HUBUNGAN ANTARA COPING STRESS DENGAN SUBJECTIVE WELL- Hubungan Antara Coping Stress Dengan Subjective Well-Being Pada Penduduk Desa Balerante, Kemalang, Klaten.
HUBUNGAN ANTARA COPING STRESS DENGAN SUBJECTIVE WELLBEING PADA PENDUDUK DESA BALERANTE, KEMALANG, KLATEN
Naskah Publikasi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi
untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana (S-1)
Diajukan Oleh :
LINDA WATI
F.100110060
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
i
HUBUNGAN ANTARA COPING STRESS DENGAN SUBJECTIVE WELLBEING PADA PENDUDUK DESA BALERANTE, KEMALANG, KLATEN
HALAMAN JUDUL
Naskah Publikasi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi
untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana (S-1)
Diajukan Oleh :
LINDA WATI
F.100110060
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
ii
HUBUNGAN ANTARA COPING STRESS DENGAN SUBJECTIVE WELLBEING PADA PENDUDUK DESA BALERANTE, KEMALANG, KLATEN
Linda Wati
Dr. Nanik Prihartanti
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
linda_2248@yahoo.com
Abstrak
Tinggal di daerah rawan bencana merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan seseorang stres karena menimbulkan perasaan cemas dengan
datangnya bahaya bencana yang tidak bisa diprediksi. Stres lingkungan yang
dialami penduduk daerah rawan bencana menimbulkan berbagai afek negatif yang
menurunkan tingkat kebahagiaan dan kepuasaan hidup mereka. Sehingga coping
stress yang dilakukan dalam menghadapi kondisi tersebut memiliki kontribusi
terhadap pencapaian subjective well-being penduduk setempat. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui hubungan antara coping stress dan subjective wellbeing, untuk mengetahui tingkat subjective well-being dan tingkat keefektifan
coping stress, serta sumbangan efektif coping stress dan subjective well-being
pada penduduk desa Balerante, Kemalang, Klaten.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif, dengan
alat pengumpul data berupa skala subjective well-being dan skala coping stress.
Populasi penelitian ini adalah masyarakat desa Balerante yang berjumlah 1909
orang dan responden yang diambil berdasarkan rumus ukuran sampel Bungin
sebanyak 95 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
convenience sampling.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa coping stress memiliki
hubungan yang signifikan dengan subjective well-being, hal ini dapat dilihat dari
analisis parametric Pearson Product Moment diperoleh koefisien korelasi (rxy)
sebesar 0,645 dan signifikasi (p)=0,000 (p RH(82,5)) dan coping stress penduduk
tergolong efektif (RE(71,4)>RH(62,5)). Sumbangan efektif coping stress terhadap
subjective well-being adalah sebesar 0,42% diperoleh dari hasil r kuadrat sebesar
0,42.
Kata Kunci: coping stress, subjective well-being, daerah rawan bencana,
balerante
v
Resiko
PENDAHULUAN
Bencana
III
(KRB
III)
Memiliki tempat tinggal yang
gunung Merapi (Mahendra, 2014).
nyaman tanpa ancaman bencana
Menurut Sudibyakto (2011) KRB III
merupakan salah satu cara untuk
merupakan
mencapai
dihuni tetap sebagai pemukiman.
kebahagiaan
dan
kesejahteraan. Tinggal di daerah
zone larangan
untuk
Kegiatan gunung Merapi juga
rawan bencana menimbulkan stres
dapat
bagi masyarakat daerah tersebut
keuntungan
karena merasa cemas jika terjadi
Menurut
bencana dengan tiba-tiba yang dapat
2014)
mengancam jiwa mereka, seperti
dirasakan yaitu wilayah di sekitar
yang dinyatakan oleh Yusuf (2004)
gunung Merapi merupakan potensi
bahwa tinggal di daerah rawan
lahan pertanian yang subur, kaya
bencana merupakan salah satu faktor
akan bahan bangunan dan air yang
pemicu stres bagi seseorang.
dapat dimanfaatkan oleh penduduk
Salah satu daerah rawan bencana
yang
menimbulkan
berbagai
maupun
kerugian.
Kuswijayanti
keuntungan
(Rijanta,
yang
bermukim
di
dapat
sekitarnya.
di Indonesia adalah desa Balerante.
Namun demikian, kegiatan gunung
Desa Balerante merupakan salah satu
Merapi
desa di Kabupaten Klaten yang
menimbulkan berbagai bencana bagi
secara
penduduk
Provinsi
administratif
Jawa
berada
Tengah.
di
Desa
juga
tidak
terutama
yang
sedikit
lokasi
permukimannya sangat dekat dengan
Balerante merupakan salah satu desa
puncak
di Klaten yang masuk Kawasan
sepanjang
1
gunung
aliran
Merapi
sungai
dan
di
tempat
mengendapnya lahar dari gunung
kecukupan merupakan faktor yang
Merapi. Permukiman yang sangat
mempengaruhi persepsi penduduk
dekat dengan puncak Merapi akan
lereng
sangat
bahaya gunung Merapi.
rawan
terhadap
ancaman
Merapi
dalam
mensikapi
Kondisi tempat tinggal yang
bahaya awan panas, sedangkan untuk
dengan
rawan bencana membuat masyarakat
aliran sungai akan rawan terhadap
di daerah tersebut akan merasa
ancaman bencana lahar dingin.
cemas dengan datangnya bencana
permukiman
yang dekat
yang tiba-tiba. Meskipun demikian,
Rijanta, Hizbaron & Baiquni
bahwa
penduduk Balerante berusaha untuk
masyarakat memilih untuk tetap
tetap bertahan hidup berdampingan
tinggal di tempat tersebut karena
dengan bahaya Merapi. Tersedianya
hubungan virtual yang telah terjalin
sumber daya alam yang melimpah
diantara mereka sebagai manusia dan
dan adanya kepercayaan lokal bahwa
pemanfaat, serta alam diwakili oleh
tempat mereka akan tetap aman
gunungapi Merapi, tingkat kesuburan
meskipun pada tahun 2010 desa
tanah sehingga sulit meninggalkan
mereka tetap luluh lantahkan desa
tanah kelahiran. Sudibyakto (2011)
mereka,
menambahkan
faktor
memutuskan untuk menetap di desa
kepercayaan lokal, datangnya bahaya
tersebut. Terlepas dari hal itu, stres
Merapi yang tidak tiba-tiba (biasanya
lingkungan yang dialami penduduk
diawali dengan tanda-tanda alamiah),
daerah rawan bencana menimbulkan
dan sumber hidup yang merasa
berbagai
(2014)
menyatakan
bahwa
2
membuat
afek
mereka
negatif
tetap
yang
menurunkan tingkat kebahagiaan dan
evaluasi terhadap suasana hati dan
kepuasaan hidup mereka, seperti
emosi individu tersebut. Suh, Diener
yang dinyatakan Carr (2004) bahwa
dan Lucas (1999) mendefinisikan
individu
subjective
yang
subjective
telah
mencapai
well-being
akan
ketegori
well-being
yang
luas
sebagai
mengenai
merasakan kepuasan hidup yang
fenomena yang menyangkut respon-
tinggi, afek positif yang tinggi dan
respon
afek negatif yang rendah. Sehingga
kepuasan domain, dan penilaian-
coping stress yang dilakukan dalam
penilaian global atas kepuasan hidup.
menghadapi
kondisi
tersebut
memiliki
kontribusi
terhadap
pencapaian
subjective
well-being
seseorang,
Menurut Diener (Ningsih, 2013)
terdapat
dua
komponen
dasar
subjective well-being, yaitu :
penduduk setempat.
a. Komponen Afektif (Happiness),
Menurut
Subjective Well-being
Menurut
emosional
Feldman
(2011)
Diener
(2003)
definisi afeksi adalah evaluasi
subjective well-being adalah evaluasi
individu
seseorang mengenai hidup mereka
kejadian yang dialami dalam
dalam hal pikiran dan emosi yang
hidupnya.
dimiliki. Diener dan Lucas (Ningsih,
afeksi ini terdiri dari gambaran
2013)
mendefinisikan
well-being
sebagai
subjective
evaluasi
emosi
diri
mengenai
kejadian-
Evaluasi
dan
terhadap
suasana
hati.
Komponen afektif ini dibagi
kehidupan individu, yaitu penilaian
menjadi dua afek, yaitu :
terhadap kepuasan hidupnya dan
1) Afek positif
3
Emosi positif atau emosi
yang
menyenangkan
merupakan
bagian
b. Komponen kognitif (kepuasan
hidup)
dari
Kepuasan hidup termasuk
subjective well-being karena
dalam komponen kognitif karena
merefleksikan reaksi individu
keduanya
terhadap
keyakinan
peristiwa
dalam
didasarkan
(sikap)
pada
tentang
hidup individu yang dianggap
kehidupan seseorang. Kepuasan
penting bagi individu tersebut
hidup
karena
individu
hidupnya
sesuai
dengan
berjalan
apa
yang
merupakan
penilaian
terhadap
kehidupannya
kualitas
secara
global.
diinginkan olehnya (Diener &
Penilaian umum atas kepuasan
Oishi, 2005).
hidup merepresentasikan evaluasi
2) Afek negatif
Afek
negatif
yang
termasuk
berdasar
sebuah
kognitif
kehidupan
dari
seseorang
suasana hati dan emosi yang
secara keseluruhan (Pavot &
tidak
Diener, 1993).
menyenangkan
serta
merefleksikan respon-respon
Faktor-faktor
yang
negatif yang dialami oleh
mempengaruhi subjective well-being
individu
hidup
menurut Ariati (2010) :
mereka, kesehatan, peristiwa-
1) Harga diri positif
terhadap
peristiwa yang terjadi dan
Harga diri yang tinggi
lingkungan mereka (Diener &
akan
Oishi, 2005).
memiliki
4
menyebabkan
kontrol
seseorang
yang
baik
terhadap rasa marah, mempunyai
signifikan
hubungan yang intim dan baik
terjadinya
dengan orang lain, serta kapasitas
individual. Orang-orang dengan
produktif dalam pekerjaan. Hal
kepribadian ekstrovert biasanya
ini akan menolong individu untuk
memiliki teman dan relasi sosial
mengembangkan
yang lebih banyak, merekapun
hubungan
baik
kemampuan
interpersonal
dan
yang
akan
memprediksi
kesejahteraan
memiliki sensitivitas yang lebih
menciptakan
besar
kepribadian yang sehat.
mengenai
penghargaan
positif pada orang lain (Compton,
2) Kontrol diri
2005).
Kontrol
diri
diartikan
sebagai
keyakinan
individu
Secara umum, orang yang
bahwa
ia
mampu
optimis mengenai masa depan
berperilaku dalam cara yang tepat
merasa lebih bahagia dan puas
ketika
suatu
dengan kehidupannya. Individu
peristiwa. Kontrol diri ini akan
yang mengevaluasi dirinya dalam
mengaktifkan
cara yang positif, akan memiliki
akan
menghadapi
proses
4) Optimis
emosi,
motivasi, perilaku dan aktifitas
kontrol
fisik.
hidupnya,
3) Ekstraversi
Diener
mendapatkan
kepribadian
baik
terhadap
sehingga
memiiki
impian dan harapan yang positif
Penelitian
(1999)
yang
ekstavert
dkk
tentang masa depan.
bahwa
secara
5
5) Relasi sosial yang positif
besar,
Relasi sosial yang positif
akan
tercipta
bila
adanya
Hubungan
kesejahteraan
psikologis yang besar.
Coping Stress
dukungan sosial dan keintiman
emosional.
memiliki
Lazarus
yang
(1984)
coping
mendefinisikan
sebagai
didalamnya ada dukungan dan
strategi untuk memanajemen tingkah
keintiman
membuat
laku kepada pemecahan masalah
mampu
yang paling sederhana dan realistis,
diri,
berfungsi untuk membebaskan diri
meminimalkan masalah-masalah
dari masalah yang nyata maupun
psikologis,
kemampuan
tidak nyata, dan coping merupakan
pemecahan masalah yang adaptif,
semua usaha secara kognitif dan
dan membuat individu menjadi
perilaku
sehat secara fisik.
mengurangi, dan tahan terhadap
akan
individu
mengembangkan
harga
untuk
tuntutan-tuntutan (distress demands).
6) Memiliki arti dan tujuan dalam
hidup
King (2010) menambahkan bahwa
proses coping melibatkan mengelola
Dalam beberapa kajian,
arti dan tujuan hidup sering
situasi
dikaitkan
konsep
meningkatkan
Penelitian
menyelesaikan
religiusitas.
mengatasi,
dengan
yang
berlebihan,
usaha
untuk
permasalahan-
melaporkan bahwa individu yang
permasalahan
memiliki kepercayaan religi yang
mencari cara untuk mengalahkan
kehidupan,
stres atau menguranginya.
6
dan
Carver,
Scheier
dan
timbul
untuk
dapat
Weintraub (1989) mengembangkan
berkonsentrasi penuh dalam
strategi coping dari teori Lazarus
menghadapi stresor.
4) Restraint
menjadi 13 bentuk yang spesifik,
yaitu :
a.
coping,
yaitu
bentuk strategi coping berupa
Bentuk-bentuk problem solving
suatu
focussed coping
mengontrol
1) Active
coping,
latihan
untuk
atau
merupakan
mengendalikan diri. Dalam
proses pengambilan langkah
hal ini individu menunggu
aktif untuk mengatasi stresor
sampai
atau mengurangi efek buruk
yang tepat untuk bertindak,
yang ditimbulkan oleh stesor.
sehingga ia dapat mengatasi
2) Planning, berkaitan dengan
pada
kesempatan
stresor secara efektif.
5) Seeking social support for
perencanaan mengenai halhal yang dapat dilakukan
instrumental
untuk mengatasi situasi yang
merupakan
menimbulkan stres.
yang berupa upaya untuk
3) Suppression
of
reason,
bentuk
coping
competing
mendapatkan dukungan sosial
activities, adalah usaha untuk
dengan car mencari nasihat,
mengesampingkan
bantuan atau informasi dari
hal-hal
atau kegiatan lain, mencoba
orang lain.
menghindari gangguan dari
b.
Bentuk-bentuk emotion focussed
coping
situasi lain yang mungkin
7
1) Seeking sosial support for
5) Acceptance,
merupakan
emotional reason, merupakan
kebalikan
strategi coping dalam bentuk
perilaku coping yang penting
mencari
pada situasi simana seseorang
dukungan
moral,
denial,
simpati, atau pengertian dari
harus
orang lain.
menyesuaikan
2) Positive reinterpretation and
menerima
diri
c.
maladaptive
Bentuk-bentuk
1) Focusing on and venting of
kembali situasi secara lebih
pasif. Selanjutnya penilaian
emotions,
ini
kecenderungan
mengarahkan
untuk
melakukan
untuk
merupakan
menolak
merupakan
yang
bersifat
kekesalan atau perasaan yang
kehadiran
dialami oleh individu dan
mengungkapkan
nyata.
kekesalan tersebut.
4) Turning to religion, yaitu
agama
berpaling
apabila
negatif,
usaha
sumber stres tersebut tidak
kembali
untuk
memusatkan diri pada stres
problem focussed coping.
3) Denial,
dengan
coping
coping dengan cara menilai
individu
atau
keadaan yang dialaminya.
growth, merupakan bentuk
dapat
yaitu
2) Behavioral
pada
merupakan
seseorang
kekesalan-
disengagement,
bentuk
coping
yang berupa berkurangnya
berada keadaan stres.
usaha-usaha yang dilakukan
oleh
8
individu
dalam
mengatasi
stresor,
menyerah
untuk
mencapai
bahkan
yang memiliki hubungan dekat
berusaha
(saudara atau teman). Pengertian
tujuan
yang
lainnya
terhambat oleh stresor.
dikemukakan
oleh
Rietschlin (Taylor, 2003), yaitu
3) Mental disengagement, jenis
sebagai pemberian informasi dari
coping ini muncul dalam
orang lain yang dicintai atau
berbagai
mempunyai
bentuk
aktivitas
dan
yang pada dasarnya adalah
memiliki
menggunakan
aktivitas
atau kedekatan hubungan, seperti
untuk
orang tua, suami/istri, teman, dan
menghilangkan masalah yang
orang-orang yang aktif dalam
sementara sifatnya.
kelembagaan keagamaan. House
alternatif
Yusuf
(2004)
faktor-faktor
coping
kepedulian
jaringan komunikasi
menyebutkan
(1981) mengemukakan bahwa
yang mempengaruhi
dukungan sosial memiliki empat
sebagai
untuk
fungsi, yaitu sebagai berikut: (1)
mereduksi atau mengatasi stres, yaitu
Emotional support, (2) Appraisal
:
support,
(3)
Informational
a. Dukungan Sosial
support,
(4)
Instrumental
atau
karakteristik
Dukungan
upaya
sosial
diartikan
sebagai
bantuan
atau
terhadap
support.
dapat
pemberian
b. Kepribadian
pertolongan
seseorang
Tipe
yang
kepribadian
mengalami stress dari orang lain
mempunyai
9
seseorang
pengaruh
yang
cukup berarti terhadap coping
sebanyak 95 orang. Teknik sampling
atau usaha dalam mengatasi stres
yang digunakan dalam penelitian ini
yang dihadapinya.
adalah convenience sampling dengan
METODE PENELITIAN
dengan kriteria konklusif subjek usia
Metode
yang
digunakan
dewasa awal (20-40 tahun).
dalam penelitian ini adalah metode
HASIL PENELITIAN
kuantitatif, alat pengumpulan data
Penelitian ini melibatkan 95
diperoleh melalui skala subjective
responden dengan jumlah responden
well-being sebanyak 42 aitem dan
laki-laki sebanyak 32 (33,7 %) orang
skala coping stress sebanyak 35
dan responden perempuan sebanyak
aitem.
63 orang (66,3 %) serta jumlah
Metode analisis data dalam
responden
yang
belum
menikah
penelitian ini menggunakan product
sebanyak 38 orang (40 %) dan
moment dan akan diolah dengan
responden
aplikasi SPSS (Statistik Product and
sebanyak 57 (60 %).
Service Solutions) versi 17,0 for
yang
sudah
menikah
Hasil uji independent sampel
Windows Program.
T-test menyatakan bahwa tingkat
SUBJEK PENELITIAN
subjective well-being dan coping
digunakan
stress pada penduduk laki-laki dan
adalah
perempuan adalah sama. Hal tersebut
Balerante,
didapat dari hasil uji F pada variable
Kemalang, Klaten yang berjumlah
subjective well-being sebesar (1,229)
1909 orang. Sampel yang diambil
(p>0,05) dan hasil uji F pada variable
Populasi
dalam
yang
penelitian
masyarakat
desa
ini
10
coping
stress
sebesar
(0,057)
dengan sig. (2-tailed) sebesar (0,351)
(p>0,05) serta hasil uji t pada
(p>0,05) dan hasil uji t pada variable
subjective
well-being
coping stress dengan sig. (2-tailed)
dengan sig. (2-tailed) sebesar (0,225)
sebesar (0,089) (p>0,05) sehingga
(p>0,05) dan hasil uji t pada variable
Ho diterima artinya bahwa tidak ada
coping stress dengan sig. (2-tailed)
perbedaan tingkat subjective well-
sebesar (0,801) (p>0,05) sehingga
being
Ho diterima artinya bahwa tidak ada
penduduk yang belum menikah dan
perbedaan tingkat subjective well-
menikah desa Balerante, Kemalang,
being
Klaten.
variable
dan
coping
stress
pada
penduduk laki-laki dan perempuan
dan
coping
stress
pada
Hasil uji normalitas sebaran
dari variabel subjective well-being
desa Balerante, Kemalang, Klaten.
Hasil uji independent sampel
diperoleh dengan nilai Kolmogorov-
T-test menyatakan bahwa tingkat
Smirnov (KS-Z 0,807;
subjective well-being dan coping
(p>0,05)
artinya
stress pada penduduk yang belum
variabel
subjective
menikah dan menikah adalah sama.
memenuhi
Hal tersebut didapat dari hasil uji F
Variabel coping stress diperoleh
pada variable subjective well-being
dengan nilai Kolmogorov-Smirnov
sebesar (0,598) (p>0,05) dan hasil uji
(KS-Z =0,694; p=0,721) (p>0,05)
F pada variable coping stress sebesar
artinya sebaran data variabel coping
(1,602) (p>0,05) serta hasil uji t pada
stress memenuhi distribusi normal.
variable
subjective
well-being
Hal
11
ini
p=0,534)
sebaran
well-being
distribusi
sesuai
data
dengan
normal.
yang
dinyatakan Siregar (2010), apabila
Berdasarkan
hasil
nilai p > 0,05 maka Ho diterima yang
perhitungan statistik diperoleh bahwa
berarti data berdistribusi normal.
hasil subjective well-being tergolong
Sedangkan berdasarkan uji linieritas
dalam kategori tinggi dengan rerata
diperoleh nilai F pada Linierity
empirik (RE) = 105,04 dan rerata
71.492 dan signifikansi (p) = 0,000
hipotetik (RH) = 82,5. Sedangkan
(p < 0,05). Dari hasil tersebut
hasil coping stress tergolong dalam
menunjukkan bahwa variabel coping
kategori tinggi dengan rerata empirik
stress memiliki korelasi yang searah
(RE) = 71,4 dan rerata hipotetik
(linier) dengan subjective well-being
(RH) =6,5.
sehingga uji hipotesis selanjutnya
Sumbangan
parametric.
menggunakan
efektif
coping
stress terhadap subjective well-being
Berdasarkan hasil analisis diperoleh r
adalah
= 0,645 dengan p = 0,000 (p RH (62,5)) dengan
seseorang
memiliki
prosentase 64,3 % dari keseluruhan
subjective well-being yang tinggi jika
subjek. Hal ini menunjukkan bahwa
mereka jarang sekali mengalami
masyarakat desa Balerante mampu
emosi
mengatasi,
tersebut
meskipun
dikatakan
negatif.
Respon-respon
seseorang
mengurangi,
dengan
dan
emosional atau afektif, baik dialami
menoleransi ancaman dari distress
sebagai mood (suasana hati) atau
lingkungan, serta masyarakat desa
emosi, cenderung merepresentasikan
tersebut
informasi
tingkah lakunya secara realistis dan
secara
langsung
dan
16
mampu
memanajemen
memanfaatkan sumber-sumber daya
generalisasi dari hasil penelitian
yang dimiliki dalam menghadapi
terbatas
situasi stressful.
penelitian. Hasil juga menunjukkan
Sumbangan efektif coping stress
jumlah
populasi
bahwa variabel coping stress dapat
well-being
digunakan sebagai prediktor variabel
ditunjukkan dengan nilai r kuadrat
bebas yang mempengaruhi subjective
sebesar 0,42 sehingga sumbangan
well-being. Ada beberapa kelemahan
terhadap
efektif
subjective
pada
coping
stress
terhadap
yang terdapat dalam hasil penelitian
subjective well-being sebesar 42 %.
ini, yaitu meliputi :
Hal ini menunjukkan bahwa terdapat
1. Alat
ukur
yang
digunakan
faktor-faktor lain sebesar 58 % yang
menggunakan
mempengaruhi subjective well-being
belum
selain coping stress pada penduduk
aspek-aspek
daerah Balerante, Kemalang, Klaten.
kepribadian secara mendalam.
Misalnya harga diri positif, kontrol
2. Penyajian skala yang kurang
diri, ekstraversi, optimis, relasi sosial
praktis karena dilakukan secara
yang positif, memiliki arti, tujuan
door
dalam hidup, genetik, kepribadian,
dimungkinkan terdapat bias bagi
dan demografi.
sampel penelitian.
Berdasarkan
hasil
penelitian
skala
mampu
to
sehingga
mengungkap
karakteristik
door
sehingga
KESIMPULAN
dapat diketahui bahwa ada hubungan
Berdasarkan hasil analisis data
yang signifikan antara coping stress
dan pembahasan yang telah diuraikan
dengan subjective well-being, namun
maka dapat disimpulkan bahwa :
17
6. Sumbangan efektif coping stress
1. Ada hubungan yang signifikan
antara
coping
stress
subjective
well-being
penduduk
desa
terhadap subjective well-being
dengan
pada
sebesar 42 %.
Balerante,
SARAN
Kemalang, Klaten.
1. Subjek
2. Tingkat subjective well-being dan
penelitian,
diharapkan
meningkatkan keefektifan coping
coping stress penduduk desa
stress dengan melakukan jenis
Balerante tergolong tinggi.
coping stress yang sesuai dengan
3. Tidak ada perbedaan tingkat
situasi baik situasi ketika dalam
subjective well-being dan coping
bencana maupun tidak dalam
stress pada penduduk laki-laki
bencana.
dan perempuan.
2. Bagi peneliti lain, diharapkan
4. Tidak ada perbedaan tingkat
untuk memperluas jumlah sampel
subjective well-being dan coping
stress pada penduduk yang belum
menikah dan menikah.
sehingga
generalisasi
hasil
penelitian
menjadi
lebih
mendalam
5. Bentuk coping stress yang efektif
dan
memperbaiki
kelemahan-kelemahan
pada penduduk desa balerante
dalam
penelitian ini.
adalah planning, seeking sosial
support
instrumental
seeking social
reason,
DAFTAR PUSTAKA
for emotional
Ariati, J. (2010). Subjective Wellbeing
(Kesejahteraan
Subjektif) dan Kepuasan Kerja
pada Staf Pengajar (Dosen) di
Lingkungan Fakultas Psikologi
reason, turning to religion, dan
behavioral disengagement.
18
Kemalang).
Jurnal
Pemerintahan.
http://fisip.undip.ac.id.
Universitas Diponegoro. Jurnal
Psikologi Undip. Vol. 8, No. 2
: 119-120.
BPS (2014). Menikah Atau Tidak,
Ternyata Sama Bahagianya
Lho.
(Online)
(http://gaya.tempo.co/read/new
s/2015/02/07/174640643/meni
kah-atau-tidak-ternyata-samabahagianya-lho diunduh pada
tanggal 30 Juli 2015)
Carver, C.S., Weintroub, J. K., &
Scheiner, M. F. (1989).
Assessing Coping Strategies :
A
Theoritically
Based
Approach.
Journal
of
Personality
and
Social
Psychology. Vol. 56. No. 2 :
267-283.
Ilmu
Ningsih, A. (2013). Subjective Well
Being Ditinjau dari Faktor
Demografi (Status Pernikahan,
Jenis Kelamin, Pendapatan).
Jurnal Online Psikologi. Vol.
01 No. 02. ISSN : 2301-8259.
Rijanta, R., Hizbaron, D. R., &
Baiquni, M. (2014). Modal
Sosial
dalam
Manajemen
Bencana. Yogyakarta : Gajah
Mada University Press.
Rubbyana, U. (2012). Hubungan
antara Strategi Koping dengan
Kualitas Hidup pada Penderita
Skizofrenia Remisi Simptom.
Jurnal Psikologi Klinis dan
Kesehatan Mental. Vol. 1 No.
02, Juni 2012.
Feldman, R. S. (2011). Pengantar
Psikologi : Understanding
Psychology. (Terjemahan Petty
Gina Gayatri dan Putri Nurdina
Sofyan). Jakarta : Salemba
Hunamika.
Smet,
B.
(1994).
Psikologi
Kesehatan. Jakarta : Grasindo.
Sudibyakto. (2011). Manajemen
Bencana di Indonesia Kemana
?. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Perss.
King, L. A. (2007). The Sience of
Psychology : An Appreciative
View.Psikologi
Umum
:
Sebuah Pandangan Apresiatif.
(Terjemahan
Brian
Marwensdy). Jakarta : Salemba
Humanika.
Yusuf, S. (2004). Mental Hygiene :
Pengembangan
Kesehatan
Mental dalam Kajian Psikologi
dan Agama. Bandung : Pustaka
Bani Quraisy.
Lazarus, R. S., & Folkman, S.
(1984). Stress, Appraisal and
Coping. New York : Spranger.
Mahendra, G. (2014). Kapasitas
Kelembagaan dan Kearifan
Lokal
dalam
Antisipasi
Penanggulangan
Bencana
Merapi Tahun 2010 di
Kabupaten Klaten (Studi Kasus
di Desa Balerante Kecamatan
19
Naskah Publikasi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi
untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana (S-1)
Diajukan Oleh :
LINDA WATI
F.100110060
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
i
HUBUNGAN ANTARA COPING STRESS DENGAN SUBJECTIVE WELLBEING PADA PENDUDUK DESA BALERANTE, KEMALANG, KLATEN
HALAMAN JUDUL
Naskah Publikasi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi
untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana (S-1)
Diajukan Oleh :
LINDA WATI
F.100110060
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
ii
HUBUNGAN ANTARA COPING STRESS DENGAN SUBJECTIVE WELLBEING PADA PENDUDUK DESA BALERANTE, KEMALANG, KLATEN
Linda Wati
Dr. Nanik Prihartanti
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
linda_2248@yahoo.com
Abstrak
Tinggal di daerah rawan bencana merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan seseorang stres karena menimbulkan perasaan cemas dengan
datangnya bahaya bencana yang tidak bisa diprediksi. Stres lingkungan yang
dialami penduduk daerah rawan bencana menimbulkan berbagai afek negatif yang
menurunkan tingkat kebahagiaan dan kepuasaan hidup mereka. Sehingga coping
stress yang dilakukan dalam menghadapi kondisi tersebut memiliki kontribusi
terhadap pencapaian subjective well-being penduduk setempat. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui hubungan antara coping stress dan subjective wellbeing, untuk mengetahui tingkat subjective well-being dan tingkat keefektifan
coping stress, serta sumbangan efektif coping stress dan subjective well-being
pada penduduk desa Balerante, Kemalang, Klaten.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif, dengan
alat pengumpul data berupa skala subjective well-being dan skala coping stress.
Populasi penelitian ini adalah masyarakat desa Balerante yang berjumlah 1909
orang dan responden yang diambil berdasarkan rumus ukuran sampel Bungin
sebanyak 95 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
convenience sampling.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa coping stress memiliki
hubungan yang signifikan dengan subjective well-being, hal ini dapat dilihat dari
analisis parametric Pearson Product Moment diperoleh koefisien korelasi (rxy)
sebesar 0,645 dan signifikasi (p)=0,000 (p RH(82,5)) dan coping stress penduduk
tergolong efektif (RE(71,4)>RH(62,5)). Sumbangan efektif coping stress terhadap
subjective well-being adalah sebesar 0,42% diperoleh dari hasil r kuadrat sebesar
0,42.
Kata Kunci: coping stress, subjective well-being, daerah rawan bencana,
balerante
v
Resiko
PENDAHULUAN
Bencana
III
(KRB
III)
Memiliki tempat tinggal yang
gunung Merapi (Mahendra, 2014).
nyaman tanpa ancaman bencana
Menurut Sudibyakto (2011) KRB III
merupakan salah satu cara untuk
merupakan
mencapai
dihuni tetap sebagai pemukiman.
kebahagiaan
dan
kesejahteraan. Tinggal di daerah
zone larangan
untuk
Kegiatan gunung Merapi juga
rawan bencana menimbulkan stres
dapat
bagi masyarakat daerah tersebut
keuntungan
karena merasa cemas jika terjadi
Menurut
bencana dengan tiba-tiba yang dapat
2014)
mengancam jiwa mereka, seperti
dirasakan yaitu wilayah di sekitar
yang dinyatakan oleh Yusuf (2004)
gunung Merapi merupakan potensi
bahwa tinggal di daerah rawan
lahan pertanian yang subur, kaya
bencana merupakan salah satu faktor
akan bahan bangunan dan air yang
pemicu stres bagi seseorang.
dapat dimanfaatkan oleh penduduk
Salah satu daerah rawan bencana
yang
menimbulkan
berbagai
maupun
kerugian.
Kuswijayanti
keuntungan
(Rijanta,
yang
bermukim
di
dapat
sekitarnya.
di Indonesia adalah desa Balerante.
Namun demikian, kegiatan gunung
Desa Balerante merupakan salah satu
Merapi
desa di Kabupaten Klaten yang
menimbulkan berbagai bencana bagi
secara
penduduk
Provinsi
administratif
Jawa
berada
Tengah.
di
Desa
juga
tidak
terutama
yang
sedikit
lokasi
permukimannya sangat dekat dengan
Balerante merupakan salah satu desa
puncak
di Klaten yang masuk Kawasan
sepanjang
1
gunung
aliran
Merapi
sungai
dan
di
tempat
mengendapnya lahar dari gunung
kecukupan merupakan faktor yang
Merapi. Permukiman yang sangat
mempengaruhi persepsi penduduk
dekat dengan puncak Merapi akan
lereng
sangat
bahaya gunung Merapi.
rawan
terhadap
ancaman
Merapi
dalam
mensikapi
Kondisi tempat tinggal yang
bahaya awan panas, sedangkan untuk
dengan
rawan bencana membuat masyarakat
aliran sungai akan rawan terhadap
di daerah tersebut akan merasa
ancaman bencana lahar dingin.
cemas dengan datangnya bencana
permukiman
yang dekat
yang tiba-tiba. Meskipun demikian,
Rijanta, Hizbaron & Baiquni
bahwa
penduduk Balerante berusaha untuk
masyarakat memilih untuk tetap
tetap bertahan hidup berdampingan
tinggal di tempat tersebut karena
dengan bahaya Merapi. Tersedianya
hubungan virtual yang telah terjalin
sumber daya alam yang melimpah
diantara mereka sebagai manusia dan
dan adanya kepercayaan lokal bahwa
pemanfaat, serta alam diwakili oleh
tempat mereka akan tetap aman
gunungapi Merapi, tingkat kesuburan
meskipun pada tahun 2010 desa
tanah sehingga sulit meninggalkan
mereka tetap luluh lantahkan desa
tanah kelahiran. Sudibyakto (2011)
mereka,
menambahkan
faktor
memutuskan untuk menetap di desa
kepercayaan lokal, datangnya bahaya
tersebut. Terlepas dari hal itu, stres
Merapi yang tidak tiba-tiba (biasanya
lingkungan yang dialami penduduk
diawali dengan tanda-tanda alamiah),
daerah rawan bencana menimbulkan
dan sumber hidup yang merasa
berbagai
(2014)
menyatakan
bahwa
2
membuat
afek
mereka
negatif
tetap
yang
menurunkan tingkat kebahagiaan dan
evaluasi terhadap suasana hati dan
kepuasaan hidup mereka, seperti
emosi individu tersebut. Suh, Diener
yang dinyatakan Carr (2004) bahwa
dan Lucas (1999) mendefinisikan
individu
subjective
yang
subjective
telah
mencapai
well-being
akan
ketegori
well-being
yang
luas
sebagai
mengenai
merasakan kepuasan hidup yang
fenomena yang menyangkut respon-
tinggi, afek positif yang tinggi dan
respon
afek negatif yang rendah. Sehingga
kepuasan domain, dan penilaian-
coping stress yang dilakukan dalam
penilaian global atas kepuasan hidup.
menghadapi
kondisi
tersebut
memiliki
kontribusi
terhadap
pencapaian
subjective
well-being
seseorang,
Menurut Diener (Ningsih, 2013)
terdapat
dua
komponen
dasar
subjective well-being, yaitu :
penduduk setempat.
a. Komponen Afektif (Happiness),
Menurut
Subjective Well-being
Menurut
emosional
Feldman
(2011)
Diener
(2003)
definisi afeksi adalah evaluasi
subjective well-being adalah evaluasi
individu
seseorang mengenai hidup mereka
kejadian yang dialami dalam
dalam hal pikiran dan emosi yang
hidupnya.
dimiliki. Diener dan Lucas (Ningsih,
afeksi ini terdiri dari gambaran
2013)
mendefinisikan
well-being
sebagai
subjective
evaluasi
emosi
diri
mengenai
kejadian-
Evaluasi
dan
terhadap
suasana
hati.
Komponen afektif ini dibagi
kehidupan individu, yaitu penilaian
menjadi dua afek, yaitu :
terhadap kepuasan hidupnya dan
1) Afek positif
3
Emosi positif atau emosi
yang
menyenangkan
merupakan
bagian
b. Komponen kognitif (kepuasan
hidup)
dari
Kepuasan hidup termasuk
subjective well-being karena
dalam komponen kognitif karena
merefleksikan reaksi individu
keduanya
terhadap
keyakinan
peristiwa
dalam
didasarkan
(sikap)
pada
tentang
hidup individu yang dianggap
kehidupan seseorang. Kepuasan
penting bagi individu tersebut
hidup
karena
individu
hidupnya
sesuai
dengan
berjalan
apa
yang
merupakan
penilaian
terhadap
kehidupannya
kualitas
secara
global.
diinginkan olehnya (Diener &
Penilaian umum atas kepuasan
Oishi, 2005).
hidup merepresentasikan evaluasi
2) Afek negatif
Afek
negatif
yang
termasuk
berdasar
sebuah
kognitif
kehidupan
dari
seseorang
suasana hati dan emosi yang
secara keseluruhan (Pavot &
tidak
Diener, 1993).
menyenangkan
serta
merefleksikan respon-respon
Faktor-faktor
yang
negatif yang dialami oleh
mempengaruhi subjective well-being
individu
hidup
menurut Ariati (2010) :
mereka, kesehatan, peristiwa-
1) Harga diri positif
terhadap
peristiwa yang terjadi dan
Harga diri yang tinggi
lingkungan mereka (Diener &
akan
Oishi, 2005).
memiliki
4
menyebabkan
kontrol
seseorang
yang
baik
terhadap rasa marah, mempunyai
signifikan
hubungan yang intim dan baik
terjadinya
dengan orang lain, serta kapasitas
individual. Orang-orang dengan
produktif dalam pekerjaan. Hal
kepribadian ekstrovert biasanya
ini akan menolong individu untuk
memiliki teman dan relasi sosial
mengembangkan
yang lebih banyak, merekapun
hubungan
baik
kemampuan
interpersonal
dan
yang
akan
memprediksi
kesejahteraan
memiliki sensitivitas yang lebih
menciptakan
besar
kepribadian yang sehat.
mengenai
penghargaan
positif pada orang lain (Compton,
2) Kontrol diri
2005).
Kontrol
diri
diartikan
sebagai
keyakinan
individu
Secara umum, orang yang
bahwa
ia
mampu
optimis mengenai masa depan
berperilaku dalam cara yang tepat
merasa lebih bahagia dan puas
ketika
suatu
dengan kehidupannya. Individu
peristiwa. Kontrol diri ini akan
yang mengevaluasi dirinya dalam
mengaktifkan
cara yang positif, akan memiliki
akan
menghadapi
proses
4) Optimis
emosi,
motivasi, perilaku dan aktifitas
kontrol
fisik.
hidupnya,
3) Ekstraversi
Diener
mendapatkan
kepribadian
baik
terhadap
sehingga
memiiki
impian dan harapan yang positif
Penelitian
(1999)
yang
ekstavert
dkk
tentang masa depan.
bahwa
secara
5
5) Relasi sosial yang positif
besar,
Relasi sosial yang positif
akan
tercipta
bila
adanya
Hubungan
kesejahteraan
psikologis yang besar.
Coping Stress
dukungan sosial dan keintiman
emosional.
memiliki
Lazarus
yang
(1984)
coping
mendefinisikan
sebagai
didalamnya ada dukungan dan
strategi untuk memanajemen tingkah
keintiman
membuat
laku kepada pemecahan masalah
mampu
yang paling sederhana dan realistis,
diri,
berfungsi untuk membebaskan diri
meminimalkan masalah-masalah
dari masalah yang nyata maupun
psikologis,
kemampuan
tidak nyata, dan coping merupakan
pemecahan masalah yang adaptif,
semua usaha secara kognitif dan
dan membuat individu menjadi
perilaku
sehat secara fisik.
mengurangi, dan tahan terhadap
akan
individu
mengembangkan
harga
untuk
tuntutan-tuntutan (distress demands).
6) Memiliki arti dan tujuan dalam
hidup
King (2010) menambahkan bahwa
proses coping melibatkan mengelola
Dalam beberapa kajian,
arti dan tujuan hidup sering
situasi
dikaitkan
konsep
meningkatkan
Penelitian
menyelesaikan
religiusitas.
mengatasi,
dengan
yang
berlebihan,
usaha
untuk
permasalahan-
melaporkan bahwa individu yang
permasalahan
memiliki kepercayaan religi yang
mencari cara untuk mengalahkan
kehidupan,
stres atau menguranginya.
6
dan
Carver,
Scheier
dan
timbul
untuk
dapat
Weintraub (1989) mengembangkan
berkonsentrasi penuh dalam
strategi coping dari teori Lazarus
menghadapi stresor.
4) Restraint
menjadi 13 bentuk yang spesifik,
yaitu :
a.
coping,
yaitu
bentuk strategi coping berupa
Bentuk-bentuk problem solving
suatu
focussed coping
mengontrol
1) Active
coping,
latihan
untuk
atau
merupakan
mengendalikan diri. Dalam
proses pengambilan langkah
hal ini individu menunggu
aktif untuk mengatasi stresor
sampai
atau mengurangi efek buruk
yang tepat untuk bertindak,
yang ditimbulkan oleh stesor.
sehingga ia dapat mengatasi
2) Planning, berkaitan dengan
pada
kesempatan
stresor secara efektif.
5) Seeking social support for
perencanaan mengenai halhal yang dapat dilakukan
instrumental
untuk mengatasi situasi yang
merupakan
menimbulkan stres.
yang berupa upaya untuk
3) Suppression
of
reason,
bentuk
coping
competing
mendapatkan dukungan sosial
activities, adalah usaha untuk
dengan car mencari nasihat,
mengesampingkan
bantuan atau informasi dari
hal-hal
atau kegiatan lain, mencoba
orang lain.
menghindari gangguan dari
b.
Bentuk-bentuk emotion focussed
coping
situasi lain yang mungkin
7
1) Seeking sosial support for
5) Acceptance,
merupakan
emotional reason, merupakan
kebalikan
strategi coping dalam bentuk
perilaku coping yang penting
mencari
pada situasi simana seseorang
dukungan
moral,
denial,
simpati, atau pengertian dari
harus
orang lain.
menyesuaikan
2) Positive reinterpretation and
menerima
diri
c.
maladaptive
Bentuk-bentuk
1) Focusing on and venting of
kembali situasi secara lebih
pasif. Selanjutnya penilaian
emotions,
ini
kecenderungan
mengarahkan
untuk
melakukan
untuk
merupakan
menolak
merupakan
yang
bersifat
kekesalan atau perasaan yang
kehadiran
dialami oleh individu dan
mengungkapkan
nyata.
kekesalan tersebut.
4) Turning to religion, yaitu
agama
berpaling
apabila
negatif,
usaha
sumber stres tersebut tidak
kembali
untuk
memusatkan diri pada stres
problem focussed coping.
3) Denial,
dengan
coping
coping dengan cara menilai
individu
atau
keadaan yang dialaminya.
growth, merupakan bentuk
dapat
yaitu
2) Behavioral
pada
merupakan
seseorang
kekesalan-
disengagement,
bentuk
coping
yang berupa berkurangnya
berada keadaan stres.
usaha-usaha yang dilakukan
oleh
8
individu
dalam
mengatasi
stresor,
menyerah
untuk
mencapai
bahkan
yang memiliki hubungan dekat
berusaha
(saudara atau teman). Pengertian
tujuan
yang
lainnya
terhambat oleh stresor.
dikemukakan
oleh
Rietschlin (Taylor, 2003), yaitu
3) Mental disengagement, jenis
sebagai pemberian informasi dari
coping ini muncul dalam
orang lain yang dicintai atau
berbagai
mempunyai
bentuk
aktivitas
dan
yang pada dasarnya adalah
memiliki
menggunakan
aktivitas
atau kedekatan hubungan, seperti
untuk
orang tua, suami/istri, teman, dan
menghilangkan masalah yang
orang-orang yang aktif dalam
sementara sifatnya.
kelembagaan keagamaan. House
alternatif
Yusuf
(2004)
faktor-faktor
coping
kepedulian
jaringan komunikasi
menyebutkan
(1981) mengemukakan bahwa
yang mempengaruhi
dukungan sosial memiliki empat
sebagai
untuk
fungsi, yaitu sebagai berikut: (1)
mereduksi atau mengatasi stres, yaitu
Emotional support, (2) Appraisal
:
support,
(3)
Informational
a. Dukungan Sosial
support,
(4)
Instrumental
atau
karakteristik
Dukungan
upaya
sosial
diartikan
sebagai
bantuan
atau
terhadap
support.
dapat
pemberian
b. Kepribadian
pertolongan
seseorang
Tipe
yang
kepribadian
mengalami stress dari orang lain
mempunyai
9
seseorang
pengaruh
yang
cukup berarti terhadap coping
sebanyak 95 orang. Teknik sampling
atau usaha dalam mengatasi stres
yang digunakan dalam penelitian ini
yang dihadapinya.
adalah convenience sampling dengan
METODE PENELITIAN
dengan kriteria konklusif subjek usia
Metode
yang
digunakan
dewasa awal (20-40 tahun).
dalam penelitian ini adalah metode
HASIL PENELITIAN
kuantitatif, alat pengumpulan data
Penelitian ini melibatkan 95
diperoleh melalui skala subjective
responden dengan jumlah responden
well-being sebanyak 42 aitem dan
laki-laki sebanyak 32 (33,7 %) orang
skala coping stress sebanyak 35
dan responden perempuan sebanyak
aitem.
63 orang (66,3 %) serta jumlah
Metode analisis data dalam
responden
yang
belum
menikah
penelitian ini menggunakan product
sebanyak 38 orang (40 %) dan
moment dan akan diolah dengan
responden
aplikasi SPSS (Statistik Product and
sebanyak 57 (60 %).
Service Solutions) versi 17,0 for
yang
sudah
menikah
Hasil uji independent sampel
Windows Program.
T-test menyatakan bahwa tingkat
SUBJEK PENELITIAN
subjective well-being dan coping
digunakan
stress pada penduduk laki-laki dan
adalah
perempuan adalah sama. Hal tersebut
Balerante,
didapat dari hasil uji F pada variable
Kemalang, Klaten yang berjumlah
subjective well-being sebesar (1,229)
1909 orang. Sampel yang diambil
(p>0,05) dan hasil uji F pada variable
Populasi
dalam
yang
penelitian
masyarakat
desa
ini
10
coping
stress
sebesar
(0,057)
dengan sig. (2-tailed) sebesar (0,351)
(p>0,05) serta hasil uji t pada
(p>0,05) dan hasil uji t pada variable
subjective
well-being
coping stress dengan sig. (2-tailed)
dengan sig. (2-tailed) sebesar (0,225)
sebesar (0,089) (p>0,05) sehingga
(p>0,05) dan hasil uji t pada variable
Ho diterima artinya bahwa tidak ada
coping stress dengan sig. (2-tailed)
perbedaan tingkat subjective well-
sebesar (0,801) (p>0,05) sehingga
being
Ho diterima artinya bahwa tidak ada
penduduk yang belum menikah dan
perbedaan tingkat subjective well-
menikah desa Balerante, Kemalang,
being
Klaten.
variable
dan
coping
stress
pada
penduduk laki-laki dan perempuan
dan
coping
stress
pada
Hasil uji normalitas sebaran
dari variabel subjective well-being
desa Balerante, Kemalang, Klaten.
Hasil uji independent sampel
diperoleh dengan nilai Kolmogorov-
T-test menyatakan bahwa tingkat
Smirnov (KS-Z 0,807;
subjective well-being dan coping
(p>0,05)
artinya
stress pada penduduk yang belum
variabel
subjective
menikah dan menikah adalah sama.
memenuhi
Hal tersebut didapat dari hasil uji F
Variabel coping stress diperoleh
pada variable subjective well-being
dengan nilai Kolmogorov-Smirnov
sebesar (0,598) (p>0,05) dan hasil uji
(KS-Z =0,694; p=0,721) (p>0,05)
F pada variable coping stress sebesar
artinya sebaran data variabel coping
(1,602) (p>0,05) serta hasil uji t pada
stress memenuhi distribusi normal.
variable
subjective
well-being
Hal
11
ini
p=0,534)
sebaran
well-being
distribusi
sesuai
data
dengan
normal.
yang
dinyatakan Siregar (2010), apabila
Berdasarkan
hasil
nilai p > 0,05 maka Ho diterima yang
perhitungan statistik diperoleh bahwa
berarti data berdistribusi normal.
hasil subjective well-being tergolong
Sedangkan berdasarkan uji linieritas
dalam kategori tinggi dengan rerata
diperoleh nilai F pada Linierity
empirik (RE) = 105,04 dan rerata
71.492 dan signifikansi (p) = 0,000
hipotetik (RH) = 82,5. Sedangkan
(p < 0,05). Dari hasil tersebut
hasil coping stress tergolong dalam
menunjukkan bahwa variabel coping
kategori tinggi dengan rerata empirik
stress memiliki korelasi yang searah
(RE) = 71,4 dan rerata hipotetik
(linier) dengan subjective well-being
(RH) =6,5.
sehingga uji hipotesis selanjutnya
Sumbangan
parametric.
menggunakan
efektif
coping
stress terhadap subjective well-being
Berdasarkan hasil analisis diperoleh r
adalah
= 0,645 dengan p = 0,000 (p RH (62,5)) dengan
seseorang
memiliki
prosentase 64,3 % dari keseluruhan
subjective well-being yang tinggi jika
subjek. Hal ini menunjukkan bahwa
mereka jarang sekali mengalami
masyarakat desa Balerante mampu
emosi
mengatasi,
tersebut
meskipun
dikatakan
negatif.
Respon-respon
seseorang
mengurangi,
dengan
dan
emosional atau afektif, baik dialami
menoleransi ancaman dari distress
sebagai mood (suasana hati) atau
lingkungan, serta masyarakat desa
emosi, cenderung merepresentasikan
tersebut
informasi
tingkah lakunya secara realistis dan
secara
langsung
dan
16
mampu
memanajemen
memanfaatkan sumber-sumber daya
generalisasi dari hasil penelitian
yang dimiliki dalam menghadapi
terbatas
situasi stressful.
penelitian. Hasil juga menunjukkan
Sumbangan efektif coping stress
jumlah
populasi
bahwa variabel coping stress dapat
well-being
digunakan sebagai prediktor variabel
ditunjukkan dengan nilai r kuadrat
bebas yang mempengaruhi subjective
sebesar 0,42 sehingga sumbangan
well-being. Ada beberapa kelemahan
terhadap
efektif
subjective
pada
coping
stress
terhadap
yang terdapat dalam hasil penelitian
subjective well-being sebesar 42 %.
ini, yaitu meliputi :
Hal ini menunjukkan bahwa terdapat
1. Alat
ukur
yang
digunakan
faktor-faktor lain sebesar 58 % yang
menggunakan
mempengaruhi subjective well-being
belum
selain coping stress pada penduduk
aspek-aspek
daerah Balerante, Kemalang, Klaten.
kepribadian secara mendalam.
Misalnya harga diri positif, kontrol
2. Penyajian skala yang kurang
diri, ekstraversi, optimis, relasi sosial
praktis karena dilakukan secara
yang positif, memiliki arti, tujuan
door
dalam hidup, genetik, kepribadian,
dimungkinkan terdapat bias bagi
dan demografi.
sampel penelitian.
Berdasarkan
hasil
penelitian
skala
mampu
to
sehingga
mengungkap
karakteristik
door
sehingga
KESIMPULAN
dapat diketahui bahwa ada hubungan
Berdasarkan hasil analisis data
yang signifikan antara coping stress
dan pembahasan yang telah diuraikan
dengan subjective well-being, namun
maka dapat disimpulkan bahwa :
17
6. Sumbangan efektif coping stress
1. Ada hubungan yang signifikan
antara
coping
stress
subjective
well-being
penduduk
desa
terhadap subjective well-being
dengan
pada
sebesar 42 %.
Balerante,
SARAN
Kemalang, Klaten.
1. Subjek
2. Tingkat subjective well-being dan
penelitian,
diharapkan
meningkatkan keefektifan coping
coping stress penduduk desa
stress dengan melakukan jenis
Balerante tergolong tinggi.
coping stress yang sesuai dengan
3. Tidak ada perbedaan tingkat
situasi baik situasi ketika dalam
subjective well-being dan coping
bencana maupun tidak dalam
stress pada penduduk laki-laki
bencana.
dan perempuan.
2. Bagi peneliti lain, diharapkan
4. Tidak ada perbedaan tingkat
untuk memperluas jumlah sampel
subjective well-being dan coping
stress pada penduduk yang belum
menikah dan menikah.
sehingga
generalisasi
hasil
penelitian
menjadi
lebih
mendalam
5. Bentuk coping stress yang efektif
dan
memperbaiki
kelemahan-kelemahan
pada penduduk desa balerante
dalam
penelitian ini.
adalah planning, seeking sosial
support
instrumental
seeking social
reason,
DAFTAR PUSTAKA
for emotional
Ariati, J. (2010). Subjective Wellbeing
(Kesejahteraan
Subjektif) dan Kepuasan Kerja
pada Staf Pengajar (Dosen) di
Lingkungan Fakultas Psikologi
reason, turning to religion, dan
behavioral disengagement.
18
Kemalang).
Jurnal
Pemerintahan.
http://fisip.undip.ac.id.
Universitas Diponegoro. Jurnal
Psikologi Undip. Vol. 8, No. 2
: 119-120.
BPS (2014). Menikah Atau Tidak,
Ternyata Sama Bahagianya
Lho.
(Online)
(http://gaya.tempo.co/read/new
s/2015/02/07/174640643/meni
kah-atau-tidak-ternyata-samabahagianya-lho diunduh pada
tanggal 30 Juli 2015)
Carver, C.S., Weintroub, J. K., &
Scheiner, M. F. (1989).
Assessing Coping Strategies :
A
Theoritically
Based
Approach.
Journal
of
Personality
and
Social
Psychology. Vol. 56. No. 2 :
267-283.
Ilmu
Ningsih, A. (2013). Subjective Well
Being Ditinjau dari Faktor
Demografi (Status Pernikahan,
Jenis Kelamin, Pendapatan).
Jurnal Online Psikologi. Vol.
01 No. 02. ISSN : 2301-8259.
Rijanta, R., Hizbaron, D. R., &
Baiquni, M. (2014). Modal
Sosial
dalam
Manajemen
Bencana. Yogyakarta : Gajah
Mada University Press.
Rubbyana, U. (2012). Hubungan
antara Strategi Koping dengan
Kualitas Hidup pada Penderita
Skizofrenia Remisi Simptom.
Jurnal Psikologi Klinis dan
Kesehatan Mental. Vol. 1 No.
02, Juni 2012.
Feldman, R. S. (2011). Pengantar
Psikologi : Understanding
Psychology. (Terjemahan Petty
Gina Gayatri dan Putri Nurdina
Sofyan). Jakarta : Salemba
Hunamika.
Smet,
B.
(1994).
Psikologi
Kesehatan. Jakarta : Grasindo.
Sudibyakto. (2011). Manajemen
Bencana di Indonesia Kemana
?. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Perss.
King, L. A. (2007). The Sience of
Psychology : An Appreciative
View.Psikologi
Umum
:
Sebuah Pandangan Apresiatif.
(Terjemahan
Brian
Marwensdy). Jakarta : Salemba
Humanika.
Yusuf, S. (2004). Mental Hygiene :
Pengembangan
Kesehatan
Mental dalam Kajian Psikologi
dan Agama. Bandung : Pustaka
Bani Quraisy.
Lazarus, R. S., & Folkman, S.
(1984). Stress, Appraisal and
Coping. New York : Spranger.
Mahendra, G. (2014). Kapasitas
Kelembagaan dan Kearifan
Lokal
dalam
Antisipasi
Penanggulangan
Bencana
Merapi Tahun 2010 di
Kabupaten Klaten (Studi Kasus
di Desa Balerante Kecamatan
19