Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Lansia tentang Kesiapan Menghadapi Kematian di Panti Wreda Salib Putih Salatiga T1 462011029 BAB II

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian lansia

Menurut Ernawati (2009), lansia adalah orang yang berusia 50 tahun atau lebih. Pendapat yang serupa juga mengatakan bahwa lansia merupakan bagian dari proses tumbuh kembang (Azizah, 2011). Lanjut usia adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berlanjut pada kematian (Hutapea, 2005). Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa lansia adalah orang yang berusia lebih dari 50 tahun dan lansia merupakan proses perubahan yang bertahap.

2.1.2 Batasan lansia

2.1.3.1 Menurut World Health Organization (WHO) ada beberapa batasan umur lansia, yaitu

1. Usia pertengahan (Middle age) : 45 – 59 tahun 2. Usia lanjut (Fiderly) : 60 – 74 tahun 3. Lansia tua (old) : 75 – 90 tahun 4. Lansia sangat tua (Very old) : >90 tahun


(2)

2.1.3.2 Menurut Depkes RI (2003), lansia dibagi atas : 1. Pralansia : seseorang yang berusia

antara 45 – 59 tahun

2. Lansia : seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih

3. Lansia resiko tinggi : seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih

Menurut Ardiningsih (1993) dan Leimena serta Gunawan (1992), di Indonesia usia senja merupakan fase akhir dari perjuangan hidup seseorang dimulai sejak usia 55 tahun. Rahardjo (1995) menambahkan bahwa usia diatas 60 tahun termasuk dalam kategori usia lanjut yang sesungguhnya. Monks, dkk (2006) berpendapat bahwa usia 65 tahun merupakan usia yang menunjukkan mulainya proses menua secara nyata, sehingga seseorang yang telah mencapai usia 65 tahun dikatakan telah berusia lanjut.

Dari pendapat para ahli di atas, maka penulis dapat mengartikan bahwa usia lanjut adalah proses penuaan pada diri lansia yang merupakan periode akhir dalam rentang hidup lansia dan berusia 65 tahun keatas.


(3)

2.1.4 Karakteristik lansia

Beberapa karakteristik lansia yang perlu diketahui untuk mengetahui keberadaan masalah kesehatan lansia adalah:

2.1.4.1 Jenis kelamin: Lansia lebih banyak pada wanita. Terdapat perbedaan kebutuhan dan masalah kesehatan yang berbeda antara lansia laki-laki dan perempuan. Misalnya lansia laki-laki sibuk dengan hipertropi prostat, maka perempuan mungkin menghadapi osteoporosis. 2.1.4.2 Status perkawinan: Status masih pasangan lengkap

atau sudah hidup janda atau duda akan mempengaruhi keadaan kesehatan lansia baik fisik maupun psikologis. 2.1.4.3 Living arrangement: misalnya keadaan pasangan,

tinggal sendiri atau bersama istri, anak atau keluarga lainnya.

2.1.4.3 Tanggungan keluarga: masih menangung anak atau anggota keluarga.

2.1.4.4 Tempat tinggal: rumah sendiri, tinggal bersama anak. Dengan ini kebanyakan lansia masih hidup sebagai bagian keluarganya, baik lansia sebagai kepala keluarga atau bagian dari keluarga anaknya. Namun kecenderungan yang terjadi adalah lansia akan di tinggalkan oleh keturunannya dalam rumah yang berbeda.


(4)

2.1.4.4 Kondisi kesehatan

2.1.4.4.1 Kondisi umum: Kemampuan umum untuk tidak tergantung kepada orang lain dalam kegiatan sehari-hari seperti mandi, buang air besar dan kecil.

2.1.4.4.2 Frekuensi sakit: Frekuensi sakit yang tinggi menyebabkan menjadi tidak produktif lagi bahkan mulai tergantung kepada orang lain. 2.1.4.5 Keadaan ekonomi

2.1.4.5.1 Sumber pendapatan resmi: Pensiunan ditambah sumber pendapatan lain kalau masih bisa aktif.

2.1.4.5.2 Sumber pendapatan keluarga: Ada bahkan tidaknya bantuan keuangan dari anak atau keluarga lainnya atau bahkan masih ada anggota keluarga yang tergantung padanya. 2.1.4.5.3 Kemampuan pendapatan: Lansia memerlukan

biaya yang lebih tinggi, sementara pendapatan semakin menurun. Status ekonomi sangat terancam, sehinga cukup beralasan untuk melakukan berbagai perubahan besar dalam kehidupan,


(5)

menentukan kondisi hidup yang dengan perubahan status ekonomi dan kondisi fisik 2.1.5 Teori – teori proses menua

2.1.5.1 Teori Biologis

Teori biologis merupakan teori yang menjelaskan tentang proses fisik penuaan yang melipti perubahan fungsi dan struktur organ, pengembangan, panjang usia dan kematian, berdasarkan kutipan Christofalo (2006) (dalam Stanley 2006). Teori biologis mencoba menerangkan mengenai proses atau tingkatan perubahan yang terjadi pada manusia mengenai perbedaan cara dalam proses menua dari waktu ke waktu serta meliputi faktor yang mempengaruhi usia panjang, perlawanan terhadap organisme dan kematian atau perubahan seluler. Teori biologis juga mencoba menjelaskan mengapa lansia bertindak pada suatu situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat. Kemampuan lansia untuk terus menjalin interaksi sosial merupakan kunci mempertahankan status sosialnya berdasarkan kemampuannya bersosialisasi. Nurgroho (2008)

Panti wredha merupakan institusi hunian bersama dari para lansia yang secara fisik/kesehatan masih


(6)

mandiri, akan tetapi terutama mempunyai keterbatasan dibidang sosial dan ekonomi. Kebutuhan harian dari pada penghuni biasanya disediakan oleh pengurus panti. tetapi pendapat lain mengatakan bahwa kebutuhan lansia di panti dilakukan atau dilihat oleh pemerintah atau swasta (Martono, 2009).

2.1.5.2 Teori sosiologi

Teori sosiologi merupakan teori yang berhubungan dengan status hubungan sosial.

2.1.5.3 Teori psikologis

Teori psikologis merupakan teori yang luas dalam berbagai lingkup karena penuaan psikologis dipengaruhi oleh faktor biologis dan sosial, dan juga melibatkan penggunaan kapasitas adaptif untuk melaksanakan kontrol perilaku atau regulasi diri.

2.1.6 Perubahan – perubahan yang terjadi pada lansia

Perubahan yang terjadi pada lansia meliputi perubahan fisik, sosial, dan psikologis.

2.1.6.1 Perubahan fisik

Perubahan fisik ditandai dengan kulit mulai keriput, rambut memutih dan menipis, gigi berlubang dan copot. Ketajaman penglihatan dan pendengaran mulai menurun, juga pengecapan berkurang, gangguan fungsi gerak dan


(7)

rasa serta gangguan keseimbangan dan koordinasi. Sedangkan perubahan psikis pada orang lansia meliputi gangguan daya ingat (memori), dan gangguan kecerdasan (kognitif) hal-hal tersebut yang membuat mereka sering lupa. Menurut Hutapea (2005), perubahan fisik yang dialami oleh lansia adalah :

1. Perubahan pada sistem kekebalan atau imunologi yaitu menjadi rentan terhadap alergi dan penyakit. 2. Konsumsi energi turun secara nyata diikuti dengan

manurunnya jumlah energi yang dikeluarkan oleh tubuh.

3. Air dalam tubuh secara signifikan berkurang karena bertambahnya sel-sel yang mati diganti oleh lemak maupun jaringan konektif.

4. Sistem pencernaan mulai terganggu, gigi mulai tanggal, kemampuan mencerna makanan serta penyerapan mulai lambat dan kurang efisien gerakan peristaltik usus menurun sehingga sering konstipasi. 5. Perubahan pada sistem metabolik, yang

mengakibatkan gangguan metabolisme glukosa karena sekresi insulin yang menurun. Sekresi menurun juga karena timbunan lemak.


(8)

6. Sistem saraf menurun yang menyebabkan munculnya rabun dekat, kepekaan badan rasa berkurang, reaksi lambat, fungsi mental menurun dan ingatan visual berkurang.

7. Perubahan pada sistem pernafasan ditandai dengan menurunnya elastisitas paru-paru yang mempersulit pernafasan sehingga dapat mengakibatkan munculnya rasa sesak dan tekanan darah meningkat. 8. Menurunnya elastisitas dan fleksibilitas persendian. 2.1.6.2 Perubahan mental

Perubahan mental yang dialami oleh lansia akan mengalami perubahan sikap yang semakin egosentrik, mudah curiga, kekanak-kanakan, dan bertambah pelit atau tamak bila memiliki sesuatu. Yang menjadi harapan lansia dalam masyarakat ialah lansia selalu diberi peranan. Sikap umum yang selalu ditemukan pada setiap lansia yaitu keinginan untuk berumur panjang dan melihat anak-anak serta cucu sukses kemudian bahagia. Jika mereka meninggal mereka ingin meninggal dengan cara terhormat dan masuk surga. Faktor yang sangat mempengaruhi perubahan mental lansia adalah perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan dan lingkungan (Nugroho, 2008).


(9)

2.1.6.3 Perubahan sosial

Banyak dari lansia kurang peduli terhadap kegiatan lingkungan, kegiatan sosial, kurang bergairah menghadiri perkumpulan-perkumpulan di lingkungan, maupun pesta ulang tahun dan pernikahan, arisan, dan lain-lain. Yang termasuk perubahan sosial, antara lain perubahan peran, keluarga (emptiness), teman, abuse, masalah hukum, pensiun, ekonomi, rekreasi, keamanan, transportasi, politik, pendidikan, agama, panti jompo. Orang yang berusia lanjut dalam sosialisasinya juga menjadi sangat sensitif, cepat tersinggung dan tertekan, susah diajak bicara atau ngobrol, walaupun hal tersebut tidak terjadi pada setiap orang usia lanjut.

2.1.6.4 Perubahan psikologi

Seorang lansia akan menghabiskan waktu sisa hidup di rumah dan mereka sering ketergantungan hidup mereka pada orang lain atau orang sekitar lansia, seperti keluarga. Pada masa inilah maka mereka membutuhkan penyesuaian diri yang baik untuk menghadapi aktifitas yang baru ini. Sebagian besar dari mereka akan mengalami masa harus di tolak oleh keluarga mereka.


(10)

Karena mereka sudah dianggap tidak berguna lagi. Ada beberapa alasan mereka lebih memilih tinggal di panti dari pada di rumah. Alasan tersebut antara lain : merasa di tolak oleh keluarga, dianggap sudah tidak mampu, tidak memiliki keluarga yang perhatian, dan tidak ada keluarga yang mau menampung. Nilai seseorang sering diukur melalui produktivitasnya dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila seseorang pernah bekerja dan menjadi orang yang pensiun dari pekerjaan sebelumnya maka akan mengalami kehilangan, yaitu kehilangan finansial, kehilangan status, kehilangan teman dan kehilangan pekerjaan (Nugroho, 2008).

2.2 Pengertian Persepsi

Persepsi merupakan cara bagaimana seseorang melihat dan menaksirkan suatu obyek atau kejadian. Seseorang akan melakukan tindakan sesuai persepsinya sehingga persepsi memiliki peranan yang sangat penting dalam mempengaruhi perilaku seseorang. Seseorang yang mengalami suatu persepsi selalu melalui suatu proses tertentu. Proses tersebut dimulai saat diterimanya rangsangan melalui alat penerima kemudian diteruskan ke otak. Dalam otak terjadi proses psikologis yang menyebabkan seseorang sadar tentang apa yang dialaminya.


(11)

Hiam dan Schewe (dalam Sulistyowati, 2007:47-66) mengartikan persepsi ke dalam 2 (dua) pengertian yaitu 1).Persepsi sebagai proses pemberian arti oleh seseorang atas berbagai rangsangan atau stimulus yang diterimanya dan dari proses tersebut seseorang mempunyai opini tertentu mengenai apa yang diamatinya 2).Persepsi diartikan sebagai suatu proses dari dari seseorang dalam menyeleksi, mengorganisir dan mengintepretasikan rangsangan ke dalam sesuatu yang berarti dan koheren dengan dunia sehingga orang yang berbeda bisa jadi akan melihat sesuatu yang sama secara berbeda.

Persepsi dalam pengertian psikologi adalah proses pencarian informasi untuk dipahami. Menurut Gibson, dkk (1996) persepsi sebagai proses pemberian arti pada stimulus sehingga individu yang berbeda melihat barang yang sama dengan cara yang berbeda. Presepsi adalah proses menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang memengaruhi indra (Joseph A Devito). Menurut Krech (dalam Muktiyoso, 2002) persepsi adalah suatu proses kognitif yang kompleks dan barangkali sangat berbeda dengan kenyataan.

2.3 Objek Persepsi Berupa Kematian

Objek persepsi berupa kematian yang dikemukaan oleh Florian, dkk (1984); Ranchman (1974); Shihab (Hidayat, 2006); dan Malik (Nugraheni, 2005), yaitu:


(12)

2.3.1 Kematian yang absurd, yaitu persepsi individu terhadap kematian yang merupakan sebuah misteri seperti kapan, dimana, dan bagaimana seseorang akan dijemput oleh ajal. Apa yang terjadi setelah kematian dan apakah ada kehidupan setelah kematian juga dapat membentuk persepsi yang berbeda – beda.

2.3.2 Sakit saat menjelang kematian, yaitu keadaan sakit atau penderitaan fisik yang mungkin akan dialami pada saat sekarat atau pada saat maut akan menjemput, akan menyebabkan munculnya persepsi yang berbeda – beda mengenai kematian pada tiap individu.

2.3.3 Enggan berpisah dengan dunia, yaitu kematian yang dianggap sebagai akhir dan suatu keadaan yang akan memisahkan individu dari semua yang dimilikinya di dunia seperti prestasi, harta benda, kebanggaan. Dengan demikian hal ini akan menimbulkan persepsi yang berbeda baik positif maupun negatif dalam diri individu.

2.3.4 Hukuman setelah kematian, yaitu adanya ganjaran yang akan diterima individu sesuai dengan semua amal ibadahnya di dunia ini, dan juga adanya surga dan neraka sebagai hukum sebab akibat dari perubahan manusia selama hidupnya akan menyebabkan timbulnya persepsi yang berbeda tentang kematian.


(13)

2.4 Tahap – tahap penerimaan kematian

Dr. Elisabeth Kubler-Ross (1969), telah mengidentifikasi lima tahap berduka yang dapat terjadi pada pasien menjelang ajal. Tahap–tahap tersebut adalah mengingkari, marah, tawar-menawar, depresi dan menerima. Jika cukup waktu dan dukungan mental, beberapa pasien dapat menggerakkan emosinya melalui tiap tahap sampai titik penerimaan penyakitnya dan kematiannya. Tahap–tahap tersebut yaitu : 2.4.1 Menolak (Deniel)

Pada fase ini, pasien/klien tidak siap menerima keadaan yang sebenarnya, dan menunjukkan reaksi menolak. Timbul pemikiran-pemikiran seperti : “Seharusnya tidak terjadi dengan diriku, tidak salahkah keadaan ini?”. Beberapa orang bereaksi pada fase ini dengan menunjukkan keceriaan yang palsu (biasanya orang akan sedih mengalami keadaan menjelang ajal).

2.4.2 Marah (Anger)

Kemarahan terjadi karena kondisi klien mengancam kehidupannya dengan segala hal yang telah diperbuatnya sehingga menggagalkan cita-citanya. Timbul pemikiran pada diri klien sperti: “Mengapa hal ini terjadi dengan diriku?”. Kemarahan tersebut biasanya diekspresikan kepada obyek–obyek yang dekat dengan klien, seperti keluarga, teman, dan tenaga kesehatan yang merawatnya.


(14)

Pada ini kemarahan biasanya mereda dan pasien malahan dapat menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang terjadi dengan dirinya. Pada pasien yang sedang menuju kekematian, keadaan demikian dapat terjadi, seringkali klien berkata: “Yah Tuhan, jangan dulu saya mati dengan segara, sebelum anak saya lulus jadi sarjana”.

2.4.4 Kemurungan (Depresi)

Selama tahap ini, pasien cenderung untuk tidak banyak bicara dan mungkin banyak menangis. Ini saatnya bagi perawat untuk duduk dengan tenang disamping pasien yang sedang melalui sedihnya sebelum meninggal.

2.4.5 Menerima / Pasrah (Acceptance)

Pada fase ini terjadi proses penerimaan secara sadar oleh klien dan keluarga tentang kondisi yang terjadi dan hal–hal yang akan terjadi yaitu kematian. Fase ini sangat membantu apabila klien dapat menyatakan reaksi–reaksinya atau rencana–rencana yang terbaik bagi dirinya menjelang ajal. Misalnya ingin bertemu dengan keluarga terdekat, menulis surat wasiat, dan sebagainya.


(15)

2.5 Kerangka konsep

Kerangka konsep merupakan dasar pemikiran pada penelitian dirumuskan pada faktor – faktor, observasi dan tinjauan teori. Sehingga menggambarkan alur pemikiran peneliti.

Keterangan:

: yang akan diteliti

Gambar 1.1 Kerangka Konsep Penelitian Persepsi Lansia Tentang Kesiapan Menghadapi Kematian Di Panti Wredha Salib Putih Salatiga.

Persepsi Tentang Kematian 1. Apakah Kematian 2. Fakor-faktor penyebab

kematian

3. Sikap terhadap kematian

Lansia

1. Perubahan fisik 2. Perubahan mental 3. Perubahan sosial 4. Perubahan psikologi


(1)

Karena mereka sudah dianggap tidak berguna lagi. Ada beberapa alasan mereka lebih memilih tinggal di panti dari pada di rumah. Alasan tersebut antara lain : merasa di tolak oleh keluarga, dianggap sudah tidak mampu, tidak memiliki keluarga yang perhatian, dan tidak ada keluarga yang mau menampung. Nilai seseorang sering diukur melalui produktivitasnya dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila seseorang pernah bekerja dan menjadi orang yang pensiun dari pekerjaan sebelumnya maka akan mengalami kehilangan, yaitu kehilangan finansial, kehilangan status, kehilangan teman dan kehilangan pekerjaan (Nugroho, 2008).

2.2 Pengertian Persepsi

Persepsi merupakan cara bagaimana seseorang melihat dan menaksirkan suatu obyek atau kejadian. Seseorang akan melakukan tindakan sesuai persepsinya sehingga persepsi memiliki peranan yang sangat penting dalam mempengaruhi perilaku seseorang. Seseorang yang mengalami suatu persepsi selalu melalui suatu proses tertentu. Proses tersebut dimulai saat diterimanya rangsangan melalui alat penerima kemudian diteruskan ke otak. Dalam otak terjadi proses psikologis yang menyebabkan seseorang sadar tentang apa yang dialaminya.


(2)

Hiam dan Schewe (dalam Sulistyowati, 2007:47-66) mengartikan persepsi ke dalam 2 (dua) pengertian yaitu 1).Persepsi sebagai proses pemberian arti oleh seseorang atas berbagai rangsangan atau stimulus yang diterimanya dan dari proses tersebut seseorang mempunyai opini tertentu mengenai apa yang diamatinya 2).Persepsi diartikan sebagai suatu proses dari dari seseorang dalam menyeleksi, mengorganisir dan mengintepretasikan rangsangan ke dalam sesuatu yang berarti dan koheren dengan dunia sehingga orang yang berbeda bisa jadi akan melihat sesuatu yang sama secara berbeda.

Persepsi dalam pengertian psikologi adalah proses pencarian informasi untuk dipahami. Menurut Gibson, dkk (1996) persepsi sebagai proses pemberian arti pada stimulus sehingga individu yang berbeda melihat barang yang sama dengan cara yang berbeda. Presepsi adalah proses menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang memengaruhi indra (Joseph A Devito). Menurut Krech (dalam Muktiyoso, 2002) persepsi adalah suatu proses kognitif yang kompleks dan barangkali sangat berbeda dengan kenyataan.

2.3 Objek Persepsi Berupa Kematian

Objek persepsi berupa kematian yang dikemukaan oleh Florian, dkk (1984); Ranchman (1974); Shihab (Hidayat, 2006); dan Malik (Nugraheni, 2005), yaitu:


(3)

2.3.1 Kematian yang absurd, yaitu persepsi individu terhadap kematian yang merupakan sebuah misteri seperti kapan, dimana, dan bagaimana seseorang akan dijemput oleh ajal. Apa yang terjadi setelah kematian dan apakah ada kehidupan setelah kematian juga dapat membentuk persepsi yang berbeda – beda.

2.3.2 Sakit saat menjelang kematian, yaitu keadaan sakit atau penderitaan fisik yang mungkin akan dialami pada saat sekarat atau pada saat maut akan menjemput, akan menyebabkan munculnya persepsi yang berbeda – beda mengenai kematian pada tiap individu.

2.3.3 Enggan berpisah dengan dunia, yaitu kematian yang dianggap sebagai akhir dan suatu keadaan yang akan memisahkan individu dari semua yang dimilikinya di dunia seperti prestasi, harta benda, kebanggaan. Dengan demikian hal ini akan menimbulkan persepsi yang berbeda baik positif maupun negatif dalam diri individu.

2.3.4 Hukuman setelah kematian, yaitu adanya ganjaran yang akan diterima individu sesuai dengan semua amal ibadahnya di dunia ini, dan juga adanya surga dan neraka sebagai hukum sebab akibat dari perubahan manusia selama hidupnya akan menyebabkan timbulnya persepsi yang berbeda tentang kematian.


(4)

2.4 Tahap – tahap penerimaan kematian

Dr. Elisabeth Kubler-Ross (1969), telah mengidentifikasi lima tahap berduka yang dapat terjadi pada pasien menjelang ajal. Tahap–tahap tersebut adalah mengingkari, marah, tawar-menawar, depresi dan menerima. Jika cukup waktu dan dukungan mental, beberapa pasien dapat menggerakkan emosinya melalui tiap tahap sampai titik penerimaan penyakitnya dan kematiannya. Tahap–tahap tersebut yaitu : 2.4.1 Menolak (Deniel)

Pada fase ini, pasien/klien tidak siap menerima keadaan yang sebenarnya, dan menunjukkan reaksi menolak. Timbul pemikiran-pemikiran seperti : “Seharusnya tidak terjadi dengan diriku, tidak salahkah keadaan ini?”. Beberapa orang bereaksi pada fase ini dengan menunjukkan keceriaan yang palsu (biasanya orang akan sedih mengalami keadaan menjelang ajal).

2.4.2 Marah (Anger)

Kemarahan terjadi karena kondisi klien mengancam kehidupannya dengan segala hal yang telah diperbuatnya sehingga menggagalkan cita-citanya. Timbul pemikiran pada diri klien sperti: “Mengapa hal ini terjadi dengan diriku?”. Kemarahan tersebut biasanya diekspresikan kepada obyek–obyek yang dekat dengan klien, seperti keluarga, teman, dan tenaga kesehatan yang merawatnya.


(5)

Pada ini kemarahan biasanya mereda dan pasien malahan dapat menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang terjadi dengan dirinya. Pada pasien yang sedang menuju kekematian, keadaan demikian dapat terjadi, seringkali klien berkata: “Yah Tuhan, jangan dulu saya mati dengan segara, sebelum anak saya lulus jadi sarjana”.

2.4.4 Kemurungan (Depresi)

Selama tahap ini, pasien cenderung untuk tidak banyak bicara dan mungkin banyak menangis. Ini saatnya bagi perawat untuk duduk dengan tenang disamping pasien yang sedang melalui sedihnya sebelum meninggal.

2.4.5 Menerima / Pasrah (Acceptance)

Pada fase ini terjadi proses penerimaan secara sadar oleh klien dan keluarga tentang kondisi yang terjadi dan hal–hal yang akan terjadi yaitu kematian. Fase ini sangat membantu apabila klien dapat menyatakan reaksi–reaksinya atau rencana–rencana yang terbaik bagi dirinya menjelang ajal. Misalnya ingin bertemu dengan keluarga terdekat, menulis surat wasiat, dan sebagainya.


(6)

2.5 Kerangka konsep

Kerangka konsep merupakan dasar pemikiran pada penelitian dirumuskan pada faktor – faktor, observasi dan tinjauan teori. Sehingga menggambarkan alur pemikiran peneliti.

Keterangan:

: yang akan diteliti

Gambar 1.1 Kerangka Konsep Penelitian Persepsi Lansia Tentang Kesiapan Menghadapi Kematian Di Panti Wredha Salib Putih Salatiga.

Persepsi Tentang Kematian 1. Apakah Kematian 2. Fakor-faktor penyebab

kematian

3. Sikap terhadap kematian

Lansia

1. Perubahan fisik 2. Perubahan mental 3. Perubahan sosial 4. Perubahan psikologi


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Lansia tentang Kesiapan Menghadapi Kematian di Panti Wreda Salib Putih Salatiga T1 462011029 BAB I

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Lansia tentang Kesiapan Menghadapi Kematian di Panti Wreda Salib Putih Salatiga T1 462011029 BAB IV

0 1 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Lansia tentang Kesiapan Menghadapi Kematian di Panti Wreda Salib Putih Salatiga T1 462011029 BAB V

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Lansia tentang Kesiapan Menghadapi Kematian di Panti Wreda Salib Putih Salatiga

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Lansia tentang Kesiapan Menghadapi Kematian di Panti Wreda Salib Putih Salatiga

0 0 61

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Fisik Sehari-Hari pada Lansia di Panti Wredha Salib Putih Salatiga T1 462011031 BAB I

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Fisik Sehari-Hari pada Lansia di Panti Wredha Salib Putih Salatiga T1 462011031 BAB II

0 1 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Pengetahuan Lansia dalam Pemenuhan Personal Hygiene di Panti Wredha Salib Putih Salatiga T1 462011017 BAB II

0 0 22

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Self-Esteem pada Lansia di Panti Wredha Salib Putih Salatiga Jawa Tengah T1 462009048 BAB II

0 0 12

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Panti Asuhan dalam Membina Kemandirian Anak di Panti Asuhan Salib Putih Salatiga T1 BAB II

0 0 20