PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGAPRESIASI PUISI MELALUI MODEL INDUKTIF SISWA SMP NEGERI KAB. SIDOARJO.

(1)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

PERSEMBAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... vii

ABSTRAK ... xi

ABSTRACT ... xii

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR GRAFIK ... xx

DAFTAR LAMPIRAN ... xxi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ………. ... 7

1.3 Rumusan Masalah Penelitian ... 12

1.4 Tujuan dan Manfaat penelitian ... 12

1.4.1 Tujuan Penelitian ... 12

1.4.2 Manfaat Penelitian ... 13

1.5 Definisi Oprasional ... 15

1.5.1 Kemampuan Apresiasi Puisi ... 15

1.5.2 Model Induktif ... 15

1.5.3 Hasil Belajar ... 16

1.6 Asumsi ... 16 Halaman


(2)

BAB II. LANDASAN TEORETIS ... 18

2.1 Hakikat Sastra ... 18

2.1.1 Pengertian Sastra ... 19

2.1.2 Fungsi Sastra ... 22

2.2 Karakteristik Puisi ... 23

2.2.1 Pengertian Puisi ... 24

2.2.2 Jenis-jenis Puisi ... 26

2.2.3 Periodisasi Puisi ... 28

2.2.3.1 Periode 1920-1933 ... 29

2.2.3.2 Periode 1933-1945 ... 29

2.2.3.3 Periode 1945-1953 ... 30

2.2.3.4 Periode 19953-1966 ... 31

2.2.3.5 Periode 1966-1970 ... 32

2.2.3.6 Periode 1970-sekarang ... 33

2.2.4 Perilaku Puisi ... 34

2.2.4.1 Larik dan Pertalian Makna ... 34

2.2.4.2 Makna Lugas ... 35

2.2.4.3 Pengimajian ... 36

2.2.4.4 Pengiasan ... 37

2.2.4.5 Pelambangan ... 38

2.2.4.6 Makna Utuh ... 39

2.2.4.7 Nada dan Suasana ... 40

2.2.4.8 Kemanisan Bunyi dan Makna ... 41

2.3 Pengertian Apresiasi Puisi ... 42

2.4 Pentingnya Mempelajari Puisi ... 48

2.5 Pengertian Model Pembelajaran ... 50

2.5.1 Model-model Pembelajaran ... 52

2.5.1.1 Model Gordon ... 53

2.5.1.2 Model Stratta ... 54

2.5.1.3 Model Moody ... 56


(3)

2.5.1.5 Model Elaborasi ... 58

2.5.1.6 Model Konstruktivisme ... 60

2.5.1.7 Model Taba ... 63

2.6 Model Induktif ... 64

2.6.1 Model Induktif dan Pembelajaran Apresiasi Puisi ... 70

2.6.1.1 Langkah-Langkah Pembelajaran Induktif ... 74

2.6.1.2 Penjelasan Langkah-langkah Pembelajaran Induktif ... 75

2.6.2 Pembelajaran Langsung (Konvensional) ... 80

2.7 Kurikulum Sekolah Menengah Pertama ... 82

2.7.1 Tinjauan Kurikulum Bidang Studi Bahasa Indonesia ... 82

2.7.2 Standar Kompetensi Kurikulum Apresiasi Sastra ... 88

2.7.2.1 Standar Kompetensi Kurikulum Apresiasi Puisi ... 92

2.8 Kondisi Umum SMP Negeri di Kabupaten Sidoarjo ... 94

BAB III. METODE PENELITIAN ... 103

3.1 Metode Penelitian ... 103

3.2 Rancangan Penelitian ... 104

3.2.1 Tahap Studi Pendahuluan ... 107

3.2.2 Tahap Studi Pengembangan ... 108

3.2.3 Tahap Akhir ... 109

3.3 Data dan Sumber Data Penelitian ... 110

3.3.1 Data Penelitian ... 110

3.3.2 Sumber Data Penelitian ... 110

3.4 Teknik Penelitian ... 111

3.4.1 Teknik Pengumpulan Data ... 111

3.4.2 Teknik Analisis Data ... 111

3.4.3 Teknik Pengolahan Data Statistik ... 112

3.5 Instrumen Penelitian ... 114

3.5.1 Bentuk Tes ... 114

3.5.2 Bentuk Observasi ... 114

3.5.3 Bentuk Angket ... 115


(4)

BAB IV. ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN ... 116

4.1 Gambaran-Gambaran Kebutuhan Guru dan Siswa dalam Pembelajaran Apresiasi Puisi ... ... 116

4.1.1 Gambaran Kebutuhan Guru dalam Pembelajaran Apresiasi Puisi ... 117

4.1.2 Gambaran Kebutuhan Siswa dalam Pembelajaran Apresiasi Puisi ... 122

4.2 Gambaran-Gambaran Kelemahan Guru dan Siswa dalam Pembelajaran Apresiasi Puisi ... ... 125

4.2.1 Gambaran Kelemahan Guru dalam Pembelajaran Apresiasi Puisi ... 126

4.2.2 Gambaran Kelemahan Siswa dalam Pembelajaran Apresiasi Puisi ... 129

4.3 Deskripsi Analitik Hasil Belajar Siswa ... 132

4.3.1 Deskripsi Analitik Hasil Belajar Siswa pada Pemberlakuan I ... 134

4.3.2 Deskripsi Analitik Hasil Belajar Siswa pada Pemberlakuan II ... 178

4.3.3 Deskripsi Analitik Hasil Belajar Siswa pada Pemberlakuan III ... 220

4.4 Deskripsi Pelaksanaan Pembelajaran Apresiasi Puisi Melalui Model Induktif.. 263

4.4.1 Deskripsi Pelaksanaan Pembelajaran Apresiasi Puisi Melalui Model Induktif pada Pemberlakuan I ... 272

4.4.2 Rangkuman Deskripsi Pelaksanaan Pembelajaran Apresiasi Puisi Melalui Model Induktif pada Pemberlakuan I ... 276

4.4.3 Deskripsi Hasil Observasi Kegiatan Guru pada Pemberlakuan I ... 271

4.4.4 Deskripsi Hasil Observasi Kegiatan Siswa pada Pemberlakuan I ... 281

4.4.5 Deskripsi Pelaksanaan Pembelajaran Apresiasi Puisi Melalui Model Induktif pada Pemberlakuan II ... 287

4.4.6 Rangkuman Deskripsi Pelaksanaan Pembelajaran Apresiasi Puisi Melalui Model Induktif pada Pemberlakuan II ... 292

4.4.7 Deskripsi Hasil Observasi Kegiatan Guru pada Pemberlakuan II ... 295

4.4.8 Deskripsi Hasil Observasi Kegiatan Siswa pada Pemberlakuan II ... 298

4.4.9 Deskripsi Pelaksanaan Pembelajaran Apresiasi Puisi Melalui Model Induktif pada Pemberlakuan III ... 300

4.4.10 Rangkuman Deskripsi Pelaksanaan Pembelajaran Apresiasi Puisi Melalui Model Induktif pada Pemberlakuan III ... 307

4.4.11 Deskripsi Hasil Observasi Kegiatan Guru pada Pemberlakuan III ... 310

4.4.12 Deskripsi Hasil Observasi Kegiatan Siswa pada Pemberlakuan III ... 313


(5)

BAB V. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ... 326

5.1 Hasil Pembelajaran Apresiasi Puisi Melalui Model Induktif ... 326

5.1.1 Hasil Pembelajaran Apresiasi Puisi Melalui Model Induktif pada Pemberlakuan I ... 333

5.1.2 Hasil Pembelajaran Apresiasi Puisi Melalui Model Induktif pada Pemberlakuan II ... 330

5.1.3 Hasil Pembelajaran Apresiasi Puisi Melalui Model Induktif pada Pemberlakuan III ... 333

5.1.4. Hasil Pengolahan Data Statistik ... 336

5.1.4.1 Uji Beda Rata-Rata untuk Pemberlakuan I dan Pemberlakuan II ... 336

5.1.4.2 Uji Beda Rata-Rata untuk Pemberlakuan II dan Pemberlakuan III... 338

5.1.4.3 Uji Beda Rata-Rata untuk Pemberlakuan I dan Pemberlakuan III ... 340

5.1.5 Hasil Angket Tanggapan Siswa ... 343

BAB VI. SIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 348

6.1 Simpulan ... 348

6.2 Simpulan Utama ... 352

6.3 Saran... ... 353


(6)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pembelajaran sastra sejak dahulu sampai sekarang tidak mengalami peningkatan. Banyak kalangan yang merasa kecewa dengan hasil tersebut. Masyarakat mulai mempertanyakan usaha yang dilakukan selama ini oleh pihak-pihak berkompeten. Para sastrawan pun mengeluh terhadap hasil yang dicapai oleh para guru di lapangan. Bahkan, beberapa tahun terakhir banyak para sastrawan yang turun gunung membantu upaya praktisi pendidikan memperkenalkan sastra dan mengingatkan pentingnya membekali anak didik dengan wawasan tentang sastra yang memadai.

Keluhan dan kekecewaan dari banyak kalangan terhadap hasil pembelajaran sastra tidak hanya baru-baru ini disampaikan. Sejak tahun 50-an keluhan itu telah muncul seiring dengan kegagalan pembelajaran sastra terhadap anak didik (Sayuti, 1994:1). Sayuti (1994:1) mengatakan pula bahwa masalah pembelajaran sastra khususnya apresiasi sastra, sejak kurang lebih tahun 1955 sampai saat ini belum memenuhi harapan. Lebih lanjut Sayuti (1994:2) memaparkan bahwa kegagalan itu salah satu di antaranya disebabkan oleh pembelajaran sastra yang selama ini tidak mengena pada sasaran. Pembelajaran sastra sering hanya berbentuk hapalan sejarah atau segi historisnya, sedangkan hal-hal yang bersifat apresiastif tidak disentuh.

Sistem ujian yang hanya mementingkan hapalan dan kemampuan reproduksi, sedangkan pertanyaan-pertanyaan ujian yang tidak diarahkan pada


(7)

kepekaan apresiasi sastra (Sayuti, 1994:3), akan semakin menjauhkan pesan dan harapan dari pembelajaran sastra. Keadaan yang demikian akan mendorong guru untuk mengajarkan materi-materi ”tentang sastra”, dan bukan mengajarkan materi-materi ”apresiasi sastra”. Perlu disadari bahwa dalam pembelajaran sastra, apresiasi sastra merupakan tujuan, sedangkan pembelajaran tentang sastra adalah jembatan, yakni jembatan yang menghubungkan antara pengetahuan anak tentang sastra dengan kemampuan apresiasi terhadap sastra.

Hakikatnya pembelajaran apresiasi lebih banyak memberikan kesempatan kepada anak, untuk menemukan makna sastra yang dipelajari. Disadari atau tidak keterlibatan mental anak secara mandiri dalam mengembangkan pribadi, menambah wawasan serta membuka cakrawala pengetahuan dalam suatu pembelajaran apresiasi, akan mendorong intuisi anak untuk terus membaca dan menggali lebih dalam makna yang terkandung pada karya sastra. Kondisi yang demikian akan menciptakan minat anak untuk terus belajar, dan minat itu akan mengantarkan anak menuju minat yang baru, demikian seterusnya (DePorter, 2002:53), sehingga ia akan dahaga terhadap karya sastra.

Kenyataan yang terjadi dewasa ini pembelajaran sastra telah jauh membawa anak dari berbagai kegiatan yang serta merta menjenuhkan dan membosankan. Bahkan, menimbulkan kebencian terhadap sastra. Dalam kegiatan tersebut anak dituntut untuk menghafal, mencatat, mencari dan sebagainya berbagai hal tentang sastra, dan kemampuan untuk itu dijadikan sebagai dasar penetapan nilai oleh guru. Pendeknya, pengajaran sastra benar-benar dirancang untuk mencapai tujuan kurikuler, dan anak harus menanggung beban kewajiban


(8)

sebagai kompensasi perolehan nilai untuk menentukan statusnya di dalam kelas (Sumarjo, 1995:42). Kegiatan yang demikian secara mental psikologik membebani anak, baik anak yang mampu, lebih-lebih anak yang tidak mampu memenuhi tuntutan tersebut.

Tidak dapat dimungkiri bahwa pembelajaran sastra dewasa ini lebih menekankan pada segi sejarah, teori, dan kritik, sedangkan sentuhan-sentuhan pengalaman sastra terabaikan. Gani (1988:1125-69) memberikan sinyal bahwa pembelajaran sastra, sering sekali terjadi kecenderungan membicarakan sejarah, teori dan kritik, serta dalam proses pembelajarannya guru masih banyak tampil sebagai tokoh pemberi beban, bukan sebagai tokoh pemberi teladan. Pola pembelajaran yang demikian, tidak saja membosankan, tetapi lebih jauh lagi dapat menciptakan pemahaman yang keliru tentang sastra. Anak terpaku pada pemahaman bahwa membaca puisi misalnya, berarti membaca latar belakang kehidupan penyairnya, latar belakang zamannya dan bentuk-bentuk puisi yang ditulisnya (Gani, 1988:169-170).

Sejarah, teori, dan kritik, bukan berarti tidak penting, melainkan hendaknya jangan sampai hal tersebut menghilangkan masalah-masalah yang lebih penting di dalam pembelajaran sastra sendiri. Sebaiknya memang pembelajaran sastra diajarkan secara terpadu, artinya pembelajaran tentang pengetahuan sastra yang bersifat sejarah dapat diberikan seiring dengan pengetahuan teori sastra dan apresiasinya (Sumarjo, 1995:31).

Hasil pengamatan pendahuluan peneliti di lapangan, terhadap siswa Sekolah Menengah Pertama khususnya Sekolah Menengah Pertama Negeri di


(9)

Kabupaten Sidoarjo, dan laporan dari guru-guru Bahasa Indonesia di beberapa Sekolah Menengah Pertama yang berhasil dihubungi, pembelajaran sastra masih menggunakan pola pembelajaran tradisional, yakni kegiatan pembelajaran yang masih terpusat pada guru, dan hasil yang dicapai masih terbatas pada hasil pembelajaran produk, konsep dan teori. Beberapa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kabupaten Sidoarjo, yang akan dijadikan tempat penelitian ini, peneliti menemukan banyak guru belum melaksanakan pola pembelajaran yang sesuai dengan amanat kurikulum.

Disadari atau tidak, pembelajaran sastra yang masih bertumpu pada sejarah, teori, dan kritik, serta pola pembelajaran yang masih didominasi oleh model pembelajaran langsung (direct instruction), kurang memberikan makna terhadap hasil belajar (Gani, 1988:169).

Untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran yang sesuai dengan amanat kurikulum, pembelajaran sastra tidak cukup dengan menggunakan pola pembelajaran langsung yang bersifat tradisional, tetapi guru harus mencari model pembelajaran yang memungkinkan tujuan pembelajaran tersebut tercapai. Pola pembelajaran yang berbasis pada keaktifan dan kekreatifan anak dianggap sebagai pola pembelajaran yang koopratif dan inovatif, dan pola tersebut juga sesuai dengan amanat kurikulum. Sebagian besar guru sastra masih enggan menerapkan pola pembelajaran yang demikian. Banyak faktor yang menjadi penyebabnya, misalnya, karena kemampuan guru, ketersediaan sarana pembelajaran, dukungan lingkungan, dan ketersediaan buku-buku sumber. Namun, faktor yang dianggap krusial adalah sumber daya manusia dan lingkungan (Tarigan, 1995:55).


(10)

Berdasarkan pengamatan peneliti dan kenyataan yang terjadi di lapangan banyak guru bidang studi Bahasa dan Sastra Indonesia diperankan oleh orang-orang yang tidak berkompetensi pada bidangnya. Padahal, guru yang tidak memiliki wawasan serta pengetahuan yang cukup tentang kebahasaan dan juga kesastraan akan mengalami kegagalan dalam proses pembelajaran. Sebagaimana yang dikatakan oleh Syamsuddin A.R. (1985:10) bahwa untuk dapat mengajarkan bahasa dan sastra dengan baik, sehingga tercapai penguasaan maksimal yang baik, seorang guru terlebih dahulu harus memahami, menguasai dan mengetahui seluk beluk bahasa dan sastra yang akan diajarkannya. Guru yang tidak berkompeten akan berdampak pada kecenderungan mendominasi proses pembelajaran. Demikian pula harapan terhadap terjadinya pengembangan wawasan keilmuan terutama berkaitan dengan pengembangan pola pembelajaran, hanya akan tinggal harapan.

Kompetensi guru erat kaitanya dengan integritas diri dalam tanggung jawabnya menunaikan profesi. Seorang guru yang profesional akan selalu bereksplorasi dan berkreativitas menemukan serta menggunakan model-model pembelajaran yang sesuai dengan tuntuntan zaman.

Melihat kenyataan ini, peneliti merasa tertarik untuk melakukan suatu penelitian, diharapkan hasil penelitian tersebut dapat menjadi sumbangan yang berharga bagi pembelajaran bahasa dan sastra di Indonesia pada umumnya, dan di kabupaten Sidoarjo pada khususnya, terutama pada siswa sekolah menengah pertama yang menjadi sasaran penelitian ini. Lebih dari itu, pembelajaran sastra


(11)

yang selama ini telah menyimpang dari amanat kurikulum dapat segera diakhiri, dan guru dapat segera menyadari segala kekuranngannya.

Seiring dengan perkembangan zaman banyak model pembelajaran sastra yang bermunculan. Salah satu di antara model tersebut adalah model induktif. Pembelajaran model induktif dianggap mampu merepresentasikan diri sebagai salah satu model pembelajaran yang koopratif. Pembelajaran model induktif menekankan pada proses di samping hasil belajar yang hendak dicapai. Dalam proses pembelajaran siswa diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk berkreasi menuangkan segala ide dan pemikirannya. Dalam proses pembelajaran, secara

intens siswa diajak untuk terlibat aktif menyampaikan pendapat (komentar) atau

sumbang-sarannya terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan materi pembahasan, sedangkan peran guru hanya memberi dorongan dan arahan yang memungkinkan siswa dapat menjelajahi isi atau pesan yang terkandung di dalam materi pembahasan tersebut.

Secara terstruktur proses pembelajaran model induktif adalah siswa digiring untuk memasuki fase-fase. Keterlibatan siswa dalam setiap fase memungkinkan mampu menyimpulkan sendiri permasalahan secara rasional dan bernalar. Lebih dari itu, pembelajaran model induktif juga mengajak siswa dengan saksama untuk melakukan kegiatan secara sistematis, terencana dan hasil yang dicapai senantiasa dapat dipertanggungjawabkan. Kegiatan yang demikian sekaligus membiasakan siswa menguraikan alam pikirannya ke dalam bahasa yang runtut (sistematis) dan logika yang mantap (Ahmadi, 1990:137).


(12)

Model induktif memiliki banyak kelebihan sebagai model pembelajaran. Kelebihan model induktif menurut pengamatan Warimun (1997:26) setidaknya ada empat hal, yakni 1) dapat mengembangkan keterampilan berpikir siswa; 2) dapat menguasai secara tuntas topik-topik yang dibicarakan karena adanya tukar pendapat antarsiswa, sehingga didapatkan suatu simpulan akhir; 3) mengajarkan siswa berpikir kritis; dan 4) melatih siswa bekerja sistematis. Selain itu, kelebihan model induktif sebagai model pembelajaran telah dibuktikan oleh beberapa hasil penelitian sebelumnya. Untuk melihat hasil penelitian dari para peneliti terdahulu tentang pembelajaran model induktif, antara lain dapat dipaparkan sebagai berikut.

1. Ikhsan (2007), dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa pembelajaran melalui model induktif dapat berpengaruh terhadap peningkatan keterampilan berpikir rasional siswa. Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa siswa yang diberikan pembelajaran melalui model induktif memiliki kemampuan berpikir rasional lebih tinggi dibandingkan siswa yang tidak mendapatkan pembelajaran melalui model induktif. Aspek ketrampilan berpikir rasional seperti mengingat, membayangkan, mengklasifikasi, menggeneralisasi, membandingkan dan menganalisis lebih dikuasai siswa yang diajarkan materi melalui pembelajaran model induktif daripada siswa yang tidak mendapatkan pembelajaran melalui model induktif.

2. Rusyana Adun (1997), dalam penelitiannya lebih meyakinkan lagi bahwa pembelajaran melalui model induktif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Siswa yang diberikan pembelajaran melalui model induktif terlihat


(13)

meningkat prestasi belajarnya dibandingkan dengan siswa yang tidak mendapatkan pembelajaran melalui model induktif.

3. Hasil penelitian Kurniasih (2005) dan Mubarrokah (2006) juga menunjukkan perkembangan prestasi yang cukup signifikan terhadap siswa yang mendapatkan pembelajaran model induktif, dibandingkan dengan siswa yang tidak mendapatkan pembelajaran model induktif. Hasil-hasil penelitian tersebut dapat dijadikan sebagai rujukan peneliti untuk melakukan penelitian dan pengembangan lebih lanjut.

Berdasarkan hasil observasi di lapangan, khususnya di beberapa Sekolah Menengah Pertama Negeri Kabupeten Sidoarjo, yang akan dijadikan tempat penelitian ini, model pembelajaran yang dianggap koopratif belum pernah dilakukan. Guru mitra masih berkutat pada pembelajaran tradisional, yakni pola pembelajaran yang terpusat pada guru, dengan sistem pembelajaran langsung. Orientasi pembelajaran yang dilakukan menekankan pada sejarah, teori, dan kritik, dan bukan pada apresiasi, yakni usaha untuk menanggapi atau memahami secara sensitif terhadap karya sastra (Purwo, 1991:58), sehingga kegiatan pembelajaran yang dilakukan lebih banyak pada tugas-tugas.

Gagasan peneliti untuk menerapkan pembelajaran dengan mengembang-kan model induktif didorong oleh keinginan yang kuat untuk mengubah pola pembelajaran yang selama ini memasung aktifitas dan kreativitas anak. Pembelajaran model induktif yang akan diterapkan oleh peneliti ini memiliki kekuatan pada proses pembelajaran. Kendati demikian, terdapat beberapa hal yang perlu dikembangkan dalam model induktif tersebut agar tercapai idealisme dan


(14)

keseimbangan, mengingat situasi dan kondisi dari waktu ke waktu mengalami perubahan terutama keadaan siswa akibat perkembangan zaman.

Berdasarkan uraian tersebut, dan untuk mengetahui secara mendalam seberapa jauh efektivitas pola pembelajaran model induktif, perlu dilakukan suatu penelitian lanjutan. Diharapkan hasil penelitian ini kelak dapat memberikan sumbangan pemikiran yang berupa model pembelajaran sastra khususnya apresiasi puisi di Sekolah Menengah Pertama di kabupaten Sidoarjo.

Betapapun inovatifnya suatu pola pembelajaran yang diterapkan, tetapi terpulang pada kesanggupan guru untuk melakukan kegiatan tersebut, dan guru yang profesional adalah guru yang selalu reseptif menerima perubahan dan pembaharuan.

1.2 Identifikasi Masalah Penelitian

Agar diperoleh gambaran tentang fokus penelitian ini, perlu diidentifikasi beberapa masalah penelitian. Paparan berikut ini akan mengungkap tentang

“Pentingnya Kemampuan Apresiasi Puisi dan Pemilihan Model Pembelajaran

yang tepat”.

Banyak ahli pendidikan dan ahli sastra berpendapat bahwa kemampuan mengapresiasi puisi dapat meningkatkan pengertian dan penghargaan yang mendalam, kepekaan batin dan pikiran kritis seseorang terhadap isi puisi maupun terhadap kehidupan sekitar, karena hakekatnya puisi dekat dengan kehidupan kita dan digali dari lingkungan hidup kita (Arsyad, 1986:5.1; Aftarudin, 1983:19).


(15)

Tudingan sebagian masyarakat terhadap kegagalan pembelajaran puisi bukan tanpa alasan. Kenyataan menunjukkan bahwa sampai saat ini pembelajaran apresiasi puisi yang diterapkan guru di sekolah-sekolah masih berkutat pada cara berdeklamasi, menghafalkan nama-nama penyair, tahun kemunculan, menghapal jenis-jenis puisi, dan sebagainya, sedangkan hal-hal yang bersentuhan dengan apresiasi seperti pemahaman tentang tema, amanat, nada, latar, citra, gaya bahasa, dan tujuan diabaikan. Demikian pula pembelajaran puisi yang masih menggunakan model informatif dan hanya mengemukakan fakta-fakta mati, segeralah diakhiri (cf. Endraswara, 2005:61). Pembelajaran yang demikian ini tak lebih hanya sekedar formalitas tanpa mempedulikan makna pembelajaran yang sesungguhnya.

Pembelajaran puisi seyogyanya diarahkan pada apresiasi anak terhadap karya cipta puisi yang dipelajari, bukan cara berdeklamasi yang baik, menghafal nama-nama penyair, mengenal jenis-jenis puisi, mengapal tahun kemunculannya, dan sebagainya. Seyogyanya anak dilatih untuk bergumul secara intens dengan melibatkan segala kemampuannya untuk menyiram dahaga batinnya melalui nilai-nilai puisi yang terkandung.

Model pembelajaran apresiasi puisi di kelas juga perlu mendapat perhatian yang mendalam. Banyak kegagalan suatu pembelajaran hanya karena model pembelajaran yang diterapkan sering memasung aktivitas dan kreativitas anak. Model pembelajaran yang demikian tidak saja mengekang kebebasan anak untuk berkreasi, tetapi lebih dari itu anak akan terbebani secara mental psikologik dan ujung-ujungnya dapat mengacam kegagalan belajar.


(16)

Untuk dapat memetik hasil pembelajaran puisi yang diharapkan, guru perlu menggunakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada anak seluas-luasnya untuk beraktualisasi diri. Model pembelajaran yang demikian akan melahirkan pemahaman yang mendalam tentang arti belajar.

Model induktif merupakan salah satu model pembelajaran yang banyak memberikan kesempatan kepada anak untuk berkembang sesuai dengan kemampuan. Selain itu, model induktif juga memberikan kebebasan kepada anak untuk beraktualisasi diri. Peran guru dalam proses pembelajaran hanya sebagai fasilitator, mediator, dan motivator. Dalam pembelajaran puisi anak diberikan kesempatan untuk menafsirkan, berpendapat, mengomentari segala ikhwal puisi. Guru hanya memancing pertanyaan-pertanyaan yang memungkinkan anak menjelajahi secara tuntas isi atau pesan yang terkandung di dalam puisi tersebut.

Penelitian ini berupaya meningkatkan kemampuan apresiasi puisi pada siswa dengan menggunakan model induktif yang dikembangkan sesuai dengan kondisi di lapangan. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan konseptual terhadap pembelajaran apresiasi puisi di sekolah menengah pertama di kabupaten Sidoarjo.


(17)

1.3 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah penelitian tersebut, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut.

1.Bagaimanakah gambaran kebutuhan guru dalam pembelajaran apresiasi puisi? 2.Bagaimanakah gambaran kebutuhan siswa dalam pembelajaran apresiasi puisi? 3.Bagaimanakah gambaran kelemahan guru dalam pembelajaran apresiasi puisi? 4. Bagaimanakah gambaran kelemahan siswa dalam pembelajaran apresiasi puisi? 5. Apakah model induktif dapat meningkatkan kualitas pembelajaran apresiasi

puisi ditinjau dari: (1) sikap guru dalam mengelola pembelajaran dengan skenario model induktif; dan (2) sikap siswa terhadap pembelajaran model induktif?

6. Apakah model induktif dapat memperbaiki pembelajaran apresiasi puisi? 7. Bagaimanakah tanggapan siswa terhadap model induktif dalam pembelajaran

apresiasi puisi?

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan tersebut, tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mendiskripsikan gambaran kebutuhan guru dalam pembelajaran apresiasi puisi.

b.Untuk mendiskripsikan gambaran kebutuhan siswa dalam pembelajaran apresiasi puisi.


(18)

c. Untuk mendiskripsikan gambaran kelemahan guru dalam pembelajaran apresiasi puisi.

d.Untuk mendiskripsikan gambaran kelemahan siswa dalam pembelajaran apresiasi puisi.

e. Untuk mengetahui peningkatan kualitas model induktif dalam pembelajaran apresiasi puisi ditinjau dari: (1) sikap guru dalam mengelola pembelajaran dengan skenario model induktif; dan (2) sikap siswa terhadap pembelajaran model induktif;

f. Untuk menghasilkan perbaikan-perbaikan model induktif dalam pembelajaran apresiasi puisi.

g.Untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap model induktif dalam pembelajaran apresiasi puisi

1.4.2 Manfaat Penelitian

Penelitian ini menghasilkan model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan apresiasi puisi pada siswa Sekolah Menengah Pertama di kabupaten Sidoarjo. Oleh karena itu, secara teoretis diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan konseptual terutama terhadap pengembangan pembelajaran apresiasi puisi melalui menggunakan model pembelajaran induktif.

Pembelajaran model induktif adalah model pembelajaran yang banyak memberikan kesempatan kepada anak untuk mengatualisasikan dirinya dalam penjelajahan isi dan pesan materi pelajaran terutama aparesiasi puisi yang dipelajari. Bentuk implementasi pembelajarannya berupa tahapan-tahapan mulai dari yang sederhana ke tahap yang kompleks, dari yang konkret sampai ke tahap


(19)

yang abstrak, dan dari yang khusus sampai ke tahap umum dalam suatu materi ajar. Pendeknya, Proses berpikir dalam pembelajaran induktif menuntut suatu simpulan dapat ditarik atas dasar adanya fakta-fakta yang kongkret sebanyak-banyaknya. Semakin banyak fakta yang terkumpul akan semakin mendukung suatu simpulan yang akurat. Model pembelajaran yang demikian ini sesuai dengan tingkat perkembangan berpikir anak, terutama pada anak usia Sekolah Menengah Pertama.

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi para praktisi pendidikan terutama guru-guru pembelajaran sastra. Melalui hasil penelitian ini pula para guru dapat mengetahui strategi pembelajaran yang bervariasi dan dapat memperbaiki serta meningkatkan sistem pembelajaran di kelas, khususnya pembelajaran apresiasi puisi, sehingga permasalahan yang dihadapi baik menyangkut siswa, guru, materi pembelajaran dan sebagainya, dapat diatasi. Demikian pula bagi para penyelenggara pendidikan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan yang berharga dalam rangka menetapkan kebijakan yang terkait dengan teknis pembelajaran untuk memperbaiki dan meningkatkan sistem pembelajaran di Sekolah Menengah Pertama, khususnya pembelajaran apresaisi puisi.

Bagi pengembang kurikulum Sekolah Menengah Pertama penelitian ini pun diharapan dapat memberikan masukan yang berharga dalam rangka mengembangkan perangkat kurikulum yang berpijak pada model pembelajaran dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan sistem pembelajaran di kelas, khususnya pembelajaran apresiasi puisi.


(20)

Hasil penelitian ini pun diharapkan dapat memberikan sumbangan rujukan yang patut dipertimbangkan bagi penulis buku pembelajaran apresiasi puisi di Sekolah Menengah Pertama khususnya, dan buku-buku lain yang relevan, dalam rangka penyediaan bacaan kepada para praktisi pendidikan sebagai upaya memperbaiki dan meningkatkan sistem pembelajaran di kelas.

1.5 Definisi Oprasional

Untuk menghindari kesalahan dalam menginterpretasikan variabel-variabel penelitian ini, perlu dilakukan pendefinisian secara oprasional. Adapun definisi variabel dimaksud dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1.5.1 Kemampuan Apresiasi Puisi

Kemampuan apresiasi puisi adalah kemapuan sesorang dalam menilai, memahami, menikmati dan menghargai karya puisi dengan sungguh-sungguh sehingga tumbuh perasaan mendalam atau kepekaan batin terhadap nilai-nilai kehidupan.

1.5.2 Model Induktif

Model induktif adalah model pembelajaran yang berangkat dari suatu kegiatan yang bersifat khusus ke hal-hal yang bersifat umum, sehingga suatu simpulan ditarik atas dasar adanya fakta-fakta yang kongkret sebanyak-banyaknya. Proses pembelajarannya berlangsung dengan materi yang tertata secara urut, mulai dari yang sederhana sampai ke yang rumit. Kegiatan pembelajaran ditempuh melalui tahapan-tahapan, mulai dari tahap pembentukan


(21)

konsep, tahap penafsiran, sampai pada tahap penerapan. Langkah pembelajaran ditetapkan berdasarkan fase-fase, dan setiap fase dirancang untuk mencapai tujuan khusus dari pembelajaran tersebut. Adapun urutan fase dalam model induktif yaitu, menghimpun masalah, menyepakati masalah, mengkategorikan masalah, menghayati masalah, menemukan data-data umum dari masalah khusus, menghimpun data-data penunjang, dan menyusun generalisasi.

1.5.3 Hasil belajar siswa

Secara oprasional hasil belajar siswa didefinisikan sebagai realita bahasa siswa dalam pencapaian tujuan belajar. Realita bahasa tersebut diwujudkan dalam hasil belajar yang diperoleh oleh siswa dari hasil penyelenggaraan evaluasi pada akhir pembelajaran dalam suatu satuan pokok bahasan.

1.6 Asumsi

Terdapat beberapa asumsi yang dijadikan dasar pijakan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut.

1. Model induktif merupakan model pembelajaran yang beralur kerja secara sistematis berangkat dari permasalahan yang sederhana ke permasalahan yang lebih kompleks.

2. Beberapa hasil studi menyebutkan bahwa proses pembelajaran yang lebih banyak melibatkan siswa dapat memberikan hasil pembelajaran yang signifikan, dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran secara intensif dapat pula membangun kepercayaan diri siswa.


(22)

3. Pengajaran sastra yang hanya menekankan pada segi sejarah, teori, dan kritik, sedangkan sentuhan-sentuhan pengalaman sastra diabaikan, akan menjenuhkan dan membosankan (Gani, 1998:125-126).

4. Pembelajaran model induktif akan membantu siswa membangun kepercayaan diri dan menemukan pengalaman-pengalaman belajar yang menyenangkan.


(23)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan (research and development) atau R&D yang mengacu pada Borg dan Gall (2003), yang diadaptasi oleh Sugiono (2008:407), dan dijadikan sebagai pegangan oleh peneliti dengan penyesuaian seperlunya sesuai dengan kondisi di lapangan. Penyesuaian atau modifikasi tersebut dilakukan bukan berarti metode R&D hasil adaptasi Sugiono dianggap masih ada kekurangan sebagai metode penelitian pengembangan, melainkan penyesuaian atau modifikasi tersebut dimaksudkan untuk mencari formulasi yang efektif guna mendapatkan hasil pembelajaran yang diharapkan.

Pemilihan menggunakan metode R&D dalam penelitian ini didasarkan atas tujuan peneliti untuk mengembangkan metode pembelajaran. Menurut peneliti alur metode R&D dipandang tepat untuk mengembangkan sebuah model pembelajaran.

Adapun alur penelitian R&D tersebut secara rinci diawali dengan kegiatan studi pustaka, lalu diteruskan dengan studi lapangan untuk melihat pola pembelajaran yang diterapkan selama ini oleh guru. Setelah melakukan analisis temukan, berikutnya peneliti mendesain model pembelajaran yang akan dicobakan. Desain model diujicobakan ke sampel terbatas yang ditetapkan, lalu dievaluasi dan diperbaiki bila masih terdapat kelemahan. Hasil evaluasi dan perbaikan tersebut dijadikan sebagai model hipotetik. Model hipotetik berikutnya


(24)

diterapkan dalam pembelajaran di kelas sebagai pemberlakuan tahap pertama, lalu dievaluasi dan disempurnakan bila dipandang masih terdapat kekurangan atau kelemahan yang masih muncul, berikutnya diterapkan kembali dalam pembelajaran di kelas sebagai pemberlakuan tahap kedua, lalu dievaluasi dan disempurnakan kembali bila masih terdapat kelemahan. Demikian seterusnya sampai penelitian tersebut mendapatkan hasil yang diharapakan.

Istilah pemberlakuan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan bentuk modifikasi istilah ujicoba meluas dalam metode R&D, dan dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan tujuan penelitian ini. Tujuan penelitian ini terutama adalah ingin mengetahui peningkatan hasil belajar siswa dan hasil observasi kegiatan guru dan siswa dalam setiap implementasi pemberlakuan.

Hasil penelitian tersebut setelah dinyatakan memenuhi harapan atas peningkatan yang dicapai, maka berikutnya model tersebut ditetapkan sebagai model final.

3.2 Rancangan Penelitian

Sesuai dengan paradigma R&D, penelitian ini dirancang dalam tiga tahap yaitu, tahap pendahuluan yang meliputi studi pustaka, studi lapangan dan analisis temuan, tahap pengembangan yang meliputi desain model, ujicoba dalam sampel terbatas, evaluasi dan perbaikan jika dipandang masih terdapat kelemahan. Hasil evaluasi dan perbaikan dari ujicoba terbatas tersebut dijadikan dasar untuk memunculkan model hipotetik. Selajutnya, model hipotetik diterapkan di kelas sebagai pemberlakuan tahap pertama, lalu dievaluasi dan disempurnakan bila


(25)

masih terdapat kekurangan dan kelemahan, berikutnya diterapkan kembali sebagai pemberlakuan tahap kedua, lalu dievaluasi dan disempurnakan kembali bila masih terdapat kekurangan dan kelemahan yang masih muncul. Demikian seterusnya sampai hasil pemberlakuan model tersebut mencapai target yang diharapkan. Tahap berikutnya adalah tahap akhir, yang berisi simpulan hasil tes dari implementasi model, bilamana model tersebut dipandang telah memenuhi harapan, maka berikutnya model tersebut dianggap sebagai model final yang layak untuk digunakan dalam model pembelajaran apresiasi puisi di sekolah-sekolah yang lebih luas.

Adapun tahap-tahap kegiatan R&D yang disusun dan diimplementasikan dengan menggunakan model induktif tersebut selengkapnya adalah sebagai berikut.


(26)

Gambar: Tahap-tahap Kegiatan Penelitian dan pengembangan Model Induktif

Dalam penelitian dan pengembangan yang menggunakan model induktif ini tahap-tahap penelitian tersebut dijabarkan secara rinci sebagai berikut.

Penyusunan Prangkat Model Induktif Desain Model Induktif

Pemberlakuan I

Pemberlakuan II Evaluasi dan Penyempurnaan

Uji Coba Terbatas

Evaluasi dan Penyempurnaan Evaluasi dan Perbaikan

Model Hipotetik

Pemberlakuan III

II. TAHAP STUDI PENGEMBANGAN

Studi Pustaka

Studi Lapangan tentang Model Pembelajaran Tradisional

Analisis Temuan

I. TAHAP STUDI PENDAHULUAN

Hasil Final III. TAHAP AKHIR

Belum Terselesaikan

Dilanjutkan


(27)

3.2.1 Tahap Studi Pendahuluan

1. Kajian pustaka, diarahkan pada kajian teori. Kajian teori dilakukan untuk mencari landasan dari model pembelajaran puisi. Kajian teori tersebut meliputi (1) hakekat sastra, yang mengupas tentang pengertian sastra dan fungsi sastra; (2) karakteristik puisi, yang mengupas tentang pengertian puisi, jenis-jenis puisi, dan periodisasi puisi; (3) pengertian apresiasi puisi; (4) model-model pembelajaran, yang mengupas tentang model Gordon, model Stratta, model Moody, model Rodrigues-Badaczewski, model elaborasi, model konstruktivisme, dan model Taba; 5) model induktif; 6) pembelajaran apresiasi dengan model induktif; dan 7) pembelajaran langsung. Sementara itu, hasil riset secara gamblang diuraikan dalam rumusan masalah. Adapun hasil riset dikaji untuk menggali informasi secara mendalam terhadap kelebihan dan kekurangan model induktif.

2. Studi lapangan, dimaksudkan untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang pola pembelajaran sastra (puisi) yang dilakukan selama ini oleh guru di sekolah tempat peneliti akan melakukan penelitian. Hal ini diperlukan sebagai dasar pemikiran dalam menentukan model yang sesuai untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam apresiasi puisi.

3. Penyiapan desain penelitian, menyusun rancangan penelitian dengan menggunakan model induktif.


(28)

3.2.2 Tahap Studi Pengembangan

1. Mendesain model induktif; dalam kegiatan ini peneliti membuat skenario pembelajaran model induktif yang meliputi (1) menyiapkan materi pembelajaran; (2) prosedur pembelajaran; dan (3) sistem evaluasi.

2. Ujicoba terbatas; dalam kegiatan ini peneliti melakukan implementasi model induktif yang telah dirancang tersebut dengan mengujicobakan pada sampel terbatas di SMP Negeri 1 Sidoarjo yang bukan kelas perlakuan.

3. Evaluasi dan perbaikan; dalam kegiatan ini peneliti melakukan refleksi model induktif terhadap kekurangan yang muncul setelah dilakukan ujicoba terbatas tersebut.

4. Model hipotetik; dalam kegiatan ini peneliti membuat skenario pembelajaran model induktif yang telah disempurnakan dari hasil implementasi pada tahap ujicoba terbatas tersebut.

5. Pemberlakuan pertama; dalam kegiatan ini peneliti melakukan implementasi model hipotetik induktif yang pertama dengan merefleksi kekurangan yang muncul dari implementasi model induktif pada tahap ujicoba terbatas tersebut.

6. Evaluasi dan penyempurnaan; dalam kegiatan ini peneliti melakukan evaluasi terhadap hasil implementasi pada tahap pemberlakuan pertama, berikutnya melakukan penyempurnaan lebih lanjut terhadap kekurangan yang muncul pada implementasi tersebut.


(29)

7. Pemberlakuan kedua; dalam kegiatan ini peneliti melakukan implementasi model hipotetik induktif yang kedua dengan merefleksi kekurangan yang muncul dari implementasi model hipotetik induktif pertama.

8. Evaluasi dan penyempurnaan; dalam kegiatan ini peneliti melakukan evaluasi terhadap hasil implementasi pada tahap pemberlakuan kedua, berikutnya melakukan penyempurnaan lebih lanjut terhadap kekurangan yang muncul pada implementasi tersebut.

9. Pemberlakuan ketiga; dalam kegiatan ini peneliti melakukan implementasi model hipotetik induktif yang ketiga dengan merefleksi kekurangan yang muncul dari implementasi model hipotetik induktif kedua. Dalam pemberlakuan model hipotetik induktif ketiga ini jika dipandang telah memenuhi harapan maka dianggap telah terselesaikan, tetapi jika dipandang masih belum memenuhi harapan dapat dilanjutkan pada pemberlakuan keempat, kelima dan seterusnya sampai mencapai batas target yang ditetapkan.

3.2.3 Tahap Akhir

Pada tahap akhir ini model hipotetik induktif yang telah mengalami proses pengujian dan penyempurnaan melalui pemberlakuan-pemberlakuan tersebut dinyatakan telah dianggap baik. Oleh karena itu, model tersebut dinyatakan sebagai model final dan dapat diimplementasikan secara luas di sekolah-sekolah menengah pertama khususnya SMP di kabupaten Sidoarjo, dan pada sekolah-sekolah menengah secara umum.


(30)

3.3 Data dan Sumber Data Penelitian 3.3.1. Data Penelitian

Data penelitian ini adalah hasil kemampuan mengapresiasi puisi seluruh siswa kelas VIII Sekolah Menengah Pertama Negeri Kabupaten Sidoarjo. Data kemampuan mengapresiasi puisi siswa tersebut akan diambil melalui hasil tes dan hasil observasi kegiatan di kelas selama proses pembelajaran menggunakan model induktif dilakukan. Selain itu, data tentang tanggapan siswa terhadap pembelajaran model induktif akan diambil dari penyebaran angket kepada siswa.

3.3 2 Sumber Data Penelitian

a. Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII Sekolah Menengah Pertama Negeri Kabupaten Sidoarjo yang berjumlah 36 kelas dari enam Sekolah Menengah Pertama Negeri Kabupaten Sidoarjo tersebut, dengan rincian masing-masing sekolah terdiri atas enam kelas paralel dan masing-masing-masing-masing kelas terdiri atas 40 orang siswa kecuali SMP Negeri 1 yang hanya berjumlah 24 orang siswa dalam satu kelas, sehingga jumlah keseluruhan populasi adalah 1344 orang siswa. Dipilihnya kelas VIII sebagai subjek penelitian karena mengacu pada assessment yang dilakukan oleh TIMSS baik tahun 1999 maupun tahun 2003 yang menyebut kelas VIII sebagai sasaran assessment, selain kelas IV pada Sekolah Dasar. Pertimbangan dari TIMSS adalah kedua kelas tersebut efektif untuk pengujian metode, bahan dan strategi pembelajaran.


(31)

b. Sampel

Sampel penelitian adalah siswa kelas VIII Sekolah Menengah Pertama Negeri Kabupaten Sidoarjo yang berjumlah enam kelas dari enam Sekolah Menengah Pertama Negeri Kabupaten Sidoarjo tersebut, dengan rincian masing-masing kelas terdiri atas 40 orang siswa kecuali SMP Negeri 1 yang hanya berjumlah 24 orang siswa dalam satu kelas, sehingga jumlah sampel secara keseluruhan adalah 224 orang siswa.

3.4 Teknik Penelitian

3.4.1 Teknik Pengumpulan Data

Data penelitian ini akan dikumpulkan melalui tes tertulis dan observasi kegiatan siswa di kelas selama proses pembelajaran berlangsung. Selain itu, data guru dikumpulkan melalui observasi kegiatan guru di kelas selama pengelolaan proses pembelajaran berlangsung, dan data tentang tanggapan siswa diambil dari penyebaran angket kepada siswa. Penyebaran angket dilakukan setelah semua proses implementasi pemberlakuan pembelajaran model induktif berakhir. Angket yang disebarkan oleh peneliti berupa angket tertutup, dan siswa tidak diminta pendapatnya. Penetapan angket tersebut mempertimbangkan, bahwa siswa pada usia tersebut belum layak untuk dimintai pendapat.

3.4.2 Teknik Analisis Data

Data hasil pembelajaran dengan menggunakan model induktif yang meliputi data hasil tes, observasi kegiatan siswa, observasi kegiatan guru dan data


(32)

tentang tanggapan siswa, akan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Untuk memperjelas hubungan instrumen dan data, perhatikan tabel berikut.

No. Instrumen Data Jenis Data

1. Instrumen pembelajaran Hasil kegiatan pembelajaran Kualitatif/ kuantitaif 2. Format observasi murid Kegiatan belajar murid pada

saat diberikan perlakuan

Kualitatif/ kuantitaif

3. Format observasi guru Kegiatan guru di kelas Kualitatif/ kuantitatif 4. Format tanggapan siswa Tanggapan siswa terhadap

pembelajaraan model induktif

Kualitatif

3.4.3 Teknik Pengolahan Data Statistik

Pengolahan data hasil penelitian ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan secara signifikan dari setiap pemberlakuan, yakni antara pemberlakuan I ke pemberlakuan II, pemberlakuan II ke pemberlakuan III, dan pemberlakuan I ke pemberlakuan III. Dalam penelitian ini data tersebut akan diolah menggunakan uji t. Adapun langkah-langkah penghitungan uji t adalah sebagai berikut.


(33)

1.Penghitungan selisih hasil setiap pemberlakuan.

2.Penghitungan rata-rata (mean) dalam simpangan baku (standar deviasi) skor hasil belajar siswa dalam kemampuan mengapresiasi puisi.

3.Pengujian perbedaan rata-rata hasil belajar siswa dalam mengapresiasi puisi antara pemberlakuan I dengan pemberlakuan II, pemberlakuan II dengan pemberlakuan III, dan pemberlakuan I dengan pemberlakuan III.

4.Rumus uji t yang digunakan adalah uji t untuk sampel berpasangan, yaitu:

Statistik Uji :

n S

B t

B hitung

dengan :

n B B

i

Bi = beda (selisih antara data setiap pemberlakuan)

SB = standar deviasi dari data beda

5.Menentukan dasar taraf signifikasi ( ) yaitu 5% atau 0,05.

6.Memeriksa t dari tabel pada taraf signifikasi 0,05 dan dk = n-1.


(34)

3.5 Instrumen Penelitian

3.5.1 Bentuk Tes

Kemampuan siswa mengapresiasi puisi akan diketahui melalui hasil tes tentang unsur-unsur pembangun puisi. Tes yang akan digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam mengapresiasi puisi, yang ditunjukkan oleh kemampuan siswa mengurai unsur-unsur pembangun puisi adalah mengacu pada tes kesastraan Nurgiantoro (1987:296) yang diadaptasi berdasarkan taksonomi Bloom. Adapun tes kesastraan yang disusun dalam penelitian ini berkisar antara tingkat pemahaman (C2) sampai dengan tingkat analisis (C5).

Unsur-unsur pembangun puisi yang akan diujikan siswa meliputi: tema, amanat, nada, makna, kesan atau tanggapan terhadap puisi, latar/ setting, citra/ imaji, dan majas/ gaya bahasa.

Penetapan puisi yang akan dijadikan sebagai bahan uji didasarkan atas dua kreteria, yakni tingkat kesulitan dan isi atau pesan dari puisi yang terkandung.

Tingkat kesulitan ditetapkan berdasarkan kemampuan siswa Sekolah Menengah

Pertama yang dijadikan sebagai objek penelitian, sedangkan isi atau pesan ditetapkan berdasarkan segi kemanfaatan untuk siswa.

3.5.2 Bentuk Observasi

Di samping menggunakan instrumen tes, penelitian ini juga menggunakan pedoman observasi kegiatan siswa. Pedoman observasi digunakan untuk mengambil data kegiatan siswa di kelas selama proses pembelajaran berlangsung.


(35)

Pedoman observasi juga digunakan untuk mengambil data kegiatan guru selama proses pengelolaan pembelajaran di kelas berlangsung.

3.5.3 Bentuk Angket

Untuk mengetahui informasi tentang tanggapan siswa terhadap pembelajaran model induktif, penelitian ini juga menggunakan angket. Angket akan disebarkan kepada siswa yang menjadi objek penelitian. Penyebaran angket hanya dilakukan kepada siswa yang menjadi sampel penelitian ini.

3.6 Indikator Kinerja

Yang dijadikan indikator keberhasilan penelitian ini adalah apabila kemampuan anak dalam mengapresiasi puisi dapat meningkat. Peningkatan tersebut diketahui dari dampak (hasil) belajar yang diperoleh selama proses pemberlakuan pembelajaran model induktif, baik melalui tes maupun observasi kelas yang berupa motivasi belajar selama proses pembelajaran berlangsung, serta tanggapan siswa terhadap pengembangan pembelajaran model induktif yang berhasil direkam melalui angket.


(36)

1

BAB V

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Pada bab V ini akan dibahas tentang temuan-temuan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab IV. Secara spesifik pada bab V ini akan dibahas tentang hasil pembelajaran apresiasi puisi melalui model induktif pada pemberlakuan I, II dan III serta hasil angket siswa.

5.1 Hasil Pembelajaran Apresiasi Puisi Melalui Model Induktif

5.1.1 Hasil Pembelajaran Apresiasi Puisi Melalui Model Induktif pada Pemberlakuan I Pembelajaran apresiasi puisi melalui model induktif pada pemberlakuan I digelar pada enam SMP Negeri di kabupaten Sidoarjo, yakni SMP Negeri 1, SMP Negeri 2, SMP Negeri 3, SMP Negeri 4, SMP Negeri 5, dan SMP Negeri 6. Bertindak sebagai aktor proses pembelajaran adalah guru mitra (guru Bahasa Indonesia kelas VIII) dari masing-masing SMP sampel penelitian ini. Skenario pembelajaran yang telah dirancang oleh peneliti diimplementasikan oleh guru mitra dalam proses pembelajaran.

Hasil pelaksanaan proses pembelajaran apresiasi puisi melalui model induktif selama pemberlakuan I ditemukan data-data sebagai berikut. Bahwa, pelaksanaan proses pembelajaran apresiasi puisi melalui model induktif selama pemberlakuan I telah dilaksanakan sesuai dengan skenario, dan alur pembelajaran model induktif yang disusun dalam bentuk langkah-langkah pembelajaran telah diterapkan oleh guru mitra. Namun, upaya tersebut belum membuahkan hasil yang menggembirakan. Berdasarkan catatan akhir penelitian ini diperoleh data


(37)

2

bahwa dalam proses pembelajaran siswa masih cenderung bersikap pasif, duduk manis dan hanya mendengarkan. Keterlibatan siswa dalam proses pebelajaran yang diharapkan, belum diperankan. Siswa masih tampak takut, malu, dan kurang percaya diri ketika guru mitra berupaya untuk menggiring keterlibatan mereka dalam proses pembelajaran. Sejak dari kegiatan sederhana membacakan puisi di depan kelas, dan ketika guru meminta kepada salah seorang siswa untuk maju, siswa tampak masih takut, gugup, malu, dan kurang percaya diri. Hal tersebut dijumpai hampir di semua SMP sampel penelitian ini. Demikian pula ketika guru berusaha untuk memancing keterlibatan siswa dengan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pancingan, siswa belum memberikan respons dengan baik. Hanya terdapat beberapa siswa saja yang berani memberikan responsnya. Pembelajaran konvensional yang selama ini diterapkan oleh guru mitra masih sangat kental dan melekat pada diri siswa. Kebiasaan pembelajaran yang hanya menuntut keaktifan mendengarkan ceramah guru telah membentuk watak dan karakter siswa.

Pembelajaran apresiasi puisi melalui model induktif yang diterapkan oleh guru mitra kali ini tampak mengusik dan menciptakan keresahan pada diri siswa. Siswa tidak terbiasa diajak menjelajahi materi dengan kemampuan bernalar sendiri. Siswa masih banyak bergantung dari guru dan hanya menerima informasi melalui ceramah tentang materi yang dipelajari.

Atas dasar temuan tersebut peneliti bersama guru mitra merefleksi kekurangan atau kelehaman yang muncul selama pelaksanaan proses pembelajaran apresiasi puisi melalui model induktif pada pemberlakuan I. Diperoleh simpulan data bahwa pelaksanaan proses pembelajaran apresiasi puisi


(38)

3

melalui model induktif pada pemberlakuan I guru dianggap masih kurang sempurna dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Hal yang dianggap sebagai titik kekurangan tersebut adalah: 1) guru masih kurang melakukan pendekatan terhadap pribadi siswa; 2) guru masih kurang intensif memancing aktivitas dan kreativitas siswa; 3) guru masih kurang intensif memotivasi siswa berkaitan dengan keterlibatannya dalam proses pembelajaran; dan 4) guru kurang mengaitkan pengalaman siswa dengan materi yang dipelajari.

Kelemahan dan kekurangan yang muncul pada pelaksanaan proses pembelajaran apresiasi puisi melalui model induktif pada pemberlakuan I tersebut diperbaiki dan disempurnakan pada pemberlakuan-pemberlakuan berikutnya. Untuk mengetahui hasil pelaksanaan proses pembelajaran apresiasi puisi melalui model iduktif pada pemberlakuan I, baik hasil evaluasi maupun hasil observasi kegiatan guru dan hasil observasi kegiatan siswa dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 5.1 Keseluruhan Hasil Evaluasi pada Pemberlakuan I

No. Soal SMP 1 SMP 2 SMP 3 SMP 4 SMP 5 SMP 6 Jumlah Rata-rata Keterangan

1. A 59,7 44,9 46,7 47,5 44,7 49,6 293,1 48,8

Pemberlakuan I

2. B 75 68,9 76,8 82,8 69,2 60,9 433,6 72,2


(39)

4

Tabel 5.2 Keseluruhan Hasil Observasi Kegiatan Siswa pada Pemberlakuan I

Tabel 5.3 Keseluruhan Hasil Observasi Kegiatan Guru pada Pemberlakuan I

No. SMP 1 SMP 2 SMP 3 SMP 4 SMP 5 SMP 6 Keterangan

K C B SB K C B SB K C B SB K C B SB K C B SB K C B SB 1. 6 6 - - 7 5 - - 7 5 - - 6 6 - - 8 4 - - 8 4 - -

K = Kurang C = Cukup B = Baik SB= Sangat baik

No. SMP 1 SMP 2 SMP 3 SMP 4 SMP 5 SMP 6 Keterangan

K C B SB K C B SB K C B SB K C B SB K C B SB K C B SB 1. 4 6 - - 5 5 - - 4 6 - - 4 6 - - 3 7 - - 4 6 - -

K = Kurang C = Cukup B = Baik SB= Sangat baik


(40)

5

5.1.2 Hasil Pembelajaran Apresiasi Puisi Melalui Model Induktif pada Pemberlakuan II Pembelajaran apresiasi puisi melalui model induktif digelar kembali pada pemberlakuan II. Hasil temuan pada pemberlakuan I menjadi dasar pijakan untuk perbaikan dan penyempurnaan proses pembelajaran pada pemberlakuan II ini. Hal-hal yang dianggap sebagai kelemahan atau kekurangan pada pemberlakuan I telah dieliminasi.

Berdasarkan catatan akhir penelitian ini ditemukan data-data bahwa siswa mulai menunjukkan perkembangan ke arah yang sangat positif. Usaha guru melakukan langkah pendekatan secara pribadi kepada siswa telah membuahkan hasil yang cukup memuaskan. Intensitas pertanyaan-pertanyaan pancingan yang dilontarkan oleh guru mitra telah berhasil memancing aktivitas dan kreativitas siswa. Rasa malu, takut, dan minder atau kurang percaya diri berangsur-angsur dapat dihilangkan. Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya siswa yang mulai terlibat secara aktif dalam setiap kegiatan guru. Di semua SMP Negeri tempat penelitian ini dilaksanakan siswa tampak mulai aktif menjawab pertanyaan-pertanyaan guru, dan siswa yang lain terlihat mulai simpati terhadap proses pembelajaran yang digelar pada pemberlakuan II ini. Guru tidak henti-hentinya memberikan motivasi kepada siswa, agar siswa benar-benar terlibat aktif dalam kegiatan yang digelar. Selain itu, guru mitra selalu berusaha mengaitkan materi pembelajaran yang dibahas dengan pengalaman siswa, baik pengalaman langsung maupun pengalaman tidak langsung. Strategi yang dilakukan tersebut benar-benar membawa dampak besar terhadap hasil pembelajaran.


(41)

6

Peneliti dengan intens mendampingi guru mitra di kelas dan mencatat hal-hal yang sekiranya penting dan dianggap dapat mempengaruhi proses pembelajaran. Berdasarkan catatan peneliti di lapangan, guru mitra telah melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan masukan dari hasil pelaksanaan pembelajaran pada pemberlakuan I. Meskipun demikian, dalam pelaksanaan proses pembelajaran pada pemberlakuan II ini masih muncul kekurangan atau kelemahan yang perlu diperbaiki lagi oleh peneliti bersama guru mitra pada pemberlakuan berikutnya. Kelemahan atau kekurangan itu ialah: 1) guru masih dianggap kurang dalam memberikan penguatan positif kepada siswa; 2) guru masih dianggap kurang dalam mengatur siswa (secara bergiliran) dalam memberikan pendapat (komentar) atau sumbang-sarannya; dan 3) guru masih dianggap kurang dalam penyebaran pertanyaan kepada siswa.

Untuk mengetahui hasil pelaksanaan proses pembelajaran apresiasi puisi melalui model iduktif pada pemberlakuan II, baik hasil evaluasi maupun hasil observasi kegiatan guru dan hasil observasi kegiatan siswa dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 5.4 Keseluruhan Hasil Evaluasi pada Pemberlakuan II

No. Soal SMP 1 SMP 2 SMP 3 SMP 4 SMP 5 SMP 6 Jumlah Rata-rata Keterangan

1. A 67,9 63,1 70,6 62,6 68,4 68,8 403,8 67,3

Pemberlakuan II

2. B 66,0 56,4 57,3 56,2 56,0 53,5 345,4 57,5


(42)

7

Tabel 5.5 Keseluruhan Hasil Observasi Kegiatan Siswa pada Pemberlakuan II

No. SMP 1 SMP 2 SMP 3 SMP 4 SMP 5 SMP 6 Keterangan

K C B SB K C B SB K C B SB K C B SB K C B SB K C B SB 1. - 5 7 - - 7 5 - - 6 6 - - 5 7 - - 6 6 - - 6 6 -

K = Kurang C = Cukup B = Baik SB= Sangat baik

Tabel 5.6 Keseluruhan Hasil Observasi Kegiatan Guru pada Pemberlakuan II

No. SMP 1 SMP 2 SMP 3 SMP 4 SMP 5 SMP 6 Keterangan

K C B SB K C B SB K C B SB K C B SB K C B SB K C B SB 1. - 3 7 - - 3 7 - - 4 6 - - 3 7 - - 3 7 - - 5 5 -

K = Kurang C = Cukup B = Baik SB= Sangat baik


(43)

8

5.1.3 Hasil Pembelajaran Apresiasi Puisi Melalui Model Induktif pada Pemberlakuan III Proses pembelajaran apresiasi puisi melalui model induktif yang dilaksanakan pada pemberlakuan III ini telah berjalan dengan baik. Segala kesulitan dan kendala yang muncul pada pemberlakuan-pemberlakuan sebelumya secara bertahap dapat dihilangkan.

Peneliti bersama guru mitra merasakan proses pembelajaran berjalan sangat menyenangkan. Suasana kelas begitu hangat, proses pembelajaran telah hidup, interaksi antara guru dan siswa telah terjalin dengan baik, dan perasaan takut, malu, dan kurang percaya diri yang sebelumnya pernah menghinggapi benak siswa kini tidak terlihat lagi.

Guru mitra telah melaksanakan proses pembalajaran sesuai dengan rencana. Segala masukan dari hasil proses pembelajaran pada pemberlakuan II telah diimplementasikan dengan baik. Kendati demikian dalam pelaksanaan proses pembelajaran apresiasi puisi melalui model induktif pada pemberlakuan III ini masih muncul kekurangan atau kelemahan yang dilakukan oleh guru. Data yang terekam dalam catatan peneliti guru mitra masih belum begitu intensif memberikan pancingan pertanyaan balikan dari siswa, yakni pertanyaan balikan yang terkait dengan materi pembahasan. Meski demikian dalam pelaksanaan proses pembelajaran pada pemberlakuan III ini pertanyaan-pertanyaan balikan yang diharapkan tersebut akhirnya terjawab seiring dengan jawaba-jawaban balikan siswa sendiri dan penjelasan-penjelasan guru atas beberapa pertanyaan siwa yang lain, sehingga proses pembelajaran apresiasi puisi melalui model induktif pada pemberlakuan III ini dirasa telah cukup memenuhi harapan dari kegiatan penelitian ini.


(44)

9

Untuk mengetahui hasil pelaksanaan proses pembelajaran apresiasi puisi melalui model iduktif pada pemberlakuan III, baik hasil evaluasi maupun hasil observasi kegiatan guru dan hasil observasi kegiatan siswa dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 5.7 Keseluruhan Hasil Evaluasi pada Pemberlakuan III

No. Soal SMP 1 SMP 2 SMP 3 SMP 4 SMP 5 SMP 6 Jumlah Rata-rata Keterangan

1. A 79,5 73,5 78,5 78,7 75,0 76,7 461,9 76,9

Pemberlakuan III

2. B 55,9 67,1 32,5 57,9 50,3 58,9 322,6 53,7


(45)

10

Tabel 5.8 Keseluruhan Hasil Observasi Kegiatan Siswa pada Pemberlakuan III

No. SMP 1 SMP 2 SMP 3 SMP 4 SMP 5 SMP 6 Keterangan

K C B SB K C B SB K C B SB K C B SB K C B SB K C B SB 1. - 1 4 7 - 1 4 7 - 1 5 6 - 1 4 7 - - 6 6 - 1 4 7

K = Kurang C = Cukup B = Baik SB= Sangat baik

Tabel 5.9 Keseluruhan Hasil observasi Kegiatan Guru pada Pemberlakuan III

No. SMP 1 SMP 2 SMP 3 SMP 4 SMP 5 SMP 6 Keterangan

K C B SB K C B SB K C B SB K C B SB K C B SB K C B SB 1. - - 5 5 - - 4 6 - - 3 7 - - 3 7 - - 3 7 - - 4 6

K = Kurang C = Cukup B = Baik SB= Sangat baik


(46)

11

5.1.4 Hasil Pengolahan Data Statistik

5.1.4.1Uji Beda Rata-Rata Untuk Pemberlakuan I dan Pemberlakuan II

Pengujian ini dilakukan sekadar untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan antara pemberlakuan I dan pemberlakuan II. Untuk melihat hal tersebut dalam mengolah data penelitian ini digunakan statistik uji t untuk data berpasangan. Berikut ini data untuk pemberlakuan I dan pemberlakuan II yang diuji rata-rata.

Tabel 5.10 Data Pemberlakuan I dan II

No. Pemberlakuan I Pemberlakuan II Beda Bi (Pemberlakuan I-Pemberlakuan II)

1. 67,8 66,9 0,90

2. 56,9 59,7 -2,80

3. 61,7 65,2 -3,50

4. 65,1 59,4 5,70

5. 56,9 62,2 -5,30

6. 55,2 61,1 -5,90

B i -10,90

B -1,82

Standar Deviasi 4,39

Hipotesis Penelitian:

Ho : Tidak ada perbedaan pemberlakuan I dan pemberlakuan II H1 : Ada perbedaan pemberlakuan I dan pemberlakuan II

α = 5%

Statistik Uji :

n S B t B hitung  dengan : n B B

i

Bi = beda (selisih antara data pemberlakuan I dan pemberlakuan II)


(47)

12

Kriteria Uji : 1. Terima Ho jika P-Value (sig) > 0,05

atau Terima Ho jika –t tabel < t hitung < t tabel. 2. Tolak Ho jika P-Value (sig) ≤ 0,05

atau Tolak Ho jika t hitung > t tabel dan t hitung < - t tabel.

1,82 4,38

6

hitung t  

hitung

t-1,013

Kriteria Uji : 1. Terima Ho jika –t tabel < t hitung < t tabel.

2. Tolak Ho jika t hitung > t tabel dan t hitung < - t tabel.

Dengan α = 5% dan df = n-1 =5, didapatkan nilai t tabel sebesar 2,57.

Tabel 5.11 Hasil Analisis Menggunakan Uji t

Metode Rata-Rata t hitung df t tabel p-value (sig) Ket.

Pemberlakuan I 60,6000

-1,013 5 ± 2,57

0,358 (hasil output

SPSS)

Ho diterima Pemberlakuan II 62,4167

Berdasarkan tabel tersebut, dapat dilihat bahwa besarnya rata-rata untuk pemberlakuan I adalah 60,600, sedangkan besarnya nilai rata-rata untuk pemberlakuan II adalah 62,4167. Dengan menggunakan uji t untuk data berpasangan diperoleh nilai t hitung sebesar -1,013 dan nilai t tabel = ± 2,57.


(48)

13

Grafik 5.1 Pengujian Hipotesis (Uji t)

Karena nilai t hitung (-1,013) > nilai -t tabel (-2,02), maka Ho diterima. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara pemberlakuan I dan pemberlakuan II.

5.1.4.2Uji Beda Rata-Rata Untuk Pemberlakuan II dan Pemberlakuan III

Uji beda rata-rata untuk pemberlakuan II dan pemberlakuan III kembali dilakukan, dengan tujuan yang sama yakni, untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan dari keduanya. Pengujian ini menggunakan statistik uji t untuk data berpasangan. Berikut ini adalah data untuk pemberlakuan II dan pemberlakuan III yang diuji rata-rata.

Tabel 5.12 Data Pemberlakuan II dan III

No. Pemberlakuan II Pemberlakuan III Beda Bi (Pemberlakuan II-Pemberlakuan III)

1. 66,9 67,7 -0,80

2. 59,7 70,3 -10,60

3. 65,2 55,5 9,70

4. 59,4 68,3 -8,90

5. 62,2 62,6 -0,40

6. 61,1 67,8 -6,70

B i -17,70

B -2,95

Standar Deviasi 7,47

Daerah Penerimaan H0

Daerah

penolakan Ho

- t tabel = -2,57 t hit=-1,013 0 t tabel =2,57

Daerah


(49)

14

Hipotesis Penelitian:

Ho : Tidak ada perbedaan pemberlakuan II dan pemberlakuan III H1 : Ada perbedaan pemberlakuan II dan pemberlakuan III

α = 5%

Statistik Uji :

n S B t B hitung  dengan : n B B

i

Bi = beda (selisih antara data pemberlakuan II dan pemberlakuan III)

SB = standar deviasi dari data beda

Kriteria Uji : 1. Terima Ho jika P-Value (sig) > 0,05

atau Terima Ho jika –t tabel < t hitung < t tabel. 2. Tolak Ho jika P-Value (sig) ≤ 0,05

atau Tolak Ho jika t hitung > t tabel dan t hitung < - t tabel.

2,95 7, 47

6

hitung t  

hitung

t-0,967

Kriteria Uji : 1. Terima Ho jika –t tabel < t hitung < t tabel.

2. Tolak Ho jika t hitung > t tabel dan t hitung < - t tabel.

Dengan α = 5% dan df = n-1 =5, didapatkan nilai t tabel sebesar 2,57.

Tabel 5.13 Hasil Analisis Menggunakan Uji t

Metode Rata-Rata t hitung df t tabel p-value (sig) Ket.

Pemberlakuan II 62,4167

-0,967 5 ± 2,57

0,378 (hasil output

SPSS)

Ho diterima Pemberlakuan III 65,3667


(50)

15

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa besarnya rata-rata untuk pemberlakuan II adalah 62,4167, sedangkan besarnya nilai rata-rata untuk pemberlakuan III adalah 65,3667. Dengan menggunakan uji t untuk data berpasangan diperoleh nilai t hitung sebesar -0,967 dan nilai t tabel = ± 2,57.

Grafik 5.2 Pengujian Hipotesis (Uji t)

Karena nilai t hitung (-0,967) > nilai -t tabel (-2,57), maka Ho diterima. Oleh karena itu, dapat ditarik simpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara pemberlakuan II dan pemberlakuan III.

5.1.4.3Uji Beda Rata-Rata Untuk Pemberlakuan I dan Pemberlakuan III

Pengujian ini dilakukan untuk melihat kembali ada atau tidaknya perbedaan pemberlakuan I dan pemberlakuan III, dengan menggunakan statistik uji t untuk data berpasangan. Berikut ini adalah data untuk pemberlakuan I dan pemberlakuan III.

Daerah Penerimaan H0

Daerah

penolakan Ho

- t tabel = -2,57 t hit=-0,967 0 t tabel =2,57

Daerah


(51)

16

Tabel 5.14 Data Pemberlakuan I dan III

No Pemberlakuan1 Pemberlakuan3 Beda Bi (Pemberlakuan1-Pemberlakuan3)

1 67,8 67,7 0,10

2 56,9 70,3 -13,40

3 61,7 55,5 6,20

4 65,1 68,3 -3,20

5 56,9 62,6 -5,70

6 55,2 67,8 -12,60

B i -28,60

B -4,77

Standar Deviasi 7,53

Hipotesis Penelitian:

Ho : Tidak ada perbedaan pemberlakuan I dan pemberlakuan III H1 : Ada perbedaan pemberlakuan I dan pemberlakuan III

α = 5%

Statistik Uji :

n S B t B hitung  dengan : n B B

i

Bi = beda (selisih antara data pemberlakuan I dan pemberlakuan II)

SB = standar deviasi dari data beda

Kriteria Uji : 1. Terima Ho jika P-Value (sig) > 0,05

atau Terima Ho jika –t tabel < t hitung < t tabel. 2. Tolak Ho jika P-Value (sig) ≤ 0,05

atau Tolak Ho jika t hitung > t tabel dan t hitung < - t tabel. 4, 77

7,53 6 hitung

t  

hitung


(52)

17

Kriteria Uji : 1. Terima Ho jika –t tabel < t hitung < t tabel.

2. Tolak Ho jika t hitung > t tabel dan t hitung < - t tabel.

Dengan α = 5% dan df = n-1 =5, didapatkan nilai t tabel sebesar 2,57.

Tabel 5.15 Hasil Analisis Menggunakan Uji t

Metode

Rata-Rata t hitung df t tabel p-value (sig) Keterangan

Pemberlakuan1 60,6000

-1,551 5 ± 2,57

0,181 (hasil output

SPSS)

Ho diterima Pemberlakuan3 65,3667

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa besarnya rata-rata untuk pemberlakuan I adalah sebesar 60,600, sedangkan besarnya nilai rata-rata untuk pemberlakuan III adalah 65,3667. Dengan menggunakan uji t untuk data berpasangan diperoleh nilai t hitung sebesar -1,551 dan nilai t tabel = ± 2,57.

Grafik 5.3 Pengujian Hipotesis (Uji t)

Karena nilai t hitung (-1,013) > nilai -t tabel (-2,57), maka Ho diterima. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan pemberlakuan I dan pemberlakuan III.

Daerah Penerimaan H0

Daerah

penolakan Ho

- t tabel = -2,57 t hit=-1,551 0 t tabel =2,57

Daerah


(53)

18

Kendati hasil uji t menunjukkan tidak ada perbedaan dalam setiap pemberlakuan atau dengan kata lain secara penghitungan statistik tidak terdapat peningkatan secara signifikan, tetapi secara numerik dari hasil pembelajaran tersebut mengalami peningkatan. Pada pemberlakuan I rata-rata hasil belajar siswa menunjukkan angka 60,9, pada pemberlakuan II menunjukkan angka 62,4, dan pada pemberlakuan III menunjukkan angka 65,3.

Berdasarkan hasil tersebut dapat ditarik suatu simpulan bahwa pembelajaran mengapresiasi puisi melalui model induktif yang memperhatikan delapan langkah pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Peningkatan itu secara numerik dianggap cukup signifikan.

5.1.5 Hasil Angket Tanggapan Siswa

Angket diberikan kepada siswa setelah kegiatan proses pembelajaran apresiasi puisi melalui model induktif selama pemberlakuan I, II dan III selesai dilaksanakan.

Angket yang disebarkan kepada siswa berisi: 1) strategi guru mengawali pembelajaran, meliputi kemampuan membuka pelajaran melalui apersepsi yang sesuai dengan materi pembelajaran yang dibahas, pengucapan salam, menyapa siswa dan pemberian motivasi kepada siswa sebelum pembelajaran inti dimulai; 2) kejelasan guru dalam menyampaikan materi pembelajaran, meliputi kemampuan guru menyampaikan materi tanpa adanya kalimat-kalimat ambigu atau taksa yang menyulitkan siswa untuk mencerna maksudnya, kemantaban informasi, ketegasan keilmuan dan penggunaan kalimat-kalimat sugestif; 3)


(54)

19

volume suara guru, mencakup kemampuan guru mengukur kapasitas suara dengan jumlah siswa; 4) strategi guru menyampaikan pertanyaan kepada siswa, mencakup kemampuan guru memberikan pertanyaan-pertanyaan pancingan yang memungkinkan siswa terdorong untuk terlibat dalam proses pembelajaran, maupun pertanyaan-pertanyaan yang hanya sekadar untuk mengetahui sampai seberapa besar perhatian dan keterlibatan siswa terhadap materi yang dibahas; 5) strategi guru memberikan balikan (jawaban) atas pertanyaan-peranyaan siswa, meliputi kemampuan guru dalam menjelaskan atau menerangkan balik atas semua pertanyaan siswa, baik pertanyaan berupa ketidakjelasan terhadap materi yang dipelajari siswa maupun pertanyaan-pertanyaan yang berupa ketidakjelasan guru dalam penyampaian materi itu sendiri; 6) strategi guru dalam mengatur kelas, mencakup kemampuan guru menguasai seluruh kegiatan di kelas, termasuk di dalamnya kemampuan guru dalam memerankan fungsinya sebagai fasilitator, mediator dan motivator siswa terhadap tuntutan pembelajaran model induktif; 7) strategi guru dalam menyampaikan materi pembelajaran, mencakup sistimatika guru dalam menyampaikan materi menurut tingkat kesulitan. Sebagai misal, memberikan materi dari yang ringan atau sederhana berangsur-angsur menuju pada materi yang lebih kompleks, sehingga siswa tidak mengetahui bahwa mereka sudah masuk dalam permasalahan yang sesungguhnya; 8) kesesuaian materi pembelajaran dengan kemampuan siswa, mencakup pemilihan materi pembelajaran yang sesuai dengan tingkat kemampuan siswa. Materi pembelajaran hendaknya tidak terlalu tinggi atau terlalu rendah tingkat kesulitannya; 9) strategi guru dalam memberikan motivasi siswa, mencakup kemampuan guru dalam


(55)

20

menanamkan sugesti pada diri siswa terhadap materi yang sedang dipelajarai, 10) strategi guru dalam menciptakan kondisi pembelajaraan di kelas, mencakup kemampuan guru menciptakan suasana kelas yag menyenangkan bagi siswa; 11) strategi guru menciptakan pembelajaran yang mampu mendorong semangat belajar siswa, mencakup kemampuan guru memilih materi yang sesuai dengan kemampuan anak, strategi mengajar yang sesuai dengan skenario, volume suara guru yang cukup, pemberian motivasi yang efektif dan sikap guru yang mantab terhadap keilmuannya; 12) strategi guru dalam meningkatkan perhatian anak, mencakup kemampuan guru dalam menguasai kelas, skenario pembelajaran yang sugestif, dan gaya mengajar yang familiar; 13) strategi guru dalam memberikan pertanyaan kepada siswa, mencakup kemampuan guru mengidentifikasi tingkat kesulitan pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan kepada siswa, baik pertanyaan langsung maupun pertanyaan-pertanyaan yang tertuang dalam soal-soal evaluasi; 14) strategi guru dalam menyajikan model pembelajaran yang digelar, mencakup kemampuan guru mengimplementasikan model pembelajaran induktif sesuai dengan skenario pembelajaran yang dirancang, sehingga dapat membedakan dengan model pembelajaran konvensional yang biasa dilakukan; dan 15) strategi guru menyajikan materi, mencakup kemanfaatan dan keluasan materi yang disampaikan, sehingga terdapat perbedaan penyerapan materi antara pembelajaran model induktif dengan model konvensional.

Untuk mengetahui hasil penyebaran angket tanggapan siswa selengkapnya dapat dilihat dalam tabel berikut ini.


(56)

21

Tabel 5.16 Keseluruhan Hasil Penyebaran Angket Tanggapan Siswa

No. SMP 1 SMP 2 SMP 3 SMP 4 SMP 5 SMP 6 Keterangan

K C B SB K C B SB K C B SB K C B SB K C B SB K C B SB 1. 23 130 138 39 21 131 268 150 5 107 272 141 8 99 282 181 20 168 289 123 2 57 206 200

K = Kurang C = Cukup B = Baik SB= Sangat baik


(57)

22

Berdasarkan tabel tersebut angket tanggapan siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran model induktif selama pemberlakuan I, II, dan III dari masing-masing SMP sampel penelitian ini dapat diprosentasikan sebagai berikut. a. SMP Negeri 1 dari 22 orang siswa yang hadir terdapat 11,8% menjawab

kurang, 41,8% menjawab cukup, 39,3% menjawab baik, dan 6,9% menjawab sangat baik.

b. SMP Negeri 2 dari 38 orang siswa yang hadir terdapat 26,3% menjawab kurang, 47,0% menjawab cukup, 22,9% menjawab baik, dan 3,6% menjawab sangat baik.

c. SMP Negeri 3 dari 35 orang siswa yang hadir terdapat 26,8% menjawab kurang, 51,8% menjawab cukup, 20,3% menjawab baik, dan 0,95% menjawab sangat baik.

d. SMP Negeri 4 dari 38 orang siswa yang hadir terdapat 31,7% menjawab kurang, 49,4% menjawab cukup, 17,3% menjawab baik, dan 1,4% menjawab sangat baik.

e. SMP Negeri 5 dari 39 orang siswa yang hadir terdapat 20,5% menjawab kurang, 48,1% menjawab cukup, 28% menjawab baik, dan 3,3% menjawab sangat baik.

f. SMP Negeri 6 dari 31 orang siswa yang hadir terdapat 43,0% menjawab kurang, 44,3% menjawab cukup, 12,2% menjawab baik, dan 0,43% menjawab sangat baik.


(1)

Berdasarkan tabel tersebut angket tanggapan siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran model induktif selama pemberlakuan I, II, dan III dari masing-masing SMP sampel penelitian ini dapat diprosentasikan sebagai berikut. a. SMP Negeri 1 dari 22 orang siswa yang hadir terdapat 11,8% menjawab

kurang, 41,8% menjawab cukup, 39,3% menjawab baik, dan 6,9% menjawab sangat baik.

b. SMP Negeri 2 dari 38 orang siswa yang hadir terdapat 26,3% menjawab kurang, 47,0% menjawab cukup, 22,9% menjawab baik, dan 3,6% menjawab sangat baik.

c. SMP Negeri 3 dari 35 orang siswa yang hadir terdapat 26,8% menjawab kurang, 51,8% menjawab cukup, 20,3% menjawab baik, dan 0,95% menjawab sangat baik.

d. SMP Negeri 4 dari 38 orang siswa yang hadir terdapat 31,7% menjawab kurang, 49,4% menjawab cukup, 17,3% menjawab baik, dan 1,4% menjawab sangat baik.

e. SMP Negeri 5 dari 39 orang siswa yang hadir terdapat 20,5% menjawab kurang, 48,1% menjawab cukup, 28% menjawab baik, dan 3,3% menjawab sangat baik.

f. SMP Negeri 6 dari 31 orang siswa yang hadir terdapat 43,0% menjawab kurang, 44,3% menjawab cukup, 12,2% menjawab baik, dan 0,43% menjawab sangat baik.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Aftarudin, P. 1983. Pengantar Apresiasi Puisi. Bandung: PT Angkasa. Ahmadi, M. 1990. Strategi Belajar Mengajar: Ketrampilan Berbahasa

dan Apresiasi Sastra. Malang: YA3

Aminudin. 2000. Pengeantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Arsyad, M.G., dkk. 1986. Apresiasi Puisi: Kesusastraan II. Jakarta: Universitas Terbuka. Depdikbud.

Arikunto, S. 1996. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Yogyakarta: Rineka Cipta.

Ali, M., dan Muhammad Asrori. 2006. Psikologi Remaja:Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara.

Adun, R. 1997. ”Penerapan Model Mengajar Induktif dengan

Menggunakan Pendekatan Analogi sebagai Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Melalui Pengajaran Biologi: Studi Peningkatan Pembelajaran Biologi di Kelas III SMU Negeri di Kabupaten Ciamis”. Tesis. PPS IKIP Bandung.

Badrun, A. 1989. Teori Puisi. Jakarta: Dirjen. Dikti. Depdikbud.

Degeng, I. N. S. 1989. Ilmu Pengajaran: Taksonomi Variable. Jakarta: Depdikbud.

Dahlan, M.D. 1990. Model-model Mengajar. Bandung: CV Diponegoro. Dahar, R.W. 1996. Teori-Teori Belajar. Bandung: Penerbit Erlangga Depdikbud. 1994. Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta:

Dirjen. Dikdasmen. Depdikbud.

DePorter, B., dkk. 1999. Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan (Penerjemah Ary Nilandari). Bandung:Penerbit Kaifa.

DePorter, & Mike Hernacki. 1999. Quantum Teaching: Mempraktekkan Quantum Learning di Ruang-Ruang Kelas (Penerjemah Alwiyah Abdurrahman). Bandung:Penerbit Kaifa.


(3)

Endraswara, S. 2005. Metode dan Teori Pengajaran Sastra. Jogjakarta: Buana Pustaka.

Effendi, S. 2002. Bimbingan Apresiasi Puisi. Jakarta: Pustaka Jaya.

Gani, R. 1988. Pengajaran Sastra: Respon dan Analisis. Jakarta: Dirjen. Dikti. Depdikbud.

Gall, M.D, Gall, J.P & Borg, W.R. 2003. Education Research. New York, Toronto, Boston: Pearson education.

Hartono. 1996. Kamus Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Hasibuan, J.J, dan Moedjiono. 1993. Proses Belajar Mengajar. Bandung:

PT Rosdakarya.

Ibrahim, R dan Nana Syaodih S.1991/1992. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Depdikbud.

Ihksan. 2007. ”Penerapan Model Pembelajaran Induktif Munurut Hilda Taba untuk Meningkatkan Ketrampilan Rasional dalam Pembelajaran Fisika di SMP”. Skripsi. FPMIPA UPI Bandung. Jabrohim (ed). 1994. Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Joyce, B., and Marsha Weil. 1980. Models of Teaching. New Jersey:

Prentice-Hell Inc.

Junaedi, M. 2004. Kumpulan Puisi Religius Cahaya di Upuk (Distorsi). Jakarta: Restu Agung.

KBBI. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Kaufeldt, M. 2008. Wahai Para Guru, Ubahlah Cara Mengajarmu:

Perintah Pengajaran yang Berbeda-beda dan Sesuai dengan Otak. (Alih Bahasa: Hendarto Raharjo). Jakarta: PT Indeks.

Kennedy, X.J. 1971. An Introduction to Poetry. Boston: Little Brown and Company.

Koes, S. 2000. Strategi Pembelajaran Fisika. Technical Coopration Project for Development of Science and Mathematics Teaching for Primary and Secondary in Indonesia (IMSTEP).


(4)

Kurniasih. 2005. ”Pengembangan Model Pembelajaran Induktif Menurut Hilda Taba untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika

Siswa”. Skripsi. FPMIPA UPI Bandung.

Luxemburg, J dkk. 1989. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: PT Gramedia. .

Luxemburg, J. dkk. 1987. Tentang Sastra (Penerjemah Akhadiati Ikram). Jakarta: Intermasa.

Ma’luf, Luis. 1986. al-Munjid Fi al-Lughoh, Wa al-‘Ulum. Libanon: Penerbit Dar al-Kulub, Cet:28.

Moody, H.L.B. 1971. The Teaching of Literature With Special Refrence to Developing Countries. London: Longman.

Moedjiono dan Dimyati. 1991/1992. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Depdiknas.

Mustaji dan Sugiarso. 2005. Pembelajaran Berbasis Konstruktivisme. Surabaya: Unesa University Press.

Mulyasa, E. 2005. Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: PT Rosdakarya.

Mullis, M.G. & Chrostowski. 2004. TIMSS 2003 International

Mathematics Report: Findings from IEA’s Trend in

InternationalMathematics and Science Study at the Fourth and Eight Grades. TIMSS & PIRLS International Study Center. Lynch School of Education, Boston College.

Mubarrokah, N. 2006. “Pengaruh Model Pembelajaran Siklus Belajar Empiris Induktif terhadap Kemampuan Representasi Matematik Siswa SMP: Suatu Penelitian terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 12 Bandung”. Skripsi. FPMIPA UPI Bandung.

Nurgiantoro, B. 1987. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.

Nur, M. dkk. 1999. Teori Belajar. Surabaya: University Press. Pidarta, M. 1997. Landasan Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Poespojoedo, R.W.W. 1997. Mutiara-Mutiara Bagi Bunda. Jakarta: Balai Pustaka


(5)

Rahmanto, B. 1988. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius. Roestiyah, N.K. 1994. Masalah Pengajaran: Sebagai Suatu Sistem. PT

Terminal Bukit Intan . Rineka Cipta.

Sugiono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung. Alfabeta.

Sagala, S. 2005. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Sapulette, P. 2001. Kehidupan: Kumpulan Puisi: Penerbit Mitra Media. Sidi, I.D. 2001. Menuju Masyarakat Belajar: Mengagas Paradigma Baru

Pendidikan. Jakarta: Paramadina.

Suryosubroto, B. 2002. Proses Belajar Mengajar di Sekolah: Wawasan Baru, Beberapa Metode Pendukung, dan Beberapa Komponen Layanan Khusus. Jakarta: Rineka Cipta.

Sayuti, S.A. 1985. Puisi dan Pengajarannya. Semarang: IKIP Semarang Press

Situmorang, B.P. 1980. Puisi dan Metodologi Pengajarannya. Flores: Nusa Indah.

Sujana, N., Awal Kusumah. 2000. Proposal Penelitian. Bandung: PT Sinar Baru Algesindo.

Sulaeman, D. 1998. Teknologi/ Metodologi Pengajaran. Jakarta: Dirjen. Dikti. Depdikbud.

Sumarjo, J. 1995. Sastra dan Masa. Bandung: Penerbit ITB Bandung. Sumarjo, J., Saini K.M. 1997. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama.

Sujiman, P. 1990. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Suharianto, S. 1977. Pebruari. “Sejenak Merenungkan Hidup ini Lewat Puisi” dalam Horison.

Suryaman, M. 1992. “Pengajaran Sastra di Sekolah: Metode Imersi”. Yogyakarta: Cakrawala Pendidikan, No. 2 Th. VIII.

Sunarto. 2000. Dasar dan Konsep Penelitian. University Press IKIP Surabaya.


(6)

Syamsuddin A.R. 1985. Sanggar Bahasa Indonesia. Jakarta: UT Jakarta. Sumantri, M., dan Nana Syaodih Sukmadinata. 2007. Perkembangan

Peserta Didik. Jakarta. Universitas Terbuka.

Tarigan, H.G. 1995. Dasar-Dasar Psikosastra. Bandung: Penerbit Angkasa.

Tarigan, H.G. 1984. Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.

Teeuw, A. 1983. Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta: PT. Gramedia. Warimun, E.S. 1997. ”Efektivitas Model Pengajaran Induktif dalam

Meningkatkan Prestasi Belajar, Motivasi Berprestasi, dan Sikap Siswa terhadap Pelajaran Fisika”. Tesis. PPS IKIP Bandung.

Waluyo, J H. 1995. Teori dan Apresisasi Puisi. Surakarta: PT. Gelora Aksara Pratama.

Wellek, R., Austin Warren. 1993. Teori Kesusastraan (Penerjemah Melani Budianto). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Wijaya, C., dkk. 1988. Upaya Pembaharuan dalam Pendidikan dan Pengajaran. Bandung: Remadja Karya.

Winkel, W.S. 1987. Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT Terminal Bukit Intan. Gramedia.

Yuniarti, H. 2002. Modul Strategi Belajar Mengajar. Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.


Dokumen yang terkait

PENGEMBANGAN MEDIA MUSIKALISASI PUISI SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGAPRESIASI PUISI UNTUK SISWA KELAS IX SMP

10 82 179

PENGARUH PENGAJARAN MIMESIS TERHADAP KEMAMPUAN MENGAPRESIASI PUISI SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 4 PEMATANGSIANTAR TAHUN AJARAN 2013/2014.

0 3 21

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGAPRESIASI CERITA FIKSI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE CIRC (COOPERATIF Peningkatan Kemampuan Mengapresiasi Cerita Fiksi Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Circ ( Cooperative Integrad

0 1 15

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGAPRESIASI CERITA FIKSI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE CIRC Peningkatan Kemampuan Mengapresiasi Cerita Fiksi Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Circ ( Cooperative Integrad Reading And Composition ) Siswa Kelas

0 0 16

PENGARUH MODEL LEARNING CYCLE TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF SISWA SMP.

0 0 35

Peningkatan Keterampilan Mengapresiasi Puisi melalui Pendekatan Sosiopragmatik dengan Penerapan Model Pembelajaran Stratta Siswa Kelas VII C SMP Negeri 3 Batang.

1 2 2

Peningkatan Kemampuan Mengapresiasi Teks Drama Melalui Model Numbered Head Together Menggunakan Teknik Menulis Informasi Siswa Kelas VIIIG SMP Negeri 1 Kejobong Purbalingga.

0 0 2

(ABSTRAK) PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGAPRESIASI CERPEN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN BERPIKIR INDUKTIF SISWA KELAS VIIB SMP ISLAM UNGARAN.

0 1 2

Peningkatan Kemampuan Siswa Membaca Puisi di Kelas VII SMP Negeri 3 Sindue Melalui Teknik Pemodelan

0 0 13

HUBUNGAN ANTARA MINAT TERHADAP PUISI DAN PENGUASAAN DIKSI DENGAN KEMAMPUAN MENGAPRESIASI PUISI PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 NGUTER SUKOHARJO4 (Penelitian Survei di SMP Negeri 2 Nguter Sukoharjo)

0 0 38