ANALISIS KELAJUAN MUKA GELOMBANG KEJUT PADA PERISTIWA SEMBURAN RADIO MATAHARI TIPE II.

(1)

ANALISIS KELAJUAN MUKA GELOMBANG KEJUT

PADA PERISTIWA SEMBURAN RADIO MATAHARI TIPE II

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Program Studi Fisika

Oleh

Tari Fitriani

0703905

PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA


(2)

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2013

Halaman Hak Cipta

==================================================================

Analisis Kelajuan Muka Gelombang Kejut Pada Peristiwa

Semburan Radio Matahari Tipe II

Oleh Tari Fitriani

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Tari Fitriani 2013 Universitas Pendidikan Indonesia


(3)

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

TARI FITRIANI NIM. 0703905

ANALISIS KELAJUAN MUKA GELOMBANG KEJUT

PADA PERISTIWA SEMBURAN RADIO MATAHARI TIPE II

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING :

Pembimbing I

Drs. Suratno, M. Sc NIP. 194912031975031001


(4)

NIP. 197703312008121001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Fisika

Dr. Ida Kaniawati, M. Si NIP. 196807031992032001


(5)

ANALISIS KELAJUAN MUKA GELOMBANG KEJUT PADA PERISTIWA SEMBURAN RADIO MATAHARI TIPE II

Tari Fitriani, NIM. 0703905 Jurusan Pendidikan Fisika

FPMIPA UPI

ABSTRAK

Aktivitas Matahari sangat berpengaruh terhadap kondisi cuaca antariksa secara keseluruhan. Matahari menghasilkan pancaran gelombang elektromagnetik pada rentang panjang gelombang radio yang disebut semburan radio Matahari (solar radio burst). Didasarkan atas mekanisme kejadiannya, ada keterkaitan antara flare, CME, dan gelombang kejut dengan fenomena semburan radio Matahari. Pada peristiwa semburan radio Matahari tipe II, flare yang besar/kuat menyebabkan lewatnya gelombang kejut (shock wave). Hal ini berpotensi mempengaruhi kondisi atmosfer dan kemagnetan planet-planet di Tata Surya termasuk Bumi. Gelombang kejut (shock

wave) mendorong paket-paket elektron yang berada di depannya dan ataupun menyeretnya.

Kemudian gelombang kejut tersebut akan merangsang osilasi plasma di korona dan medium antar planet, serta meningkatkan intensitas emisi pada medium tersebut. Osilasi plasma inilah yang kemudian dikonversi menjadi gelombang radio. Hasil pengamatan semburan radio Matahari adalah berupa spektrum radio dinamik yang menggambarkan pergeseran frekuensi terhadap waktu pengamatan. Semburan radio Matahari tipe II ini dapat digunakan untuk memprakirakan kemungkinan terjadinya badai magnet Bumi. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai median kelajuan muka gelombang kejut sebesar 629,19 km/s, serta diperoleh persentase kesalahan perhitungan prakiraan kemungkinan terjadinya badai magnet Bumi (diindikasikan dengan adanya penurunan indeks Dst) dengan menggunakan semburan radio Matahari tipe II sebagai indikatornya diperoleh sebesar 7,57%. Mengingat besarnya manfaat yang didapat dari pengamatan semburan radio Matahari tipe II terhadap kemungkinan terjadinya badai magnet Bumi, maka pengamatan Matahari menggunakan radiospektrograf sangat dianjurkan agar dapat dibuat prakiraan/prediksi sebagai upaya sistem peringatan dini terhadap kemungkinan akan terjadinya gangguan di atmosfer atas Bumi.

Kata kunci: semburan radio Matahari tipe II, flare, CME, gelombang kejut.

ABSTRACT

The Sun activity affects the overall space weather conditions. Sun emit electromagnetic waves at radio wavelength range called Solar radio bursts. Based on the mechanism of occurrence, there is a correlation between flares, CME, and the shock wave Solar radio bursts phenomena. In the event of type II solar radio bursts, flares are big / strong cause the passage of a shock wave. This potentially affects the atmospheric conditions and the magnetism of the planets in the solar system, including Earth. Shock wave electron pushing packets in front of them and or dragged. Then the shock wave will excite plasma oscillations in the corona and interplanetary medium, as well as increase the emission intensity in the medium. Plasma oscillation is then converted into radio waves. Solar radio bursts observations is a dynamic radio spectrum which describes the frequency shift of the observation time. Type II solar radio bursts can be used to predict the likelihood of the Earth's magnetic storms. The calculations show that the median speed of the shock wave front at 629.19 km / s, as well as the percentage obtained miscalculation magnetic storm forecasting the possibility of the Earth (indicated by a decrease in Dst index) by using type II solar radio bursts as indicators obtained at 7, 57%. Given the magnitude of the benefits derived from observations of type II solar radio bursts to the possibility of the Earth's magnetic storms, the observations of the Sun using radiospektrograf highly recommended in order to be made forecasts / predictions as an early warning system efforts against the possibility of disturbances in the Earth's atmosphere.


(6)

(7)

v

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Batasan Masalah ... 4

D. Tujuan Penelitian ... 4

E. Metode Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 5

G. Struktur Organisasi Skripsi ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Matahari ... 7

1. Inti Matahari ... 7

2. Zona Radiatif ... 8

3. Zona konveksi ... 8

4. Fotosfer ... 8

5. Kromosfer ... 8

6. Korona ... 9

B. Aktifitas Matahari ... 9

1. Bintik Matahari ... 9


(8)

vi

3. CME (Coronal Mass Ejections) ... 11

4. Angin Surya ... 13

5. Semburan Radio Matahari ... 13

C. Dampak Aktivitas Matahari ... 17

BAB III METODE PENELITIAN ... 19

A. Metode dan Desain Penelitian ... 19

1. Metode Penelitian ... 19

2. Desain Penelitian ... 19

B. Lokasi Penelitian ... 20

C. Instrumen Penelitian ... 20

D. Prosedur Penelitian ... 21

1. Pengambilan Data ... 21

2. Langkah Kegiatan Penelitian ... 22

3. Pengolahan Data ... 22

E. Bagan Prosedur Penelitian ... 28

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 29

A. Data Semburan Radio Matahari Tipe II ... 29

B. Analisis Peristiwa Semburan Radio Matahari Tipe II Terkait Dengan Nilai Kelajuan Muka Gelombang Kejut Akibat Dari Flare ... 33

C. Analisis Peristiwa Semburan Radio Matahari Tipe II Terkait Kemungkinan Akan Terjadinya Gangguan Medan Magnet Bumi ... 35

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 37

A. Kesimpulan ... 37

B. Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ………39

LAMPIRAN ... 41


(9)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Contoh pengkonversian data pada perhitungan kelajuan muka gelombang kejut pada peristiwa semburan radio

Matahari tipe II ... 22 Tabel 3.2. Nilai titik-titik yang digunakan untuk menentukan persamaan

konversi ... 25 Tabel 3.3. Contoh perhitungan kelajuan partikel dan muka gelombang

kejut pada peristiwa semburan radio Matahari tipe II ... 25 Tabel 4.1. Peristiwa semburan radio Matahari tipe II serta pengolahan

datanya ... 30 Tabel 4.2. Klasifikasi badai magnet Bumi ... 32


(10)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Lapisan-lapisan Matahari

(Sumber: http://www.solarviews.com/eng/sun.htm) ... 7 Gambar 2.2. Pola medan magnet Matahari akibat rotasi diferensial

(Sumber: http://thewatchers.adorraeli.com) ... 10 Gambar 2.3. Sunspot

(Sumber: Solar and Heliospheric Observatory) ... 10 Gambar 2.4. Flare

(Sumber: http://news.nationalgeographic.com) ... 11

Gambar 2.5. CME

(Sumber: M. Moldwin: An Introduction to Space Weather) ... 12 Gambar 2.6. Model pelepasan energi yang menghasilkan partikel dan

radiasi dalam berbagai panjang gelombang

(Sumber: NASA’s Cosmos) ... 12 Gambar 2.7. Angin Surya

(Sumber: Solar and Heliospheric Observatory) ... 13 Gambar 2.8. Sketsa spektra dinamik semburan radio Matahari

(Sumber : Hiraiso Solar Observatory) ... 15 Gambar 2.9. Ilustrasi proses kejadian semburan tipe II dan tipe III

(Sumber: Suratno, Semburan Radio Matahari, 2 Juni 2009) ... 17 Gambar 2.10. Aktivitas Matahari

(Sumber: Solar and Heliospheric Observatory) ... 17 Gambar 3.1. Perangkat radiospektrograf

(Sumber: Suratno, Media Dirgantara, 2 Juni 2011) ... 21 Gambar 3.2. Contoh data radiospektrograf

(Sumber: Bruny Island Radio Spectrometer (BIRS)) ... 23 Gambar 3.3. Tampilan data semburan radio Matahari menggunakan

Microsoft Paint


(11)

ix

Gambar 3.4. Grafik data Dst sepanjang bulan Juli 2012

(Sumber: wdc.kugi.kyoto-u.ac.jp/) ... 27 Gambar 3.5. Bagan prosedur penelitian ... 28 Gambar 4.1. Histogram banyaknya kejadian semburan radio Matahari

tipe II dan probabilitasnya dengan rentang kelajuan muka

gelombang kejut ... 34 Gambar 4.2. Diagram pengelompokkan gangguan yang terjadi terhadap

Medan magnet Bumi dengan menggunakan semburan radio Matahari tipe II sebagai indikatornya (tahun 2002 – 2012) ... 36


(12)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Peristiwa Semburan Radio Matahari Tipe II dan Badai


(13)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Matahari merupakan sumber energi utama perubahan kondisi lingkungan antariksa. Matahari terus-menerus meradiasikan kalor, radiasi elektromagnetik pada seluruh panjang gelombang dan partikel bermuatan (elektron dan proton). Atmosfer Matahari terdiri atas permukaan fotosfer, lapisan di atasnya sampai ketinggian sekitar 20.000 km disebut kromosfer dan lapisan terluar yang membentang jauh ke luar angkasa disebut korona. Di atas daerah aktif Matahari terdapat medan magnet kuat yang kaki-kakinya tertancap di bintik Matahari (sunspot). Di sana struktur medan magnet tersebut masih tertutup dan menjerat sejumlah massa partikel bermuatan yang berasal dari permukaan Matahari. Massa yang semakin bertambah dan tekanan di dalam lengkungan magnetik semakin kuat menyebabkan garis gaya magnetik tidak lagi mampu menahannya sehingga terjadi robekan atau rekoneksi antar garis-garis gaya magnet, mekanisme ini dikenal sebagai flare (Moldwin, 1985). Flare tersebut menyebabkan terjadinya lontaran massa menuju korona dan ruang antar planet dan peningkatan radiasi elektromagnetik secara mendadak. Peningkatan intensitas pancaran gelombang elektromagnetik khususnya pada rentang panjang gelombang radio ini disebut semburan radio Matahari (solar radio burst). Semburan radio Matahari dapat diamati di landas Bumi dengan sistem penerima radio yang disebut radiospektrograf. Hasil dari pengamatan menggunakan radiospektrograf ini akan memiliki pola tertentu terhadap perubahan frekuensi dan intensitas terhadap waktu sehingga disebut sebagai spektra dinamik (McLean dan Labrum., 1985).

Noise radio dari Matahari awal mula diketemukan tahun 1942 pada perang dunia II sampai tahun 1959 dengan pola-pola tertentu (McLean dan Labrum, 1985). Berdasarkan urutan waktu penemuannya Wild dkk. (1963) menemukakan bahwa semburan radio Matahari dibedakan menjadi 5 (lima) tipe, yaitu tipe I, tipe II, tipe III, tipe IV dan tipe V.


(14)

2

Ketika flare berlangsung, maka akan terjadi lemparan partikel bermuatan yang didominasi elektron dan menyebabkan timbulnya suatu kejutan. Akibat kejutan tersebut maka terjadilah suatu gelombang yang disebut gelombang kejut (shock wave) sebagai lontaran massa korona (coronal mass ejection/CME). Fenomena semburan radio Matahari yang terkait dengan dua kejadian ini adalah semburan radio Matahari tipe II dan tipe III, yaitu bahwa semburan radio Matahari tipe II terjadi karena lewatnya gelombang kejut dan semburan tipe III terjadi karena terlontarnya elektron energi (kecepatan) tinggi. Radiasinya terjadi melalui mekanisme radiasi plasma yaitu interaksi antara plasma setempat (ambient) dengan lewatnya partikel bermuatan. Frekuensi radiasi plasma berbanding lurus dengan akar kerapatannya (�= 8,98 �(�), N: kerapatan plasma), sementara kerapatan plasma Matahari berbanding terbalik menurut hukum pangkat dari ketinggian korona � =�0�104,32/� (Newkirk., 1961).

Penelitian ini difokuskan pada fenomena semburan radio Matahari tipe II. Berdasarkan mekanisme kejadiannya, semburan radio Matahari tipe II terkait dengan kejadian flare dan gelombang kejut atau CME. Gelombang kejut (shock

wave) mendorong paket-paket elektron yang berada di depannya dan ataupun

menyeretnya. Gelombang kejut akan merangsang osilasi plasma di korona dan medium antar planet, serta meningkatkan intensitas emisi pada medium tersebut. Mekanisme penjalaran antara semburan radio Matahari dan gelombang kejut atau CME ini berbeda. Semburan radio Matahari terjadi oleh radiasi elektromagnetik sehingga hanya membutuhkan waktu sekitar 8 menit untuk dapat teramati di Bumi dengan menggunakan radiospektrograf. Sedangkan gelombang kejut atau CME menjalar di medium antar planet sesuai dengan kecepatan muka gelombang kejut yang menyeretnya. Dampak lewatnya gelombang kejut terhadap atmosfer atas Bumi adalah terjadinya gangguan pada medan magnet Bumi, yaitu interaksi antara medan magnet Bumi dan medan magnet antar planet yang terbawa oleh muka gelombang kejut. Bahkan untuk gangguan yang lebih besar, dapat menyebabkan terjadinya badai magnet Bumi. Terdapat indikator magnet yang menggambarkan terjadinya gangguan medan magnet yang disebut dengan Dst (Disturbances Storm


(15)

3

Time). Badai magnet akan diindikasikan dengan adanya penurunan indeks Dst

secara signifikan (Moldwin., 2008).

Karena semburan tipe II telah dapat terdeteksi di landas Bumi hanya dalam waktu sekitar 8 menit semenjak flare terjadi, sementara penyebabnya (yaitu gelombang kejut) yang sekaligus merupakan penyebab dari terjadinya gangguan medan magnet Bumi yang baru akan sampai di atmosfer atas Bumi dalam beberapa puluh jam kemudian, sehingga semburan radio Matahari tipe II ini dapat dijadikan indikator dan prakiraan waktu kemungkinan akan terjadinya gangguan pada medan magnet Bumi tersebut. Analisisnya dilakukan dengan menggunakan data hasil pengamatan semburan radio Matahari berupa spektrum dinamik yang menggambarkan pergeseran frekuensi terhadap waktu pengamatan (df/dt). Untuk dapat memperoleh kecepatan pergeseran muka gelombang kejutnya, perlu dilakukan pengkonversian dari pergeseran frekuensi (df/dt) spektrum dinamik menjadi pergeseran posisi (dR/dt). Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan frekuensi plasma dan kerapatan plasma di korona Matahari yang berubah sebagai fungsi ketinggian N=N(R), yaitu kerapatan ini menurun seiring bertambahnya ketinggian korona (R). Dengan demikian dapat dihitung laju muka gelombang kejut dan waktu penjalaran (travel time) dari awal waktu kejadian semburan radio Matahari tipe II. Dengan adanya pengamatan semburan radio Matahari tipe II, kita dapat memantau secara real time dan menjadikannya sebagai informasi awal terhadap kemungkinan akan terjadinya gangguan pada medan magnet Bumi. Fenomena ini perlu diwaspadai terhadap kemungkinan dampak yang ditimbulkan, khususnya terhadap peralatan luar angkasa yang memiliki fungsi sebagai media komunikasi atau misi-misi yang lainnya.

Substansi utama makalah ini adalah akan mengemukakan pengujian waktu penjalaran (travel time) gelombang kejut yang diperoleh dari peristiwa semburan radio tipe II (sebagai travel time hitungan) dengan membandingkan waktu penjalaran yang dihitung dari awal kejadian flare sampai terlihat adanya penurunan indeks Dst yang signifikan, dimana hal tersebut mengindikasikan terjadinya gangguan pada medan magnet Bumi (sebagai travel time data).


(16)

4

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, diperlukan rumusan terhadap permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Adapun rumusan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut:

1. Berapakah nilai kelajuan gelombang kejut akibat dari flare?

2. Bagaimana memprediksi kemungkinan akan terjadinya gangguan medan magnet Bumi dengan menggunakan semburan radio Matahari tipe II sebagai indikatornya?

C. Batasan Masalah

Batasan masalah dari penelitian ini antara lain adalah:

1. Analisis tentang semburan radio Matahari tipe II diperoleh dengan menggunakan pendekatan kinematis. Pendekatan kinematis ini digunakan untuk membatasi permasalahan gerak suatu materi tanpa meninjau penyebab pergerakannya ataupun meninjau gaya-gaya yang mempengaruhinya.

2. Data yang dianalisis merupakan data semburan radio Matahari tipe II yang bersumber dari pengamatan radiospektrograf Matahari yang dioperasikan di Loka Pengamatan Dirgantara (LPD) LAPAN - Sumedang, didukung oleh data hasil pengamatan Culgoora Observatory Australia (http://www.ips.gov.au), The Green Bank Solar

Radio Bursts Spectrometer (GBSRBS) of National Radio Astronomy Observatory dan Bruny Island Radio Spectrometer (BIRS)

(http://gbsrbs.nrao.edu/). Data semburan radio Matahari tipe II yang dianalisis diperoleh dari tahun 2002 – 2012, dengan data yang digunakan merupakan data yang memiliki citra tampak jelas.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis kelajuan muka gelombang kejut pada peristiwa semburan


(17)

5

2. Menguji prakiraan kemungkinan akan terjadinya gangguan medan magnet Bumi dengan menggunakan data semburan radio Matahari tipe II sebagai indikatornya.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analitik. Dalam mengidentifikasi semburan radio Matahari tipe II ini, spektrum radio dinamik frekuensi versus waktu yang dihasilkan melalui pengamatan menggunakan radiospektrograf, akan digunakan sebagai data untuk menentukan kelajuan muka gelombang kejut yang akan sampai ke atmosfer atas Bumi, sehingga dapat dijadikan sebagai informasi awal atau prediksi kemungkinan adanya dampak/gangguan yang akan ditimbulkan.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah diharapkan dapat mengetahui kemungkinan akan terjadinya gangguan medan magnet Bumi, dimana fenomena ini berpotensi berdampak terhadap peralatan luar angkasa misalnya peralatan yang memiliki fungsi sebagai media komunikasi, sehingga kita dapat mengantisipasi untuk menghadapi kemungkinan gangguan-gangguan yang akan terjadi.

G. Struktur Organisasi Skripsi Bab I Pendahuluan

Pada bab ini dipaparkan mengenai latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, manfaat penelitian, serta struktur organisasi skripsi.

Bab II Tinjauan Pustaka

Pada bab ini dipaparkan mengenai Matahari, aktivitas Matahari serta dampak dari aktivitas Matahari.


(18)

6

Bab III Metode Penelitian

Pada bab ini dipaparkan mengenai metode dan desain penelitian, lokasi penelitian, instrumen penelitian, prosedur penelitian, serta bagan prosedur penelitan.

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pada bab ini dipaparkan mengenai data semburan radio Matahari tipe II, analisis peristiwa semburan radio Matahari tipe II terkait dengan nilai kelajuan muka gelombang kejut akibat dari flare, serta analisis peristiwa semburan radio Matahari tipe II terkait kemungkinan akan terjadinya gangguan medan magnet Bumi.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Pada bab ini dipaparkan mengenai kesimpulan dan saran yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan.


(19)

19

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian 1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analitik. Dalam mengidentifikasi semburan radio Matahari (solar radio bursts) tipe II, spektrum dinamik frekuensi versus waktu yang dihasilkan melalui pengamatan menggunakan spektrograf, akan digunakan sebagai data untuk menentukan kelajuan muka gelombang kejut yang akan sampai ke atmosfer atas Bumi.

2. Desain Penelitian

Penelitian ini terdiri dari serangkaian proses yaitu pengambilan data semburan radio Matahari (solar radio bursts) dengan menggunakan radiospektrograf. Sinyal radio yang diterima oleh radiospektrograf akan diolah dan hasilnya akan ditampilkan pada monitor berupa informasi aktivitas Matahari ditinjau dari segi pengamatan secara radio. Langkah selanjutnya dilakukan analisis terhadap data semburan radio Matahari (solar radio bursts) tipe II untuk kemudian dilakukan analisis terhadap laju dari muka gelombang kejutnya.

Spektrum radio dinamik yang merupakan wujud hasil pengamatan dari semburan radio Matahari menggambarkan pergeseran frekuensi rata-rata terhadap waktu pengamatan (df/dt). Untuk dapat memperoleh kecepatan pergeseran muka gelombang kejut (shock front), perlu konversi pergeseran frekuensi (df/dt) spektrum dinamik menjadi pergeseran posisi (dR/dt). Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan frekuensi plasma dan kerapatan plasma di korona Matahari yang berubah sebagai fungsi ketinggian N=N(R), kerapatan ini menurun seiring bertambahnya ketinggian korona (R), sehingga didapatkan frekuensinya sebesar

= 8,98 �(�) (3.1)

Newkirk (1961) menuliskan model kerapatan korona yang didasarkan atas pengamatan K-coronameter, dengan persamaan :


(20)

20

� � =�0 104,32/� (3.2)

Keterangan:

R = ketinggian korona dari pusat Matahari (satuan jejari Matahari, R ≅7x105 km) No = konstanta kerapatan korona

(No = 4,2x104 untuk kondisi Matahari tenang (Newkirk, 1961), dan

No = 8,3x104 untuk kondisi Matahari aktif (Caroubalos, C. dkk, 2004)).

Dari persamaan (3.1) dan (3.2), dapat diperoleh konversi spektrum dinamik dari pergeseran frekuensi (df/dt) menjadi pergeseran posisi (dR/dt) melalui konversi formula yang diturunkan dari Newkirk (1961):

=

2,16

2592874 (3.3)

dengan f adalah frekuensi plasma yang dinyatakan dalam MHz, sedangkan R adalah ketinggian muka shock.

Untuk mendapatkan kecepatan muka gelombang kejut dari pergeseran frekuensi (df/dt) tersebut diperoleh dengan:

� �

=

� �� �� �� ��

�� (3.4)

dimana dR/dt merupakan kecepatan pergeseran frekuensi rata-rata yang menyatakan kecepatan gelombang kejut.

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di beberapa tempat yaitu:

1. Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa (Pusfasainsa) – LAPAN, Bandung. 2. Loka Pengamatan Dirgantara (LPD) LAPAN - Sumedang.

C. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan radiospektrograf Matahari. Radiospektrograf ini merupakan radiometer yang bekerja dalam rentang frekuensi tertentu. Di Loka Pengamatan Dirgantara


(21)

21

LAPAN - Sumedang dioperasikan sistem radiospektrograf Matahari yang bekerja pada rentang frekuensi 57 MHz - 1800 MHz.

Perangkat radiospektrograf terdiri dari peralatan luar ruangan dan dalam ruangan. Peralatan luar ruangan yaitu antena beserta subsistemnya dan

preamplifier yang berfungsi sebagai penerima sinyal radio. Sinyal yang diterima

oleh preamplifier tersebut akan dihubungkan ke bagian sistem dalam ruangan yang selanjutnya akan dilakukan pengolahan dan pemrosesan data dan hasilnya akan ditampilkan pada monitor berupa informasi aktivitas Matahari.

Gambar 3.1 Perangkat radiospektrograf.

(Sumber: Suratno, Media Dirgantara, 2 Juni 2011)

D. Prosedur Penelitian 1. Pengambilan Data

Data semburan radio Matahari (solar radio bursts) yang akan dianalisis diperoleh dari hasil pengamatan radiospektrograf Matahari yang dioperasikan di Loka Pengamatan Dirgantara (LPD) LAPAN - Sumedang, didukung oleh data hasil pengamatan Culgoora Observatory Australia (http://www.ips.gov.au), The

Green Bank Solar Radio Bursts Spectrometer (GBSRBS) of National Radio Astronomy Observatory dan Bruny Island Radio Spectrometer (BIRS)

(http://gbsrbs.nrao.edu/). Data ini berupa citra spektrum dinamik semburan radio yang dinyatakan dalam format frekuensi versus waktu. Serta data Dst yang


(22)

22

memperlihatkan grafik aktifitas magnet Bumi yang dapat diperoleh dari Data

Center For Geomagnetism Kyoto (http://wdc.kugi.kyoto-u.ac.jp/).

2. Langkah Kegiatan Penelitian

Langkah-langkah kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Pengumpulan data kejadian semburan radio Matahari (solar radio bursts) yang diperoleh dari hasil pengamatan radiospektrograf Matahari.

b. Konversi pergeseran frekuensi (df/dt) spektra dinamik menjadi pergeseran posisi (dR/dt), sehingga akan diketahui laju muka gelombang kejutnya. Berikut adalah urutan pengkonversian datanya:

Tabel 3.1 Contoh pengkonversian data pada perhitungan kelajuan muka gelombang kejut pada peristiwa semburan radio Matahari tipe II.

No. f (Hz) t (s) R (km) ∆� ∆ ∆�

∆ =�

1. f1 t1 R1

2. f2 t2 R2 (R2 - R1) (t2 - t1) V1

3. f3 t3 R3 (R3– R2) (t3– t2) V2

. . .

n. fn tn Rn (Rn - Rn-1) (tn– tn-1) Vn

3. Pengolahan Data

Berdasarkan persamaan (3.3), kita dapat memperoleh kelajuan muka gelombang kejut pada peristiwa semburan radio Matahari tipe II. Dengan urutan pengolahan datanya adalah sebagai berikut:


(23)

23

Gambar 3.2 Contoh data radiospektrograf

(Sumber: Bruny Island Radio Spectrometer (BIRS))

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah dengan melihat gambar data spektrograf tersebut menggunakan perangkat lunak editor gambar Microsoft Paint atau Adobe Photoshop. Dalam hal ini penulis menggunakan perangkat lunak Microsoft Paint untuk pengolahan datanya.

Gambar 3.3 Tampilan data semburan radio Matahari menggunakan Microsoft Paint. (Sumber: Bruny Island Radio Spectrometer (BIRS))

Di bagian sudut kiri bawah gambar yang diberi tanda berupa elips adalah merupakan koordinat gambar dalam piksel. Angka ini yang berubah-ubah ketika


(24)

24

kita menggerakan cursor pada bidang gambar. Format koordinat piksel tersebut adalah (x, y). Titik (x, y) = (0, 0) terletak pada sudut kiri atas gambar. Nilai x bertambah ke kanan, sedangkan y bertambah ke bawah.

Berdasarkan data radiospektrograf di atas, untuk mempermudah dalam menganalisis datanya, dibuatlah garis yang dapat merepresentasikan kejadian semburan radio Matahari tersebut. Dari garis yang telah dibuat, kita dapat mulai menentukan nilai titik-titik pada garis tersebut yang merepresentasikan hubungan frekuensi plasma terhadap waktu selama terjadi semburan radio Matahari. Semakin banyak titik yang digunakan, maka hasil yang diperoleh akan semakin baik.

Data yang diperoleh dari gambar, akan digunakan untuk menentukan persamaan konversi dari koordinat gambar dalam piksel ke koordinat plot. Terlebih dahulu kita tentukan dua titik untuk menentukan konversi pada masing-masing koordinat. Dalam penentuan posisi ini dianjurkan untuk menggunakan dua titik yang selisihnya paling besar, hal tersebut dilakukan untuk meminimalisai galat perhitungan. Untuk menentukan persamaan konversi sumbu horisontal dan vertikal linier, digunakan persamaan sebagai berikut:

= 1−2 + 1 2− 2 1

1− 2

(3.5)

dan

= 1−2 + 1 2− 2 1

1− 2

(3.6)

dengan t dan f adalah koordinat pada plot sedangkan x dan y adalah koordinat pada gambar dalam satuan piksel. Selanjutkan untuk melakukan perhitungan kelajuan muka gelombang kejut, berikut adalah contoh urutan untuk perhitungan kelajuan gelombang kejut pada peristiwa semburan radio Matahari tipe II seperti yang ditunjukkan pada gambar di atas:

a. Hal pertama yang dilakukan adalah menentukan nilai titik-titik yang akan digunakan untuk mendapatkan persamaan konversi (data yang digunakan adalah data semburan radio Matahari tipe II yang terjadi pada tanggal 6 Juli 2012) yaitu:


(25)

25

Tabel 3.2 Nilai titik-titik yang digunakan untuk menentukan persamaan konversi.

No. t x f y

1. 23:02 81 10 272

2. 23:16 532 60 21

b. Substitusikan nilai yang telah didapat pada Tabel 3.2 ke dalam persamaan (3.5) dan (3.6), sehingga akan diperoleh persamaan konversi berikut ini:

=14 +622148

451 (3.7)

=−50 +16110

251 (3.8) c. Substitusikan nilai titik-titik pada garis yang telah dibuat sebelumnya pada

persamaan (3.7) dan (3.8), dan didapatkan hasillnya sebagai berikut:

Tabel 3.3 Contoh perhitungan kelajuan partikel dan muka gelombang kejut pada peristiwa semburan radio Matahari tipe II.

No. f

(MHz) t (menit) R (km) ∆� (km) ∆ (s) ∆� ∆ =� (km/s) 1. 60,1992 1388,457 1091221

2. 46,65339 1388,767 1187474 96252,31 18,62528 5167,832 3. 39,68127 1389,078 1257930 70455,93 18,62528 3782,812 4. 36,69323 1389,388 1295094 37164,64 18,62528 1995,387 5. 34,9004 1389,698 1320049 24955,03 18,62528 1339,847 6. 32,90837 1390,009 1350581 30532,17 18,62528 1639,287 7. 31,71315 1390,319 1370536 19954,57 18,62528 1071,371 8. 29,92032 1390,63 1403146 32609,89 18,62528 1750,841 9. 29,12351 1390,94 1418804 15658,31 18,62528 840,7019 10. 28,12749 1391,251 1439514 20709,84 18,62528 1111,921 11. 26,53386 1391,561 1475616 36101,86 18,62528 1938,326 12. 25,73705 1391,871 1495219 19602,85 18,62528 1052,486 13. 25,33865 1392,182 1505452 10233,02 18,62528 549,4156


(26)

26

Untuk menentukan besar kelajuan muka gelombang kejut, dapat diperoleh melalui nilai Vrata-rata atau dapat juga diperoleh dari nilai Vmedian. Dalam hal

ini penulis menggunakan nilai Vmedian untuk pengolahan datanya.

Berdasarkan data nilai kelajuan pada Tabel 3.3 di atas, didapatkan Vmedian

sebesar 1695,06 km/s. Setelah nilai kelajuan partikel tersebut diperoleh, maka kita dapat menganalisisnya untuk kemudian dapat mengetahui kemungkinan sampainya partikel tersebut ke atmosfer Bumi.

Pada contoh di atas, dengan nilai kelajuan sebesar 1695,06 km/s, maka diperkirakan gelombang kejut akan sampai ke Bumi dalam jangka waktu:

150 106

1695,06 / = 88492.44 = 24,52 �

dengan demikian, gelombang kejut akan mencapai atmosfer atas Bumi setelah kira-kira 24,52 jam sejak awal peristiwa semburan radio Matahari tipe II tersebut terjadi, yaitu sekitar tanggal 8 Juli 2012 pada pukul 5:25:07 UT.

d. Lakukan pencocokkan data antara waktu tiba gelombang kejut hasil perhitungan berdasarkan peristiwa semburan radio Matahari tipe II dengan data Dst yang memperlihatkan grafik aktifitas magnet Bumi yang diunduh dari wdc.kugi.kyoto-u.ac.jp/.

Berdasarkan perolehan perhitungan kelajuan gelombang kejut di atas, bahwa diperkirakan akan terjadi fenomena di atmosfer atas Bumi pada tanggal 8 Juli 2012, kita dapat membandingkannya dengan data Dst sebagai indikator terjadinya badai magnet Bumi yang diakibatkan karena adanya peristiwa semburan radio Matahari tipe II. Berikut adalah data Dst yang terjadi pada bulan Juli 2012:


(27)

27

Gambar 3.4 Grafik data Dst sepanjang bulan Juli 2012. (Sumber: wdc.kugi.kyoto-u.ac.jp/)

e. Analisis data

Setelah dicocokkan dengan data Dst, ternyata tepat pada tanggal 8 Juli 2012 terjadi penurunan grafik Dst, yang mana hal tersebut menunjukkan bahwa pada saat itu sedang terjadi badai magnet Bumi. Dengan demikian, kesimpulannya adalah prediksi perhitungan akan munculnya badai magnet Bumi menggunakan semburan radio Matahari tipe II sebagai indikatornya adalah benar. Namun tentu saja prediksi tersebut tidak sepenuhnya sama. Terdapat perbedaan/selisih waktu (∆t) kejadian antara hasil perhitungan dengan kejadian sebenarnya. Waktu penjalaran (travel time) berdasarkan perhitungan (travel time hitungan) diperoleh dengan cara membagi jarak Matahari – Bumi terhadap kelajuan gelombang kejutnya, sehingga akan didapatkan waktu penjalarannya untuk sampai ke atmosfer atas Bumi. Sementara itu, merujuk pada data terjadinya badai magnet Bumi, waktu penjalaran gelombang kejut berdasarkan data pengamatan (travel time data) diperoleh dengan cara menghitung beda waktu antara waktu awal terjadinya semburan radio Matahari tipe II dengan waktu puncak Dst. Alasan diambilnya waktu puncak Dst karena sulitnya menetapkan waktu awal terjadinya badai. Selanjutnya perbedaan antara travel time hitungan dan travel time data akan dibandingkan sehingga diperoleh nilai sesatannya atau kesalahannya.


(28)

28

E. Bagan Prosedur Penelitian

Dari seluruh rangkaian langkah-langkah yang dilakukan dalam proses penelitian, secara sederhana disajikan dalam bagan prosedur penelitian seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.5 berikut:

Gambar 3.5 Bagan prosedur penelitian

Flare

Semburan radio Matahari tipe II

Kelajuan muka gelombang

kejut

Waktu penjalaran (travel time) hitungan

Gangguan magnet Bumi yang diindikasikan dengan

adanya penurunan indeks Dst

Kesimpulan Analisis

Gelombang kejut atau CME

Waktu penjalaran (travel time) data

Start time


(29)

37

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Pada peristiwa semburan radio Matahari tipe II, flare yang besar/kuat menyebabkan lewatnya gelombang kejut (shock wave). Hal ini mempengaruhi kondisi atmosfer dan kemagnetan planet-planet di Tata Surya termasuk Bumi, sehingga berpotensi menimbulkan badai geomagnet atau badai magnet Bumi. Oleh karena itu, semburan radio Matahari tipe II dikatakan sebagai indikator kemungkinan terjadinya badai tersebut, sehingga pengamatan menggunakan radiospektrograf sangat diperlukan agar ketika terdeteksi adanya semburan radio Matahari tipe II, dapat diprakirakan kemungkinan terjadinya badai magnet Bumi.

Melalui serangkaian pengolahan data yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Besarnya nilai rentang kelajuan muka gelombang kejut dari semburan radio Matahari tipe II yang diamati yaitu berkisar antara 372 km/s – 1557 km/s, dengan nilai median kelajuan muka gelombang kejut sebesar 629,19 km/s. Hasil perhitungan juga menunjukkan rentang kelajuan muka gelombang kejut terbanyak yaitu terdapat pada rentang 500 – 1000 km/s, dengan lamanya waktu penjalaran (travel time) gelombang kejut untuk sampai ke atmosfer atas Bumi berdasarkan data riil dan hasil perhitungan yaitu berkisar antara 14,95 jam sampai 127,35 jam (1-5 hari) sejak awal peristiwa semburan radio Matahari tipe II.

2. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, hasil pengujian menunjukkan bahwa semburan radio Matahari tipe II dapat dijadikan sebagai indikator prakiraan kemungkinan akan terjadinya gangguan medan magnet Bumi. Hal tersebut dapat dilihat dengan adanya penurunan signifikan pada indeks Dst yang menggambarkan terjadinya badai magnet Bumi.


(30)

38

B.Saran

Berdasarkan besarnya manfaat yang diberikan dari penelitian semburan radio Matahari tipe II terhadap kemungkinan terjadinya anomali di atmosfer atas Bumi berupa terjadinya gangguan pada medan magnet Bumi, maka diperlukan adanya perhitungan cepat penentuan kelajuan gelombang kejut supaya dapat dibuat prakiraan/prediksi sebagai upaya sistem peringatan dini kemungkinan akan terjadinya gangguan di atmosfer atas Bumi. Informasi yang diperoleh selanjutnya dapat disebarluaskan melalui media atau situs web, sehingga pihak-pihak yang berkepentingan mengetahui fenomena yang sedang terjadi serta dapat mengantisipasi terhadap segala kemungkinan dampak atau gangguan yang akan ditimbulkannya. Selain itu, untuk memudahkan dalam menganalisis/pengolahan datanya, maka disarankan perlunya dibuat perangkat lunak yang dapat membuat suatu model fisis mengenai keterkaitan antara peristiwa semburan radio Matahari tipe II dengan gelombang kejut dan gangguan medan magnet Bumi yang ditimbulkannya, dikarenakan sejauh ini metode perhitungan yang dipakai masih menggunakan cara manual.


(31)

39

DAFTAR PUSTAKA

Appleton, E.V., Hey, J.S. 1946. Solar radio noise, Phil. Mag. Res.7, 37: 73-84.

Caroubalos, C., Hillaris, A., Bouratzis, C., E.Alisandrakis, C., Preka-papadema, P., Polygiannkis, J., Tsitsipis, P., Kontogeorgos, A., Mousssas, X., Bougeret, J.L., Dumas, G. and Perche, C. 2004. Solar type II and type IV

radio burts observed during 1998-2000 with the ARTEMIS-IV radiospectrograph, Astronomy & Astrophysics 413, 1125-1133.

Gopalswamy, N. 2008. Solar Connections of Geoeffective Magnetic Structures.

Journal of Atmospheric And Solar-Terrestrial Physics.

doi:10.1016/j.jastp.2008.06.010.

IPS, 1995, The Interpretation of Solar Spectral, (Manual).

Lin R. P., D. W. Potter, D. A. Gurnett, dan F. L. Scarf. 1981. Energetic Electrons

and Plasma Wave Associated with a Solar Type III Radio Bursts,

Astrophysical Journal, vol.251, p.364 -373.

McLean, D. J., Labrum, N. R. 1985. Solar radiophysics. Cambridge: Cambridge University Press.

Moldwin, M. 2008. An Introduction To Space Weather. Cambridge: Cambridge University Press.

Newkirk, G.Jr. 1961. The Solar Corona in Active Regions and The Thermal

Origin of The Slowly Varying Component of Solar Radio Radiation,

Astrophysical Journal, vol.133, p.983.

Robinson R.D., Stewart R.T., Cane H.V. 1984. Properties of Metre-wavelength

Solar Radio Bursts Associated with Interplanetary Tipe II Emission. Solar

Physics Journal, vol.91, p.159.

Sulistiani, S. 2009. Digitasi dan Rekonstruksi Gambar Plot 2-Dimensi Contoh

Kasus: Data Spektograf Radio Matahari 31 Desember 2007, dalam

Matahari dan Lingkungan Antariksa. Bandung: Massma Publishing. Suprijatno, dkk. 1997. Proceeding Program Penelitian 1996/1997. Puslitbang


(32)

40

Suratno. 2009. Semburan Radio Matahari: Proses Dan Karakteristik. Makalah pada Kolokium Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa LAPAN, Bandung. Suratn 2011. Mengintip Matahari Dengan Antena Parabola. Majalah Sains dan

Teknologi Dirgantara, vol.6, p.4-6.

Tandberg-Hanseen, E. dan Emslie, A. G. 1988. The Physics of Solar Flare. Cambridge: Cambridge University Press.

Wild, J.P., S.F. Smerd, dan A.A.Weiss. 1963. Solar Bursts Ann. Rev. Astron. Astrophys., 1, 291-366.


(1)

Tari Fitriani, 2013

Gambar 3.4 Grafik data Dst sepanjang bulan Juli 2012. (Sumber: wdc.kugi.kyoto-u.ac.jp/)

e. Analisis data

Setelah dicocokkan dengan data Dst, ternyata tepat pada tanggal 8 Juli 2012 terjadi penurunan grafik Dst, yang mana hal tersebut menunjukkan bahwa pada saat itu sedang terjadi badai magnet Bumi. Dengan demikian, kesimpulannya adalah prediksi perhitungan akan munculnya badai magnet Bumi menggunakan semburan radio Matahari tipe II sebagai indikatornya adalah benar. Namun tentu saja prediksi tersebut tidak sepenuhnya sama. Terdapat perbedaan/selisih waktu (∆t) kejadian antara hasil perhitungan dengan kejadian sebenarnya. Waktu penjalaran (travel time) berdasarkan perhitungan (travel time hitungan) diperoleh dengan cara membagi jarak Matahari – Bumi terhadap kelajuan gelombang kejutnya, sehingga akan didapatkan waktu penjalarannya untuk sampai ke atmosfer atas Bumi. Sementara itu, merujuk pada data terjadinya badai magnet Bumi, waktu penjalaran gelombang kejut berdasarkan data pengamatan (travel time data) diperoleh dengan cara menghitung beda waktu antara waktu awal terjadinya semburan radio Matahari tipe II dengan waktu puncak Dst. Alasan diambilnya waktu puncak Dst karena sulitnya menetapkan waktu awal terjadinya badai. Selanjutnya perbedaan antara travel time hitungan dan travel time data akan dibandingkan sehingga diperoleh nilai sesatannya atau kesalahannya.


(2)

E. Bagan Prosedur Penelitian

Dari seluruh rangkaian langkah-langkah yang dilakukan dalam proses penelitian, secara sederhana disajikan dalam bagan prosedur penelitian seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.5 berikut:

Gambar 3.5 Bagan prosedur penelitian Flare

Semburan radio Matahari tipe II

Kelajuan muka gelombang

kejut

Waktu penjalaran (travel time) hitungan

Gangguan magnet Bumi yang diindikasikan dengan

adanya penurunan indeks Dst

Kesimpulan Analisis

Gelombang kejut atau CME

Waktu penjalaran (travel time) data Start


(3)

Tari Fitriani, 2013

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Pada peristiwa semburan radio Matahari tipe II, flare yang besar/kuat menyebabkan lewatnya gelombang kejut (shock wave). Hal ini mempengaruhi kondisi atmosfer dan kemagnetan planet-planet di Tata Surya termasuk Bumi, sehingga berpotensi menimbulkan badai geomagnet atau badai magnet Bumi. Oleh karena itu, semburan radio Matahari tipe II dikatakan sebagai indikator kemungkinan terjadinya badai tersebut, sehingga pengamatan menggunakan radiospektrograf sangat diperlukan agar ketika terdeteksi adanya semburan radio Matahari tipe II, dapat diprakirakan kemungkinan terjadinya badai magnet Bumi.

Melalui serangkaian pengolahan data yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Besarnya nilai rentang kelajuan muka gelombang kejut dari semburan radio Matahari tipe II yang diamati yaitu berkisar antara 372 km/s – 1557 km/s, dengan nilai median kelajuan muka gelombang kejut sebesar 629,19 km/s. Hasil perhitungan juga menunjukkan rentang kelajuan muka gelombang kejut terbanyak yaitu terdapat pada rentang 500 – 1000 km/s, dengan lamanya waktu penjalaran (travel time) gelombang kejut untuk sampai ke atmosfer atas Bumi berdasarkan data riil dan hasil perhitungan yaitu berkisar antara 14,95 jam sampai 127,35 jam (1-5 hari) sejak awal peristiwa semburan radio Matahari tipe II.

2. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, hasil pengujian menunjukkan bahwa semburan radio Matahari tipe II dapat dijadikan sebagai indikator prakiraan kemungkinan akan terjadinya gangguan medan magnet Bumi. Hal tersebut dapat dilihat dengan adanya penurunan signifikan pada indeks Dst yang menggambarkan terjadinya badai magnet Bumi.


(4)

B.Saran

Berdasarkan besarnya manfaat yang diberikan dari penelitian semburan radio Matahari tipe II terhadap kemungkinan terjadinya anomali di atmosfer atas Bumi berupa terjadinya gangguan pada medan magnet Bumi, maka diperlukan adanya perhitungan cepat penentuan kelajuan gelombang kejut supaya dapat dibuat prakiraan/prediksi sebagai upaya sistem peringatan dini kemungkinan akan terjadinya gangguan di atmosfer atas Bumi. Informasi yang diperoleh selanjutnya dapat disebarluaskan melalui media atau situs web, sehingga pihak-pihak yang berkepentingan mengetahui fenomena yang sedang terjadi serta dapat mengantisipasi terhadap segala kemungkinan dampak atau gangguan yang akan ditimbulkannya. Selain itu, untuk memudahkan dalam menganalisis/pengolahan datanya, maka disarankan perlunya dibuat perangkat lunak yang dapat membuat suatu model fisis mengenai keterkaitan antara peristiwa semburan radio Matahari tipe II dengan gelombang kejut dan gangguan medan magnet Bumi yang ditimbulkannya, dikarenakan sejauh ini metode perhitungan yang dipakai masih menggunakan cara manual.


(5)

Tari Fitriani, 2013

DAFTAR PUSTAKA

Appleton, E.V., Hey, J.S. 1946. Solar radio noise, Phil. Mag. Res.7, 37: 73-84. Caroubalos, C., Hillaris, A., Bouratzis, C., E.Alisandrakis, C., Preka-papadema,

P., Polygiannkis, J., Tsitsipis, P., Kontogeorgos, A., Mousssas, X., Bougeret, J.L., Dumas, G. and Perche, C. 2004. Solar type II and type IV radio burts observed during 1998-2000 with the ARTEMIS-IV radiospectrograph, Astronomy & Astrophysics 413, 1125-1133.

Gopalswamy, N. 2008. Solar Connections of Geoeffective Magnetic Structures. Journal of Atmospheric And Solar-Terrestrial Physics. doi:10.1016/j.jastp.2008.06.010.

IPS, 1995, The Interpretation of Solar Spectral, (Manual).

Lin R. P., D. W. Potter, D. A. Gurnett, dan F. L. Scarf. 1981. Energetic Electrons and Plasma Wave Associated with a Solar Type III Radio Bursts, Astrophysical Journal, vol.251, p.364 -373.

McLean, D. J., Labrum, N. R. 1985. Solar radiophysics. Cambridge: Cambridge University Press.

Moldwin, M. 2008. An Introduction To Space Weather. Cambridge: Cambridge University Press.

Newkirk, G.Jr. 1961. The Solar Corona in Active Regions and The Thermal Origin of The Slowly Varying Component of Solar Radio Radiation, Astrophysical Journal, vol.133, p.983.

Robinson R.D., Stewart R.T., Cane H.V. 1984. Properties of Metre-wavelength Solar Radio Bursts Associated with Interplanetary Tipe II Emission. Solar Physics Journal, vol.91, p.159.

Sulistiani, S. 2009. Digitasi dan Rekonstruksi Gambar Plot 2-Dimensi Contoh Kasus: Data Spektograf Radio Matahari 31 Desember 2007, dalam Matahari dan Lingkungan Antariksa. Bandung: Massma Publishing. Suprijatno, dkk. 1997. Proceeding Program Penelitian 1996/1997. Puslitbang


(6)

Suratno. 2009. Semburan Radio Matahari: Proses Dan Karakteristik. Makalah pada Kolokium Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa LAPAN, Bandung. Suratn 2011. Mengintip Matahari Dengan Antena Parabola. Majalah Sains dan

Teknologi Dirgantara, vol.6, p.4-6.

Tandberg-Hanseen, E. dan Emslie, A. G. 1988. The Physics of Solar Flare. Cambridge: Cambridge University Press.

Wild, J.P., S.F. Smerd, dan A.A.Weiss. 1963. Solar Bursts Ann. Rev. Astron. Astrophys., 1, 291-366.