Regulasi Emosi Remaja yang Diasuh secara Otoriter oleh Orangtuanya

A.27

REGULASI EMOSI REMAJA YANG DIASUH SECARA OTORITER
OLEH ORANGTUANYA
Wulan Kurniasih
Wiwien Dinar Pratisti
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
ullania_91@yahoo.com
wiwienpratisti@yahoo.com

Abstraksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, memahami, dan mendeskripsikan
regulasi emosi pada remaja yang memiliki pola asuh otoriter. Metode yang digunakan adalah
metode kualitatif yang dikombinasikan dengan metode kuantitatif. Informan dalam
penelitian ini adalah remaja yang berusia 15 sampai dengan 18 tahun. Pola asuh otoriter
diungkap melalui skala pola asuh otoriter, sedangkan regulasi emosi pada remaja yang
memiliki pola asuh otoriter diungkap menggunakan kuesioner tertutup tentang regulasi
emosi. Hasil penelitian yang berasal dari skala pola asuh otoriter menunjukkan bahwa dari
69 remaja, sebanyak 4,34% remaja memiliki pola asuh otoriter sangat tinggi, 20,29%
memiliki pola asuh otoriter tinggi, 42,03% memiliki pola asuh otoriter sedang, 46,38%
memiliki pola asuh otoriter rendah, dan sebanyak 0% memiliki pola asuh otoriter sangat
rendah. Berdasarkan hasil dari skala pola asuh otoriter tersebut, diperoleh 17 remaja yang

memiliki kategori sangat tinggi dan tinggi. Selanjutnya subjek penelitian diberi kuesioner
tertutup tentang regulasi emosi. Hasilnya menunjukkan bahwa sebanyak 4 remaja cenderung
menggunakan strategi regulasi emosi yang positif dalam menghadapi permasalahan di
lingkungan keluarga, teman sebaya, sekolah, dan masyarakat seperti kembali fokus pada
perencanaan awal, fokus pada hal-hal positif, bersedia menerima peristiwa apapun sebagai
bagian dari kehidupannya, mengevaluasi peristiwa yang dihadapi secara lebih positif, dan
berusaha menempatkan peristiwa yang dihadapi sesuai dengan perspektifnya; dan sebanyak
13 remaja yang memiliki kecenderungan menggunakan strategi regulasi emosi kombinasi
antara positif dan negatif dalam menghadapi permasalah kehidupan. Strategi yang digunakan
adalah fokus pada perencanaan awal, focus pada hal-hal yang positif, bersedia menerima
peristiwa apapun sebagai bagian dari kehidupannya, mengevaluasi peristiwa yang dihadapi
secara lebih positif, dan berusaha menempatkan peristiwa yang dihadapi sesuai dengan
perspektifnya, meskipun kadang-kadang masih menyalahkan diri sendiri, menyalahkan
orang lain, mencoba memahami kembali, dan katastrop.
Kata Kunci: Regulasi Emosi, Pola Asuh Otoriter, Remaja

Keluarga
pertama

bagi


merupakan
seorang

lingkungan
anak

setiap

dalam

keluarga

anggota

keluarganya.

khususnya

orangtua


Perilaku
dalam

mempelajari berbagai macam hal yang tidak

menerapkan pola asuh terhadap anak akan

pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses

berpengaruh pada proses tumbuh kembang

belajar inilah, seorang anak akan mencontoh

anak

apa yang diajarkan dan dilakukan oleh

kepribadian anak. Orangtua yang cenderung


293

terutama

dalam

membentuk

294 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013

menuntut

dan

mengekang

dapat

memberikan dampak negatif pada anak
khususnya


anak

yang

remaja berasal dari rumah yang orangtuanya
kurang memiliki cinta dan perhatian.
Perilaku–perilaku

sudah beranjak

remaja

yang

remaja. Remaja yang dalam kehidupannya

cenderung negatif sebenarnya dapat dicegah

cenderung dituntut dan dikekang, justru


apabila remaja memiliki kemampuan untuk

akan berpengaruh pada kondisi fisik dan

mengatur emosinya. Kemampuan untuk

psikologis remaja tersebut.

mengatur emosi yang terjadi biasanya
mampu

disebut dengan regulasi emosi. Gross (1998)

menerapkan pola asuh yang sesuai pada

mendefinisikan regulasi emosi sebagai suatu

remaja dengan memberikan contoh yang


proses individu dalam mempengaruhi emosi

baik serta dukungannya kepada remaja

yang

dalam mengembangkan bakat dan minat

merasakannya, dan bagaimana individu

yang dimilikinya. Namun kenyataannya,

mengalami dan mengekspresikan emosi

masih banyak orangtua yang menerapkan

tersebut. Menurut Gross (1999) proses

pola asuh yang tidak sesuai kepada remaja,


tersebut

seperti pola asuh otoriter.

meningkatkan emosi.

Orangtua

diharapkan

dimilikinya,

meliputi

Regulasi

Barnadib (1986, dalam Aisyah, 2010)

kapan


individu

menurunkan

emosi

tidak

dan

hanya

yang

melibatkan pengalamanan afektif, tetapi

memberikan

juga melibatkan proses kognitif, perilaku,


kesempatan pada anak untuk mengutarakan

dan fisiologis. Semakin banyak bukti yang

pendapat dan perasaannya, sehingga pola

menunjukkan

asuh otoriter cenderung mengakibatkan

merupakan faktor penting pada kemampuan

perilaku agresif. Orangtua yang otoriter

anak dan remaja untuk mendorong perilaku

kemungkinan

prososial dan pro-akademik (Pekrun dkk,


mengungkapkan
otoriter

bahwa

cenderung

sering

orangtua

tidak

juga

melakukan

tindakan yang tidak sesuai, seperti memukul

bahwa

regulasi

emosi

2002, dalam Augustyniak dkk, 2009).

anak, menuntut anak untuk mematuhi aturan

Terdapat bermacam – macam strategi

yang kaku tanpa ada penjelasan dari

yang dapat digunakan oleh remaja untuk

orangtua, serta cenderung menunjukkan rasa

meregulasi emosinya supaya tidak meledak–

marahnya pada anak (Hart dkk, 2003, dalam

ledak dan bergelora. Menurut Frydenberg

Santrock, 2007).

(dalam Brown, 2011), ketidakmampuan

Odebunmi (2007, dalam Okorodudu,

seorang remaja dalam meregulasi respon

2010) mengungkapkan bahwa hasil dari

emosinya terhadap peristiwa kehidupan

beberapa laporan penelitian menunjukkan

yang

bahwa sebagian besar dari semua kenakalan

mengakibatkan terhambatnya perkembangan

penuh

dengan

tekanan

akan

Regulasi Emosi Remaja yang Diasuh Secara Otoriter oleh Orangtuanya | 295
Kurniasih, W., Pratisti, W.D. [293-301]

perilaku sosial mereka dan keberfungsian

yang valid dan 18 aitem yang gugur,

mereka di dalam keluarga dan masyarakat.

dengan nilai reliabilitas 0,855 dan

Berdasarkan uraian di atas, maka
yang

menjadi

rumusan

masalah

pada

penelitian ini adalah “bagaimana regulasi
emosi pada remaja yang memiliki pola asuh
otoriter?

validitas aitem yang bergerak dari
angka 0,315 – 0,712.
2. Kuesioner Tertutup tentang Regulasi
Emosi
Peneliti menggunakan kuesioner
tertutup tentang regulasi emosi untuk
mengetahui regulasi emosi pada remaja

Metode Penelitian
Penelitian menggunakan pendekatan
kualitatif

yang

pendekatan

dikombinasikan
kuantitatif.

dengan

Pendekatan

yang memiliki pola asuh otoriter.
Pertanyaan–pertanyaan pada kuesioner
tertutup

ini

disusun

berdasarkan

kuantitatif digunakan untuk menggali data

permasalahan-permasalahan

sekunder yakni data tentang pola asuh

yang berkaitan dengan lingkungan

otoriter, kemudian data sekunder ini akan

sekitar

digunakan peneliti untuk memperoleh data

Brofenbrenner (dalam Santrock, 2007)

primer. Sedangkan pendekatan kualitatif

yaitu lingkungan keluarga, sekolah,

digunakan untuk menggali data primer yaitu

teman

regulasi emosi pada remaja yang memiliki

Kuesioner

pola asuh otoriter.

memiliki 9 alternatif jawaban, dimana

1. Skala Pola Asuh Otoriter

jawaban

Untuk memperoleh data tentang
remaja

yang

memiliki

pola

asuh

remaja

seperti

sebaya,

dan

regulasi

yang

remaja

menurut

masyarakat.

emosi

disediakan

tersebut

disusun

berdasarkan strategi regulasi emosi
menurut Garnefski dan Kraaij (2007)

otoriter, maka peneliti menggunakan

yaitu

skala pola asuh otoriter yang harus diisi

menyalahkan orang lain, pemahaman

oleh remaja. Alat ini digunakan untuk

ulang, kasastrop, pemusatan ulang pada

mendapatkan informan yang sesuai

perencanaan, penilaian ulang yang

dengan tema penelitian yang akan

positif,

diteliti.

perspektif, dan pemusatan ulang yang

Skala

tersebut

disusun

berdasarkan aspek – aspek pola asuh

menyalahkan

penerimaan,

diri

sendiri,

menempatkan

positif.

otoriter menurut Frazier. Skala tersebut
memiliki 40 aitem pernyataan dengan 4
alternatif
dilakukan

pilihan
uji

jawaban.

coba

Setelah

terhadap

Hasil dan Pembahasan
1. Skala Pola Asuh Otoriter

103

Skala pola asuh otoriter diberikan

remaja, diperoleh sebanyak 22 aitem

kepada 69 remaja. Berdasarkan skala

296 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013

pola asuh otoriter diperoleh hasil

dengan hobi dan cita-cita yang tidak

perhitungan rata – rata dari skor total

didukung orangtua. Di dalam hal ini,

skala pola asuh otoriter (mean ) sebesar

remaja cenderung memikirkan langkah

40,8 dan standar deviasi (SD) sebesar

apa yang harus mereka ambil untuk

9,927.

menyelesaikan

Hasil

perhitungan

tersebut

permasalahan-

yang

permasalahan tersebut. Hasil tersebut

memiliki tingkat pola asuh otoriter

sesuai dengan pendapat Pekrun dkk

sangat tinggi sebanyak 4,34%, pola

(2002, dalam Augustyniak dkk, 2009)

asuh otoriter tinggi sebesar 20,29%,

bahwa regulasi emosi tidak hanya

pola asuh otoriter sedang sebanyak

melibatkan

46,38%, pola asuh otoriter rendah

tetapi juga melibatkan proses kognitif,

dengan persentase 28,99%, dan pola

perilaku, dan fisiologis.

menunjukkan

bahwa

remaja

pengalamanan

afektif,

asuh otoriter sangat rendah sebanyak

Ketika remaja melanggar aturan

0%. Hal ini berarti bahwa orangtua

yang telah ditetapkan oleh orangtua,

pasti pernah menerapkan pola asuh

kemudian orangtua memarahi mereka,

otoriter pada remaja, akan tetapi pola

remaja

asuh otoriter yang diterapkan pada

strategi regulasi emosi yang positif

remaja tersebut memiliki tingkatan

seperti penerimaan. Remaja cenderung

yang berbeda – beda.

menerima apa yang dilakukan oleh

2. Kuesioner Tertutup tentang Regulasi

cenderung

orangtua mereka. Dalam hal ini remaja
berusaha

Emosi

menggunakan

untuk

mempengaruhi

Setelah dilakukan analisis terhadap

emosinya ke arah yang positif. Hal ini

skala pola asuh otoriter, kemudian

sesuai dengan pendapat Gross (1998)

didapatkan remaja yang memiliki pola

yang menyatakan bahwa regulasi emosi

asuh otoriter dengan kategori sangat

adalah

tinggi dan tinggi sebanyak 17 remaja,

mempengaruhi emosi yang dimilikinya,

kemudian remaja tersebut diberikan

kapan individu merasakannya, dan

kuesioner

bagaimana individu mengalami dan

tentang

regulasi

emosi.

Berdasarkan analisis isi dari kuesioner
tentang regulasi emosi, didapatkan
hasil

bahwa

remaja

cenderung

proses

individu

dalam

mengekspresikan emosi tersebut.
Saat

orangtua

keinginan remaja,

menuruti

strategi regulasi

menggunakan strategi regulasi emosi

emosi

yang positif seperti pemusatan ulang

cenderung ke arah yang positif. Remaja

pada perencanaan saat menghadapi

cenderung

permasalahan

regulasi emosi seperti fokus pada awal

yang

berhubungan

yang

tidak

digunakan

menggunakan

remaja

strategi

Regulasi Emosi Remaja yang Diasuh Secara Otoriter oleh Orangtuanya | 297
Kurniasih, W., Pratisti, W.D. [293-301]

perencanaan. Dalam hal ini, remaja

permasalahan itu, sehingga remaja

cenderung memikirkan langkah apa

tersebut menerima permasalahan yang

yang

untuk

dihadapi dan berusaha memikirkan

menyelesaikan permasalahan tersebut.

langkah apa yang harus diambil untuk

Hal

pendapat

menyelesaikan permasalahan tersebut.

Thompson (1994, dalam Putnam &

Remaja berusaha untuk meminimalisasi

Silk, 2005) yang menyatakan bahwa

emosi negatif dengan menggunakan

regulasi

proses

regulasi emosi yang positif. Hal ini

intrinsik dan proses ekstrinsik yang

sesuai dengan pernyataan Diamond dan

bertanggung jawab dalam memantau,

Aspinwall

mengevaluasi, dan memodifikasi reaksi

regulasi emosi adalah memaksimalkan

emosional, terutama sifat individu yang

emosi positif dan meminimalisir emosi

cenderung

negatif.

harus

ini

diambil

sesuai

dengan

emosi

merupakan

intensif

dan

sementara

(2003),

bahwa

tujuan

Pekrun dkk (dalam Augustyniak

dalam mencapai suatu tujuan.
Data temuan lain menunjukkan

dkk, 2009) mengungkapkan bahwa

bahwa remaja cenderung menggunakan

regulasi

strategi

penting pada kemampuan anak dan

regulasi

emosi

seperti

mengevaluasi kembali pada hal-hal

remaja

yang

lebih

menerima

positif
situasi

emosi

untuk

merupakan

mendorong

faktor

perilaku

dan

berusaha

prososial dan pro-akademik. Temuan

yang

dihadapi,

peneliti ternyata menunjukkan dua

untuk

respon yang berbeda saat menghadapi

menjalin hubungan dengan lawan jenis

situasi yang berhubungan dengan nilai.

(berpacaran). Dalam hal ini remaja

Ketika remaja mendapatkan nilai ujian

cenderung menciptakan sisi positif dari

yang

permasalahan yang dihadapinya serta

menggunakan strategi regulasi emosi

menerima permasalahan tersebut. Hasil

yang negatif seperti menyalahkan diri

tersebut

pernyataan

sendiri. Saat orangtua memberikan

Kalat dan Shiota (2007) bahwa regulasi

hukuman, remaja cenderung menerima

emosi merupakan upaya melakukan

hukuman

sesuatu yang menyenangkan sehingga

remaja,

menimbulkan perasaan positif.

memunculkan strategi regulasi emosi

apabila

dilarang

sesuai

orangtua

dengan

Dalam kasus pertengkaran dengan
saudara kandung karena orangtua yang

buruk,

remaja

tersebut.
hukuman

cenderung

Bagi

beberapa

tersebut

justru

yang positif yaitu penerimaan.
Penerimaan

juga

muncul

saat

terkesan pilih kasih, responden ternyata

hukuman muncul dari figur otoritas di

mampu mengambil makna positif dari

sekolah, yaitu guru. Dalam hal ini

298 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013

remaja cenderung meminimalisir emosi

sahabat karena masalah perasaan suka

negatif yang dimilikinya. Hal tersebut

yang ditujukan pada orang yang sama.

sesuai dengan pendapat Multi – Health

Dalam lingkup lingkungan tempat

System (dalam Augustyniak dkk, 2009)

tinggal, remaja menunjukkan pola yang

yang menyatakan bahwa regulasi emosi

berbeda dengan saat dihadapkan pada

adalah kemampuan untuk menghambat,

situasi keluarga dan sekolah. Apabila

menaklukan,meminimalisir,memelihara

tetangga di lingkungan tempat tinggal

,menekankan,

remaja

atau

memperpanjang

suatu keadaan emosi.

remaja

membicarakan
tersebut,

keburukan

remaja

cenderung

memiliki

menggunakan strategi regulasi emosi

perbedaan pendapat dengan teman–

yang negatif seperti menyalahkan orang

teman mereka ketika sedang berdiskusi

lain. Frydenberg (dalam Brown, 2011)

kelompok di kelas, remaja cenderung

menjelaskan bahwa ketidakmampuan

memikirkan langkah apa yang harus

seorang

dilakukannya

menghadapi

respon emosinya terhadap peristiwa

perbedaan pendapat yang terjadi. Hasil

kehidupan yang penuh dengan tekanan

ini sesuai dengan pendapat Planalp

akan

(1999, dalam Hude, 2008) bahwa

perkembangan perilaku sosial mereka

regulasi emosi tidak hanya menyangkut

dan keberfungsian mereka di dalam

dengan

keluarga dan masyarakat.

Apabila

remaja

untuk

tindakan

individu

untuk

remaja

dalam

mengakibatkan

meregulasi

terhambatnya

menghentikan suatu perbuatan yang

Berdasarkan uraian–uraian tentang

negatif, tetapi regulasi emosi juga

strategi regulasi emosi yang digunakan

merupakan bagian yang tidak bisa

oleh remaja yang memiliki pola asuh

dipisahkan dari proses–proses emosi

otoriter

yang dibangun diatas komponen lain,

permasalahan–permasalahan di atas,

seperti obyek, penilaian, fisiologis,

menunjukkan

serta kecenderungan untuk bertindak.

memiliki pola asuh otoriter cenderung

Individu meregulasi emosi secara tidak

menggunakan strategi regulasi emosi

sadar

yang

dan

otomatis.

Cara

remaja

dalam

positif

bahwa

dalam

menghadapi

remaja

yang

menghadapi

menangani perbedaan pendapat juga

permasalahan – permasalahan di dalam

muncul

mendapatkan

kehidupan mereka. Remaja cenderung

komentar dari teman sebaya mengenai

menggunakan strategi penilaian ulang

penampilannya,

yang

saat

menghadapi

remaja

dan

saat

pertengkaran

harus
dengan

positif,

penerimaan,

dan

pemusatan ulang pada perencanaan.
Hasil ini menunjukkan bahwa pola

Regulasi Emosi Remaja yang Diasuh Secara Otoriter oleh Orangtuanya | 299
Kurniasih, W., Pratisti, W.D. [293-301]

asuh otoriter yang diterapkan oleh

Pola asuh otoriter yang diterapkan

orangtua tidak selalu memiliki dampak

oleh orangtua kurang berfungsi ketika

negatif

ini

remaja menghadapi permasalahan yang

dikarenakan orangtua yang berada di

berkaitan dengan bakat dan minat yang

kebudayaan Timur seperti Indonesia

dimilikinya,

cenderung

keinginan remaja yang tidak dipenuhi

terhadap

remaja.

menerapkan

Hal

pola

asuh

bermasalah

otoriter, dimana orangtua cenderung

orangtua

memberikan batasan, tuntutan, arahan,

memenuhi keinginan saudara kandung

dan aturan kepada putra / putri mereka

mereka, bermasalah dengan prestasi

yang sedang beranjak remaja. Dimana

akademik

ketika orangtua menerapkan pola asuh

dengan teman sebaya, serta ketika

otoriter, kecenderungan remaja dalam

remaja

menggunakan strategi regulasi emosi

masyarakat. Hal ini dikarenakan secara

yang

remaja

kognisi, remaja cenderung memiliki

tersebut cenderung menerima pola asuh

sikap kritis terhadap permasalahan

tersebut, mengambil makna positif dari

yang mereka alami yang berkaitan

penerapan pola asuh tersebut, serta

dengan lingkungan di sekitar mereka,

memikirkan langkah apa yang harus

sehingga remaja cenderung berusaha

mereka

untuk

positif

dikarenakan

ambil terhadap apa

yang

dan

dengan

orangtua

mereka,

berada

cenderung

bermasalahan

di

memecahkan

lingkungan

permasalahan

orangtua terapkan pada mereka. Dalam

mereka sendiri tanpa mempedulikan

hal ini remaja cenderung berpikir

arahan–arahan yang diberikan oleh

bahwa

orangtua,

apa

yang

dilakukan

oleh

remaja

cenderung

orangtua mereka memiliki tujuan yang

memikirkan

positif untuk kehidupan remaja yakni

harus

supaya remaja tidak terjerumus pada

menyelesaikan

pergaulan yang salah, sehingga remaja

mereka hadapi. Hal ini sesuai dengan

cenderung

pendapat dari Sunarto dan Hartono

meregulasi

emosi

yang

langkah–langkah

diambil

untuk

yang
dapat

permasalahan

yang

dialaminya ke arah yang positif. Hal ini

(2008)

sesuai dengan hasil penelitian Rahayu,

pemikiran

dkk (2008) yang menunjukkan bahwa

dipengaruhi oleh ide dan teori yang

dalam

mengakibatkan sikap kritis

kebudayaan

Timur

yang

yang

menyatakan
remaja

bahwa

cenderung

remaja

memiliki ciri kolektivisme, pola asuh

terhadap keadaan dan orangtua. Setiap

otoriter

pendapat

tidak

selalu

dampak yang negatif.

menunjukkan

dari

dibandingkan

orangtua

dengan

teori

akan
yang

diikutinya. Selain itu, hal ini juga

300 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013

didukung oleh teori dari Tolan, dkk

asuh

(2003, dalam Papalia, dkk, 2009) yang

memiliki peranan khusus terhadap proses

menyatakan bahwa perilaku antisosial

regulasi emosi pada remaja di dalam

cenderung dipengaruhi oleh faktor –

menghadapi permasalahan – permasalahan

faktor yang bertingkat dan saling

kehidupannya. Remaja yang memiliki pola

berinteraksi seperti pola asuh orangtua,

asuh otoriter dengan kategori sangat tinggi

teman

menyimpang,

dan tinggi selalu menggunakan strategi

sampai pada masyarakat dan dukungan

regulasi emosi dalam mengatur emosi yang

lingkungan sosial.

dialaminya baik ke arah yang positif seperti

sebaya

yang

yang

diterapkan

oleh

orangtua

menempatkan perspektif, pemusatan ulang
yang positif, penilaian ulang yang positif,

Simpulan dan Saran
data

penerimaan, dan pemusatan ulang pada

penelitian di atas, maka peneliti mengambil

perencanaan, maupun ke arah yang negatif

kesimpulan bahwa informan yang memiliki

seperti

pola asuh otoriter dapat dikategorikan

menyalahkan orang lain, katastrop, dan

berdasarkan tingkatan pola asuh otoriter

pemahaman ulang. Selain itu, hal ini juga

yaitu tingkat pola asuh otoriter dengan

menunjukkan

kategori sangat tinggi sebanyak 4,34%, pola

Timur yang berciri kolektivisme, pola asuh

asuh otoriter dengan kategori tinggi sebesar

otoriter cenderung memiliki dampak yang

20,29%, pola asuh otoriter dengan kategori

positif terhadap regulasi emosi pada remaja.

sedang sebanyak 46,38%, pola asuh otoriter

Hal ini dikarenakan orangtua yang berada di

dengan kategori rendah dengan persentase

kebudayaan

28,99%, dan kategori pola asuh otoriter

cenderung menerapkan pola asuh otoriter,

sangat rendah sebanyak 0%.

dimana orangtua cenderung memberikan

Berdasarkan

hasil

analisis

menyalahkan

bahwa

Timur

diri

pada

seperti

sendiri,

kebudayaan

Indonesia

Berdasarkan uraian tentang strategi

batasan, tuntutan, arahan, dan aturan kepada

regulasi emosi yang digunakan oleh 17

putra / putri mereka yang sedang beranjak

remaja yang memiliki pola asuh otoriter di

remaja.

atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pola

Regulasi Emosi Remaja yang Diasuh Secara Otoriter oleh Orangtuanya | 301
Kurniasih, W., Pratisti, W.D. [293-301]

DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, S. (2010). Pengaruh Pola Asuh Orangtua terhadap Tingkat Agresivitas Anak. Jurnal
MEDTEK, Vol. 2 No. 1.
Augustyniak, K. M., Brooks, M., Rinaldo, V. J., Bogner, R., & Hodges, S. (2009). Emotion
Regulation: Considerations for School – Based Group Interventions. The Journal for
Specialists in Group Work, Vol. 34 No. 4, p. 326 – 350.
Brown, C. L. (2011). The Effects of Parental Conflict and Close Friendships on Emotion
Regulation in Adolescence. University of Virginia Press.
Chang, L., Schwartz, D., Dodge, K. A., & McBride-Chang, C. (2003). Harsh Parenting in
Relation to Child Emotion Regulation and Agression. Journal of Family Psychology, Vol.
17, No. 4, p. 598 – 606.
Diamond, L. M., & Aspinwall, L. G. (2003). Emotion Regulation Across the Life Span : An
Integrative Perspective Emphasizing Self - Regulation, Positive Affect, and Dyadic
Processes. Motivation and Emotion, Vol. 27, No. 2 , Vol. 27 No. 2 , p. 125 - 156.
Frazier,
Barbara.
(2012).
Assessing
Your
Parenting
Style
[online].
www.thesuccessfulparent.com/parenting-style/assessing-your-parenting-style diakses pada
hari Minggu tanggal 4 November 2012 pukul 23.48 WIB.
Garnefski, N., & Kraaij, V. (2007). The Cognitive Emotion Regulation Questionnaire
Psychometric Features and Prospective Relationship with Depression and Anxiety in
Adults. European Journal of Psychological Assesment, Vol. 23, No. 3, p. 141 – 149.
Gross, J. J. (1998). The Emerging Field of Emotion Regulation: An Integrative Review. Review
of General Psychology, Vol. 2, No. 3, p. 271 – 299.
Gross, J. J. (1999). Emotion Regulation: Past, Present, Future. Cognition and Emotion, Vol. 13,
No. 5, p. 551- 573.
Hude, M. D. (2008). Emosi (Penjelajahan Religio – Psikologis tentang Emosi Manusia dalam Al
– Qur’an). Jakarta: Erlangga.
Kalat. J. W., & Shiota, M. N. (2007). Emotion. USA: Thomson Higher Education.
Okorodudu, G. N. (2010). Influence of Parenting Style on Adolescent Delinquency in Delta
Central Senatorial District. Edo Journal of Counselling, Vol. 3, No. 1, p. 58 – 86.
Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2009). Human Development (Perkembangan
Manusia). Jakarta: Salemba Humanika.
Putnam, K. M., & Silk, K. R. (2005). Emotion Dysregulation and the Development of Borderline
Personality Disorder. Development and Psychopatology, Vol. 17, p. 899 – 925.
Santrock, J. W. (2007). Perkembangan Anak. (ed. 11). Jakarta: Erlangga.
Sunarto, & Hartono, B. A. (2008). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT. Rineka Cipta