HUBUNGAN ANTARA COPING STRESS DENGAN SUBJECTIVE WELL- Hubungan Antara Coping Stress Dengan Subjective Well-Being Pada Penduduk Desa Balerante, Kemalang, Klaten.

HUBUNGAN ANTARA COPING STRESS DENGAN SUBJECTIVE WELLBEING PADA PENDUDUK DESA BALERANTE, KEMALANG, KLATEN

Naskah Publikasi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi
untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana (S-1)

Diajukan Oleh :
LINDA WATI
F.100110060

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015

i

HUBUNGAN ANTARA COPING STRESS DENGAN SUBJECTIVE WELLBEING PADA PENDUDUK DESA BALERANTE, KEMALANG, KLATEN
HALAMAN JUDUL

Naskah Publikasi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi
untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana (S-1)

Diajukan Oleh :
LINDA WATI
F.100110060

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015

ii

HUBUNGAN ANTARA COPING STRESS DENGAN SUBJECTIVE WELLBEING PADA PENDUDUK DESA BALERANTE, KEMALANG, KLATEN
Linda Wati
Dr. Nanik Prihartanti
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
linda_2248@yahoo.com
Abstrak

Tinggal di daerah rawan bencana merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan seseorang stres karena menimbulkan perasaan cemas dengan
datangnya bahaya bencana yang tidak bisa diprediksi. Stres lingkungan yang
dialami penduduk daerah rawan bencana menimbulkan berbagai afek negatif yang
menurunkan tingkat kebahagiaan dan kepuasaan hidup mereka. Sehingga coping
stress yang dilakukan dalam menghadapi kondisi tersebut memiliki kontribusi
terhadap pencapaian subjective well-being penduduk setempat. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui hubungan antara coping stress dan subjective wellbeing, untuk mengetahui tingkat subjective well-being dan tingkat keefektifan
coping stress, serta sumbangan efektif coping stress dan subjective well-being
pada penduduk desa Balerante, Kemalang, Klaten.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif, dengan
alat pengumpul data berupa skala subjective well-being dan skala coping stress.
Populasi penelitian ini adalah masyarakat desa Balerante yang berjumlah 1909
orang dan responden yang diambil berdasarkan rumus ukuran sampel Bungin
sebanyak 95 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
convenience sampling.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa coping stress memiliki
hubungan yang signifikan dengan subjective well-being, hal ini dapat dilihat dari
analisis parametric Pearson Product Moment diperoleh koefisien korelasi (rxy)
sebesar 0,645 dan signifikasi (p)=0,000 (p RH(82,5)) dan coping stress penduduk

tergolong efektif (RE(71,4)>RH(62,5)). Sumbangan efektif coping stress terhadap
subjective well-being adalah sebesar 0,42% diperoleh dari hasil r kuadrat sebesar
0,42.
Kata Kunci: coping stress, subjective well-being, daerah rawan bencana,
balerante

v

Resiko

PENDAHULUAN

Bencana

III

(KRB

III)


Memiliki tempat tinggal yang

gunung Merapi (Mahendra, 2014).

nyaman tanpa ancaman bencana

Menurut Sudibyakto (2011) KRB III

merupakan salah satu cara untuk

merupakan

mencapai

dihuni tetap sebagai pemukiman.

kebahagiaan

dan


kesejahteraan. Tinggal di daerah

zone larangan

untuk

Kegiatan gunung Merapi juga

rawan bencana menimbulkan stres

dapat

bagi masyarakat daerah tersebut

keuntungan

karena merasa cemas jika terjadi

Menurut


bencana dengan tiba-tiba yang dapat

2014)

mengancam jiwa mereka, seperti

dirasakan yaitu wilayah di sekitar

yang dinyatakan oleh Yusuf (2004)

gunung Merapi merupakan potensi

bahwa tinggal di daerah rawan

lahan pertanian yang subur, kaya

bencana merupakan salah satu faktor

akan bahan bangunan dan air yang


pemicu stres bagi seseorang.

dapat dimanfaatkan oleh penduduk

Salah satu daerah rawan bencana

yang

menimbulkan

berbagai

maupun

kerugian.

Kuswijayanti
keuntungan

(Rijanta,


yang

bermukim

di

dapat

sekitarnya.

di Indonesia adalah desa Balerante.

Namun demikian, kegiatan gunung

Desa Balerante merupakan salah satu

Merapi

desa di Kabupaten Klaten yang


menimbulkan berbagai bencana bagi

secara

penduduk

Provinsi

administratif
Jawa

berada

Tengah.

di
Desa

juga


tidak

terutama

yang

sedikit

lokasi

permukimannya sangat dekat dengan

Balerante merupakan salah satu desa

puncak

di Klaten yang masuk Kawasan

sepanjang


1

gunung
aliran

Merapi
sungai

dan

di

tempat

mengendapnya lahar dari gunung

kecukupan merupakan faktor yang

Merapi. Permukiman yang sangat

mempengaruhi persepsi penduduk

dekat dengan puncak Merapi akan

lereng

sangat

bahaya gunung Merapi.

rawan

terhadap

ancaman

Merapi

dalam

mensikapi

Kondisi tempat tinggal yang

bahaya awan panas, sedangkan untuk
dengan

rawan bencana membuat masyarakat

aliran sungai akan rawan terhadap

di daerah tersebut akan merasa

ancaman bencana lahar dingin.

cemas dengan datangnya bencana

permukiman

yang dekat

yang tiba-tiba. Meskipun demikian,

Rijanta, Hizbaron & Baiquni
bahwa

penduduk Balerante berusaha untuk

masyarakat memilih untuk tetap

tetap bertahan hidup berdampingan

tinggal di tempat tersebut karena

dengan bahaya Merapi. Tersedianya

hubungan virtual yang telah terjalin

sumber daya alam yang melimpah

diantara mereka sebagai manusia dan

dan adanya kepercayaan lokal bahwa

pemanfaat, serta alam diwakili oleh

tempat mereka akan tetap aman

gunungapi Merapi, tingkat kesuburan

meskipun pada tahun 2010 desa

tanah sehingga sulit meninggalkan

mereka tetap luluh lantahkan desa

tanah kelahiran. Sudibyakto (2011)

mereka,

menambahkan

faktor

memutuskan untuk menetap di desa

kepercayaan lokal, datangnya bahaya

tersebut. Terlepas dari hal itu, stres

Merapi yang tidak tiba-tiba (biasanya

lingkungan yang dialami penduduk

diawali dengan tanda-tanda alamiah),

daerah rawan bencana menimbulkan

dan sumber hidup yang merasa

berbagai

(2014)

menyatakan

bahwa

2

membuat

afek

mereka

negatif

tetap

yang

menurunkan tingkat kebahagiaan dan

evaluasi terhadap suasana hati dan

kepuasaan hidup mereka, seperti

emosi individu tersebut. Suh, Diener

yang dinyatakan Carr (2004) bahwa

dan Lucas (1999) mendefinisikan

individu

subjective

yang

subjective

telah

mencapai

well-being

akan

ketegori

well-being
yang

luas

sebagai
mengenai

merasakan kepuasan hidup yang

fenomena yang menyangkut respon-

tinggi, afek positif yang tinggi dan

respon

afek negatif yang rendah. Sehingga

kepuasan domain, dan penilaian-

coping stress yang dilakukan dalam

penilaian global atas kepuasan hidup.

menghadapi

kondisi

tersebut

memiliki

kontribusi

terhadap

pencapaian

subjective

well-being

seseorang,

Menurut Diener (Ningsih, 2013)
terdapat

dua

komponen

dasar

subjective well-being, yaitu :

penduduk setempat.

a. Komponen Afektif (Happiness),
Menurut

Subjective Well-being
Menurut

emosional

Feldman

(2011)

Diener

(2003)

definisi afeksi adalah evaluasi

subjective well-being adalah evaluasi

individu

seseorang mengenai hidup mereka

kejadian yang dialami dalam

dalam hal pikiran dan emosi yang

hidupnya.

dimiliki. Diener dan Lucas (Ningsih,

afeksi ini terdiri dari gambaran

2013)

mendefinisikan

well-being

sebagai

subjective

evaluasi

emosi

diri

mengenai

kejadian-

Evaluasi

dan

terhadap

suasana

hati.

Komponen afektif ini dibagi

kehidupan individu, yaitu penilaian

menjadi dua afek, yaitu :

terhadap kepuasan hidupnya dan

1) Afek positif

3

Emosi positif atau emosi
yang

menyenangkan

merupakan

bagian

b. Komponen kognitif (kepuasan
hidup)

dari

Kepuasan hidup termasuk

subjective well-being karena

dalam komponen kognitif karena

merefleksikan reaksi individu

keduanya

terhadap

keyakinan

peristiwa

dalam

didasarkan
(sikap)

pada
tentang

hidup individu yang dianggap

kehidupan seseorang. Kepuasan

penting bagi individu tersebut

hidup

karena

individu

hidupnya

sesuai

dengan

berjalan

apa

yang

merupakan

penilaian

terhadap

kehidupannya

kualitas

secara

global.

diinginkan olehnya (Diener &

Penilaian umum atas kepuasan

Oishi, 2005).

hidup merepresentasikan evaluasi

2) Afek negatif
Afek

negatif

yang
termasuk

berdasar

sebuah

kognitif

kehidupan

dari

seseorang

suasana hati dan emosi yang

secara keseluruhan (Pavot &

tidak

Diener, 1993).

menyenangkan

serta

merefleksikan respon-respon

Faktor-faktor

yang

negatif yang dialami oleh

mempengaruhi subjective well-being

individu

hidup

menurut Ariati (2010) :

mereka, kesehatan, peristiwa-

1) Harga diri positif

terhadap

peristiwa yang terjadi dan

Harga diri yang tinggi

lingkungan mereka (Diener &

akan

Oishi, 2005).

memiliki

4

menyebabkan
kontrol

seseorang
yang

baik

terhadap rasa marah, mempunyai

signifikan

hubungan yang intim dan baik

terjadinya

dengan orang lain, serta kapasitas

individual. Orang-orang dengan

produktif dalam pekerjaan. Hal

kepribadian ekstrovert biasanya

ini akan menolong individu untuk

memiliki teman dan relasi sosial

mengembangkan

yang lebih banyak, merekapun

hubungan
baik

kemampuan

interpersonal
dan

yang

akan

memprediksi
kesejahteraan

memiliki sensitivitas yang lebih

menciptakan

besar

kepribadian yang sehat.

mengenai

penghargaan

positif pada orang lain (Compton,

2) Kontrol diri

2005).

Kontrol

diri

diartikan

sebagai

keyakinan

individu

Secara umum, orang yang

bahwa

ia

mampu

optimis mengenai masa depan

berperilaku dalam cara yang tepat

merasa lebih bahagia dan puas

ketika

suatu

dengan kehidupannya. Individu

peristiwa. Kontrol diri ini akan

yang mengevaluasi dirinya dalam

mengaktifkan

cara yang positif, akan memiliki

akan

menghadapi

proses

4) Optimis

emosi,

motivasi, perilaku dan aktifitas

kontrol

fisik.

hidupnya,

3) Ekstraversi
Diener

mendapatkan

kepribadian

baik

terhadap

sehingga

memiiki

impian dan harapan yang positif

Penelitian
(1999)

yang

ekstavert

dkk

tentang masa depan.

bahwa
secara

5

5) Relasi sosial yang positif

besar,

Relasi sosial yang positif
akan

tercipta

bila

adanya

Hubungan

kesejahteraan

psikologis yang besar.
Coping Stress

dukungan sosial dan keintiman
emosional.

memiliki

Lazarus

yang

(1984)
coping

mendefinisikan

sebagai

didalamnya ada dukungan dan

strategi untuk memanajemen tingkah

keintiman

membuat

laku kepada pemecahan masalah

mampu

yang paling sederhana dan realistis,

diri,

berfungsi untuk membebaskan diri

meminimalkan masalah-masalah

dari masalah yang nyata maupun

psikologis,

kemampuan

tidak nyata, dan coping merupakan

pemecahan masalah yang adaptif,

semua usaha secara kognitif dan

dan membuat individu menjadi

perilaku

sehat secara fisik.

mengurangi, dan tahan terhadap

akan

individu
mengembangkan

harga

untuk

tuntutan-tuntutan (distress demands).

6) Memiliki arti dan tujuan dalam
hidup

King (2010) menambahkan bahwa
proses coping melibatkan mengelola

Dalam beberapa kajian,
arti dan tujuan hidup sering

situasi

dikaitkan

konsep

meningkatkan

Penelitian

menyelesaikan

religiusitas.

mengatasi,

dengan

yang

berlebihan,
usaha

untuk

permasalahan-

melaporkan bahwa individu yang

permasalahan

memiliki kepercayaan religi yang

mencari cara untuk mengalahkan

kehidupan,

stres atau menguranginya.

6

dan

Carver,

Scheier

dan

timbul

untuk

dapat

Weintraub (1989) mengembangkan

berkonsentrasi penuh dalam

strategi coping dari teori Lazarus

menghadapi stresor.
4) Restraint

menjadi 13 bentuk yang spesifik,
yaitu :
a.

coping,

yaitu

bentuk strategi coping berupa

Bentuk-bentuk problem solving

suatu

focussed coping

mengontrol

1) Active

coping,

latihan

untuk
atau

merupakan

mengendalikan diri. Dalam

proses pengambilan langkah

hal ini individu menunggu

aktif untuk mengatasi stresor

sampai

atau mengurangi efek buruk

yang tepat untuk bertindak,

yang ditimbulkan oleh stesor.

sehingga ia dapat mengatasi

2) Planning, berkaitan dengan

pada

kesempatan

stresor secara efektif.
5) Seeking social support for

perencanaan mengenai halhal yang dapat dilakukan

instrumental

untuk mengatasi situasi yang

merupakan

menimbulkan stres.

yang berupa upaya untuk

3) Suppression

of

reason,
bentuk

coping

competing

mendapatkan dukungan sosial

activities, adalah usaha untuk

dengan car mencari nasihat,

mengesampingkan

bantuan atau informasi dari

hal-hal

atau kegiatan lain, mencoba

orang lain.

menghindari gangguan dari

b.

Bentuk-bentuk emotion focussed
coping

situasi lain yang mungkin

7

1) Seeking sosial support for

5) Acceptance,

merupakan

emotional reason, merupakan

kebalikan

strategi coping dalam bentuk

perilaku coping yang penting

mencari

pada situasi simana seseorang

dukungan

moral,

denial,

simpati, atau pengertian dari

harus

orang lain.

menyesuaikan

2) Positive reinterpretation and

menerima
diri

c.

maladaptive

Bentuk-bentuk

1) Focusing on and venting of

kembali situasi secara lebih
pasif. Selanjutnya penilaian

emotions,

ini

kecenderungan

mengarahkan

untuk

melakukan

untuk

merupakan
menolak

merupakan

yang

bersifat

kekesalan atau perasaan yang

kehadiran

dialami oleh individu dan
mengungkapkan

nyata.

kekesalan tersebut.

4) Turning to religion, yaitu

agama

berpaling
apabila

negatif,

usaha

sumber stres tersebut tidak

kembali

untuk

memusatkan diri pada stres

problem focussed coping.
3) Denial,

dengan

coping

coping dengan cara menilai

individu

atau

keadaan yang dialaminya.

growth, merupakan bentuk

dapat

yaitu

2) Behavioral

pada

merupakan

seseorang

kekesalan-

disengagement,
bentuk

coping

yang berupa berkurangnya

berada keadaan stres.

usaha-usaha yang dilakukan
oleh

8

individu

dalam

mengatasi

stresor,

menyerah

untuk

mencapai

bahkan

yang memiliki hubungan dekat

berusaha

(saudara atau teman). Pengertian

tujuan

yang

lainnya

terhambat oleh stresor.

dikemukakan

oleh

Rietschlin (Taylor, 2003), yaitu

3) Mental disengagement, jenis

sebagai pemberian informasi dari

coping ini muncul dalam

orang lain yang dicintai atau

berbagai

mempunyai

bentuk

aktivitas

dan

yang pada dasarnya adalah

memiliki

menggunakan

aktivitas

atau kedekatan hubungan, seperti

untuk

orang tua, suami/istri, teman, dan

menghilangkan masalah yang

orang-orang yang aktif dalam

sementara sifatnya.

kelembagaan keagamaan. House

alternatif

Yusuf

(2004)

faktor-faktor
coping

kepedulian

jaringan komunikasi

menyebutkan

(1981) mengemukakan bahwa

yang mempengaruhi

dukungan sosial memiliki empat

sebagai

untuk

fungsi, yaitu sebagai berikut: (1)

mereduksi atau mengatasi stres, yaitu

Emotional support, (2) Appraisal

:

support,

(3)

Informational

a. Dukungan Sosial

support,

(4)

Instrumental

atau

karakteristik

Dukungan

upaya

sosial

diartikan

sebagai

bantuan

atau

terhadap

support.

dapat

pemberian

b. Kepribadian

pertolongan

seseorang

Tipe

yang

kepribadian

mengalami stress dari orang lain

mempunyai

9

seseorang
pengaruh

yang

cukup berarti terhadap coping

sebanyak 95 orang. Teknik sampling

atau usaha dalam mengatasi stres

yang digunakan dalam penelitian ini

yang dihadapinya.

adalah convenience sampling dengan

METODE PENELITIAN

dengan kriteria konklusif subjek usia

Metode

yang

digunakan

dewasa awal (20-40 tahun).

dalam penelitian ini adalah metode

HASIL PENELITIAN

kuantitatif, alat pengumpulan data

Penelitian ini melibatkan 95

diperoleh melalui skala subjective

responden dengan jumlah responden

well-being sebanyak 42 aitem dan

laki-laki sebanyak 32 (33,7 %) orang

skala coping stress sebanyak 35

dan responden perempuan sebanyak

aitem.

63 orang (66,3 %) serta jumlah
Metode analisis data dalam

responden

yang

belum

menikah

penelitian ini menggunakan product

sebanyak 38 orang (40 %) dan

moment dan akan diolah dengan

responden

aplikasi SPSS (Statistik Product and

sebanyak 57 (60 %).

Service Solutions) versi 17,0 for

yang

sudah

menikah

Hasil uji independent sampel

Windows Program.

T-test menyatakan bahwa tingkat

SUBJEK PENELITIAN

subjective well-being dan coping
digunakan

stress pada penduduk laki-laki dan

adalah

perempuan adalah sama. Hal tersebut

Balerante,

didapat dari hasil uji F pada variable

Kemalang, Klaten yang berjumlah

subjective well-being sebesar (1,229)

1909 orang. Sampel yang diambil

(p>0,05) dan hasil uji F pada variable

Populasi
dalam

yang

penelitian

masyarakat

desa

ini

10

coping

stress

sebesar

(0,057)

dengan sig. (2-tailed) sebesar (0,351)

(p>0,05) serta hasil uji t pada

(p>0,05) dan hasil uji t pada variable

subjective

well-being

coping stress dengan sig. (2-tailed)

dengan sig. (2-tailed) sebesar (0,225)

sebesar (0,089) (p>0,05) sehingga

(p>0,05) dan hasil uji t pada variable

Ho diterima artinya bahwa tidak ada

coping stress dengan sig. (2-tailed)

perbedaan tingkat subjective well-

sebesar (0,801) (p>0,05) sehingga

being

Ho diterima artinya bahwa tidak ada

penduduk yang belum menikah dan

perbedaan tingkat subjective well-

menikah desa Balerante, Kemalang,

being

Klaten.

variable

dan

coping

stress

pada

penduduk laki-laki dan perempuan

dan

coping

stress

pada

Hasil uji normalitas sebaran
dari variabel subjective well-being

desa Balerante, Kemalang, Klaten.
Hasil uji independent sampel

diperoleh dengan nilai Kolmogorov-

T-test menyatakan bahwa tingkat

Smirnov (KS-Z 0,807;

subjective well-being dan coping

(p>0,05)

artinya

stress pada penduduk yang belum

variabel

subjective

menikah dan menikah adalah sama.

memenuhi

Hal tersebut didapat dari hasil uji F

Variabel coping stress diperoleh

pada variable subjective well-being

dengan nilai Kolmogorov-Smirnov

sebesar (0,598) (p>0,05) dan hasil uji

(KS-Z =0,694; p=0,721) (p>0,05)

F pada variable coping stress sebesar

artinya sebaran data variabel coping

(1,602) (p>0,05) serta hasil uji t pada

stress memenuhi distribusi normal.

variable

subjective

well-being

Hal

11

ini

p=0,534)

sebaran

well-being

distribusi

sesuai

data

dengan

normal.

yang

dinyatakan Siregar (2010), apabila

Berdasarkan

hasil

nilai p > 0,05 maka Ho diterima yang

perhitungan statistik diperoleh bahwa

berarti data berdistribusi normal.

hasil subjective well-being tergolong

Sedangkan berdasarkan uji linieritas

dalam kategori tinggi dengan rerata

diperoleh nilai F pada Linierity

empirik (RE) = 105,04 dan rerata

71.492 dan signifikansi (p) = 0,000

hipotetik (RH) = 82,5. Sedangkan

(p < 0,05). Dari hasil tersebut

hasil coping stress tergolong dalam

menunjukkan bahwa variabel coping

kategori tinggi dengan rerata empirik

stress memiliki korelasi yang searah

(RE) = 71,4 dan rerata hipotetik

(linier) dengan subjective well-being

(RH) =6,5.

sehingga uji hipotesis selanjutnya

Sumbangan

parametric.

menggunakan

efektif

coping

stress terhadap subjective well-being

Berdasarkan hasil analisis diperoleh r

adalah

= 0,645 dengan p = 0,000 (p RH (62,5)) dengan

seseorang

memiliki

prosentase 64,3 % dari keseluruhan

subjective well-being yang tinggi jika

subjek. Hal ini menunjukkan bahwa

mereka jarang sekali mengalami

masyarakat desa Balerante mampu

emosi

mengatasi,

tersebut

meskipun

dikatakan

negatif.

Respon-respon

seseorang

mengurangi,

dengan

dan

emosional atau afektif, baik dialami

menoleransi ancaman dari distress

sebagai mood (suasana hati) atau

lingkungan, serta masyarakat desa

emosi, cenderung merepresentasikan

tersebut

informasi

tingkah lakunya secara realistis dan

secara

langsung

dan

16

mampu

memanajemen

memanfaatkan sumber-sumber daya

generalisasi dari hasil penelitian

yang dimiliki dalam menghadapi

terbatas

situasi stressful.

penelitian. Hasil juga menunjukkan

Sumbangan efektif coping stress

jumlah

populasi

bahwa variabel coping stress dapat

well-being

digunakan sebagai prediktor variabel

ditunjukkan dengan nilai r kuadrat

bebas yang mempengaruhi subjective

sebesar 0,42 sehingga sumbangan

well-being. Ada beberapa kelemahan

terhadap

efektif

subjective

pada

coping

stress

terhadap

yang terdapat dalam hasil penelitian

subjective well-being sebesar 42 %.

ini, yaitu meliputi :

Hal ini menunjukkan bahwa terdapat

1. Alat

ukur

yang

digunakan

faktor-faktor lain sebesar 58 % yang

menggunakan

mempengaruhi subjective well-being

belum

selain coping stress pada penduduk

aspek-aspek

daerah Balerante, Kemalang, Klaten.

kepribadian secara mendalam.

Misalnya harga diri positif, kontrol

2. Penyajian skala yang kurang

diri, ekstraversi, optimis, relasi sosial

praktis karena dilakukan secara

yang positif, memiliki arti, tujuan

door

dalam hidup, genetik, kepribadian,

dimungkinkan terdapat bias bagi

dan demografi.

sampel penelitian.

Berdasarkan

hasil

penelitian

skala

mampu

to

sehingga

mengungkap
karakteristik

door

sehingga

KESIMPULAN

dapat diketahui bahwa ada hubungan

Berdasarkan hasil analisis data

yang signifikan antara coping stress

dan pembahasan yang telah diuraikan

dengan subjective well-being, namun

maka dapat disimpulkan bahwa :

17

6. Sumbangan efektif coping stress

1. Ada hubungan yang signifikan
antara

coping

stress

subjective

well-being

penduduk

desa

terhadap subjective well-being

dengan
pada

sebesar 42 %.

Balerante,

SARAN

Kemalang, Klaten.

1. Subjek

2. Tingkat subjective well-being dan

penelitian,

diharapkan

meningkatkan keefektifan coping

coping stress penduduk desa

stress dengan melakukan jenis

Balerante tergolong tinggi.

coping stress yang sesuai dengan

3. Tidak ada perbedaan tingkat

situasi baik situasi ketika dalam

subjective well-being dan coping

bencana maupun tidak dalam

stress pada penduduk laki-laki

bencana.

dan perempuan.

2. Bagi peneliti lain, diharapkan

4. Tidak ada perbedaan tingkat

untuk memperluas jumlah sampel

subjective well-being dan coping
stress pada penduduk yang belum
menikah dan menikah.

sehingga

generalisasi

hasil

penelitian

menjadi

lebih

mendalam

5. Bentuk coping stress yang efektif

dan

memperbaiki

kelemahan-kelemahan

pada penduduk desa balerante

dalam

penelitian ini.

adalah planning, seeking sosial
support

instrumental

seeking social

reason,

DAFTAR PUSTAKA

for emotional

Ariati, J. (2010). Subjective Wellbeing
(Kesejahteraan
Subjektif) dan Kepuasan Kerja
pada Staf Pengajar (Dosen) di
Lingkungan Fakultas Psikologi

reason, turning to religion, dan
behavioral disengagement.

18

Kemalang).
Jurnal
Pemerintahan.
http://fisip.undip.ac.id.

Universitas Diponegoro. Jurnal
Psikologi Undip. Vol. 8, No. 2
: 119-120.
BPS (2014). Menikah Atau Tidak,
Ternyata Sama Bahagianya
Lho.
(Online)
(http://gaya.tempo.co/read/new
s/2015/02/07/174640643/meni
kah-atau-tidak-ternyata-samabahagianya-lho diunduh pada
tanggal 30 Juli 2015)
Carver, C.S., Weintroub, J. K., &
Scheiner, M. F. (1989).
Assessing Coping Strategies :
A
Theoritically
Based
Approach.
Journal
of
Personality
and
Social
Psychology. Vol. 56. No. 2 :
267-283.

Ilmu

Ningsih, A. (2013). Subjective Well
Being Ditinjau dari Faktor
Demografi (Status Pernikahan,
Jenis Kelamin, Pendapatan).
Jurnal Online Psikologi. Vol.
01 No. 02. ISSN : 2301-8259.
Rijanta, R., Hizbaron, D. R., &
Baiquni, M. (2014). Modal
Sosial
dalam
Manajemen
Bencana. Yogyakarta : Gajah
Mada University Press.
Rubbyana, U. (2012). Hubungan
antara Strategi Koping dengan
Kualitas Hidup pada Penderita
Skizofrenia Remisi Simptom.
Jurnal Psikologi Klinis dan
Kesehatan Mental. Vol. 1 No.
02, Juni 2012.

Feldman, R. S. (2011). Pengantar
Psikologi : Understanding
Psychology. (Terjemahan Petty
Gina Gayatri dan Putri Nurdina
Sofyan). Jakarta : Salemba
Hunamika.

Smet,

B.
(1994).
Psikologi
Kesehatan. Jakarta : Grasindo.

Sudibyakto. (2011). Manajemen
Bencana di Indonesia Kemana
?. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Perss.

King, L. A. (2007). The Sience of
Psychology : An Appreciative
View.Psikologi
Umum
:
Sebuah Pandangan Apresiatif.
(Terjemahan
Brian
Marwensdy). Jakarta : Salemba
Humanika.

Yusuf, S. (2004). Mental Hygiene :
Pengembangan
Kesehatan
Mental dalam Kajian Psikologi
dan Agama. Bandung : Pustaka
Bani Quraisy.

Lazarus, R. S., & Folkman, S.
(1984). Stress, Appraisal and
Coping. New York : Spranger.
Mahendra, G. (2014). Kapasitas
Kelembagaan dan Kearifan
Lokal
dalam
Antisipasi
Penanggulangan
Bencana
Merapi Tahun 2010 di
Kabupaten Klaten (Studi Kasus
di Desa Balerante Kecamatan
19