Peranan Sanrego (Lunasia amara Blanco) dalam Memperpendek Siklus Ranggah dan Meningkatkan Libido Seksual Rusa Timor (Cervus timorrensis de Blainville) Jantan

PERANAN SANREGO (Lunasia amara Blanco) DALAM
MEMPERPENDEK SIKLUS RANGGAH DAN
MENINGKATKAN LIBIDO SEKSUAL RUSA TIMOR
(Cervus timorensis de Blainville) JANTAN

ZUMROTUN

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya nyatakan bahwa tesis Peranan Sanrego (Lunasia amara
Blanco) dalam Memperpendek Siklus Ranggah dan Meningkatkan Libido Seksual
Rusa Timor (Cervus timorensis de Blainville) adalah karya saya sendiri dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagia akhir tesis ini


Bogor, Maret 2006

Zumrotun
NRP. E 051040275

ABSTRAK
ZUMROTUN. Peranan Sanrego (Lunasia amara Blanco) dalam Memperpendek
Siklus Ranggah dan Meningkatan Libido Seksual Rusa Timor (Cervus timorensis de
Blainville) Jantan. Dibimbing oleh BURHANUDDIN MASYUD dan MACHMUD
THOHARI.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui peranan sanrego dalam
memperpendek siklus ranggah dan meningkatkan libido seksual rusa jantan; (2)
mencari dosis penggunaan yang paling tepat dan (3) mempelajari tahapan pola
perilaku kawin rusa timor.
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan rancangan acak lengkap
dilanjutkan dengan uji least significant difference. Pada pemberian sanrego dengan
berbagai dosis perlakuan (6.000 mg, 8.000 mg dan 10.000 mg) masing-masing per
ekor menunjukkan adanya pengaruh yang nyata (a < 0,05) terhadap peningkatan
libido seksual rusa timor jantan, yang ditunjukkan dengan meningkatnya perilaku

seksual yang meliputi: perilaku mendekati betina dengan rataan frekuensi (14,7±9,4),
mencium betina (31,8±30,1), nyengir (10,7±5,0), berkubang (6,7±2,8), menggosokgosokkan velvetnya (8,2±5,0), agonistik (12,6±9,4) dan keinginan menaiki punggung
betina11,6±13,8), sedangkan pengaruh tidak nyata ditemui pada perilaku kopulasi
(0,1±0,3).
Hasil penelitian menyimpulkan penggunaan sanrego pada dosis 10.000 mg per
ekor relatif memberikan penampilan perilaku seksual paling baik diantara perlakuan
yang diberikan, ditunjukkan dengan pengelupasan velvet paling cepat (hari ke 5
selama 5,7 hari), intensitas perilaku seksual yang paling tinggi meliputi frekuensi
perilaku seksual, tanggap perilaku seksual paling cepat (hari ke 4), lama perilaku
seksual (10 hari), intensitas perilaku seksual setelah perlakuan dihentikan (3 hari) dan
terjadi kopulasi. Pola perilaku kawin pada rusa timor diawali dengan: (1) pra
percumbuan dengan aktivitas mendekati dan mengejar betina yang sedang birahi,
berkubang, menggosok-gosokkan dan mengelupasnya velvet; (2) Percumbuan dengan
aktivitas memisah atau menggiring betina birahi, agonistik terhadap sesama rusa
jantan, mencium bagian belakang atau air kencing betina birahi dan nyengir;(3)
ereksi;(4) penunggangan; (5) Intromisi; (6) Ejakulasi ; (7) Refraktorinese, semua
perlakuan tersebut berlangsung dalam waktu 9 hari.

ABSTRACT
ZUMROTUN. The role of sanrego (Lunasia amara Blanco) in decreasing of the

antler cycle stags and increasing libido of the timor stags (Cervus timorensis de
Blainville). Under supervision of BURHANUDDIN MASYUD and MACHMUD
THOHARI.
The aims of the research are :1) to explore the role of sanrego in decreasing
antler cycle stags and increasing timor stags libido sexual, 2) to observe the
appropriate doses of sanrego and 3) to know the sexual behaviour of timor stags.
Three difference doses of sanrego ware tested to the timor stags, i.e.6.000 mg, 8.000
mg and 10.000 mg per individual respectively. The role of sanrego in increasing
libido sexual was analyzed using completely randomizet design, which was carreid
out by significan difference least test.
The trials showed that there were significant different (a < 0,05) in increasing
libido sexual of timor stags, which was shown by its sexual behavior, i.e. approaching
of famale (14,7±9,4), smelling the vulva (31,8±30,1), crying stage (10,7±5,0),
wallowing in a mudhole (6,7±2,8), scrubing its velvet (8,2±5,0), agonistic (12,6±9,4)
and mounting female (11,6±13,8), and there was no significant different in copulation
activity (0,1±0,3).
The use of sanrego of 10.000 mg doses gave the highest sexual, which was
shown by the appearance shedding (4 th day), activities highest sexual, the longest
performance of sexual activities (10 days) and the respon to sexual appearance (4th
day). The sexual behaviour of timor stags was defined by: 1) approaching and driving

the estrus female, wallowing, scrubing its velvet, 2) kissing of estrus female,
agonistic to other males, kissing urine of estrus female and crying stage 3) erection,
4) mounting 5) intromision, 6) ejaculation, 7) refraktorinese. The total sexual
activities was appeared within nine days.

© Hak cipta milik Zumrotun, tahun 2006
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
Bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

PERANAN SANREGO (Lunasia amara Blanco) DALAM
MEMPERPENDEK SIKLUS RANGGAH DAN
MENINGKATKAN LIBIDO SEKSUAL RUSA TIMOR
(Cervus timorensis de Blainville) JANTAN

ZUMROTUN

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Profesional pada
Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
Sub Program Studi Konservasi Biodiversitas

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

: Peranan Sanrego (Lunasia amara Blanco) dalam Memperpendek
Siklus Ranggah dan Meningkatkan Libido Seksual Rusa Timor
(Cervus timorrensis de Blainville) Jantan.
Nama
: Zumrotun
NIM
: E 051040275
Program Studi
: Ilmu Pengetahuan Kehutanan
Sub Program Studi: Konservasi Biodiversitas
Judul Tesis


Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Burhanudin Masyud, M.S.

Dr. Ir..H. Machmud Thohari,DEA

Ketua

Anggota

Diketahui
Ketua Sub Program Studi

Dr. Ir. H. Yanto Santosa, DEA.

Tanggal Ujian 14 Maret 2006

Dekan Sekolah Pascasarjana


Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.

Tanggal Lulus :

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai
(dari suatu urusan), maka kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan yang lain),
dan hanya kepada Tuhanmu-lah hendaknya kamu berharap" (Q.S.Nasyrah: 6-8)

" Janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada keni'matan hidup
yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan diantara mereka (orang-orang
kafir itu), dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah dirilah
kamu terhadap orang-orang yang beriman" (Q.S. Al Hijr: 88)

Karya pena ini saya persembahkan untuk yang
terkasih suamiku Tiswo Sutanto, anakku
Herlingga Sutan Prabowo (Praba) dan
Ranum Anggun Nasti (Ranum)
yang selalu hadir dalam
setiap detak jantungku.


PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini.
Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2005
ialah rusa timor dengan judul Peranan Sanrego dalam Memperpendek Siklus
Ranggah dan Meningkatkan Libido Seksual Rusa Timor Jantan.
Penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan
kepada yang terhormat Bapak Dr.Ir. Burhanuddin Masy’ud, MS dan Bapak Dr. Ir. H.
Machmud Thohari, DEA selaku dosen pembimbing yang telah dengan sabar dan
telaten membantu, memberi dorongan dan membimbing penulis. Disamping ini
penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Dr.Ir.H. Yanto Santoso, DEA selaku
Ketua Sub Program Studi Konservasi Biodiversitas, Direktur Pendidikan Menengah
Kejuruan Jakarta yang telah memberi kesempatan dan membiayai penulis belajar di
Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Dekan Program Pasca Sarjana
Institut Pertanian

Bogor, Kepala Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG)


Pertanian Cianjur yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk belajar di
Program Pasca Sarjana

Institut Pertanian Bogor. Rasa hormat dan terima kasih

kepada suami, almarhumah ibu, ayah, ananda praba dan ranum serta seluruh keluarga
atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga
pengetahuan.

karya ilmiah ini bermanfaat sebagai penambah khasanah ilmu

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kendal pada tanggal 9 April 1960 dari ayah H.Mahfudz
sury dan ibu Almarhumah Hj. Kustiyah. Penulis merupakan putri ke- tiga dari tiga
bersaudara.
Tahun 1980 penulis lulus dari SMA Negeri Kendal dan pada tahun yang sama
lulus seleksi masuk UNDIP. Penulis memilih Jurusan Peternakan pada Fakultas
Peternakan dan Perikanan. Kesempatan untuk melanjutkan ke program Pascasarjana

pada sub program studi Konservasi Biodiversitas IPB, diperoleh dari Departemen
Pendidikan Nasional Republik Indonesia.
Penulis bekerja sebagai Widyaiswara dan dosen D3 Politeknik Jurusan
Agribisnis Ruminansia Pedaging di Pusat Pengembangan dan Penataran Guru
Pertanian Cianjur sejak tahun 1990. Bidang mengajar yang menjadi tanggung jawab
peneliti adalah budi daya peternakan.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL................................................................................................

vi

DAFTAR GAMBAR...........................................................................................

vii

DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................

viii


PENDAHULUAN................................................................................................

1

TINJAUAN PUSTAKA
Bioekologi Rusa Timor................................................................................
Fisiologi Reproduksi Rusa Timor................................................................
Mekanisme Perilaku Rusa............................................................................
Libido Seksual.............................................................................................
Tumbuhan Obat Sanrego.............................................................................
Keadaan Umum Penangkaran Rusa Timor di BKPH Jonggol, KPH Bogor.

7
10
18
24
25
29

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian.......................................................................
Metode Penelitian.........................................................................................

35
35

HASIL PENELITIAN
Pengaruh Sanrego terhadap Perilaku Harian Rusa Timor Jantan................
Peranan Sanrego dalam Memperpendek Siklus Ranggah (Perubahan dari
Velvet ke Ranggah Keras)............................................................................
Pengaruh Sanrego terhadap Perilaku Seksual Rusa Timor Jantan..............

44
45
46

PEMBAHASAN
Pengaruh Sanrego terhadap Perilaku Harian Rusa Timor Jantan.................
Peranan Sanrego dalam Memperpendek Siklus Ranggah (Perubahan dari
Velvet ke Ranggah Keras)............................................................................
Pengaruh Sanrego terhadap Perilaku Seksual Rusa Timor Jantan................

54
59
61

SIMPULAN DAN SARAN..................................................................................

81

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................

82

LAMPIRAN ..........................................................................................................

86

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Penyebaran rusa timor (Cervus timorensis ) di Indonesia.........................

9

2 Nilai konsentrasi androgen plasma dan pertumbuhan ranggah (rata-rata
± sd) rusa jantan dari waktu penanggalan tanduk pada bulan nopember.

16

3 Jadwal pemberian makanan tambahan pada rusa di penangkaran rusa di
BKPH Jonggol..........................................................................................

29

4 Hasil pengamatan penelitian pendahuluan tentang peranan sanrego
dalam peningkatan libido seksual rusa timor jantan...............................

36

5 Rerata perilaku harian rusa timor jantan selama perlakuan......................

44

6 Rataan waktu mulai terkelupasnya velvet dan lama waktu yang dibutuh
kan sampai sempurna terkelupasnya velvet rusa timur jantan.................

46

7 Rerata perilaku seksual rusa timor selama perlakuan................................

47

8 waktu penampakan libido rusa timor jantan sejak perlakuan....................

51

9 Rataan lama waktu berbagai perilaku seksual rusa timor jantan dari awal
Timbul sampai akhir seksual.....................................................................

52

7. Rataan waktu penampakan libido rusa timor jantan sejak perlakuan…..

47

8. Lama waktu berbagai perilaku seksual per hari rusa timor jantan..........

49

10. Tahapan proses perilaku kawin .............................................................

78

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Bagan alir kerangka pemikiran penggunaan sanrego untuk meningkatkan
libido seksual rusa timor .............................................................................

5

2 Tumbuhan obat sanrego...............................................................................

28

3

Tahapan penyajian sanrego dari daun, tepung, ditimbang, dikemas dalam
Kapsul , dimasukkan dalam pisang dan diberikan pada rusa.......................

38

4 Intensitas perilaku seksual pada berbagai perlakuan………………………

50

5 Berbagai perilaku seksual pada rusa timor jantan........................................

51

6 Perilaku istirahat rusa timor jantan berbagai perlakuan...............................

57

7

Perbedaan kondisi velvet yang mulai mengelupas antara T2 dan T3..........

60

8

Frekuensi mendekati betina pada berbagai perlakuan..................................

64

9

Frekuensi mencium betina pada berbagai perlakuan....................................

65

10 Frekuensi nyengir(flahmen) pada berbagai perlauan...................................

67

11 Frekuensi menggosok-gosokkan velvet pada berbagai perlauan................

68

12 Frekuensi aktivitas agonistik pada berbagai perlakuan.................................

72

13 Frekuensi menaiki betina pada berbagai perlauan......................................

73

14 Intensitas perilaku seksual pada T3 (ulangan 1, 2 dan 3)..............................

75

15 Intensitas perilaku seksual sejak pemberian sanrego diberhentikan pada T3

76

16 Pola perilaku kawin rusa timur jantan : Pra percumbuan (1,2 dan 3), per
cumbuan (4, 5, 6), penunggangan (7), kopulasi (8) dan refraktorinese (9)

79

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Pengaruh bubuk sanrego terhadap frekuensi makan per hari..................

86

2. Pengaruh bubuk sanrego terhadap lama makan per hari..................... ...

87

3. Pengaruh bubuk sanrego terhadap perilaku istirahat per hari.................

88

4. Pengaruh bubuk sanrego terhadap perilaku istirahat pada puncak libido.

89

5. Pengaruh bubuk sanrego terhadap perilaku Lokomosi.............................

90

6. Pengaruh bubuk sanrego terhadap frekuensi mendekati betina................

91

7. Pengaruh bubuk sanrego terhadap lama mendekati betina ......................

92

8. Pengaruh bubuk sanrego terhadap frekuensi mencium alat kelamin
belakang rusa betina ..................................................................................

93

9. Pengaruh bubuk sanrego terhadap lama mencium alat kelamin
belakang rusa betina...................................................................................

94

10. Pengaruh bubuk sanrego terhadap frekuensi nyengir ................................

95

11. Pengaruh bubuk sanrego terhadap lama nyengir .......................................

96

12. Pengaruh bubuk sanrego terhadap frekuensi menggaruk-garuk velvet......

97

13. Pengaruh bubuk sanrego terhadap lama menggaruk-garuk velvet.............

98

14. Pengaruh bubuk sanrego terhadap frekuensi berkubang............................

99

15. Pengaruh bubuk sanrego terhadap lama berkubang....................................

100

16. Pengaruh bubuk sanrego terhadap frekuensi agonistik...............................

101

17. Pengaruh bubuk sanrego terhadap lama agonistik......................................

102

18. Pengaruh bubuk sanrego terhadap frekuensi menaiki punggung betina.....

103

19. Pengaruh bubuk sanrego terhadap lama menaiki punggung betina............

104

20. Pengaruh bubuk sanrego terhadap frekuensi kopulasi................................

105

21. Pengaruh bubuk sanrego terhadap lama kopulasi........................................

106

22. Laporan hasil uji laboratorium Biofarmaka IPB terhadap bubuk kering
daun sanrego (Lunasia amara Blanco).......................................................

107

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rusa adalah salah satu sumber daya hutan yang berpotensi

untuk di

budidayakan dan dimanfaatkan bagi kehidupan manusia. Namun pemanfaatannya
sampai saat ini belum dilakukan secara optimal. Pada umumnya sistim penangkaran
rusa di Indonesia masih bersifat ekstensif dan semi intensif dimana produktisitasnya
belum mencapai apa yang diinginkan.
Menurut UU No 5 Tahun 1990, rusa dinyatakan sebagai satwa yang dilindungi,
sehingga pemanfaatannya harus dibenarkan menurut undang-undang. Dalam rangka
pengembangan sumber protein hewani, melalui SK Menteri Pertanian Nomer
362/Kpts/TN.120/5/1990, rusa dimasukkan kedalam kelompok aneka ternak yang
dapat dibudidayakan sebagaimana ternak lainnya (Masyud 2003).
Salah satu kunci

keberhasilan dalam teknik

penangkaran dtentukan oleh

kemampuan bereproduksi baik jantan maupun betina. Pejantan yang baik adalah
pejantan yang mempunyai libido yang tinggi, kemampuan untuk kopulasi dan
kemampuan untuk memproduksi semen yang fertil (Joebearden and Fuquay 1984).
Dengan libido yang tinggi maka seekor pejantan mampu melayani betina lebih
banyak. Pada umumnya seekor pejantan akan mampu melayani empat ekor rusa
betina, tetapi dengan adanya libido yang tinggi maka seekor pejantan dapat melayani
lebih dari itu. Semiadi dan Nugraha (2004) mengatakan bahwa ternyata rusa-rusa
tropik mampu melayani 12 sampai 20 ekor betina, bahkan rusa-rusa luar seperti
Chital dan rusa merah, sanggup melayani 30 sampai 40 ekor betina. Hal ini bisa
terjadi apabila pejantan mempunyai libido yang tinggi.
Aktivitas reproduksi rusa jantan di daerah temperate dan sub tropik, sangat
berpengaruh oleh musim. Adanya fotoperiod ikut berperan dalam tampilan
reproduksi rusa jantan, berbeda dengan rusa tropik. Dari beberapa penelitian
dilaporkan bahwa rusa tropik tidak mengenal musim kawin dan dapat bereproduksi
sepanjang tahun mengikuti siklus ranggah

yang secara temporal dapat berganti

sepanjang tahun. Perkawinan rusa jantan hanya terjadi pada saat ranggah keras.

2

Perubahan dan pertumbuhan dari ranggah lunak (velvet) menjadi ranggah keras
membutuhkan waktu 60 sampai 70 hari ( Anderson,1984). Pertumbuhan ranggah ini
sejalan dengan kenaikan konsentrasi androgen dalam darah, sehingga penambahan
hormon androgen atau hormon sintetik dari luar akan memperpendek siklus ranggah.
Afrodisiaka merupakan kelompok tanaman obat yang mempunyai khasiat
sebagai obat kuat (yaitu menambah stamina khusus pejantan). Hal ini disebabkan
tumbuhan afrodisiaka mengandung senyawa-senyawa turunan saponin dan senyawasenyawa lain yang secara fisiologis dapat melancarkan sirkulasi atau peredaran
darah. Hasil penelitian pada hewan menunjukkan penggunaan afridisiaka juga
berpengaruh terhadap aktivitas hormonal yaitu hormon androgen (Anwar 2001).
Steroid merupakan hormon androgen yang bekerjasama dengan sistim syaraf secara
terintegrasi dan saling ketergantungan dalam mengendalikan kelakuan reproduksi.
Adanya steroid dalam gonad (testis) akan memberikan respon pada pertumbuhan
ranggah dan perilaku seksualnya.
Ada beberapa tanaman

yang telah teruji secara klinis dapat meningkatkan

libido. Sanrego (Lunasia amara Blanco) merupakan salah satu tumbuhan obat yang
berpotensi afrodisiaka yaitu tumbuhan, bagian tumbuhan, ekstrak atau senyawa yang
diisolasi dari tumbuhan yang terbukti secara eksperimental farmakologi memiliki
efek afrodisiaka. Sanrego adalah tumbuhan yang mempunyai

khasiat sebagai

afrodisiaka meningkatkan gairah seks serta erat sekali hubungannya dengan libido
seksual (Muhtadi 1999). Nurlaila (2000) melaporkan hasil penelitiannya di
Laboratorium Farmasi UNPAD bahwa dalam kandungan sanrego tedapat beberapa
senyawa bioaktif salah satunya adalah steroid.

3

Perumusan Masalah
Kegagalan pengembangbiakan rusa di Indonesia merupakan salah satu kendala
utama untuk berkembangnya Penangkaran rusa di Indonesia. Kegagalan ini
disebabkan kurangnya informasi atau pengetahuan tentang reproduksi, baik fisiologi
reproduksi maupun teknologi reproduksinya. Informasi yang ada umumnya berasal
dari penelitian-penelitian rusa di negara subtropik sehingga aplikasi teknologi
reproduksi pada rusa tropis di lingkungan alamiahnya memberikan hasil yang kurang
memuaskan (Dradjat 2002).
Meningkatkan perkembangbiakan rusa melalui teknologi reproduksi merupakan
langkah yang tepat bagi kemajuan penangkaran rusa di Indonesia. Dalam
meningkatkan efisiensi reproduksi pada aktivitas perkawinannya dilakukan upayaupaya untuk memperpendek siklus ranggah melalui pemberian hormon-hormon
sintetik. Rusa merupakan satwa liar yang sulit penanganannya, sehingga pemberian
hormon sintetik disamping memerlukan biaya yang lebih mahal juga membutuhkan
penanganan khusus dan beresiko besar sehingga perlu penanganan yang sesuai.
Teknik pemberian hormon yang berasal dari tumbuhan dan diberikan secara oral
merupakan salah satu cara yang sesuai untuk diberikan pada rusa dan sekaligus dapat
memanfaatkan tumbuhan-tumbuhan afrodisiaka untuk lebih dimanfaatkan. Dari hasil
penelitian yang dilakukan oleh Handarini (2006) dilaporkan bahwa lama satu siklus
ranggah rusa timor adalah 379,25±8,888 atau sekitar satu tahun lebih. Dengan
pemberian hormon yang terkandung dalam tanaman afrodisiaka maka diharapkan
selain dapat memperpendek siklus ranggah juga meningkatkan libido seksualnya.
Sanrego yang telah diuji mempunyai potensi afrodisiaka, ternyata mempunyai
khasiat untuk mengatasi dan meningkatkan libodo sekual. Namun tumbuhan ini
belum banyak dikenal. Dari hasil penelitian Widyatmoko (2000) pada anak ayam
jantan yang berumur 3 hari yang diberi infus daun sanrego secara oral sebanyak 1 ml
selama 15 hari ternyata menunjukkan adanya pertambahan ukuran jengger, berat
jengger, berat testis dan berat bursa fabrisius. Sedangkan Nurlaila (2000) melaporkan
bahwa hasil pemeriksaan skrining fitokimia menunjukkan bahwa daun sanrego
mengandung steroid.

4

Kerangka Pemikiran
Banyak faktor yang mempengaruhi tingkat reproduksi hewan Salah satunya
adalah kemampuan pejantannya, baik kemampuan untuk memproduksi semen yang
berkualitas dan berkuantitas maupun kemampuan dalam melayani betina.
Kemampuan untuk melayani betina secara optimal sesuai dengan

sifat yang

dimilikinya, dapat ditunjang dengan pemberian obat-obatan yang berfungsi sebagai
stimulan terhadap libido seksualnya. Libido seksual pada rusa muncul seiring
adanya proses kalsifikasi yaitu perubahan ranggah lunak (velvet) menjadi ranggah.
Libido seksual pada rusa muncul seiring adanya proses kalsifikasi yaitu
perubahan ranggah lunak (velvet) menjadi ranggah. Pada rusa jantan, Libido hanya
terjadi pada saat jantan memiliki ranggah keras. Libido seksual berhubungan
langsung dengan faktor dalam yaitu sekresi hormon (androgen), faktor motivasi
dorongan dan insentif sebagai akibat perangsangan mekanisme syaraf serta faktor
luar seperti rangsangan terhadap betina yang sedang birahi baik melalui suara, bau,
perabaan maupun penglihatan. Perubahan ranggah lunak menjadi keras dapat
diperpendek waktunya dengan penambahan hormon androgen atau senyawa lain
yang bekerja seperti androgen.
Sanrego sebagai salah satu tumbuhan obat yang berpotensi afrodisiaka yang
bekerja sebagai androgen mampunyai potensi untuk memperpendek siklus ranggah
dan meningkatkan libido seksualnya. Dalam sanrego mengandung steroid. Melalui
peredaran darah steroid yang terkandung dalam sanrego masuk pada organ yang
dituju. Steroid bekerja seperti hormon androgen pada tubuh hewan jantan yaitu
testosteron, yaitu mengendalikan kelakuan kelamin. Dengan adanya penambahan
steroid pada tubuh pejantan maka akan mempercepat proses kalsifikasi ranggah
lunak dan

meningkatkan libido seksual. Dalam penelitian ini akan difokuskan

kepada penggunaan Sanrego pengaruhnya terhadap proses kalsifikasi ranggah dan
libido seksual pada rusa. Sebagai parameter yang diukur adalah :

waktu mulai

pengelupasan velvet, lama pengelupasan velvet, timbulnya perilaku seksual pertama
kali, lama perilaku seksual dan intensitas perilaku seksual dan terjadinya kopulasi.
Bagan alir kerangka pemikiran dapat dilihat pada gambar 1.

5

Teknik penangkaran

Kandang

Pakan

Reproduksi

Betina

Kesehatan

Jantan

* Penglihatan
* Bau
* Suara,dll

*.Hormon
* Syaraf

Libido seksual
Perilaku seksual
* penampakan perilaku Seksual
pertama kali
* Lama perilaku seksual
* Intensitas perilaku seksual
* Terjadi kopulasi

Kualitas
dan
kuantitas
semen

Lama perub velvet jadi ranggah
(60-70 hari) dan Kemampuan
melayani betina (normal = 1:4)
Libido normal

No

Penambahan
Sanrego
(steroid)

Yes

Selesai

Gambar 1 Bagan alir
kerangka pemikiran penggunaan
sanrego dalam
memperpendek siklus ranggah dan meningkatkan libido seksual rusa
timor.

6

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan:
1. Mengetahui peranan sanrego dalam memperpendek siklus ranggah dan
meningkatkan libido seksual rusa timor jantan.
2. Mengetahui dosis pemberian Sanrego yang tepat untuk peningkatan
libido seksual pada rusa timor jantan.
3. Mengetahui pola perilaku kawin (mating behaviour) pada rusa timor.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai masukan
dalam pengembangan teknologi reproduksi rusa yang ada di penangkaran sehingga
dengan meningkatnya kemampuan untuk

bereproduksi diharapkan penangkaran

rusa di Indonesia semakin maju.

Hipotesis
H1

: Pemberian daun Sanrego pada rusa jantan akan menimbulkan pengaruh
terhadap peningkatan libido seksualnya.

H2

: Semakin tinggi dosis Sanrego yang diberikan maka akan semakin tinggi
dan atau semakin cepat timbul libido seksualnya.

7

TINJAUAN PUSTAKA
Bioekologi Rusa Timor
Klasifikasi
Indonesia mempunyai empat jenis rusa yang banyak dijumpai seperti rusa
sambar (Cervus unicolor), rusa timor (Cervus timorrensis), rusa

bawean

(Axis

kuhlii) dan muncak atau kijang (Muntiacus muntjak). Menurut Schroder (1976)
rusa timor

merupakan salah satu jenis rusa asli Indonesia yang secara singkat

dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Phillum

: Chordata

Sub Phillum

: Vertebrata

Class

: Mamalia

Ordo

: Artiodactyla

Sub Ordo

: Ruminantia

Famili

: Cervidae

Sub Famili

: Cervinae

Genus

: Cervus

Spesies

: Cervus timorensis de Blainville, 1822

Sub Spesies

: C. t. russa Muller & Schlegal, 1839
C. t. laronesiotis nov.
C. t. renschi Sody, 1932
C. t. timorensis Blainville, 1822
C. t. macassarius Heude, 1896
C. t. djongga nov.
C. t. molucentis Quoi et Gaimard, 1830
C. t. floresiensis Heude, 1896

Morfologi
Rusa timor merupakan rusa asli Indonesia dan terbesar kedua setelah rusa
sambar. Dikenal juga dengan nama rusa jawa, memiliki warna bulu coklat abu abu

8

sampai coklat tua kemerahan. Rusa jantan warnanya lebih gelap. Warna di bagian
perut lebih terang dari pada di bagian punggungnya. Rusa timor mempunyai banyak
keunikan yaitu sebagai kelompok rusa yang mempunyai banyak jenis, dengan nama
daerah yang cukup beragam dan sebagai rusa yang paling luas tersebar di luar negeri
(Semiadi dan Nugraha 2004). Sedangkan Dradjat (2002) mengatakan bahwa rusa
timor merupakan rusa yang paling dapat menyesuaikan diri. Dapat hidup baik di
daerah basah, kering, berpasir maupun berpegunungan. Rusa timor juga dapat hidup
di daerah panas, dingin, daerah yang terbuka ataupun di hutan lebat.
Rusa jantan relatif lebih besar dibandingkan dengan rusa betina. Tinggi bahu
rusa betina dewasa 100 cm, sedangkan yang jantan dapat mencapai 110 cm. Panjang
badan dengan kepala antara 120–130 cm, panjang ekor 10–30 cm. Sedangkan bobot
badannya antara 40-120 kg, tergantung pada jenisnya. Setelah lewat seleksi dan
pemeliharaan yang optimal di tingkat peternakan, berat badan dapat mencapai 120–
140 kg pada yang jantan dan 70 sampai 90 kg pada yang betina (Semiadi dan
Nugraha 2004).
Ciri rusa jantan dewasa ialah memiliki ranggah atau tanduk. Ranggah penuh
bercabang tiga, dengan ujungnya yang runcing, kasar dan beralur memanjang dari
pangkal hingga ke ujung ranggah. Panjang ranggah 80 – 90 cm. Ada juga yang
mencapai 111.5 cm (Semiadi dan Nugraha 2004).

Daerah Penyebaran
Penyebaran Rusa Timor hampir di seluruh wilayah Indonesia kecuali Pulau
Sumatra. Di Kalimantan, Irian dan Kepulauan Maluku, Rusa Timor merupakan rusa
yang diintroduksikan. Pada tahun 1680, diintroduksikan dari Jawa ke Kalimantan,
sedangkan di pada tahun 1913 – 1920, diintroduksikan dari Halmahera ke Irian dan
pada tahun 1855 diintroduksikan dari pulau Seram ke Pulau Aru.
Daerah penyebaran
dapat dilihat pada Tabel 1.

rusa timor dari 8 sub spesies yang ada di Indonesia,

9

Tabel 1 Penyebaran rusa timor (Cervus timorensis) di Indonesia
____________________________________________________________________
No
Sub species
Daerah penyebarannya
____________________________________________________________________
1
C.t.timorensis
Timor, Roti, Alor, Pantar, Semau, P. Rusa
dan P. Kambing
2
C. t. Russa
Jawa, Kalsel, Sulawesi dan Ambon
(Introduksi)
3
C. t. Laronesiotes
P. Peucang ( Ujung Kulon ).
4
C. t. Renschi
Bali
5
C. t. Floresiensis
Lombok, Sumbawa, Rinca, Komodo,
Flores, Adonare, Solor dan Sumba
6
C. t. Macassaricus
Sulawesi, Bangai dan Selayar
7
C. t. Jonga
Muna dan Buton
8
C. t. Moluccensis
Sulawesi, Ternate, Mareh,
__________________________________________________________________________________

Sumber: Direktur Perum Perhutani dengan Fakultas Kehutanan IPB (1991).

Habitat
Habitat Rusa timor adalah hutan, dataran terbuka serta padang rumput dan
savanna. Rusa Timor diketemukan di dataran rendah hingga pada ketinggian 2600 m
di atas permukaan laut. Dibanding dengan jenis rusa yang lain, rusa timor lebih
mampu beradaptasi di daerah kering, karena ketergantungan terhadap ketersediaan air
relatif lebih kecil. Kemampuan untuk

beradaptasi cukup baik sehingga mereka

mampu berkembangbiak dengan baik di daerah yang bukan habitat aslinya (Semiadi
dan Nugraha 2004).

Adaptasi Rusa
Rusa adalah satwa yang kemampuan adaptasinya terhadap lingkungan cukup
tinggi. Dilingkungan yang terdapat banyak aktivitas manusia maupun di tempat yang
kondisi lingkungan pakan kurangpun, rusa dapat beradaptasi dengan baik. Namun
demikian bukan berarti rusa tidak luput dari stress, penyakit dan kematian.
Untuk mencegah terjadinya stress maupun lainnya, perlu perhatian
penanganan

yang baik

dan teratur. Salah satu

cara yang dilakukan

dan
untuk

10

mempermudah

penanganan individu rusa

yang baru ditangkap ke tempat

penangkaran adalah dengan menempatkan rusa dalam kandang yang gelap dan
relatif tidak luas (Dradjat 2002).

Fisiologi Reproduksi Rusa Timor
Arti Penting perkembangbiakan (reproduksi)
Reproduksi merupakan kunci utama dalam teknik penangkaran. Keberhasilan
dalam bereproduksi berarti keberhasilan juga dalam usaha penangkarannya.
Sebagaimana diketahui, keberhasilan dalam pengelolaan hewan, tergantung pada
beberapa faktor yang saling berkaitan dan timbal balik antara satu dengan yang
lainnya, baik faktor biotik maupun faktor abiotik (non hayati). Salah satu aspek
penting yang harus diketahui adalah pengetahuan mengenahi biologi reproduksi atau
“bioreproduksi” hewan itu sendiri. Menurut Masyud (1997) pengetahuan tentang
bioreproduksi suatu jenis hewan dapat memberikan berbagai informasi yang dapat
digunakan sebagai dasar dalam :
a. Memperkirakan jumlah atau banyaknya anak yang mungkin akan dihasilkan
b. Informasi tentang umur saat mulai bereproduksi
c. Panjang atau lama waktu bagi hewan bereproduksi
d. Kapan satwa bisa melakukan aktivitas bereproduksi
e. Pola hormonal
f. Teknik reproduksi yang dilakukan.
Siklus Reproduksi
Yang dimaksud siklus reproduksi adalah rangkaian semua kegiatan biologik
kelamin yang berlangsung secara sambung menyambung sehingga terlahir generasi
baru dari suatu mahluk hidup (Partodihardjo 1980). Reproduksi merupakan fungsi
tubuh yang secara fisiologis tidak vital bagi kehidupan suatu individu, tetapi sangat
penting untuk kelangsungan keturunan suatu jenis atau bangsa hewan. Suatu siklus
reproduksi akan dimulai setelah hewan mengalami pubertas (Toelihere 1985).

11

Pubertas. Pubertas adalah saat hewan atau satwa telah menjadi dewasa
kelamin. Pada hewan betina ditandai dengan adanya sel telur yang telah masak
(siap untuk dibuahi). Pubertas pada hewan betina di mulai dengan penampakan
tanda berahi pertama kali

dan hasrat untuk kawin. Pada hewan jantan pubertas

dimulai dengan adanya spermatozoa yang masak, ditandai peningkatan libido yang
ditampakkan melalui perilaku seksual sebagai hasrat untuk mengawini betina.
Usia pubertas rusa timor betina adalah umur 8 bulan dengan berat badan
minimun ±40 kg (Semiadi dan Nugraha 2004). Sedangkan menurut Masyud (1997)
pubertas terjadi pada umur 7–8 bulan, usia awal berbiak optimal antara 15–18 bulan
(±16,5 bulan). Dinyatakan oleh Dradjat (2002) bahwa pada umur 7 bulan
diperkirakan rusa jantan mencapai dewasa kelamin dengan berat badan 46 ± 6,91
dan rusa betina antara 39,65±7,01. Pada umur tersebut tubuh rusa belum siap untuk
melakukan proses reproduksi selanjutnya, sehingga umur kawin harus ditunda
sampai dewasa tubuh tercapai.
Pubertas pada rusa jantan

mulai terjadi saat pedikel mulai tumbuh yang

dilanjutkan dengan pertumbuhan ranggah. Ranggah tumbuh pertama kali pada rusa
umur 8 bulan (Dradjat 2002). Setiap individu hewan mempunyai usia pubertas yang
berbeda-beda. Sedangkan faktor yang mempengaruhi waktu pubertas adalah faktor
genetik dan faktor lingkungan seperti faktor nutrisi, faktor sosial dan faktor musim.
Musim Kawin. Musim kawin adalah suatu musim dalam satu tahun dimana
hewan betina memperlihatkan gejala-gejala berahi. Dalam periode satu

musim,

hewan betina jenis tertentu baik yang telah dewasa atau telah mencapai pubertas akan
memperlihatkan gejala berahi. Rusa betina adalah termasuk hewan poliestrus
bermusim yang artinya dalam satu musim kawin dapat menunjukkan beberapa kali
gejala berahi. Rusa kawin bermusim terutama terjadi pada rusa-rusa yang hidup di
lingkungan empat musim atau sub tropik. Sedangkan pada rusa-rusa tropik aktivitas
reproduksi cenderung tidak mengenal musim kawin. Untuk rusa timor dihabitat
alaminya, gejala berahi terlihat antara bulan juli-september (Hoogerwerf 1970).

12

Siklus Berahi. Siklus berahi adalah perubahan yang terjadi secara teratur pada
sistim reproduksi hewan betina. Siklus berahi adalah jarak antara berahi yang satu
dengan berahi berikutnya. Sedangkan berahi adalah saat dimana ditandai kesediaan
hewan betina menerima pejantan untuk melakukan kopulasi. Dalam periode siklus
berahi terjadi perubahan-perubahan fisiologis dalam alat kelamin betina. Perubahan
ini bersifat sambung menyambung satu sama lain dan akhirnya bertemu kembali pada
permulaannya. Berdasarkan gejala yang terlihat dari luar tubuh, menurut
Partodihardjo (1980) satu siklus berahi terbagi menjadi 4 fase yaitu : proestrus, estrus,
metestrus dan diestrus. Dari keempat fase tersebut, fase estrus merupakan fase
terpenting karena dalam fase ini hewan betina memperlihatkan gejala-gejala khusus
untuk tiap-tiap jenis hewan dan dalam fase ini pula betina mau menerima pejantan
untuk melakukan kopulasi.
Siklus berahi pada rusa antara 24–26 hari (Richard dalam Masyud 1997). Hal
ini berbeda dengan pendapat Dott dan Utai dalam Masyud 1997 yang mengatakan
bahwa

siklus berahi pada rusa antara 9–12 hari. Sedangkan Masyud 1997

berpendapat bahwa lama siklus berahi berkisar antara 9 hari (siklus pendek) dan 22
hari (siklus panjang). Berbagai variasi ini tergantung pada jenis rusa, lingkungan
maupun pengamatan yang dilakukan.
Lama Berahi. Lama berahi merupakan selang waktu mulai berahi ditandai
dengan munculnya berahi sampai hilang tanda-tanda berahi.

Lama berahi ini

dipengaruhi oleh umur, musim dan kehadiran pejantan serta bobot badan (Toelihere
1985). Lama birahi rusa sangat bervariasi. Masyud (1997) mengatakan bahwa lama
birahi rusa adalah rata-rata 24 jam. Sedangkan Rukman (1990) mengatakan bahwa
lama birahi rusa berlangsung 1 – 2 hari.

Imbangan Kelamin. Imbangan kelamin pada rusa yang ada dipenangkaran
pada umumnya cukup rendah yaitu satu pejantan berbanding 3 sampai 4 betina.
bahkan banyak juga antara jumlah pejantan lebih besar daripada jumlah betina
sehingga disamping

terjadi perebutan dan persaingan antar pejantan juga tidak

13

efisien dinilai dari analisa ekonominya. Menurut Semiadi dan Nugraha (2004)
pejantan rusa tropis pada dasarnya dapat melayani betina 12-20 ekor. Bahkan lebih
lanjut dikatakan imbangan kelamin untuk perkawinan rusa timor di Kaledonia baru
dapat mencapai 3 pejantan untuk 37 betina. Pada rusa chital 1:20-30 atau 3:100
sedangkan pada rusa merah adalah satu ekor pejantan unggul untuk melayani 30 - 40
ekor betina.
Siklus dan Tahap Pertumbuhan Ranggah.
Salah satu daya tarik dari satwa rusa adalah siklus ranggah. Ranggah adalah
istilah untuk tanduk rusa yang mempunyai fungsi sebagai simbul status sosial pada
pejantan di saat musim kawin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam musim
kawin, bentuk ranggah berperan dalam penting untuk kepentingan dominasi
kelompok dibandingkan dengan ukuran badan si pejantan itu sendiri ( Semiadi G
1997). Ranggah tersusun oleh tulang penuh yang akan lepas dan akan tumbuh
ranggah baru. Menurut pendapat Dradjat (2002) Pertumbuhan ranggah berhubungan
dengan dengan siklus seksual rusa jantan, iklim, photoperiod dan aktivitas hormon
steroid. Siklus ranggah pada rusa terdiri atas beberapa tahap yaitu pedicle, tahap
velvet (ranggah muda), tahap ranggah keras dan tahap lepas ranggah.
Tahap Pedicle.
Pedicle merupakan tahap pertumbuhan ranggah pertama kali saat rusa jantan
memasuki pubertas. Pada rusa timor jantan umumnya pedicle akan tumbuh setelah
mencapai bobot badan 40-50 kg. Pertumbuhan pedicle diawali dengan peningkatan
konsentrasi LH diikuti dengan peningkatan testosteron plasma. Lama tahap pedicle
rusa merah sekitar 15 minggu ( Sutie et al. 1989).
Tahap Ranggah muda (velvet).
Ranggah muda tersusun atas kartilago dan

banyak mengandung pembuluh

darah dan pembuluh syaraf. Ranggah muda diselimuti kulit yang halus dengan bulu
yang lembut. Pertumbuhan ranggah dimulai dari titik tumbuh pada bagian ujung
pedicle ditopang oleh aktivitas neutropin-3. Ranggah muda akan tumbuh sejalan

14

dengan peningkatan hormon androgen dalam darah. Ranggah muda yang telah
berkembang secara maksimal akan berhenti pertumbuhannya dan mengalami
kalsifikasi. Pada saat itu pembuluh darah dan pembuluh syaraf akan mati.
Pertumbuhan ranggah muda sampai mencapai perkembangan yang maksimal
(ranggah keras) dicapai antara 60-70 hari (Anderson 1984). Sedangkan hasil
penelitian yang dilakukan Handarini (2006) melaporkan bahwa pertumbuhan
ranggah velvet pada rusa timor adalah 155,75 ± 7,13 hari. Lebih lanjut dilaporkan
bahwa pertumbuhan velvet sangat tergantung pada keberadaan dan pertumbuhan
awal pedicle. Jika pertumbuhan pedicle tertunda karena kondisi pakan yang buruk
maka petumbuhan pakan juga akan tertunda.
Tahap pertumbuhan ranggah muda akan diakhiri dengan pengelupasan kulit
velvet pada bagian ujung ranggah yang disebut shehding. Velvet dan kulit epidermis
ranggah muda akan mati dan luruh. Ranggah mengelupas terjadi setelah ranggah
mengalami kalsifikasi. Pengelupasan ranggah terjadi pada saat kadar testosteron
dalam darah meningkat. Hormon testosteron akan langsung menstimuli konstriksi
pembuluh darah di ranggah. Menurut Dradjat (2002) pengelupasan kulit dan lepas
pada rusa merah membutuhkan waktu 6 – 22 hari.
Tahap ranggah keras.
Ranggah muda setelah perkembangan maksimal akan mengalami proses
kalsifikasi atau ossifikasi. Ossifikasi dimulai dari bagian pangkal menuju ke bagian
ujung ranggah. Menurut pendapat Dradjat (2002) bahwa proses penulangan terjadi
dengan kombinasi kalsifikasi intra membranosus dan endochondral. Lebih lanjut
dikatakan bahwa ostcoblast akan merubah osteosit dan trabekula tulang sehingga
terjadi deposisi kalsium pada matriks, sehingga trabekula menjadi padat. Menurut
Lincoln (1992) tahap ranggah keras pada rusa sambar adalah sekitar 102-115 hari
dan lama proses ossifikasi sendiri berlangsung selama 6 sampai 22 hari.
Tahap Ranggah luruh.
Ranggah luruh atau lepasnya ranggah dari pedikel (dasar ranggah) terjadi
karena aktifitas osteoklastik dan erosi junction dan secara fisik dibantu oleh perilaku

15

rusa yang suka menanduk dan menyeruduk pohon. Pedicle mengambil peranan
dengan cara menahan aliran darah benar-benar terhenti sehingga tidak ada lagi
bagian yang secara langsung mengikat antara tubuh rusa dengan ranggah keras.
Proses luruhnya ranggah tersebut memakan waktu satu sampai dua hari antara
ranggah kanan dan kiri. Rataan dari raggah keras sampai ranggah luruh adalah
207,25 ± 2,75 hari. Sedangkan tanpa ranggah yaitu dari luruhnya ranggah sampai
timbulnya ranggah baru adalah 16,25 ± 0,88 hari (Handarini, 2006).
Hormon Dan Mekanisme Reproduksi
Hormon-Hormon Reproduksi. Ada tiga hormon yang memegang peranan
penting dalam sistim reproduksi yaitu ”realising hormone”, hormon gonadotropin
dan hormon –hormon steroid. realising hormone adalah hormon yang diproduksi
oleh hipotalamus, yang mempunyai peranan untuk mengontrol proses dan pelepasan
hormon-hormon yang dihasilkan oleh lobus anterior hipofisa seperti

follicle

stimulting hormone-releasing hormone dan luteinizing hormone-releasing hormone
FSH-RH dan LH-RH) ( Masyud 1997).
Hormon gonadotropin (FSH/RH) berasal dari kelenjar hipofise. Hormon ini
berperan dalam proses pendewasaan, pelepasan gamet-gamet dan stimulasi sekresi
hormon steroid kelamin dari gonad. Hormon gonadotropin yang terpenting adalah
FSH, LH dan LTH (luteotrophic hormone atau Prolaktin). Hormon steroid yaitu
hormon- hormon yang diproduksi oleh gonad yaitu ovarium dan testis. Hormon
estrogen dan progesteron dihasilkan oleh ovarium dan testosteron dihasilkan oleh
testis. Hormon steroid memegang peranan dalam aspek-aspek kelakuan reproduksi
seperti tingkah laku birahi, tingkah laku kawin, bunting, melahirkan, pemeliharaan
dan perkembangan organ-organ reproduksi serta pengaturan siklus reproduksi
(Toelihere 1985).

Mekanisme Siklus Ranggah Rusa Jantan. Siklus ranggah rusa seiring dengan
siklus hormonal. Di negara-negara empat musim, iklim dan musim

akan

mempengaruhi hormon gonadotropin, sedangkan musim akan mempengaruhi sekresi

16

testosteron. Adanya pengaruh fotoperiod dan perbedaan latitude akan berperan dalam
tampilan reproduksi jantan. Rusa adalah termasuk hewan yang mengenal hari
pendek. Pada saat hari pendek maka produksi gonadotropin (FSH/LH) meningkat.
FSH dan LH ini berfungsi dalam menstimulir testis sehingga kadar testosteron yang
dihasilkan oleh sel Leydig terus meningkat (Fraser 1980).
Pada kadar testosteron tertinggi maka libido akan meningkat dan akan
menstimulisi musim kawin. Apabila hari pendek berlalu dan diganti dengan hari
panjang maka sekresi hormon gonadotropin menurun, akibatnya testis akan
mengkerut. Dengan mengkerutnya testis maka aktivitas spermatogenesis dan sekresi
testosteron akan terganggu. Namun demikian dari hasil penelitian dilaporkan bahwa
rusa tropik tidak menunjukkan musim kawin dan dapat bereproduksi sepanjang tahun
mengikuti siklus ranggah. Dalam satu siklus perkembangan ranggah atau
peningkatan panjang ranggah sejalan dengan peningkatan konsentrasi androgen.
Konsentrasi androgen sangat rendah pada awal perkembangan ranggah dan mencapai
puncak pada saat musim kawin yaitu pada kondisi ranggah keras. Setelah musim
kawin, maka konsentrasi androgen menurun secara drastis, diikuti dengan periode
penanggalan tanduk
Tabel 2 Nilai konsentrasi androgen plasma dan pertumbuhan ranggah (rata-rata ±sd)
rusa jantan dari waktu penanggalan tanduk pada bulan nopember
__________________________________________________________________
Hari ke
Androgen (ng/ml)
Panjang tanduk (cm)
___________________________________________________________________
0
0,12 ± 0,03
3,78 ± 0,26
15
0,27 ± 0,10
6,40 ± 0,29*
30
0,40 ± 0,23
10,15 ± 0,67*
45
0,57 ± 0,17
13,60 ± 0,34*
60
0,43 ± 0,16
16,00 ± 0,69*
75
1,99 ± o,42*
16,60 ± 0,98
90
2,63 ± 1,59
17,20 ± 1,53
105
2,60 ± 1,07
17,20 ± 1,53
___________________________________________________________________
*) Nilai berbeda nyata dari nilai sebenarnya (P> 0,05)
Sumber : Sempere and Boissin (1981).

17

siklus reproduksi hewan betina. Dalam proses reproduksi

Mekanisme

hewan yang tidak terjadi kebuntingan maka corpus luteum yang mempunyai peranan
menenangkan alat kelamin dengan sekresi progesteronnya akan mengalami regresi.
Hal ini terjadi karena pengaruh dari prostaglandin yang dihasilkan oleh dinding
uterus. Setelah progesteron merendah akibat dari mengecilnya corpus luteum, maka
FSH-RH/LH-RH

akan dilepaskan kedalam sistim porta dalam tangkai hipofise.

FSH-RH /LH-RH ini akan merangsang produksi dan pelepasan FSH yang disusul
produksi LH. FSH akan merangsang follikel tertier dalam ovarium untuk tumbuh
menjadi follikel de Graff yang akan menghasilkan hormon estrogen.

Estrogen

mempunyai sifat mencegah produksi FSH tetapi akan merangsang produksi LH.
Estrogen juga menyebabkan perubahan vaskularisasi alat kelamin dan kehendak
untuk mengadakan hubungan seks dengan pejantan (Partodihardjo 1980).
Dikatakan oleh Toelihere (1985) Pada saat produksi estrogen mencapai
puncaknya, maka terlihatlah tanda-tanda estrus yang ditandai kehendak hewan untuk
kawin. Pada saat kadar estrogen mencapai derajat ketinggian tertentu, akan memacu
produksi LH sehingga kadar LH dalam darah mendadak meningkat sedemikian rupa
sehingga

terjadilah

ovulasi.

Setelah

terjadi

ovulasi,

terbentuklah

corpus

hemorrhagicum. Kadar LH kemudian menurun dengan cepat. Oleh LH dan LTH,
corpus hemorrhagicum akan berubah menjadi corpus luteum. Corpus luteum tersebut
akan memproduksi hormon progesteron yang berfungsi untuk meredakan aktivitas
estrogen (Partodihardjo 1980).
Lisisnya corpus luteum menyebabkan turunnya progesteron dengan cepatnya
sampai pada kadar dasar dan diikuti dengan kenaikan produksi FSH secara
berangsur-angsur. FSH berfungsi untuk merangsang pertumbuhan follikel. Folikel
semakin lama akan semakin membesar. Dengan semakin tumbuhnya follikel tersebut
maka secara berangsur-angsur kadar estrogen dalam darah akan meningkat
(Salisbury and Vandemark 1985). Setelah kadar estrogen dalam darah mencapai
derajat ketinggian tertentu, dinding uterus akan memproduksi prostaglandin dan
menyebabkan corpus luteum mengalami regresi, yang diikuti dengan penurunan
produksi progesterone secara tajam (Toelihere 1985).

18

Deteksi Berahi
Tanda-tanda berahi pada rusa timor jantan diantaranya meraung-raung pada
interval tertentu yaitu pada pagi, sore dan kadang-kadang malam hari sambil
berendam di lumpur. Rusa tersebut akan berjalan dengan mulut mendatar dengan
mendongakkan kepalanya ( Semiadi dan Nugraha 2004). Lebih lanjut dikatakan oleh
Masyud (1997) bahwa rusa suka berdiri tegak sambil mengarahkan mulutnya kearah
rusa betina yang berahi dan mengikuti jejak betina sambil membaui bekas urine yang
dikeluarkan rusa betina. Masyud (1997) menyatakan bahwa tanda-tanda rusa betina
dalam kondisi berahi adalah sebagai berikut :
a. adanya rusa jantan yang mencoba mendekati pada jarak 10-15 meter
b. mulai terlihat keduanya istirahat bersama-sama ditempat tertutup
c. pejantan tampak melindungi betina tersebut dengan tingkah laku mulai
agresif dan menunjukkan makin tinggi perhatiannya terhadap betina
d. Terlihat lebih galak, gelisah dan mondar-mandir
e. punggung betina tegak, telinga berdiri dan kepala diangkat
f. mulut terbuka
g. Vulva membengkak dan mengeluarkan cairan jernih yang berbau khas
h. pantat dan kaki digerak-gerakkan kedepan dan kebelakang, yang Selalu
diikuti pejantan sambil menjilati dan mencium betina berahi
i. Berdiri di belakang rusa lainnya sambil mencium ekornya
j. Adanya rusa-rusa betina yang saling menaiki adalah merupakan tandatanda bahwa kedua betina tersebut sedang berahi.

Mekanisme Perilaku Rusa
Perilaku hewan adalah tindak tanduk hewan yang terlihat dan yang saling
berkaitan secara individual maupun secara bersama-sama. Perilaku juga merupakan
cara hewan untuk berinteraksi secara dinamik dengan lingkungannya, baik dengan
makluk hidup maupun dengan benda-benda. Kelakuan hewan adalah respons atau
rangsangan (stimuli) atau agent yang dipengaruhi oleh dua macam rangsangan yakni
rangsangan dari dalam dan rangsangan dari luar. Tanda-tanda perilaku yang spesifik

19

atau khas yang secara kolektif di istilahkan sebagai bahasa badan (Tanudimadja dan
Kusumamihardja 1985). Lebih lanjut dikatakan bahwa hewan satu sama lain akan
berhubungan dengan suatu sistem. Tanda-tanda perilaku tersebut akan ditentukan
oleh keperluan-keperluan fisiologis dan neurologis dan ditimbulkan oleh informasi
yang datang kepada mereka dari lingkungannya.
Faktor-Faktor Yang Mengendalikan Perilaku
Faktor-faktor yang mengendalikan perilaku satwa berasal dari dalam tubuh
satwa atau disebut faktor internal dan faktor yang berasal dari luar tubuh satwa atau
faktor eksteral. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku satwa tersebut dinamakan
rangsangan. Sedangkan aktivitas yang ditimbulkan oleh rangsangan dikenal dengan
nama respons (Tanudimadja dan Kusumamihardja 1985).
Faktor internal. Rangsangan yang berasal dari dalam tubuh tersebut antara
lain berupa faktor fisiologis seperti sekresi hormon, faktor motivasi, dorongan dan
insentif akibat dari perangsangan mekanisme syaraf seperti lelah, haus, lapar dan
nyeri (Toelihere 1985). Lebih