Pemaknaan labeling pada remaja.

(1)

PEMAKNAAN LABELING PADA REMAJA Dwi Apriliani Sujito Putri

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mengungkapkan secara jelas pemaknaan remaja tentang sebuah labeling yang diterima. Ketertarikan penelitian ini didasarkan pada banyaknya label yang diterima remaja dari masyarakat. Penelitian ini berfokus pada bagaimana remaja memaknai pengalaman tentang label yang diterimanya dari masyarakat baik yang positif ataupun yang negatif melalui apa yang dirasakan, dipikirkan, diharapkan, dilakukan dan tentang keyakinan terhadap sebuah label yang diterima. Penelitian ini dilakukan terhadap 4 subjek. Metode yang digunakan adalah kualitatif fenomenologi dengan teknik pengumpulan data yaitu wawancara semi terstruktur. Proses validitas didasarkan pada kepastian apakah hasil penelitian sudah akurat dari sudut pandang peneliti, partisipan, atau pembaca secara umum. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengalaman remaja yang memaknai label sebagai hal negatif akan cenderung mengabaikan dan label tersebut tidak berpengaruh terhadap perilaku, karena mereka yakin bahwa tidak perlu mengubah identitas diri. Sedangkan remaja yang memaknai label sebagai hal positif cenderung menyakini bahwa label adalah penilaian dari masyarakat, sehingga menganggap label sebagai pedoman perilaku sehari-hari.


(2)

MEANING ABOUT LABELING IN ADOLESCENTS Dwi Apriliani Sujito Putri

ABSTRACT

The reseacrh aims to reveal the understanding of adolescents about a labeling that received clearly. This reasearch based on many label received by them from society and focused on how they interpret the label received from society whether positive or negative through what they feel, think, wish for, did for and about believe in a label received. The research used 4 subjects and the method used is qualitative phenomenology with the technique of collecting data that was a semi-structured interview. The process of validity based on certainly whether the research results have a proper results from the prospective of researchers, participation or the reader. The research results show that adolescents in interpreting the label as a negative thing will tend to ignore and the labels not affect the behavior, because they was sure that not important to change self identity. The adolescent that interpret label as a positive thing tend to believe with label because they think that label is a valuation from society and assume a label as a daily behavior guideline.


(3)

PEMAKNAAN LABELING PADA REMAJA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh:

Dwi Apriliani Sujito Putri NIM : 109114079

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

PEMAIOTAAI\I L/IBELING PADA REMAJA

Oleh:

Drr,,i Apriliani Sujito Putri

NIM:

109114079

Telah disetujui oleh :

Dosen Pembimbing,

Tanggal:

i4

JAN 2C15


(5)

Penguji

I

Penguji

II

Penguji

III

SKRIPSI

PEMAKNAAT{ I.ABELING PADA REMAJA

Dipersiapkan dan ditulis oleh: Dwi Apriliani Sujito

Pufi

NIM : 109114079

Telah dipertahankan di depan panitia penguji Pada tanggal 26 November 2014 Dan dinyatakan memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji : Narna Lengkap

: Dra. Lusia Pratidarmanastiti, lv.{.Si : YB. Cahya Widiyanto, M.Si : Rati SunarAstuti, M.Si

Yogyakarta"

14

JAN 2015 Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma

//rr/^

lll

Tangan

4r".r,t%*\

{ H"s

g

6f:'r';Pr.t 1

rffi*l;


(6)

iv

HALAMAN MOTTO

Motto

-Everyone has a their own problem,

So, don’t judge people easily.-

-Respect them if they have different way for same result.-

-Everyone has their own way to reach their dream.-


(7)

v

Semua ini saya persembahkan teruntuk orang tua saya yang sudah memberikan saya dukungan baik berupa materi ataupun support, selain itu saya persembahkan penelitian ini untuk Tuhan yang sudah mengijinkan saya dalam menyelesaikan semuanya, dan untuk semua teman yang mendukung.


(8)

PBRNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam daftar

pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 2 November 2014

Dwi Apriliani Sujito Putri Penulis


(9)

vii

Pemaknaan Labeling Pada Remaja Dwi Apriliani Sujito Putri

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mengungkapkan secara jelas pemaknaan remaja tentang sebuah labeling yang diterima. Ketertarikan penelitian ini didasarkan pada banyaknya label yang diterima remaja dari masyarakat. Penelitian ini berfokus pada bagaimana remaja memaknai pengalaman tentang label yang diterimanya dari masyarakat baik yang positif ataupun yang negatif melalui apa yang dirasakan, dipikirkan, diharapkan, dilakukan dan tentang keyakinan terhadap sebuah label yang diterima. Penelitian ini dilakukan terhadap 4 subjek. Metode yang digunakan adalah kualitatif fenomenologi dengan teknik pengumpulan data yaitu wawancara semi terstruktur. Proses validitas didasarkan pada kepastian apakah hasil penelitian sudah akurat dari sudut pandang peneliti, partisipan, atau pembaca secara umum. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengalaman remaja yang memaknai label sebagai hal negatif akan cenderung mengabaikan dan label tersebut tidak berpengaruh terhadap perilaku, karena mereka yakin bahwa tidak perlu mengubah identitas diri. Sedangkan remaja yang memaknai label sebagai hal positif cenderung menyakini bahwa label adalah penilaian dari masyarakat, sehingga menganggap label sebagai pedoman perilaku sehari-hari.


(10)

viii

MEANING ABOUT LABELING IN ADOLESCENTS

Dwi Apriliani Sujito Putri

ABSTRACT

The reseacrh aims to reveal the understanding of adolescents about a labeling that received clearly. This reasearch based on many label received by them from society and focused on how they interpret the label received from society whether positive or negative through what they feel, think, wish for, did for and about believe in a label received. The research used 4 subjects and the method used is qualitative phenomenology with the technique of collecting data that was a semi-structured interview. The process of validity based on certainly whether the research results have a proper results from the prospective of researchers, participation or the reader. The research results show that adolescents in interpreting the label as a negative thing will tend to ignore and the labels not affect the behavior, because they was sure that not important to change self identity. The adolescent that interpret label as a positive thing tend to believe with label because they think that label is a valuation from society and assume a label as a daily behavior guideline.


(11)

LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA

ILMIAH

UNTUK

PERSETUJUAN

KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di Nama

bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

: Dwi Apriliani Sujito Putri Nomor Mahasiswa : 1091ruA79

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

PEMAKN AAI\i LABELING PADA REMAJA

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan

kepada Perpustakaan universitas Sanata Dharma

hak untuk menyimpan,

mengalihkan dalam bentuk media lain, mengeloladi internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta

ijin

dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pemyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 2 November 2074 Yang menyatakan,

(Dwi Apriliani Sujito Putri)


(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji Syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan penyertaannya saya dapat menyelesaikan skripsi ini dan tepat waktu. Saya juga memohon maaf apabila dalam pengerjaan skripsi ini masih terdapat kesalahan yang tidak semestinya dilakukan. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan saran, masukan, dan koreksi yang bersifat membangun kearah yang lebih baik demi kesempurnaan ilmu yang telah peroleh di Fakultas Psikologi.

Selain dari berkat dari Tuhan Yang Maha Esa, proses penyelesaian skripsi ini melibatkan banyak pihak yang dengan tulus memberikan bantuan dan dukungannya. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung saya selama proses penulisan skripsi ini. Secara khusus saya ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak, Ibu, dan kakak-adik saya yang memberikan semangat serta dukungan agar saya dapat segera menyelesaikan skripsinya dengan baik dan tepat waktu. 2. Bapak Dra. Lusia Pratidarmanastiti, M.Psi selaku dosen pembimbing yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih juga karena Ibu telah banyak membantu dalam proses pengerjaan skripsi ini. Terima kasih atas semangat, nasihat, bimbingan dan kesabaran selama saya menjadi mahasiswa di Fakultas Psikologi.

3. Segenap Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, yang dengan kebijaksanaannya membagikan ilmu mereka.


(13)

xi

4. Dosen penguji 1 dan 2 yang berkenan menguji penelitian saya dan memberikan masukan untuk penelitian yang telah saya buat.

5. Mas Gandung dan bu Nanik yang selalu membantu untuk mencari informasi seputar permasalahan di Psikologi.

6. Mas Muji dan Mas Doni yang selalu membantu dalam kegiatan di Laboratorium Psikologi dan sebagai partner kerja selama satu semester kemarin.

7. Teman-teman yang selalu memberi semangat dan mendukung saya yaitu : Tifany Christanti, Ayu Lestari, Adita Primasti, Solider, Naris, Tari, Manik, Rika, Onda, Bara dan semua teman-teman yang namanya tidak mungkin disebutkan satu per satu. Saya mengucapkan banyak trimakasih atas dukungan, semangat, diskusi dan canda tawa selama kita belajar dan mengenyam pendidikan sarjana.

8. “Someone Special” sebagai orang yang saya sayangi yang selalu memberi dukungan kepada saya dalam keadaan apapun. Terima kasih untuk selalu memberikan kebahagiaan, selalu sabar, selalu tersenyum dan selalu memberikan hal-hal positif dalam hidup saya.

9. Teman-teman Psikologi angkatan 2010 yang tidak mungkin saya sebutkan namanya satu per satu. Terima kasih atas dukungan dan kebersamaan kalian selama kita belajar ilmu jiwa ini.

10.Teman-teman Masdha ’10 yang sudah menjadi keluarga kedua dan bisa menjadi tempat berkerja dan belajar bersama.


(14)

xii

11.Semua subjek yang telah memberikan data dalam penelitian ini : N, MF, YF, AA

12.Terima kasih kepada seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang senantiasa memberikan dukungan dan doa untuk kesuksesan saya dalam menyelesaikan tugas sebagai mahasiswa. Terima kasih.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca maupun penulis sendiri untuk bahan studi selanjutnya.

Yogyakarta, 2 November 2014


(15)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KAYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II. LANDASAN TEORI ... 7

A. Remaja... 7


(16)

xiv

C. Penelitian Tentang Labeling ... ……. 13

D. Makna Labeling Bagi Remaja ... 14

E. Skema ... ………. 15

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 16

A. Jenis Penelitian ... ………. 16

B. Fokus Penelitian ... ………. 17

C. Informan Penelitian ... 18

a. Karakteristik Penelitian ... 18

b. Prosedur Pengambilan Informan Penelitian ... 19

c. Jumlah Informan Penelitian ... 19

D. Prosedur Penelitian 1. Tahap Persiapan Penelitian ... 19

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 20

3. Tahap Pencatatan Data ... 21

E. Metode Pengambilan Data ... 21

F. Metode Analisis Data ... ………. 23

G. Kredibilitas Penelitian ... ………. 25

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 27

A. Profil Informan ... 27

B. Analisis Data ... 29

C. Skema Analisis Data ... 34

D. Hasil Analisis Penelitian ... 34


(17)

xv

2. Informan II ... 35

3. Informan III ... 37

4. Informan IV ... 38

E. Pembahasan ... ………. 41

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

A. Kesimpulan ... 42

B. Saran ... 43

1. Bagi Peneliti Lain ... 43

2. Bagi Masyarakat... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45


(18)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Panduan Wawancara ... 22 Tabel 2. Profil Informan ... 27 Tabel 3. Analisis Data ... 29


(19)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN


(20)

1

BAB 1 PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dewasa ini jika kita sadari hampir di semua kalangan, baik dari masa anak-anak hingga orang tua mempunyai sebuah label semasa hidupnya. Hal tersebut dilakukan secara turun temurun, baik dari orang tua ke anaknya ataupun dari lingkungan sekitarnya (masyarakat dan teman sebaya), terutama pada diri seorang remaja. Sebagai contoh, Chairul Tanjung adalah salah satu orang yang sempat menjadi pembicaraan

kalangan masyarakat dengan label ”anak singkong”, yang pada akhirnya

label tersebut juga menjadi sebuah buku. Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN) ini mendapat julukan tersebut karena kisah hidupnya yang berasal dari satu kampung di Jakarta yang dari masa kecil merasakan hidup susah, namun tetap lebih mengutamakan pendidikan (sacom (suaraagraria.com)). Dari fakta diatas, kita dapat melihat label yang diberikan tersebut mempunyai maksud, makna dan sebab yang berbeda pada setiap individu.

Beberapa orang yang memberikan label biasanya mempunyai harapan terhadap label yang sudah diberikan baik secara positif maupun negatif. Pemberian label pada seseorangyang mempunyai makna negatif biasanya disebut label negatif, dimana hal tersebut cenderung akan memberikan dampak negatif bagi individu yang diberi label. Sedangkan pemberian label pada seseorang yang mempunyai makna yang baik


(21)

disebut label positif, hal tersebut juga cenderung akan memberikan dampak positif bagi individu yang diberi label (Ganengwin dalam Herani, 2012).

Sebuah label baik yang negatif atau positif digunakan oleh seseorang untuk memudahkan mengingat, seperti menempelkan sebuah ciri khas yang ada pada seseorang tersebut, atau dengan karakter yang dia miliki (web.unair.ac.id). Ciri-ciri tersebut juga dapat berasal dari ciri fisik yang menonjol, penyakit menetap yang diderita, karakter seseorang, orientasi seksual, ciri kolektif ras, etnik dan golongan (Aztlan dalam Herani 2012). Beberapa orang mangakui melakukan hal tersebut, karena ada beberapa nama asli seseorang yang susah diingat, susah diucapkan sehingga orang yang sudah tua biasanya memberi label tersebut karena mereka sudah tidak bisa lagi mengingat dengan baik.

Sebuah label yang telah ditanamkan kepada individu akan menentukan tindakan sehari-harinya. Hal tersebut akan membuat seseorang mempunyai pandangan baik positif ataupun negatif dari diri sendiri sesuai dengan label yang diberikan oleh lingkungan (Herani, 2012). Ketika individu memandang dirinya baik tentang penampilan, prestasi dan status ekonomi. Seorang individu akan lebih menerima dirinya, lebih merasa bahagia, penuh semangat, toleran, pemaaf dan peduli. Berbanding terbalik dengan individu yang memandang dirinya rendah, mereka akan cenderung merasa bersalah dan tidak nyaman terhadap lingkungan sekitarnya (Sadhwani, 2012). Selain itu, label juga


(22)

akan digunakan individu untuk mengiterpretasikan permasalahan untuk mengambil sebuah tindakan (Herani, 2012 ). Label sendiri mempunyai sumbangan dalam lingkungan sosial dimana seseorang akan mempunyai kualitas dan kuantitas dalam interaksi sosial tegantung pada kepercayaan diri dan harapan yang dimilikinya sesuai dengan identitas diri yang telah dibuat dari labeling. Hal yang lain menunjukkan bahwa prediktor kenakalan meliputi identitas diri dan pada usia ini, remaja menyumbang jumlah yang banyak mengenai kenakalan (Santrock, 2002).

Tanpa disadari label yang diberikan tersebut ternyata berdampak bagi individu, terutama bagi konsep diri. Konsep diri sendiri adalah hal yang sangat penting sebgai sebuah atribut untuk memprediksi dan mengerti perilaku (Sindhawani, 2002). Selain itu konsep diri juga menjadi sebuah gambaran diri, untuk memandang dari aspek fisik, status ekonomi, penghargaan, jika seseorang memandang aspek tersebut secara baik maka seorang individu juga akan mempunyai konsep diri sejalan dengan pandangan dirinya. Konsep diri adalah hal yang penting untuk kesehatan mental, terutaman pada remaja, karena dalam masa ini mereka akan menunjukkan konsep dirinya dengan perkembangan kemandirian dan kebebasan yang didapatkan (Sindhawani, 2002). Pada masa ini remaja cenderung akan mulai menetapkan indentitasnya yang salah satu penyumbangnya adalah pandangan dari masyarakat. Seorang peneliti menjelaskan bahwa individu yang diberikan label, akan menjadi teridentifikasi dengan labeling yang diterima dan akan mempengaruhi


(23)

konsep diri (Coleman dalam Shahzad.S., 2010). Terutama pada remaja, yang pada umumnya mempunyai pandangan-pandangan sendiri terhadap dunia (Erikson, 1968). Remaja akan mulai mengevaluasi , berpikir, dan berperilaku sesuai dengan keyakinan dan nilai-nilai tersebut (Budiman, 2014). Seorang remaja yang tidak mampu mengatasi kebingungan akan identitasnya yang mana salah satu penyumbangnya adalah sebuah label, akan membuat remaja tersebut mengalami stress (Santrock, 2002). Pada masa remaja, seseorang yang dapat mengatasi label dari masyarakat akan dapat membentuk konsep dirinya, sedangkan remaja yang mengalami kebingungan identitas dan akan membuat konsep diri sesuai dengan label yang diterima (Santrock, 2002).

Identitas diri seorang remaja digunakan sebagai sumber pokok informasi gambaran diri yang ditangkap dari orang lain, yang meliputi aspek fisik, emosi, intelektual, dan sosial (www.library.upnvj.ac.id). Seseorang yang memandang identitas dirinya kurang baik, hal ini akan mempengaruhi cara orang beraktivitas di lingkungan sosialnya. Interaksi sosial baik dari segi kualitas dan kuantitas akan sejalan dengan pandangan dari diri (Santrock, 2002). Steinberg menyatakan bahwa pada masa remaja keyakinan atas nilai-nilai akan semakin terbentuk yang bukan hanya diberikan oleh orang tua, namun lingkungannya (Aprilia, 1994). Selain itu, konstruksi diri tidak hanya hasil tindakan dari satu individu melainkan hasil dari interaksi terhadap orang lain, dimana konstruksi tersebut


(24)

memerlukan dukungan dari orang lain untuk menjelaskan sebuah label yang diterima (Gergen, 1983).

Konsep diri dan identitas diri juga berkaitan dengan permasalahan internal maupun eksternal individu termasuk faktor-faktor khusus seperti hal yang berkaitan dengan harapan, kepercayaan diri, pandangan terhadap tingkah laku kita sendiri, dan keseimbangan antara aspek positif dan negatif tentang diri sendiri (DeHaan & McDermid dalam Henderson. E, 2006). Berdasarkan penjelasan tersebut, sebuah labeling yang diberikan oleh lingkungan adalah salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada konsep diri individu. Label adalah pedoman berperilaku, dimana perilaku seseorang juga menjadi petunjuk nilai orang itu sendiri. Selain itu, label juga berfungsi sebagai petunjuk jalan atau pemberi arah terhadap kehidupan manusia. Label tidak hanya mengungkapkan perasaan, namun juga menimbulkan perubahan yang disampaikan melalui sebuah ide (Suwaji, 1992).

Dalam hal ini dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa konsep diri dan identitas diri seseorang remaja akan memberikan pengaruh didalam hidup seseorang, dimana salah satu hal yang mempengaruhinya adalah labeling. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melihat gambaran makna sebuah label yang masih banyak digunakan oleh masyarakat pada seorang remaja.


(25)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah yang akan diteliti sebagai berikut : Bagaimana gambaran seorang remaja tentang makna sebuah labeling?

C. Tujuan

Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah : Untuk menggambarkan dan mengetahui sebuah makna sebuah labeling yang diberikan masyarakat kepada seorang remaja.

D. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan literatur mengenai pandangan terhadap sebuah makna labeling berkaitan dengan konsep diri seorang remaja.

2. Manfaat Praktis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan pandangan dan sebuah gambaran kepada masyarakat tentang sebuah label diberikan kepada seorang remaja yang berkaitan dengan makna.


(26)

7

BAB II

LANDASAN TEORI A. Remaja

Peneliti memilih subjek remaja pada penelitian ini, karena seorang remaja akan mulai mencari jati dirinya dan dalam proses tersebut seorang remaja pasti akan menghadapi berbagai masalah yang bisa saja remaja tidak mampu memecahkan permasalahan yang dia hadapi (Madewitari, 2011). Erikson mendefinisikan remaja sebagai fase adaptif dari perkembangan kepribadian individu serta sebagai fase mencoba-coba berbagai peran baru dalam rangka menemukan identitas ego yang mantap (Pikunas, 1976). Identitas didalam remaja mencakup cara hidup pribadi, remaja sangat rentan dalam pembentukan identitas ini.

Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa. Meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Perubahan masa ini menjadi objek penyorotan terutama perubahan dalam lingkungan dekat, yakni dalam hubungan dalam keluarga. Menurut Hurlock remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-18 tahun. Sedangkan, menurut Monks, dkk memberi batasan usia remaja adalah 12-21 tahun (Khildaamaliyah, 2011). Menurut Stanley

Hall (Santrock, 2003) usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun. Dari hal tersebut, menunjukkan bahwa remaja adalah seorang individu yang berumur 12 tahuh- 23 tahun. Individu yang berusia 19 hingga 22 tahun juga dimasukan dalam golongan remaja, dengan pertimbangan bahwa


(27)

pembentukan identitas diri remaja masih terus berlangsung sepanjang rentang usia tersebut (Retnowati.S, 2003).

Menurut Erikson, bahwa pada masa remaja tujuan utama perkembangannya adalah pembentukan identitas diri. Identitas yang akhirnya sudah dibentuk oleh seorang remaja akan menentukan peran sosial yang harus dijalankan (Ristianti.A, 2008). Remaja disini adalah masa dimana seseorang berada dalam batas peralihan dari masa anak-anak dan dewasa. Remaja biasa mengalami sebuah kegelisahan dimana remaja tidak tenang dalam menguasai diri. Perkembangan remaja merupakan hasil timbal balik antara individu itu sendiri dan pengaruh dari lingkungannya (Ristianti.A, 2008).

Didalam perkembangan identitas remaja, terdapat faktor penting yang turut menentukan dapat atau tidaknya seorang remaja menghadapi tugas perkembangan dimasanya, antara lain kepercayaan diri yang dibentuk pada tahun pertama yang diperoleh dari pengasuh yang memenuhi segala kebutuhannya, sikap diri sendiri terhadap lingkungannya, keadaan keluarga dengan faktor-faktor yang menunjang identifikasi dimana seorang remaja mendapatkan sebuah identifikasi dari apa yang sudah dilakukan semasa perkembangan dan yang terakhir adalah kemampuan remaja sendiri, dimana taraf intelek menentukan bagaimana seorang remaja menanggapi sebuah lingkungan tersebut. (Gunarsa, 1990).

Pada masa remaja tujuan utama dari seluruh perkembangannya adalah pembentukan identitas diri. Dimana identitas diri terbentuk dari


(28)

azas, cara hidup, dan pandangan yang menentukan cara hidup seseorang. Pada masa ini remaja sangat dipengaruhi oleh proses identifikasi dari dunia luar dan eksperimen atau mencoba dan berpetualang. Hal ini merupakan sebuah inti seseorang akan memandang diri sendiri dan pandangan pada dunia luar. Pembentukan identitas selalu dipengaruhi oleh pendapat dan pandangan dari dunia luar ( Gunarsa, 1990 ).

Menurut Erikson, 1982 (Feist & Feist, 2010) tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat dimana remaja tinggal memainkan peran penting dalam pembentukan identitas mereka. Remaja memikirkan tentang masyarakat dimana mereka tinggal, nilai-nilai dan keyakinan yang akan mereka pegang teguh. Pada umumnya remaja akan menarik dari beragam pandangan dan gambaran diri yang diterima dari masyarakat (Feist & Feist, 2010).

Identitas dapat digambarkan menjadi positif atau negatif, tergantung pada apa yang mereka inginkan dan mereka yakini (Feist & Feist, 2010). Remaja akan cenderung mengalami dilema dengan identitas yang mereka inginkan dan yakini di masa ini, sehingga remaja memilih nilai-nilai dan pandangan teman sebaya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa remaja adalah individu yang berusia 12 tahun – 23 tahun dimana saat itu sedang terjadi proses pembentukan identitas diri. Dalam proses tersebut, pengaruh lingkungan masyarakat dan keluarga mempunyai peranan penting.


(29)

B. Labeling dan Narasi

Labeling adalah proses memberi cap atau indentitas oleh sekelompok masyarakat dengan menempelkan ciri khas tertentu (Iskander, 2012). Sebuah labeling adalah salah satu bagian dari narasi diri yang dibentuk dari kumpulan cerita kehidupan tentang diri sendiri yang menjadikan sebuah pandangan yang melekat, dimana definisi narasi yang miliki seseorang tergantung pada pengakuan dari orang lain. Narasi diri yang dibuat oleh seseorang akan menetap dan bertahan jika orang lain juga menyetujuinya. Labeling menurut Lemert adalah penyimpangan yang disebabkan oleh pemberian cap/label dari masyarakat kepada seseorang yang kemudian cenderung akan melanjutkan penyimpangan tersebut. Hal ini dijelaskan bahwa ketika seseorang membuat narasi yang tidak sesuai dengan pengakuan orang, maka orang tersebut akan merasa bersalah dan akan melakukan hal sesuai dengan narasi yang diakui masyarakat (Gregen, 1983). Label sendiri mempunyai 2 jenis, yang pertama adalah Label Positif merupakan pemberian cap atau label yang mempunyai makna yang baik sehingga cenderung akan memberikan dampak positif bagi individu yang diberi label (Ganengwin dalam Herani, 2012). Jenis label yang kedua adalah Label negatif yang merupakan pemberian cap atau label yang mempunyai makna negatif sehingga cenderung akan memberikan dampak negatif bagi individu yang diberi label (Ganengwin dalam Herani, 2012).

Teori label menunjukkan bahwa orang mendapatkan label dari bagaimana orang lain melihat kecenderungan atau perilaku mereka. Hal


(30)

tersebut biasa disebut dengan konstruksi narasi, tidak hanya ciri khas dari hasil berperilaku sehari-hari, namun pandangan terhadap orang lain juga perlu untuk membentuk sebuah narasi, dengan kata lain dijelaskan bahwa narasi dari lingkungan dan narasi diri sendiri saling mempunyai ketergantungan. Dijelaskan bahwa aspek pokok dari kehidupan sosial adalah timbal balik sebuah negosiasi dari makna, karena narasi konstruksi seseorang dapat bertahan ketika diri dan lingkungan mempunyai narasi yang sama (Gregen, 1983). Seseorang menjadi menyimpang karena proses labeling atau pemberian cap yang sudah diberikan masyarakat kepadanya. Akibat dari labeling itu, maka seseorang tersebut merasa sesuai dengan label yang diterima. Ketika seseorang mencoba merubah diri karena sebelumnya melakukan kesalahan, maka kesempatan untuk bisa memperbaiki diri semakin di rasakan berat maka akhirnya mereka kembali ke pola yang sudah melekat kuat di dalam masyarakat tersebut yaitu melakukan yang lebih buruk dari yang dilakukan sebelumnya. Perubahan

tersebut disebut dengan “Restorative Negotiation” dimana seseorang

mencoba untuk membuktikan ketidaksetujuan atas sebuah narasi dari masyarakat dan ingin menunjukkan sebuah narasi diri yang berbeda (Gregen, 1983). Hal tersebut akan memerlukan waktu yang lama dengan membuktikan bahwa narasi diri yang dibuatnya sesuai dengan apa yang diperbuat seseorang didalam kesehariannya. Ketika seseorang tersebut tidak bisa melakukan perubahan, maka orang tersebut akan cenderung kembali pada narasi sebelumnya yang telah diakui masyarakat. Sebuah


(31)

narasi tergantung dari seseorang bersikap, didukung dengan presepsi narasi dari lingkungan terhadap seseorang tersebut dan dirinya sendiri. Hal ini dijelaskan bahwa definisi orang lain memberikan sebuah pandangan atau label, akan membuat seseorang mengetahui dimana dan bagaimana orang tersebut mempunyai posisi (Gregen, 1983). Seseorang yang diberi label akan mengalami perubahan peranan dan cenderung akan berlaku seperti label yang diberikan kepadanya (Sujono dalam Putri.K.A, 2009). Perubahan peranan tersebut terjadi bukan tanpa alasan, dimana sebuah perubahan peranan erat kaitannya dengan sebuah narasi dan seseorang akan mengalami perubahan peranan jika sebuah narasi cenderung berubah. Dengan penjelasan bahwa narasi mempunyai 3 jenis yang berbeda , yaitu stabil dimana narasi cenderung stag dan tidak berubah, progresif dimana narasi cenderung naik secara tajam, dan sedangkan regresif cenderung turun dengan tajam. Sebuah narasi akan dimiliki semua orang, dimana sebuah narasi akan didapatkan seseorang dari sebuah kapasitas hasil kegiatan yang saling berhubungan, untuk menyusun kegiatan dari waktu ke waktu secara teratur hingga akhir (Gregen, 1983).

Sebuah narasi sendiri mempunyai mekanisme agar sebuah konstruksi narasi saling timbal balik/mutual dan bertahan yaitu dengan cara memasukkan narasi orang lain dimana diri dan sosial mempunyai narasi yang sama, yang kedua Objektivikasi Relasi dimana seseorang menganggap bahwa dia dan sosial memiliki hubungan, dan hubungan tersebut menjadi dasar dimana orang yang mempunyai relasi harus


(32)

memiliki satu narasi, yang ketiga rasa bersalah dimana orang akan mempertahankan narasinya dengan membuktikan kesalahan tersebut tidak sesuai dengan narasi diri. Di dalam narasi diri ini dijelaskan juga bahwa seseorang lebih senang jika diberikan narasi yang positif dan akan mengabaikan narasi yang buruk, karena ingin membuktikan bahwa seseorang tersebut mempunyai narasi yang positif. Seseorang yang memiliki narasi positif akan meningkatkan atau mengubah kualitas dalam tindakan yang diinginkan (Gregen, 1983).

C. Penelitian tentang Labeling

Penelitian terdahulu dari Ika Herani (2012) tentang labeling menunjukkan bahwa label negatif yang diterima, membuat individu cenderung merasa dan berperilaku seperti apa yang telah dilabelkan pada mereka. Hal lain menunjukkan, seseorang yang memiliki pandangan negatif tentang diri sendiri dan merasa tertolak lingkungan sekitar akan membuat individu tersebut memiliki pemikiran negatif, sikap putus asa, depresi, perasaan tertekan dan keinginan mengakhiri kehidupan. Selain itu, label negatif yang diterima membuat seseorang cenderung memiliki konsep-diri negatif, merasa tidak berharga, tidak berguna, tidak berdaya, menurunnya motivasi untuk menjalani kehidupan dan menarik diri dari lingkungan. Hasil penelitian yang lain dari Jacques (2001) menemukan bahwa label dapat mempengaruhi peran dan tindakan individu. Santrock (2002) sendiri didalam buku menyebutkan bahwa labeling yang diterima


(33)

remaja dimana akan mempengaruhi identitas diri menyebabkan pengaruh pada kualitas dan kuantitas interaksi sosial pada individu tersebut, harapan serta kepercayaan diri seseorang.

D. Makna Labeling bagi Remaja

Individu yang berumur sekitar 12 tahun – 23 tahun yang sedang berada dalam masa peralihan, dimana seorang remaja pada masa tersebut mencari konsep diri yang dipengaruhi oleh lingkungan yang memberikan identifikasi atau label terhadap remaja tersebut, yang pada umumnya remaja akan menarik dari beragam pandangan dan gambaran diri yang diterima dari masyarakat yang disebut Labeling (Feist & Feist, 2010). Proses memberi cap atau indentitas tersebut akan dimaknai oleh seorang remaja yang akan menjadi sebuah keyakinan dan identitas diri (Iksander, 2012).


(34)

E. Skema

Keterangan :

Seorang Remaja yang mempunyai sebuah Label akan diwawancarai untuk memberikan informasi terhadap Gambaran Pemaknaan tentang sebuah label, untuk melihat apakah pengaruhnya terhadap Indentitas diri yang pada umumnya di masa itulah remaja membentuknya.

Remaja

Labeling

Gambaran

Pemaknaan

Identitas

diri


(35)

16

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Penelitian kualitatif adalah sebuah alat untuk memaparkan dan memaknai sebuah masalah yang berasal dari individu (Creswell, 2012). Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Penelitian kualitatif yang digunakan ini dimaksudkan untuk memberi makna atas fenomena, dilaksanakan untuk membangun pengetahuan melalui pemahaman dan penemuan (Danim.S., 2002). Penelitian kualitatif yang digunakan peneliti yaitu sebagai penjelasan atas perilaku dan sikap-sikap tertentu (Creswell, 2012). Penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi ini mengacu pada perspektif pengalaman informantif dari berbagai informan. Selain itu, pendekatan fenomenologi digunakan untuk mengungkapkan tentang pengalaman kesadaran seseorang (Husserl, 1938 dalam Moleong, 2008 ). Data penelitian yang didapatkan dikumpulkan, dianalisis dan akan muncul makna-makna sebagai temuan dari penelitian kualitatif (Moleong, 2008). Analisis ini digunakan untuk mengorganisasikan data ke dalam makna, interpretasi atau kerangka kerja yang menjelaskan fenomena yang dikaji (Danim.S, 2002).

Penelitian ini mempunyai ciri khusus dimana peneliti menekankan pada hasil yang berupa makna, yaitu fokus analisis langsung dari masalah


(36)

kehidupan manusia (Danim.S, 2002). Penelitian kualitatif digunakan dan diperjelas dengan pendekatan fenomenologis dimana penelitian ini merupakan pandangan berpikir yang menekankan pada pengalaman informantif manusia (Moleong, 2008). Oleh karena itu, peneliti memilih untuk menggunakan metode kualitatif. Metode ini dipilih karena akan sesuai dengan tujuan peneliti yang ingin memahami bagaimana sebuah labeling dimaknai remaja.

Penelitian kualitiatif adalah penelitian yang bersifat fenomenologi deskriptif, dimana data-data yang terkumpul berupa kata-kata, transkrip interview, catatan lapangan, dan dokumentasi foto (Danim.S, 2002). Metode tersebut menjelaskan pengalaman-pengalaman yang dialami seseorang dalam kehidupan, termasuk interaksi terhadap orang lain. Dari penjelasan tersebut gambaran sebuah makna label akan didapatkan dengan cara wawancara. Data yang berupa wawancara tersebut akan digunakan untuk sumber data yang akan dioleh peneliti untuk melihat makna labeling pada seorang remaja.

B. FOKUS PENELITIAN

Penelitian ini berfokus pada bagaimana pemaknaan sebuah label bagi seorang remaja. Bagaimana seorang remaja mendapatkan label, kemudian setelah peneliti mengetahui latar belakang didapatkan label tersebut, peneliti ingin mengetahui bagaimana seseorang memaknai sebuah label yang telah diberikan.


(37)

C. INFORMAN PENELITIAN a. Karakteristik Penelitian

Informan di dalam penelitian adalah seseorang yang memiliki banyak informasi mengenai apa yang akan diteliti. Selain itu, di dalam penjelasan lain mengatakan bahwa informan adalah seseorang yang benar-benar tahu dan menguasai permasalahan, serta terlibat langsung dengan masalah di dalam penelitian. Dengan metode kualitatif, peneliti akan mengambil dan menggali informasi dari informan sebanyak mungkin informasi yang berkaitan dengan penelitian.

Informan penelitian adalah remaja yang berumur antara 12 tahun – 23 tahun, yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Erikson

mendefinisikan remaja sebagai fase adaptif dari perkembangan kepribadian individu serta sebagai fase mencoba-coba berbagai peran baru dalam rangka menemukan identitas ego yang mantap (Pikunas, 1976). Peneliti memilih remaja karena di masa tersebut remaja akan banyak mengalami konflik, dan remaja pada masa itu akan mudah untuk berkomunikasi secara terbuka. Peneliti mengambil remaja yang berprofesi mahasiswa karena peneliti telah melakukan seleksi sebelum menentukan wawancara, melalui sebuah kuisoner terbuka yang disebar pada beberapa remaja. Informan penelitian kurang lebih sebanyak 4 orang remaja. Informan penelitian akan dibedakan dimana informan memiliki label negatif dan informan lainnya memiliki label positif, sehingga informan


(38)

dapat melihat perbedaan pemaknaan dan pengaruh yang diberikan dari sebuah label.

b. Prosedur Pengambilan Informan Penelitian

Prosedur pengambilan data dalam penelitian ini, informan dipilih berdasarkan tujuan penelitian yang sungguh-sungguh mewakili dan bersifat representatif terhadap fenomena labeling.

c. Jumlah Informan Penelitian

Desain kualitatif sendiri tidak memiliki ketetapan tentang berapa jumlah subjek, kualitatif lebih bersifat fleksibel untuk berapa jumlah informan yang diambil. Pada saat peneliti merasa bahwa sudah terjadi kejenuhan dalam analisi data, seorang peneliti bisa menganggap bahwa informan yang diambil sudah cukup (Poerwandari, 2007).

Jumlah informan dalam penelitian ini adalah 3 orang laki-laki dan 1 orang perempuan. Semua informan berprofesi sebagai mahasiswa, alasan peneliti menggambil remaja yang berprofesi sebagai mahasiswa sendiri karena informan tersebut lebih bisa mengungkapkan dan berkomunikasi secara lengkap dan jelas.

D. PROSEDUR PENELITIAN 1. Tahap Persiapan Penelitian

Pada tahap persiapan penelitian ini peneliti melakukan beberapa hal :


(39)

a. Mengumpulkan data yang berupa buku, jurnal, artikel dan beberapa informasi dari internet yang berhubungan dengan label, remaja, konsep diri dan identitas diri. Setelah itu peneliti menentukan informan yang akan diikut sertakan dalam penelitian. b. Bertemu informan dan mulai membangun Rapport pada informan.

Peneliti mulai menemui informan satu persatu untuk membangun rapport sebelum melakukan wawancara agar tidak ada kecanggungan dalam pengambilan data.

c. Tahap berikutnya adalah mulai menyusun pedoman wawancara yang didasari oleh teori-teori yang ada.

d. Peneliti mulai melengkapi semua informasi yang dibutuhkan dari informan dan menghubungi tentang waktu, tempat serta kesediaan informan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Selain itu, peneliti menjelaskan bahwa identitas informan tidak akan ditampilkan, agar informan merasa nyaman untuk menjelaskan informasi yang dibutuhkan.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Setelah tahap persiapan selesai dilaksanakan, peneliti mulai memasuki tahap berikutnya dengan beberapa tahap :

a. Sebelum wawancara dimulai, peneliti mengkonfirmasi kembali informan tentang waktu, tempat dan kesediaan yang telah disepakati sebelumnya.


(40)

b. Peneliti mulai melakukan wawancara bersama dengan informan, sesuai dengan pedoman wawancara yang telah dibuat.

c. Membuat verbatim dari hasil wawancara yang diperoleh. Setelah selsai dengan membuat verbatim, peneliti mulai membuat kode serta mengkoding hasil verbatim hingga ditemukan gambaran yang dimaksudkan oleh peneliti.

d. Melakukan analisis data adalah tahap selanjutnya, dimana setelah transkrip selesai, kemudian menyerahkan hasilnya kepada dosen pembimbing untuk dikoreksi lebih lanjut sehingga tercapai maksud yang sepikiran sesuai dengan gambaran yang dicari.

e. Setelah analisis data selesai dikoreksi, peneliti mulai menarik kesimpulan dari tiap hasil dari informan. Sehingga dapat terlihat lebih jelas, tentang makna dan gambaran yang dicari oleh peneliti.

3. Tahap Pencatatan Data

Didalam tahap pencatatan data, sebelumnya peneliti meminta ijin untuk merekam hasil wawancara dalam mendukung penelitian ini. Setelah itu peneliti merekam semua aktivitas wawancara hingga selesai agar hasil yang diperoleh dapat tercatat secara lengkap.

E. METODE PENGAMBILAN DATA

Pengambilan data penelitian ini dilakukan dengan metode wawancara. Metode wawancara yang dipilih adalah teknik wawancara mendalam, pada wawancara ini peneliti memberikan kebebasan diri dan


(41)

mendorongnya untuk berbicara secara luas dan mendalam. Peneliti hanya mengajukan sejumlah pertanyaan atau pertanyaan-pertanyaan yang mengundang jawaban atau komentar, pandangan, pendapat, sikap, dan keyakinan informan yang diwawancarai (Danim.S, 2002).

Tabel 1

Panduan Wawancara

No. Panduan pertanyaan

1. Apa arti nama (asli) anda?

2. Panggilan/julukan/label nama anda?

3. Bagaimana perasaan anda tentang panggilan/julukan/label tersebut?

4. Bagaimana tentang pikiran, pendapat dan keyakinan anda tentang julukan/label tersebut?

5. Bagaimana harapan anda tentang julukan/label tersebut? Apakah ingin dihilangkan atau dipelihara? Kenapa?

6. Menurut anda, apakah julukan/label tersebut berpengaruh dalam perilaku anda?

7.

Menurut anda, apakah makna sebuah julukan/label pada diri anda tersebut?

Berdasarkan metode pengumpulan data diatas, peneliti menyusun sebuah rancangan pengambilan data sebagai berikut :

1. Peneliti meminta ijin kepada informan yang bersangkutan dan mulai berkenalan pada remaja tersebut. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan peneliti mewawancarai informan. Peneliti meminta ijin kepada informan untuk merekam semua pembicaraan saat wawancara berlangsung. Peneliti dan informan menentukan jadwal untuk melakukan wawancara.


(42)

2. Sebelum wawancara, peneliti melakukan rapport terlebuh dahulu agar wawancara berlngsung dengan baik dan lancar, serta informan dapat mengungkapkan cerita dengan terbuka. 3. Saat wawancara berlangsung, peneliti menggunakan recorder

untuk merekam wawancara dan sebuah buku untuk menuliskan wawancara yang akan berguna untuk membantu peneliti dalam pembuatan verbatim.

4. Peneliti mendengarkan hasil wawancara dari recorder dan membuat verbatim untuk dianalisis.

5. Hasil analisis dikroscek kepada informan untuk mendapatkan kredibilitas penelitian ini.

F. METODE ANALISIS DATA

Metode analisis data yang digunakan peneliti adalah analisis dengan pendekatan fenomenologi. Analisis ini bertujuan untuk mendeskripsikan seperangkat peristiwa atau kondisi saat ini, selain itu analisis ini bertujuan untuk menemukan makna makna baru, serta menjelaskan kondisi dan mengkategorisasikan informasi (Danim.S, 2002). Metode ini sesuai dengan tujuan peneliti yaitu untuk menemukan makna dari sebuah label seorang remaja. Ada beberapa langkah-langkah yang harus ditempuh peneliti dalam analisis data, yaitu (Creswell, 2012) :

1. Mengolah dan mempersiapkan data untuk dianalisis. Pada langkah pertama ini melibatkan transkripsi wawancara,


(43)

men-scanning materi, mengetik data lapangan (verbatim), memilah

dan menyusun data tersebut ke dalam jenis-jenis yang berbeda. 2. Membaca keseluruhan data. Dalam langkah ini peneliti

membuat tema umum yang diperoleh dari verbatim dan merefleksikan maknanya secara keseluruhan. Langkah ini mencakup gagasan utama yang terkandung dalam hasil wawancara, bagaimana kesan yang didapatkan, peneliti juga menulis catatan khusus atau gagasan umum tentang data yang diperoleh.

3. Menganalisis lebih detail dengan meng-coding data. Peneliti mulai mengolah data/materi/informasi menjadi segmen-segmen tulisan sebelum memaknainya (Rossman & Rallis dalam Creswell, 2012). Pada langkah ini peneliti mulai mengkategorikan, kemudian melabeli kategori-kategori dengan istilah khusus, yang sering kali didasarkan pada istilah/bahasa yang benar-benar berasal dari partisipan (in vivo).

4. Langkah terakhir adalah menganalisis data yaitu dengan cara menginterpretasi atau memaknai data. Peneliti mencoba mengungkap esensi dari gagasan yang ditemukan dari interpretasi yang dilakukan sebelumnya. Menemukan setting, pikiran, perasaan, dan makna dari sebuah label.


(44)

G. KREDIBILITAS PENELITIAN

Kredibilitas merupakan pengganti konsep validitas pada penelitian kualitatif. Kredibilitas dimaksudkan untuk merangkum bahasan yang menyangkut kualitas data penelitian kualitatif. Kredibilitas penelitian kualitatif dapat dilihat pada keberhasilan penelitian untuk mengeksplorasi dan mendeskripsikan masalah. Laporan atau deskripsi mendalam termasuk di dalamnya menjelaskan mengenai aspek-aspek dan interaksi berbagai aspek menjadi ukuran kredibilitas penelitian kualitatif (Poerwandari dalam Creeswell, 2012).

Penelitian kualitatif yang memiliki kredibilitas harus

mendokumantasikan prosedur-prosedur studi kasus dan

mendokumentasikan sebanyak mungkin langkah-langkah dalam prosedur tersebut. Untuk mendukung hal tersebut peneliti harus memastikan tidak adanya kesalahan selama proses transkripsi, memastikan tidak ada makna dan definisi yang mengambang mengenai kode didalam coding (Creswell, 2002). Validitas dalam penelitian kualitatif didasarkan pada kepastian apakah hasil penelitian sudah akurat dari sudut pandang peneliti, partisipan, atau pembaca secara umum. Hal tersebut dilakukan peneliti dengan cara membawa kembali laporan akhir atau deskripsi-deskripsi atau tema-tema spesifik ke hadapan partisipan untuk mengecek apakah mereka merasa bahwa laporan/deskripsi/tema tersebut sudah akurat. Peneliti disini harus membawa bagian-bagian dari hasil penelitian yang sudah dipoles (Creswell,2002).


(45)

Peneliti tertarik dengan topik pemanknaan labeling pada seorang remaja karena pada awalnya peneliti ingin mengetahui bagaimana seorang remaja yang notabene masih mangalami kebingungan identitas harus mengalami labeling dari masyarakat. Selain itu peneliti juga ingin melihat lebih dalam apakah sebuah label akan mempengaruhi konsep diri seseorang, dimana konsep diri adalah dasar orang berperilaku. Selanjutnya, peneliti ingin memberikan pandangan kepada masyarakat tentang pentingnya sebuah label didalam masa remaja.


(46)

27

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menjelaskan pemaknaan pengalaman labeling pada remaja. Pemaknaan pengalaman ini menjelaskan bagaimana remaja memaknai pengalaman labeling yang diterimanya.

A. Profil Informan Tabel 2

Profil Informan

Informan N Informan AA

Informan YYG

Informan MFR

Usia 20 tahun 20 tahun 21 tahun 21 tahun

Inisial N AA YYA MFR

Label Anus Boncel Ciripa Simbah

Arti Label Alat untuk mengeluarka

n hasil metabolisme

Bantet, pendek, gendut

Seorang artis laki-laki yang

terkenal karena kemayu

Nenek, yang dituakan

Pekerjaan Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa

Berdasarkan profil diatas, Informan penelitian berjumlah 4 orang. Informan penelitian adalah remaja yang memiliki label didalam lingkungannya dan bertempat tinggal di Jawa. Informan penelitian terdiri dari 3 laki-laki dan 1 perempuan yang berumur sekitar 18 tahun – 21 tahun. Informan pertama berusia 20 tahun, informan kedua 20 tahun, informan ketiga 21 tahun, dan informan keempat berumur 21 tahun. Semua informan berprofesi sebagai mahasiswa. Pada remaja berumur 18-22 tahun mereka mulai mempersempit pikiran mereka dan mulai


(47)

menetapkan identitas mereka dengan memutuskan untuk memilih (Santrock, 2002).

Sebagai mahasiswa semua informan memiliki lingkungan yang cukup luas untuk berinteraksi. Setiap informan memiliki label yang berbeda. Tiga orang informan memiliki label negatif, sedangkan satu orang informan memiliki label yang positif. Semua informan tinggal di Yogyakarta setelah menjadi mahasiswa. Dari beberapa informan ditetapkan 4 mahasiswa, karena dinilai bahwa informan tersebut lebih jelas dan lebih bisa menggambarkan tentang informasi yang dibutuhkan.


(48)

B. Analisis Data Tabel 3 Analisis Data Informan Kategori

Informan I Informan II Informan III Informan IV

Arti nama asli bagi informan

- Nama asli mempunyai

harapan yang baik (10-13)

Singkatan dari nama baptis orang tua (9-10)

Nama asli bermakna baik (19-20)

Arti label Alat untuk mengeluarkan metabolisme tubuh (anus)

Bantet, orang yang pendek dan gendut

Seorang artis laki-laki yang terkenal karena kemayu

Nenek ( yang dituakan ) Perasaan

informan thd label yang dimiliki

 Julukan membuat reaponden tidak nyaman (13-15)

 Ketidakberdayaan responden terhadap julukan dari sebuah lingkungan (18-21)

 Keterpaksaan

responden menerima julukan (27-29)

 Perasaan tidak enak terutama dengan julukan yang artinya tidak baik (82-85)

 Perasaan malu responden terhadap

 Perasaan terpaksa dan terganggu dengan julukan (58-60)

 Perasaan tidak terima orang tua (88-89)

 Kebiasaan responden menerima julukan (77-78)

 Ketidakberdayaan responden

menghilangkan julukan (113-116)

 Perasaan terganggu reponden karena julukan (47-49)

 Perasaan tidak terima terhadap julukan (68-69)

 Ketidakmampuan

responden

menghilangkan julukan (132-135)

 Perasaan tidak terima responden terhadap julukan (163-165)

 Ketidaknyamanan

responden karena julukan (197-199)

Informan merasa senang dan nyaman dengan label tersebut (103-108)


(49)

julukan (98-100)

 Ketidakmampuan

responden dalam menghilangkan julukan (135-138)

 Keterpaksaan

responden menerima julukan (172-174) Alasan

pemberian label

Julukan didapatkan dari sebuah singkatan nama asli (42-45)

 Julukan diberikan

berdasarkan ciri fisik (40-41)

 Julukan diberikan

berdasar ciri fisik (197-198)

 Julukan diberikan karena tampilan fisik (35-36)

 Julukan diberikan

berdasarkan perilaku dan ciri fisik (184-186)

 Julukan berasal dari perilaku responden (82-83)

 Julukan diberikan atas dasar pikiran dan sikap responden (111-113)

 Julukan diberikan

berdasarkan sifat

responden (320-323) Label

diberikan oleh

 Julukan

didapatkan/berasal dari orang terdekat (49-51)

 Julukan dari

lingkungan/teman sebaya (153-155)

Julukan didapatkan dari lingkungan/teman sebaya sebagai panggilan akrab (184-185)

Julukan berasal dari lingkungan/teman sebaya (22-24)

Julukan diberikan oleh lingkungan (47-48)

Harapan informan thd label

 Responden

mengharapkan

dipanggil nama asli

 Harapan

menghilangkan julukan (127-129) (106-108)

Harapan responden untuk tidak diberikan julukan (115-117)


(50)

tapi dari panggilan yang bagus (64-68)

 Harapan responden

menghilangkan

julukan yang jelek (110-112)

 Harapan responden

untuk menghilangkan julukan (127-129)

 Harapan untuk

dipanggil nama asli (118-119)

Apa yang dilakukan informan utk mencapai harapan

Responden yang mencoba mengabaikan julukan yang diberikan (23-26)

 Julukan mempengaruhi pikiran responden (159-161)

 Perubahan perilaku

responden untuk

menghilangkan julukan (168-171)

 Kepasrahan responden menerima julukan (206-208)

Mencoba mengabaikan panggilan (243-245)

-

Bagaimana pikiran informan mengenai label tsb

Menghilangkan dengan cara mengabaikan label (23-26)

 Anggapan bahwa

julukan adalah doa yang menjadi kenyataan (64-67)

 Gagasan responden

menghilangkan julukan (106-108)

 Kebiasaan responden

menerima julukan (61-62)

 Ketidakyakinan

responden tentang

julukan (251-253)

 Pandangan negatif

responden terhadap

 Julukan adalah

panggilan akrab (80-81)

 Label akan

melekat/tidak dapat

dihilangkan dari

responden (155-158)


(51)

julukan (210-213)

 Julukan adalah panggilan akrab (222-223)

 Ketidakberdayaan

responden untuk

menolak julukan (232-234)

responden mengikuti pikiran tentang julukan (161-164)

 Julukan merupakan

gambaran diri (203-204)

 Label adalah gambaran diri responden (224-225)

 Julukan merupakan

pandangan terhadap

diri dan pedoman

berperilaku (261-264)

 Julukan merupakan

pedoman berperilaku (302-303)

Makna Responden merasa

terganggu dan tidak

nyaman dengan julukan yang diterima, walaupun label tersebut tidak mempengaruhi perilaku. Selain itu responden ingin

menghilangkan label

tersebut.

Responden yang merasa

terganggu pada awal

menerima label yang pada akhirnya merasa terbiasa dengan label tersebut, label

tersebut juga tidak

mempengaruhi perilaku,

namun mempengaruhi

pikiran responden untuk ingin merubah perilaku.

Responden ingin

menghilangkan julukan

Responden merasa tidak yakin terhadap label, karena

label tersebut tidak

menggambarkan informan

seluruhnya, namun

responden terpaksa

menerima label tersebut

walaupun terganggu.

Responden ingin

menghilangkan label

tersebut.

Responden mengganggap bahwa sebuah label adalah penilaian dari lingkungan yang mana label tersebut adalah pedoman responden

untuk berperilaku.

Responden justru

mengamini label yang

diterima dengan

melakukan perubahan

sesuai dengan label yang diberikan masyarakat.


(52)

dengan mencari lingkungan baru.

Pengaruh label thd perilaku

Julukan tidak

berpengaruh terhadap perilaku (163-165)

Julukan tidak berpengaruh terhadap perilaku (141-143)

 Julukan tidak

berpengaruh terhadap perilaku individu (154-156)

 Julukan tidak

berpengaruh terhadap individu (146-148)

 Label mempengaruhi

perilaku dan sikap responden (111-113)

 Label mempengaruhi

responden dalam

berperilaku (1333-135)

 Label mempengaruhi

cara berperilaku

responden (184-186)

 Julukan mempengaruhi berperilaku (200-203)

 Responden berperilaku sesuai dengan julukan (227-229)

 Label adalah

pandangan diri dan pedoman berperilaku (261-264)


(53)

C. Hasil Ananlisis Penelitian

Hasil penelitian merupakan hasil penemuan tema-tema pada keempat informan. Beberapa tema yang telah ditemukan ini dikategorikan ke dalam tema yang lebih umum. Kategori tema didasarkan pada tema-tema yang sudah dikelompokkan.

Tema-tema ini membantu peneliti untuk menemukan makna dari penelitian yang sedang dilakukan. Hasil penelitian ini membahas makna berdasar pada rumusan penelitian. Penemuan makna tersebut berdasar labeling yang diterima remaja dari lingkungan.

1. Informan 1

a. Deskripsi informan N

Informan N berprofesi sebagai mahasiswa yang berumur 20 tahun. N tinggal di Yogyakarta dan mendapatkan label sejak SMA. N adalah orang Tiong Hoa yang tinggal di Jawa.

Pada informan N bahwa informan merasa tidak terima dengan label yang diterima, dimana informan merasa terganggu dan menginginkan untuk dipanggil dengan nama asli. Responden merasa terganggu dan tidak nyaman dengan julukan yang diterima, karena informan mengganggap label yang diberikan masyarakat tersebut adalah julukan yang kurang baik untuk didengar dan bermakna kurang baik. Namun yang terjadi adalah informan tidak mampu untuk menolak dan menghilangkan label tersebut dari lingkungan. Selain itu responden ingin menghilangkan label


(54)

tersebut dan dipanggil dengan nama asli yang telah diberikan orang tua. Hal yang lain yang ditemukan adalah label yang diterima informan tidak berpengaruh terhadap perilaku.

Informan N :

“....mau gimana lagi tapi lama kelamaan dengan yang gak

terima karena kebiasaan dipanggil tiap hari...”(20-25)

“...awalnya sih gak mau denger apa yang dibilang sama temen temen, ehh keseringan jadi mau gak mau dengan terpaksalah diterima...” (26 -33)

“....Enggak sih, enggak.. Cuma ngrasa gak enak aja, kalo perilaku ya

aku yang ngrasain sendiri, kalo ngaruh kayaknya enggak...”(180-185)

Makna yang ditemukan adalah responden merasa tidak yakin dengan label yang diterima, dan menganggap label yang diterima adalah negatif, maka dari itu responden tidak mengalami perubahan perilaku sesuai dengan label yang diterima.

2. Informan 2

a. Deskripsi informan AA

Informan AA berprofesi sebagai mahasiswa yang berumur 20 tahun. AA tinggal di Yogyakarta dan mendapatkan label sejak SMA. AA adalah orang Jawa yang tinggal di Jawa.

Pada informan AA ditemukan bahwa informan merasa terpaksa menerima label yang diberikan, responden juga merasa terganggu pada awal menerima label dari masyarakat, namun yang terjadi adalah informan tidak dapat menolak label yang diberikan. Informan menerima label tersebut karena ciri fisik yang terlihat. Harapan informan saat ini adalah dipanggil dengan nama asli,


(55)

dimana informan mempunyai pikiran untuk mencari lingkungan baru agar label yang diterima saat ini tidak lagi dibawa. Label yang diterima informan tidak berpengaruh pada perilaku, namun informan sempat memikirkan untuk merubah perilaku. Bagi informan label adalah doa yang menjadi kenyataan yang membuat informan menjadi seperti label yang diterima. Responden ingin menghilangkan julukan dengan mencari lingkungan baru dan dipanggil dengan nama asli yang menurut responden adalah nama yang baik yang sudah diberikan orang tua.

Informan AA :

“...kalo orang-orang ngomong tuh kan perkataan itu doa, jadi yaa ya aku mikirnya aku tuh pendek gara-gara diomongin orang, jadi ya gituu...jadi sbenernya tuh gak suka tapi yaa gimana lagi... mungkin kalo yang masalah itu orang tua yaa nama udah dikasih nama bagus bagus

kok diganti kayak gitu...”(67-75)

“...Ya itu tadi kalo keyakinan tuh ya itu tadi.. itu mungkin pengaruh aku

udah boncel yaa bisa olah raga untuk jadi lebih tinggi, males lah kalo dapet julukan kayak gitu..yaa pasrahlah istilahnya..”(99-107)

“...ya kan gak selamanya, besok kalo udah kerja masa iya masih

dipanggil boncel juga..lha kalo udah kerja masih dipanggil boncel kan ya aneh to, jadi ya harapannya besok kalo udah lulus dipanggil nama

aslilah..”(132-141)

Makna pada responden terungkap bahwa label yang diberikan masyarakat tidak diyakini oleh responden maka dari itu informan tidak mengalami perubahan perilaku, namun responden mengalami perubahan pikiran untuk melakukan sesuatu dalam menghilangkan sebuah label.


(56)

3. Informan 3

b. Deskripsi informan YAG

Informan YAG berprofesi sebagai mahasiswa yang berumur 21 tahun. YAG tinggal di Yogyakarta dan mendapatkan label sejak awal kuliah. YAG adalah orang Jawa yang tinggal di Jawa.

Informan YYG mendapatkan label berdasarkan ciri fisik dan perilaku. Informan merasa tidak nyaman, tidak setuju serta tidak terima dengan label yang diterima, namun dengan adanya label yang sudah terlalu sering diterima maka dari itu informan menjadi kebiasaan. Informan mempunyai harapan untuk tidak diberi label, hal tersebut tidak dapat terpenuhi karena informan tidak mampu menghilangkan label yang sudah diberikan dari lingkungan. Label yang diterima informan tidak mempengaruhi perilaku, karena informan tidak yakin dengan label yang diterima. Pandangan informan tentang label yang diterima adalah negatif, walapun lingkungan sudah mengungkapkan bahwa label diberikan untuk panggilan akrab. Pada saat informan mengacuhkan label yang diberikan lingkungan, informan merasa khawatir jika dipandang negatif dan dianggap sombong lingkungannya.


(57)

Informan YYG :

“...dulu pas dipanggil ciripa itu kan mnurutku orangnya tuh.. pokoknyaa

tidak mencerminkan diriku gitu lho...kalo mencerminkan itu gak semua mencerminkan ...jadi gak seutuhnya gitu lho..jadi mungkin kesamaannya

Cuma satu dua aja, tapi gak semuanya..” (49-63)

“..Yaa dihilangkan sih ya mau aja..ya julukannya kalo tidak sesuai yaa

mungkin bilang kan, tapi ya kalo mau ngilangin juga susah gitu lho..jadi julukan julukanku dan udah banyak yang manggil cirip cirip...” (132-140)

“...Gak ada sih, ya aku tetep jadi diri sendiri aja entah apapun itu julukannya aku tetep jadi diriku sendiri aja...”(154-158)

Makna dari responden tersebut didapatkan bahwa label tidak mempengaruhi perilaku, hal tersebut terjadi karena responden memandang label yang diterima adalah hal yang nagatif, maka dari itu responden secara sadar tidak yakin terhadap label yang diterima.

4. Informan 4

a. Deskripsi informan MF

Informan MF berprofesi sebagai mahasiswa yang berumur 21 tahun. MF tinggal di Yogyakarta dan mendapatkan label sejak SMA. MF adalah orang asli Jawa yang tinggal di Jawa.

Pada informan terakhir MF didapatkan data bahwa bahwa sebuah label adalah penilaian dari lingkungan yang mana label adalah pedoman responden untuk berperilaku. Hal tersebut diyakini informan bahwa sebuah label adalah hasil pengamatan masyarakat yang menggambarkan dirinya dan menjelaskan orang


(58)

seperti apakah responden. Oleh karena itu, responden justru mengamini label yang diterima dengan melakukan perubahan sesuai dengan label yang diberikan masyarakat sesuai dengan keyakinan responden akan penilaian masyarakat tersebut.

Informan MF :

“....aku jadi ngrasa kalo lama lama kalo dipanggil simbah tuh jadi

berpengaruh di diriku sendiri terus kalo ke temen-temen jadinya harus kayak lebih bijaksana gituu, terlihat bijaksana.. terus lebih apa yaa ee tidak pandang bulu lahh, tidak membeda-bedakan...”(130-142)

“...aku mengikuti ajalah apa yang orang pikirkan tentang aku, jadi kalo

mereka mau menggangap aku kayak gitu yaa berarti emang aku orangnya seperti itu, jadi kalo aku dipanggil simbah jadi memang karakternya kayak simbah simbah, tapi maksudnya pikirannya, kayak

sikap sikapnya...”(162-175)

“...Emm kalo dihilangkan kayaknya enggak yaa..itu dari temen-temenku jadi mungkin gak akan sampai hilang mungkin kecuali kalo udah selsai dari kuliah ini, gak tau yaa tapi tetep mungkin masih ada label itu, tapi mungkin kalo ditempat lain mungkin aku gak akan ada label itu..cuman yaa kalo misalnya suatu saat kalo misalnya gak ada lagi orang yang manggil aku simbah jadi kangen juga, kayak gitu mungkin

pikiranku...”(200-218)

Makna dari responden terungkap bahwa label yang diterima adalah label yang dianggap sebagai hal yang positif sebagai penilaian dan pandangan masyarakat, maka dari itu informan membuat label tersebut menjadi pedoman dalam berperilaku dalam kehidupan sehari-hari.

Dari 4 informan ditemukan bahwa 3 informan yang menerima label negatif memaknai bahwa label yang diterima adalah gangguan dan


(59)

hal tersebut harus dengan terpaksa diterima. Wawaupun label yang diterima tidak mempengaruhi perilaku, namun ketiga informan berharap agar dipanggil dengan nama asli dan menghilangkan label yang diterima dengan mancari lingkungan baru. Berbeda dengan salah satu informan yang menerima label positif, informan justru merasa bahwa label yang diterima adalah pedoman untuk berperilaku, dimana label tersebut adalah gambaran diri informan.

Makna pengalaman tersebut menunjukkan bahwa kecenderungan dalam perubahan perilaku didasarkan atas keyakinan remaja terhadap sebuah julukan. Remaja yang yakin atas sebuah julukan akan berperilaku sesuai dengan label yang diterimanya. Perubahan perilaku tersebut terjadi karena remaja merasa setuju atau tidak terhadap label yang diterima, dimana yang terjadi adalah remaja yang berlabel positif lebih menunjukkan perubahan dalam berperilaku karena remaja tersebut menjadikan label yang positif sebagai pedoman dan pandangan dalam berperilaku. Sedangakan remaja yang mendapatkan label negatif cenderung merasakan ketidaksetujuan dan ketidakyakinan terhadap perilaku, maka dari itu remaja cenderung mengabaikan dan label yang diterima hanya dianggap sebagai panggilan akrab yang tidak mempengaruhi remaja dalam berperilaku.


(60)

D. Pembahasan

Dari hasil penelitian dapat ditemukan pemaknaan label pada remaja. Remaja yang mendapatkan label negatif mempunyai perasaan terganggu dengan label yang diterima, selain itu remaja juga mempunyai harapan untuk dipanggil dengan nama asli. Namun didalam kenyataan terungkap bahwa seorang remaja tidak dapat/sulit menghilangkan label yang diberikan lingkungan, hal tersebut dapat dijelaskan karena narasi diri yang dibentuk dari kumpulan cerita kehidupan tentang diri sendiri yang menjadikan sebuah pandangan yang melekat, dimana definisi narasi yang miliki seseorang tergantung pada pengakuan dari orang lain (Gergen, 1987). Seorang remaja akan sulit menghilangkan label, karena harus melewati waktu yang lama untuk membuktikan bahwa narasi dari orang lain adalah salah. Salah satu usaha yang dilakukan untuk menghilangkan label negatif adalah dengan berusaha mencari lingkungan baru sehingga informan tidak menemui orang yang sudah mengenal label yang dimilikinya dari lingkungan sebelumnya. Hal lain yang bisa terungkap adalah adanya perasaan tidak terima dengan label yang diberikan karena label tersebut tidak menggambarkan dirinya, sehingga informan cenderung lebih nyaman untuk dipanggil dengan nama asli yang diberikan orang tua dan mempunyai arti serta harapan yang baik.

Label yang diterima seorang remaja berasal dari lingkungannya, berdasar atas ciri fisik, perilaku dan sikap sebagai hasil proses indentifikasi di masa perkembangan (Gunarsa, 1990). Label nagatif tidak


(61)

berpengaruh terhadap perilaku seorang remaja, hal ini dikarenakan remaja merasa tidak yakin dengan label yang diterima dan hampir semua remaja akan lebih senang untuk mempunyai narasi yang positif sesuai dengan norma sosial (Gergen, 1987). Remaja yang mempunyai keyakinan akan label yang diterimanya akan berperilaku sesuai dengan keyakinannya tersebut, karena pada masa ini remaja sedang dalam masa mencari identitas diri dan mereka mulai meyakini nilai-nilai yang ada di lingkungan. Pada umumnya remaja akan menarik dari beragam pandangan dan gambaran diri yang diterima dari masyarakat (Feist & Feist, 2010). Di dalam narasi diri ini dijelaskan juga bahwa seseorang lebih senang jika diberikan narasi yang positif, dan akan mengabaikan narasi yang buruk, karena ingin membuktikan bahwa seseorang tersebut mempunyai narasi yang positif. Seseorang yang memiliki narasi positif akan meningkatkan atau mengubah kualitas dalam tindakan yang diinginkan (Gregen, 1983). Hal tersebut menjelaskan tentang mengapa sebuah label diterima dan menjadi sebuah perilaku dan mengapa sebuah label diabaikan oleh seseorang. Sesuai dengan hasil dimana informan yang memaknai label sebagai hal yang negatif akan mengabaikan, sedangkan informan yang memaknai label sebagai hal yang positif akan menjadikan label tersebut sebagai sebuah pedoman berperilaku.

Remaja yang menerima label di lingkungannya memikirkan tentang alasan mengapa lingkungan memberikan label tersebut. Label yang diterima tidak bisa dihilangkan begitu saja, dan pada akhirnya remaja


(62)

yang sudah terbiasa menerima label tersebut tidak akan mempermasalahkan label tersebut dan menganggap bahwa sebuah label adalah sebuah panggilan akrab dari lingkungan.

Remaja yang mendapatkan label positif justru memperlihatkan bahwa label yang diterima mempengaruhi perilaku, remaja yang diberi label ini akan mengalami perubahan peranan dan cenderung akan berperilaku sesuai dengan label yang diberikan kepadanya (Sujono,1994). Dalam narasi diri dijelaskan bahwa seseorang akan lebih senang jika mempunyai narasi yang baik sesuai dengan norma sosial, seorang remaja yang memiliki narasi yang baik akan terus mempertahankan narasi tersebut (Gergen, 1987). Label positif yang diterima adalah pedoman seorang remaja untuk bersikap agar sesuai dengan gambaran diri yang dipandang dari lingkungannya. Hal tersebut terjadi karena remaja memandang bahwa label tersebut merupakan pandangan dan gambaran diri yang diterima dari masyarakat, sehingga label tersebut merupakan identitas dirinya. Oleh karena itu tidak dipungkiri masyarakat memainkan peran penting dalam pembentukan identitas (Erikson, 1982 dalam Feist & Feist, 2010). Seorang remaja yang menerima label positif juga menganggap bahwa label yang diterima akan melekat dalam dirinya tidak dapat dihilangkan, hal ini sejalan dengan identitas yang dapat digambarkan menjadi positif atau negatif, tergantung pada apa yang mereka inginkan dan mereka yakini (Feist & Feist, 2010). Gregen (1999) juga mengatakan bahwa bagaimana seseorang berpikir dan berperilaku dalam kehidupan


(63)

sehari-hari akan ditentukan oleh bagaimana seseorang memahami sebuah realitas didalam hidupnya.

Hasil dari keseluruhan menunjukkan bahwa 3 informan tidak mengalami perubahan perilaku ketika mengalami pengalaman di beri label dari masyarakat, hal ini didukung dari teori Gregen (1999) yang mengatakan bahwa proses yang berfungsi dalam diri manusia tidaklah stabil, dimana proses tersebut merupakan suatu fenomena dan tidak universal, seperti yang tertulis sebelumnya didalam sebuah teori bahwa label mempengaruhi perilaku. Hal ini dipandang sebagai proses yang dicapai secara terus menerus dan selalu bergerak/berubah. Gergen (1987) juga menambahkan bahwa narasi akan bertahan jika seorang remaja mempunyai narasi yang sama dengan orang lain, dan bisa dikatakan narasi diri dan narasi orang lain adalah hal yang mutual yang akan menentukan perilaku seseorang.


(64)

42 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran pemaknaaan akan dapat terjabarkan melalui pengalaman remaja yang mendapatkan labeling yang ditinjau dari bagaimana keyakinan, perasaan, perilaku, sikap keputusan dan harapan. Harapan serta perubahan perilaku dari sebuah keputusan dalam menyikapi label yang mereka terima. Didapatkan gambaan lain dimana sebuah label akan bertahan dan akan mempengaruhi seseorang, jika orang yang menerima label tersebut mempunyai narasi yang sama dengan orang lain. Seorang remaja yang tidak setuju akan narasi orang lain akan mengabaikan narasi tersebut, sehingga sebuah label tidak lagi bisa mempengaruhi perilaku seorang remaja. Remaja yang mempunyai label positif ditemukan bahwa label mempengaruhi perilaku, dengan jelas seorang remaja tersebut menyetujui pandangan positif dari orang lain terhadap narasi yang dibuat.

Remaja yang memandang negatif label yang diterima cenderung tidak yakin dengan label tersebut. Mereka akan merasa terganggu dan mempunyai harapan untuk dipanggil dengan nama asli mereka. Hal ini disebabkan karena merasa tidak senang dengan label yang diterima, sehingga muncul harapan untuk menghilangkan label tersebut, dengan cara membuat narasi baru sesuai dengan apa yang remaja inginkan.


(65)

Remaja sering kali mempunyai cara untuk menghilangkan label tersebut dengan mencari lingkungan baru yang dapat memanggil dirinya dengan nama asli membawa label yang pernah diterimanya. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa, label tidak dengan mudah mempengaruhi perilaku seseorang, namun harus ada hubungan timbal balik/mutual akan sangat mempengaruhi hal tersebut.

Dari hasil penelitian tersebut didapatkan bahwa 1) remaja yang memaknai label sebagai hal negatif cenderung merasa yakin bahwa mereka tidak perlu untuk mengubah identitas dirinya, dan akan tetap menjalankan narasi yang dibuatnya yang menurutnya sesuai, karena label tersebut membuat remaja merasa terganggu dan mengabaikan label tersebut, sedangkan 2) remaja yang memaknai label sebagai hal positif cenderung menjadikan sebuah label sebagai pedoman dalam berperilaku dan menjadikan sebuah label sebagai pandangan/penilaian tentang idetitas diri dari masyarakat terhadap dirinya yang harus dia lakukan, karena narasi yang telah dibuat seorang remaja sejalan dengan narasi orang lain.

B. Saran

Saran yang dalam penelitian adalah sebagai berikut :

1. Bagi Peneliti Lain

a. Jumlah subjek penelitian adalah 4 orang, dimana 3 orang remaja mempunyai label negatif, dan 1 orang remaja mempunyai label


(1)

87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132

simbah, jadi kita kayak silsilah keluarga.. aku simbah soalnya karena aku udah kayak lebih tua dari semuanya trus apa namanya kadang menengahi kata mereka.. yauda akhirnya dipanggil simbah trus ada juga anak anak yang lain itu dari bertujuh..

Terus bagaimana perasaan fiona sendiri tentang julukan tersebut?

Kalo perasaanku tuh ya seneng-seneng aja sih, soalnya apa yaa..kayak melambangkan ada nama panggilan kesayangan lah istilahnya buat temen temen deket, terus akhirnya meluas ke semua orang kan, jadi terkenal aku namanya simbah kan.. bukan nama asliku trus akhirnya mungkin trus jadi kayak ciri khas sih... walaupun simbah ada juga temen lain Cuma menjadi ciri khas juga kayak simbah simbah.. o yang itu orang nyaa..gituu...

Bagaimana pikiran, pendapat atau keyakinan fiona tentang julukan tersebut?

Kalo pikiran, pikiranku tuh yaa apa yaa.. aku jadi ngrasa kalo lama lama kalo dipanggil

Sebuah label/julukan membuat responden mempengaruhi

perilakunya dalam bersikap dan responden akan cenderung mengikuti label/julukan yang melekat pada dirinya

Label mempengaruhi perilaku dan sikap responden


(2)

133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178

simbah tuh jadi berpengaruh di diriku sendiri terus kalo ke temen-temen jadinya harus kayak lebih bijaksana gituu, terlihat bijaksana.. terus lebih apa yaa ee tidak pandang bulu lahh, tidak membeda-bedakan temen terus sama apa yaa lebih terbuka sama temen sama semuanya karena menerima itu kan... soalnya lebih kayak, jadi harus lebih wibawa gitu.. jadi kayak ee gak tau jadi kayak berpengaruh aja jadi kayak misalnya kalo temenku lagi ngomongin orang aku cuma oo gitu..kayak apa ya..kayak gak menyalahkan satu sama lain, kayak berusaha untuk lebih bijaksana lebih menerima yang lain..kalo pendapatku yaa ee mungkin ee aku mengikuti ajalah apa yang orang pikirkan tentang aku, jadi kalo

mereka mau

menggangap aku kayak gitu yaa berarti emang aku orangnya seperti itu, jadi kalo aku dipanggil simbah jadi memang karakternya kayak simbah simbah, tapi maksudnya pikirannya, kayak sikap sikapnya.

Terus harapannya atas julukan tersebut?

Responden berperilaku sesuai

harapan/pandangan melalui sebuah label/julukan yang diberikan

Sebuah label/julukan yang melekat pada diri responden akan sulit dihilangkan

Responden cenderung mengikuti

julukan/pikiran

lingkungan terhadap dirinya

Julukan diberikan lingkungan berdasarkan pikiran dan sikap dari responden

Label mempengaruhi responden dalam berperilaku

Label akan

melekat/tidak dapat dihilangkan dari responden

Kecenderungan responden mengikuti pikiran tentang julukan

Julukan diberikan atas dasar pikiran dan sikap responden


(3)

180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220 221 222 223 224 225

Yaa mudah mudahan yaa, yaa semakin mengembangkan diriku, melatih kebijaksanaan, melatih apa yaa ee melatih untuk mau mendengarkan orang lain, menerima orang lain tanpa membeda-bedakan, terus menerima kekurangan orang lain, bisa mengembangkan diri, aku ke depannya itu jadi lebih dewasa lagi..

Terus ada harapan gak label/julukan tersebut dihilangkan atau tetap dipelihara?

Emm kalo dihilangkan kayaknya enggak yaa..itu dari temen-temenku jadi mungkin gak akan sampai hilang mungkin kecuali kalo udah selsai dari kuliah ini, gak tau yaa tapi tetep mungkin masih ada label itu, tapi mungkin kalo ditempat lain mungkin aku gak akan ada label itu..cuman yaa kalo misalnya suatu saat kalo misalnya gak ada lagi orang yang manggil aku simbah jadi kangen juga, kayak gitu mungkin pikiranku..

Terus menurut fiona label/julukan itu berpengaruh gak sih terhadap perilaku?

Kalo aku pernah anu..refleksi gitu iyae

Responden akan cenderung berperilaku

sesuai dengan

label/julukan yang sudah melekat

Sebuah label

memberikan perubahan pendangan terhadap diri dan terhadap perubahan berperilaku

Sebuah label

memberikan pandangan

Label mempengaruhi cara berperilaku responden

Julukan

mempengaruhi berperilaku

Julukan merupakan gambaran diri

Label adalah gambaran diri


(4)

226 227 228 229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240 241 242 243 244 245 246 247 248 249 250 251 252 253 254 255 256 257 258 259 260 261 261 263 264 265 266 267 268 269 270 271

kayak jadinyaa ya itu kalo aku dipanggil simbah jadinya tu kayak ee muter otakku ee tak lihat lihat kalo misalnya aku lagi ngumpul-ngumpul sama temen temen ya aku yang paling diem sendiri, maksudnya paling oo yayaya..gitu doang, jadi ya gitu makanya terus ee bilang iya nih cocok banget kayak simbah, terus karena o iyaa mau dengerin, terus gak berpihak sama salah satu atau gimana atau tetep dengerin semuanya gitu kan, mau terbuka terus bijaksanalah kalo orang lain ada musuhan aku berusaha untuk supaya namanya apa gak ikut musuh-musuhan yaa tetep menerima semuanya gituu..

Terus menurut fiona sendiri kepikiran gak sebelum dan sesudah diberikan julukan/label ada perbedaan gak?

Kalo sebelum

tuu..kelihatan sihh, jadi mungkin ituu kayak perubahannya lebih kedewasa lebih kebijaksananya itu ku lihat, soalnya sebelum kuliah itu jadi waktu SMA yaa aku tu apa namanya mainannya tuh ya gak sama semua temen-temen yang ada disekitarku gitu lhoo..

terhadap diri dan cara berperilaku sesuai dengan label yang diberikan

Sebuah pikiran tentang label yang sudah melekat membuat responden

berubah dalam

berperilaku

responden Responden

berperilaku sesuai dengan julukan

Label adalah pandangan diri dan pedoman berperilaku


(5)

272 273 274 275 276 277 278 279 280 281 282 283 284 285 286 287 289 290 291 292 293 294 295 296 297 298 299 300 301 302 303 304 305 306 307 308 309 310 311 312 313 314 315 316 317 318

dan aku tuh gak apa namanya ada geng-gengan tuh lho, jadinya gak gak kenal sama yang lain gitu, jadi lebih terbuka lebih ramah aja kalo sekarang karena panggilan itu, karena semuanya kan lebih kenalnya aku sama simbah gituu.. terus kalo lebih bijaksananya itu mungkin iya soalnya jadi lebih membuat aku untuk kamu harus untuk memberi contoh ke temen temen lain tu lho kalo apa namanya gimana sikapmu bijaksana dan wibawa, seperti itu..

Menurut fiona, makna dari julukan tersebut itu apa?

Mungkin kalo makna sebenernya mungkin aku menjadi seorang yang lebih disegani sama temen-temen, sama temen deketku terutama, tapi itu juga membuka peluangku untuk temenan sama yang lain pokoknya kayak lebih dituakan, lebih disegani karena bersikap lebih bijaksana jadi ya orang lain itu juga apa namanya seneng seneng aja mungkin temenan sama aku gituu..

Tapi fiona sendiri ngrasa gak kenapa kok

Sebuah julukan membuat seseorang mempunyai pandangan terhadap dirinya dan berlaku sesuai julukan yang diberikan

Seseorang yang berperilaku sesuai dengan julukan yang diberikan dalam berperilaku didalam lingkungan sesuai dengan pandangan lingkungan

Julukan merupakan pandangan terhadap diri dan pedoman berperilaku

Julukan

mempengaruhi perilaku

Julukan merupakan pedoman berperilaku


(6)

319 320 321 322 323 324 325 326 327 328 329 330 331 332 333 334 335 336 337 338 339 340 341 342 343 344

bisa dipanggil simbah?

Yaa kepikiran itu pernah.. kok aku dipanggil simbah yaa kayak kelihatan tua banget gitu lho nah terus padahal kan ada pacarku juga jadi dia mau gak mau kalo ketemu sama temen temenku juga manggil aku simbah gituu... jadi ya kadang kok aku dipanggil simbah yaa gitu yaa ya gimana yaa kok aku jadi lebih tua, paling cuma gitu aja sih, jadi gak seceria orang lain, maksudnya gak semuda gak sesenang orang lain gitu, tapi ya cuma terbesit gitu aja selanjutmya gak ada lagi, jadi cuma kepikiran wihh aku dipanggil simbah, tua banget..

Responden diberikan julukan karena lebih ceria dari orang lain dan lebih terlihat tua dari teman-teman yang lain

Julukan diberikan berdasarkan sifat responden