber pencemaran udara Sumber

Pencemaran CO Jumlah komponen pencemar, juta ton/tahun NOx SOx HC Part Total

Transportasi 63,8 8,1 0,8 16,6 1,2 90,5

Industri 9,7 0,2 7,3 4,6 7,5 29,3

Pembuangan

Sampah 7,8 0,6 0,1 1,6 1,1 11,2

Pembakaran

Stationer 1,9 10,0 24,4 0,7 8,9 45,9

Lain-lain 16,9 1,7 0,6 8,5 9,6 37,3

Sumber : Pencemaran udara di AS tahun 1968

Kegiatan Industri merupakan salah satu sumber polusi yang besar dan signifikan terhadap udara khususnya pada wilayah industri itu dan sekitarnya (Prayudi, 2005). Perkiraan prosentase tersebut diatas dengan anggapan bahwa gas buangan dari hasil pembakaran yang keluar dari knalpot kendaraan transportasi telah memenuhi persyaratan teknis pembakaran yang benar. (Wardhana, 2007).


(3)

4. Parameter Pencemaran Udara

Penentuan ada atau tidaknya pencemaran udara pada suatu tempat dapat di identifikasi berdasarkan baku mutu udara (“air quality

standards”). Berikut adalah parameter pencemaran udara menurut WHO

(Arifin, 2009)

Tabel 3. Udara bersih dan udara tercemar menurut WHO

Parameter Udara Bersih Udara Tercemar

Bahan partikel 0,01 – 0,02 mg/m3 0,07 – 0,7 mg/m3

SO2 0,003 – 0,02 ppm 0,02 – 2 ppm

CO < 1 ppm 5 – 200 ppm

NO2 0,003 – 0,02 ppm 0,02 – 0,1 ppm

CO2 310 – 330 ppm 350 – 0,1 ppm

HC < 1 ppm 1 – 20 ppm

Sumber : H.J. Mukono, 1997 5. Dampak Pencemaraan Udara

Dampak pencemaraan udara tidak hanya berimbas pada lingkunagan alam saja, akan tetapi berakibat dan berpengaruh pula terhadap kehidupan tanaman, hewan dan juga manusia. Pencemaran udara dapat menimbulkan penyakit-penyakit berat seperti kanker (Pope, 2011). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 1980, kematian oleh pencemaran udara mencapai angka 51.000 orang. Angka tersebut cukup mengejutkan karena cukup tinggi seperti kematian akibat penyakit jantung, kanker, AIDS dan lain sebagainya. Pada tahun 2000-an kematian yang disebabkan oleh pencemaran udara mencapai angka 57.000 orang per tahunya. Selama 20 tahun angka tersebut meningkat 14% atau sekitar 0,7% per tahunya (Wardhana, 2007). Secara khusus, polusi udara dan rokok meningkatkan resiko kanker paru sangat signifikan (Turner, 2011).

6. Dampak Pencemaran Udara lainya

Selain bebrapa dampak diatas, dampak lain akibat pencemaran udara adalah kebisingan, pemakaian insektisida, masalah kerusakan ozon dan efek rumah kaca (Wardhana, 2007).


(4)

B. Sistem Respirasi 1. Definisi

Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung O2 (oksigen) ke dalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2 (karbondioksida) sebagai sisa dari oksidasi keluar tubuh.

Penghisapan ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi (Sherwood, 2011). Klasifikasi:

2. Berdasarkan anatomi

Saluran nafas bagian atas, meliputi rongga hidung, faring,laring, trachea, bronchi, bronchioli, alveoli. Saluran nafas terbagi atas 2 area anatomis, yaitu:

a. Area konduksi: Sepanjang saluran nafas berakhir sampai bronchioli terminalis, tempat lewatnya udara pernapasan, membersihkan, melembabkan & menyamankan udara dengan suhu tubuh.

b. Area respirasi: Mulai bronchioli respiratory sampai alveoli, terdapat proses pertukaran udara dengan darah.

3. Berdasarkan fisiologi

Fungsi paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbondioksida. Pada pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan eksterna, oksigen diambil melalui hidung dan mulut pada waktu bernapas; oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkial ke alveoli, dan dapat berhubungan erat dengan darah di dalam kapiler pulmonaris. Oksigen menembus membran alveoli-kaviler dan diambil oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa di dalam arteri ke semua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru – paru pada tekanan oksigen 100 mm Hg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95 persen saturasi oksigen. Secara singkat ada empat proses yang terjadi pada pernapasan pulmoner:

a. Ventilasi pulmoner, atau gerak pernapasan yang menukar udara dalam alveoli dengan udara luar.


(5)

c. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam jumlah tepat dapat mencapai semua bagian tubuh.

d. Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler. Pada pernapasan jaringan atau pernapasan interna. Darah yang telah kaya akan oksigen di ikat oleh hemoglobin (oksihemoglobin) dan megintari seluruh tubuh dan akhirnya mencapai kapiler. Sel jaringan mengambil oksigen dari hemoglobin untuk metabolisme sel, dan menghasilkan karbon dioksida sebagai sisa metabolisme (Irianto, 2006). Untuk menjaga agar sistem respirasi tetap berjalan optimal, maka diperlukan adanya suatu sistem pertahanan terhadap benda asing yang dapat mengganggu jalanya proses diatas. Terdapat tiga kelompok mekanisme pertahanan (Guyton 2007).

a. Arsitektur saluran nafas; bentuk, struktur, dan caliber saluran nafas yang berbeda-beda merupakan saringan mekanik terhadap udara yang dihirup, mulai dari hidung, nasofaring, laring, serta percabangan trakeobronkial. Iritasi mekanik atau kimiawi merangsang reseptor disaluran nafas, sehingga terjadi bronkokonstriksi serta bersin atau batuk yang mampu mengurangi penetrasi debu dan gas toksik kedalam saluran nafas

b. Lapisan cairan serta silia yang melapisi saluran nafas, yang mampu menangkap partikel debu dan mengeluarkannya.

c. Mekanisme pertahanan spesifik, yaitu sistem imunitas di paru yang berperan terhadap partikel-partikel biokimiawi yang tertumpuk di saluran nafas

4. Volume dan Kapasitas Paru

a. Volume statis paru-paru (Sherwood, 2009)

1) Volume tidal (VT) = jumlah udara yang dihirup dan dihembuskan setiap kali bernapas pada saat istirahat. Volume tidal normalnya adalah 350-400 ml.


(6)

2) Volume residu (RV) = jumlah gas yang tersisa di paru-paru setelah menghembuskan napas secara maksimal atau ekspirasi paksa. Nilai normalnya adalah 1200 ml.

3) Kapasitas vital (VC) = jumlah gas yang dapat di ekspirasi setelah inspirasi secara maksimal. VC = VT + IRV + ERV (seharusnya 80% TLC) Besarnya adalah 4800 ml.

4) Kapasitas total paru-paru (TLC) = yaitu jumlah total udara yang dapat dimasukkan ke dalam paru-paru setelah inspirasi maksimal. TLC = VT + IRV + ERV + RV. Besarnya adalah 6000 ml.

5) Kapasitas residu fungsional (FRC) = jumlah gas yang tertinggal di paru-paru setelah ekspirasi volume tidal normal. FRC = ERV + RV. Besarnya berkisar 2400 ml.

6) Kapasitas inspirasi (IC) = jumlah udara maksimal yang dapat diinspirasi setelah ekspirasi normal. IC = VT + IRV. Nilai normalnya sekitar 3600 ml.

7) Volume cadangan inspirasi (IRV) = jumlah udara yang dapat diinspirasi secara paksa sesudah inspirasi volume tidal normal. 8) Volume cadangan ekspirasi (ERV) = jumlah udara yang dapat

diekspirasi secara paksa sesudah ekspirasi volume tidal normal. b. Volume dinamis paru-paru

1) Force Volume I second (FEV1) atau volume ekspirasi paksa detik pertama adalah jumlah udara yang dapat dikeluarkan sebanyak - banyaknya dalam 1 detik pertama pada waktu ekspirasimaksimal setelah inspirasi maksimal.

2) Maximal Voluntary Ventilation (MVV) adalah jumlah udara yang dapat dikeluarkan secara maksimal dalam 2 menit dengan bernapas cepat dan dalam secara maksimal.

5. Faktor yang mempengaruhi Faal Paru

Berbagai faktor normal yang ikut mempengaruhi dan menentukan besarnya parameter ventilasi paru individu normal telah diketahui, antara lain: 1) umur, 2) jenis kelamin, 3) tinggi badan, 4) berat badan


(7)

terutama tingkat kegemukan seseorang, 5) tinggi tempat pengukuran faal paru diatas permukaan laut (barometer), 6) suhu badan individu saat pemeriksaan, 7) kelembaban udara, 8) olahraga, 9) posisi tubuh saat pemeriksaan dan sebagainya (Hansen, 2011).

Kapasitas vital laki-laki lebih besar daripada kapasitas vital wanita. Volume dan kapasitas seluruh paru pada wanita kira-kira 20 sampai 25 persen lebih kecil daripada pria, dan lebih besar lagi pada atlet dan orang yang bertubuh besar daripada orang yang bertubuh kecil dan astenis (Guyton, 2007). Selain itu, berdasarkan pada tinggi badan seseorang dapat ditaksir besar kapasitas vitalnya. Orang yang semakin tinggi cenderung mempunyai kapasitas vital paru yang lebih besar dari orang yang tinggi badanya rendah. Pada pria kapasitas vital prediksi = (27,63-0,112 U) TB, sementara pada wanita kapasitas vital prediksi = (21,78-0,101 U) TB. U merupakan umur dalam tahun dan TB adalah tinggi badan dalam cm (Guyton, 2007).

Olahraga merupakan kegiatan yang menyebabkan perubahan besar dalam sistem sirkulasi dan pernafasan. Kedua hal tersebut berlangsung bersamaan dan terpadu sebagai bagian dari respons homeostatik. Pada penelitian yang dilakukan pada dua kelompok siswa, yaitu olahragawan dan non olahragawan menunjukan bahwa terjadi peningkatan rata-rata nilai kapasitas vital paksa (KVP) dan volume ekspirasi paksa satu detik pertama (FEV-1) (Darmayasa, 2013).

Selain faktor fisiologis tersebut, fungsi atau parameter ventilasi paru juga dapat dipengaruhi oleh konsumsi rokok dan penyakit atau kondisi kesehatan. Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran pernafasan dan jaringan paru. Kebiasaan merokok akan mempercepat penurunan faal paru dan dapat meningkatkan resiko kelainan penyakit kardiovaskuler (Lee, 2010). Penurunan volume ekspirasi paksa petahun adalah 28,721 mL untuk non perokok, 38,4 mL untuk bekas perokok dan 41,7 mL untuk perokok aktif. Pengaruh asap


(8)

rokok dapat lebih besar daripada pengaruh debu yang hanya sekitar sepertiga dari pengaruh buruk rokok.

6. Pemeriksaan Fungsi Paru

Salah satu metode pemeriksaan fungsi paru yang dapat menentukan derajat kelainan paru seperti obstruksi adalah spirometri. Spirometri mengukur volume udara yang dihirup dan dikeluarkan (Sherwood, 2011). Spirometri digunakan untuk mengevaluasi perjalanan kelainan paru dari waktu-kewaktu. Selain itu, spirometri juga dapat digunakan sebagai alat survey epidemiologi. Indikasi lain penggunaan spirometri adalah untuk menentukan kekuatan dan fungsi dada, mendeteksi berbagai penyakit saluran pernapasan terutama akibat pencemaran lingkungan dan asap rokok. Spirometri merekam secara grafis atau digital volume ekspirasi paksa dan kapasitas vital paksa. Spirometer merupakan suatu alat yang digunakan untuk mempelajari ventilasi paru dengan cara mencatat volume udara yang masuk dan keluar paru-paru. Spirometer terdiri dari sebuah drum terbalik berisi udara atau oksigen yang diletakkan diatas air kemudian drum tersebut diimbangi pleh suatu beban. Di dalam drum tersebut terhubung dengan sebuah pipa yang menghubungkan mulut dengan ruangan gas, apabila kita bernapas melalui mouthpiece maka drum tersebut akan naik turun senada dengan nafas kita, kemudian dilakukan perekaman yang sesuai dengan napas kita pada gulungan kertas (Guyton, 2007).

Indikasi dari pemeriksaan fungsi paru dengan spirometer antara lain:

a. Pemeriksaan kesehatan berkala b. Kelainan paru obstruktif c. Kelainan paru restriktif d. Follow up penyakit

e. Pemeriksaan pada perokok f. Mengevaluasi adanya disabilitas g. Evaluasi prabedah


(9)

h. Pemeriksaan pada penyakit paru kerja

i. Mengevaluasi respon saluran pernapasan terhadap bronkodilator dan kortikosteroid (Djojodibroto, 2009).

7. Kapasitas Vital Paksa

KVP (Kapasitas Vital Paksa) merupakan volume udara maksimum yang dapat dihembuskan secara paksa/kapasitas vital paksa yang umumnya dicapai dalam 3 detik, normalnya 4 liter dan FEV1

(Forced Expired Volume in one second) merupakan volume udara yang

dapat dihembuskan paksa pada satu detik pertama normalnya 3,2 liter adalah parameter dalam menentukan fungsi paru (Price, 2006).

Penilaian tingkat KVP yang didapatkan dari instrumen ini adalah (Price, 2006):

a) ≥70% : Normal

b) 60-69% : Obstruksi ringan c) 51-59 : Obstruksi sedang d) ≤50% : Obstruksi berat C. Hubungan Polusi dengan Nilai KVP

Paparan polusi yang dianggap mengganggu adalah debu-debu yang terkait deangan pekerjaan (occupational dusts) dan bahan-bahan kimia. Debu-debu Hubungan antara polusi dengan nilai KVP dapat terlihat dari berubahnya struktur saluran paru yaitu penyempitan saluran napas (obstruksi). Epitel saluran nafas yang dibentuk oleh sel skuamous akan mengalami metaplasia, sel-sel silia mengalami atropi dan kelenjar mukus menjadi hipertropi.

Proses ini akan direspon dengan terjadinya remodelling saluran nafas tersebut, hanya saja proses remodelling ini justru akan merangsang dan mempertahankan inflamasi yang terjadi dimana T CD8 dan limfosit B menginfiltrasi lesi tersebut. Saluran nafas yang kecil akan memberikan beragam lesi penyempitan pada saluran nafasnya, termasuk hiperplasia sel goblet, infiltrasi sel-sel radang pada mukosa dan submukosa, peningkatan otot polos. Penyempitan saluran nafas ini juga akan berdampak pada penurunan nilai KVP seseorang. Pada orang-orang normal, KVP dan KV


(10)

tidak berbeda secara mencolok, pada tipe-tipe obstruksi saluran pernapasan tertentu seperti akibat paparan polusi, KVP dapat jauh lebih kecil daripada KV akibat kolapsnya saluran-saluran pernapasan kecil selama ekspirasi paksa. Fenomena ini dikenal sebagai pemerangkapan udara (air trapping) (Sherwood, 2011).

Pada penyakit saluran napas obstruktif, biasanya pasien cenderung lebih sulit melakukan ekspirasi daripada inspirasi karena terjadi peningkatan kecenderungan menutupnya saluran napas akibat tekanan ekstra positif dalam dada selama ekspirasi. Sebaliknya, tekanan ekstra negatif pada pleura yang terjadi saat inspirasi akan membuka saluran napas bersamaan dengan mengembangnya alveoli sehingga udara akan lebih mudah masuk ke paru-paru namun akan terperangkap dalam paru-paru. Maka dari itu, pada orang yang menderita penyakit paru obstruktif kecepatan aliran ekspirasi maksimum menjadi sangat berkurang karena saluran napas lebih mudah kolaps dari pada saluran yang masih normal (Guyton, 2007).


(11)

D. Kerangka Konsep

Keterangan:

: Diteliti : Tidak diteliti

Gambar 1. Kerangka Konsep 1. Berat badan

2. Umur

3. Jenis kelamin 4. Aktifitas

5. Riwayat penyakit

Gangguan fungsi paru KVP Abnormal POLUSI UDARA

Debu HC

Inflamasi Saluran Nafas

Udem

Obstruksi dan Restriksis Inhalasi

SOx CO

Peningkatan HbCO

Gangguan difusi Oksigen dan Karbon


(12)

G. Hipotesis

Nilai KVP pada laki-laki pekerja kantoran lebih tinggi daripada pekerja yang terpapar polusi.


(1)

terutama tingkat kegemukan seseorang, 5) tinggi tempat pengukuran faal paru diatas permukaan laut (barometer), 6) suhu badan individu saat pemeriksaan, 7) kelembaban udara, 8) olahraga, 9) posisi tubuh saat pemeriksaan dan sebagainya (Hansen, 2011).

Kapasitas vital laki-laki lebih besar daripada kapasitas vital wanita. Volume dan kapasitas seluruh paru pada wanita kira-kira 20 sampai 25 persen lebih kecil daripada pria, dan lebih besar lagi pada atlet dan orang yang bertubuh besar daripada orang yang bertubuh kecil dan astenis (Guyton, 2007). Selain itu, berdasarkan pada tinggi badan seseorang dapat ditaksir besar kapasitas vitalnya. Orang yang semakin tinggi cenderung mempunyai kapasitas vital paru yang lebih besar dari orang yang tinggi badanya rendah. Pada pria kapasitas vital prediksi = (27,63-0,112 U) TB, sementara pada wanita kapasitas vital prediksi = (21,78-0,101 U) TB. U merupakan umur dalam tahun dan TB adalah tinggi badan dalam cm (Guyton, 2007).

Olahraga merupakan kegiatan yang menyebabkan perubahan besar dalam sistem sirkulasi dan pernafasan. Kedua hal tersebut berlangsung bersamaan dan terpadu sebagai bagian dari respons homeostatik. Pada penelitian yang dilakukan pada dua kelompok siswa, yaitu olahragawan dan non olahragawan menunjukan bahwa terjadi peningkatan rata-rata nilai kapasitas vital paksa (KVP) dan volume ekspirasi paksa satu detik pertama (FEV-1) (Darmayasa, 2013).

Selain faktor fisiologis tersebut, fungsi atau parameter ventilasi paru juga dapat dipengaruhi oleh konsumsi rokok dan penyakit atau kondisi kesehatan. Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran pernafasan dan jaringan paru. Kebiasaan merokok akan mempercepat penurunan faal paru dan dapat meningkatkan resiko kelainan penyakit kardiovaskuler (Lee, 2010). Penurunan volume ekspirasi paksa petahun adalah 28,721 mL untuk non perokok, 38,4 mL untuk bekas perokok dan 41,7 mL untuk perokok aktif. Pengaruh asap


(2)

rokok dapat lebih besar daripada pengaruh debu yang hanya sekitar sepertiga dari pengaruh buruk rokok.

6. Pemeriksaan Fungsi Paru

Salah satu metode pemeriksaan fungsi paru yang dapat menentukan derajat kelainan paru seperti obstruksi adalah spirometri. Spirometri mengukur volume udara yang dihirup dan dikeluarkan (Sherwood, 2011). Spirometri digunakan untuk mengevaluasi perjalanan kelainan paru dari waktu-kewaktu. Selain itu, spirometri juga dapat digunakan sebagai alat survey epidemiologi. Indikasi lain penggunaan spirometri adalah untuk menentukan kekuatan dan fungsi dada, mendeteksi berbagai penyakit saluran pernapasan terutama akibat pencemaran lingkungan dan asap rokok. Spirometri merekam secara grafis atau digital volume ekspirasi paksa dan kapasitas vital paksa. Spirometer merupakan suatu alat yang digunakan untuk mempelajari ventilasi paru dengan cara mencatat volume udara yang masuk dan keluar paru-paru. Spirometer terdiri dari sebuah drum terbalik berisi udara atau oksigen yang diletakkan diatas air kemudian drum tersebut diimbangi pleh suatu beban. Di dalam drum tersebut terhubung dengan sebuah pipa yang menghubungkan mulut dengan ruangan gas, apabila kita bernapas melalui mouthpiece maka drum tersebut akan naik turun senada dengan nafas kita, kemudian dilakukan perekaman yang sesuai dengan napas kita pada gulungan kertas (Guyton, 2007).

Indikasi dari pemeriksaan fungsi paru dengan spirometer antara lain:

a. Pemeriksaan kesehatan berkala b. Kelainan paru obstruktif c. Kelainan paru restriktif d. Follow up penyakit

e. Pemeriksaan pada perokok f. Mengevaluasi adanya disabilitas g. Evaluasi prabedah


(3)

h. Pemeriksaan pada penyakit paru kerja

i. Mengevaluasi respon saluran pernapasan terhadap bronkodilator dan kortikosteroid (Djojodibroto, 2009).

7. Kapasitas Vital Paksa

KVP (Kapasitas Vital Paksa) merupakan volume udara maksimum yang dapat dihembuskan secara paksa/kapasitas vital paksa yang umumnya dicapai dalam 3 detik, normalnya 4 liter dan FEV1

(Forced Expired Volume in one second) merupakan volume udara yang

dapat dihembuskan paksa pada satu detik pertama normalnya 3,2 liter adalah parameter dalam menentukan fungsi paru (Price, 2006).

Penilaian tingkat KVP yang didapatkan dari instrumen ini adalah (Price, 2006):

a) ≥70% : Normal

b) 60-69% : Obstruksi ringan c) 51-59 : Obstruksi sedang d) ≤50% : Obstruksi berat

C. Hubungan Polusi dengan Nilai KVP

Paparan polusi yang dianggap mengganggu adalah debu-debu yang terkait deangan pekerjaan (occupational dusts) dan bahan-bahan kimia. Debu-debu Hubungan antara polusi dengan nilai KVP dapat terlihat dari berubahnya struktur saluran paru yaitu penyempitan saluran napas (obstruksi). Epitel saluran nafas yang dibentuk oleh sel skuamous akan mengalami metaplasia, sel-sel silia mengalami atropi dan kelenjar mukus menjadi hipertropi.

Proses ini akan direspon dengan terjadinya remodelling saluran nafas tersebut, hanya saja proses remodelling ini justru akan merangsang dan mempertahankan inflamasi yang terjadi dimana T CD8 dan limfosit B menginfiltrasi lesi tersebut. Saluran nafas yang kecil akan memberikan beragam lesi penyempitan pada saluran nafasnya, termasuk hiperplasia sel goblet, infiltrasi sel-sel radang pada mukosa dan submukosa, peningkatan otot polos. Penyempitan saluran nafas ini juga akan berdampak pada penurunan nilai KVP seseorang. Pada orang-orang normal, KVP dan KV


(4)

tidak berbeda secara mencolok, pada tipe-tipe obstruksi saluran pernapasan tertentu seperti akibat paparan polusi, KVP dapat jauh lebih kecil daripada KV akibat kolapsnya saluran-saluran pernapasan kecil selama ekspirasi paksa. Fenomena ini dikenal sebagai pemerangkapan udara (air trapping) (Sherwood, 2011).

Pada penyakit saluran napas obstruktif, biasanya pasien cenderung lebih sulit melakukan ekspirasi daripada inspirasi karena terjadi peningkatan kecenderungan menutupnya saluran napas akibat tekanan ekstra positif dalam dada selama ekspirasi. Sebaliknya, tekanan ekstra negatif pada pleura yang terjadi saat inspirasi akan membuka saluran napas bersamaan dengan mengembangnya alveoli sehingga udara akan lebih mudah masuk ke paru-paru namun akan terperangkap dalam paru-paru. Maka dari itu, pada orang yang menderita penyakit paru obstruktif kecepatan aliran ekspirasi maksimum menjadi sangat berkurang karena saluran napas lebih mudah kolaps dari pada saluran yang masih normal (Guyton, 2007).


(5)

D. Kerangka Konsep

Keterangan:

: Diteliti : Tidak diteliti

Gambar 1. Kerangka Konsep 1. Berat badan

2. Umur

3. Jenis kelamin 4. Aktifitas

5. Riwayat penyakit

Gangguan fungsi paru KVP Abnormal POLUSI UDARA

Debu HC

Inflamasi Saluran Nafas

Udem

Obstruksi dan Restriksis Inhalasi

SOx CO

Peningkatan HbCO

Gangguan difusi Oksigen dan Karbon


(6)

G. Hipotesis

Nilai KVP pada laki-laki pekerja kantoran lebih tinggi daripada pekerja yang terpapar polusi.


Dokumen yang terkait

PERBEDAAN NILAI KAPASITAS VITAL (KV) PARU PADA LAKI-LAKI ANTARA PEKERJA PABRIK KAYU DAN PEKERJA KANTORAN DI Perbedaan Nilai Kapasitas Vital (Kv) Paru Pada Laki-Laki Antara Pekerja Pabrik Kayu Dan Pekerja Kantoran Di Sukoharjo.

0 2 16

PERBEDAAN NILAI KAPASITAS VITAL (KV) PARU PADA LAKI-LAKI ANTARA PEKERJA PABRIK KAYU DAN PEKERJA KANTORAN DI Perbedaan Nilai Kapasitas Vital (Kv) Paru Pada Laki-Laki Antara Pekerja Pabrik Kayu Dan Pekerja Kantoran Di Sukoharjo.

0 2 12

PERBEDAAN NILAI KAPASITAS VITAL PAKSA PADA LAKI-LAKI ANTARA PEKERJA PABRIK DAN BUKAN PEKERJA PABRIK Perbedaan Nilai Kapasitas Vital Paksa pada Laki-Laki antara Pekerja Pabrik dan Bukan Pekerja Pabrik Di Sukoharjo.

0 4 15

PERBEDAAN NILAI KAPASITAS VITAL PAKSA PADA LAKI-LAKI ANTARA PEKERJA PABRIK DAN BUKAN PEKERJA PABRIK Perbedaan Nilai Kapasitas Vital Paksa pada Laki-Laki antara Pekerja Pabrik dan Bukan Pekerja Pabrik Di Sukoharjo.

0 2 13

PERBEDAAN NILAI ARUS PUNCAK EKSPIRASI PADA LAKI-LAKI ANTARA PEKERJA PABRIK KAYU DAN PEKERJA KANTORAN Perbedaan Nilai Arus Puncak Ekspirasi Pada Laki-Laki Antara Pekerja Pabrik Kayu Dan Pekerja Kantoran Di Sukoharjo.

0 6 14

PERBEDAAN NILAI ARUS PUNCAK EKSPIRASI PADA LAKI-LAKI ANTARA PEKERJA PABRIK KAYU DAN PEKERJA KANTORAN Perbedaan Nilai Arus Puncak Ekspirasi Pada Laki-Laki Antara Pekerja Pabrik Kayu Dan Pekerja Kantoran Di Sukoharjo.

0 3 13

DAFTAR PUSTAKA Perbedaan Nilai Arus Puncak Ekspirasi Pada Laki-Laki Antara Pekerja Pabrik Kayu Dan Pekerja Kantoran Di Sukoharjo.

0 2 5

PERBEDAAN NILAI FEVR PADA LAKI-LAKI ANTARA PEKERJA KANTORAN DAN PEKERJA Perbedaan Nilai Fevr Pada Laki-Laki Antara Pekerja Kantoran Dan Pekerja Yang Terpapar Polusi.

0 2 12

PERBEDAAN RERATA NILAI FEV1 PADA LAKI-LAKI ANTARA PEKERJA KANTORAN DAN Perbedaan Rerata Nilai Fev1 Pada Laki- Laki Antara Pekerja Kantoran Dan Pekerja Yang Terpapar Polusi.

0 4 13

PERBEDAAN RERATA NILAI FEV1 PADA LAKI-LAKI ANTARA PEKERJA KANTORAN DAN Perbedaan Rerata Nilai Fev1 Pada Laki- Laki Antara Pekerja Kantoran Dan Pekerja Yang Terpapar Polusi.

0 3 12