TINJAUAN YURIDIS CERAI TALAK TERHADAP ISTRI YANG BERADA DI LUAR NEGERI SEBAGAI TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) DIHUBUNGKAN DENGAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA.

TINJAUAN YURIDIS CERAI TALAK TERHADAP ISTRI YANG BERADA
DI LUAR NEGERI SEBAGAI TENAGA KERJA INDONESIA (TKI)
DIHUBUNGKAN DENGAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF DI
INDONESIA
DWI BENNY SETIAWAN
110113080149

Meningkatnya pengiriman Tenaga Kerja Indonesia dalam dua
dasawarsa terakhir di negeri ini memberikan kontribusi kepada negara
berupa devisa dari sektor non-migas, meningkatkan devisa negara
mempunyai kemungkinan yang tidak sedikit yang dapat menimbulkan
dampak pada persoalan keluarga berkenaan dengan perceraian.
Seringkali dalam kasus permohonan ikrar talak yang diajukan oleh pihak
suami tanpa kehadiran pihak istri karena memang posisinya tidak berada
di Indonesia dan di putus secara verstek. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui status dan kedudukan Cerai Talak dihubungkan dengan
Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia dan untuk mengetahui akibat
hukum dari Cerai Talak tanpa kehadiran Termohon (Istri) menurut Hukum
Islam dan Hukum Positif di Indonesia.
Penulisan hukum ini menggunakan metode pendekatan yuridis
normatif, yaitu penelitian dititik beratkan pada penggunaan data sekunder,

yang mencakup bahan hukum primer, sekunder, tertier. Sedangkan
spesifikasi penelitian yang digunakan bersifat deskriptif analisis, yaitu
penelitian menggambarkan situasi atau peristiwa yang sedang diteliti dan
kemudian menganalisisnya berdasarkan fakta-fakta berupa data sekunder
yang diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan
bahan hukum tersier. Analisis data dilakukan secara normatif kualitatif.
Normatif karena penelitian bertolak dari Peraturan Perundang-undangan
sebagai norma hukum positif. Sedangkan kualitatif karena merupakan
analisis data dari hasil penelitian, dianalisisnya dengan tidak
menggunakan rumus statistik.
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa menurut
Hukum Islam talak cukup dengan sebuah pernyataan yang dikeluarkan
oleh suami, tidak perlu adanya pengakuan dari pemerintah. Hukum positif
di Indonesia membutuhkan keputusan Pengadilan Agama. Putusan
verstek sebagai pengingkaran terhadap asas audi et alteram partem,
karena putusan diambil dengan ketidak hadiran pihak termohon dalam
persidangan sehingga putusan tersebut dirasakan tidak adil, implikasi dari
putusan verstek dalam perkara perceraian adalah menyampingkan Pasal
18 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Serta memberi pengaruh
negatif terhadap cita-cita Undang-Undang Perkawinan yang pada asasnya

mempersulit terjadinya perceraian. Akibat hukum yang ditimbulkan istri
meninggalkan suaminya tanpa seizin suaminya menurut hukum Islam dan
hukum positif di Indonesia tidak ada hak nafkah bagi istrinya.

iv