PERTUNJUKAN MUSIK RONGGENG GUNUNG GRUP JEMBAR MUSTIKA DI DESA SELASARI KECAMATAN PARIGI KABUPATEN PANGANDARAN.

(1)

KABUPATEN PANGANDARAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan Departemen Pendidikan Seni Musik

Oleh Gina Maria Ulfah

NIM 1101758

DEPARTEMEN PENDIDIKAN SENI MUSIK FAKULTAS PENDIDIKAN SENI DAN DESAIN


(2)

KECAMATAN PARIGI KABUPATEN PANGANDARAN

Oleh Gina Maria Ulfah

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan S

e

ni dan Desain

© Gina Maria Ulfah2015

Universitas Pendidikan Indonesia November 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis


(3)

PERTUNJUKAN MUSIKRONGGENG GUNUNG

GRUP JEMBAR MUSTIKA DI DESA SELASARI KECAMATAN PARIGI KABUPATEN PANGANDARAN

Gina Maria Ulfah 1101758

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH: Pembimbing I,

Suwardi Kusmawardi, S.Kar.,M.Sn. NIP. 195604011001011001

Pembimbing II,

Toni Setiawan Sutanto, S.Pd.,M.Sn. NIP. 197405012001121002

Mengetahui,


(4)

ix Gina Maria Ulfah, 2015

Skripsi ini berjudul “Pertunjukan Musik Ronggeng Gunung grup Jembar Mustika di Desa Selasari Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran” yang bertujuan untuk memaparkan dan mendeskripsikan masalah meliputi fungsi waditra dan komposisi musik yang terdapat pada kesenian ronggeng gunung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik melalui pendekatan kualitatif. Secara operasional, data dikumpulkan dengan tekhnik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Semua data yang dikumpul diolah melalui teknik reduksi, display dan verivikasi data. Hasil temuan penelitian ini adalah peran sinden dan ronggeng sudah terpisah terkecuali apabila suatu permintaan acara yang menginginkan peran ganda. Terdapat tiga jenis waditra yaitu kendang, ketuk, dan goong. Kendang berfungsi untuk memberi ketentuan sinden memulai menyanyi, mengiringi ronggeng, memberikan tempo, irama, dinamika dan berperan sangat penting pada pertunjukan kesenian ronggeng gunung. Ketuk berfungsi mengisi pola irama tetap dalam kesenian ronggeng gunung. Goong dan kempul berfungsi sebagai pengatur wiletan (birama) atau sebagai tanda akhir periode melodi dan penutup kalimat lagu bisa disebut panganteb (pemuas lagu) dalam kesenian ronggeng gunung. Komposisi kesenian ronggeng gunung dikasifikasikan berdasarkan pola irama waditra, pola melodi lagu, dan rumpaka lagu yang dibawakan kemudian dituangkan kedalam bentuk partitur atau notasi. Semua temuan tersebut diharapkan mempunyai manfaat bagi semua pihak, sehingga dampak positif bagi khasanah budaya tadisional masyarakat indonesia.


(5)

ABSTRACT

This thesis entitled “Ronggeng Gunung Music Performance by Jembar Mustika group in Selasari village, Parigi Sub-district, Pangandaran Regency” aims to explain and describe the problem include the function of waditra and musical composition contained in art of Ronggeng Gunung. The method used in this research is descriptive analytic through aqualitative approach. Operationally, the data collected by the techniques of observation, interviews, and documentation. All data collected is processed through reductiontechniques, display and verification of data. The finding of this study is the role of sinden and ronggeng have been separated except when a request in the event wants a dual role.There are three types of waditra namely kendang (traditional Indonesian drum), ketuk (traditional metal musical instruments) and goong (gongs). Kendang has a function ingiving the provisions for sinden to start to sing, accompanying ronggeng, giving tempo, rhythm, dynamics and a very important role in ronggeng gunung performance. Ketuk has a function to fill the constant rhythm pattern in ronggeng gunung art. Goong and kempul has a function as a regulator of wiletan (bars) or as a sign of the end of the melody and final of song sentence could be called panganteb (satisfier of the song) in the ronggeng gunung. Art composition of ronggeng gunung is classified based on rhythm patterns of waditra, patterns of melodies and rumpaka (lyric) of songs sung then contained into the form of musical score or notation. All these findings are expected to have benefits for all parties, so that it has positive impact on traditional cultural treasures of Indonesian society.


(6)

xi Gina Maria Ulfah, 2015


(7)

DAFTAR ISI

halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN ... ...ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMAKASIH ... iv

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR FOTO ... x

DAFTAR PARTITUR ... xi

DAFTAR NOTASI ... xii

DAFTAR BAGAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

D Manfaat Penelitian ... 4

E. Struktur Organisasi Skripsi ... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 7

A. Kesenian Tradisional ... 7

1. Seni Pertunjukan ... 9

2. Kesenian Ronggeng Gunung ... 9

3. Musik dalam Ronggeng Gunung ... 12

B. Fungsi waditra ... 16

C. Komposisi Musik ... 16

1. Pola Irama ... 17

2. Ritme ... 17


(8)

ii Gina Maria Ulfah, 2015

5. Rumpaka Lagu ... 19

6. Teknik Menabuh Waditra ... 20

D. Penelitian Terdahulu ... 21

BAB III METODE PENELITIAN ... 23

A. Desain Penelitian ... 23

B. Partisipan dan Tempat Penelitian ... 26

C. Pengumpulan Data ... 28

D. Analisis Data ... 31

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 33

A. Temuan Penelitian ... 33

1. Kondisi Objektif kesenian ronggeng gunung di Desa Selasari Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandran ... 33

2. Fungsi Waditra pengiring kesenian Ronggeng Gunung ... 44

3. Komposisi Musik kesenian Ronggeng Gunung ... 45

B. Pembahasan ... 59

1. Fungsi Waditra pengiring kesenian Ronggeng Gunung ... 60

2. Komposisi Musik kesenian Ronggeng Gunung ... 62

BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI ... 65 DASTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...


(9)

DAFTAR GAMBAR

halaman

Gambar 2.1 Contoh pola ritmik ketuk ... 17 Gambar 3.1 Peta lokasi Desa Sukasari Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran . 26 Gambar 4.1 Pola tabuhan kendang pada tatalu dalam kesenian ronggeng gunung ... 47 Gambar 4.2 Pola tabuhan goong pada tatalu kesenian ronggeng gunung ... 48 Gambar 4.3 Pola dasar tabuhan kendang pada tari bersama kesenian ronggeng

gunung ... 50 Gambar 4.4 Pola goong dan kempul pada iringan tari bersama ... 51


(10)

x Gina Maria Ulfah, 2015

DAFTAR FOTO

halaman

Foto 2.1 Pertunjukan kesenian ronggeng gunung

...11

Foto 2.2 Para penari yang turun kearena untuk menari ronggeng gunung bersama ... 12

Foto 2.3 Kendang salah satu waditra pada kesenian ronggeng gunung ... 13

Foto 2.4 Ketuk salah satu waditra kesenian ronggeng gunung ... 13

Foto 2.5 Goong dan kempul salah satu waditra kesenian ronggeng gunung ... 14

Foto 2.6 Ibu enok sebagai sinden ronggeng gunung grup jembar mustika di Desa Sukasari Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran ... 15

Foto 2.7 teknik menabuh kendang ... 20

Foto 2.8 teknik menabuh ketuk ... 21

Foto 2.9 teknik menabuh goong ... 21

Foto 3.1 Grup Jembar mustika ... 27

Foto 3.1 Wawancara kepada Ibu Enok sinden grup jembar mustika ... 30

Foto 4.1 nayaga kesenian ronggeng gunung grup jembar mustika ... 38

Foto 4.2 Ibu Enok selaku sinden seni ronggeng gunung grup jembar mustika ... 39

Foto 4.3 Ibu eneng selaku ronggeng seni ronggeng gunung grup jembar mustika ... 39

Foto 4.4 Busana yang digunakaan bapak Kasmin(nayaga) saat pertunjukan kesenian ronggeng gunung ... 40

Foto 4.5 Busana yang digunakan Ibu Eok sebagai sinden saat pertunjukan kesenian ronggeng gunung ... 41

Foto 4.6 Busana yang digunakan Ibu Eneng sebagai ronggeng saat pertunjukan kesenian ronggeng gunung ... 41

Foto 4.7 Busana yang digunakan pengibing saat pertunjukan kesenian ronggeng gunung ... 42


(11)

DAFTAR PARTITUR

halaman

Partitur 4.1 Pola tatalu pada kesenian ronggeng gunung ... 46

Partitur 4.2 Pola tabuhan tari bersama pada kesenian ronggeng gunung ... 49

Partitur 4.3 Pola lagu pada iringan tari bersama kesenian ronggeng gunung ... 51

Partitur 4.4 Pola melodi dan rumpaka lagu denungleung dengdek ... 53

Partitur 4.5 pola melodi dan rumpaka lagu kawungan ... 54

Partitur 4.6 pola melodi dan rumpaka lagu anak hayam ... 56

Partitur 4.7 Waditra dan vokal lagu deungleung dengdek pada kesenian ronggeng gunung ... 57


(12)

xii Gina Maria Ulfah, 2015

DAFTAR NOTASI

halaman

Notasi 2.1 Contoh pola melodi sekar tandak ... 17 Notasi 4.1 Pola melodi ketuk pada iringan tatalu pada kesenian ronggeng gunung.. 47 Notasi 4.2 Pola ritmik dan melodi ketuk untuk iringan tari bersama ... 49


(13)

DAFTAR BAGAN

halaman

Bagan 3.1 Desain alur penelitian kesenian ronggeng gunung grup jembar mustika di Desa Sukasari Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran ... 24 Bagan 4.1 Konsep Kesenian Ronggeng gunung ... 59


(14)

xiv Gina Maria Ulfah, 2015


(15)

A. Latar Belakang

Seni pertunjukan merupakan karya seni yang melibatkan individu atau kelompok di tempat dan waktu tertentu, mencakup waktu, ruang, seniman dan hubungan seniman dengan penonton. Meskipun dinamakan seni pertunjukan, dapat juga dikatakan sebagai kegiatan-kegiatan seni seperti seni teater, tari, musik, sirkus, dan kesenian lainnya. Menurut Sudarsono (2002, hlm. 199) menyatakan bahwa seni pertunjukan bertujuan memberi pengalaman estetis kepada penonton. Seni pertunjukan disajikan agar dapat memperoleh apresiasi sebagai suatu hasil seni yang dapat memberi kepuasan pada mata dan hati penontonnya, oleh karena itu sebagai seni pertunjukan memerlukan pengamatan yang serius dari pada hanya sekedar untuk hiburan. Seni pertunjukan tersebar di berbagai wilayah, tidak hanya di Indonesia, tetapi di berbagai negara di dunia.

Seni pertunjukan di Indonesia masih sangat menarik untuk dikaji, karena seni-seni pertunjukan di Indonesia memiliki keragaman yang berbeda. Di Provinsi Jawa Barat khususnya di Kabupaten Pangandaran terdapat salah satu seni pertunjukkan bernama “ronggeng gunung”. Menurut legenda ronggeng gunung, diciptakan berdasarkan wangsit dari Patih Kidang Pananjung kepada Siti Samboja dengan memakai nama samaran Dewi Rengganis, hal itu dimaksudkan untuk membalas dendam terhadap kawanan bajak laut yang telah membunuh pasangannya yaitu Anggalarang melalui kesenian ronggeng gunung.

Kesenian ronggeng tersebut biasanya di pertunjukan di pegunungan kawasan Kabupaten Pangandaran sehingga kesenian tersebut diberi nama seni ronggeng gunung Sebagian rumpaka (lirik) lagu yang dinyanyikan dalam ronggeng gunung merupakan kisah dan cetusan hati Dewi Rengganis yang merindukan Anggalarang.. Ronggeng gunung ini dituangkan dalam bentuk besar rasa hormat mereka terhadap leluhur dan alam yang telah memberikan mereka penghidupan, seperti curah hujan yang diturunkan sang pencipta dalam mencukupi suplai air untuk tanaman dan kehidupan sehari-hari yang


(16)

acara pernikahan, khitanan, hajat laut, dan penghormatan tamu seperti contohnya penghormatan kepada pejabat dan lain-lain sesuai permintaan. Umumnya seni ronggeng gunung digunakan sebagai alat berkomunikasi untuk mengumpulkan penduduk dan menyampaikan hal yang penting untuk diketahui masyarakat.

Ronggeng gunung merupakan tarian yang legendaris yang bekembang dari pergaulan masyarakat, maksudnya menyatukan antara penonton dan pemain yang ikut serta memainkan kesenian ronggeng gunung dan menari bersama. Kesenian ronggeng gunung merupakan kesenian multi dimensi maksudnya kesenian yang mencakup beberapa unsur seni seperti seni tari, seni rupa, dan seni musik. Orang-orang yang tergabung dalam kelompok Seni ronggeng gunung biasanya terdiri atas beberapa orang diantaranya, 3 orang nayaga, ronggeng, dan penari yang berkisar antara 5-10 orang. Ronggeng disini perannya ganda, yaitu sebagai sinden dan penari.

Seni ronggeng gunung di Kabupaten Pangandaran memiliki banyak grup kesenian dan salah satunya adalah grup Jembar mustika pimpinan Bapak Apan rahmat. Seiring dengan perkembangan jaman seni ronggeng gunung mengalami inovasi seperti peran sinden yang tidak merangkap menjadi ronggeng dan penambahan alat waditra kempul. Pengembangan baik dalam musik, pola lagu atau pun gerak tariannya. Meskipun irama yang diperdengarkan sederhana yang hanya berasal dari tabuh kendang, ketuk, dan goong, tetapi hasilnya cukup meriah, dikarenakan tabuhan dari wadirta yang cukup atraktif terutama pada waditra kendang yang melakukan kreasi untuk mengiringi tarian ronggeng gunung. Pola lagu yang digunakan tidak ada pakemnya, maksudnya pola lagu yang dimainkan tidak harus tersusun. Selain itu, rumpaka juga bisa disesuaikan dengan sinden dan acara tersebut. Meskipun demikian dengan kesederhanaannya, aura dari kesenian ronggeng gunung mampu menghibur para penonton.

Kesenian ronggeng gunung sudah dikenal oleh masyarakat Desa Sukasari Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran sehingga kesenian ini dapat menjadi daya tarik bagi masyarakat luar untuk dapat menghadiri kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di Kabupaten Pangandaran serta dapat mengenal lebih jauh tentang wisata yang ada di Pangandaran.


(17)

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk meneliti persoalan mengenai musik iringan kesenian ronggeng gunung ini.

Adapun motivasi peneliti adalah dapat mengembankan dan memperkenalkan kembali kesenian ini. Untuk itu peneliti mengangkat permaslahan penelitian ini dengan judul “PERTUNJUKAN RONGGENG

GUNUNG GRUP JEMBAR MUSTIKA DI DESA SELASARI

KECAMATAN PARIGI KABUPATEN PANGANDARAN (Ditinjau dari Musik Iringannya). Dengan harapan dan hasil dan temuannya dapat berdaya

guna bagi ranah pendidikan di lingkungan sekolah dan mampu mengkontribusi sebagai referensi khasanah kebudayaan masyarakat Indonesia.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan permasalahan di atas, permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan yakni, bagaimana pertunjukan ronggeng gunung grup Jembar Mustika di Desa Selasari Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran (ditinjau dari musik iringannya). Secara operasional kajiannya difokuskan pada masalah yang diungkap melalui bentuk pernyataan penelitian yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana fungsi wadirta pengiring pada pertunjukan musik ronggeng gunung grup jembar mustika di Desa Selasari Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran?

2. Bagaimana komposisi musik pada pertunjukan ronggeng gunung grup jembar mustika di Desa Selasari Kecamatan Parigi Kabupten Pangandaran?

C. Tujuan penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui kondisi objektif fenomena dan tata cara pertunjukan kesenian ronggeng gunung oleh grup jembar mustika di Selasari Pangandaran.

2. Tujuan khusus

untuk menjawab, mengetahui, dan mendeskripsikan permasalahan pada penelitian yang dilakukan, tujuannya sebagai berikut:


(18)

b. Mendeskripsikan seni rongeng gunung yang bekembang di Desa Selasari Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran.

c. Dilihat dari fungsi waditra ronggeng gunung di Desa Selasari Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran.

d. Dilihat dari komposisi musiknya.

D. Manfaat penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian yang penulis lakukan sebagai berikut:

1. Manfaat dari segi teori

Menambah kepustakaan mengenai kesenian ronggeng gunung selain itu sebagai memperkaya ilmu pengetahuan tentang seni tradisional bagi para akademik di Departemen Pendidikan Seni Musik Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).

2. Manfaat dari segi praktek

a. Menambah wawasan dan pengetahuan bentuk pertunjukan kesenian ronggeng gunung yang luas sehingga dapat dijadikan pengalaman yang baik untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang.

b. Menambah pengalaman langsung serta dapat dijadikan sebagai bahan acuan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan seni, terutama kesenian tradisional.

c. Memberikan masukan sebagai upaya pelestarian dan pengembangan budaya bangsa.

3. Manfaat dari segi kebijakan

Penelitian yang membahas tentang kesnian ronggeng gunung sudah cukup banyak para peneliti, terutama maslah sejarah dan perkembangan kesenian ronggeng gunung. Namun demikian pembahasan tentang pertunjukan ronggeng gunung grup jembar mustika di Desa Sukasari Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran (ditinjau dari musik iringannya) belum terbahas oleh peneliti lain. Dengan demikian hasil kajian di dalam penelitian ini diharapkan akan memberi dampak positif di dalam keilmuan ronggeng gunung di Jawa Barat.


(19)

4. Manfaat dari segi isu dan aksi sosial

Dengan diadakannya penelitian ini diharapkan dapat memotivasi untuk tetap melestarikan dan menjadi daya tarik bagi masyarakat pendatang dari pertunjukan kesenian ronggeng gunung agar terus berkembang dan dapat lebih dikenal oleh masyarakat luas sebagai seni tradisi yang berasal dari Jawa Barat yang berkembang di Kabupaten Pangandaran.

E. Struktur Organisasi Skripsi

Untuk memberikan gambaran awal tentang pertunjukan ronggeng gunung Grup Jembar Mustika di Desa Selasari Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran ini, penulis mencoba menyusun struktur organisasi skripsi sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN, meliputi:

Merupakan awal bahasan meliputi: Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujan Penelitian, Manfaat Penelitian dan Struktur Organisasi Skripsi

BAB II KAJIAN PUSTAKA, melingkupi:

Pertunjukan seni tradisional (kesenian ronggeng gunung, musik dalam ronggeng gunung), fungsi waditra (fungsi kendang, fungsi ketuk, fungsi goong), Komposisi musik (pola irama, lagu, teknik menabuh).

BAB III METODE PENELITIAN, meliputi:

Desain penelitian, partisipan dan lokasi penelitian, pengumpulan data, analisis data.

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN, meliputi:

Fungsi waditra pengiring pada kesenian ronggeng gunung grup jembar mustika di Desa Selasari Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran, komposisi musik pada kesenian ronggeng gunung grup jembar mustika di Desa Selasari Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran.


(20)

Kesimpulan, implikasi, dan rekomendasi penelitian tentang pertunjukan ronggeng gunung grup jembar mustika di Desa Sukasari Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran.


(21)

A. Desain Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti harus membuat rancangan atau desain penelitian agar dapat tersusun dengan benar. Desain penelitian memadukan semua unsur agar sebuah penelitian terstruktur dan terencana menuju pemecahan masalah penelitian. Desain berarti merencanakan sesuatu, yang meliputi proses pengambilan keputusan, dimana keputusan tersebut akan dijalankan. Ndraha (1985) dalam Mukhtar (2013, hlm. 39).

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan metode penelitian kualitatif. Metode kualitatif ini digunakan karena dalam penelitian ini penulis melakukan pengamatan, analisis, dan wawancara atau analisis dokumen. Pendekatan kualitatif memiliki beberapa metode penelitian, namun berdasarkan rumusan masalah pada penilitan ini, metode yang digunakan adalah metode deskriptif analitik, yaitu memberikan gambaran secara sistematis dan akurat mengenai faktor-faktor dan sifat-sifat tertentu yang terdapat di dalam objek penelitian, berbentuk kata-kata atau gambar sehingga tidak menekankan angka Sugiono (2014, hlm 16).

Desain penelitian adalah gambaran tentang proses penelitian yang hendak dilaksanakan. Pokok-pokok desain antara lain meliputi judul, dasar, tujuan, objek, responden, lokasi, pendekatan, metode, teknik, organisasi, tenaga (personalia), tata dan hubungan kerja, fasilitias atau saran atau perlengkapan, waktu dan jadwal, dan laporan dan pembiayaan Mukhtar (2013, hlm. 39). Pada desain penelitian ini dilakukan tiga tahapan yaitu tahap awal, tahap pelaksanaan dan tahap akhir yang bisa diklasifikasikan sebagai berikut:


(22)

Keterangan: Tahap Awal:

Bagan 3.1

Desain alur penelitian kesenian ronggeng gunung oleh grup jembar mustika di Desa Sukasari Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran

- Observasi Objek

Penelitian

- Menentukan rumusan

masalah

- Menyusun Instrumen

penelitian

-Tahap Awal

Pelaksanaan Penelitian - Kajian teori (seni

pertunjukan, fungsi waditra, komposisi)

- Aplikasi Instrumen penelitian.

- Pertunjukan ronggeng gunung (fungsi waditra dan komposisi musik)

- Pengumpulan Data

- Reduksi Data

- Data Display

Tahap Akhir

- Pengolahan data

- Penyusunan Laporan

Penelitian

Draf Laporan Penelitian Fungsi waditra dan Komposisi

Pertunjukan Ronggeng gunung

SKRIPSI Pertunjukan Ronggeng Gunung Grup

Jembar Mustika di Desa Selasari Kecamatan Parigi

Kabupaten Pangandaran (Ditinjau dari Musik


(23)

1. Tahap Awal

Tahap awal peneliti melakukan observasi yaitu kepada Bapak Apan Rahmat selaku pimpinan Grup Jembar Mustika (observasi, 20-08-2015). Setelah melakukan observasi tersebut, peneliti mulai merumuskan masalah yang terlihat. Selanjutnya peneliti menyusun instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan apa yang dirumuskan penelitian tentang kesenian ronggeng gunung, kemudian peneliti mengkaji teori tentang kesenian ronggeng gunung berupa fungsi waditra dan komposisi musik yang dibawakan. 2. Perumusan asumsi

Setelah peneliti menemukan sebuah masalah yang terdapat pada subjek penelitian dan merumuskannya, kemudian asumsi dibuat sebagai anggapan sementara penulis terhadap permasalahan tersebut.

3. Tahap Pelaksanaan Penelitian:

Pada tahap ini peneliti mengaplikasikan instrumen penelitian yang sudah disususn sebelumnya. Ketika grup jembar mustika melakukan pertunjukan kesenian ronggeng gunung, peneliti melakukan wawancara seputar kesenian ronggeng gunung yang sedang dipertunjukan. Pertanyaannya meliputi hal yang umum sampai kepada pertanyaan penelitian yang menjurus yaitu fungsi waditra dan komposisi musiknya.

Selanjutnya peneliti melakukan pengumpulan data. Pertama melakukan pendekatan terhadap subjek penelitian (informan). Tahap ini merupakan tahap pengumpulan data yang dimulai dengan memusatkan perhatian pada kegiatan yang dilakukan. Kegiatan ini dilakukan di Desa Sukasari Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran. Data yang dikumpulkan berupa rincian-rincian dari kegiatan yang telah diikuti. Selanjutnya mereduksi data dengan cara merangkum dari penelitian yang dilakukan. Memilah tema yang perlu dan penting untuk disusun pada laporan. Setelah itu melakukan display data yaitu menguraikan data-data yang telah ada berupa uraian singkat dan bagan.

4. Tahap Akhir


(24)

ini sesuai dengan rumusan masalah penelitian yaitu fungsi waditra dan komposisi musiknya.

Setelah data diolah dengan baik selanjutnya dilakukan penyusunan laporan. Penyusunan laporan dilakukan dari mulai tahap awal yakni perumusan masalah, penentuan metode, proses pengumpulan data, reduksi data, sampai display data.

B. Partisipan dan tempat penelitian

1. Tempat penelitaian

Tempat penelitian dilakukan di desa Sukasari Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran. Lokasi ini dipilih karena di Desa ini masih menjunjung tinggi kesenian tradisional ronggeng gunung. Wawancara dilakukan di kediaman Bapak Apan Rahmat pimpinan dari kesenian ronggeng gunung.

Gambar 3.1 Peta Desa Sukasari (Dokumentasi www.Google.com )


(25)

2. Partisipan

Partisipan dalam penelitian ini adalah Bapak Apan rahmat sebagai pimpinan grup Jembar Mustika, dosen karawitan, beberapa orang anggota grup jembar mustika yang mempopulerkan kesenian ronggeng gunung ini, serta apresiator atau publik yang berkompeten di bidang seni tradisional. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan tentang bagaimana fungsi waditra dan komposisi dalam kesenian ronggeng gunung oleh grup Jembar Mustika pimpinan Bapak Apan Rahmat. Grup Jembar mustika merupakan grup pimpinan Bapak Apan rahmat. Grup ini adalah salah satu grup kesenian ronggeng gunung yang ada di Desa Sukasari Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran. Menurut Bapak Apan rahmat grup ini sudah dipimpin oleh Bapak Apan rahmat sejak tahun 1992 dengan nama pusaka galuh sampai berganti nama pada tahun 2002 menjadi galih mustika, dan sampai sekarang menjadi jembar mustika, dari pernyataan Bapak Apan rahmat bahwa grup jembar mustika sudah lama berdiri puluhan tahun dan grup Jembar mustika ini adalah grup kesenian tradisional turun temurun sampai sekarang.


(26)

C. Pengumpulan Data

1. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan suatu alat yang digunakan sebagai alat untuk mengukur suatu objek ukur atau mengumpulkan data mengenai suatu variabel penelitian. Instrumen Penelitian pada penelitian ini adalah peneliti sendiri (human instrumen). Selain itu, pedoman wawancara merupakan instrumen dalam penelitian ini. Menurut Mukhtar (2013, hlm. 109), instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan sejumlah informasi yang dikenal dengan data penelitian. Dalam penelitian kualitatif deskriptif, instrumen yang paling utama digunakan adalah instrumen observasi, wawancara dan dokumentasi, sedangkan dalam penelitian kualitatif yang dilakukan dibantu dengan pedoman wawancara berupa pertanyaan-pertanyaan penelitian yang berhubungan dengan subjek yang akan di teliti. Wawancara dilakukan kepada para tokoh yang terkait pada kesenian ronggeng gunung.

Selain wawancara, dokumentasi penelitian sangat diperlukan untuk bukti dan kelengkapan sebuah pernyataan. Dokumentasi dilakukan pada saat proses pengumpulan data dari mulai wawancara sampai kegiatan pelaksanaan kesenian ronggeng gunung di Desa Selasari Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran. Instrumen penelitian ini tidak mutlak, instrumen penelitian dapat berkembang ketika dilapangan dan disesuaikan dengan kondisi dan situasi sehingga pertanyaan pun bisa bertambah.

2. Teknik Pengumpulan Data

Untuk menggali dan mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa teknik sebagai berikut:

1. Observasi atau Pengamatan

Dalam melakukan kegiatan observasi dalam penelitian ini, peneliti dapat berperan sebagai partisipasi pasif dimana peneliti hanya berperan sebagai pengamat dan tidak terlibat langsung pada kegiatan yang dilakukan. Hal ini dilakukan untuk mengenal, mengamati, dan mengidentifikasi masalah yang akan diteliti dengan cara mendatangi langsung lokasi dan subjek yang akan diteliti.


(27)

a. Observasi awal dilakukan pada tanggal 20 Agustus 2015 kepada Bapak Apan Rahmat selaku pimpinan Grup Jembar mustika. Observasi dilakukan di rumah Bapak Apan Rahmat di Desa Sukasari Kecamatan Kabupaten Pangandaran. Observasi ini ditujukan untuk mengetahui yang akan diteliti, dari mulai terbentuknya grup, eksistensi, persiapan pertunjukan, sampai ketika grup ini melakukan pertunjukan di berbagai tempat sehingga masih aktif sampai sekarang.

b. Observasi kedua dilakukan pada tanggal 24 Agustus 2015 kepada Bapak Anang. Observasi ini dilakukan di rumah Bapak Anang di Desa Tarikolot Kabupaten Pangandaran. Observasi ini dilakukan untuk mengetahui fungsi waditra.

c. Observasi ketiga dilakukan pada tanggal 19 September 2015. Observasi ini dilakukan untuk mengamati lagu-lagu kesenian ronggeng gunung.

d. Observasi keempat dilakukan pada tanggal 20 September 2015. Pada observasi ini dilakukan pertunjukan kesenian ronggeng gunung pada acara hiburan masyarakat di Desa Sukasari Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran.

e. Observasi kelima dilakukan pada tanggal 21 September di kediaman Ibu Enok selaku sinden untuk mengetahui segala sesuatu yang berhubungan dengan sinden.

2. Studi Literatur

Teknik ini dilakukan dengan mengumpulkan data-data baik berupa buku atau media lainnya sebagai sumber kepustakaan yang berguna untuk mendapatkan berbagai informasi dan data yang berhubungan dengan kesenian ronggeng gunung antara lain artikel, buku kerajaan galuh mengenai sejarah ronggeng gunung, buku waditra mengenai alat-alat kesenian ronggeng gunung, buku seni pertunjukan, buku dasar-dasar teori karawitan dan lain-lain, audio, dan notasi.

3. Wawancara

Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara secara langsung kepada narasumber yaitu para tokoh seniman yang ada di Sukasari.


(28)

gunung yang dinamanakan Grup Jembar Mustika. Pada wawancara ini peneliti menanyakan semua hal yang berkaitan dengan kesenian ronggeng gunung khususnya yang berkembang di Desa Sukasari Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran.

b. Wawancara kedua dilakukan pada tanggal 24 Agustus 2015 kepada Bapak Anang selaku seniman di Desa Tarikolot Kecamatan Sidamulih Kabupaten pangandaran. Pada wawancara ini peneliti menanyakan tentang kesenian ronggeng gunung dan waditranya.

c. Wawancara ketiga tanggal 19 Agustus 2015 kepada Bapak Apan, wawancara ini menanyakan lagu-lagu pada kesenian ronggeng gunung

d. Wawancara keempat pada tanggal 21 September 2015 kepada Ibu Enok selaku sinden pada grup Jembar Mustika. Pada sesi wawancara ini peneliti mengajukan beberapa pertanyaan seperti bagaimana dia bisa menjadi sinden, hal apa yang membuat dia tertarik, cara Ia belajar dan mempertahankan eksistensinya agar bisa terus di sukai masyarakat.

Foto 3.2

Wawancara kepada Bapak Apan selaku pimpinan kesenian ronggeng gunung grup Jembar Mustika


(29)

4. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan kegiatan mengambil gambar dari kegiatan yang dilakukan berupa video dan foto yang ada di lapangan. Dokumentasi ini sebagai pengkajian data yang nantinya bisa dijadikan bahan materi agar data yang terkumpul sesuai materi yang dalam penulisannya bisa tersusun secara struktur sesuai tujuan penelitian.

Dokumentasi dalam hal ini sangat membantu peneliti untuk memperoleh data yang berhubungan dengan kajian kesenian ronggeng gunung. Data-data yang diperoleh dari lokasi penelitian diabadikan dengan cara direkam, dicetak dan ditulis secara baik dan benar sebagai bukti dari proses penelitian yang dilakukan oleh peneliti dalam aspek dokumentasi.

1. Analisis Data

Analisis data dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan dan setelah di lapangan. Dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih difokuskan selama proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data. Langkah langkah dalam proses analisis data menurut Huberan (1984) dalam Sugiyono (2011, hlm. 337) adalah sebagai berikut:

1. Data reduction (Reduksi Data)

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencari bila diperlukan. Dalam mereduksi data, setiap peneliti akan dipandu oleh tujuan yang akan dicapai. Tujuan utama dari penelitian kualitatif adalah pada temuan.

Reduksi data merupakan proses berfikir sensitif yang memerlukan kecerdasan dan keluasan dan kedalaman wawasan yang tinggi. Malalui diskusi, maka wawasan penelitian akan berkembang sehingga dapat mereduksi data-data yang memiliki nilai temuan dan pengembangan teori yang signifikan.


(30)

2. Data Display (penyajian data)

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antara kategori flowchart dan sejenisnya, yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.

Dengan mendisplaykan data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.

3. Conclusion drawing atau Verivication

Analisis data pada langkah terakhir adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif yang diharapkan adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskriptif atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih belum tergambar sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori.


(31)

A. Simpulan

Ronggeng gunung merupakan kesenian yang berkembang secara turun temurun di Desa Sukasari Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran. Ronggeng gunung adalah kesenian yang multi dimensi maksudnya dalam pertunjukannya memadukan tiga bidang seni yaitu seni musik, seni tari dan seni rupa maksudnya tariannya dilakukan oleh ronggeng serta penikmat tari yang ikut menari bersama. Seni rupa yang terbentuk berupa kostum, makeup, dan asesoris yang dipakai oleh sinden, nayaga, ronggeng dan pengibing dan musik yang mengiringinya berasal dari musik gamelan yang terdiri atas waditra kendang, ketuk, goong, dan kempul.

Seiring perkembangan jaman peran ronggeng dan sinden pun sudah terpisah menjadi masing-masing. Berdasarkan data hasil penelitian tentang pertunjukan ronggeng gunung oleh grup jembar mustika di Desa Sukasari Kabupaten Pangandaran, mengacu pada rumusan masalah penelitian maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Fungsi waditra pengiring pada kesenian ronggeng gunung oleh grup Jembar mustika di Desa Selasari Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran yaitu sebagai pengiring tari-tarian ronggeng gunung saja dan tidak dilibatkan secara langsung untuk kepentingan musikal khusus. Artinya meskipun fungsi musik sebagai pengiring tetapi harus bisa memberikan dinamika atau membantu memberi daya hidup tariannya.

2. Komposisi pada kesenian ronggeng gunung yang telah dipaparkan atas pola-pola yang dihasilkan oleh waditra dan vokal. Pola tersebut dimainkan dengan cara berulang-ulang, tapi tidak bersifat baku melainkan bisa berkembang sesuai dengan feeling dan kreativitas nayaga. Untuk mengembangkan pola tersebut, pada kendang pola tabuhan yang dilakukan tidak baku, dengan kata lain nayaga bisa lebih mengembangkan pola-pola tabuhan yang disesuaikan dengan ronggeng. Pola tabuha ketuk, sesui dengan kreativitas dan feeling


(32)

dengdek dan anak hayam membawakan dengan sekar tandak dan kawungan menggunakan sekar irama merdika. Jadi komposisinya juga tidak terlepas dengan gerakan-gerakan tari, sehingga musik tersebut bisa mereprentasikan gerakan-gerakan tari.

B. Implikasi

Dengan diadakannya penelitian ini diharapkan dapat memotivasi untuk tetap melestarikan dan menjadi daya tarik bagi masyarakat pendatang. Dari pertunjukan kesenian ronggeng gunung agar terus berkembang dan dapat lebih dikenal oleh masyarakat luas sebagai seni tradisi yang berasal dari Jawa Barat yang berkembang di Kabupaten Pangandaran.

C. Rekomendasi

Sehubungan dengan kesimpulan dari hasil penelitian yang berhasil diungkapkan sebelumnya, peneliti mengungkapkan beberapa saran yang ditunjukan kepada pemerintah, pelaku seni dan masayarakat setempat diantaranya:

1. Pemerintah harus lebih memperhatikan organisasi-organisasi kesenian dan memberikan bantuan baik secara moril maupun materil dalam membina wadah-wadah kesenian ronggeng gunung.

2. Pengembangan dan pelestarian kesenian ronggeng gunung agar terus dijaga seiring perkembangan jaman yang semakin modern tanpa menghilangkan unsur-unsur keaslian dari kesenian ronggeng gunung agar tidak punah.

3. Dalam pertunjukan berlangsung sebaiknya memperkirakan waktu ibadah jagan sampai menggunakan waktu ibadah untuk pertunjukan.

4. Mengupayakan untuk mengadakan pertunjukan dan apresiasi melalui media masa baik cetak maupun elektronik seperti televisi lokal dan nasional untuk masyarakat luas sehingga kesenian ronggeng gunung ini tetap lestari.

5. Selalu mendokumentasikan setiap kegiatan yang dilaksanakan, supaya hasil dari dokumentasi tersebut bisa dapat dilihat dan dipelajari oleh generasi berikutnya.


(33)

6. Pelaku kesenian ronggeng gunung hendaknya mengadakan pelatihan khusus bagi generasi muda dilingkungannya.

7. Peran aktif masyarakat sangat diperlukan dalam pelestarian kesenian ronggeng gunung, karena selain hal tersebut penting untuk masyarakat setempat, juga dapat memberi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan baik lokal maupun mancanegara.


(34)

Gina Maria Ulfah, 2015

Azis, Abdul. (1983). Tari Ketuk Tilu. Bandung (ID): Proyek Pengembangan Institut Kesenian Indonesia.

[Depdiknas] departemen pendidikan nasional. (2008). Definisi Kesenian Menurut para Ahli. KBBI (kamus besar bahasa Indonesia). Jakarta (ID): Gramedia Pustaka.

Djelantik, AAM. (1990). Pengantar Dasar Ilmu Estetika. Denpasar (ID): sekolah tinggi seni Indonesia (STSI).

Hardjana, Suka. (2013). Corat-coret Musik Kontemporer Dulu dan Kini (Ed ke-1). Jakarta (ID): Ford Foundation dan Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.

Kayam, Umar. (1981). Seni Tradisional Masyarakat (Ed ke-1). Jakarta (ID): Sinar Harapan.

Kosim. (1985). Seni Tradisional. Jakarta (ID) Gramedia Pustaka.

Jaya, Indra. (2014). Kesenian Janeng Pada Acara Khitanan di Wonoharjo Kabupaten Pangandaran [Skripsi]. Bandung (ID): Universitas Pendidikan Indonesia.

Kubarsah, Ubun. (2004). Waditra (Mengenal Alat-Alat Kesenian Daerah Jawa Barat). Bandung (ID): CV Sempurna.

Permatasari, Yusi. (2015). Kesenian Ketuk Tilu Pada Acara Kegiatan Wisatahutan Lindung Sodong Panjang Cikalong Pangandran [Skripsi]. Bandung (ID): Universitas Pendidikan Indonesia.

Mulyadi AT. (2011). Ronggeng Gunung. Jawa Barat (ID): DISPARBUD.

[Tersedia]

pada:http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/destdet.php?id=328&la ng=id.

Mukhtar. (2013). Metode Praktis Penelitian Deskriptif Kualitatif (Ed ke-1). Jakarta (ID): GP Press Group.

Natapradja, Iwan. (2003). Sekar Gending (Ed ke-2). Bandung (ID): PT Karya Cipta Lestari.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia (Ed ke-3). Jakarta (ID): Balai Pustaka.


(35)

RRI Bandung [Skripsi]. Bandung (ID):Universitas Pendidikan Indonesia. Simanungkait, N. (2008). Teknik Vokal Paduan Suara. Jakarta (ID): PT Gramedia

Pustaka Utama.

Suganda, H. (2015). Kerajaan Galuh :legenda, takhta, dan wanita (Ed ke1). Bandung (ID): Kiblat.

Sugiono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung (ID): CV Alfabeta. Sukmadinata, NS. (2009). Metode Penelitian Pendidikan (Ed ke-5). Bandung

(ID): PT Remaja Rosdakarya.

Soedarsono, RM. (2002). Seni Pertunjukan Indonesia Di Era Globalisasi (Ed ke-3). Yogyakarta (ID) : Gajah Mada University Press.

Soepandi, Antik. (1957). Kamus Istilah Karawitan Sunda. Bandung (ID): CV. Pustaka Buana.

Soepandi, Antik. (1988). Kamus Istilah Karawitan Sunda. Bandung (ID): CV. Pustaka Buana.

Syafei P. (2011). Gamelan Salendro, Gending dan Kawih Kepesindenan Lagu-lagu Jalan. Bandung (ID): Lubuk Agung.

Upandi, P.(2011). Gamelan Salendro, Gending dan Kawih Kepesindenan Lagu-lagu Jalan. Bandung . Lubuk Agung

Thamaswara, Amas. (1984). Rawitan Penuntun Penabuh Gending Dasar (Ed ke-1). Bandung (ID): Pustaka buana.

Yoyo. (1986). Teori Gamelan. Bandung (ID): Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.


(1)

2. Data Display (penyajian data)

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antara kategori flowchart dan sejenisnya, yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.

Dengan mendisplaykan data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.

3. Conclusion drawing atau Verivication

Analisis data pada langkah terakhir adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif yang diharapkan adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskriptif atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih belum tergambar sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori.


(2)

65 Gina Maria Ulfah, 2015

BAB V

SIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

A. Simpulan

Ronggeng gunung merupakan kesenian yang berkembang secara turun temurun di Desa Sukasari Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran. Ronggeng gunung adalah kesenian yang multi dimensi maksudnya dalam pertunjukannya memadukan tiga bidang seni yaitu seni musik, seni tari dan seni rupa maksudnya tariannya dilakukan oleh ronggeng serta penikmat tari yang ikut menari bersama. Seni rupa yang terbentuk berupa kostum, makeup, dan asesoris yang dipakai oleh sinden, nayaga, ronggeng dan pengibing dan musik yang mengiringinya berasal dari musik gamelan yang terdiri atas waditra kendang, ketuk, goong, dan kempul.

Seiring perkembangan jaman peran ronggeng dan sinden pun sudah terpisah menjadi masing-masing. Berdasarkan data hasil penelitian tentang pertunjukan ronggeng gunung oleh grup jembar mustika di Desa Sukasari Kabupaten Pangandaran, mengacu pada rumusan masalah penelitian maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Fungsi waditra pengiring pada kesenian ronggeng gunung oleh grup Jembar mustika di Desa Selasari Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran yaitu sebagai pengiring tari-tarian ronggeng gunung saja dan tidak dilibatkan secara langsung untuk kepentingan musikal khusus. Artinya meskipun fungsi musik sebagai pengiring tetapi harus bisa memberikan dinamika atau membantu memberi daya hidup tariannya.

2. Komposisi pada kesenian ronggeng gunung yang telah dipaparkan atas pola-pola yang dihasilkan oleh waditra dan vokal. Pola tersebut dimainkan dengan cara berulang-ulang, tapi tidak bersifat baku melainkan bisa berkembang sesuai dengan feeling dan kreativitas nayaga. Untuk mengembangkan pola tersebut, pada kendang pola tabuhan yang dilakukan tidak baku, dengan kata lain nayaga bisa lebih mengembangkan pola-pola tabuhan yang disesuaikan dengan ronggeng. Pola tabuha ketuk, sesui dengan kreativitas dan feeling nayaga. Begitu juga peran sinden dalam kesenian ronggeng gunung menyanyikan lagu dengan rumpaka berbentuk paparikan. Deungleung


(3)

dengdek dan anak hayam membawakan dengan sekar tandak dan kawungan menggunakan sekar irama merdika. Jadi komposisinya juga tidak terlepas dengan gerakan-gerakan tari, sehingga musik tersebut bisa mereprentasikan gerakan-gerakan tari.

B. Implikasi

Dengan diadakannya penelitian ini diharapkan dapat memotivasi untuk tetap melestarikan dan menjadi daya tarik bagi masyarakat pendatang. Dari pertunjukan kesenian ronggeng gunung agar terus berkembang dan dapat lebih dikenal oleh masyarakat luas sebagai seni tradisi yang berasal dari Jawa Barat yang berkembang di Kabupaten Pangandaran.

C. Rekomendasi

Sehubungan dengan kesimpulan dari hasil penelitian yang berhasil diungkapkan sebelumnya, peneliti mengungkapkan beberapa saran yang ditunjukan kepada pemerintah, pelaku seni dan masayarakat setempat diantaranya:

1. Pemerintah harus lebih memperhatikan organisasi-organisasi kesenian dan memberikan bantuan baik secara moril maupun materil dalam membina wadah-wadah kesenian ronggeng gunung.

2. Pengembangan dan pelestarian kesenian ronggeng gunung agar terus dijaga seiring perkembangan jaman yang semakin modern tanpa menghilangkan unsur-unsur keaslian dari kesenian ronggeng gunung agar tidak punah.

3. Dalam pertunjukan berlangsung sebaiknya memperkirakan waktu ibadah jagan sampai menggunakan waktu ibadah untuk pertunjukan.

4. Mengupayakan untuk mengadakan pertunjukan dan apresiasi melalui media masa baik cetak maupun elektronik seperti televisi lokal dan nasional untuk masyarakat luas sehingga kesenian ronggeng gunung ini tetap lestari.

5. Selalu mendokumentasikan setiap kegiatan yang dilaksanakan, supaya hasil dari dokumentasi tersebut bisa dapat dilihat dan dipelajari oleh generasi berikutnya.


(4)

67

Gina Maria Ulfah, 2015

6. Pelaku kesenian ronggeng gunung hendaknya mengadakan pelatihan khusus bagi generasi muda dilingkungannya.

7. Peran aktif masyarakat sangat diperlukan dalam pelestarian kesenian ronggeng gunung, karena selain hal tersebut penting untuk masyarakat setempat, juga dapat memberi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan baik lokal maupun mancanegara.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Azis, Abdul. (1983). Tari Ketuk Tilu. Bandung (ID): Proyek Pengembangan Institut Kesenian Indonesia.

[Depdiknas] departemen pendidikan nasional. (2008). Definisi Kesenian Menurut para Ahli. KBBI (kamus besar bahasa Indonesia). Jakarta (ID): Gramedia Pustaka.

Djelantik, AAM. (1990). Pengantar Dasar Ilmu Estetika. Denpasar (ID): sekolah tinggi seni Indonesia (STSI).

Hardjana, Suka. (2013). Corat-coret Musik Kontemporer Dulu dan Kini (Ed ke-1). Jakarta (ID): Ford Foundation dan Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.

Kayam, Umar. (1981). Seni Tradisional Masyarakat (Ed ke-1). Jakarta (ID): Sinar Harapan.

Kosim. (1985). Seni Tradisional. Jakarta (ID) Gramedia Pustaka.

Jaya, Indra. (2014). Kesenian Janeng Pada Acara Khitanan di Wonoharjo Kabupaten Pangandaran [Skripsi]. Bandung (ID): Universitas Pendidikan Indonesia.

Kubarsah, Ubun. (2004). Waditra (Mengenal Alat-Alat Kesenian Daerah Jawa Barat). Bandung (ID): CV Sempurna.

Permatasari, Yusi. (2015). Kesenian Ketuk Tilu Pada Acara Kegiatan Wisatahutan Lindung Sodong Panjang Cikalong Pangandran [Skripsi]. Bandung (ID): Universitas Pendidikan Indonesia.

Mulyadi AT. (2011). Ronggeng Gunung. Jawa Barat (ID): DISPARBUD. [Tersedia]

pada:http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/destdet.php?id=328&la ng=id.

Mukhtar. (2013). Metode Praktis Penelitian Deskriptif Kualitatif (Ed ke-1). Jakarta (ID): GP Press Group.

Natapradja, Iwan. (2003). Sekar Gending (Ed ke-2). Bandung (ID): PT Karya Cipta Lestari.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia (Ed ke-3). Jakarta (ID): Balai Pustaka.


(6)

Gina Maria Ulfah, 2015

PERTUNJUKAN MUSIK RONGGENG GUNUNG GRUP JEMBAR MUSTIKA DI DESA SELASARI

Setiawan, Dani. (2011). Pola Permainan Cuk dan Cak dalam Keroncong Asli di RRI Bandung [Skripsi]. Bandung (ID):Universitas Pendidikan Indonesia. Simanungkait, N. (2008). Teknik Vokal Paduan Suara. Jakarta (ID): PT Gramedia

Pustaka Utama.

Suganda, H. (2015). Kerajaan Galuh :legenda, takhta, dan wanita (Ed ke1). Bandung (ID): Kiblat.

Sugiono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung (ID): CV Alfabeta.

Sukmadinata, NS. (2009). Metode Penelitian Pendidikan (Ed ke-5). Bandung (ID): PT Remaja Rosdakarya.

Soedarsono, RM. (2002). Seni Pertunjukan Indonesia Di Era Globalisasi (Ed ke-3). Yogyakarta (ID) : Gajah Mada University Press.

Soepandi, Antik. (1957). Kamus Istilah Karawitan Sunda. Bandung (ID): CV. Pustaka Buana.

Soepandi, Antik. (1988). Kamus Istilah Karawitan Sunda. Bandung (ID): CV. Pustaka Buana.

Syafei P. (2011). Gamelan Salendro, Gending dan Kawih Kepesindenan Lagu-lagu Jalan. Bandung (ID): Lubuk Agung.

Upandi, P.(2011). Gamelan Salendro, Gending dan Kawih Kepesindenan Lagu-lagu Jalan. Bandung . Lubuk Agung

Thamaswara, Amas. (1984). Rawitan Penuntun Penabuh Gending Dasar (Ed ke-1). Bandung (ID): Pustaka buana.

Yoyo. (1986). Teori Gamelan. Bandung (ID): Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.