Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Kemandirian Remaja di Balai Rehabilitasi Sosial Pamardi Utomo Boyolali dengan Permainan Simulasi T1 132009079 BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia
mempunyai berbagai macam kebutuhan salah satunya adalah
kebutuhan akan penghargaan. Seorang yang mencapai aktualisasi diri memiliki
sifat-sifat khusus pengaktualisasi yang salah satunya yaitu kebutuhan akan privasi
dan kemandirian. Individu akan berusaha untuk menjadi pribadi yang mandiri
untuk mencapai aktualisasi diri.
Selaras dengan pendapat yang dikemukakan Maslow (1994) bahwa
kemandirian merupakan salah satu dari tingkat kebutuhan manusia yang disebut
sebagai kebutuhan otonomi, dan tercantum dalam kebutuhan akan penghargaan. Ia
juga menambahkan bahwa seorang yang mencapai aktualisasi diri memiliki sifatsifat khusus pengaktualisasi yang salah satunya yaitu kebutuhan akan privasi dan
kemandirian, dimana orang yang mengaktualisasikan diri dalam memenuhi
kebutuhannya tidak membutuhkan orang lain.
Watson dan Lindgren (dalam Suherman, 2008) menyatakan bahwa
kemandirian adalah kebebasan untuk mengambil inisiatif, mengatasi hambatan,
gigih dalam usaha dan melakukan sendiri segala sesuatu tanpa bantuan orang lain.
Di era globalisasi yang pesat, kemandirian sudah mulai berkembang jauh
sebelum mencapai tahap dewasa. Hal ini bisa dilihat dari kebiasaan seorang anak
kecil yang kerap mengatakan ‘tidak’ terhadap berbagai hal yang diminta atau
disuruh untuk dilakukan oleh orang tua atau pengasuhnya. Dari contoh ini terlihat
bahwa dari sejak dini seorang individu selalu mencoba untuk terlepas dari orang
1
lain dan memiliki ‘kekuasaan’ atas dirinya sendiri. Kemandirian berkembang pada
tiap tahapan sesuai dengan usia dan tuntunan pada tiap tahapnya.
Apabila hal kemandirian tidak dicapai, remaja akan cenderung lebih
menggantungkan dirinya dengan orang lain. Perilaku remaja yang demikian akan
membentuk rasa tanggung jawab yang rendah sehingga dalam melakukan suatu
tidak secara maksimal. Tidak adanya kemandirian ini dibentuk di keluarga,
sekolah, bahkan di lembaga sosial.
Panti asuhan adalah salah satu tempat untuk menampung anak-anak yang
terlantar. Pada umumnya anak-anak yang ditampung seperti, yatim piatu, anakanak jalanan, anak-anak dari keluarga yang berlatarbelakang miskin. Panti asuhan
sekarang sudah diubah menjadi Balai Rehabilitasi Sosial.
Anak-anak yang ditelantarkan oleh orang tuanya sejak kecil, anak-anak
jalanan (anak punk, pengamen) dirawat dan dididik untuk menjadi anak yang
mandiri dan mewujudkan masa depan anak yang lebih baik. Karena terbatasnya
waktu pertemuan anak pengasuh dengan anak asuh maka, anak asuh kurang
perhatian, kasih sayang, dibandingkan dengan anak-anak yang berada pada
didikan orang tuanya. Penulis mencoba mengujikan suatu bentuk layanan
bimbingan yang dapat dilakukan di panti asuhan.
Penulis melakukan observasi mengenai kemandirian di Balai Rehabilitasi
Sosial “Pamardi Utomo” Boyolali. Hasilnya menunjukkan bahwa anak-anak tidak
membersihkan dan menata kamarnya setiap pagi, tidak menata pakaian dalam
lemari. melakukan piket pagi dengan paksaan, tempat pengeringan pakaian yang
tidak dipergunakan dengan baik dan pada malam hari anak-anak tidak mempunyai
2
kesadaran untuk mengulang mata pelajaran atau mengerjakan pekerjaan rumah hal
ini membuktikan bahwa kemandirian anak yang rendah akan menimbulkan
tanggung jawab yang rendah pula terhadap kewajibannya sendiri.
Dari hasil observasi penulis kemudian melakukan pra penelitian dengan skala
kemandirian yang diadaptasi dari Masrun (1986) berdasarkan teori Allen L.
Edward (1959) dan dimodifikasi oleh penulis.
Tabel 1.1 Prosentase Hasil Pra Penelitian Kemandirian
Katagori
Interval
Frekuensi
Prosentase
Rendah
70 – 139
19
64 %
Cukup
140 – 209
8
26 %
Tinggi
210 - 279
3
10 %
30
100 %
Total
Berdasarkan hasil tabel di atas menunjukkan bahwa dari 30 anak yang
mengisi skala dengan kategori rendah berjumlah 19 anak, katagori cukup 8 anak
dan katagori tinggi 3 anak. Hal diatas menunjukkan bahwa sebagian anak asuh di
Balai Rehabilitas Sosial ”Pamardi Utomo” Boyolali cenderung rendah
kemandiriannya.
Apabila hal ini diabaikan, akan berakibat fatal untuk masa sekarang dan masa
depan anak. Jika anak asuh tidak segera dilayani, anak akan terus
menggantungkan dirinya dengan orang lain, tidak memiliki percaya diri untuk
mengambil keputusan, tidak berani mengambil resiko, tidak adanya inisiatif
sehingga anak tidak mendapatkan pengalaman hidup yang bermakna bagi
kehidupannya yang akan datang. Salah satu cara menanggulangi dampak tersebut
dengan memberi layanan dengan bimbingan kelompok.
3
Bimbingan kelompok yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan sejumlah
peserta didik secara bersama-sama memperoleh berbagai bahan dari nara sumber
tertentu (terutama dari pembimbing atau konselor) yang berguna untuk menunjang
kehidupannya sehari-hari baik individu maupun sebagai pelajar, anggota keluarga
dan masyarakat serta untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan (Sukardi,
2002).
Fungsi utama dari bimbingan kelompok adalah fungsi pemahaman dan fungsi
pemeliharaan dan pengembangan. Fungsi pemahaman, yaitu pemahaman dirinya
sendiri dan lingkungan sekitarnya. Fungsi pemeliharaan dan pengembangan, yaitu
fungsi yang akan menghasilkan terpeliharanya perkembangan dirinya secara
mantap dan berkelanjutan (Sukardi, 2002).
. Salah satu jenis teknik bimbingan kelompok adalah permainan simulasi.
Menurut Romlah (1989) teknik permainan simulasi terdiri dari dua kata yaitu
permainan dan simulasi. Permainan merupakan aktivitas yang menyenangkan,
ringan, bersifat kompetitif atau kedua-duanya. Sedang simulasi merupakan meniru
situasi-situasi tertentu yang merupakan representasi dari kehidupan nyata.
Permainan simulasi merupakan gabungan antara permainan dan simulasi, para
pemain melakukan aktivitas simulasi dan mereka memperoleh balikan dari
aktivitas permainan tersebut.
Permainan simulasi mempunyai berbagai keunggulan yaitu, peserta dapat
membiasakan diri untuk memahami permasalahan sosial yang ada dalam
kelompok, dapat membina hubungan personal yang positif, dapat membangkitkan
imajinasi. Selain itu, permainan simulasi juga dapat membina hubungan yang
4
komunikatif dan kerjasama dalam kelompok, lebih mudah dicerna maksud dan
tujuan dari layanan.
Ketepatan dalam pemilihan teknik akan dapat mempengaruhi efektivitas
pencapaian tujuan bimbingan. Agar suatu layanan dapat berlangsung secara
efektif dari awal hingga akhir, bisa saja digunakan sejumlah teknik secara variatif,
seperti pada awalnya ceramah kemudian divariasi dengan diskusi kelompok
maupun permainan. Salah satunya dengan teknik permainan simulasi.
Menurut hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Astati (2009) yang berjudul
peningkatan kemandirian remaja melalui bimbingan kelompok panti asuhan
Wiloso Utomo Salatiga dengan hasil analisis yang diperoleh p=0,001 < 0,05,
sehingga ada perbedaan yang signifikan kemandirian remaja pada aspek bebas
yang bertanggung jawab antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
setelah kelompok diberi layanan. Hal ini menunjukkan bahwa ada peningkatan
yang signifikan pada kemandirian remaja.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik melakukan
penelitian yang berjudul ”peningkatan kemandirian anak usia 13 sampai 19 tahun
melalui bimbingan kelompok dengan teknik permainan simulasi di Balai
Rehabilitasi Sosial Pamardi Utomo Boyolali”
5
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan, dapat dirumuskan
permasalahan penelitian sebagai berikut :
“Apakah bimbingan kelompok dengan teknik permainan simulasi dapat
meningkatkan signifikansi kemandirian remaja di Balai Rehabilitas Sosial
Pamardi Utomo Boyolali?”.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
Untuk mengetahui signifikansi peningkatan kemandirian remaja di Balai
Rehabilitasi Sosial Pamardi Utomo Boyolali dengan teknik permainan simulasi.
1.4 Manfaat Penelitian
a.
Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi disiplin ilmu
khususnya bimbingan dan konseling tentang efektifitas bimbingan kelompok
dengan teknik simulasi permainan untuk meningkatkan kemandirian anak
usia 13 sampai 19 tahun. Apabila dalam penelitian ini menunjukkan ada
peningkatan yang signifikan maka, penelitian ini mendukung temuan dari
Astati (2009) bahwa layanan bimbingan kelompok dapat meningkatkan
kemandirian remaja secara efektif.
6
b.
Manfaat praktis
Bagi diri remaja, dapat meningkatkan kemandiriannya melalui layanan
bimbingan dan konseling yang diberikan oleh peneliti ini, sehingga lebih
lanjut dapat menjadi alat evaluasi diri dan pengembangan diri dalam
meningkatkan kemandiriannya.
c.
Bagi pihak balai RESOS
Bagi pihak RESOS dapat menjadi referensi di dalam membimbing anak
asuh
untuk mewujudkan
perkembangan
anak
asuh agar memiliki
kemandirian yang optimal.
1.5 Sistematika Penulisan
Secara garis besar penulisan penelitian ini dibagi menjadi lima bab,yaitu:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini menjelaskan tentang kemandirian, bimbingan kelompok,
teknik permainan simulasi, kerangka pemikiran, dan hipotesis.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini berisi tentang metode penelitian, identifikasi variabel
penelitian, definisi operasional, populasi dan sampel, metode
pengumpulan data, teknik analisis data.
7
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi gambaran umum obyek penelitian, penyajian data, uji
prasyarat analis, analisi data, dan pembahasan hasil penelitian.
BAB V PENUTUP
Penutup menguraikan tentang kesimpulan akhir penelitian dan saran
dari peneliti.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
8
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia
mempunyai berbagai macam kebutuhan salah satunya adalah
kebutuhan akan penghargaan. Seorang yang mencapai aktualisasi diri memiliki
sifat-sifat khusus pengaktualisasi yang salah satunya yaitu kebutuhan akan privasi
dan kemandirian. Individu akan berusaha untuk menjadi pribadi yang mandiri
untuk mencapai aktualisasi diri.
Selaras dengan pendapat yang dikemukakan Maslow (1994) bahwa
kemandirian merupakan salah satu dari tingkat kebutuhan manusia yang disebut
sebagai kebutuhan otonomi, dan tercantum dalam kebutuhan akan penghargaan. Ia
juga menambahkan bahwa seorang yang mencapai aktualisasi diri memiliki sifatsifat khusus pengaktualisasi yang salah satunya yaitu kebutuhan akan privasi dan
kemandirian, dimana orang yang mengaktualisasikan diri dalam memenuhi
kebutuhannya tidak membutuhkan orang lain.
Watson dan Lindgren (dalam Suherman, 2008) menyatakan bahwa
kemandirian adalah kebebasan untuk mengambil inisiatif, mengatasi hambatan,
gigih dalam usaha dan melakukan sendiri segala sesuatu tanpa bantuan orang lain.
Di era globalisasi yang pesat, kemandirian sudah mulai berkembang jauh
sebelum mencapai tahap dewasa. Hal ini bisa dilihat dari kebiasaan seorang anak
kecil yang kerap mengatakan ‘tidak’ terhadap berbagai hal yang diminta atau
disuruh untuk dilakukan oleh orang tua atau pengasuhnya. Dari contoh ini terlihat
bahwa dari sejak dini seorang individu selalu mencoba untuk terlepas dari orang
1
lain dan memiliki ‘kekuasaan’ atas dirinya sendiri. Kemandirian berkembang pada
tiap tahapan sesuai dengan usia dan tuntunan pada tiap tahapnya.
Apabila hal kemandirian tidak dicapai, remaja akan cenderung lebih
menggantungkan dirinya dengan orang lain. Perilaku remaja yang demikian akan
membentuk rasa tanggung jawab yang rendah sehingga dalam melakukan suatu
tidak secara maksimal. Tidak adanya kemandirian ini dibentuk di keluarga,
sekolah, bahkan di lembaga sosial.
Panti asuhan adalah salah satu tempat untuk menampung anak-anak yang
terlantar. Pada umumnya anak-anak yang ditampung seperti, yatim piatu, anakanak jalanan, anak-anak dari keluarga yang berlatarbelakang miskin. Panti asuhan
sekarang sudah diubah menjadi Balai Rehabilitasi Sosial.
Anak-anak yang ditelantarkan oleh orang tuanya sejak kecil, anak-anak
jalanan (anak punk, pengamen) dirawat dan dididik untuk menjadi anak yang
mandiri dan mewujudkan masa depan anak yang lebih baik. Karena terbatasnya
waktu pertemuan anak pengasuh dengan anak asuh maka, anak asuh kurang
perhatian, kasih sayang, dibandingkan dengan anak-anak yang berada pada
didikan orang tuanya. Penulis mencoba mengujikan suatu bentuk layanan
bimbingan yang dapat dilakukan di panti asuhan.
Penulis melakukan observasi mengenai kemandirian di Balai Rehabilitasi
Sosial “Pamardi Utomo” Boyolali. Hasilnya menunjukkan bahwa anak-anak tidak
membersihkan dan menata kamarnya setiap pagi, tidak menata pakaian dalam
lemari. melakukan piket pagi dengan paksaan, tempat pengeringan pakaian yang
tidak dipergunakan dengan baik dan pada malam hari anak-anak tidak mempunyai
2
kesadaran untuk mengulang mata pelajaran atau mengerjakan pekerjaan rumah hal
ini membuktikan bahwa kemandirian anak yang rendah akan menimbulkan
tanggung jawab yang rendah pula terhadap kewajibannya sendiri.
Dari hasil observasi penulis kemudian melakukan pra penelitian dengan skala
kemandirian yang diadaptasi dari Masrun (1986) berdasarkan teori Allen L.
Edward (1959) dan dimodifikasi oleh penulis.
Tabel 1.1 Prosentase Hasil Pra Penelitian Kemandirian
Katagori
Interval
Frekuensi
Prosentase
Rendah
70 – 139
19
64 %
Cukup
140 – 209
8
26 %
Tinggi
210 - 279
3
10 %
30
100 %
Total
Berdasarkan hasil tabel di atas menunjukkan bahwa dari 30 anak yang
mengisi skala dengan kategori rendah berjumlah 19 anak, katagori cukup 8 anak
dan katagori tinggi 3 anak. Hal diatas menunjukkan bahwa sebagian anak asuh di
Balai Rehabilitas Sosial ”Pamardi Utomo” Boyolali cenderung rendah
kemandiriannya.
Apabila hal ini diabaikan, akan berakibat fatal untuk masa sekarang dan masa
depan anak. Jika anak asuh tidak segera dilayani, anak akan terus
menggantungkan dirinya dengan orang lain, tidak memiliki percaya diri untuk
mengambil keputusan, tidak berani mengambil resiko, tidak adanya inisiatif
sehingga anak tidak mendapatkan pengalaman hidup yang bermakna bagi
kehidupannya yang akan datang. Salah satu cara menanggulangi dampak tersebut
dengan memberi layanan dengan bimbingan kelompok.
3
Bimbingan kelompok yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan sejumlah
peserta didik secara bersama-sama memperoleh berbagai bahan dari nara sumber
tertentu (terutama dari pembimbing atau konselor) yang berguna untuk menunjang
kehidupannya sehari-hari baik individu maupun sebagai pelajar, anggota keluarga
dan masyarakat serta untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan (Sukardi,
2002).
Fungsi utama dari bimbingan kelompok adalah fungsi pemahaman dan fungsi
pemeliharaan dan pengembangan. Fungsi pemahaman, yaitu pemahaman dirinya
sendiri dan lingkungan sekitarnya. Fungsi pemeliharaan dan pengembangan, yaitu
fungsi yang akan menghasilkan terpeliharanya perkembangan dirinya secara
mantap dan berkelanjutan (Sukardi, 2002).
. Salah satu jenis teknik bimbingan kelompok adalah permainan simulasi.
Menurut Romlah (1989) teknik permainan simulasi terdiri dari dua kata yaitu
permainan dan simulasi. Permainan merupakan aktivitas yang menyenangkan,
ringan, bersifat kompetitif atau kedua-duanya. Sedang simulasi merupakan meniru
situasi-situasi tertentu yang merupakan representasi dari kehidupan nyata.
Permainan simulasi merupakan gabungan antara permainan dan simulasi, para
pemain melakukan aktivitas simulasi dan mereka memperoleh balikan dari
aktivitas permainan tersebut.
Permainan simulasi mempunyai berbagai keunggulan yaitu, peserta dapat
membiasakan diri untuk memahami permasalahan sosial yang ada dalam
kelompok, dapat membina hubungan personal yang positif, dapat membangkitkan
imajinasi. Selain itu, permainan simulasi juga dapat membina hubungan yang
4
komunikatif dan kerjasama dalam kelompok, lebih mudah dicerna maksud dan
tujuan dari layanan.
Ketepatan dalam pemilihan teknik akan dapat mempengaruhi efektivitas
pencapaian tujuan bimbingan. Agar suatu layanan dapat berlangsung secara
efektif dari awal hingga akhir, bisa saja digunakan sejumlah teknik secara variatif,
seperti pada awalnya ceramah kemudian divariasi dengan diskusi kelompok
maupun permainan. Salah satunya dengan teknik permainan simulasi.
Menurut hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Astati (2009) yang berjudul
peningkatan kemandirian remaja melalui bimbingan kelompok panti asuhan
Wiloso Utomo Salatiga dengan hasil analisis yang diperoleh p=0,001 < 0,05,
sehingga ada perbedaan yang signifikan kemandirian remaja pada aspek bebas
yang bertanggung jawab antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
setelah kelompok diberi layanan. Hal ini menunjukkan bahwa ada peningkatan
yang signifikan pada kemandirian remaja.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik melakukan
penelitian yang berjudul ”peningkatan kemandirian anak usia 13 sampai 19 tahun
melalui bimbingan kelompok dengan teknik permainan simulasi di Balai
Rehabilitasi Sosial Pamardi Utomo Boyolali”
5
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan, dapat dirumuskan
permasalahan penelitian sebagai berikut :
“Apakah bimbingan kelompok dengan teknik permainan simulasi dapat
meningkatkan signifikansi kemandirian remaja di Balai Rehabilitas Sosial
Pamardi Utomo Boyolali?”.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
Untuk mengetahui signifikansi peningkatan kemandirian remaja di Balai
Rehabilitasi Sosial Pamardi Utomo Boyolali dengan teknik permainan simulasi.
1.4 Manfaat Penelitian
a.
Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi disiplin ilmu
khususnya bimbingan dan konseling tentang efektifitas bimbingan kelompok
dengan teknik simulasi permainan untuk meningkatkan kemandirian anak
usia 13 sampai 19 tahun. Apabila dalam penelitian ini menunjukkan ada
peningkatan yang signifikan maka, penelitian ini mendukung temuan dari
Astati (2009) bahwa layanan bimbingan kelompok dapat meningkatkan
kemandirian remaja secara efektif.
6
b.
Manfaat praktis
Bagi diri remaja, dapat meningkatkan kemandiriannya melalui layanan
bimbingan dan konseling yang diberikan oleh peneliti ini, sehingga lebih
lanjut dapat menjadi alat evaluasi diri dan pengembangan diri dalam
meningkatkan kemandiriannya.
c.
Bagi pihak balai RESOS
Bagi pihak RESOS dapat menjadi referensi di dalam membimbing anak
asuh
untuk mewujudkan
perkembangan
anak
asuh agar memiliki
kemandirian yang optimal.
1.5 Sistematika Penulisan
Secara garis besar penulisan penelitian ini dibagi menjadi lima bab,yaitu:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini menjelaskan tentang kemandirian, bimbingan kelompok,
teknik permainan simulasi, kerangka pemikiran, dan hipotesis.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini berisi tentang metode penelitian, identifikasi variabel
penelitian, definisi operasional, populasi dan sampel, metode
pengumpulan data, teknik analisis data.
7
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi gambaran umum obyek penelitian, penyajian data, uji
prasyarat analis, analisi data, dan pembahasan hasil penelitian.
BAB V PENUTUP
Penutup menguraikan tentang kesimpulan akhir penelitian dan saran
dari peneliti.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
8