BENTUK-BENTUK DISTORSI KOGNITIF NARAPIDANA WANITA YANG MENGALAMI DEPRESI DI LAPAS SRAGEN.

BENTUK-BENTUK DISTORSI KOGNITIF
NARAPIDANA WANITA YANG MENGALAMI DEPRESI DI
LAPAS SRAGEN

Skripsi

Guna memenuhi sebagian dari syarat-syarat
memperoleh derajat sarjana S-1

OLEH :
ANISA PRAMUDYAWATI
F 100 050 046

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2009

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kriminalitas merupakan suatu fenomena yang komplek dan menarik perhatian
banyak kalangan, karena kriminalitas merupakan perbuatan yang bertentangan
dengan hukum dan undang-undang. Tingkat krminalitas di Indonesia meningkat
tahun ke tahun dan menjadi perhatian khusus dari pihak hukum untuk selalu waspada
terhadap tindak kriminalitas. Berdasarkan pengamatan PAB-Indonesia di jajaran
kepolisian mencatat, selama semester I tahun 2008 kejahatan konvensional meningkat
1,3%. Data menunjukkan kasus konvensional seperti pembunuhan, pemerkosaan,
pencurian dan penganiayaan meningkat dari 153.392 kasus hingga menjadi 155.413
kasus di tahun 2008 (www.pab-indonesia.com).
Meningkatnya kriminalitas tahun 2004-2007 membuat jumlah penghuni
Lembaga Pemasyarakatan terus meningkat. Berkaitan dengan eksistensi orang
dewasa pria dan wanita yang menjadi tahanan dan narapidana, dapat dicermati hasil
pencatatan atau data statistik dari Departemen Hukum dan HAM menunjukkan
rekapitulasi penghuni Lembaga Pemasyarakatan seluruh Indonesia tahun 2004
sampai dengan 2007, seperti pada diagram di bawah ini.

Gambar 1

Gambar 2


Keterangan :
Gambar 1 : Diagram rekapitulasi tahanan Pada Lapas Seluruh Indonesia tahun 2004-2007
Gambar 2 : Diagram rekapitulasi narapidana Pada Lapas Seluruh Indonesia tahun 2004-2007

Berdasarkan data Departemen Hukum dan HAM tahun 2004-2007, dari seluruh
tahanan dan narapidana yang berjumlah 400.809, prosentase tahanan dan narapidana
wanita dari total keseluruhan memang sangat kecil bila dibandingkan prosentase
tahanan dan narapidana pria, yaitu sebesar 5 %. Dengan perbandingan tahanan dan
narapidana antara pria dan wanita sebanyak 381.520 dibanding 19.291 maka, dapat
diketahui bahwa pria lebih dominan melakukan tindak pidana dibanding wanita.
Para pelaku kriminalitas yang sangat meresahkan masyarakat, ditakutkan akan
semakin merajalela melakukan kriminalitas lainnya, sehingga dalam hal ini tindakan
hukum adalah tindakan yang seharusnya diberikan kepada mereka. Bonger (dalam
Hidayat, 2006) menyatakan bahwa kriminalitas adalah perbuatan yang sangat
antisosial yang memperoleh tentangan dengan sadar dari negara berupa pemberian
hukuman dan tindakan. Selanjutnya pelaku tindak kriminalitas akan diproses secara

hukum oleh pengadilan, setelah terbukti bersalah menurut Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1995, maka pengadilan akan mengirimkan ke Lembaga Pemasyarakatan

(Poernomo, 1986).
Kondisi di dalam Lembaga Pemasyarakatan tentulah berbeda dengan kondisi
kehidupan yang ada di lingkungan masyarakat, dimana narapidana tidak bisa bebas
melakukan aktivitas yang disukainya. Hidayati (2007) menyatakan aktivitas
narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Sragen dalam unsur afeksi belum
tersentuh secara optimal, karena tidak adanya psikolog dan kegiatan yang
berhubungan dengan psikologis seperti kegiatan yang bisa meluapkan rasa sedih,
cemas, dan perasaan kangen terhadap anggota keluarganya.
Kondisi yang demikian, memungkinkan seorang narapidana merasa tertekan,
mengembangkan perasaan negatif dan cara berfikir yang negatif pula. Semakin lama
mereka mengalami kondisi demikian, maka dalam kondisi akut dapat menjadikan
mereka depresi. Menurut Beck (1985) depresi adalah keadaan patah hati atau putus
asa yang dapat disertai dengan melemahnya kepekaan terhadap stimulus tertentu,
pengurangan aktifitas fisik maupun mental dan kesukaran dalam berpikir. Selain itu
seseorang yang depresi juga mengadopsi suatu gaya berfikir yang negatif .
Purwandari (2007) melakukan penelitian dengan menggunakan tes BDI (Beck
Depresion Inventory) untuk mengungkap tingkat depresi pada tahanan dan

narapidana di LAPAS Kelas II A Sragen, didapatkan data sebagai berikut:


Tabel 1
Data Presentase Tingkat Depresi
Tahanan dan Narapiadana di Lapas IIA Sragen Tahun 2006
No

Tingkat Depresi Narapidana

Presentase (%)

1

Berat

72%

2

Sedang

23%


3

Ringan

5%
(Hertinjung & Purwandari, 2007)

Dari tabel data presentase kecenderungan depresi dari 74 tahanan dan
narapidana di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Sragen tahun 2006 menunjukkan
bahwa 100% narapidana yang mengalami depresi, dan narapidana yang mengalami
depresi degan tingkat berat menduduki prosentase tertinggi yaitu 72 %.
Fenomena depresi di Lembaga Pemasyarakatan menarik untuk diteliti,
khususnya depresi pada narapidana wanita. Mengapa wanita, karena wanita memiliki
kecenderungan hampir dua kali lipat lebih besar dibandingkan pria terhadap
munculnya depresi dengan perbandingan prevalensi depresi 39% pada pria dan 61%
pada wanita. Dimana wanita dalam menghadapi masalah-masalah hidupnya lebih
cenderung menggunakan perasaannya, selain itu karena wanita lebih peka dengan
emosi dan perasaan-perasaan cemasnya (Blazer, 2002).


Sebagai contoh, kasus

percobaan bunuh diri yang dilakukan oleh narapidana wanita bernama P.A (24 tahun)
karena mengalami depresi berat sejak menghuni ruang tahanan di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Malang. Pelaku tidak betah dengan kondisi di penjara dan
terus meratapi nasibnya (ungkap saksi mata yang juga teman satu ruang tahanan).

Pelaku melakukan percobaan bunuh diri dengan meminum 4 sacet shampo
(www.moderatofrm.com).
Narapidana wanita rentan terkena depresi karena ditinjau dari segi internal,
wanita lebih mudah merasa sedih, cemas dan putus asa dengan kondisinya. Beck
(1987) menyatakan orang yang mengalami depresi telah mengalami kesalahan dalam
berpikir (distorsi kognitif) yaitu adanya pikiran-pikiran negatif terhadap dirinya
sendiri, lingkungan dan masa depan. Sebagai contoh, kasus percobaan bunuh diri di
dalam Lapas yang dilakukan seorang narapidana berinisial KS (41 tahun) yang
mengalami depresi. Dia merasa sudah tidak ada harapan lagi untuk melanjutkan
hidupnya dan tidak akan diterima oleh masyarakat (www.indosiar.com). Dalam hal
ini, Glara, dkk (1993) menyatakan bahwa orang yang mengalami depresi cenderung
memegang pandangan yang lebih pesimistis akan masa depan serta lebih kritis
terhadap dirinya sendiri dan orang lain.

Faktor lain yang bisa dilihat adalah faktor eksternal, seperti hubungan dengan
narapidana lain, hubungan dengan petugas Lapas dan stigma masyarakat terhadap
dirinya. Narapidana wanita diberi stigma yang lebih buruk daripada narapidana pria,
karena wanita sebagai pelaku minoritas kejahatan dianggap telah melanggar norma
ganda oleh masyarakat, yaitu norma hukum dan norma konvensional tentang
bagaimana seharusnya wanita berperilaku dan bersikap (Victoria, 2007).
Kasus yang terjadi pada narapidana wanita di atas, menunjukkan bahwa
mereka dalam kondisi depresi dikarenakan merasa tertekan dan adanya pikiranpikiran negatif tentang dirinya dan lingkungan sekitarnya. Sehingga dengan kondisi
yang demikian, menjadikan keberadaan narapidana di Lapas tidak lagi sebagaimana

mestinya. Dimana seharusnya selama di Lembaga Pemasyarakatan mereka dapat
menerima kenyataan, memperbaiki kesalahan dan membenahi hidupnya, sehingga
dapat menjadi manusia yang lebih baik dan diterima di masyarakat kembali.
Bertitik tolak dari kasus depresi yang dialami oleh PA (24 tahun) dan KS (41
tahun) bahwa terdapat pikiran-pikiran negatif yang menguasai mereka sehingga
dalam keadaan depresi mereka melakukan percobaan bunuh diri. Oleh karena itu
ingin diketahui tingkat depresi dan bentuk-bentuk distorsi kognitif narapidana wanita
yang mengalami depresi di Lapas Sragen. Maka penelitian ini dapat merumuskan
masalah tingkat depresi dan bentuk-bentuk distorsi kognitif narapidana wanita yang
mengalami depresi di Lapas Sragen?. Berdasarkan permasalahan di atas, maka

peneliti mengambil judul penelitian “Bentuk-bentuk distorsi kognitif narapidana
wanita yang mengalami depesi di Lapas Sragen”

B. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka tujuan yang
ingin dicapai adalah untuk mengetahui tingkat depresi dan bentuk-bentuk distorsi
kognitif narapidana wanita yang mengalami depresi di Lapas Sragen.

C. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang positif bagi
perkembangan khasanah ilmu pengetahuan di bidang ilmu psikologi khususnya
psikologi klinis dan psikologi sosial.

2. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis sebagai
berikut:

1.

Bagi narapidana wanita, dapat memberikan gambaran sebagai
motivasi dalam rangka pembentukan insani yang sehat dan
memasyarakat, serta dukungan terhadap pembentukan makna hidup
narapidana wanita.

2.

Bagi praktisi hukum dan aparatur Lembaga Pemasarakatan, dapat
memberikan gambaran terhadap peran pembentukan dan pembinaan
yang sesuai dan menyasar terhadap pembentukan mental yang positif
dan memasyarakat.

3.

Bagi peneliti selanjutnya, dapat digunakan sebagai perbandingan
dalam melakukan penelitian dengan tema yang sama.