Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Wanita Indonesia Atas Tindak Pidana Kekerasan Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan Dan Perlindungan TKI Di Luar Negeri

(1)

Bahwa yang bertanda tangan dibawah ini, penulis dan pihali perusahaan tempat penelitian, bersedia:

"Bahwa hasil penelitian dapat dionlinekan sesuai dengan peraturan yang berlaku, untuk kepentingan riset dan pendidikan".

Temoal (tsYbln/th)

gf,tldudg,'

\i lo4/ LotL

Penulis,

.ry7ru

P816

tn\

NIM/NIP.

Catatan:

.

Bila keberatan dengan di-online-kan data oerusahaan di BAB IIUdi Bab vans mencantum data nerusahaan (pengecualian khusus data perusahaan, boleh untuk tidak dionlinekan),

ketilan pada lembar catatan ini,

contoh :

Kecuali Bab Itr Data perusahaan tidak untuk dionlinelCIn, dengan alasan

Surat keterangan ini wajib ada (scan bentuk Image/gambar/PDF), baik penelitian di


(2)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA WANITA

INDONESIA ATAS TINDAK PIDANA KEKERASAN DIHUBUNGKAN

DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2004 TENTANG

PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TKI DI LUAR NEGERI

LEGAL PROTECTION OF VIOLENCE AGAINST INDONESIAN FEMALE

LABOR ASSOCIATED OF THE CRIME WITH THE LAW NO. 39 YEAR

2004 ABOUT PLACEMENT AND PROTECTION OF INDONESIAN

LABOR (TKI) IN FOREIGN COUNTRIES

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat pada Program Strata-1 Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia

Oleh :

Feri Yudha Niarto

3.16.07.013

Dibawah Bimbingan:

Dr. Asep Iwan Iriawan, S.H,.M.Hum

JURUSAN ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(3)

(4)

vii

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA WANITA INDONESIA ATAS TINDAK PIDANA KEKERASAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN

PERLINDUNGAN TKI DI LUAR NEGERI

ABSTRAK FERI YUDHA NIARTO

31607013

Tenaga Kerja Indonesia pada saat ini, umumnya sebagian besar merupakan seorang wanita. Mereka berusaha mencari pekerjaan dengan gaji yang besar untuk dapat menghidupi keluarga dan dirinya dengan menjadi tenaga buruh dan pembantu rumah tangga. Tapi pada kenyataannya masih banyak terjadi penyimpangan bersifat prosedural yang telah ditentukan pemerintah maupun akibat minimnya perlindungan terhadap tenaga kerja Indonesia. Berdasarkan latar belakang, maka perlu dikaji permasalahan mengenai Tindakan hukum apa yang dapat dilakukan oleh Tenaga Kerja Wanita terhadap pelaku kekerasan ditinjau dari Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI Diluar Negeri dan bagaimana upaya yang dilakukan Pemerintah Indonesia dalam menanggulangi masalah tindak pidana kekerasan dan memberikan perlindungan terhadap Tenaga Kerja Wanita ditinjau dari Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI Diluar Negeri.

Penelitian yang dilakukan penulis bersifat deskriptif analitis dengan melukiskan fakta-fakta berupa data primer dan data sekunder dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Data yang dihasilkan dianalisis secara yuridis kualitatif, sehingga hierarki peraturan perundang-undangan dapat diperhatikan serta dapat menjamin kepastian hukum.

Berdasarkan analisis terhadap data yang diperoleh disimpulkan bahwa perbuatan yang dilakukan oleh majikan atau tersangka merupakan suatu tindak pidana penganiayaan dan perampasan hak kemerdekaan hidup seseorang sesuai dengan Pasal 7 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dihubungkan dengan Undang–Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan TKI Diluar Negeri, pemerintah wajib memberikan perlindungan kepada Tenaga Kerja Indonesia khususnya Tenaga Kerja Wanita yang sering mengalami perlakuan tidak wajar diluar negeri.


(5)

viii

LEGAL PROTECTION OF VIOLENCE AGAINST INDONESIAN FEMALE LABOR ASSOCIATED OF THE CRIME WITH THE LAW NO. 39 YEAR 2004 ABOUT PLACEMENT AND PROTECTION OF INDONESIAN LABOR (TKI) IN

FOREIGN COUNTRIES

ABSTRACT FERI YUDHA NIARTO

31607013

Most of Indonesian labor now are women. They try to find a well-paid job to fulfill their families and their needs by being labor forces and housemaids. In fact, distortions are still happened both caused by procedural distortions that have been managed by the government and due to lack of Indonesian labor‟s protection. So, it is necessary to review what law action that can be applied by Indonesian female labor to the perpetrators of violence and what efforts that the government of Indonesia can take to solve and protect the Indonesian labor associated with Law No. 39 Year 2004 about placement and protection of Indonesian labor in foreign countries.

This study uses an analysis descriptive method by describing facts of primary and secondary data with a juridical normative approach. The writer analyzes the resulted data in juridical qualitative, so the hierarchy of legislation can be considered as well as to ensure the legal certainty.

Based on the data analysis, it can be concluded that acts commited by the employer or the suspect is a criminal act of abuse and deprivation of the liberty rights of a person‟s life in accordance with Article 7 of the Universal Declaration of Human Rights, and associated with Law No. 39 Year 2004 about placement and protection of Indonesian labor in foreign countries, the government is required to give protection to Indonesian labor in foreign countries, especially female labor that are often treated unfairly in foreign countries.


(6)

i

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb.

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat dan karunian-Nya, bahwa penulis masih diberikan kesempatan untuk dapat mensyukuri segala nikmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA WANITA INDONESIA ATAS TINDAK PIDANA KEKERASAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TKI DI LUAR NEGERI”.

Penulis sangat menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi substansi maupun tata bahasa, sehingga kiranya masih banyak yang perlu di dalami dan di perbaiki. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat memperbaiki kekurangan di kemudian hari.

Proses penyusunan laporan ini banyak mendapat bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terimakasih dengan penuh rasa hormat kepada Bapak Dr. Asep Iwan Iriawan, S.H., M.Hum selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran dan kesabarannya untuk membimbing dalam penulisan skripsi ini. Selain itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :


(7)

1. Yth. Bapak Dr. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto, Ms selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia;

2. Yth. Ibu Prof. Dr. Hj.Ria Ratna Ariawati, S.E., A.K., M.S. selaku Wakil Rektor I Universitas Komputer Indonesia;

3. Yth. Bapak Prof. dr. Moh. Tajuddin, M. A. selaku Wakil Rektor II Universitas Komputer Indonesia;

4. Yth. Ibu Prof. Dr. Hj. Aelina Surya, selaku Wakil Rektor III Universitas Komputer Indonesia;

5. Yth. Bapak Prof. Dr. H.R. Otje Salman Soemadiningrat, S.H. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

6. Yth. Ibu Hetty Hassanah, S.H., M.H. selaku Ketua Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

7. Yth. Ibu Arinita Sandria, S.H., M.Hum selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

8. Yth. Bapak Dr. Budi Fitriadi, S.H., M.Hum selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

9. Yth. Ibu Febilita Wulan Sari, S.H. selaku Dosen Wali angkatan 2007 sekaligus Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

10. Yth. Bapak Dr. Asep Iwan Irawan, S.H., M.Hum selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

11. Yth. Ibu Farida Yulianty, S.H., S.E., M.M selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

12. Yth. Ibu Rachmani Puspitadewi, S.H., M.Hum selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

13. Yth. Ibu Rika Rosiliawi, A.Md selaku Staff Administrasi Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;


(8)

iii

14. Yth. Bapak Muray selaku Karyawan Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

15. Teman-teman seperjuangan Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia yang tidak dapat disebutkan satu persatu;

Akhir kata, semoga segala pengorbanan yang diberikan oleh mamah dan ayah tercinta, baik moril maupun materil kepada penulis mendapatkan imbalan yang berlipat ganda dari Allah S.W.T Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang dan berada dalam Perlindungan – Nya. Terima kasih kepada Suci Ernawaty atas dukungannya “your the best part of my life, I finally find you”. Wassalammualaikum.wr.wb.

Bandung,


(9)

iv

LEMBAR PENGESAHAN ...

SURAT PERNYATAAN ...

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT………... viii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. IDENTIFIKASI MASALAH ... 7

C. TUJUAN PENELITIAN... 8

D. KEGUNAAN PENELITIAN ... 8

E. KERANGKA PENELITIAN ... 9

F. METODE PENELITIAN ... 13

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN PENGANIAYAAN ... 17

A. KETENAGAKERJAAN PADA UMUMNYA ... 17

B. PENGERTIAN TINDAK PIDANA DAN PENGANIAYAAN ... 29

C. PASAL-PASAL YANG BERKAITAN DALAM PERLINDUNGAN TKI ... 45


(10)

v

BAB III TINJAUAN TERHADAP TENAGA KERJA WANITA INDONESIA SEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DILUAR NEGERI ………... 51

A. KASUS KEKERASAN TERHADAP TENAGA KERJA

WANITA ... 51 B. BENTUK PERLINDUNGAN TERHADAP

TENAGA KERJA INDONESIA ... 66

BAB IV ANALISIS MENGENAI TINDAK PIDANA

KEKERASAN DAN PERLINDUGAN

TERHADAP TKI ... 78

A. TINDAKAN HUKUM YANG DAPAT

DILAKUKAN OLEH TENAGA KERJA WANITA TERHADAP PELAKU KEKERASAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN

2004 TENTANG PENEMPATAN DAN

PERLINDUNGAN TKI DILUAR NEGERI ... 78 B. UPAYA YANG DAPAT DILAKUKAN

PEMERINTAH INDONESIA DALAM

MENANGGULANGI MASALAH TINDAK

PIDANA KEKERASAN DAN MEMBERIKAN

PERLINDUNGAN TERHADAP TENAGA

KERJA WANITA(TKW) DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2004


(11)

PERLINDUNGAN TENAGA KERJA

INDONESIA DILUAR NEGERI ... 86

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 92

A. SIMPULAN ... 92

B. SARAN ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 97

DAFTAR RIWAYAT HIDUP


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tenaga Kerja Indonesia pada saat ini, umumnya sebagian besar merupakan seorang wanita. Mereka berusaha mencari pekerjaan dengan gaji yang besar untuk dapat menghidupi keluarga dan dirinya dengan menjadi tenaga buruh dan pembantu rumah tangga. Luapan rasa gembira akan mereka tampakan jika dapat merasakan hidup di negeri orang dengan target gaji yang besar. Ketika mereka dihadapkan kepada suatu kesulitan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi, maka akan membulatkan tekadnya untuk bekerja di luar negeri. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam hidup di zaman modern ini, uang adalah segalanya dan tanpa uang sulit untuk melakukan sesuatu. Ditambah lagi, dengan program pemerintah yang juga merupakan salah satu upaya untuk menciptakan lapangan pekerjaan, seakan jalan yang mulus bagi para TKW kita untuk bekerja disana. Akan tetapi, program kerja antar negara seharusnya lancar, mengingat Indonesia sudah berpengalaman mengirimkan TKI ke luar negeri.

Kenyataannya, masih banyak terjadi penyimpangan bersifat prosedural yang telah ditentukan pemerintah maupun akibat minimnya perlindungan terhadap tenaga kerja Indonesia. Tidak jarang calon TKI tersebut pada umumnya mendahulukan prospek hasil materi yang


(13)

berlimpah dan mengesampingkan resiko beratnya bekerja di negara asing yang berbeda demografis dan budayanya. Faktor ekonomi biasanya menjadi alasan bagi mereka untuk berani mengambil resiko tersebut. Di satu pihak prospek bekerja asing sangat menggiurkan, tetapi disisi lain ada gambaran negatif yang sangat besar resikonya. Faktor pengetahuan yang kurang serta kebutuhan ekonomi dari calon TKW tidak jarang justru dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Bahkan hingga saat ini ada sinyalemen pengiriman TKW ke luar negeri banyak yang melalui badan-badan illegal.

Pengiriman TKI telah berlangsung lama jauh sebelum Indonesia merdeka tahun 1945. Hingga sekarang, pengiriman TKI masih berlangsung dengan segala permasalahan yang meliputinya. Prosedur pengiriman TKI ke luar negeri pada saat itu diatur oleh Pemerintah Hindia Belanda melalui Werving Ordonantie Stb 1936 No 650 jo. Stb 1938 No 388 tentang Peraturan Pelaksanaan Pengerahan Orang Indonesia untuk melaksanakan pekerjaan di luar Indonesia. Prosedur melalui peraturan tersebut sampai saat ini masih berlaku, dikembangkan dengan Peraturan Menaker No 4 Tahun 1970 tentang Pengerahan TKI.

Pengiriman TKI yang mana sebagian besarnya adalah wanita, telah membawa devisa yang lumayan untuk Indonesia. Mereka merupakan pahlawan ekonomi bagi Negara. Program pengiriman ini secara langsung menambah perolehan devisa Negara. Namun, di sisi lain berbagai persoalan muncul ketika tenaga kerja Indonesia (TKI) khususnya wanita, dikirim ke luar negeri. Pelecehan seksual, penyiksaan


(14)

3

oleh majikan, agen penyalur ilegal, belum ada kontrak kerja yang jelas antara pihak Indonesia dengan negara tujuan, bahkan undang-undang tentang TKI masih dalam proses pembuatan (padahal undang-undang ini penting untuk perlindungan TKI dari aspek hukum). Begitu juga peran pemerintah dalam menangani masalah ini belum terlihat maksimal. Secara umum, TKW memiliki permasalahan cukup pelik. Faktor individu TKW sendiri seperti skill kurang memadai, termasuk pemahaman bahasa asing, dokumen yang tidak lengkap, dan faktor majikan yang sering melakukan penganiayaan terutama kepada TKW.1

Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri telah memberikan dampak yang besar bagi negara Indonesia. Negara telah menerima pemasukan devisa yang signitifkan sepanjang tahun 2010 dari penghasilan TKI. Berdasarkan data Pusat Penelitian dan Informasi (Puslitfo) Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), pemasukan devisa dari TKI sepanjang tahun 2010 telah mencapai 8,24 milyar dolar AS (Rp. 80,24 triliyun). Jumlah ini merupakan kenaikan sampai 37,3% (dari Rp. 60 triliyun) dari tahun 2011, dan bila di bandingkan dengan tahun 2010 terdapat kenaikan 48,26% (dari Rp.. 50,56 triliyun).

Menurut data dari Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), untuk tahun 2010 saja terdapat 900,129 Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang berhasil ditempatkan di luar

1

http:/gajimu.com/pekerja-wanita-juga-manusia/ Diakses hari Jumat, tanggal 25 Nopember 2011, pukul 21.08 WIB


(15)

negeri secara resmi. Berdasarkan data jumlah TKI yang berhasil ditempatkan di luar negeri pada tahun 2010 dapat diketahui bahwa kurang lebih 77% TKI adalah Tenaga Kerja Wanita (TKW).2 Sebagian besar dari mereka bekerja di sektor informal sebagai pembantu rumah tangga. Banyak kabar yang memberitakan tentang kekerasan terhadap TKW yang bekerja di luar negeri, semua itu dapat terjadi karena kekerasan terjadi pada siapa saja, kapan saja dan di mana saja, termasuk kepada Tenaga Kerja Wanita (TKW) Indonesia, mereka rela menjadi pembantu rumah tangga di luar negeri dengan meninggalkan keluarganya di rumah semata-mata karena ingin mencukupi kebutuhan keluarganya. Keterpaksaan itu mereka lakukan karena tidak ada lapangan kerja yang memadai. Jangankan untuk mereka yang hanya lulus sekolah dasar, lulusan sarjanapun menganggur. Angka pengangguran sarjana bahkan sampai mencapai 1,1 juta orang pertahun.Kekerasan terhadap Tenaga Kerja Wanita (TKW) sering terjadi di mana-mana termasuk di luar negeri, hampir setiap hari Tenaga Kerja Wanita (TKW) dari Indonesia yang bekerja di luar negeri mengalami perlakuan yang sangat tidak wajar dari majikannya. Karena masih ada di negara tujuan majikan yang menganggap TKW itu sebagai budak dan layak diapakan saja sesuai dengan keinginan majikannya. Seharusnya tidak demikian, mereka harus menyadari bahwa tenaga kerja tersebut juga manusia yang patut kita sayangi. Meski diakui banyak pula Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang sukses, penderitaan mereka tidak dapat

2

http://eyranucwaemtea.blogdetik.com/2011/02/05/kekerasan-terhadap-tenaga-kerja-wanita/ Diakses hari Jumat, tanggal 25 Nopember 2011, pukul 21.20 WIB


(16)

5

diabaikan begitu saja. Mereka juga butuh bantuan dan tanggung jawab pemerintah yang telah menyalurkan mereka kepada majikannya. Saat TKW dirundung malang, wakil rakyat menutup mata, hati dan pendengaran, walaupun mereka bertemu di lokasi yang sama, mereka tidak menyapa TKW, apalagi memiliki niat untuk menolongnya, sama sekali tidak mempedulikannya. Mereka akan menolong TKW apalagi ada balasannya. Inilah produk kapitalisme, menghasilkan wakil rakyat yang tidak amanah. Sama sekali tidak memperhatikan rakyatnya yang telah mengalami perlakuan yang tidak wajar.

Penanganan kasus Tenaga Kerja Wanita (TKW) ini terlihat tidak serius, sehingga banyak munculnya kasus Tenaga Kerja Wanita (TKW) terbunuh dan terluka, itu semua merupakan suatu bukti bahwa sangat lemahnya perlindungan pemerintah terhadap warga negaranya. Pemerintah bersama para Pengarah Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) begitu sangat bersemangat apabila menyangkut urusan uang. TKW diperas keringatnya untuk kepentingan negara. Pengusaha sebelum berangkat keluar negeri, mereka sudah di bebani banyak biaya hingga belasan juta, saat kembalinya TKI ke tanah air, mereka juga diperas oleh banyak pihak, karena dianggap banyak uang. Akan tetapi setelah TKI sudah di serahkan kepada tangan majikannya pemerintah beserta PJTKI telah melepaskan tanggung jawabnya, mereka tidak memantau tenaga kerja tersebut. Seharusnya mereka memantaunya agar mengetahui tenaga kerja tersebut baik-baik saja, dan apabila terjadi kekerasan terhadap tenaga kerja tersebut, mereka langsung menolongnya dan menegur kepada majikannya tersebut agar tidak dilakukannya kekerasan


(17)

terhadap tenaga kerja. Tidak seharusnya Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang merantau ke luar negeri itu mendapatkan perlakuan yang sangat tidak wajar di dapatkan oleh semua orang, karena mereka orang yang membutuhkan pekerjaan dan uang yang setimbang dengan pekerjaannya. Mereka kebanyakan bekerja sebagai pembantu dengan minim pengetahuan, itu harus menghadapi kehidupan asing di negeri orang dikarenakan terjerat kesulitan ekonomi di dalam negeri. Mereka adalah orang-orang yang memiliki semangat kerja. Sayangnya, pemerintah Indonesia enggan membuka lapangan pekerjaan bagi mereka yang membutuhkan pekerjaan. Tenaga Kerja Wanita yang kebanyakan muslim bekerja ke luar negeri untuk mengadu nasib, tenaga kerja tidak akan mengalami suatu asusilasi negara orang lain manakala kemakmuran menghadapi negara ini. Karena Faktor kemiskinan yang menjadi faktor pendorong mereka bekerja di negeri orang. Sulit sekali mencari pilihan bagi mereka selain bekerja di negeri orang. Mereka sangat membutuhkan ekonomi, karena pada zaman sekarang ini, ekonomi sangat penting untuk kesejahteraan di setiap keluarga.

Tenaga Kerja Wanita (TKW) rela meninggalkan keluarganya, baik suami, anak dan orang tuanya. Suami yang sebenarnya mempunyai kewajiban untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka, tidak dapat mencegahnya karena suami tidak sanggup memberikan ekonomi yang cukup kepada keluarganya karena penghasilannya yang sangat tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari. Situasi ini tidak dapat dipersalahkan kepada keluarga-keluarga TKW semata. Ini adalah hasil dari sebuah sistem negara yang salah dalam mengatur urusan umat khususnya di


(18)

7

bidang ekonomi. Seharusnya negara ini membukakan lebih banyak lagi lapangan pekerjaan, agar tidak ada lagi Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang bekerja di negeri orang dan tidak ada lagi kekerasan yang dialami oleh para tenaga kerja. Mereka para pemerintah harus lebih sering lagi untuk memperhatikan rakyatnya, baik rakyat yang kurang mampu maupun rakyat yang berkecukupan. Sistem ekonomi kapitalis telah melahirkan kemiskinan stuktural. Dengan sistem ini, sampai kapan saja akan muncul orang-orang atau keluarga miskin, apabila pemerintah tidak memberantas semua ini.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk mengkaji permasalahan tersebut untuk memenuhi tugas akhir penulisan hukum dengan mengambil judul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA WANITA INDONESIA ATAS TINDAK PIDANA KEKERASAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN

PERLINDUNGAN TKI DI LUAR NEGERI”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka permasalahan hukum yang dapat di identifikasikan antara lain : 1. Tindakan hukum apa yang dapat dilakukan oleh Tenaga Kerja Wanita

terhadap pelaku kekerasan ditinjau dari Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri?


(19)

2. Bagaimana upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam menanggulangi masalah tindak pidana kekerasan dan memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja wanita (TKW) ditinjau dari Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan Dan Perlindungan TKI Di Luar Negeri ?

C. Maksud dan Tujuan Penelitian

Penulisan hukum ini dimaksudkan dan ditujukan untuk :

1. Untuk menggambarkan tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh Tenaga Kerja Wanita terhadap pelaku kekerasan ditinjau dari Undang-Undang Nomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di luar negeri.

2. Untuk menggambarkan upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam menanggulangi masalah tindak pidana kekerasan dan perlindungan terhadap tenaga kerja wanita (TKW) ditinjau dari Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan Dan Perlindungan TKI Di Luar Negeri.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penulisan hukum ini antara lain untuk : 1. Segi Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap ilmu pengetahuan secara umum, dan terhadap perlindungan HAM kepada tenaga kerja wanita Indonesia sebagai korban tindak pidana


(20)

9

kekerasan, dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan Dan Perlindungan TKI Di Luar Negeri.

2. Segi Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pada masyarakat khususnya pemerintah pada suatu kerjasama dengan Negara lain dalam sebuah ketenagakerjaan agar lebih bersikap professional dalam melakukan pengurusan terhadap para tenaga kerja serta dapat mengetahui lebih lanjut mengenai pelaksanaan kerjasama.

E. Kerangka Pemikiran

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea pertama yang menyebutkan bahwa :

” Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan ”.

Makna tersirat dari kata kemerdekaan dalam alinea pertama tersebut merupakan kemerdekaan yang diperuntukan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam berbagai sektor Kehidupan. Tujuan hukum pada dasarnya adalah memberikan kemerdekaan dan rasa aman pada masyarakat dari ancaman ketakutan. Demikian jelas bahwa negara yang didirikan oleh bangsa Indonesia adalah sebuah negara bangsa (nation


(21)

state) yang berdiri di atas hak yang dimilikinya, yaitu hak untuk merdeka. Atas dasar asas tersebut, nasionalisme yang dibangun Indonesia pasti bukan nasionalisme yang chauvinistik, melainkan nasionalisme yang berperikemanusiaan dan berperikeadilan. Nasionalisme yang akan dibangun adalah nasionalisme yang menjunjung tinggi hak kemerdekaan semua bangsa, untuk menjalin hubungan saling hormat menghormati dengan kewajiban untuk melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Atas dasar kesadaran itu, maka penjajahan di muka bumi harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Berdasarkan prinsip tersebut, maka dapat diketahui bahwa nasionalisme Indonesia adalah nasionalisme yang dijiwai perikemanusiaan dan perikeadilan. Oleh karena itu nasionalisme Indonesia adalah nasionalisme yang anti penindasan, baik penindasan bangsa atas bangsa (exploitation de nation par nation) maupun penindasan manusia atas manusia (exploitation de l’homme par l’homme).

Filsafat yang mendasari alinea pertama pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 ini adalah Aliran Hukum Positif Analitis (Analytical Jurisprudence), yang dipelopori oleh Austin yaitu Hakikat hukum semata-mata adalah perintah–semua hukum positif merupakan perintah dari penguasa berdaulat.

Menurut pengertian hukum pidana, perbuatan tindak pidana kekerasan dapat berakibat fatal bagi pelakunya jika perbuatan yang tidak menyenangkan tersebut tidak disukai atau tidak dapat diterima oleh pihak


(22)

11

yang menjadi korban dari perbuatan yang tidak menyenangkan, akan tetapi ada perasaan yang sungguh tidak enak dirasakan oleh penderita atau korban, oleh karenanya dari sudut pandang hukum positif, perbuatan yang merupakan tindak pidana kekerasan sebagai ancaman terhadap kemerdekaan orang perorangan, dan oleh sebab itu hukum positif perlu berperan aktif dan mengambil langkah-langkah penyelamatan, perlindungan, pemulihan atas kejahatan dan pelanggaran terhadap kemerdekaan orang.

Berdasarkan Pasal 86 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa :

“ 1. Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :

a. keselamatan dan kesehatan kerja; b. moral dan kesusilaan; dan

c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.

2. Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna

mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.

3. Perlindungan sebaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. “

Bab VI Perlindungan TKI Pasal 77 Undang-Undang nomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri menyebutkan bahwa :

“ (1). Setiap calon TKI/TKI mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2). Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan mulai dari pra penempatan, masa penempatan, sampai dengan masa purna penempatan. “


(23)

Selain Pasal 86 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Pasal 77 Undang-Undang nomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri, Pasal yang terkait yaitu dalam Bab XVIII Tentang Kejahatan Penganiayaan Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menyebutkan bahwa :

“ (1). Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

(2). Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

(3). Jika mengakibatkan mati,diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

(4). Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.

(5). Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana. “ Berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas yang sangat jelas dan kuat aspek legalnya, setiap orang harus waspada terkait dengan kejahatan penganiayaan. Oleh sebab itu, hukum positif perlu berperan aktif dan mengambil langkah-langkah penyelamatan, perlindungan, pemulihan atas kejahatan dan pelanggaran terhadap penganiayaan.

Alinea ketiga menyebutkan :

“Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan yang luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. ”


(24)

13

Kalimat tersebut bukan saja menegaskan apa yang menjadi motivasi nyata dan materiil bangsa Indonesia, untuk menyatakan kemerdekaannya, tetapi juga menjadi keyakinan motivasi spiritualnya, bahwa maksud dan tindakan menyatakan kemerdekaan itu diberkati oleh Allah Yang Maha Kuasa. Hal tersebut berarti bahwa bangsa Indonesia mendambakan kehidupan yang berkeseimbangan material dan spiritual serta keseimbangan kehidupan di dunia dan di akhirat.

Alinea ketiga pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, filsafat yang mendasarinya adalah aliran hukum murni (Reine Rechtlehre) yang dipelopori oleh Hans Kelsen yaitu hukum harus dibersihkan dari anasir-anasir yang non yuridis, seperti unsur sosiologis, politis, historis, bahkan etis, yang dipersoalkan oleh hukum bukanlah “bagaimana hukum itu seharusnya (what the law ought to be) tetapi “apa hukumnya” (what the law is), yang dipakai adalah hukum positif (ius constitutum) bukan yang dicita-citakan (ius constituendum).

Alinea ini memuat motivasi spiritual yang luhur dan mengilhami Proklamasi Kemerdekaan (sejak dari Piagam Jakarta) serta menunjukkan pula ketaqwaan bangsa Indonesia kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berkat ridho-Nya lah bangsa Indonesia berhasil dalam perjuangan mencapai kemerdekaannya, dan mendirikan negara yang berwawasan kebangsaan. Perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan


(25)

kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan penulis dalam menyusun skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi Penelitian Spesifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis yaitu metode penelitian yang digunakan dengan cara menggambarkan data dan fakta baik berupa :

a. Data sekunder bahan hukum primer yaitu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penempatan dan perlindungan TKI, diantaranya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Penempatan Dan Perlindungan TKI Di Luar Negeri.

b. Data sekunder bahan hukum sekunder berupa doktrin atau pendapat para ahli hukum terkemuka.

c. Data sekunder bahan hukum tersier berupa bahan-bahan yang didapat dari majalah, brosur, artikel-artikel, surat kabar dan internet.

2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan hukum ini yaitu secara yuridis normatif, yaitu dimana hukum dikonsepsikan sebagai norma, asas atau dogma-dogma. Pada penulisan hukum ini, penulis mencoba melakukan penafsiran


(26)

15

hukum gramatikal, yaitu penafsiran dilakukan dengan cara melihat arti kata pasal dalam undang-undang yang digunakan dalam penulisan hukum ini. Tahap Penelitian :

Penelitian yang dilakukan penulis melalui dua tahap meliputi : a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang berhubungan dengan tindak pidana kekerasan terhadap Tenaga Kerja Wanita Indonesia

b. Penelitian Lapangan (Field Research)

Penelitian lapangan dilakukan untuk menunjang dan melengkapi studi kepustakaan dengan cara wawancara terstruktur dengan pihak-pihak terkait.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis adalah sebagai berikut:

a. Studi Dokumen, yaitu teknik pengumpulan data berupa data primer, sekunder dan tersier yang berhubungan dengan permasalahan yang penulis teliti.

b. Wawancara, yaitu dengan mengadakan tanya jawab dengan pihak-pihak yang terkait dengan cara mempersiapkan pertanyaan terlebih dahulu untuk memperlancar proses wawancara.


(27)

Analisis data dan penarikan kesimpulan dari hasil penelitian dilakukan secara yuridis kualitatif, yuridis kualitatif meliputi :

1. Memperhatikan hirarkis peraturan perundang-undangan, dimana peraturan perundang-undangan yang derajatnya lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang derajatnya lebih tinggi.

2. Kepastian hukum, dalam arti perundang-undangan yang diteliti betul-betul dilaksanakan dan didukung oleh penegak hukum. 5. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian diambil untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam penyusunan skripsi ini, yaitu :

1. Perpustakaan, diantaranya :

Perpustakaan Universitas Komputer Indonesia Jl. Dipati Ukur No.112 Bandung.

2. Instansi / Lembaga terkait :

Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI).

3. Website :


(28)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN PENGANIAYAAN

A. Ketenagakerjaan pada Umumnya

Bekerja merupakan suatu wujud dari pada pemenuhan kebutuhan, itu dikarenakan manusia sebagai makhluk sosial yang mempunyai akal dan pikiran yang melebihi makhluk lain dan memiliki berbagai kebutuhan. Untuk terpenuhnya kebutuhan harus melakukan usaha dan bekerja, kebebasan berusaha untuk menghasilkan pendapatan dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari merupakan hak seseorang. Hal tersebut berdasarkan ketentuan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 pasal 27 ayat (1) dan (2) yang menyatakan :

“ (1). Segala warga negara bersamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

(2). Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. “

Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan pengertian tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Pengertian pekerja/buruh menurut Pasal 3 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Buruh adalah orang yang bekerja pada majikan atau perusahaan apapun jenis pekerjaan yang dilakukan. Orang itu disebut buruh apabila dia telah melakukan hubungan kerja dengan majikan. Kalau tidak


(29)

melakukan hubungan kerja maka dia hanya tenaga kerja, belum termasuk buruh. Undang-Undang No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok Ketenagakerjaan yang merupakan undang-undang tentang tenaga kerja sebelum diubah menjadi Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang memberikan pengertian tenaga kerja setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dari pengertian di atas terdapat perbedaan dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak memuat kata baik di dalam maupun di luar hubungan kerja dan adanya penambahan kata sendiri pada kalimat memenuhi kebutuhan sendiri dan masyarakat. Pengurangan kata tersebut akan dapat mengacaukan makna tenaga kerja itu sendiri seakan-akan ada yang di dalam dan ada pula di luar hubungan kerja serta tidak sesuai dengan konsep tenaga kerja dalam pengertian umum. Penambahan kata sendiri pada kalimat memenuhi kebutuhan sendiri dan masyarakat karena barang atau jasa yang dihasilkan oleh tenaga kerja tidak hanya untuk masyarakat tetapi juga untuk diri sendiri, sehinga menghilangkan kesan bahwa selama ini tenaga kerja hanya bekerja untuk orang lain dan melupakan dirinya sendiri.1

Tenaga kerja (sumber daya manusia) merupakan modal yang sangat dominan dalam menyukseskan program pembangunan. Masalah Ketenagakerjaan semakin kompleks seiring bertambahnya jumlah

1 http://harrytyajaya.blogspot.com/2011/05/pengertian-tenaga-kerja.html Diakses pada hari minggu, tanggal 29 Oktober 2011, pukul 21.48 WIB.


(30)

19

penduduk, yang memerlukan perhatian serius dari berbagai pihak. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang dimaksud tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat. Pemerintah terus mengupayakan peningkatan mutu tenaga kerja dengan cara membekali masyarakat dengan keterampilan sehingga dapat memasuki lapangan pekerjaan sesuai yang dikehendaki. Bahkan, pemerintah sangat mengharapkan agar masyarakat mampu menciptakan lapangan kerja sendiri dengan memanfaatkan peluang yang ada atau membuka kesempatan kerja. Kesempatan kerja mempunyai dua pengertian, yaitu:2

1. Dalam arti sempit, kesempatan kerja adalah banyak sedikitnyatenaga kerja yang mempunyai kesempatan untuk bekerja,

2. Dalam arti luas, kesempatan kerja adalah banyak sedikitnya faktor-faktor produksi yang mungkin dapat ikut dalam proses produksi. Tingginya pertambahan penduduk usia kerja (PUK) atau penduduk yang berumur 15 tahun ke atas, baik dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja, rata-rata berada di Pulau Jawa dan sebagian yang lain berada di luar Pulau Jawa. Pertumbuhan tenaga kerja jika tidak diimbangi dengan peningkatan jumlah usaha atau lapangan usaha akan

2 http://www.scribd.com/doc/33571449/1/A-Definisi-Ketenagakerjaan Diakses pada hari minggu, tanggal 29 Oktober 2011, pukul 22.12 WIB.


(31)

meningkatkan jumlah pengangguran. Oleh karena itu, perlu ditingkatkan penyerapan angkatan kerja.

Tenaga Kerja Indonesia pada saat ini, umumnya sebagian besar merupakan seorang wanita. Calon TKI tersebut pada umumnya mendahulukan prospek hasil materi yang berlimpah dan mengesampingkan resiko beratnya bekerja di negara asing yang berbeda demografis dan budayanya. Faktor ekonomi biasanya menjadi alasan bagi mereka untuk berani mengambil resiko tersebut. Di satu pihak prospek bekerja asing sangat menggiurkan, tetapi disisi lain ada gambaran negatif yang sangat besar resikonya. Faktor pengetahuan yang kurang serta kebutuhan ekonomi dari calon TKW tidak jarang justru dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Program pengiriman ini secara langsung menambah perolehan devisa Negara. Namun, di sisi lain berbagai persoalan muncul ketika tenaga kerja Indonesia (TKI) khususnya wanita, dikirim ke luar negeri. Pelecehan seksual, penyiksaan oleh majikan, agen penyalur ilegal, belum ada kontrak kerja yang jelas antara pihak Indonesia dengan negara tujuan, bahkan undang-undang tentang TKI masih dalam proses pembuatan (padahal undang-undang ini penting untuk perlindungan TKI dari aspek hukum). Begitu juga peran pemerintah dalam menangani masalah ini belum terlihat maksimal. Secara umum, TKW memiliki permasalahan cukup pelik. Dari faktor individu TKW sendiri seperti skill kurang memadai, termasuk pemahaman bahasa asing, dokumen yang


(32)

21

tidak lengkap, dan faktor majikan yang sering melakukan penganiayaan terutama kepada TKW.

Konsep Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja menurut Clare Gallagher dalam bukunya yang berjudul „Health and Safety

Management System, An Annalysis of System types and Effectiveness’

telah melakukan pendekatan-pendekatan dan kajian-kajian terhadap manajemen keselamatan dan kesehatan di tempat kerja pada level-perusahaan selama dua tahun yang didanai oleh Worksafe Australia, dan dilaksanakan dari akhir tahun 1994 sampai akhir tahun 1996. Dalam kajian ini, sistem manejemen keselamatan dan kesehatan didefinisikan sebagai kombinasi dari susunan organisasi manejemen, termasuk elemen-elemen perencanaan dan kaji ulang, susunan konsultatif dan program khusus yang terintegrasi untuk meningkatkan kinerja keselamatan dan kesehatan. Program Khusus mencakup identifikasi bahaya, control dan penilaian resiko, keselamatan dan kesehatan terhadap kontraktor, informasi dan penyimpanan data dan pelatihan. Ada empat pendekatan terhadap manejemen keselamatan dan kesehatan yang diidentifikasikan dari kesimpulan literature-literature tentang sistem manejemen keselamatan dan kesehatan serta tipe-tipe sistem dan bukti kasus yang muncul. Empat pendekatan tersebut adalah :

1. Manejemen Tradisional, dimana keselamatan dan

kesehatan dipadukan dalam peran pengawasan dan „orang penting‟ adalah pengawas dan/atau spesialis keselamatan dan kesehatan; karyawan-karyawan turut


(33)

dilibatkan, tetapi keterlibatan mereka tidak dipandang penting bagi pelaksanaan sistem manejemen keselamatan dan kesehatan, atau komite keselamatan.

2. Manejemen inovatif, dimana manejemen memiliki peran

penting dalam usaha keselamatan dan kesehatan; ada level integrasi yang tinggi dalam penerapan sistem keselamatan dan kesehatan, keterlibatan karyawan dipandang penting dalam pelaksanaan sistem.

3. Sebuah strategi „tempat aman‟ yang dipusatkan pada

control bahaya pada sumber dengan memperhatikan prinsip tingkat perencanaan dan penerapan identifikasi bahaya, penilaian resiko dan kontrol resiko.

4. Suatu strategi kontrol „orang yang selamat/aman‟ yang

dipusatkan atas pengawasan tingkah laku karyawan.

Agar sistem manajemen keselamatan dan kesehatan efektif maka harus :

a. Memastikan tanggung jawab keselamatan dan kesehatan yang diidentifikasikan dan diintegrasikan dalam pembuatan undang-undang keselamatan dan kesehatan.

b. Memiliki para manejer senior yang mengambil peran aktif dalam keselamatan dan kesehatan.

c. Mendorong keterlibatan para pengawas dalam keselamatan dan kesehatan.


(34)

23

d. Memiliki perwakilan keselamatan dan kesehatan yang terlibat secara aktif dan luas dalam kegiatan sistem manejemen keselamatan dan kesehatan.

e. Memiliki komite keselamatan dan kesehatan yang efektif. f. Memiliki pendekatan terhadap penilaian resiko dan

identifikasi bahaya yang direncanakan.

g. Memberikan perhatian yang konsisten terhadap pengawasan bahaya disumbernya.

h. Memiliki pendekatan yang menyeluruh terhadap pengawasan dan penyelidikan insiden tempat kerja.

i. Telah membangun sistem-sistem pembelian.

Dalam perkembangannya sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dipengaruhi oleh :

1. Pengaruh Formative Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada sekitar pertengahan tahun 1980 sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dimunculkan sebagai kunci dalam strategi pencegahan. Peristiwa Bhopal yang mengakibatkan 2500 orang meninggal dan terluka akibat kebocoran pabrik methyl isocyanate pada desember 1984 adalah sebagai pendorong untuk lebih memperhatikan sistem manajemen proses di berbagai industri meskipun konsep pendekatan sistem telah ada sekitar tahun 1960. Belajar dari peristiwa Bhopal tersebut maka beberapa perusahaan yang berisiko


(35)

tinggi mulai memperhatikan masalah keselamatan dan kesehatan dalam proses industrinya baik dalam hal teknologi proses, manajemen keselamatan, prosedur dan metoda. Di Australia sekitar pertengan tahun 1980 juga berkembang sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Buku-buku pedoman tentang sistem manajeman keselamatan dan kesehatan kerja dipublikasikan oleh kelompok konsultan, organisasi pengusaha dan pemerintah. Terminologi “sistem” merupakan hal yang baru, elemen-lemen sistem fokus pada program keselamatan dan kesehatan kerja yang selanjutnya akan dikembangkan dalam bentuk sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Di Amerika, periode pembentukan program – program manajemen keselamatan dan kesehatan kerja muncul sekitar tahun 1950 –1960 sehingga pada tahun itu disebut “era menejemen keselamatan”. Pada saat itu konsep keselamatan dan kesehatan dimunculkan sebagai bagian dari ilmu manajemen dan teknik yang merupakan gabungan dari beberapa konsep dan teknik dari berbagai disiplin keilmuan. Teknik-teknik manajemen dan personil meliputi pembuatan kebijakan, definisi tanggung jawab dan seleksi pekerja dan penempatan.


(36)

25

Ilmu stastistik digunakan dalam bidang quality control, sedangkan ergonomi atau human factor engineering juga dilibatkan dalam pembuatan aturan keselamatan dan kesehatan kerja, demikian juga tanggung jawab baru yang berhungan dengan keselamatan seperti kontrol potensi bahaya dan keselamatan dalam bekerja. Peran higiene industri adalah dalam pembuatan aturan-aturan keselamatan dan kesehatan kerja yang berkaitan dengan aturan kompensasi alam hal penyakit akibat kerja. Sejarah dari program keselamatan dan kesehatan kerja ini dimunculkan untuk merespon perlunya dibentuk organisasi keselamatan dan kesehatan sebagai pendukung undang-undang tentang kompensasi pekerja. Tiga prinsip pengelolaan program keselamatan dan kesehatan kerja ini adalah teknik, pendidikan dan tersedianya aturan-aturan tentang kerangka kerja dan manajemen keselamatan (H.W. Heinrich, 1959, first published in 1931).

2. Pengaruh Heinrich

Pengaruh Heinrich dalam proses terbentuknya smk3 adalah tentang penerapan keselamatan dan kesehatan dan elemen-elemen program keselamatan dimana telah menjadi dasar dari teknik manajemen keselamatan dan kesehatan. Pengaruh Heinrich yang paling kuat dalam dunia kerja adalah pendekatan teori tentang pencegahan “Industrial Accident Prevention”. Teori tersebut mendasari dalam pembuatan program-program


(37)

keselamatan dan kesehatan dan merupakan kerangka filosofi yang menjelaskan pekerja secara individu dari pada kondisi kerja sebagai penyebab utama kecelakaan. Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja didukung oleh Heinrich pada tahun 1931 dalam bentuk program dan sistem keselamatan dan kesehatan kerja. Teknik tentang manajemen keselamatan yang diusulkan oleh Heinrich meliputi : pengawasan, aturan keselamatan, pendidikan bagi pekerja melalui training, pemasangan poster-poster, pemutaran film, identifikasi potensi bahaya dan analisisnya, survey dan inspeksi, investigasi kecelakaan, analisis pekerjaan, analisis metoda keselamatan, lembar analysis kecelakaan, ijin konstruksi, instalasi peralatan baru perubahan-perubahan dalam proses atau prosedur kerja, pembentukan safety comitte dan penyusunan tanggap darurat dan P3K.

3. Dukungan Bagi Individu dalam Penelitian Psikologi Industri.

Penelitian Heinrich tentang peran individu sebagai penyebab kecelakaan didukung oleh perkembangan ilmu baru dalam bidang psikologi industri. Laju kecelakaan yang tinggi menimbulkan keinginan untuk melakukan penelitian awal dalam bidang psikologi industri. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antar individu tanpa memperhatikan faktor lingkungan. Studi tentang “accident proneness” dikembangkan sebagai prioritas sentral dalam penelitian psikologi industri. Peran psikologi industri di tempat kerja adalah dalam hal tes kecerdasan untuk pekerja yang akan ditempatkan pada


(38)

27

pekerjaan-pekerjaan khusus menggunakan teori “accident proneness” seperti tingkat kecerdasan, kecekatan, kesesuaian dengan keinginan dari pihak manajemen.

4. Pengaruh Ilmu Manajemen terhadap Sejarah Manajemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Frederick Taylor, seorang penemu ilmu manajemen menunjukkan sedikit perhatiannya dalam masalah yang berhubungan dengan kesehatan pekerja. Hubungan antara ilmu manajemen dengan keselamatan dan kesehatan merupakan sejarah baru dalam sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja modern. Ada dua aspek dalam yaitu, praktisi ilmu manajemen melakukan identifikasi masalah keselamatan dan kesehatan dan pengaruh ilmu manajemen terhadap kelanjutan dan pengembangan program keselamatan dan kesehatan kerja.

5. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan : pendekatan voluntary

Program-program keselamatan dan kesehatan dalam sejarah bersifat sukarela/voluntary, sebuah fakta yang perlu menjadi pemikiran dalam perkembangan pengetahuan dan dalam aspek penegakan dan pengesahan undang-undang keselamatan dan kesehatan.


(39)

Perjanjian kerja sama antara Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dengan Malaysia akhirnya ditandatangani.3 Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar mengatakan, penandatangan amandemen MoU TKI domestic worker atau TKI informal ini merupakan tahapan awal dari dicabutnya moratorium penempatan TKI yang selama ini dilakukan dan akan membuka kembali pengiriman TKI domestic worker ke Malaysia. Penandatangan dilakukan di Gedung Sate Bandung dari pemerintah Indonesia diwakili oleh Menakertrans sedangkan pemerintah Malaysia mengirim Menteri Sumber Manusia Malaysia, Datuk DR. S Subramaniam. Menakertrans melanjutkan,adanya MoU ini merupakan bentuk kepedulian kedua belah pihak untuk meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan TKI yang bekerja di Malaysia.

Penandatanganan itu

menyepakati adanya sejumlah perbaikan di antaranya mengenai penyimpanan paspor oleh TKI, pemberian hak libur atau cuti mingguan, pengendalian

cost structure

atau biaya penempatan dan adanya akses komunikasi. Selain itu, dalam amandemen MoU TKI ditekankan pula adanya perjanjian kerja (PK) baru yang memuat beberapa kesepakatan baru tadi. Dalam penerbitan PK baru dilibatkan beberapa pihak terkait yaitu TKI, majikan, PPTKIS, agensi yang sudah disetujui dan disahkan oleh perwakilan kedua negara.

3 http://news.okezone.com/read/2011/05/30/337/462722/mou-tki-malaysia-akhirnya-ditekenDiakses


(40)

29

B. Pengertian Tindak Pidana dan Penganiayaan

Tindak pidana adalah perbuatan yang melanggar larangan yang diatur oleh aturan hukum yang diancam dengan sanksi pidana .Tindak pidana merupakan terjemahan dari istilah “Een strafbaar feit”. Akan tetapi ada beberapa terjemahan dari istilah Een strafbaar feit tersebut yaitu ;4

1. Perbuatan yang dapat/boleh dihukum. 2. Peristiwa pidana.

3. Perbuatan pidana. 4. Tindak pidana

Para sarjana Indonesia juga telah menggunakan beberapa atau salah satu dari istilah “strafbaar” dan “feit” yang kemudian di majemukkan. Beberapa diantara pendapat tersebut adalah sebagai berikut :

1. Prof. Moeljadno

Dalam bukunya “Perbuatan dan Pertanggungjawaban Pidana”, beliau menggunakan istilah “Perbuatan Pidana” dengan alasan dan pertimbangan sebagai berikut :

a. Terjemahan yang paling tepat untuk istilah “strafbaar” adalah pidana sebagai singkatan dari “yang dapat dipidana”.

b. Perkataan perbuatan sudah lazim dipergunakan dalam percakapan sehari-hari seperti : perbuatan tak senonoh, perbuatan jahat dan sebagainya, dan juga sebagai istilah teknis seperti : perbuatan

4 http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12096/1/09E01697.pdf Diakses pada hari Minggu, tanggal 29 Oktoberber 2011, pukul 22.15 WIB.


(41)

melawan hukum (onreechmatige daad). Perkataan perbuatan berarti dibuat oleh seseorang dan menunjuk baik pada yang melakukan dan akibatnya. Sedangkan pernyataan peristiwa tidak menunjukkan, bahwa yang menimbulkannya adalah “handeling” atau “gedraging” seseorang, mungkin juga hewan atau alam. Dan perkataan tidak berarti langkah dan baru dalam bentuk tindak tanduk atau tingkah laku.

2. Utrecht

Beliau menganjurkan pemakaian istilah pidana , karena istilah peristiwa pidana, karena istilah peristiwa itu merupakan perbuatan (handellen atau doen, positif) atau melalaiakan maupun akibatnya.

3. Satochid

Satochid Kartanegara dalam rangkaian kuliahnya menganjurkan pemakaian istilah tindak pidana, karena istilah tindak (tindakan), mencakup pengertian melakukan atau berbuat (active handeling) dan/atau pengertian tidak melakukan, tidak berbuat suatu perbuatan (passieve handeling). Istilah perbuatan ini berarti melakukan, berbuat (active handeling) tidak mencakup pengertian mengakibatkan. Istilah peristiwa, tidak menunjuk kepada hanya tindakan manusia.


(42)

31

Sekiranya adalah lebih tepat menggunakan istilah “Tindak Pidana” seperti diuraikan satochid dengan tambahan penjelasan, bahwa istilah tindak pidana dipandang diperjanjikan sebagai kependekan dari Tindak-an yang dilakukan manusia, untuk mana ia dapat di-Pidana atau pe-Tindak yang dapat di-Pidana. Kepada istilah tersebut harus pula diperjajikan pengertiannya dalam bentuk perumusan dalam perumusan tersebut harus tercakup semua unsur-unsur dari delik (Tindak Pidana) atas dasar mana dapat dipidananya petindak yang telah memenuhi unsur-unsur tersebut.

Unsur-unsur tindak pidana yaitu setiap tindak pidana yang terdapat dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana dapat dijabarkan kedalam unsur-unsur yang pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua macam unsur, yakni unsur subjektif dan unsur objektif.

1. Unsur subjektif

Unsur subjektif adalah unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dari diri pelaku, dan termasuk kedalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Unsur-unsur tersebut meliputi:

a. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa).

b. Maksud (voornemen) pada suatu percobaan (poging) seperti yang


(43)

dimaksud dalam pasal 53 ayat (1) KUHP.

c. Macam-macam maksud (oogmerk) seperti yang terdapat dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain. d. Merencanakan lebih dahulu

(voorbedachte raad) seperti yang terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut pasal 340KUHP. e. Perasaan takut (vress) seperti yang

terdapat dalam rumusan pasal 308 KUHP.

2. Unsur objektif

Unsur objektif adalah unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaan mana tindakan dari pelaku itu harus dilakukan. Unsur-unsur objektif meliputi :

a. Sifat melanggar hukum

(wederrechttelijkheid)

b. Kualitas dari si pelaku, misalnya “keadaan sebagai seorang pegawai negeri” di dalam kejahatan jabatan menurut pasal 415 KUHP.


(44)

33

c. Kausalitas, yakni hubungan antara suatu tindakan sebagai penyebab dengan suatu kenyataan sebagai akibat.

Perlu diingat bahwa unsur wederrechttelijkheid selalu harus dianggap disyaratkan di dalam setiap rumusan delik, walaupun unsur tersebut oleh pembentuk undang-undang telah tidak dinyatakan secara tegas sebagai salah satu unsur dari delik yang bersangkutan. Hukum kita telah menganut apa yang disebut “paham materieele wederrechttelijkheid”. Menurut paham ini, walaupun sesuatu tindakan itu telah memenuhi semua unsur dari suatu delik dan walaupun unsur wederrechttelijkheid tidak dicantumkan sebagai salah satu unsur dari delik, akan tetapi tindakan tersebut dapat hilang sifatnya sebagai suatu tindakan yang bersifat wederrechttelijkheid dari tindakan tersebut, baik berdasarkan suatu ketentuan maupun berdasarkan asas-asas hukum yang bersifat umum dari hukum yang tidak tertulis.

Tindak pidana penganiayaan atau mishandeling itu diatur dalam bab ke-XX Buku ke-II KUHP, yang dalam bentuknya yang pokok diatur dalam Pasal 351 ayat (1) sampai dengan ayat (5) KUHP dan yang berbunyi sebagai berikut :5

(1) Penganiayaan di pidana dengan pidana penjara selama-lamanya dua tahun dan delapan bulan atau dengan pidana denda setinggi-tingginya tiga ratus rupiah;


(45)

(2) Jika perbuatan tersebut menyebabkan luka berat pada tubuh, maka orang yang bersalah dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun;

(3) Jika perbuatan tersebut menyebabkan kematian, maka orang yang bersalah dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya tujuh tahun;

(4) Disamakan dengan penganiayaan yakni kesengajaan merugikan kesehatan;

(5) Percobaan melakukan kejahatan ini tidak dapat dipidana.

Pasal 351 KUHP di atas, bahwa undang-undang yang berbicara mengenai “penganiayaan” tanpa menyebutkan unsur-unsur dari tindak pidana penganiayaan itu sendiri, kecuali hanya menjelaskan bahwa kesengajaan merugikan kesehatan (orang lain) itu adalah sama dengan penganiayaan. Yang dimaksud penganiayaan itu ialah kesengajaan menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan luka pada tubuh orang lain. Dengan demikian untuk menyebut orang itu telah melakukan penganiayaan terhadap orang lain, maka orang tersebut harus mempunyai opzet atau suatu kesengajaan untuk menimbulkan rasa sakit pada orang lain, menimbulkan luka pada tubuh orang lain atau, merugikan kesehatan orang lain. Dengan kata lain, orang itu harus mempunyai opzet yang ditujukan pada perbuatan untuk menimbulkan rasa sakit pada orang lain atau untuk menimbulkan luka pada tubuh orang lain ataupun untuk merugikan kesehatan orang lain. Untuk dapat disebut telah melakukan suatu penganiayaan itu „tidaklah perlu‟ bahwa opzet dari pelaku secara langsung harus ditunjukan pada perbuatan


(46)

35

untuk membuat orang lain merasa sakit atau menjadi terganggu kesehatannya, akan tetapi rasa sakit atau terganggunya kesehatan orang lain tersebut dapat saja terjadi sebagai akibat dari opzet pelaku yang ditujukan pada perbuatan yang lain. HOGE RAAD secara tegas mengatakan dalam arrestnya tertanggal 15 Januari 1934, N.J. 1934 halaman 402, W.12754, yang menyatakan antara lain:

Het verrichten van een handeling, welke met grote waarschijnlijkheid aan iemand zwaar lichamelijk leed moet toebrengen, is mishandeling. Hieraan leed, maar op het zich ontdoen van een rijksveldwachter

“ kenyataan bahwa orang telah melakukan suatu tindakan yang besar kemungkinannya dapat menimbulkan perasaan sangat sakit terhadap orang lain itu merupakan suatu penganiayaan. Tidaklah menjadi soal bahwa dalam kasus ini opzet pelaku telah tidak ditujukan untuk menimbulkan perasaan sangat sakit seperti itu melainkan telah ditujukan kepada perbuatan untuk melepaskan diri dari penangkapan oleh seoraang pegawai polisi. ”

Tindak pidana penganiayaan yang diatur dalam Pasal 351 KUHP itu merupakan “tindak pidana materil”, hingga tindak pidana tersebut baru dianggap sebagai telah selesai dilakukan oleh pelakunya, jika akinatnya yang dikehendaki oleh undang-undang itu benar-benar telah terjadi yakni berupa rasa sakit yang dirasakan oleh orang lain. Menurut HOGE RAAD, dalam peristiwa-peristiwa seperti itu orang tidak dapat berbicara tentang terjadinya suatu penganiayaan dan tentang perbuatan guru atau orang


(47)

tua yang memukul anak didik atau anaknya sendiri itu, HOGE RAAD dalam arrestnya tertanggal 10 Februari 1902, W. 7723, antara lain telah memutuskan sebagai berikut :6

“ jika perbuatan menimbulkan luka atau rasa sakit itu bukan merupakan tujuan melainkan merupakan cara untuk mencapai suatu tujuan yang dapat dibenarkan, maka dalam hal tersebut orang tidak dapat berbiacara tentang adanya suatu penganiayaan, misalnya jika perbuatan itu merupakan suatu tindakan penghukuman yang dilakukan secara terbatas menurut kebutuhan oleh para orang tua atau para guru terhadap seorang anak. ”

Profesor van HATTUM dan BEMMELEN itu mempunyai pendapat bahwa setiap kesengajaan mendatangkan rasa sakit atau menimbulkan luka pada tubuh orang lain itu selalu merupakan suatu penganiayaan, bahwa adanya suatu tujuan yang dapat dibenarkan itu merupakan suatu dasar yang meniadakan pidana bagi pelakunya, maka pada dasarnya professor SIMONS mempunyai pendapat yang sama yakni bahwa adanya suatu tujuan yang dapat dibenarkan itu tidak menyebabkan suatu tundakan kehilangan sifatnya sebagai suatu penganiayaan.7 Hanya saja jika tindakan yang mendatangkan rasa sakit itu adalah demikian ringan sifatnya dan dapat memperoleh pembenarannya pada suatu tujuan yang dapat dibenarkan, maka menurut professor SIMONS, tindakan seperti itu dapat dipandang bukan sebagai suatu penganiayaan.

Jenis tindak pidana yang dalam frekuensi menyusul adalah tindak pidana mengenai tubuh dan nyawa orang, yaitu terutama penganiayaan dan pembunuhan. Kedua macam tindak pidana ini sangat erat

6 HOGE RAAD dalam Ibid hlm.114.


(48)

37

hubungannya yang satu dengan yang lain karena pembunuhan hamper selalu didahulukan dengan penganiayaan, dan penganiayaan hamper selalu tampak tuntutan subside setelah tuntutan pembunuhan berhubungan dengan keadaan pembuktian. Di samping kedua jenis tindak pidana ini, ada dua jenis lagi yang langsung berhubungan dengan tubuh dan nyawa orang, yaitu dengan kurang berhati-hati (culpa) menyebabkan luka atau matinya seseorang. Selanjutnya, ada tindak pidana yang tidak langsung mengenai tubuh dan nyawa orang, yaitu kejahatan terhadap kemerdekaan orang dan kejahatan serta pelanggaran mengenai tidak menolong tubuh atau nyawa seseorang yang memerlukan pertolongan. Kedua jenis tindak pidana ini, yaitu penganiayaan dan pembunuhan, dalam KUHP dimuat berturut-turut, dan baru kemudian dimuat perbuatan menyebabkan luka atau matinya orang karena kealpaan (culpa).

Pasal 351 hanya mengatakan bahwa penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya tiga ratus rupiah. Jelaslah bahwa kata penganiayaan tidak menunjuk kepada perbuatan tertentu, misalnya kata mengambil dari pencurian, maka dapat dikatakan bahwa terlihat ada perumusan secara material. Akan tetapi, tampak secara jelas apa wujud akibat yang harus disebabkan. Maksud pembentukan undang-undang dapat dilihat dalam sejarah terbentuknya pasal yang bersangkutan dari KUHP Belanda. Mula-mula dalam rancangan undang-undang dari Pemerintah Belanda ditemukan perumusan :


(49)

“ dengan sengaja mengakibatkan rasa sakit dalam tubuh orang lain, dan dengan sengaja merugikan kesehatan orang lain. “

Perumusan ini dalam pembicaraan Parlemen Belanda dianggap tidak tepat karena meliputi juga perbuatan seorang pendidik terhadap anak didiknya, dan perbuatan seorang dokter terhadap pasiennya. Keberatan ini diakui kebenarannya, maka perumusan diganti menjadi penganiayaan dengan penjelasan bahwa ini berarti berbuat sesuatu dengan tujuan (oogmerk) untuk mengakibatkan rasa sakit. Pasal 351 ayat 4 penganiayaan disamakan dengan merugikan kesehatan orang dengan sengaja. Unsur kesengajaan ini terbatas pada wujud tujuan (oogmerk), tidak seperti unsur kesengajaan dari pembunuhan. Apabila suatu penganiayaan mengalami luka berat, maka menutur Pasal 351 ayat 2 maksimum hukuman dijadikan lima tahun penjara, sedangkan jika berakibat matinya orang, maka maksimum hukuman meningkat lagi menjadi dua tahun penjara.

Dua macam akibat ini harus tidak dituju dan juga harus tidak disengaja, sebab kalau melukai berat ini disengaja, maka ada tindak pidana penganiayaan berat Pasal 354 ayat 1 dengan maksimum hukuman delapan tahun penjara. Hukuman itu menjadi sepuluh tahun penjara jika perbuatan ini mengakibatkan matinya orang, sedangkan kalau matinya orang disengaja, tindak pidananya menjadi pembunuhan yang diancam dengan maksimum lima belas tahun penjara. Istilah luka berat menurut pasal 90 KUHP berarti sebagai berikut :


(50)

39

1. Penyakit atau luka yang tidak dapat diharapkan akan sembuh dengan sempurna atau yang menimbulkan bahaya-maut (levens gevaar);

2. Menjadi senantiasa tidak cakap mengerjakan pekerjaan jabatan atau pencaharian;

3. Kehilangan kemampuan memakai salah satu dari pancaindera;

4. Kekudung-kudungan; 5. Kelumpuhan;

6. Gangguan daya berfikir selama lebih dari empat minggu; 7. Pengguguran kehamilan atau kematian anak yang masih ada

dalam kandungan.

Percobaan Penganiayaan terdapat dalam Pasal 351 ayat 5 dan Pasal 352 ayat 2, percobaan untuk penganiayaan biasa dan penganiayaan ringan tidak dikenai hukuman. Ketentuan ini dalam praktek mungkin sekali tidak memuaskan, seperti dikemukakan oleh Noyon-Langemeyer (jilid III halaman 120). Disana dipersoalkan seseorang menembak orang lain tetapi tidak kena sasaran, kalau pelaku hanya mengaku akan melukai ringan, dan tidak ada rencana lebih dulu secara tenang, maka mungkin sekali hanya di anggap terbukti percobaan untuk melakukan penganiayaan dari Pasal 351, dan demikian orang itu dapat dikenai hukuman. Noyon-Langemeyer sebagai penulis lebih suka bahwa percobaan melakukan penganiayaan biasa harus dinyatakan sebagai tindak pidana, tetapi apabila perbuatan hanya berupa mengangkat tangan untuk memukul orang lain namun dihalang-halangi oleh orang ketiga,


(51)

kepada jaksa masih ada kesempatan penuh untuk tidak menuntut berdasarkan “prinsip oportunitas”.8

Direncanakan secara tenang (Voorbedachte Raad ) Apabila penganiayaan dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu secara tenang, maka menurut Pasal 353 maksimum hukuman menjadi empat tahun penjara, dan meningkat lagi menjadi tujuh tahun penjara apabila ada luka berat, dan Sembilan tahun penjara apabila berakibat matinya orang. Sedangkan apabila penganiayaan berat dilakukan dengan rencanakan lebih dulu secara tenang, maka menurut Pasal 355 maksimum hukuman menjadi dua belas tahun penjara, dan apabila berakibat matinya orang menjadi lima belas tahun penjara. Apabila pembunuhan dilakukan dengan direncanakan lebih dulu secara tenag, maka terjadi tindak pidana pembunuhan berencana (moord) dari Pasal 340 yang mengancam dengan maksimum hukuman mati, atau hukuman penjara seumur hidup, atau hukuman penjara dua puluh tahun. Untuk unsur perencanaan ini tidak perlu ada tenggang waktu lama antara waktu merencanakan dan waktu melakukan perbuatan penganiayaan berat ataupun pembunuhan. Sebaliknya, meskipun ada tenggang waktu yang begitu pendek, belum tentu dapat dikatakan ada rencana terlebih dahulu secara tenang. Semua bergantung kepada keadaan konkret dari setiap peristiwa.


(52)

41

Menurut Pasal 356, hukuman yang ditentukan dalam pasal-pasal 351, 353, 354 dan 355 dapat ditambah dengan sepertiga :

Ke-1 : bagi yang melakukan kejahatan itu terhadap ibunya ayahnya yang sah, istrinya atau anaknya ;

Ke-2 : jika kejahatan itu dilakukan terhadap seorang pegawai negeri ketika atau karena pegawai negeri itu menjalankan jabatannya dengan cara yang sah;

Ke-3 : jika kejahatan itu dilakukan dengan memakai bahan yang dapat merusak nyawa atau kesehatan orang.

Menurut profesor SIMONS, unsur “voorbedachte raad” itu

dianggap sebagai telah dipenuhi oleh seorang pelaku, jika keputusannya untuk melakukan tindakan terlarang itu telah ia buat dalam keadaan tenang dan pada waktu itu ia juga telah memperhitungkan mengenai arti dari perbuatannya dan tentang akibat-akibat yang dapat timbul dari perbuatannya itu. Profesor SIMONS berpendapat bahwa antara seorang pelaku membuat suatu rencana dengan waktu ia melaksanakan rencana itu harus terdapat suatu jangka waktu tertentu, karena sulit bagi orang

untuk mengatakan tentang adanya suatu “voorbedachte raad”, jika

pelakunya ternyata telah melakukan perbuatannya yaitu segera setelah ia mempunyai niat untuk melakukan perbuatan tersebut. Akan tetapi ini tidak berarti bahwa jika antara waktu seorang pelaku punya niat untuk melakukan suatu tindak pidana dengan waktu ia melaksanakan niatnya

itu dengan waktu yang cukup lama, pastilah disitu terdapat “voorbedachte

raad”, karena mungkin saja dapat terjadi bahwa dalam jangka waktu yang

cukup lama tersebut, pelakunya tidak pernah mempunyai kesempatan untuk membuat rencana dan meninjau kembali rencananya tersebut dalam keadaan yang tenang. Dikatakannya lebih lanjut bahwa dalam


(53)

undang-undang telah mensyaratkan suatu tindak pidana itu harus dilakukan dengan direncanakan lebih dulu, maka dalam pelaksanaannya tindak pidana itu juga harus dilakukan secara tenang.

Penganiayaan ringan (LICHTE MISHANDELING) Pasal 352, penganiayaan ringan ini ada dan diancam dengan maksimum hukuman penjara tiga bulan atau denda tiga ratus rupiah apabila tidak masuk rumusan Pasal 353 dan 356, dan tidak menyebabkan sakit atau halangan untuk menjalankan jabatan atau pekerjaan. Ukuran ini adalah bahwa korban harus dirawat dirumah sakit atau tidak. Hukuman ini bisa ditambah dengan sepertiga bagi orang yang melakukan penganiayaan ringan ini terhadap orang yang bekerja padanya atau yang ada dibawah perintahnya.

Dalam ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 352 ayat (1) KUHP tersebut dapat diketahui, bahwa untuk dapat disebut sebagai tindak pidana penganiayaan ringan, tindak pidana tersebut harus memenuhi beberapa syarat, masing-masing yakni :9

1. Bukan merupakan tindak pidana penganiayaan dengan direncanakan terlebih dulu;

2. Bukan merupakan tindak pidana penganiayaan yang dilakukan:

a. Terhadap ayah atau ibunya yang sah, terhadap suami, isteri atau terhadap anaknya sendiri;

b. Terhadap seorang pegawai negeri yang sedang menjalankan tugas jabatannya secara sah;

9 Op.cit. hlm.121.


(54)

43

c. Dengan memberikan bahan-bahan yang sifatnya berbahaya untuk nyawa atau kesehatan manusia. 3. Tidak menyebabkan orang dianiaya menjadi sakit atau

terhalang dalam melaksanakan tugas-tugas jabatannya atau dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan pekerjaannya.

Penganiayaan ringan itu disyaratkan bahwa korban harus menjadi tidak terganggu dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan pekerjaannya, atau dengan kata lain bahwa korban tersebut harus mempunyai pekerjaan, maka penganiayaan ringan itu menjadi tidak mungkin dapat dilakukan terhadap seorang pengangguran, kecuali jika penganiayaan tersebut ternyata telah tidak menyebabkan penganggur itu menjadi sakit. Karena untuk terjadinya tindak pidana penganiayaan itu disyaratkan adanya opzet untuk mendatangkan rasa sakit atau untuk menimbulkan luka pada tubuh orang lain, timbul kini pertanyaan apakah hakim perlu membuktikan tentang adanya maksud buruk dari terdakwa yang telah mendatangkan rasa sakit atau menimbulkan luka pada tubuh orang lain.

Putusan kasasi tertanggal 31 Agustus 1957 No. 163 K/Kr./1956 MAHKAMAH AGUNG RI telah memutuskan antara lain bahwa :

“ kejahatan tersebut dalam pasal 352 KUHP itu ialah tindak pidana yang harus dilakukan dengan sengaja dan untuk menentukan apakah tindak pidana tersebut dilakukan dengan sengaja atau tidak, tidak perlu dibuktikan adanya niat buruk terhadap terdakwa.”


(55)

Tidak perlunya niat buruk pada terdakwa harus dibuktikan oleh hakim itu sebenarnya adalah karena undang-undang pidana kita tidak menganut apa yang disebut “boos opzet” atau “dolus malus” yakni opzet atau dolus yang dilandasi oleh pengetahuan pelakunya tentang sifatnya yang melanggar hukum dari perbuatannya, tentang sifatnya yang tidak dapat dibenarkan atau tentang sifatnya yang bertentangan dengan kepatutan dalam pergaulan hidup dari tindakannya.

Tindak pidana penganiayaan berat telah diatur dalam Pasal 354 ayat (1) dan ayat (2) KUHP menyatakan bahwa :

“(1). Barang siapa dengan sengaja menyebabkan orang lain mendapat luka berat pada tubuhnya, karena bersalah telah melakukan penganiayaan berat, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya delapan tahun;

(2). jika perbuatannya itu menyebabkan meninggalnya orang, maka orang yang bersalah dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya sepuluh tahun.”

Ketentuan pidana tentang penganiayaan berat yang dirumuskan dalam Pasal 354 ayat (1) KUHP itu ke dalam unsur-unsur, maka orang akan mendapatkan pembagian dari unsur-unsurnya sebagai berikut :

a. Unsur subyektif : opzettelijk atau dengan sengaja b. Unsur obyektif :

1. Toebrengen atau menyebabkan atau pun mendatangkan. 2. Zwaar lichamelijk letsel atau luka berat pada tubuh. 3. Een ander atau orang lain

Ketentuan pidana tentang penganiayaan berat yang dirumuskan dalam pasal 354 ayat (2) KUHP itu mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :


(56)

45

a. Unsur subyektif : opzettelijk atau dengan sengaja a. Unsur obyektif :

1. Toebrengen atau menyebabkan atau pun

mendatangkan.

2. Zwaar lichamelijk letsel atau luka berat pada tubuh.

3. Een ander atau orang lain.

4. Ten gevolge hebben atau yang mengakibatkan .

5. Den dod atau kematian.

Ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) KUHP itu, undang-undang telah mensyaratkan bahwa pelaku memang telah menghendaki (willens) untuk melakukan sesuatu perbuatan yang menimbulkan luka berat pada tubuh orang lain, dan ia pun harus mengetahui (wetens) bahwa dengan melakukan perbuatannya tersebut yaitu ia telah bermaksud untuk menimbulkan luka berat pada tubuh orang lain, ia menyadari bahwa orang lain pasti (zeker) akan mendapat luka berat pada tubuhnya, ia menyadari bahwa orang lain mungkin (mogelijk) akan mendapat luka berat pada tubuhnya.

C. Pasal-Pasal Yang Berkaitan Dalam Perlindungan TKI

Hal yang selama ini dipertanyakan mengenai perjanjian tertulis antara Indonesia dengan negara tujuan karena banyaknya kasus penganiayaan yang masih terjadi. Hal tersebut telah diatur dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 mengatur tentang


(57)

penempatan TKI di luar negeri hanya dapat dilakukan ke negara tujuan yang pemerintahnya telah membuat perjanjian tertulis dengan Pemerintah Republik Indonesia atau ke negara tujuan yang mempunyai peraturan perundang-undangan yang melindungi tenaga kerja asing.

Perlindungan terhadap TKI yang bekerja diluar negeri tidak hanya harus memiliki KTKLN dan melakukan proses penanganan TKI oleh KBRI, akan tetapi di dalam Pasal 80 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 dinyatakan bahwa Perlindungan selama masa penempatan TKI di luar negeri dilaksanakan antara lain:

1. Pemberian bantuan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di negara tujuan serta hukum dan kebiasaan internasional;

2. Pembelaan atas pemenuhan hak-hak sesuai dengan perjanjian kerja dan/atau peraturan perundang-undangan di negara TKI ditempatkan.

Mengenai hak-hak para buruh migran Pasal 8 Undang-undang nomor 39 tahun 2004 menyatakan bahwa setiap calon TKW/TKI mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk:

1. bekerja di luar negeri;

2. memperoleh informasi yang benar mengenai pasar kerja luar negeri dan prosedur penempatan TKI di luar negeri;

3. memperoleh pelayanan dan perlakuan yang sama dalam penempatan di luar negeri;


(58)

47

4. memperoleh kebebasan menganut agama dan keyakinannya serta kesempatan untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan yang dianutnya;

5. memperoleh upah sesuai dengan standar upah yang berlaku di negara tujuan;

6. memperoleh hak, kesempatan, dan perlakuan yang sama yang diperoleh tenaga kerja asing lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan di negara tujuan;

7. memperoleh jaminan perlindungan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan atas tindakan yang dapat merendahkan harkat dan martabatnya serta pelanggaran atas hak-hak yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan selama penempatan di luar negeri;

8. memperoleh jaminan perlindungan keselamatan dan keamanan kepulangan TKI ke tempat asal;

Untuk lebih memperketat pengawasan pemerintah maka ada beberapa larangan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004, yaitu:

1. Orang perseorangan dilarang menempatkan warga negara Indonesia untuk bekerja di luar negeri. (Penjelasan Pasal 4). 2. Pelaksana penempatan TKI swasta dilarang mengalihkan atau

memindahtangankan SIPPTKI kepada pihak lain. (penjelasan Pasal 19).


(59)

3. Setiap orang dilarang menempatkan calon TKI/TKI pada jabatan dan tempat pekerjaan yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan norma kesusilaan serta peraturan perundang-undangan, baik di Indonesia maupun di negara tujuan atau di negara tujuan yang telah dinyatakan tertutup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27. (Pasal 30).

4. Pelaksana penempatan TKI swasta dilarang mengalihkan atau memindahtangankan SIP kepada pihak lain untuk melakukan perekrutan calon TKI. (Pasal 33).

5. Pelaksana penempatan TKI swasta dilarang menempatkan calon TKI yang tidak lulus dalam uji kompetensi kerja. (Pasal 45).

6. Calon TKI yang sedang mengikuti pendidikan dan pelatihan dilarang untuk dipekerjakan. (pasal 46).

7. Pelaksana penempatan TKI swasta dilarang menempatkan calon TKI yang tidak memenuhi syarat kesehatan dan psikologi. (Pasal 50).

8. Pelaksana penempatan TKI swasta dilarang menempatkan calon TKI yang tidak memiliki KTKLN. (Pasal 64).

9. Pelaksana penempatan TKI swasta dilarang menempatkan TKI yang tidak sesuai dengan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan perjanjian kerja yang disepakati dan ditandatangani TKI yang bersangkutan. (Pasal 72).

10. Pelaksana penempatan TKI swasta dilarang menempatkan TKI yang tidak sesuai dengan pekerjaan sebagaimana


(60)

49

dimaksud dalam ketentuan perjanjian kerja yang disepakati dan ditandatangani TKI yang bersangkutan. (Penjelasan Pasal 72).

Selain itu ada beberapa ketentuan pidana terhadap pelanggaran Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004, yaitu:

Pasal 102

“(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah), setiap orang yang:

a. menempatkan warga negara Indonesia untuk bekerja di luar negeri (Pasal 4).

b. menempatkan TKI tanpa izin (Pasal 12).

c. menempatkan calon TKI pada jabatan atau tempat pekerjaan yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan norma kesusilaan (Pasal 30).

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.”

Pasal 103

“ (1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), setiap orang yang:

a. mengalihkan atau memindah tangankan SIPPTKI (Pasal 19).

b. mengalihkan atau memindahtangankan SIP kepada pihak lain (Pasal 33).

c. melakukan perekrutan calon TKI yang tidak memenuhi persyaratan (Pasal 35).

d. menempatkan TKI yang tidak lulus dalam uji kompetensi kerja (Pasal 45).


(1)

94

kepada pelaku kekerasan. Peningkatan upaya pemerintah dalam perlindungan Tenaga Kerja Wanita Indonesia berupa pengembangan pemahaman tentang situasi buruh migrant perempuan melalui analisa kebijakan, perbandingan kebijakan, studi kasus, studi mendalam, survey, dan kompilasi data serta sistem diseminasi. Advokasi, penguatan perlindungan hukum dan kebijakan untuk buruh migrant perempuan, yang antara lain mencakup perbuatan standar, perbuatan memorandum of understanding (MoU) dengan negara-negara penerima buruh migran pengembangan perangkat perlindungan hukum nasional dan daerah, penegakan hukum pengenbangan sistem rekruitmen yang aman dan adil, dan sebagainya. Peningkatan kesadaran publik tentang perlindungan dan kesadaran buruh migrant perempuan tentang hak-hak mereka yang antara lain mengenai pemahaman dan kesadaran tentang mekanisme rekruitmen yang aman, pengembangan program sertifikasi pelatihan, pengawasan pengiriman buruh migrant dan sebagainya

B. SARAN

Berdasarkan simpulan di atas, saran yang dapat diberikan yaitu sebagai berikut:

1. Adanya perbaikan mengenai Pasal 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri, yang menyebutkan bahwa:


(2)

“ Penempatan dan Perlindungan calon TKI/TKI bertujuan untuk :

a. Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi;

b. Menjamin dan melindungi calon TKI/TKI sejak di dalam negeri, di Negara tujuan, sampai kembali ke Negara asal di Indonesia;

c. Meningkatkan Kesejahteraan TKI dan keluarganya.“ Pasal tersebut harus dilakukan perbaikan, karena keselamatan dan kesejahteraan TKI yang bekerja di Luar Negeri tidak terjamin, sehingga timbul berbagai macam kasus yang melibatkan Tenaga Kerja Wanita Indonesia sebagai korban. Diharapkan adanya kesadaran diri setiap orang tanpa ada pengecualian untuk mematuhi peraturan hukum yang telah dibuat dan tidak melakukan pelanggaran hukum yang bisa merugikan diri sendiri maupun orang lain.

2. Undang-Undang mengenai penempatan dan perlindungan TKI diluar negeri harus di amandemen dengan menganalisa semua kasus-kasus pelanggaran yang terjadi terhadap TKI yang bekerja diluar negeri, karena pemerintahan masih sulit untuk melakukan perlindungan terhadap TKI yang menjadi korban kekerasan oleh majikannya diluar negeri. Pasal 79 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri, yang menyebutkan bahwa :

“ Dalam rangka pemberian perlindungan selama masa penempatan TKI di luar negeri, Perwakilan Republik Indonesia melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap perwakilan pelaksana penempatan TKI swasta dan TKI yang ditempatkan di luar negeri. “


(3)

96

Pasal tersebut harus di perbaiki dan ditambahkan sanksi terhadap Perwakilan Republik Indonesia dan perwakilan pelaksana dengan tidak adanya pengawasan terhadap TKI yang ditempatkan di Negara tujuan, sehingga terjadi tindak pidana kekerasan kepada Tenaga Kerja Wanita Indonesia.


(4)

97

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU-BUKU

Agusminah, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia-Dinamika & kajian Teori, Ghalia Indonesia, Bogor, 2010.

Hardijan Rusli, Hukum Ketenagakerjaan, Ghalia Indonesia, Bogor, 2011. Ismantoro Dwi Yuwono, Hak dan Kewajiban Hukum Tenaga Kerja

Indonesia (TKI) di Luar Negeri, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2011.

Lamintang, Delik-Delik Khusus, Bina cipta, Bandung, 1985.

Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2003.

B. UNDANG-UNDANG

Undang-Undang Dasar 1945

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan Dan Perlindungan TKI Di Luar Negeri


(5)

98

C. ARTIKEL

http:/gajimu.com/pekerja-wanita-juga-manusia/

http://eyranucwaemtea.blogdetik.com/2011/02/05/kekerasan-terhadap tenaga-kerja-wanita/

http://harrytyajaya.blogspot.com/2011/05/pengertian-tenaga-kerja.html

http://www.scribd.com/doc/33571449/1/A-Definisi-Ketenagakerjaan

http://www.miningsite.info/konsep-sistem-manajemen-keselamatan-dan kesehatan-kerja-smk3-serta-implementasinya konsep smk3 http://ocw.usu.ac.id//hk_628_slide_prosedur_penempatan_dan_perlindu

ngan_tki_di_luar_negeri.pdf

http://www.antarajatim.com/lihat/berita/49238/potret-buram-kekerasan-tki-tidak-kunjung-usai

http://www.tempo.co/read/news/2009/06/10/078181257/Siti-Hajar-Sejak-Hari-Pertama-Saya-Sudah-Disiksa

http://rhealll.wordpress.com/2011/04/17/hak-asasi-manusia/

http://www.antaranews.com/berita/286263/tki-wajib-memiliki-ktkln

http://www.kemlu.go.id/riyadh/Pages/TipsOrIndonesiaGlanceDisplay.asp x?IDP=4&l=id

http://news.okezone.com/read/2011/05/30/337/462722/mou-tki-malaysia-akhirnya-diteken

D. LAIN-LAIN

Wawancara di BALAI PELAYANAN PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA (BP3TKI) BANDUNG, Pada Hari Senin Tanggal 05 Desember 2011.


(6)

Nama : Feri Yudha Niarto

Tempat/Tanggal Lahir : Madiun, 01 Januari 1990 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Jl. Rancacili Nomor. 01 Bandung

Telepon : 08562159636

Email : feri_yudha@ymail.com

Status : Belum Menikah

PENDIDIKAN FOMAL :

SDN 1 Pinayungan Karawang : 1994 - 1999 SDN 1 Cisaranten Kidul Bandung : 2000 - 2001 SMPN 51 Bandung : 2001 - 2004 SMAN 16 Bandung : 2004 - 2007 Universitas Komputer Indonesia : 2007 - 2012


Dokumen yang terkait

ANALISIS YURIDIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA INDONESIA OLEH PEMERINTAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI

0 7 17

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Jalanan Atas Eksploitasi Dan Tindak Kekerasan Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Jo Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

1 15 79

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA INDONESIA DILUAR NEGERI TERHADAP TINDAK PIDANA ATAS TUBUH DAN NYAWA MENURUT UNDANG UNDANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TKI DILUAR NEGERI

1 17 53

PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) KE LUAR NEGERI MENURUT UNDANG UNDANG NO. 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA

0 7 115

Penempatan dan Perlindungan Hukum terhadap Tenaga Kerja Indonesia yang Bekerja di Luar Negeri (Kajian Yuridis terhadap Asas Hukum dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004 Guna Mewujudkan Penempatan & Perlindungan TKI yang Bermartabat)

0 4 27

PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) DI LUAR NEGERI MELALUI PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNG.

0 0 1

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA INDONESIA DARI UNDANG-UNDANG NO. 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI.

1 1 99

(ABSTRAK) PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) KE LUAR NEGERI MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA (Studi Pada Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Propinsi.

0 0 3

(ABSTRAK) PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) KE LUAR NEGERI MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA (Studi Pada Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Propinsi.

0 0 3

analisis yuridis undang-undang no 39 tahun 2004 tentang penempatan dan perlindungan hukum bagi tenaga kerja indonesia luar negeri dalam rangka mewujudkan kepastian hukum.

0 1 1