Karakteristik Mutu Pati Ubi Talas (Colocasia esculenta) Pada Perbandingan Air dengan Hancuran Ubi Talas dan Konsentrasi Natrium Metabisulfit.

(1)

KARAKTERISTIK MUTU PATI UBI TALAS (Colocasia esculenta) PADA PERBANDINGAN AIR DENGAN HANCURAN UBI TALAS DAN

KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT

SKRIPSI

OLEH :

FARHANDI SAPUTRA NIM. 1111205045

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA BUKIT JIMBARAN


(2)

ii

KARAKTERISTIK MUTU PATI UBI TALAS (Colocasia esculenta) PADA PERBANDINGAN AIR DENGAN HANCURAN UBI TALAS DAN

KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian

Universitas Udayana

OLEH :

FARHANDI SAPUTRA NIM. 1111205045

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA BUKIT JIMBARAN


(3)

iii

Farhandi Saputra. 1111205045.2015.Karakteristik Mutu Pati Ubi Talas (Colocasia esculenta) pada Perbandingan Air dengan Hancuran Ubi Talas dan Konsentrasi Natrium Metabisulfit. Di bawah bimbingan Ir. Amna Hartiati, MP. dan Prof. Dr. Ir. Bambang Admadi H, MP.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk 1) Mengetahui pengaruh perbandingan air dan ubi talas serta konsentrasi natrium metabisulfit sebagai larutan perendam terhadap mutu pati ubi talas, 2) Mengetahui karakteristik mutu pati ubi talas terbaik yang dibuat dari perlakuan perbandingan air dan hancuran ubi talas dan konsentrasi natrium metabisulfit. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok pola faktorial. Faktor pertama yaitu perbandingan air dan hancuran ubi talas kupas yang terdiri dari 3 level yaitu: 2:1, 3:1, 4:1, dan faktor kedua yaitu konsentrasi natrium metabisulfit yang terdiri atas 3 level yaitu:0%,0,2%,0,3%. Masing-masing perlakuan dikelompokkan menjadi 2 berdasarkan waktu pelaksanaan. Variabel yang diamati yaitu kadar air, kadar pati, amilosa, uji organoleptik, dan rendemen. Penentuan perlakuan terbaik dilakukan dengan uji indeks efektivitas.Perlakuan perbandingan air dan hancuran ubi talas serta konsentrasinatrium metabisulfitberpengaruh sangat nyata terhadap kadar air, kadar amilosa pati ubi talas sedangkan interaksinya tidak berpengaruh nyata. Perbandingan air dan natrium metabisulfit serta interaksinya berpengaruh sangat nyata terhadap kadar pati dan rendemen karakteristik pati ubi talas. Perlakuan konsentrasi natrium metabisulfit 0,3 % dan perbandingan air dan ubi talas 4:1 memiliki karakteristik mutu pati ubi talas terbaik dengan karakteristikkadar air 8,87 % ; kadar pati 65,23 % ; kadar amilosa 15,75 %, uji perbandingan jamak 3,84 (sama dengan referensi) dan rendemen 21,58 %.


(4)

iv

Farhandi Saputra. 1111205045. 2015.Characteristics QualityofTaro Starch(Colocasia esculenta)at Ratio of Water andTaro and Concentration of Sodium Metabisulphite. Supervised by Ir. Amna Hartiati, MP. and Prof. Dr. Ir. Bambang Admadi H, MP.

ABSTRACT

This research were aimed to 1) find out the effect of comparison between wate rand taro and sodium metabisulphite consentration as marinade solutionon the quality of taro starch, 2) to find out the best characteristic of taro starch based on comparison of water and taro and sodium metabisulphite consentration as marinade solution.This study used a factorial Randomized Block Design with factorial pattern. The first factor was the comparison of water and taro consists of 3 levels namely 2:1, 3:1 and 4:1 and the second factor was concentration of sodium metabisulphite consetration consists of 3 levels namely 0 %, 0.2% and 0.3%. Each treatment grouped into two based on the time implementation. Variables observed were water content, starch content, amilosa, organoleptic test and yield. The best treatment was determined with effectiveness index. The results showed that the comparison of water and taro and sodium metabisulphite consentration as marinade solution had high significantly effect on water content and amilosa content at characteristic of taro starch, while its interaction was not significant. Comparison of water and sodium metabisulphite substance and its interaction had significantly effect on starch content of taro and its yield. The treatment concentration of sodium metabisulphite 0.3 % and comparison water and taro 4:1 obtained the best quality of taro starch with 8.87 % water content, 65.23 % starch content, 15.75 % amilosa content, 3.84 multiple comparison test (near to refrence) and 21.58 % yield.


(5)

v

RINGKASAN

Golongan umbi-umbi mayor secara umum telah banyak diaplikasikan untuk kebutuhan industri seperti ubi kayu untuk produksi tapioka. Sedangkanpemanfaatan golongan umbi minor belum banyak di kalangan industri seperti talas hanya untuk keripik talas. Talas dengan kadar pati tinggi bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku gula cair.

Talas terdiri dari banyak jenis dan warna daging umbinya bervariasi, yaitu putih, kuning muda, kuning atau oranye, merah, coklat, ungu, dan lainnya. Di Malang, banyak dijumpai talas dengan daging umbi berwarna kuning yang memiliki rasa enak dan tekstur yang pulen. Pengolahan untuk memperpanjang umur simpan talas, talas dapat dibuat menjadi tepung. Talas memiliki potensi untuk dapat digunakan sebagai bahan baku tepung-tepungan karena memiliki kandungan pati yang tinggi, yaitu sekitar 70-80%. Rendemen yang bisa didapatkan pun juga cukup tinggi, yaitu mencapai 28,7% (Syarifa dan Estiasih, 2013).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbandingan air dan hancuran ubi talas serta konsentrasi natrium metabisulfit sebagai larutan perendam terhadap mutu pati ubi talas dan mengetahui karakteristik mutu pati ubi talas terbaik yang dibuat dari perlakuan perbandingan air dan hancuran ubi talas dan konsentrasi natrium metabisulfit..

Percobaan ini merupakan percobaan faktorial 2 faktor menggunakan rancangan acak kelompok (RAK). Faktor I perbandingan air dan hancuran berat ubi talas terdiri dari 3 level yaitu : A1 = 2 : 1 ( v/ b ), A2 = 3 : 1 ( v/b ), A3 = 4 : 1 ( v/b ).


(6)

vi

Faktor II yaitu :Konsentrasi natrium metabisulfit dari 3 level yaitu :M0 = 0%,M2 = 0,2 %, M3 = 0,3 %. Dengan demikian diperoleh 3 x 3 = 9 perlakuan konsentrasi. Masing-masing perlakuan dilakukan sebanyak 2 kali sehingga diperoleh 18 unit percobaan. Data obyektif dianalisis dengan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji Duncan, sedangkan data subyektif dianalisis dengan Friedman test

Variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi : kadar air (AOAC, 1995), kadar pati dengan metode Nelson-Somogyi, kadar amilosa (AOAC, 1984), uji perbandingan jamak warna (Soekarto, 1985), rendemen (AOAC, 1990) dan uji efektifitas (De Garmo et al., 1984)

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan air dan hancuran ubi talas serta konsentrasi natrium metabisulfit sebagai pemutih berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air dan kadar amilosa terhadap karakteristik mutu pati ubi talas sedangkan interaksinya tidak berpengaruh nyata. Penambahan air dan natrium metabisulfit dan interaksinya berpengaruh sangat nyata terhadap kadar pati ubi talas dan rendemen pati ubi talas. natrium metabisulfit 0,3 % dan perbandingan air dan ubi talas 4:1 memiliki karakteristik mutu pati ubi talas terbaik berdasarkan uji indeks efektifitas dengan karakteristik kadar air 8,87 % ; kadar pati 65,23 % ;Kadar Amilosa 15,75 % ; uji perbandingan jamak 3,84 (sama dengan refrensi) dan rendemen 21,58 %.


(7)

(8)

viii

RIWAYAT HIDUP

Farhandi Saputra, dilahirkan di Denpasar pada 18 Februari 1993. Penulis merupakan putra pertama dari pasangan Ir. Burhanuddin dan Farida Azis BSC.

Penulis memulai pendidikan sekolah dasar di SD Muhammadiyah 3 Denpasar dari tahun 1999 sampai 2005 kemudian melanjutkan sekolah menengah pertama di SMP PGRI 3 Denpasar dari tahun 2005sampai 2008 Penulis kemudian melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan menengah atasdi SMA PGRI 2 Denpasar dari tahun 2008 sampai 2011. Melalui jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK), penulis diterima menjadi mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana tahun 2011 dan masuk pada Jurusan Teknologi Industri Pertanian.

Selama masa perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan baik sebagai panitia pelaksanaan maupun sebagai panitia pengarah. Penulis juga aktif dalam organisasi kemahasiswaan mulai dari Himpunan Mahasiswa Jurusan Teknologi Industri Pertanian dan Forum Agroindustial Indonesia (Foragrin)


(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur penulis haturkan kehadapan Allah SWT / Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya, tugas akhir yang berjudul “Karakteristik Mutu Pati Ubi Talas (Colocasia esculenta) pada Perbandingan Air dengan Hancuran Ubi Talas dan Konsentrasi Natrium Metabisulfit” dapat terselesaikan dengan baik.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan dalam menyelesaikan studi pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana.

Penulis telah mendapatkan banyak bantuan, doa dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ir. Amna Hartiati, MP. Dan Prof Dr. Ir. Bambang Admadi H, MP. selaku dosen pembimbing I dan II yang telah banyak memberi bimbingan, arahan, saran, dan masukan pada penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Ir. Dewa Gede Mayun Permana, MS. Selaku Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana.

3. Ibu Ir. Amna Hartiati, MP. selaku Ketua Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana.

4. Keluarga tercinta yang telah banyak memberikan dukungan moral maupun material, motivasidan doa dalam penyelesaian tugas akhir ini.

5. Bapak/Ibu dosen, Kepala Laboran beserta staf, seluruh pegawai Fakultas Teknologi Pertanian,


(10)

x

6. Teman-teman angkatan 2010, 2011, 2012, 2013 dan 2014, serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis.

Tentunya apa yang penulis kemukakan dalam skripsi ini sangat terbatas dan belumlah sempurna. Maka dari itu, penulis mohon saran maupun kritik yang bertujuan memperbaiki dan bersifat membangun dari pembaca sekalian yang nantinya dapat berguna bagi penyempurnaan skripsi ini.

Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca sekalian.

Bukit Jimbaran, 15 September 2015

Penulis


(11)

xi DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... ii

ABSTRAK ... iii

RINGKASAN ... v

HALAMAN PENGESAHAN ... vii

RIWAYAT HIDUP ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ubi Talas ... 4

2.2 Pati Ubi Talas ... 5

2.2.1 Amilosa...6


(12)

xii

2.3 Pembuatan Pati... 7

2.4 Bahan Pemutih... 9

2.4.1 Natrium Metabisulfit ... 9

2.4.2 Natrium Phryophospate ... 10

2.4.3 Sodium Hipoklorit ... 10

2.4.4 Hidrogen Peroksida...11

III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 13

3.2 Alat dan Bahan ... 13

3.2.1 Alat ... 13

3.2.2 Bahan ... 13

3.3 Rancangan Percobaan ... 13

3.4 Pelaksanaan Percobaan ... 14

3.5 Variabel yang Diamati ... 16

3.5.1 Kadar Air ... 16

3.5.2 Kadar Pati ... 16

3.5.3 Kadar Amilosa ... 17

3.5.4 Uji Perbandingan Jamak ... 18

3.5.5 Rendemen ... 19

3.5.6 Uji Efektifitas...19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Air Pati Ubi Talas... 20

4.2 Kadar Pati Ubi Talas ... 21


(13)

xiii

4.4 Uji Perbandinan Jamak...23

4.5 Rendemen Pati Ubi Talas...24

4.6 Hasil Uji Efektifitas Pati ubi Talas...25

V. PENUTUP 5.1Kesimpulan ... 27

5.2Saran ... 27

DAFTAR PUSTAKA ... 28


(14)

xiv

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1. Komposisi zat yang terkandung dalam 100 g Talas ... 4

2. Syarat mutu tepung singkong menurut SNI 01-2997-1992 ... 5

3. Skor Uji Perbandingan Jamak... 21

4. Nilai rata rata kadar Air (%) pati ubi talas ... 20

5. Nilai rata rata Kadar pati (%) pati ubi talas ... 21

6. Nilai rata-rata kadar amilosa (%) pati ubi talas... 22

7. Nilai rata-rata uji pembanding jamak (%) pati ubi talas ... 23

8. Nilai rata rata rendemen (%) pati ubi talas ... 24

9. Hasil pengujian efektivitas untuk menentukan perlakuan terbaik pati ubi talas ... 25


(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1. Tanaman talas ... 5

2. Ubi talas ... 5

3. Rumus bangun amilosa ... 7

4. Rumus bangun amilopektin...7

5. Digram alir pembuatan pati ubi talas...11


(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Kuesioner uji duo trio ... 31

2. Kuesioner uji pembanding jamak warna ... 32

3. Kuesioner efektifitas ... 34

4. Analisis data kadar air pati ubi talas ... 35

5. Analisis data kadar pati ubi talas... 41

6. Analisis data kadar amilosa pati ubi talas...48

7. Analisis data uji pembanding jamak warna ... 54

8. Analisis data rendemen pati ubi talas ... 55

9. Analisis data uji efektivitas ... 67

10. Foto foto penelitian...70


(17)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki banyak tanaman umbi-umbian. Golongan umbi umbian ada 2 yaitu umbi umbian golongan mayor seperti ubi kayu dan ubi jalar. Kemudian umbi umbian golongan minor seperti talas, gadung, suweg, uwi, gembili.Golongan umbi-umbi mayor secara umum telah banyak diaplikasikan untuk kebutuhan industri seperti ubi kayu untuk produksi tapioka, sedangkan pemanfaatan golongan umbi minor belum banyak di kalangan industri sepeerti talas hanya untuk keripik talas. talas dengan kadar pati tinggi bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku gula cair.

Talas terdiri dari banyak jenis dan warna daging umbinya bervariasi, yaitu putih, kuning muda, kuning atau oranye, merah, coklat, ungu, dan lainnya. Di Malang, banyak dijumpai talas dengan daging umbi berwarna kuning yang memiliki rasa enak dan tekstur yang pulen. Pengolahan untuk memperpanjang umur simpan talas, talas dapat dibuat menjadi tepung. Talas memiliki potensi untuk dapat digunakan sebagai bahan baku tepung-tepungan karena memiliki kandungan pati yang tinggi, yaitu sekitar 70-80%. Rendemen yang bisa didapatkan pun juga cukup tinggi, yaitu mencapai 28,7% (Syarif dan Estiasih, 2013).

Permasalahan penelitian sebelumnya (Hartiati dan Yoga, 2014), pati talas yang dihasilkan mempunyai rendemen yang rendah yaitu 13% dengan warna pati yang masih kuning kecoklatan. Dalam penelitian tersebut pembuatan pati ubi talas dilakukan dengan perbandingan air dan ubi talas 1 : 1. Menurut Jayanuddin


(18)

2

et al. (2014), banyaknya pelarut air mempengaruhi luas kontak padatan dengan pelarut air sehingga distribusi pelarut air ke padatan akan semakin besar. Meratanya distribusi pelarut ke padatan akan memperbesar rendemen yang dihasilkan. Beberapa penelitian tentang natrium metabisulft adalah (Husniati dan Adi, 2010) menggunakan bahan pemutih natrium metabisulfit dengan perlakuan 0%, 0,1%,0,2%, 0,5%, 1,0% dengan perlakuan terbaik 0,2% untuk tepung tapioka, sedangkan penelitian lainnya Rahman (2007) menggunakan bahan pemutih natrium metabisulfit dengan perlakuan 0%, 0,075%, 0,150%, 0,225 \%, 0,3% dengan perlakuan terbaik 0,3% g untuk 1 kg pati biji alpukat.

Dari penelitian-penelitian tersebut maka akan dilakukan pembuatan pati ubi talas dengan perbandingan air dan ubi talas 2 : 1 hingga 4 : 1 dengan bahan pemutih menggunakan natrium metabisulfit 0,2 % natrium metabisulfit 0,3 % dan tanpa bahan natrium metabisulfit sebagai kontrol.

1.2 Rumusan Masalah

1) Bagaimana pengaruh perbandingan air dan hancuran ubi talas serta konsentrasi natrium metabisulfit terhadap karakteristik mutu pati ubi talas? 2) Pada perbandinganair dan hancuran ubi talas serta konsentrasi natrium

metabisulfit manakah didapatkan karakteristik mutu pati ubi talas yang terbaik?

1.3Hipotesis

1) Pada perbandingan air dan hancuran ubi talas serta konsentrasi natrium metabisulfit tertentu berpengaruh terhadap karakteristik mutupati ubi talas


(19)

3

2) Pada perlakuan perbandinganair dan hancuran ubi talas serta konsentrasi natrium metabisulfit tertentu didapat karakteristik mutu pati ubi talas terbaik

1.4 Tujuan Penelitan

1) Mengetahui pengaruh perbandinganair dan hancuran ubi talas dan konsentrasi natrium metabisulfit terhadap karakteristik mutu pati ubi talas. 2) Mengetahui karakteristik mutu pati ubi talas terbaik yang dibuat dari

perlakuan perbandingan air dan hancuran ubi talas dan konsentrasi natrium metabisulfit.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi referensi dan informasi ilmiah mengenai pengaruh pembanding air dan hancuran ubi talas dan konsentrasi natrium metabisulfit terhadap karakteristik mutu pati ubi talas.


(20)

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ubi Talas

Tanaman talas berasal dari daerah Asia Tenggara selanjutnya talas menyebar ke Cina, Jepang, daerah Asia Tenggara dan beberapa pulau di Samudera Pasifik kemudian terbawa oleh migrasi penduduk ke Indonesia. Di Indonesia talas biasa dijumpai hampir di seluruh kepulauan dan tersebar dari tepi pantai sampai pegunungan di atas 1000 m dari permukaan laut.tanaman ini berperawakan tegak dengan tinggi 1 m atau lebih. Talas merupakan tanaman pangan yang berupa herbal dan merupakan tanaman semusim atau tanaman sepanjang tahun (Purwono dan Heni, 2007).

Tanaman talas mengandung asam perusi (asam biru atau HCN).Sistem perakaran serabut, liar dan pendek. Umbi mempunyai jenis bermacam-macam.berat umbi dapat mencapai 4 kg atau lebih, berbentuk selinder atau bulat, berukuran 30 cm x 15 cm, berwarna coklat. Daunnya berbentuk perisai atau hati, lembaran daunnya 20-50 cm panjangnya, dengan tangkai mencapai 1 ( m ) panjangnya, warna pelepah bermacam-macam. Perbungaannya terdiri atas tongkol, seludang dan tangkai (Faizar H, 1991).Karakteristik tanaman talas adalah, memiliki perakaran liar, berserabut dan dangkal.Batang yang tersimpan dalam tanah pejal, bentuknya menyilinder (membulat), umumnya berwarna cokelat tua, dilengkapi dengan kuncup ketiak yang terdapat diatas lampang daun tempat munculnya umbi baru, tunas (stolon). Daun memerisai dengan tangkai panjang dan besar (Syahbania 2012).


(21)

5

Talas merupakan bahan pangan yang rendah lemak, bebas gluten dan mudah dicerna sehingga berguna dalam berbagai hidangan.Tanaman talas juga merupakan tanaman penghasil karbohidrat yang memiliki peranan cukup strategis dan memiliki fungsi utama sebagai obat yang bermanfaat dalam menyembuhkan berbagai macam penyakit, diantaranya penyakit kankerBeberapa varietas talas dikarakterisasi penampakan umbinya, beratnya serta dihitung rendemennya. Pengamatan karakter umbi pada saat panen meliputi bentuk umbi, warna kulit umbi, warna daging umbi panjang umbi dan berat umbi.Karakter umbi talas yang diamati menurut deskriptor plasma nutfah talas (Minantyorini dan Somantri, 2002).

Komposisi zat yang terkandung dalam 100 g talas, menurut Rawuh (2008), dapat dilihat pada Tabel berikut :

Tabel 1. Komposisi Zat yang Terkandung dalam 100 g Talas Komponen Satuan Talas Mentah

Energi Kal 98

Protein g 1,9

Lemak g 0,2

Karbohidrat g 23,7

Kalsium mg 28,0

Fospor mg 61,0

Besi mg 1,0

Vit. A RE 3,0

Vit. C mg 4,0

Vit. B1 mg 0,13

Air ml 73,0

Bagian yang dapat dimakan % 85,0 Sumber : Rawuh, 2008.

Menurut Anonim (2011a), tanaman talas dapat diklasifikasikan sebagai

berikut:

Kingdom : Plantae


(22)

6

Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Sub Kelas : Arecidae

Ordo : Arales

Famili : Araceae Genus : Colocasia

Spesies : Colocasia esculenta (L.) Schoot

Gambar 1. Tanaman talas Gambar 2. Ubi talas 2.2 Pati Ubi Talas

Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berupa bubuk putih, tidak berasa dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Pati dapat dibuat dari tumbuhan singkong (ubi kayu), ubi jalar, kentang, jagung, sagu, dan lain-lain(Widowati, 2001).

Granula pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan airpanas.Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi yang tidak terlarut disebut amilopektin (Winarno, 2002).Di alam, lebih banyak ditemukan pati berstruktur amilopektin, yaitu 80-90%, sedangkan sisanya 10-20% merupakan pola amilosa.


(23)

7

Kedua tipe tersebut dapat dipisahkan, yaitu dengan melarutkannya di dalam air mendidih, amilosa akan mengendap sedangkan amilopektin membentuk koloid yang kalau dibiarkan akan menarik air dan terbentuk pasta (Hawab, 2004). Karena belum adanya syarat mutu tentang pati ubi talas maka digunakan syarat mutu pati singkong yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 .Syarat mutu tepung singkong menurut SNI 01-2997-1992

No Jenis Uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan

- Bau - Rasa - Warna - - - Khas singkong Khas singkong Putih

2 Benda Asing - Tidak Boleh Ada

3 Derajat Putih % Min 85

4 Kadar Abu % b/b Maks 1.5

5 Kadar Air % b/b Maks 12

6 Derajat Asam ml N NaOH/100g Maks 3

7 Asam Sianida mg/kg Maks 40

8 Kehalusan % lolos (80 mesh) Min 90

9 Kadar Pati % b/b Min 75

10 Bahan Tambahan Pangan Sesuai SNI 01- 0222-1995 11 Cemaran Logam

- Tmbal - Tembaga - Seng - Raksa - Arsen mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg Maks. 1.0 Maks. 10.0 Maks. 40.0 Maks. 0.05 Maks. 0,5 12 Cemaan Mikroba

- Angka Lempeng Total

- Escherichia Coli

- Kapang

Koloni/g APM/g Koloni/g

Maks. 1.0 x 106 <3

Maks. 1.0 x 104 Sumber : SNI 01-2997-1992

2.2.1 Amilosa

Kadar amilosa yaitu banyaknya amilosa yang terdapat di dalam granula pati. Amilosa sangat berperan pada saat proses gelatinisasi dan lebih menentukan


(24)

8

karakteristik pasta pati. Pati yang memiliki amilosa yang tinggi mempunyai kekuatan ikatan hidrogen yang lebih besar karena jumlah rantai lurus yang besar dalam granula, sehingga membutuhkan energi yang besar untuk gelatinisasi (Sunarti dkk., 2007). Menurut Taggart (2004), amilosa memilki kemampuan membentuk kristal karena struktur rantai polimernya yang sederhana. Strukturnya yang sederhana ini dapat membentuk interaksi molekular yang kuat.Interaksi ini terjadi pada gugus hidroksil molekul amilosa.

2.2.2 Amilopektin

Amilopektin merupakan polisakarida bercabang bagian dari pati, terdiri atas molekul-molekul glukosa yang terikat satu sama lain melalui ikatan 1,4-glikosidik dengan percabangan melalui ikatan 1,6-1,4-glikosidik pada setiap 20-25 unit molekul glukosa. Amilopektin merupakan bagian dari pati yang tidak larut dalam air dan mempunyai berat molekul antara 70.000 sampai satu juta. Amilopektin dengan iodium memberikan warna ungu hingga merah atau asam dilakukan oleh asam atau enzim. Jika pati dipanaskan dengan asam akan terurai menjadi molekul-molekul yang lebih kecil secara berurutan dan hasilnya adalah glukosa (Lehninger, 1988). Pada dasarnya, struktur amilopektin sama seperti amilosa, yaitu terdiri dari rantai pendek α-(1,4)- D-glukosa dalam jumlah yang besar. Perbedaannya ada pada tingkat percabangan yang tinggi dengan ikatan α -(1,6)-D-glukosa dan bobot molekul yang besar. Amilopektin juga dapat membentuk kristal, tetapi tidak sereaktif amilosa. Hal ini terjadi karena adanya rantai percabangan yang menghalangi terbentuknya kristal (Taggart 2004).


(25)

9

Gambar 3.Struktur Amilosa (Hart 1987)

Gambar 4.SturkturAmilopektin (Hart 1987)

2.3 Pembuatan Pati

Talas merupakan tanaman pangan berupa herba menahun.Talas termasuk dalam suku talas-talasan (Araceae).talas merupakan tanaman semusim atau sepanjang tahun. Asal mula tanaman ini berasal dari daerah Asia Tenggara, menyebar ke China dalam abad pertama, ke Jepang, ke daerah Asia Tenggara lainnya dan ke beberapa pulau di Samudra Pasifik, terbawa oleh migrasi penduduk. Berabad-abad yang lalu, talas merupakan makanan pokok di Asia dan Kepulauan Pasifik. Di Indonesia, talas digunakan sebagai makanan tambahan. Umbi talas digunakan untuk berbagai macam masakan.Talas merupakan tumbuhan penghasil umbi, populer ditanam terutama di wilayah Indonesia bagian barat. Di Indonesia talas bisa di jumpai hampir di seluruh kepulauan dan tersebar dari tepi pantai sampai pegunungan di atas 1000 m baik liar maupun di tanam.

Dewasa ini bahan pokok beras sudah sangat mahal, untuk menanggulangi hal itu kita dapat mengolah tanaman talas yang belum dikenal menjadi tanaman


(26)

10

yang bernilai ekonomis.Alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan pati adalah baskom, lap, saringan, tempeh, parutan umbi talas, garam, dan air dengan langkah pembuatan pati sebagai berikut(Puriartini 2011). Dapat dilihat Gambar 5

1) Umbi talas dikupas dari kulitnya.

2) Umbi talas dengan air bersih.

3) Umbi talas direndam dengan air selama 10 menit

4) Garam ditambakan dan biarkan selama 15 menit

5) Talas yang sudah direndam hingga menjadi bubur.

6) Hasil parutan dimasukan kedalam baskom, kemudian dimasukkan air. Perandingan ubi talas dengan air adalah 1:2

7) Ubi talas disaring , hingga didapatkan sari patinya.

8) Setelah didapatkan ampasnya, kemudian diperas kembali ampasnya,agar keluar sari patinya, namun jangan dibuang ampasnya karena masih bisa digunakan.

9) Sari patinya dibiarkan mengendap selama 1 hari

10) Setelah didiamkan selama 1 hari maka cairan yang terdapat diatasnya dibuang.

11) Endapan dibawahnya tersebut dijemur.

12) Pati ubi talas yang sudah kering, siap diolah menjadi berbagai macam olahan.


(27)

11

Gambar 5. Diagram alir pembuatan pati ubi talas (Puriartini 2011) Ubi Talas

Pengupasan

Pencucian

Pemarutan

Pemerasan

Penyaringan

Pengendapan

Penirisan

Pengeringan

Penumbukan

Pengayakan

Pati Ubi Talas


(28)

12

2.4 Bahan Pemutih

2.4.1 Natrium Metabisulfit

Menurut Chichester dan Tanner (1972), Natrium metabisulfit merupakan bahan pengawet anorganik yang termasuk dalam golongan ‘Generally Recognized

As Safe’ (GRAS), artinya bahan pengawet ini aman untuk digunakan pada bahan

pangan sesuai dengan batas konsentrasi yangdiijinkan.

Natrium metabisulfit (Na2S2O5) merupakan salah satu garam sulfit berupa kristal atau bubuk berwarna putih yang mudah larut dalam air serta berbau sulfit (SO2). natrium metabisulfit merupakan inhibitor yang kuat untuk mencegah terjadinya browning, pertumbuhan bakteri, dan sebagai antioksidan (Philip, 2010). Menurut Braverman (1963), mekanisme penghambatan reaksi pencoklatan non enzimatis oleh senyawa sulfit adalah reaksi antara bisulfit dengan gugus aldehid dari gula sehingga gugus aldehid tersebut tidak mempunyai kesempatan untuk bereaksi dengan asam amino. Dengan demikian sulfit mencegah konversi D-glukosa menjadi 5-hidroksi-metil-2-furfural (HMF). Senyawa ini merupakan senyawa antara yang akan bereaksi dengan gugus amino dari protein atau asam amino membentuk pigmen coklat melanoidin.

2.4.2 Natrium Phirophosphate

Natrium pyrophospat merupakan bahan yang dapat berfungsi sebagai penghambat reaksi pencoklatan, terutama sebagai pengikat logam terutama besi dan tembaga juga sebagai anti oksidan, sehingga natrium pyrophospat sangat efektif mencegah terjadinya perubahan warna dari makanan selama persiapan maupun penyimpanan. Mekanisme reaksi pencegahan pencoklatan oleh Natrium Pyrophospat, sifat-sifat umum natrium pyrophospat antara lain cenderung asam 2


(29)

13

dengan pH = 4,1 larut dalam air, sebagai pengikat logam besi dan tembaga, serta penggunaannya sebagai pengasam, buffer (Winarno,1992).

2.4.3 Sodium Hipoklorit

Sodium hipoklorit sebagai desinfektan dapat mengurangi mikroorganisme yang melekat pada gigi tiruan (David dan Munadziroh, 2005).Sodium hipoklorit adalah senyawa kimia dengan rumus NaOCl. Natrium hipoklorit, umumnya dikenal sebagai pemutih, sering digunakan sebagai desinfektan atau pemutih (Hutasoit,2010). Hipoklorit pertama kali diproduksi tahun 1789 di Javel, Perancis, oleh klorin melewati gas melalui larutan natrium karbonat. Cairan yang dihasilkan, yang dikenal sebagai "Eau de Javel" atau "Javel air" adalah solusi yang lemah natrium hipoklorit. Namun, proses ini sangat tidak efisien dan metode produksi alternatif dicari. Salah satu metode tersebut melibatkan ekstraksi diklorinasi kapur (yang dikenal sebagai bubuk pemutih) dengan natrium karbonat untuk menghasilkan tingkat rendah yang tersedia klorin. Metode ini umumnya digunakan untuk menghasilkan solusi hipoklorit untuk digunakan oleh rumah sakit sebagai antiseptik yang dijual di bawah nama dagang Eusol dan Dakin solusi.

2.4.4 Hidrogen Peroksida

Dalam penggunaannya efek pemutihan yag cukup baik hanya diperoleh dengan larutan hidrogen peroksida yang cukup kuat (Young,1980). Hidrogen peroksida adalah cairan tidak berwarna dengan titik didih 152.1 0C. Mirip air dalam sifat fisikadan bahkan jauh lebih banyak bergabung melalui ikatan hidrogen dan 40 % lebih padat dari H2O2 .Hidrogen peroksida memiliki tetapan dielektrik


(30)

14

pengoksidasiannya yang kuat dan kemudahannya terdekomposisi. Hidrogen peroksida ( H2O2 ) berperilaku sebagai suatu zat pereduksi hanya terhadap zat


(1)

Gambar 3.Struktur Amilosa (Hart 1987)

Gambar 4.SturkturAmilopektin (Hart 1987)

2.3 Pembuatan Pati

Talas merupakan tanaman pangan berupa herba menahun.Talas termasuk dalam suku talas-talasan (Araceae).talas merupakan tanaman semusim atau sepanjang tahun. Asal mula tanaman ini berasal dari daerah Asia Tenggara, menyebar ke China dalam abad pertama, ke Jepang, ke daerah Asia Tenggara lainnya dan ke beberapa pulau di Samudra Pasifik, terbawa oleh migrasi penduduk. Berabad-abad yang lalu, talas merupakan makanan pokok di Asia dan Kepulauan Pasifik. Di Indonesia, talas digunakan sebagai makanan tambahan. Umbi talas digunakan untuk berbagai macam masakan.Talas merupakan tumbuhan penghasil umbi, populer ditanam terutama di wilayah Indonesia bagian barat. Di Indonesia talas bisa di jumpai hampir di seluruh kepulauan dan tersebar dari tepi pantai sampai pegunungan di atas 1000 m baik liar maupun di tanam.

Dewasa ini bahan pokok beras sudah sangat mahal, untuk menanggulangi hal itu kita dapat mengolah tanaman talas yang belum dikenal menjadi tanaman


(2)

yang bernilai ekonomis.Alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan pati adalah baskom, lap, saringan, tempeh, parutan umbi talas, garam, dan air dengan langkah pembuatan pati sebagai berikut(Puriartini 2011). Dapat dilihat Gambar 5

1) Umbi talas dikupas dari kulitnya. 2) Umbi talas dengan air bersih.

3) Umbi talas direndam dengan air selama 10 menit 4) Garam ditambakan dan biarkan selama 15 menit 5) Talas yang sudah direndam hingga menjadi bubur.

6) Hasil parutan dimasukan kedalam baskom, kemudian dimasukkan air. Perandingan ubi talas dengan air adalah 1:2

7) Ubi talas disaring , hingga didapatkan sari patinya.

8) Setelah didapatkan ampasnya, kemudian diperas kembali ampasnya,agar keluar sari patinya, namun jangan dibuang ampasnya karena masih bisa digunakan.

9) Sari patinya dibiarkan mengendap selama 1 hari

10) Setelah didiamkan selama 1 hari maka cairan yang terdapat diatasnya dibuang.

11) Endapan dibawahnya tersebut dijemur.

12) Pati ubi talas yang sudah kering, siap diolah menjadi berbagai macam olahan.


(3)

Gambar 5. Diagram alir pembuatan pati ubi talas (Puriartini 2011) Ubi Talas

Pengupasan

Pencucian

Pemarutan

Pemerasan

Penyaringan

Pengendapan

Penirisan

Pengeringan

Penumbukan

Pengayakan

Pati Ubi Talas


(4)

2.4 Bahan Pemutih

2.4.1 Natrium Metabisulfit

Menurut Chichester dan Tanner (1972), Natrium metabisulfit merupakan bahan pengawet anorganik yang termasuk dalam golongan ‘Generally Recognized

As Safe’ (GRAS), artinya bahan pengawet ini aman untuk digunakan pada bahan

pangan sesuai dengan batas konsentrasi yangdiijinkan.

Natrium metabisulfit (Na2S2O5) merupakan salah satu garam sulfit berupa kristal atau bubuk berwarna putih yang mudah larut dalam air serta berbau sulfit (SO2). natrium metabisulfit merupakan inhibitor yang kuat untuk mencegah terjadinya browning, pertumbuhan bakteri, dan sebagai antioksidan (Philip, 2010). Menurut Braverman (1963), mekanisme penghambatan reaksi pencoklatan non enzimatis oleh senyawa sulfit adalah reaksi antara bisulfit dengan gugus aldehid dari gula sehingga gugus aldehid tersebut tidak mempunyai kesempatan untuk bereaksi dengan asam amino. Dengan demikian sulfit mencegah konversi D-glukosa menjadi 5-hidroksi-metil-2-furfural (HMF). Senyawa ini merupakan senyawa antara yang akan bereaksi dengan gugus amino dari protein atau asam amino membentuk pigmen coklat melanoidin.

2.4.2 Natrium Phirophosphate

Natrium pyrophospat merupakan bahan yang dapat berfungsi sebagai penghambat reaksi pencoklatan, terutama sebagai pengikat logam terutama besi dan tembaga juga sebagai anti oksidan, sehingga natrium pyrophospat sangat efektif mencegah terjadinya perubahan warna dari makanan selama persiapan maupun penyimpanan. Mekanisme reaksi pencegahan pencoklatan oleh Natrium Pyrophospat, sifat-sifat umum natrium pyrophospat antara lain cenderung asam 2


(5)

dengan pH = 4,1 larut dalam air, sebagai pengikat logam besi dan tembaga, serta penggunaannya sebagai pengasam, buffer (Winarno,1992).

2.4.3 Sodium Hipoklorit

Sodium hipoklorit sebagai desinfektan dapat mengurangi mikroorganisme yang melekat pada gigi tiruan (David dan Munadziroh, 2005).Sodium hipoklorit adalah senyawa kimia dengan rumus NaOCl. Natrium hipoklorit, umumnya dikenal sebagai pemutih, sering digunakan sebagai desinfektan atau pemutih (Hutasoit,2010). Hipoklorit pertama kali diproduksi tahun 1789 di Javel, Perancis, oleh klorin melewati gas melalui larutan natrium karbonat. Cairan yang dihasilkan, yang dikenal sebagai "Eau de Javel" atau "Javel air" adalah solusi yang lemah natrium hipoklorit. Namun, proses ini sangat tidak efisien dan metode produksi alternatif dicari. Salah satu metode tersebut melibatkan ekstraksi diklorinasi kapur (yang dikenal sebagai bubuk pemutih) dengan natrium karbonat untuk menghasilkan tingkat rendah yang tersedia klorin. Metode ini umumnya digunakan untuk menghasilkan solusi hipoklorit untuk digunakan oleh rumah sakit sebagai antiseptik yang dijual di bawah nama dagang Eusol dan Dakin solusi.

2.4.4 Hidrogen Peroksida

Dalam penggunaannya efek pemutihan yag cukup baik hanya diperoleh dengan larutan hidrogen peroksida yang cukup kuat (Young,1980). Hidrogen peroksida adalah cairan tidak berwarna dengan titik didih 152.1 0C. Mirip air dalam sifat fisikadan bahkan jauh lebih banyak bergabung melalui ikatan hidrogen dan 40 % lebih padat dari H2O2 .Hidrogen peroksida memiliki tetapan dielektrik yang lebih tinggi namun pemanfaatan sebagai pelarut pengion dibatasi oleh sifat


(6)

pengoksidasiannya yang kuat dan kemudahannya terdekomposisi. Hidrogen peroksida ( H2O2 ) berperilaku sebagai suatu zat pereduksi hanya terhadap zat pengoksidasi yang sangat kuat seperti MnO4