REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI POLA ASUH OTORITER Regulasi Emosi Pada Remaja Yang Memiliki Pola Asuh Otoriter.

REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI POLA ASUH OTORITER

NASKAH PUBLIKASI
Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Dalam Memperoleh Gelar Sarjana ( S-1 ) Psikologi

Diajukan Oleh:
WULAN KURNIASIH
F. 100 090 069

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013
i

REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI POLA ASUH OTORITER

NASKAH PUBLIKASI
Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Dalam Memperoleh Gelar Sarjana ( S-1 ) Psikologi

Diajukan Oleh:
WULAN KURNIASIH
F. 100 090 069

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013
ii

iii

iv

REGULASI EMOSI PADA REMAJA YANG MEMILIKI POLA ASUH OTORITER

Wulan Kurniasih
Wiwien Dinar Pratisti
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

ullania_91@yahoo.com
Abstraksi
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, memahami, dan mendeskripsikan
regulasi emosi pada remaja yang memiliki pola asuh otoriter. Metode yang digunakan
adalah metode kualitatif yang dikombinasikan dengan metode kuantitatif. Informan dalam
penelitian ini adalah remaja yang berusia 15 sampai dengan 18 tahun. Pola asuh otoriter
diungkap melalui skala pola asuh otoriter, sedangkan regulasi emosi pada remaja yang
memiliki pola asuh otoriter diungkap menggunakan kuesioner tertutup tentang regulasi
emosi. Hasil penelitian yang berasal dari skala pola asuh otoriter menunjukkan bahwa dari
69 remaja, sebanyak 4,34% remaja memiliki pola asuh otoriter sangat tinggi, sebesar
20,29% memiliki pola asuh otoriter tinggi, sebanyak 42,03% memiliki pola asuh otoriter
sedang, 46,38% memiliki pola asuh otoriter rendah, dan sebanyak 0% memiliki pola asuh
otoriter sangat rendah. Berdasarkan hasil dari skala pola asuh otoriter tersebut , diperoleh
17 remaja yang memiliki pola asuh otoriter dengan kategori sangat tinggi dan tinggi.
Selanjutnya remaja tersebut diberikan kuesioner tertutup tentang regulasi emosi.
Berdasarkan hasil dari kuesioner tertutup menunjukkan bahwa sebanyak 4 remaja
cenderung menggunakan strategi regulasi emosi yang positif dalam menghadapi
permasalahan – permasalahan di lingkungan keluarga, teman sebaya, sekolah, dan
masyarakat seperti pemusatan ulang pada perencanaan, pemusatan ulang yang positif,
penerimaan, penilaian ulang yang positif, dan menempatkan perspektif, dan sebanyak 13

remaja yang memiliki kecenderungan menggunakan strategi regulasi emosi positif serta
negatif dalam menghadapi permasalah – permasalahan dalam kehidupan mereka seperti
pemusatan ulang pada perencanaan, pemusatan ulang yang positif, penerimaan, penilaian
ulang yang positif, dan menempatkan perspektif, menyalahkan diri sendiri, menyalahkan
orang lain, pemahaman ulang, dan katastrop.

Kata Kunci: Regulasi Emosi, Pola Asuh Otoriter, Remaja

v

EMOTION REGULATION IN ADOLESCENTS WHO HAVE AUTHORITARIAN
PARENTING STYLE

Wulan Kurniasih
Wiwien Dinar Pratisti
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
ullania_91@yahoo.com
Abstraction
This study aims to knowing, understanding, and describing the emotion regulation
in adolescents who have authoritarian parenting style. The method used in this research is a

qualitative method which combined with quantitative methods. Informants in the study
were adolescents aged 15 to 18 years. Authoritarian parenting style will be revealed
through authoritarian parenting scale, whereas emotion regulation in adolescents who have
authoritarian parenting style be revealed using the close - ended questionnaire about
emotion regulation. The results derived from the scale of authoritarian parenting style
showed that of 69 adolescents, as much as 4.34% of adolescents have authoritarian
parenting style is very high, at 20.29% have a high authoritarian parenting style, as much as
42.03% had moderate authoritarian parenting style, 46.38% had low authoritarian parenting
style, and as much as 0% have authoritarian parenting style is very low. Based on the
results of the authoritarian parenting scale, obtained 17 adolescents with authoritarian
parenting with very high and high categories. Furthermore, adolescents were given
questionnaires about emotion regulation. Based on the results of the questionnaire showed
that as many as 4 adolescents who tend to use positive emotion regulation strategies in
dealing with problems - problems in the family, peers, school, and community such as
refocus on planning, positive reappraisal, acceptance, positive refocusing, and putting into
perspective. Moreover, as many as 13 adolescents who have a tendency to use positive and
negative emotion regulation strategies of problems in their lives such as refocus on
planning, positive reappraisal, acceptance, positive refocusing, putting into perspective, self
blame, other blame, rumination, and catastrophizing.


Keywords: Emotion Regulation, Authoritarian Parenting Style, Adolescent

vi

1

baik serta dukungannya kepada remaja

PENDAHULUAN
Keluarga merupakan lingkungan
pertama

bagi

seorang

anak

dalam


dalam mengembangkan bakat dan minat
yang dimilikinya. Namun kenyataannya,

mempelajari berbagai macam hal yang

masih

tidak

sebelumnya.

menerapkan pola asuh yang tidak sesuai

Dalam proses belajar inilah, seorang anak

kepada remaja, seperti pola asuh otoriter.

akan mencontoh apa yang diajarkan dan

Barnadib (1986, dalam Aisyah,


pernah

dilakukan

diketahui

oleh

keluarganya.

setiap
Perilaku

banyak

keluarga

yang


otoriter

pola

untuk

berpengaruh
kembang

pada
anak

anak

akan

proses

tumbuh


terutama

dalam

membentuk kepribadian anak. Orang tua
yang

cenderung

yang

2010) mengungkapkan bahwa orang tua

memberikan

terhadap

tua

anggota


khususnya orang tua dalam menerapkan
asuh

orang

menuntut

dan

cenderung

kesempatan

mengutarakan

tidak

pada


anak

pendapat

dan

perasaannya, sehingga pola asuh otoriter
cenderung

mengakibatkan

perilaku

agresif.
Orang

tua

yang

otoriter

mengekang dapat memberikan dampak

kemungkinan sering juga melakukan

negatif pada anak khususnya anak yang

tindakan yang tidak sesuai, seperti

sudah beranjak remaja. Remaja yang

memukul anak, menuntut anak untuk

dalam kehidupannya cenderung dituntut

mematuhi aturan yang kaku tanpa ada

dan dikekang, justru akan berpengaruh

penjelasan

pada kondisi fisik dan psikologis remaja

cenderung menunjukkan rasa marahnya

tersebut.

pada anak (Hart dkk, 2003, dalam

Orang tua diharapkan mampu
menerapkan pola asuh yang sesuai pada
remaja dengan memberikan contoh yang

dari

orang

tua,

serta

Santrock, 2007).
Odebunmi
Okorodudu,

2010)

(2007,

dalam

mengungkapkan

2

bahwa hasil dari beberapa laporan

emosi merupakan faktor penting pada

penelitian menunjukkan bahwa sebagian

kemampuan anak dan remaja untuk

besar dari semua kenakalan remaja

mendorong perilaku prososial dan pro-

berasal dari rumah yang orang tuanya

akademik (Pekrun dkk, 2002, dalam

kurang memiliki cinta dan perhatian.

Augustyniak dkk, 2009).

Perilaku – perilaku remaja yang

Terdapat bermacam – macam

cenderung negatif sebenarnya dapat

strategi yang dapat digunakan oleh

dicegah

remaja

apabila

remaja

memiliki

untuk

meregulasi

emosinya

kemampuan untuk mengatur emosinya.

supaya tidak meledak – ledak dan

Kemampuan untuk mengatur emosi yang

bergelora. Menurut Frydenberg (2008,

terjadi biasanya disebut dengan regulasi

dalam Brown, 2011), ketidakmampuan

emosi. Gross (1998) mendefinisikan

seorang remaja dalam meregulasi respon

regulasi emosi sebagai suatu proses

emosinya terhadap peristiwa kehidupan

individu dalam mempengaruhi emosi

yang

yang

mengakibatkan

dimilikinya,

kapan

individu

penuh

dengan

tekanan

akan

terhambatnya

merasakannya, dan bagaimana individu

perkembangan perilaku sosial mereka

mengalami dan mengekspresikan emosi

dan keberfungsian mereka di dalam

tersebut. Menurut Gross (1999) proses

keluarga dan masyarakat.

tersebut

meliputi

menurunkan

dan

meningkatkan emosi.
Regulasi

Berdasarkan uraian di atas, maka
yang menjadi rumusan masalah pada

emosi

tidak

hanya

penelitian

ini

adalah

“bagaimana

melibatkan pengalamanan afektif, tetapi

regulasi

juga

memiliki pola asuh otoriter?”.

melibatkan

proses

kognitif,

perilaku, dan fisiologis. Semakin banyak
bukti yang menunjukkan bahwa regulasi

emosi

pada

remaja

yang

3

METODE PENELITIAN
Penelitian

ini

com/parenting-style/assessing-your-

menggunakan

pendekatan

kualitatif

dikombinasikan

parenting-style, 2012). Skala tersebut

yang

memiliki 40 aitem pernyataan dengan

dengan

pendekatan

4 alternatif pilihan jawaban. Setelah

Pendekatan

kuantitatif

dilakukan uji coba terhadap 103

digunakan untuk menggali data sekunder

remaja, diperoleh sebanyak 22 aitem

yakni data tentang pola asuh otoriter,

yang valid dan 18 aitem yang gugur,

kemudian

akan

dengan nilai reliabilitas 0,855 dan

digunakan peneliti untuk memperoleh

validitas aitem yang bergerak dari

data primer.

angka 0,315 – 0,712.

kuantitatif.

data

sekunder

ini

Sedangkan pendekatan

kualitatif digunakan untuk menggali data
primer yaitu regulasi emosi pada remaja

2. Kuesioner Tertutup tentang Regulasi
Emosi

yang memiliki pola asuh otoriter.

Peneliti

1. Skala Pola Asuh Otoriter
Untuk

kuesioner tertutup tentang regulasi
data

emosi untuk mengetahui regulasi

tentang remaja yang memiliki pola

emosi pada remaja yang memiliki

asuh

peneliti

pola asuh otoriter. Pertanyaan –

menggunakan skala pola asuh otoriter

pertanyaan pada kuesioner tertutup

yang harus diisi oleh remaja. Alat ini

ini

digunakan

mendapatkan

permasalahan- permasalah remaja

informan yang sesuai dengan tema

yang berkaitan dengan lingkungan

penelitian yang akan diteliti. Skala

sekitar

tersebut disusun berdasarkan aspek –

Brofenbrenner

aspek

2007) yaitu lingkungan keluarga,

Frazier

memperoleh

menggunakan

otoriter,

untuk

maka

pola asuh otoriter menurut
(www.thesuccessfulparent.

sekolah,

disusun

remaja

berdasarkan

seperti
(dalam

teman

menurut
Santrock,

sebaya,

dan

4

masyarakat.

Kuesioner

regulasi

memiliki tingkat pola asuh otoriter

emosi tersebut memiliki 9 alternatif

sangat tinggi sebanyak 4,34%, pola

jawaban,

yang

asuh otoriter tinggi sebesar 20,29%,

berdasarkan

pola asuh otoriter sedang sebanyak

dimana

disediakan
strategi

jawaban

disusun

regulasi

emosi

menurut

46,38%, pola asuh otoriter rendah

Garnefski dan Kraaij (2007) yaitu

dengan persentase 28,99%, dan pola

menyalahkan

sendiri,

asuh otoriter sangat rendah sebanyak

menyalahkan orang lain, pemahaman

0%. Hal ini berarti bahwa orang tua

ulang, kasastrop, pemusatan ulang

pasti pernah menerapkan pola asuh

pada perencanaan, penilaian ulang

otoriter pada remaja, akan tetapi pola

yang

asuh otoriter yang diterapkan pada

diri

positif,

menempatkan

penerimaan,
perspektif,

dan

remaja tersebut memiliki tingkatan
yang berbeda – beda.

pemusatan ulang yang positif.

2. Kuesioner Tertutup tentang Regulasi
Emosi

HASIL dan PEMBAHASAN
1. Skala Pola Asuh Otoriter
Skala

dilakukan

analisis

asuh

otoriter

terhadap skala pola asuh otoriter,

69

remaja.

kemudian didapatkan remaja yang

Berdasarkan skala pola asuh otoriter

memiliki pola asuh otoriter dengan

diperoleh hasil perhitungan rata –

kategori sangat tinggi dan tinggi

rata dari skor total skala pola asuh

sebanyak

otoriter (mean) sebesar 40,8 dan

remaja tersebut diberikan kuesioner

standar deviasi (SD) sebesar 9,927.

tentang regulasi emosi. Berdasarkan

Hasil

analisis isi dari kuesioner tentang

diberikan

pola

Setelah

kepada

perhitungan

tersebut

menunjukkan bahwa remaja yang

17

remaja,

kemudian

5

regulasi emosi, didapatkan hasil

tua,

seperti berikut:

memarahi

a. Ketika

remaja

kemudian

orang

mereka,

tua
remaja

menghadapi

cenderung menggunakan strategi

permasalahan yang berhubungan

regulasi emosi yang positif seperti

dengan hobi dan cita – cita

penerimaan. Remaja cenderung

mereka yang tidak didukung oleh

menerima apa yang dilakukan

orang tua, remaja cenderung

oleh orang tua mereka. Dalam hal

menggunakan strategi regulasi

ini

emosi

seperti

mempengaruhi emosinya ke arah

pada

yang positif. Hal ini sesuai dengan

yang

pemusatan

positif
ulang

remaja

berusaha

untuk

perencanaan. Di dalam hal ini,

pendapat

remaja cenderung memikirkan

menyatakan bahwa regulasi emosi

langkah apa yang harus mereka

adalah proses individu dalam

ambil

mempengaruhi

untuk

permasalahan

menyelesaikan


permasalahan

Gross

dimilikinya,

(1998)

emosi
kapan

yang

yang
individu

tersebut. Hasil tersebut sesuai

merasakannya,

dengan pendapat Pekrun dkk

individu

(2002, dalam Augustyniak dkk,

mengekspresikan emosi tersebut.

2009) bahwa regulasi emosi tidak

c. Ketika orang tua tidak menuruti

dan

bagaimana

mengalami

dan

hanya melibatkan pengalamanan

keinginan

afektif, tetapi juga melibatkan

regulasi emosi yang digunakan

proses kognitif, perilaku, dan

remaja cenderung ke arah yang

fisiologis.

positif.

remaja,

Remaja

strategi

cenderung

b. Ketika remaja melanggar aturan

menggunakan strategi regulasi

yang telah ditetapkan oleh orang

emosi seperti pemusatan ulang

6

pada perencanaan. Dalam hal ini,

ulang

remaja cenderung memikirkan

penerimaan. Di dalam hal ini

langkah apa yang harus diambil

remaja cenderung menciptakan

untuk

menyelesaikan

sisi positif dari permasalahan

permasalahan tersebut. Hal ini

yang dihadapinya serta menerima

sesuai

permasalahan

dengan

pendapat

yang

positif

tersebut.

dan

Hasil

Thompson (1994, dalam Putnam

tersebut

& Silk, 2005) yang menyatakan

pernyataan Kalat dan Shiota

bahwa regulasi emosi merupakan

(2007) bahwa regulasi emosi

proses

proses

merupakan

upaya

untuk

yang

bertanggung

melakukan

sesuatu

yang

dalam

memantau,

intrinsik

ekstrinsik
jawab

dan

mengevaluasi, dan memodifikasi
reaksi emosional, terutama sifat

sesuai

menyenangkan

dengan

sehingga

menimbulkan perasaan positif.
e. Apabila

remaja

memiliki

individu yang cenderung intensif

permasalahan yang berhubungan

dan sementara dalam mencapai

dengan orang tua dan saudara

suatu tujuan.

kandungnya, dalam hal ini adalah

d. Apabila
orang

remaja
tua

dilarang oleh

untuk

menjalin

ketika remaja bertengkar dengan
saudara

kandungnya

karena

hubungan dengan lawan jenis

orang

(berpacaran),

regulasi

memenuhi keinginan dari salah

emosi yang digunakan remaja

satu pihak saja yakni saudara

cenderung

Remaja

kandung remaja tersebut. Di

cenderung menggunakan strategi

dalam hal ini remaja tersebut

regulasi emosi seperti penilaian

memiliki konflik dengan kedua

strategi

positif.

tua

mereka

hanya

7

pihak

tersebut.

Remaja

f. Ketika remaja mendapatkan nilai

cenderung menggunakan strategi

raport yang buruk, kemudian

regulasi

emosi

positif

orang tua mereka memberikan

seperti

penilaian

yang

hukuman pada remaja tersebut,

serta

remaja cenderung menggunakan

pada

strategi

regulasi

perencanaan. Remaja cenderung

positif

seperti

mengambil makna positif dari

Remaja

cenderung

permasalahan

sehingga

hukuman yang diberikan oleh

menerima

orang tua. Hasil tersebut sesuai

positif,

ulang

penerimaan,

pemusatan

remaja

yang

ulang

itu,

tersebut

permasalahan

tersebut

dan

dengan

emosi

yang

penerimaan.

pendapat

menerima

Eisenberg

cenderung memikirkan langkah

(1991, dalam Chang dkk, 2003)

apa yang harus diambil untuk

bahwa penerapan pola asuh yang

menyelesaikan

permasalahan

keras atau menghukum dapat

cenderung

mempengaruhi kemampuan anak

berusaha untuk meminimalisir

– anak mereka dalam meregulasi

emosi – emosi negatifnya dengan

emosinya.

tersebut.

Remaja

menggunakan strategi regulasi

g. Ketika remaja mendapatkan nilai

emosi yang positif seperti di atas.

ujian

Hal ini sesuai dengan pernyataan

cenderung menggunakan strategi

Diamond dan Aspinwall (2003),

regulasi

yaitu tujuan dari regulasi emosi

seperti menyalahkan diri sendiri.

adalah

memaksimalkan

Remaja cenderung menyalahkan

emosi positif dan meminimalisir

diri sendiri karena mendapatkan

emosi negatif.

nilai ujian yang buruk. Hal ini

untuk

yang

emosi

buruk,

yang

remaja

negatif

8

sesuai dengan pernyataan Pekrun

menghambat,

menaklukan,

dkk (2002, dalam Augustyniak

meminimalisir,

memelihara,

dkk, 2009) yang mengungkapkan

menekankan,

bahwa regulasi emosi merupakan

memperpanjang suatu keadaan

faktor penting pada kemampuan

emosi.

anak

dan

mendorong

remaja
perilaku

untuk
prososial

i. Apabila

atau

remaja

perbedaan

memiliki

pendapat

dengan

teman – teman mereka ketika

dan pro-akademik.
h. Ketika remaja tidak mengerjakan

sedang berdiskusi kelompok di

tugas sekolah, kemudian guru

kelas,

memberikan

menggunakan strategi regulasi

remaja

hukuman
tersebut,

pada
remaja

emosi

remaja

yang

cenderung

positif,

seperti

cenderung menggunakan stategi

pemusatan

regulasi emosi yang positif yaitu

perencanaan. Remaja cenderung

penerimaan. Remaja cenderung

memikirkan langkah apa yang

menerima

harus

hukuman

yang

ulang

pada

dilakukannya

untuk

diberikan oleh guru. Dalam hal

menghadapi perbedaan pendapat

ini

yang terjadi. Hasil ini sesuai

remaja

meminimalisir

cenderung
emosi

negatif

dengan pendapat Planalp (1999,

yang dimilikinya. Hal tersebut

dalam

sesuai dengan pendapat Multi –

regulasi

Health

System

(2003,

dalam

Hude,

2008)

bahwa

tidak

hanya

emosi

menyangkut

dengan

tindakan

Augustyniak dkk, 2009) yang

individu

menyatakan

suatu perbuatan yang negatif,

bahwa

regulasi

emosi adalah kemampuan untuk

tetapi

untuk

regulasi

menghentikan

emosi

juga

9

merupakan bagian yang tidak

dengan pernyataan dari National

bisa dipisahkan dari proses –

Institute of Mental Health (2006,

proses emosi yang dibangun di

dalam Augustyniak dkk, 2009)

atas komponen – komponen lain,

yang menyatakan bahwa regulasi

seperti

emosi

obyek,

penilaian,

diri

memiliki

fungsi

fisiologis, serta kecenderungan

sebagai perantara sosial yang

untuk

Individu

kuat antara faktor lingkungan dan

meregulasi emosi secara tidak

resiko psikopatologi pada anak –

sadar dan otomatis.

anak remaja

bertindak.

j. Apabila penampilan remaja yang

k. Ketika remaja bertengkar dengan

buruk dikomentari oleh teman –

sahabatnya

teman mereka, remaja cenderung

orang

menggunakan strategi regulasi

sahabatnya, remaja

emosi

menggunakan strategi regulasi

yang

positif

seperti

yang

penilaian ulang yang positif,

emosi

penerimaan,

pemusatan

dan

pemusatan

karena

yang

menyukai

sama

dengan
cenderung

positif
ulang

seperti
pada

ulang pada perencanaan. Remaja

perencanaan. Remaja cenderung

cenderung

memikirkan langkah apa yang

menciptakan

sisi

positif dari permasalahan yang

harus

dialaminya,

menyelesaikan

kemudian

remaja

diambil

untuk

permasalahan

menerima permasalahan tersebut,

tersebut. Hal ini sesuai dengan

dan memikirkan langkah apa

pendapat Planalp (1999, dalam

yang harus remaja ambil untuk

Hude,

menyelesaikan

permasalahan

emosi merupakan bagian yang

tersebut. Hasil tersebut sesuai

tidak bisa dipisahkan dari proses

2008)

bahwa

regulasi

10

– proses emosi yang dibangun di

keberfungsian mereka di dalam

atas komponen – komponen lain,

keluarga dan masyarakat.

seperti

obyek,

penilaian,

m. Berdasarkan



uraian

uraian

fisiologis, serta kecenderungan

tentang strategi regulasi emosi

untuk bertindak.

yang digunakan oleh remaja yang

l. Apabila tetangga di lingkungan
tempat

tinggal

remaja

memiliki pola asuh otoriter dalam
menghadapi

permasalahan



membicarakan keburukan remaja

permasalahan

tersebut,

menunjukkan bahwa remaja yang

remaja

cenderung

di

atas,

menggunakan strategi regulasi

memiliki

emosi

seperti

cenderung menggunakan strategi

menyalahkan orang lain. Remaja

regulasi emosi yang positif dalam

cenderung menyalahkan orang

menghadapi

lain karena telah membicarakan

permasalahan

keburukan

mereka.

kehidupan

tersebut

sesuai

yang

pernyataan
dalam

negatif

Hasil

pola

asuh

otoriter

permasalahan



di

dalam

mereka.

Remaja

dengan

cenderung menggunakan strategi

Frydenberg (2008,

penilaian ulang yang positif,

Brown,

2011)

bahwa

penerimaan,

dan

pemusatan

ketidakmampuan seorang remaja

ulang pada perencanaan. Hasil ini

dalam

meregulasi

respon

menunjukkan bahwa pola asuh

terhadap

peristiwa

otoriter yang diterapkan oleh

kehidupan yang penuh dengan

orang tua tidak selalu memiliki

tekanan

mengakibatkan

dampak negatif terhadap remaja.

terhambatnya

perkembangan

Hal ini dikarenakan orang tua

perilaku

mereka

yang

emosinya

akan

sosial

dan

berada

di

kebudayaan

11

Timur

seperti

Indonesia

tidak terjerumus pada pergaulan

cenderung menerapkan pola asuh

yang

otoriter,

cenderung

dimana

orang

tua

salah,

sehingga

remaja

meregulasi

emosi

cenderung memberikan batasan,

yang dialaminya ke arah yang

tuntutan,

aturan

positif. Hal ini sesuai dengan

kepada putra / putri mereka yang

hasil penelitian Rahayu, dkk

sedang beranjak remaja. Dimana

(2008) yang menunjukkan bahwa

ketika orang tua menerapkan pola

dalam kebudayaan Timur yang

asuh

memiliki ciri kolektivisme, pola

arahan,

dan

otoriter,

kecenderungan

remaja

dalam

menggunakan

asuh

strategi

regulasi

emosi

menunjukkan

positif

dikarenakan

tersebut

cenderung

yang
remaja

menerima

otoriter

tidak

selalu

dampak

yang

otoriter

yang

negatif.
n. Pola

asuh

pola asuh tersebut, mengambil

diterapkan oleh orang tua kurang

makna positif dari penerapan

berfungsi

pola

serta

menghadapi permasalahan yang

memikirkan langkah apa yang

berkaitan dengan bakat dan minat

harus mereka ambil terhadap apa

yang

yang orang tua terapkan pada

dengan keinginan remaja yang

mereka. Dalam hal ini remaja

tidak dipenuhi oleh orang tua dan

cenderung berpikir bahwa apa

orang tua cenderung memenuhi

yang dilakukan oleh orang tua

keinginan

mereka memiliki tujuan yang

asuh

tersebut,

ketika

dimilikinya,

remaja

bermasalah

saudara

kandung

mereka,

bermasalah

dengan

positif untuk kehidupan remaja

prestasi

akademik

mereka,

yakni supaya remaja tidak remaja

bermasalahan

dengan

teman

12

sebaya,

serta ketika remaja

remaja terhadap keadaan dan

berada di lingkungan masyarakat.

orang tua. Setiap pendapat dari

Hal

secara

orang tua akan dibandingkan

cenderung

dengan teori yang diikutinya.

memiliki sikap kritis terhadap

Selain itu, hal ini juga didukung

permasalahan yang mereka alami

oleh teori dari Tolan, dkk (2003,

yang

dalam Papalia, dkk, 2009) yang

ini

dikarenakan

kognisi,

remaja

berkaitan

dengan

lingkungan di sekitar mereka,

menyatakan

sehingga

antisosial cenderung dipengaruhi

berusaha

remaja
untuk

permasalahan

cenderung
memecahkan

mereka

oleh

faktor

bahwa



perilaku

faktor

yang

sendiri

bertingkat dan saling berinteraksi

tanpa mempedulikan arahan –

seperti pola asuh orang tua,

arahan yang diberikan oleh orang

teman sebaya yang menyimpang,

tua,

sampai pada masyarakat dan

remaja

cenderung

memikirkan langkah – langkah

dukungan lingkungan sosial.

apa saja yang harus mereka ambil
untuk

dapat

permasalahan

menyelesaikan


permasalahan

yang sedang mereka hadapi. Hal
ini sesuai dengan pendapat dari
Sunarto

dan

menyatakan

Hartono
bahwa

yang

pemikiran

remaja cenderung dipengaruhi
oleh ide – ide dan teori – teori
yang mengakibatkan sikap kritis

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data
penelitian

di

atas,

maka

peneliti

mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Informan yang memiliki pola asuh
otoriter

dapat

dikategorikan

berdasarkan tingkatan pola asuh
otoriter yaitu tingkat pola asuh

13

otoriter dengan kategori sangat tinggi

perspektif, pemusatan ulang yang

sebanyak 4,34%, pola asuh otoriter

positif, penilaian ulang yang positif,

dengan

sebesar

penerimaan, dan pemusatan ulang

20,29%, pola asuh otoriter dengan

pada perencanaan, maupun ke arah

kategori sedang sebanyak 46,38%,

yang negatif seperti menyalahkan

pola asuh otoriter dengan kategori

diri sendiri, menyalahkan orang lain,

rendah dengan persentase 28,99%,

katastrop, dan pemahaman ulang.

dan kategori pola asuh otoriter sangat

Selain itu, hal ini juga menunjukkan

rendah sebanyak 0%.

bahwa pada kebudayaan Timur yang

kategori

tinggi

2. Berdasarkan uraian tentang strategi

berciri

kolektivisme,

pola

asuh

regulasi emosi yang digunakan oleh

otoriter cenderung memiliki dampak

17 remaja yang memiliki pola asuh

yang positif terhadap regulasi emosi

otoriter

diambil

pada remaja. Hal ini dikarenakan

kesimpulan bahwa pola asuh yang

orang tua yang berada di kebudayaan

diterapkan oleh orang tua memiliki

Timur seperti Indonesia cenderung

peranan

menerapkan

di

atas,

khusus

dapat

terhadap

proses

regulasi emosi pada remaja di dalam
menghadapi

permasalahan



dimana

pola

orang

memberikan

asuh
tua

batasan,

otoriter,
cenderung
tuntutan,

permasalahan kehidupannya. Remaja

arahan, dan aturan kepada putra /

yang memiliki pola asuh otoriter

putri mereka yang sedang beranjak

dengan kategori sangat tinggi dan

remaja.

tinggi selalu menggunakan strategi
regulasi

emosi

dalam

mengatur

emosi yang dialaminya baik ke arah
yang positif seperti menempatkan

14

DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, S. (2010). Pengaruh Pola Asuh
Orang
Tua
terhadap
Tingkat
Agresivitas Anak. Jurnal MEDTEK,
Vol. 2 No. 1.
Augustyniak, K. M., Brooks, M.,
Rinaldo, V. J., Bogner, R., &
Hodges, S. (2009). Emotion
Regulation: Considerations for
School

Based
Group
Interventions. The Journal for
Specialists in Group Work, Vol. 34
No. 4, p. 326 – 350.
Brown, C. L. (2011). The Effects of
Parental Conflict and Close
Friendships on Emotion Regulation
in Adolescence. University of
Virginia Press.
Chang, L., Schwartz, D., Dodge, K. A.,
& McBride-Chang, C. (2003). Harsh
Parenting in Relation to Child
Emotion Regulation and Agression.
Journal of Family Psychology, Vol.
17, No. 4, p. 598 – 606.
Diamond, L. M., & Aspinwall, L. G.
(2003). Emotion Regulation Across
the Life Span : An Integrative
Perspective Emphasizing Self Regulation, Positive Affect, and
Dyadic Processes. Motivation and
Emotion, Vol. 27, No. 2 , Vol. 27 No.
2, p. 125 - 156.
Frazier, Barbara. (2012). Assessing Your
Parenting
Style
[online].
www.thesuccessfulparent.com/paren
ting-style/assessing-your-parentingstyle diakses pada hari Minggu
tanggal 4 November 2012 pukul
23.48 WIB.
Garnefski, N., & Kraaij, V. (2007). The
Cognitive Emotion Regulation
Questionnaire
Psychometric
Features
and
Prospective

Relationship with Depression and
Anxiety in Adults. European
Journal of Psychological Assesment,
Vol. 23, No. 3, p. 141 – 149.
Gross, J. J. (1998). The Emerging Field
of
Emotion
Regulation:
An
Integrative Review. Review of
General Psychology, Vol. 2, No. 3,
p. 271 – 299.
Gross, J. J. (1999). Emotion Regulation:
Past, Present, Future. Cognition and
Emotion, Vol. 13, No. 5, p. 551573.
Hude,
M.
D.
(2008).
Emosi
(Penjelajahan Religio – Psikologis
tentang Emosi Manusia dalam Al –
Qur’an). Jakarta: Erlangga.
Kalat. J. W., & Shiota, M. N. (2007).
Emotion. USA: Thomson Higher
Education.
Okorodudu, G. N. (2010). Influence of
Parenting Style on Adolescent
Delinquency in Delta Central
Senatorial District. Edo Journal of
Counselling, Vol. 3, No. 1, p. 58 –
86.
Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman,
R. D. (2009). Human Development
(Perkembangan Manusia). Jakarta:
Salemba Humanika.
Putnam, K. M., & Silk, K. R. (2005).
Emotion Dysregulation and the
Development
of
Borderline
Personality Disorder. Development
and Psychopatology, Vol. 17, p. 899
– 925.
Santrock, J. W. (2007). Perkembangan
Anak, ed – 11. Jakarta: Erlangga.
Sunarto, & Hartono, B. A. (2008).
Perkembangan
Peserta
Didik.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.