Studi Deskriptif tentang Bentuk-bentuk Ketakutan Terhadap Kematian pada Wanita Penderita Kanker
Studi Deskriptif tentang Bentuk-bentuk Ketakutan Terhadap Kematian pada Wanita Penderita Kanker
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi oleh : Nama: Nuke Ardinia
NIM : 019114021
KARYA INI DIPERSEMBAHKAN UNTUK MANUSIA – MANUSIA YANG
ave Maria gratia plena dominus te cum benedicta tu in mulieribus, et benedictus fructus ventris tui Jesus
“izinkan aku memohon, bukan agar penderitaanku hilang, melainkan agar teguh menghadapinya.…” sancta Maria Mater Dei
Ora pronobis peccatoribus nunc et in hora mortis Pernyataan Keaslian Karya
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.Yogyakarta, 12 Oktober 2007 Penulis Nuke Ardinia
ABSTRAK
STUDI DESKRIPTIF TENTANG BENTUK-BENTUK KETAKUTAN
TERHADAP KEMATIAN PADA WANITA PENDERITA KANKER
NUKE ARDINIA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk ketakutanterhadap kematian pada wanita penderita kanker. Jenis penelitian ini adalah
penelitian deskriptif dengan metode kualitatif. Data diambil dengan menggunakan
metode wawancara semi terstruktur. Analisis data diawali dengan proses
verbatim, melakukan koding, pengorganisasian data dan memeriksa keabsahan
data. Subjek yang dipilih dalam penelitian ini adalah wanita berusia 40 sampai 65
tahun yang menderita kanker payudara atau kanker rahim stadium 3 atau 4.
Subjek dalam penelitian ini berjumlah tiga orang.Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak semua bentuk-bentuk ketakutan
terhadap kematian pada wanita dewasa madya penderita kanker muncul. Bentuk-
bentuk ketakutan terhadap kematian yang muncul adalah ketakutan terhadap yang
tidak diketahui, ketakutan terhadap penderitaan dan rasa sakit, ketakutan akan
kesepian, ketakutan kehilangan keluarga dan teman-teman, ketakutan akan
penderitaan, ketakutan kehilangan identitas diri, ketakutan kehilangan kontrol diri,
dan ketakutan kehilangan tubuh. Perbedaan ketakutan terhadap kematian pada
masing-masing subjek terjadi karena perbedaan konsep diri pada masing-masing
subjek dan perbedaan dukungan sosial yang didapatkan. Bentuk ketakutan
terhadap kematian yang tidak muncul adalah ketakutan terhadap kemunduran. Hal
ini disebabkan karena ketiga subjek tidak menunjukkan kondisi menyerah pada
situasi yang ada.
Kata kunci dalam penelitian ini: Ketakutan terhadap kematian, dewasa madya,
kanker, wanita.
ABSTRACT
THE DESCRIPTIVE STUDY ABOUT FEARS OF DEATH FORMS TO
WOMAN’S CANCER SUFFERER
NUKE ARDINIA
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
2007
This research aims to describe fear of death forms at woman’s cancersufferer. This research type is descriptive research with qualitative method. Data
is taken by using semi structured interview method. Data analysis started with
verbatim process, decode, organizing data and check of data validity. Subject that
selected in this research is woman who having age 40 to 65 years and suffering
breast cancer or stadium 3 or 4 of serviks cancer. Subject of this research are three
people.The research result indicates that fear of death forms to medium adult
woman’s cancer sufferer is not all emerges. Fear of death forms emerging is fear
of unknown, fear of suffering and pain, fear of loneliness, fear of loss family and
friends, fear of sorrow, fear of loss of identity, fear of loss of self control, and fear
of loss of body.Fear of death difference for each subject happened because of self concept
difference to each subject and difference of social support obtained. Fear of death
which is not emerged is fear of retrogression. This is because of all subject doesn’t
indicate surrendering condition to presence situation.Keyword in this research: fear of death, middle age, cancer, woman.
Kata Pengantar
Puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Jesus atas rahmat yang
dilimpahkan kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi
dengan judul “Studi deskriptif tentang Bentuk-bentuk Ketakutan terhadap
Kematian pada Wanita Penderita Kanker”.Ucapan terimakasih juga penulis tujukan kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini, antara lain:
1. Bapak P. Eddy Suhartanto, S. Psi., M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Ibu ML. Anantasari, S. Psi., M. Psi., selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan bantuan dan semangat “ jangan menyerah.”
3. Ibu Sylvia CMYM., S. Psi., M. Si. dan Bapak YB Cahya Widiyanto, S. Psi selaku dosen penguji yang telah memberi banyak masukan bagi kesempurnaan skripsi ini. 4. para dosen di fakultas psikologi USD yang telah memberikan pengetahuan dan bimbingan selama penulis belajar di fakultas psikologi.
5. Mas Gandung, Mbak Nanik, Mas Muji, Mas Doni dan Pak Gie yang membantu dan memberi keceriaan selama kuliah.
6. Teman-temanku angkatan ’01 atas kebersamaannya di psikologi tercinta ini.
7. Keluargaku, papa, mama, kakak-kakakku dan Belbil yang memberiku dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini dengan bertanya “kapan lulus”.
8. Anik, Siska, Mbak Puspa, Mbak Nana, Wina, Alam…aku mau menyusul kalian…thanks to all support….
9. Hendra, ST makacih ya sudah memberikan banyak tawa di dalam hidupku dan memenuhi janjimu…. (aku cantumin titelmu biar keren ☺ )
10. Pipik, makasih ya komputernya ayo…semangit selesein TA-nya!!!!
11. Bu Pri makasih sudah menyisakan waktu buatku disela jadwal yang padat.
12. Semua subjekku,makasih buat sharingnya, life must be go on!!! Specially bu Nardi, maaf lama nyelesainya, saya akan ikut mendampingi anak-anak, rest in peace ya bu….
13. Semua pihak yang secara langsung dan tidak langsung memberi kritik, saran dan ide dalam membantu menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa karya sederhana ini tidak luput dari kekurangan,
oleh sebab itu, penulis menerima dengan senang hati segala kritik dan saran untuk
menjadikan skripsi ini lebih baik lagi. Akhir kata, semoga skripsi ini bisa
bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya untuk
mengetahui lebih dalam mengenai ketakutan terhadap kematian.Yogyakarta, 24 Sepetember 2007 Penulis Nuke Ardinia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ iv
HALAMAN MOTTO ....................................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................. vi
ABSTRAK ......................................................................................................... vii
ABSTRACT ......................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ix
DAFTAR ISI....................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL............................................................................................... xiv
DAFTAR SKEMA.............................................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... xvi
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah........................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................. 9 C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 9 D. Manfaat Penelitian ................................................................................. 9 BAB II. LANDASAN TEORI A Ketakutan ............................................................................................... 12 B. Ketakutan terhadap Kematian ................................................................ 13
1. Definisi Kematian ............................................................................. 13
2. Sikap terhadap Kematian .................................................................. 14
3. Sikap terhadap Kematian pada Masa Dewasa .................................. 15
4. Definisi Ketakutan terhadap Kematian ............................................ 16
5. Penyebab Ketakutan terhadap Kematian........................................... 17
6. Dimensi Ketakutan terhadap Kematian menurut Collett & Lester ..... 18
7. Fase-fase Menjelang Kematian ........................................................... 18
8. Bentuk-bentuk Ketakutan terhadap Kematian .................................... 20
C. Wanita Usia Dewasa Madya .................................................................... 24
1. Pengertian ......................................................................................... 24
2. Ciri-ciri Usia Dewasa Madya ........................................................... 24
D. Kanker Payudara dan Kanker Rahim....................................................... 27
1. Kanker .............................................................................................. 27
2. Ciri-ciri Kanker................................................................................. 29
3. Gejala Kanker Payudara .................................................................. 29
4. Gejala Kanker Rahim ...................................................................... 30
5. Stadium Kanker berdasarkan sistem TNM ...................................... 30
E. Bentuk-bentuk Ketakutan terhadap Kematian pada Wanita Penderita
Kanker Dewasa Madya............................................................................. 32BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ........................................................................................ 36 B. Batasan Istilah .......................................................................................... 37 C. Subjek Penelitian...................................................................................... 39 D. Metode Pengambilan Data ....................................................................... 40
1. Wawancara ....................................................................................... 40
E. Metode Analisis Data ............................................................................... 44
1. Organisasi Data ................................................................................ 44
2. Pengkodean (Koding)....................................................................... 45
F. Keabsahan Data Penelitian .................................................................... 47
1. Kredibilitas ....................................................................................... 47
2. Dependability ................................................................................... 50
BAB IV. PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN A Pelaksanaan Penelitian ........................................................................... 51
1. Persiapan Penelitian dan Perijinan ................................................... 51
2. Waktu dan Tempat Penelitian .......................................................... 52
3. Pelaksanaan ..................................................................................... 53
4. Subjek Penelitian .............................................................................. 53
B. Analisis Data Penelitian ......................................................................... 59
1. Hasil Penelitian Ibu Mar................................................................... 59
2. Hasil Penelitian Ibu El...................................................................... 61
3. Hasil Penelitian Ibu Pi ..................................................................... 64
C. Rangkuman ............................................................................................. . 65
D. Pembahasan............................................................................................. 76
E. Dinamika Psikologis................................................................................. 92
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .............................................................................................. 103 B. Saran ........................................................................................................ 104
DAFTAR TABEL
TABEL 1 : Stadium Kanker berdasarkan sistem TNM ...................................... 31
TABEL 2 : Pedoman Wawancara ....................................................................... 42
TABEL 3 : Data Demografis subjek penelitian .................................................. 53
TABEL 4 : Reaksi subjek saat divonis menderita kanker................................... 55
TABEL 5 : Rangkuman hasil penelitian ............................................................. 66
DAFTAR SKEMA
Skema 1 : Kerangka Berpikir.............................................................................. 11
Skema 2: Kerangka Pembahasan ........................................................................ 91
Skema 3 : Skema Dinamika Psikologis Mar....................................................... 92
Skema 4 :Skema Dinamika Psikologis El........................................................... 95
Skema 5 : Skema Dinamika Psikologis Pi .......................................................... 98
Skema 6: Skema Dinamika Psikologis Ketakutan Terhadap Kematian padaWanita Penderita Kanker ................................................................................... 100
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : Wawancara A. Data Verbatim Wawancara
B. Koding Lampiran 2 : Deskripsi Data Observasi Lampiran 3 : Dokumentasi Lampiran 4 : Surat A. Surat ijin penelitian (dibuat oleh Fakultas Psikologi)
B. Surat pernyataan subjek
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu penyakit yang ditakuti oleh masyarakat adalah kanker. Kanker
merupakan suatu penyakit neoplasma ganas yang mempunyai spektrum sangat
luas dan kompleks. Penyakit ini mulai dari neoplasma ganas yang jinaksamapai neoplasma ganas yang paling ganas. (Sukardja, 2000: 163). Kanker
dapat tumbuh pada semua makluk hidup, baik tumbuh-tumbuhan, binatang
maupun manusia (dalam Utami dan Hasanat, 1998: 44).Seseorang yang menderita penyakit kanker akan mengalami perubahan-
perubahan dalam cara hidup. Keadaan sakit memaksa penderita memiliki
kegiatan baru disamping kegiatan yang sudah rutin dilakukannya dan biasanya
menyita waktu yang dimilikinya. Salah satunya adalah mengikuti petunjuk
dokter untuk melakukan pemeriksaan kesehatan secara bertahap, mengkonsumsi obat-obatan, dan berperang melawan penyakit (Weenolsen dalam Susanti dkk, 2003: 55).Penyakit kanker yang dapat menurunkan kondisi tubuh membuat
penderita sering bertanya kepada dokter mengenai peluang untuk sembuh dan
waktu hidup penderita yang tersisa. Pertanyaan yang diajukan tersebut sering
dijawab dokter dengan jawaban yang menggantung dan semuanya tergantung
pada setiap pasiennya sendiri sehingga pasien tidak pernah bisa meramalkan
2
sisa usia mereka. Ketidakpastian mengenai sisa usia membuat seseorang sadar
tentang hidupnya yang terbatas, sehingga perenungan mengenai kematian
mulai muncul (dalam Susanti dkk, 2003: 54).Seseorang yang terkena kanker biasanya mengalami rasa sakit yang
disebabkan oleh proses penyakitnya, karena tumor sudah menembus tulang
syaraf atau organ-organ lain. Penelitian Bonica (dalam Jay, dkk, dalam Utami
dan Hasanat, 1998: 45) menunjukkan bahwa rasa sakit yang dialami oleh
pasien kanker stadium menengah sebanyak 40% dan 60%-80% dialami oleh
pasien kanker stadium lanjut. Samsuridjal Djauzi mengungkapkan mengenai
kesadaran yang justru belum dimiliki sebagian besar masyarakat Indonesia.
Sering kali pasien dengan kanker baru terdeteksi setelah memasuki stadium
lanjut, sehingga memperberat penanganan beresiko tinggi dan berakhir pada
biaya perawatan yang mahal (dalam Kompas, 2004). Prosedur pemeriksaan
dan penanganan atau proses pengobatan itulah yang menjadikan kanker
sebagai pengalaman yang traumatis bagi kebanyakan orang. Kanker juga tidak
dapat disembuhkan dengan spontan dan bila kanker itu dibiarkan terus tumbuh
cepat atau lambat akhirnya akan menimbulkan kematian penderitanya dalam
keadaan yang menyedihkan dan memilukan hati (Sukardja, 2000: 163).
Masyarakat takut mengetahui dirinya terserang penyakit termasuk kanker. Ini
yang harus diubah karena akan menyulitkan pasien sendiri (dalam Kompas,
2004).Rasa cemas, depresi, takut mati, hilangnya gairah seksual dan hilangnya
kewanitaan muncul pada penderita kanker (dalam Sutaryan, 1991: 33).
3 Ketakutan terhadap kanker juga muncul pada penderita karena adanya
ketidakjelasan penyebab dan selalu dihubungkan dengan perasaan ngeri yang
hebat, kehilangan bagian tubuh, perasaan tidak dapat disembuhkan dan
kematian (Rahmawati dalam Utami dan Hasanat, 1998: 45). Kanker pun
menjadi menakutkan karena meski seluruh tumor yang ada sudah diangkat,
tidak berarti penderitanya bisa sembuh total. Beberapa kasus yang terjadi pada
pasien adalah selalu ada saja sisa sel kanker yang tertinggal dan tidak
terdeteksi, sehingga akhirnya menimbulkan kekambuhan dan kanker yang
tidak dicegah atau ditahan pertumbuhannya maka dapat menimbulkan
kematian (Prokop, dkk, dalam Utami dan Hasanat, 1998: 44).Data dari penelitian yang dilakukan Yayasan Kanker Indonesia (YKI)
dan 13 rumah sakit di Indonesia mendapatkan bahwa dari 10 jenis kanker
paling banyak diderita di Indonesia, kanker rahim dan payudara menduduki
angka tertinggi, yaitu 4.283 dan 2.993. Fakta ini membuktikan kaum
perempuan merupakan golongan paling berisiko terkena kanker dibanding
lelaki. Firman Lubis menyoroti kaitan erat masalah kesehatan dengan
perempuan. Indikator terpenting untuk menilai tingkat kesehatan suatu
masyarakat adalah angka kematian. Angka kematian ibu di Indonesia masih
relatif tinggi, yaitu 37 orang persepuluh ribu penduduk bila dibandingkan
dengan Sri Lanka yang hanya delapan per sepuluh ribu, dan RRC hanya tujuh.
”Kematian ibu Indonesia mencapai 20.000 tiap tahun,” ungkap Firman (dalam
www.sinarharapan.co.id/iptek/kesehatan/2002/05/2/kes01.html ). Jumlah kasus
kanker pada perempuan hampir dua kali lipat dari kasus pada laki-laki. Data
4
dari rangkuman pusat patologi Indonesia tahun 1996 mengungkapkan bahwa
penderita kanker perempuan tercatat sebesar 15.439 orang sedangkan lelaki
hanya 8.441. Ini berarti perempuan menduduki 64.58 persen dibanding lelaki
yang hanya 35.31 persen sedangkan 0.12 persen sisanya tidak diketahui jenis
kelaminnya.Kematian datang tanpa ada yang pernah dapat diduga waktu dan
tempatnya. Kematian tidak memandang segala pengkategorian yang dibuat
oleh manusia. Status sosial, kesukuan, agama, usia dan berbagai macam
predikat yang diberikan kepada dirinya di dunia ini akan hilang bersamaan
dengan datangnya kematian (Suyanto, 1991: 387).Setiap orang akan menghadapi kematiannya secara individu. Manusia
tidak bisa dan tidak mungkin untuk mengajak orang lain untuk ikut serta saat
mengalaminya (Fankl dalam Koeswara, 1987: 18). Kematian seseorang juga
tidak mirip dengan kematian orang lain atau dengan kata lain unik. Kesadaran
terhadap keunikan ini dapat membangunkan eksistensinya (Hamersma, 1985:
14). Seringkali manusia lupa mengenai keunikan tersebut, dimana hal tersebut
menimbulkan ketakutan. Menurut Ernest Becker, gagasan kematian, ketakutan
terhadap kematian menghantui manusia melebihi hal lain manapun, dimana
hal ini merupakan dorongan utama kegiatan manusia. Kegiatan yang
dirancang pada umumnya untuk mengelak dari kefatalan akan kematian, untuk
mengalahkan kematian dan dengan mengingkari bahwa kematian adalah
takdir terakhir untuk manusia (Phan, 2005: 89).5 Pada pasien kanker tingkat kecemasan dan depresi tidak surut karena
waktu. Hal ini dibuktikan oleh Maquire dkk, serta Marid dkk yang
menunjukkan bahwa 25% - 30% pasien mastectomi merasa sedih satu tahun
setelah operasi sehingga mereka membutuhkan intervensi psikiatrik (dalam
Utami dan Hasanat, 1998: 45). Teori krisis juga menambahkan bahwa prediksi
pemecahan akan perubahan psikologis saat terjadi krisis terjadi ketika kanker
dan ancaman akan kematian masih terasa mengancam (Gottesman & Lewis,
1982: 381). Hasil yang didapat dari penelitian yang dilakukan Gottesman dan
Lewis (1982: 385) juga menunjukkan bahwa pasien kanker lebih putus asa
jika dibandingkan dengan kelompok lain dan juga mengalami depresi, cemas
serta kurang menghargai dirinya walaupun sudah dioperasi.Sakit kronis dan berbahaya seperti kanker payudara dan kanker rahim
adalah saat-saat dimana ancaman kematian lebih terasa. Ada kesamaan reaksi
pada penderita ketika mendengar tentang suatu penyakit berbahaya, yaitu
munculnya kecemasan yang kemudian mendominasi pada pasien. Fase
tersebut sering disebut fase akut. Kecemasan tersebut akan menurun sejalan
dengan pemahaman pasien akan masa-masa sekaratnya dan sering kita sebut
dengan fase internal hidup-sekarat kronis. Kecemasan pada fase ini memang
menurun tetapi muncul bentuk-bentuk ketakutan terhadap kematian yang
mungkin berbeda satu individu dengan yang lainnya. Reaksi terakhir terhadap
masa sekarat adalah fase akhir dimana dalam fase ini pasien akan lebih
menerima bahwa dirinya sekarat dan akan mengalami kematian. Fase ini juga
menunjukkan bahwa ketakutan-ketakutan terhadap kematian yang ditunjukkan
6
pada fase hidup-sekarat kronis mulai diterima atau hilang. Ketiga fase ini
diungkapkan oleh Pattison dimana pendapatnya mengenai fase-fase sekarat
berbeda dengan pendapat yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh yang lain
seperti Ross dan Shneidman (dalam Turner and Helms, 1995: 652).Dua hal yang muncul saat ancaman kematian begitu terasa adalah
ketakutan dan kecemasan pada individu yang mengalaminya. Ketakutan
terhadap kematian dan kecemasan terhadap kematian dapat saling
dipertukarkan kedudukannya dan keduanya dapat secara langsung atau tidak
langsung memberikan motivasi terhadap perilaku kita (Schulz, 1978: 18).
Ketakutan terhadap kematian yang akan digunakan dalam penelitian ini karena
menurut Dumont dan Foss (1972) kematian terlihat cukup kongret untuk
ketakutan dan cukup samar untuk kecemasan. Alasan lain yang digunakan
karena kematian sesuatu yang spesifik dan manusia takut terhadapnya serta
mengetahui bahwa hal tersebut akan terjadi pada dirinya (dalam Backer, 1982:
33).Ketakutan terhadap kematian adalah suatu hal yang alamiah dan normal
dalam pengalaman hidup manusia. Ketakutan yang berlebihan terhadap
kematian sering menimbulkan gangguan fungsi-fungsi emosional normal
manusia. Pada penelitian yang dilakukan oleh Feifel dan Nagy (dalam
Wicaksono dan Meiyanto, 2003: 58), ditemukan bahwa ada keterkaitan positif
antara ketakutan terhadap kematian dengan gangguan emosional seperti
neurotisme, depresi dan gangguan psikosomatis. Ketakutan terhadap kematian
juga dapat diindentifikasikan sebagai asal dari neurosis (Meyer, 1975) dan
7
psikosis (Becker, 1973) (dalam Schulz, 1978: 18). Hal tersebut diperkuat
dengan hasil penelitian yang mengungkapkan bahwa pada proses sekarat
terdapat perasaan ketakutan terhadap kematian sehingga lebih dipahami
bahwa dengan meningkatnya ketakutan terhadap kematian maka meningkat
pula jenis permasalahan emosional (Susanti dkk, 2003: 56).Gesser, Wong dan Reker (dalam Bishop dalam Susanti dkk, 2003: 56)
mengatakan bahwa ditinjau dari usia, ketakutan terhadap kematian akan
meningkat pada akhir masa remaja dan dewasa awal kemudian beberapa saat
menurun dan meningkat lagi pada pertengahan usia dewasa dan akhir masa
dewasa. Jika ditinjau dari jenis kelamin, wanita secara khusus berpikir
mengenai kematian dibandingkan dengan pria. Wanita percaya bahwa agama
memegang peranan dalam kematian dan bahwa ada kehidupan setelah
kematian. Pria pada umumnya, sedikit sekali berpikir mengenai kematian dan
merasa agama tidak berperan penting dalam kematian, serta meragukan
adanya kehidupan setelah kematian (Da Silva dan Schork dalam Bishop dalam
Susanti dkk, 2003: 56). Ketakutan terhadap kematian juga bisa muncul karena
pengaruh ilmu pengetahuan dan teknologi (Ross, 1998: 15). Hal ini dapat
terlihat dari semakin majunya teknologi dan juga semakin modernnya alat-alat
serta metode kedokteran maka ketakutan terhadap kematian juga semakin
meningkat.Bentuk-bentuk ketakutan terhadap kematian berupa ketakutan terhadap
yang tidak diketahui (fear of the unknown), ketakutan terhadap penderitaan
dan rasa sakit (fear of suffering and pain), ketakutan akan kesepian (fear of
8
loneliness ), ketakutan kehilangan keluarga dan teman-teman (fear of loss of
family and friends ), ketakutan akan penderitaan (fear of sorrow), ketakutan
kehilangan tubuh (fear of loss of body), ketakutan kehilangan identitas diri
(fear of loss of identity), ketakutan kehilangan kontrol diri (fear of loss of self
control ), dan ketakutan terhadap kemunduran ( fear of regression).Ketakutan akan kesepian atau kesendirian (fear of loneliness) yang
dikemukakan Pattison juga dijelaskan oleh Sullivan. Sullivan (1953)
mengungkapkan bahwa salah satu kebutuhan utama manusia adalah keintiman
atau berelasi dengan manusia yang lain. Kematian dapat dilihat sebagai isolasi
total dan kesepian, dimana hal tersebut merupakan bagian yang berat dalam
kehidupan manusia (dalam Backer dkk, 1982: 34). Penelitian yang lain yang
dilakukan oleh Feifel (1969) juga menemukan bahwa ketakutan terhadap
kematian tidak terlalu menampakkan ketakutan mengenai keputusan
sesungguhnya akan ketakutan akan penghancuran total dan kehilangan
identitas karena ancaman yang sesungguhnya akan kematian adalah
kesendirian (dalam Backer dkk, 1982: 35). Tekanan sosial akan kebebasan dan
kontrol terhadap nasib kita sendiri dapat juga memberikan kontribusi kepada
ketakutan terhadap kematian dan sekarat. Kita takut kehilangan kesadaran
karena itu merupakan simbol dari kehilangan penguasaan diri sendiri (dalam
Backer dkk, 1982: 35).Topik ini menjadi menarik untuk diteliti karena penyakit kanker
payudara dan kanker rahim ternyata masih sangat dekat dengan kematian.
Topik ini juga menarik karena ternyata perasaan takut terhadap kematian juga
9 muncul pada wanita penderita kanker payudara atau kanker rahim dewasa madya yang mungkin akan didominasi oleh satu bentuk saja atau muncul dalam banyak bentuk ketakutan pada responden.
B. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang yang telah dikemukakan diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Bagaimanakah bentuk-bentuk ketakutan terhadap kematian wanita penderita kanker payudara atau kanker rahim dewasa madya?
C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk ketakutan terhadap kematian pada penderita kanker payudara atau kanker rahim dewasa madya.
1. Manfaat teoritis Menambah pengetahuan mengenai dewasa madya dan juga menambah masukan bagi penelitian serupa khususnya yang berkaitan dengan psikologi perkembangan dan topik mengenai bentuk ketakutan terhadap kematian.
10
2. Manfaat praktis Bagi keluarga yang memiliki anggota keluarga yang menderita
kanker khususnya kanker payudara atau kanker rahim bisa lebih dapat
mengetahui dan memahami bentuk-bentuk ketakutan terhadap kematian
yang terdapat pada penderita.Bagi bidang kesehatan khususnya dokter dan perawat yang
menangani masalah kanker payudara atau kanker rahim lebih bisa
memahami kondisi emosional penderita dalam menghadapi penyakitnya
khususnya mengenai bentuk-bentuk ketakutan terhadap kematian.11 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II LANDASAN TEORI A. Ketakutan Seligman (1975) dan Schwartz (1989) (Gleitman, 1991: 128)
mengungkapkan bahwa ketakutan adalah kondisi emosional yang berasal dari obyek spesifik. Pendapat tersebut diperkuat dengan pendapat Gerrig dan Zimbardo (2002: 479) yang menyatakan bahwa ketakutan adalah reaksi yang rasional manusia saat mengidentifikasikan bahaya eksternal secara obyektif yang dapat membuat seseorang merasa diserang pertahanan dirinya. Ketakutan juga merupakan emosi dasar manusia yang akan selalu ada pada setiap individu. Respon fight or flight yang terdapat pada sistem syaraf simpatetik mengijinkan individu untuk merespon secara cepat ketika menghadapi beberapa ancaman yang akan hadir segera (Carson, 2000: 160). Ketakutan secara subyektif juga bisa berubah seketika dari ketakutan yang normal menjadi ketakutan yang sangat kuat (Carson, 2000: 160).
Ketakutan mempunyai 3 komponen. Komponen yang pertama adalah kognitif atau subyektif yang terjadi saat seseorang mengatakan bahwa dirinya takut. Komponen yang kedua adalah fisiologis yang bisa ditunjukkan dengan detak jantung yang meningkat atau nafas yang berat. Komponen yang ketiga adalah perilaku yang ditunjukkan dengan keinginan kuat untuk melarikan diri (Lang dalam Carson, 2000: 160). Ketiga komponen ini bisa muncul secara
13 memperlihatkan indikator ketakutan secara fisiologis dan perilaku tanpa memperlihatkan komponen subyektif (Lang dalam Carson, 2000: 160).
Ketakutan merupakan kondisi emosional dasar pada individu saat mengidentifikasikan bahaya eksternal yang berasal dari obyek spesifik yang dapat membuat seseorang merasa diserang pertahanan dirinya. Ketakutan merupakan emosi dasar manusia yang bisa berubah dari keadaan normal ke ketakutan yang sangat kuat. Tiga komponen dari ketakutan adalah kognitif, fisiologis dan perilaku dan ketiganya bisa hadir secara tidak bersamaan.
1. Definisi Kematian Definisi dari kematian banyak dikemukakan oleh para ahli dan mereka mendefinisikannya dengan sudut pandang yang berbeda dan bervariasi. Salah satu tokoh yang mengungkapkannya adalah Sartre dan Camus (dalam Koeswara, 1987: 17) yang menyatakan bahwa kematian adalah puncak absurditas hidup manusia dan dengan kematian, manusia yang berasal dari ketiadaan akan mengakhiri keberadaannya dengan kembali kepada ketiadaan yang mutlak. Kematian dianggap suatu kenyataan yang menimpa manusia dengan tiba-tiba, tidak bisa diharapkan, tidak bisa diperhitungkan dan selalu mengejutkan bahkan bagi seseorang yang telah menantinya sebagai suatu hal yang sudah pasti sehingga kita tidak akan pernah bisa memahami dan mengontrolnya.
14 Pendapat tersebut didukung oleh pendapat Heidegger (dalam Hadi, 1996: 175) yang mengungkapkan bahwa kehidupan yang diawali dengan kelahiran dan akan berakhir dengan kematian. Heidegger menyebutkan dua ketentuan yang menunjukkan keterbatasan manusia dalam hal waktu yaitu kenyataan dimana pada akhirnya manusia akan mengalami kematian tanpa adanya pilihan dan kenyataan bahwa dirinya akan selalu dibayangi dengan kemungkinan adanya ketiadaan. Goethe (dalam Leahy, 1996: ix) menambahkan bahwa kematian adalah sesuatu yang kuat yang akan manusia alami walaupun tidak pernah memikirkan kemungkinan terjadinya serta juga merupakan kejutan untuk manusia
sebagai sesuatu yang tidak bisa dipercaya dan juga melawan keyakinan.
Sementara itu, Jaspers dan Simmel melihat bahwa kematian tidak semata-mata merupakan akhir dari keberadaan manusia melainkan sebagai
bagian konstitutif dari hidup atau keberadaan (dalam Koeswara, 1987: 18).
Kematian menurut beberapa tokoh diatas dapat disimpulkan sebagai akhir dari keberadaan manusia yang tidak pernah dapat dikontrol waktu dan tempatnya serta tidak dapat pernah bisa dipahami dan dihindari oleh manusia.
2. Sikap terhadap Kematian Ada dua sikap dalam menghadapi kematian yang dikemukakan oleh Phan (2005: 88). Sikap yang pertama adalah lari dari kematian, mengingkari kematian secara ekstensial, misalnya dengan mencari
15
ketenaran, kekuasaan, keturunan dan melakukan banyak kegiatan. Sikap
yang kedua adalah bebas merdeka dan siap bersedia menerima kematian atau dengan kata lain menerima bahwa orang akan mati dengan segala implikasinya yang menyangkut keterbatasan dan ketidaksempurnaan. Sikap menerima tidak hanya dalam konteks intelektual tetapi juga secara abstrak bahwa orang akan mati. Sikap menerima diwujudkan dalam suatu spiritualitas atau cara hidup yang ditandai dengan rasa syukur dan terima kasih atas anugerah hidup, oleh keseriusan bertanggung jawab untukmembangun hidup melalui kebebasan, oleh sikap menerima keterbatasan-
keterbatasan dan kelemahan-kelemahan, dan oleh keberanian yang rendah hati dalam menghadapi sakit, usia tua dan akhirnya kematian.Sikap terhadap kematian dapat secara langsung dipisahkan menjadi 2 yaitu lari atau mengingkari kematian dan menerima baik secara intelektual maupun secara abstrak.
Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa pada masa dewasa awal dikembangkan suatu pemahaman atau orientasi khusus mengenai kematian. Kesadaran mengenai kematian meningkat sejalan dengan beranjak tua, yang biasanya meningkat pada masa dewasa madya. Usia dewasa madya diindikasikan sebagai saat di mana orang dewasa mulai berpikir lebih jauh mengenai berapa banyak waktu yang tersisa di hidup mereka. Para peneliti menemukan bahwa dewasa madya sebenarnya lebih
16 takut menghadapi kematian daripada usia dewasa awal atau dewasa akhir (Kalish & Reynolds dalam Santrock, 2002: 268)
4. Definisi Ketakutan terhadap Kematian Ketakutan terhadap kematian menurut Epicurus (dalam Hadi, 1996: 165) didasari oleh keyakinan bahwa kematian merupakan puncak penderitaan atau rasa sakit. Ketakutan terhadap kematian bukan disebabkan oleh ketakutan akan penderitaan melainkan karena ketakutan akan hilangnya kesadaran total untuk selamanya. Pendapat tersebut bertolak belakang dengan pendapat Seneca (dalam Hadi, 1996: 166) yang berpendapat bahwa ketakutan terhadap kematian dapat diatasi dengan selalu mengingatkan diri bahwa kita hanyalah bagian dari alam dan harus menerima diri sesuai dengan peranan yang diberikan kepada kita.
Pendapat yang berbeda juga diungkapkan Spinoza (dalam Hadi, 1996: 166) yang mengatakan bahwa ketakutan terhadap kematian dapat dihilangkan jika kita mengalihkan perhatian pada kematian, serta memusatkan perhatian pada kehidupan. Kesulitan bisa terjadi karena ketakutan akan kematian merupakan perasaan spontan yang tidak dapat diatasi hanya dengan keputusan sadar atau berdasarkan tindakan dari kehendak (dalam Hadi, 1996: 165). Kesadaran spontan yang bisa muncul
ialah bahwa kematianku adalah kehancuran total dan binasanya duniaku
dimana kematianku berarti kehampaan, kekosongan atau perjumpaan dengan ketiadaan.17 Definisi-definisi ketakutan terhadap kematian dari beberapa tokoh diatas dapat disimpulkan sebagai kesadaran spontan akan hilangnya kesadaran total yang dapat diatasi dengan menyadarinya sebagai puncak penderitaan atau menerima diri sesuai dengan peran yang diberikan dengan memusatkan perhatian pada kehidupan.
5. Penyebab Ketakutan terhadap Kematian Orang mempunyai alasan yang berbeda saat takut terhadap kematian, tetapi tidak semua orang menjadi takut pada kematian. Sakit, kesepian, malu, perasaan bersalah, depresi dan perasaan bahwa tidak ada yang berguna dalam hidupnya dapat menuntun orang menginginkan kematian. Ketakutan terhadap kematian dipengaruhi oleh budaya, usia, jenis kelamin dan tingkat pendidikan. Selain itu, ketakutan terhadap kematian dibentuk oleh konteks sosiokultural yang membangun seseorang, dan terutama sekali di situasi keluarga (Huyck & Hoyer dalam Aiken, 1994: 268).
Ketakutan terhadap kematian dapat disebabkan oleh budaya, usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan serta konteks sosiokultural yang membangun seseorang selama individu tersebut berada.
18
6. Dimensi Ketakutan terhadap Kematian menurut Collett & Lester (dalam
Aiken, 1994: 271) ada 4, yaitu: a. ketakutan terhadap kematian diri sendiri (death of self) merupakan rasa takut akan kematian yang dialami oleh dirinya sendiri.b. ketakutan terhadap proses kematian diri sendiri (dying of self) merupakan rasa takut akan proses kematian yang akan dialaminya sendiri.
c. ketakutan terhadap kematian orang lain (death of others) merupakan rasa takut akan kematian yang akan dialami orang lain.
d. ketakutan terhadap proses kematian orang lain (dying of others) merupakan rasa takut akan proses kematian yang akan dialami oleh orang lain.
7. Fase-fase Menjelang Kematian Pattison percaya bahwa seseorang secara individual akan bereaksi berbeda saat akan mengalami kematian. Tiga fase atau proses yang dikemukakannya adalah fase akut (acute phase), fase interval hidup- sekarat kronis (cronic living-dying interval) dan fase akhir (terminal phase ) (dalam Turner and Helms, 1995: 650). Ketiga fase ini merupakan rentang antara krisis kematian awal dengan kematian yang sebenarnya akan terjadi (dalam Aiken, 1994: 290) dan bagaimana pasien menghadapi kematian (dalam Turner and Helms, 1995: 652).
19 Fase akut (acute phase) dimulai ketika individu menjadi realistis
pada kematian saat mengalami sakit parah. Pengetahuan terhadap
kematian yang datang pada dirinya memunculkan krisis dan kecemasan.
Kecemasan akan disertai dengan emosi-emosi lain seperti marah, takut
atau benci atau juga hampir sama dengan tahap-tahap yang dikemukakan
oleh Ross yang akan memuncak (dalam Aiken, 1994: 290). Tingginya
kecemasan akan berkurang oleh pertahanan diri dan kognitif serta afeksi
dari seseorang.Fase interval hidup-sekarat kronis (cronic living-dying interval)
ditunjukkan dengan menurunnya kecemasan, tetapi kemudian diambil alih
oleh emosi yang besar dan bervariasi yang sebelumnya tidak dialami.
Pertanyaan yang biasanya ditanyakan mengenai apa yang akan terjadi
dengan tubuhnya, dirinya, keluarga dan teman-temannya ketika dirinya
sekarat dan apa yang akan terjadi kemudian. Pertanyaan lainnya yaitu
rencana yang akan dibuat untuk mengatasinya. Selama masa ini seseorang
mulai menerima kematian dengan luwes (dalam Aiken, 1994: 290).Fase akhir (terminal phase) adalah proses ketiga orang sekarat.
Pada saat ini pasien tetap ingin hidup tetapi sekarang menerima fakta
bahwa kematian tidak akan pergi menjauh. Pasien mulai menarik diri dari