Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Lansia tentang Kesiapan Menghadapi Kematian di Panti Wreda Salib Putih Salatiga T1 462011029 BAB IV

(1)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Setting Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 sampai 30 Juni 2015. Penelitian ini dilakukan di Panti Wredha Salib Putih Kopeng - Salatiga. Penulis memilih tempat penelitian di Panti Wredha Salib Putih Kopeng-Salatiga, karena peneliti pernah melakukan kunjungan di Panti tersebut dalam mata kuliah gerontik, sehingga peneliti sudah mengetahui gambaran aktivitas dan kegiatan sehari-hari yang dilakukan di Panti Wredha Salib Putih Kopeng - Salatiga. Populasi dalam penelitian ini adalah lansia yang tinggal di Panti Wredha Salib Putih yang berada di jl. Salatiga Kopeng. Panti ini didirikan pada 19 Mei 1902 oleh Johanes Van Emmerick dan Alice Cleverly yang merupakan sepasang suami istri asal dari Inggris. Panti juga merupakan tempat yang cukup baik bagi lansia dan bangunan panti ini terdiri dari ruang masak, tempat mencuci, kamar mandi, kamar tidur dan ruang tamu. 1 kamar tidur terdiri dari dua sampai tiga orang penghuni. Panti ini juga memiliki 4 orang pengurus dengan tugas dan tanggung jawab mereka masing-masing. Ibu Sugesti merupakan kepala panti dan 3 orang lainnya memiliki tugas sebagai juru masak serta pembersih panti.

Di Panti Wredha Salib Putih Kopeng-Salatiga umur lansia yang paling rendah adalah 68 tahun dan umur lansia yang paling tinggi adalah 90 tahun. Jumlah lansia yang berada di Panti ini adalah 31


(2)

orang. Di panti ini juga terdapat 6 orang lansia yang terbaring sakit dan hanya berada di tempat tidur mereka. Lansia yang tidak tinggal di panti adalah mereka yang memiliki rumah sendiri di sekitar panti dan tempat tinggal mereka dibangun oleh anak-anak mereka. Lansia yang berada di Panti Wredha Salib Putih Kopeng - Salatiga ini merupakan orang asli Salatiga sehingga tidak perlu membayar biaya panti atau gratis. Sedangkan lansia yang bukan merupakan orang asli salatiga mereka harus membayar biaya panti sebesar Rp. 500.000/bulan.

Sebelum peneliti melakukan wawancara, peneliti menjalin hubungan saling percaya dengan seluruh lansia yang berada di panti. Setelah itu peneliti memilih lansia yang akan menjadi sumber informasi bagi penelitian ini, peneliti mengambil 5 orang yang sesuai kriteria untuk menjadi partisipan. Semua lansia yang berada di panti bahkan yang tidak tinggal dipanti sangat senang dengan kedatangan peneliti. Mereka menganggap seperti cucu mereka sendiri. Lansia yang terkadang sifat mereka seperti anak kecil ternyata punya keunikan tersendiri dan mereka juga sangat perhatian dengan sesama teman di panti.

Partisipan 1, Mbah Y. berumur 68 tahun, mbah Y beragama Kristen Protestan pendidikan terakhir SD dan mbah Y ini sudah 9 tahun tinggal di panti. Mbah Y kondisi masih kuat dan masih mampu melakukan kebutuhan dengan sendri. Komunikasi partisipan dengan semua lansia di panti Wredha Salib Putih Kopeng - Salatiga sangat baik dan partisipan ini sangat ramah dengan semua orang. Partisipan 2, oma M.


(3)

berusia 71 tahun, oma M beragama Kristen Katolik, pendidikan terakhir oma ini adalah SD dan oma M ini sudah 1 tahun tinggal di panti. Partisipan yang ke 2 ini tidak pernah mau bergabung dengan lansia yang lain. Lebih sering duduk sendiri dan mata partisipan sudah tidak baik sehingga saat berada dikamar ketika mengambil barang pasti akan berantakan dan diberitahu tidak pernah didengar, bisa dikatakan partisipan ini mimiliki watak yang keras. Partisipan 3, mbah Su. berusia 82 tahun, partisipan beragama Kristen Protestan, pendidikan terakhir partisipan ini adalah SD dan partisipan juga sudah 25 tahun di panti. Partisipan sangat aktif, ramah dengan semua orang dipanti. Partisipan juga memiliki masalah dengan kebersihan diri. Pasrtisipan 4, mbah Sa. berusia 87 tahun, partisipan beragama Kristen Katolik, pendidikan terakhir adalah Sekolah Bahasa Jawa dan partisipan ini sudah 26 tahun di panti. Partisipan yang ke 4 ini memiliki sifat peduli dan partisipan masih sangat kuat untuk melakukan semua kegiatan padahal umur partisipan sudah tua tapi masih punya semangat yang begitu luar biasa. Partisipan ini juga sehari-hari membantu menyiapkan makanan, merebus air untuk para lanisa yang berada di panti. Partisipan 5, mbah Sh. berusia 88 tahun, partisipan beragama Kristen Protestan, pendidikan terakhir adalah SD dan partisipan ini sudah 22 tahun berada di panti ini. Partisipan ini sangat ramah dengan semua orang.


(4)

4.2 Hasil Penelitian

Hasil penelitian, mendapatkan data atau hasil tersebut diperoleh peneliti melalui proses wawancara dan observasi terhadap lansia yang menjadi partisipan peneliti.

4.2.1 GAMBARAN SECARA UMUM PARTISIPAN Karakteristik

Partisipan

Partisipan 1

Mbah Y

2 Oma M

3

Mbah S’a 4

Mbah S’b 5

Mbah S’c Usia 68 tahun 71 tahun 82 tahun 87 tahun 88 tahun Jenis

Kelamin


(5)

Agama Kristen Protestan Kristen Katolik Kristen Protenstan Kristen Protestan Kristen Protestan

Suku Jawa Jawa Jawa Jawa Jawa

Pendidikan Terakhir

SD SD SD SJ

(Sekolah jawa)

SD

Masuk panti 10 Febuari 2006

19 Januari 2014

1 April 1990

23 Januari 1989

1 Juli 1993

Lama rawat 9 tahun 1 tahun 25 tahun 26 tahun 22 tahun Lama

wawancara

25 Menit

45 menit 35 menit 60 menit 30 menit

(Sumber: Data Primer , 2015)

Dari 31 lansia yang ada pada Panti Wredha Salib Putih Kopeng – Salatiga yang diambil dan bersedia sebagai partisipan yaitu sebanyak 5 orang lansia. Dengan kisaran usia dari 68 sampai 88 tahun yang berjenis kelamin laki-laki Dimana semuanya dengan latar belakang jawa dan dari kelima partisipan hanya 1 partisipan yang beragama kristen katolik, sisanya beragama kristen protestan. Rata - rata para partisipan ini hanya bersekolah sampai Sekolah Dasar (SD), dengan lama rawat dari 1 tahun sampai 26 tahun. Dan lama wawancara dari 25 sampai 60 menit.


(6)

Dari hasil wawancara dan observasi yang dilakukan oleh peneliti, peneliti mendapatkan bahwa persepsi lansia tentang kematian itu sendiri di pikir positif oleh partisipan yang telah diwawancara. Dari ke 5 partisipan ini mereka mengatakan bahwa mereka siap ketika harus di panggil oleh yang Maha Kuasa. Partisipan peneliti juga mengatakan bahwa tidak takut dengan namanya kematian karena mereka selalu berdoa dan melakukan puji-pujian bersama atau pun sendiri. Dari ke 5 orang partisipan hanya 1 orang partisipan yang ingin berada bersama-sama dengan keluarga, dan partisipan ini juga mengatakan sudah siap menghadapi kematian tetapi masih tidak mau terpisah dari cucu terkasih. Ketika ada teman di panti yang meninggal mereka tidak takut, tapi mereka ikut memandikan. Keluarga tidak setiap saat atau setiap satu minggu sekali berkunjung di panti melihat orang tua atau nenek mereka. Untuk beberapa lansia di jenguk satu bulan sekali bahkan ada yang dikunjungi saat natalan saja. Mereka ingin sekali dikujungi oleh keluarga mereka, tetapi lansia tidak merasa sedih ketika tidak dikunjungi mereka selalu tersenyum dan bahagia. Lansia yang berada di Panti Wredha Salib Putih Kopeng - Salatiga dalam kesehariannya mereka selalu bahagia tanpa harus memikirkan hal-hal yang membuat mereka stress.

Peneliti menarik kesimpulan bahwa persepsi tentang kesiapan menghadapi kematian lansia menanggapi dengan persepsi positif, partisipan selalu mengatakan sudah siap dengan apa yang nanti akan


(7)

terjadi atau yang dinamakan kematian dan partisipan yang lain juga mengatakan ketika Tuhan memanggil sudah siap dan tidak takut dengan kematian. Persiapan menghadapi kematian antara lain spiritual: partisipan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian adalah faktor spiritual : kelima partisipan yang diteliti ini mereka mempunyai banyak waktu untuk mengikuti kegiatan kerohanian seperti berdoa serta renungan bersama setiap pagi. faktor dukungan keluarga: partisipan-partisipan ini ingin selalu dikunjungi keluarga mereka tetapi ketika tidak ada kunjungan mereka mengatakan sudah biasa. Diharapkan dalam menghadapi kematian Kondisi yang diharapkan dalam proses menghadapi kematian partisipan menginginkan saat meninggal nanti keadaan atau kondisi sehat bukan meninggal dalam kondisi sakit. Tempat yang diharapkan dalam proses menghadapi kematian, partisipan ingin meninggal di panti saja tetapi ada partisipan yang lain mengatakan ingin meninggal berada bersama-sama dengan keluarga atau berada di rumah. Dukungan yang dibutuhkan dalam proses menghadapi kematian, partisipan ingin sekali dukungan dari keluarga dan teman-teman yang berada bersama-sama di panti.

4.2.2 Analisa

Dari hasil wawancara dan observasi, kemudian peneliti membuat pengelompokan, sehingga menghasilkan kategori dan p di kelompokan oleh peneliti. Hasil analisa dari kelima pastisipan


(8)

tersebut peneliti menemukan 3 tema utama yakni persepsi tentang kematian, faktor yang mempengaruhi persepsi, dan yang diharapkan oleh partisipan dalam menghadapi kematian.

4.2.2.1 Persepsi tentang kesiapan menghadapi kematian

Persepsi positif : partisipan selalu mengatakan sudah siap dengan apa yang nanti akan terjadi atau yang dinamakan kematian dan partisipan yang lain juga mengatakan ketika Tuhan memanggil sudah siap dan tidak takut dengan kematian. Seperti yang dikatakan oleh partisipan 4 dari pertanyaan Mbah sudah siap ketika waktunya dipanggil Tuhan?

“Saya selalu siap, karena nanti juga akan kesana apalagi umur saya sudah 87 tahun pasti akan matilah” Spiritual : partisipan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Seperti yang dikatakan partisipan 4 dari pertanyaan Apakah mbah tidak takut?

“Buat apa takut. Saya selalu berdoa pada Tuhan” 4.2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian

Faktor spiritual : kelima partisipan yang diteliti ini mereka mempunyai banyak waktu untuk mengikuti kegiatan beragama seperti berdoa serta renungan bersama setiap pagi. Seperti yang dikatakan oleh partisipan yang paling lama dirawat di panti ini yaitu partisipan 4, ia menjawab


(9)

Apakah oma selalu mengikuti ibadah di panti sebagai berikut:

“Saya selalu ikut beribadah, tidak pernah saya tidak ikut paling kalau sakit saya berdoa di kamar saja.” Sama halnya yang dikatakan oleh partisipan yang baru 1 tahun dirawat di panti ini yaitu partisipan 2 ia menjawab: Apakah oma selalu mengikuti ibadah di panti sebagai berikut:

“Iya oma selalu ikut ibadah. Bahkan oma sudah pernah pimpin ibadah di panti.”

Faktor dukungan keluarga : partisipan-partisipan ini ingin selalu dikunjungi keluarga mereka tetapi ketika tidak ada kunjungan mereka mengatakan sudah biasa. Seperti yang dikatakan oleh partisipan 4 ia menjawab Apakah mbah sedih saat keluarga mbah tidak menjenguk mbah sebagai berikut:

“Buat apa sedih? Malah saya senang berada disini.” Dan juga yang dikatakan oleh partisipan 3 ia menjawab Apakah mbah sedih saat keluarga mbah tidak menjenguk mbah sebagai berikut:

“Tidak, sudah biasa.”


(10)

4.2.2.3.1 Kondisi yang diharapkan dalam proses menghadapi kematian partisipan menginginkan saat meninggal nanti keadaan atau kondisi sehat bukan meninggal dalam kondisi sakit. 4.2.2.3.2 Tempat yang diharapkan dalam proses

menghadapi kematian. Partisipan ingin meninggal di panti saja. Dibenarkan dengan yang dikatakan partisipan 1 ia menjawab Ketika mbah meninggal nanti mbah maunya kubur dimana sebagai berikut:

“Di panti saja”

4.2.2.3.3 Tetapi ada partisipan yang lain mengatakan ingin meninggal berada bersama-sama dengan keluarga atau berada di rumah. Dibenarkan oleh partisipan 2 menjawab pertanyaan Ketika oma meninggal nanti oma maunya kubur dimana sebagai berikut:

Di rumah juga boleh. Di panti juga boleh. Tapi oma tidak mau jenasa oma di bakar oma mau ditanam”


(11)

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian

4.3.1 Persepsi tentang kesiapan menghadapi kematian

Cicirelli (2003), memaparkan bahwa sebagian besar lansia siap dalam menghadapi kematian tanpa ada rasa takut dengan kematian. Hasil yang sama juga peneliti dapatkan ketika penelitian yang telah dilakukan bahwa kelima partisipan memiliki persepsi positif tentang kematian, kelima partisipan mengatakan sudah siap dengan apa yang nanti akan terjadi atau yang dinamakan kematian. Kelima partisipan menunjukkan bahwa mereka melakukan persiapan spiritual dalam menghadapi kematian dengan beribadah dan pasrah buat Tuhan. Hal ini didukung juga oleh Adelina (2007), yang mengatakan bahwa kecerdasan rohani berhubungan kesiapan lansia menghadapi kematian.

4.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian

Di lihat dari faktor spiritual yakni ditunjukkan bahwa kembali lagi dengan iman dan keyakinan bahwa semua orang yang hidup di dunia suatu saat akan kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kelima partisipan mereka memiliki banyak waktu untuk beribadah. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian Avita (2010) yang mengatakan bahwa kecerdasan spiritual seseorang berpengaruh terhadap kecemasan lansia dalam menghadapi kematian.


(12)

Dari faktor dukungan keluarga. Dari kelima partisipan mengatakan bahwa dukungan keluarga bagi mereka juga sangat penting. Karena mereka ingin dimasa tua mereka ada keluarga disamping mereka saat menjelang kematian. Pada penelitian Hattori, et al (2005), menyebutkan bahwa faktor keluarga mempengaruhi tempat kematian dan siapa yang diinginkan lansia berada disampingnya saat menjelang kematian.

4.3.3 Yang diharapkan dalam menghadapi kematian

Proses ini muncul karena adanya kondisi yang diharapkan dalam menghadapi kematian, tempat yang diharapkan, dan siapa yang diharapkan ada dalam menghadapi kematian. Kelima partisipan mengungkapkan bahwa kondisi mereka harapkan dalam menghadapi kematian. Penelitian ini didukung oleh penelitian oleh Hansdottir dan Halldorsdottir (2008), bahwa lansia ingin mati secara natural, dalam kedamaian dan bermartabat.


(1)

terjadi atau yang dinamakan kematian dan partisipan yang lain juga mengatakan ketika Tuhan memanggil sudah siap dan tidak takut dengan kematian. Persiapan menghadapi kematian antara lain spiritual: partisipan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian adalah faktor spiritual : kelima partisipan yang diteliti ini mereka mempunyai banyak waktu untuk mengikuti kegiatan kerohanian seperti berdoa serta renungan bersama setiap pagi. faktor dukungan keluarga: partisipan-partisipan ini ingin selalu dikunjungi keluarga mereka tetapi ketika tidak ada kunjungan mereka mengatakan sudah biasa. Diharapkan dalam menghadapi kematian Kondisi yang diharapkan dalam proses menghadapi kematian partisipan menginginkan saat meninggal nanti keadaan atau kondisi sehat bukan meninggal dalam kondisi sakit. Tempat yang diharapkan dalam proses menghadapi kematian, partisipan ingin meninggal di panti saja tetapi ada partisipan yang lain mengatakan ingin meninggal berada bersama-sama dengan keluarga atau berada di rumah. Dukungan yang dibutuhkan dalam proses menghadapi kematian, partisipan ingin sekali dukungan dari keluarga dan teman-teman yang berada bersama-sama di panti.

4.2.2 Analisa

Dari hasil wawancara dan observasi, kemudian peneliti membuat pengelompokan, sehingga menghasilkan kategori dan p di kelompokan oleh peneliti. Hasil analisa dari kelima pastisipan


(2)

tersebut peneliti menemukan 3 tema utama yakni persepsi tentang kematian, faktor yang mempengaruhi persepsi, dan yang diharapkan oleh partisipan dalam menghadapi kematian.

4.2.2.1 Persepsi tentang kesiapan menghadapi kematian

Persepsi positif : partisipan selalu mengatakan sudah siap dengan apa yang nanti akan terjadi atau yang dinamakan kematian dan partisipan yang lain juga mengatakan ketika Tuhan memanggil sudah siap dan tidak takut dengan kematian. Seperti yang dikatakan oleh partisipan 4 dari pertanyaan Mbah sudah siap ketika waktunya dipanggil Tuhan?

“Saya selalu siap, karena nanti juga akan kesana apalagi umur saya sudah 87 tahun pasti akan matilah” Spiritual : partisipan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Seperti yang dikatakan partisipan 4 dari pertanyaan Apakah mbah tidak takut?

“Buat apa takut. Saya selalu berdoa pada Tuhan” 4.2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian

Faktor spiritual : kelima partisipan yang diteliti ini mereka mempunyai banyak waktu untuk mengikuti kegiatan beragama seperti berdoa serta renungan bersama setiap pagi. Seperti yang dikatakan oleh partisipan yang paling lama dirawat di panti ini yaitu partisipan 4, ia menjawab


(3)

Apakah oma selalu mengikuti ibadah di panti sebagai berikut:

“Saya selalu ikut beribadah, tidak pernah saya tidak ikut paling kalau sakit saya berdoa di kamar saja.” Sama halnya yang dikatakan oleh partisipan yang baru 1 tahun dirawat di panti ini yaitu partisipan 2 ia menjawab: Apakah oma selalu mengikuti ibadah di panti sebagai berikut:

“Iya oma selalu ikut ibadah. Bahkan oma sudah pernah pimpin ibadah di panti.”

Faktor dukungan keluarga : partisipan-partisipan ini ingin selalu dikunjungi keluarga mereka tetapi ketika tidak ada kunjungan mereka mengatakan sudah biasa. Seperti yang dikatakan oleh partisipan 4 ia menjawab Apakah mbah sedih saat keluarga mbah tidak menjenguk mbah sebagai berikut:

“Buat apa sedih? Malah saya senang berada disini.” Dan juga yang dikatakan oleh partisipan 3 ia menjawab Apakah mbah sedih saat keluarga mbah tidak menjenguk mbah sebagai berikut:

“Tidak, sudah biasa.”


(4)

4.2.2.3.1 Kondisi yang diharapkan dalam proses menghadapi kematian partisipan menginginkan saat meninggal nanti keadaan atau kondisi sehat bukan meninggal dalam kondisi sakit. 4.2.2.3.2 Tempat yang diharapkan dalam proses

menghadapi kematian. Partisipan ingin meninggal di panti saja. Dibenarkan dengan yang dikatakan partisipan 1 ia menjawab Ketika mbah meninggal nanti mbah maunya kubur dimana sebagai berikut:

“Di panti saja”

4.2.2.3.3 Tetapi ada partisipan yang lain mengatakan ingin meninggal berada bersama-sama dengan keluarga atau berada di rumah. Dibenarkan oleh partisipan 2 menjawab pertanyaan Ketika oma meninggal nanti oma maunya kubur dimana sebagai berikut:

Di rumah juga boleh. Di panti juga boleh. Tapi oma tidak mau jenasa oma di bakar oma mau ditanam”


(5)

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian

4.3.1 Persepsi tentang kesiapan menghadapi kematian

Cicirelli (2003), memaparkan bahwa sebagian besar lansia siap dalam menghadapi kematian tanpa ada rasa takut dengan kematian. Hasil yang sama juga peneliti dapatkan ketika penelitian yang telah dilakukan bahwa kelima partisipan memiliki persepsi positif tentang kematian, kelima partisipan mengatakan sudah siap dengan apa yang nanti akan terjadi atau yang dinamakan kematian. Kelima partisipan menunjukkan bahwa mereka melakukan persiapan spiritual dalam menghadapi kematian dengan beribadah dan pasrah buat Tuhan. Hal ini didukung juga oleh Adelina (2007), yang mengatakan bahwa kecerdasan rohani berhubungan kesiapan lansia menghadapi kematian.

4.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian

Di lihat dari faktor spiritual yakni ditunjukkan bahwa kembali lagi dengan iman dan keyakinan bahwa semua orang yang hidup di dunia suatu saat akan kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kelima partisipan mereka memiliki banyak waktu untuk beribadah. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian Avita (2010) yang mengatakan bahwa kecerdasan spiritual seseorang berpengaruh terhadap kecemasan lansia dalam menghadapi kematian.


(6)

Dari faktor dukungan keluarga. Dari kelima partisipan mengatakan bahwa dukungan keluarga bagi mereka juga sangat penting. Karena mereka ingin dimasa tua mereka ada keluarga disamping mereka saat menjelang kematian. Pada penelitian Hattori, et al (2005), menyebutkan bahwa faktor keluarga mempengaruhi tempat kematian dan siapa yang diinginkan lansia berada disampingnya saat menjelang kematian.

4.3.3 Yang diharapkan dalam menghadapi kematian

Proses ini muncul karena adanya kondisi yang diharapkan dalam menghadapi kematian, tempat yang diharapkan, dan siapa yang diharapkan ada dalam menghadapi kematian. Kelima partisipan mengungkapkan bahwa kondisi mereka harapkan dalam menghadapi kematian. Penelitian ini didukung oleh penelitian oleh Hansdottir dan Halldorsdottir (2008), bahwa lansia ingin mati secara natural, dalam kedamaian dan bermartabat.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Lansia tentang Kesiapan Menghadapi Kematian di Panti Wreda Salib Putih Salatiga T1 462011029 BAB I

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Lansia tentang Kesiapan Menghadapi Kematian di Panti Wreda Salib Putih Salatiga T1 462011029 BAB II

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Lansia tentang Kesiapan Menghadapi Kematian di Panti Wreda Salib Putih Salatiga T1 462011029 BAB V

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Lansia tentang Kesiapan Menghadapi Kematian di Panti Wreda Salib Putih Salatiga

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Lansia tentang Kesiapan Menghadapi Kematian di Panti Wreda Salib Putih Salatiga

0 0 61

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Fisik Sehari-Hari pada Lansia di Panti Wredha Salib Putih Salatiga T1 462011031 BAB I

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Fisik Sehari-Hari pada Lansia di Panti Wredha Salib Putih Salatiga T1 462011031 BAB IV

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Pengetahuan Lansia dalam Pemenuhan Personal Hygiene di Panti Wredha Salib Putih Salatiga T1 462011017 BAB IV

0 0 41

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Self-Esteem pada Lansia di Panti Wredha Salib Putih Salatiga Jawa Tengah T1 462009048 BAB IV

0 0 46

T1__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Panti Asuhan dalam Membina Kemandirian Anak di Panti Asuhan Salib Putih Salatiga T1 BAB IV

0 0 46