Rekonstruksi Rancangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Melalui Analisis Kesulitan Literasi Sains Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama Pada Topik Listrik Dinamis.

(1)

Rini Juliani, 2015

Rekonstruksi Rancangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Melalui Analisis Kesulitan Literasi Sains Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama Pada Topik Listrik Dinamis

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 4

D. Tujuan Penelitian ... 4

E. Manfaat Penelitian ... 4

F. Struktur Organisasi Skripsi ... 5

BAB II PEMBELAJARAN SAINS PADA TOPIK LISTRIK DINAMIS A. Literasi Sains ... 6

B. Domain Literasi Sains ... 9

C. Analisis Beberapa Kurikulum Terkait Topik Listrik Dinamis ... 17

D. Pembelajaran Sains ... 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 29


(2)

Rini Juliani, 2015

Rekonstruksi Rancangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Melalui Analisis Kesulitan Literasi Sains Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama Pada Topik Listrik Dinamis

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

B. Bagan Alur Penelitian ... 29

C. Populasi dan Sampel ... 31

D. Instrumen Penelitian ... 31

E. Analisis Data ... 32

1. Analisis Butir Soal hasil Uji Coba ... 32

2. Analisis Tes Literasi Sains ... 39

3. Analisis Angket ... 40

BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Profil ... 41

1. Profil Capaian Kompetensi Ilmiah Peserta Didik ... 41

2. Profil Capaian Pengetahuan Ilmiah Peserta Didik ... 46

B. Analisis Pembelajaran ... 48

C. Pembahasan ... 50

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 65

B. Saran ... 65


(3)

Rini Juliani, 2015

Rekonstruksi Rancangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Melalui Analisis Kesulitan Literasi Sains Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama Pada Topik Listrik Dinamis

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Dewasa ini masyarakat sangat bergantung pada teknologi dan perkembangan ilmu pengetahuan (sains). Sains menjadi salah satu kunci menghadapi tantangan di masa depan dan sains dapat mempermudah kehidupan manusia dalam memecahkan hampir setiap permasalahan. Oleh karena itu, dunia pendidikan dituntut untuk membentuk individu yang peka akan potensi diri dalam memahami dan menggunakan sains, serta mengaplikasikanya terhadap permasalahan dalam kehidupan, dengan kata lain setiap individu harus berliterasi sains. Individu yang tidak berliterasi sains akan sulit bersaing dalam kehidupan di masa depan, karena penguasaan literasi sains (LS) dan teknologi oleh setiap individu akan memberikan peluang lebih besar untuk penyesuaian diri dalam kehidupan yang perkembangannya semakin pesat (Firman, 2007).

Rychen dan Salganik (2003, hal. 10) mengungkapkan bahwa LS dianggap sebagai kompetensi kunci dan didefinisikan sebagai kemampuan untuk menggunakan pengetahuan secara interaktif, pemahaman tentang bagaimana ilmu pengetahuan mengubah cara beradaptasi seseorang, mengubah pola pikir agar mampu mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan sains, dan menggunakan hal tersebut untuk memecahkan permasalahan serta mencapai tujuan yang lebih luas. Dalam pengukurannya terdapat empat dimensi besar LS yakni domain pengetahuan, kompetensi, konteks dan sikap sains (OECD, 2013, hal. 5).

Saat ini, LS menjadi pembahasan dalam dunia pendidikan. Sebagai contoh, negara Amerika Serikat membuat dokumen standar Amerika “Benchmark for Scientific Literacy”. Amerika secara eksplisit menuliskan LS sebagai tujuan kurikulum (Anjarsari, 2014, hal. 602). Menurut Clough (2013, hal. 6) Amerika menyebutkan bahwa “Scientific literacy is an urgent and important issue. Why should we care? The answer is simple: Our way of life and our survival are at stake”. Mengingat pentingnya LS, ternyata Indonesia juga telah memasukan LS


(4)

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Terdapat beberapa indikator dalam Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP) pada KTSP yang sesuai dengan indikator LS. Maka, secara tidak langsung tujuan KTSP ini sejalan dengan tujuan pendidikan saat ini yakni untuk mencapai individu yang berliterasi sains (Toharudin, 2011, hal. 3).

Namun pada kenyataannya, proses LS di sekolah belum dilatihkan. Sebagai contoh, dari hasil wawancara terkait proses pembelajaran serta analisis terhadap perangkat pembelajaran, diperoleh informasi bahwa proses pembelajaran listrik dinamis dimulai dengan menggambar rangkaian listrik dan menyampaikan makna dari simbol setelah itu melakukan latihan soal. Sedangkan proses LS seharusnya dimulai dari pengenalan fenomena, lalu mengembangkan pertanyaan penyelidikan dan merancang prosedur percobaan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Namun, hal tersebut tidak terjadi akibatnya peserta didik tidak memiliki kompetensi mengevaluasi dan merancang penelitian ilmiah contohnya mereka tidak memahami mengapa di rumah-rumah menggunakan rangkaian paralel. Hal ini menggambarkan bahwa LS pada salah satu SMPN di kabupaten Bandung kurang terfasilitasi secara optimal.

Indonesia telah mengikuti studi tentang LS yang dikembangkan oleh PISA. PISA (Programme for International Student Assessment) merupakan salah satu program internasional yang dipercaya sebagai instrumen untuk menguji kompetensi secara global. Dari hasil studi PISA menyatakan bahwa kemampuan LS peserta didik Indonesia selalu rendah. Hal ini terlihat sejak tahun 2000 sampai 2012 Indonesia selalu menduduki peringkat sepuluh terbawah. Pada tahun 2012 Indonesia menduduki peringkat 64 dari 65 negara yang mengikuti PISA. Capaian peserta didik Indonesia hanya sampai pada level 1 yakni sebanyak 41,9 % bahkan sebanyak 24,7% peserta didik mencapai level di bawah 1, artinya masih banyak peserta didik Indonesia yang mengalami kesulitan serius dalam menggunakan ilmu pengetahuan, peserta didik memiliki pengetahuan ilmiah terbatas yang hanya dapat diterapkan untuk beberapa situasi yang umum saja (National Center for Education Statistic, 2012, hal.1).

Beberapa riset tentang cara-cara untuk melatihkan LS telah dilakukan seperti: pembelajaran IPA terpadu pada topik perubahan materi untuk


(5)

3

meningkatkan LS siswa SMP (Priatna, 2009); pengaruh pembelajaran IPA terpadu terhadap pengembangan LS (Hendriani, 2010); deskripsi LS dalam model inquiri pada materi laju reaksi (Fitriani, 2014); penelitian terkait pengembangan model penilaian literasi sains di Malaysia (Foo, dkk. 2005); penelitian tentang diagnosa karakteristik LS pada siswa sekolah dasar (Udompong dan Wangwanich, 2013); penelitian mengenai profil LS peserta didik SMA Negeri di Garut (Shofia, 2013); serta penelitian lainnya.

Penelitian-penelitian tersebut bertujuan untuk mencari cara-cara melatihkan proses LS. Namun cara-cara untuk melatihkan LS tersebut belum didasari oleh profil LS peserta didik. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah menemukan profil LS yang dijadikan acuan oleh peneliti untuk merekonstruksi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dapat melatihkan LS pada peserta didik tingkat SMP. Untuk merancang proses pembelajaran yang tepat dalam melatihkan LS dibutuhkan beberapa tahap penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian awal, dimana hasil dari penelitian ini berupa rancangan RPP awal yang dapat melatihkan LS. RPP ini akan terus dikembangakan pada penelitian selanjutnya hingga RRP tersebut layak dan dapat meningkatkan LS peserta didik.

Dalam penelitian ini analisis kemampuan LS diterapkan pada topik listrik dinamis. Listrik dinamis merupakan materi pelajaran kelistrikan yang gejalanya banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga indikator-indikator LS lebih mudah diterapkan pada materi ini. Namun, pada kenyataannya peserta didik pada tingkat SMP cenderung masih kesulitan untuk memahaminya. Kesulitan pada topik listrik dinamis ini terlihat pada salah satu SMPN di kabupaten Bandung, dari hasil ulangan harian listrik dinamis tahun pelajaran 2014/2015 semester 1, rata-rata setiap kelas memperoleh hasil 54,83 hasil ini dibawah Kriteria Ketuntasan Minimun (KKM) yakni 70. Menurut hasil wawancara kepada salah satu guru di sekolah tersebut, hasil serupa pun diperoleh selama dua tahun sebelumnya, dimana perolehan nilai rata-rata listrik dinamis peserta didik selalu dibawah KKM.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melihat kemampuan LS peserta didik di sekolah menengah pertama pada topik listrik dinamis. Maka disusunlah sebuah penelitian yang berjudul “Rekontruksi Rancangan Rencana


(6)

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) melalui Analisis Kesulitan Literasi Sains Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama pada Topik Listrik Dinamis”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan utama dalam penelitian ini adalah “Bagaimana rancangan RPP untuk melatihkan LS pada topik listrik dinamis?”. Permasalahan tersebut diuraikan menjadi sub-sub pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana profil LS peserta didik pada domain kompetensi dan domain pengetahuan terkait topik listrik dinamis pada salah satu sekolah SMPN di kabupaten Bandung?

2. Bagaimana rancangan RPP yang dapat melatihkan LS terkait topik listrik dinamis pada salah satu SMPN di kabupaten Bandung?

C. Pembatasan Masalah

Pada penelitian ini peneliti membatasi beberapa pembahasan diantanya: 1. Rekonstruksi yang dilakukan berdasarkan profil LS dan analisis RPP.

2. Penelitian hanya membahas profil LS peserta didik menggunakan tiga domain LS dan tidak membahas mengenai domain sikap.

D. Tujuan Penelitian

Terkait dengan rumusan masalah yang ada, maka penelitian ini bertujuan untuk memperoleh:

1. Gambaran profil LS peserta didik pada domain kompetensi dan pengetahuan terkait dengan topik listrik dinamis salah satu SMPN di Kabupaten Bandung. 2. Rancangan RPP awal untuk melatihkan LS peserta didik pada topik listrik

dinamis.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini akan memberikan sejumlah informasi terkait dengan profil LS peserta didik, alternatif cara-cara yang dapat dibangun untuk melatihkan LS


(7)

5

terkait dengan topik listrik dinamis di SMP. Hasil dari penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

1. Informasi dapat dijadikan langkah yang digunakan pendidik dalam mengembangakan proses pembelajaran terkait dengan topik listrik dinamis pada salah satu SMPN di kabupaten Bandung.

2. Informasi berupa rencana pembelajaran atau rancangan awal bagi peneliti selanjutnya.

F. Struktur Organisasi Skripsi

Gambaran lebih jelas tentang isi dari keseluruhan skripsi disajikan dalam struktur organisasi skripsi berikut dengan pembahasannya. Adapun sistematika yang digunakan penulis berdasarkan pedoman karya tulis ilmiah Universitas Pendidikan Indoneseia (UPI) 2014. Struktur organisasi skripsi tersebut disusun sebagai berikut.

1. Bab I Pendahuluan

Bab ini merupakan bagian awal dari skripsi yang menguraikan latar belakang penelitian yang berkaitan dengan LS peserta didik di Indonesia, rumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi.

2. Bab II Pembelajaran Sains pada Topik Listrik Dinamis

Bab ini berisi tentang kajian teori-teori tentang LS, domain LS menurut kerangka PISA 2015 dan analisis kurikulum, dan pembelajaran sains.

3. Bab III Metode Penelitian

Bab III berisi tentang deskripsi mengenai desain penelitian, prosedur penelitian, subjek penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data dan analisis data.

4. Bab IV Hasil Temuan dan Pembahasan

Bab ini mengemukakan tentang hasil penelitian yang telah dicapai meliputi analisis profil yang meliputi profil capaian LS pada domain kompetensi dan profil capaian LS peserta didik pada domain pengetahuan, analisis pembelajaran dan pembahasan.


(8)

Bab ini menyajikan simpulan terhadap hasil analisis temuan dari penelitian dan saran penulis sebagai bentuk pemaknaan terhadap hasil analisis temuan penelitian.


(9)

Rini Juliani, 2015

Rekonstruksi Rancangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Melalui Analisis Kesulitan Literasi Sains Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama Pada Topik Listrik Dinamis

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah memperoleh cara untuk melatihkan literasi sains berdasarkan profil kesulitan literasi sains peserta didik. Profil tersebut diperoleh dari sejumlah sampel yang diambil dari sekelompok populasi. Oleh karena itu, desain penelitian ini menggunakan desain penelitian kuantitatif jenis survei. Creswell (2012, hal. 376) menjelaskan bahwa:

Survey research designs are procedures in quantitative research in which investigators administer a survey to a sample or to the entire population of people to describe the attitudes, opinions, behaviors, or characteristics of the population.

Berdasarkan pendapat diatas bahwa, rancangan penelitian survei merupakan salah satu prosedur pada penelitian kuantitatif yang menggambarkan kecenderungan-kecenderungan prilaku, pendapat, kebiasaan atau karakteristik dari suatu populasi. Menilik dari tujuannya, maka penelitian survei yang digunakan adalah penelitian survei dengan analisis deskriptif yakni untuk melakukan pengukuran yang cermat terhadap fenomena sosial tertentu.

Karena penelitian dilakukan pada satu waktu dan tidak berulang pada jangka waktu yang lama, maka jenis penelitian survei yang digunakan pada penelitian ini adalah survei jenis cross-secsional. Desain cross-secsional adalah jenis penelitian survei yang digunakan untuk mengumpulkan data (sikap, pendapat, karakteristik, atau kebiasaan) dalam waktu yang singkat atau satu titik waktu (Craswell, 2012, hal. 377).

B. Bagan Alur Penelitian

Alur penelitian yang digunakan agar mempermudah peneliti mendapatkan data dan hasil sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan, maka peneliti memulai dengan proses pengembangan instrumen, wawancara dan angket, hingga merekonstruksi rencana pelaksanaan pembelajaran. Adapun langkah-langkah dalam alur penelitan ini secara garis besar ditunjukan pada gambar 3.1.


(10)

Observasi ke lapangan dan wawancara dengan guru untuk mengamati proses pembelajaran langkah ini menjawab mengapa literasi sains peserta didik rendah (menemukan hal-hal yang menyebabkan literasi sains peserta didik rendah) Pengetahuan apa yang diterima siswa pada proses pembelajaran, apakah cukup? Bagaimana proses literasi sains dilatihkan kepada peserta didik?

Permasalahan kontekstual apa yang diperoleh peserta didik? Untuk melengkapi data dilakukan wawancara kepada guru dan peserta didik

Kajian Pustaka: Apa itu literasi sains, dan domainnya

Pembuatan tes literasi sains terkait dengan topik listrik dinamis

1. Memilih soal literasi sains (baik dari TIMSS atau PISA) dan melakukan analisis karakter soal terkait dengan domain literasi sains.

2. Mengkonstruksi soal tes literasi sains berdasarkan karakteristik kerangka PISA 2015

3. Melakukan judgment kepada tiga orang ahli 4. Melakukan uji coba instrumen

5. Melakukan tes literasi sains peserta didik

Tafsiran % dan analisis hasil tes menghasilkan profil kesulitan literasi sains pada topik listrik dinamis

Analisis Kurikulum +KLN pengetahuan dan kompetensi topik listrik dinamis

Analisis RPP, wawancara guru dan peserta didik, serta angket peserta didik

Rekonstruksi rancangan RPP pada topik listrik dinamis Analisis Hasil Survey

dan Pustaka

Tema-tema demonstrasi dan eksperimen yang dapat digunakan untuk

melatihkan proses sains dalam topik listrik dinamis

2 1

3

4

5 6 7

8

Gambar 3.1 Bagan Alur Penelitian Rancangan RPP pada topik listrik dinamis


(11)

31

C. Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah peserta didik yang telah memperoleh materi pembelajaran listrik dinamis yakni kelas IX di salah satu SMPN di Kabupaten Bandung. Adapun sampel yang digunakan pada penelitian ini ditentukan dengan cara pengambilan sampel secara acak (random sampling). Menurut Creswell (2012, hal. 381) teknik sampel yang paling teliti untuk penelitian survei adalah teknik sampel acak. Tehnik ini memungkinkan peneliti untuk melakukan generalisasi terhadap suatu populasi.

Adapun jumlah subjek penelitian yang diambil memenuhi persamaan menurut Taro Yamane (dalam Puszczak, dkk. 2013, hal.5; Israel, 1992, hal. 4) sebagai berikut :

� = + ��

dengan n = sampel, N = jumlah populasi dan e = taraf kepercayaan yang digunakan adalah 0,05. Maka dengan jumlah peserta didik kelas IX sebanyak 221 orang jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

� =

+ , � =

, ≈

maka sampel yang digunakan sebanyak 143 peserta didik yang diambil secara acak. Peserta didik tersebar secara heterogen ke dalam lima kelas, sehingga pengambilan subjek penelitian dimulai dengan mendata semua peserta didik lalu dilakukan pengundian.

D. Instrumen Penelitian

Merujuk pada rumusan masalah yang ada, maka pada penelitian ini digunakan instrumen yang sesuai dengan rumusan masalah tersebut untuk mendapatkan data. Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat ukur penilaian literasi sains, angket dan wawancara. Instrumen tersebut dijelaskan dalam tabel 3.1.


(12)

Tabel 3.1 Instrumen Penelitian

Instrumen Tujuan

Tes literasi sains

Tes literasi sains yang dikonstruksi berdasarkan karakteristik PISA berjumlah 18 butir soal dengan mengacu pada kemampuan proses literasi sains untuk domain pengetahuan, serta domain kompetensi. Teknik pengumpulan data ini digunakan untuk mengukur dan melihat profil kemampuan literasi sains peserta didik.

Angket Digunakan untuk menanyakan proses pembelajaran listrik dinamis

Wawancara Wawancara terhadap guru dilakukan untuk menggali informasi terkait proses pembelajaran dan melihat apakah literasi sains terfasilitasi atau tidak. Sedangkan wawancara kepada peserta didik bertujuan untuk melakukan konfirmasi terkait proses pembelajaran dan jawaban terhadap tes.

Dalam pengukurannya, kerangka PISA 2015 membagi domain kompetesi kedalam tiga aspek yakni menjelaskan fenomena ilmiah, mengevaluasi dan merancang penelitian ilmiah serta menginterpretasikan data dan bukti ilmiah. Ketiga aspek ini terdistribusi kedalam buklet soal literasi sains yang dikonstruksi sesuai dengan karakteristik soal PISA yang telah diujikan kepada peserta didik. Dari total delapan belas butir soal literasi sains tersebut terdapat masing-masing enam soal atau 37,5% dari total tes literasi sains untuk setiap aspek. Adapun matrik butir soal yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.2.

E. Analisis Data

1. Analisis Butir Soal Hasil Uji coba

Karena alat ukur tes literasi merupakan konstruksi peneliti, maka dilakukan validitas dan reliabilitas alat ukut agar instrumen tes ini dapat layak untuk di uji cobakan. Validitas dan reliabilitas di jelaskan sebagai berikut:


(13)

33

Tabel 3.2 Matriks Karakteristik Instrumen

Keterangan :

P1 = Pengetahuan Konten P2 = Pengetahuan Prosedural P3 = Pengetahuan Epistemik

K1 = Kompetensi Menjelaskan Fenomena Ilmiah

K2 = Kompetensi Mengevaluasi dan Merancang Penelitian Ilmiah K3 = Kompetensi Menginterpretasikan Data dan Bukti Ilmiah 01 = Tuntutan Kognitif Mudah

02 = Tuntutan Kognitif Sedang 03 = Tuntutan Kognitif Sukar

a. Validitas

Dalam pengukuran, sebuah tes dikatakan valid jika mengukur apa yang hendak diukur. Untuk validitas dari alat ukur yang dihasilkan, dilakukan dengan melakukan judgment kepada tiga orang ahli mengenai kesesuaian alat ukur yang dikonstruksi dengan karakteristik soal-soal literasi sains berdasarkan PISA. Judgment digunakan untuk menilai validitas isi atau (content validity) dan validitas konstruk (construct validity) dari setiap butir soal yang telah di konstruksi peneliti. Para ahli memberikan catatan berupa saran, perbaikan dan kesesuaian dengan karakteristik soal PISA.

No soal

Kode Soal Karakteristik Soal Pengetahuan (P) Kompetensi (K)

Konteks Tuntutan Kognitif P1 P2 P2 K1 K2 K3

1 P1K101 √ √ Personal Low

2 P1K102 √ √ Personal Medium

3 P1K103 √ √ Personal High

4 P1K101 √ √ Personal Low

5 P1K301 √ √ Personal Low

6 P1K302 √ √ Personal Medium

7 P2K102 √ √ Personal Medium

8 P2K101 √ √ Personal Low

9 P2K203 √ √ Personal High

14 P2K203 √ √ Personal High

10 P2K303 √ √ Personal High

18 P2K302 √ √ Personal Medium

11 P3K102 √ √ Personal Medium

12 P3K102 √ √ Personal Medium

15 P3K202 √ √ Personal Medium

13 P3K202 √ √ Personal Medium

16 P3K303 √ √ Personal High


(14)

Selanjutnya validasi untuk pengujian alat ukur penilaian hasil uji coba adalah validitas empiris. Sebuah instrumen dapat dikatakan memiliki validitas empiris jika sudah diuji dari pengalaman. Teknik yang digunakan untuk validitas empiris adalah teknik korelasi product moment yang dikemukakan oleh Pearson, perhitungannya menggunakan rumus korelasi product moment dengan angka kasar, yaitu :

= �∑ − ∑ ∑

√ �∑ − ∑ �∑ − ∑

Keterangan :

rxy = koefisien korelasi antara skor pada butir soal yang diuji validitasnya

dengan skor total

X = skor butir soal yang diuji validitasnya Y = skor total

N = jumlah subyek

Pengujian selanjutnya yaitu dengan uji signifikansi yang berfungsi untuk mencari makna korelasi antara skor tiap butir soal dengan skor totalnya menggunakan persamaan:

ℎ� �� = √� −

√ −

dimana ℎ� �� = nilai t, r = nilai koefisien korelasi dan n = jumlan sampel. (Riduwan, 2010, hal. 124)

Butir soal dikatakan valid jika skor tiap butir soal berkorelasi positif terhadap skor totalnya dan harga koefisisen korelasi yang diperoleh dikaitkan dengan tabel harga kritis product moment dengan tingkat kepercayaan tertentu sehingga dapat diketahui signifikansi korelasi tersebut. Butir soal dikatakn valid jika thitung>ttabel. Untuk mengetahui

kriteria dari validitas butir soal dengan menggunakan rumus korelasi product moment, dapat digunakan pedoman interpretasi mengenai besarnya koefisien korelasi yang diberikan pada tabel 3.3.


(15)

35

Tabel 3.3

Klasifikasi Koefisien Korelasi nilai r

Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0,80 – 1,00 Sangat Tinggi

0,60 – 0,79 Tinggi

0,40 – 0,59 Cukup

0,20 – 0,39 Rendah

0,00 – 0,19 Sangat Rendah

(Riduwan, 2010, hal.124)

Alat ukur di uji cobakan kepada peserta didik yang telah menerima materi listrik dinamis yakni kelas IX SMPN 1 Ciparay. Secara umum soal yang telah direkonstruksi termasuk soal-soal yang valid kecuali pada soal nomor 2, 5 dan 12 yang harus diadakan perbaikan. Namun pada penelitian kali ini soal nomor 2 dan 5 tidak digunakan karena memiliki nilai daya pembeda yang sangat kecil, sehingga soal-soal tersebut termasuk kedalam kategori soal yang harus dibuang. Sedangkan untuk soal nomor 12 dapat dilakukan perbaikan karena masih layak digunakan. Pengolahan lebih jelas terdapat pada lampiran B1 (hal. 183).

b. Reliabilitas

Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi apabila tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap dan cukup dipercaya untuk digunakan sebagai pengumpul data. Jika alat ukur memiliki reliabilitas yang tinggi, maka pengukuran yang dilakukan berulang-ulang akan memberikan hasil yang sama atau mendekati sama. Reliabilitas dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

= � −� [ − ∑ ]

(Arikunto, 2013, hal. 115) Keterangan :

r11 = reliabilitas tes secara keseluruhan

n = banyaknya item soal

p = proporsi subjek menjawab item dengan benar q = proporsi subjek menjawab item dengan salah s2 = variansi total


(16)

Untuk mencari nilai variansi digunakan rumus sebagai berikut :

� = ∑� − ∑�

Arikunto, 2013, hal. 112) Untuk menafsirkan harga reliabilitas maka digunakan acuan sebagai berikut :

Tabel 3.4

Klasifikasi Koefisien Reliabilitas

Besarnya nilai Interpretasi

0,80 < ≤ 1,00 Sangat Tinggi 0,60 < ≤ 0,80 Tinggi 0,40 < ≤ 0,60 Cukup 0,20 < ≤ 0,40 Rendah

0,00 < ≤ 0,20 Sangat Rendah

(Suherman, 2001, hal.156) Dari hasil uji coba reliablitas alat ukur tes yang dikonstruksi peneliti mempunyai reliabilitas sebesar 0,55 yang berarti reliabilitasnya cukup. c. Taraf Kesukaran

Taraf kesukaran suatu pokok uji yang memiliki lambang P yakni proporsi dari keseluruhan peserta didik yang menjawab benar pada pokok uji tersebut. Soal dikatakan baik jika soal tersebut tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Bilangan yang menunjukan sukar tidaknya suatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index). Rentang skala indeks kesukaran dimulai dari 0,0 yang tergolong sukar sampai 1,0 yang tergolong soal mudah. Rumus untuk menentukan P adalah :

� =��

(Arikunto, 2013, hal. 223) Keterangan :

P = taraf kesukaran

B = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar


(17)

37

Berikut ini adalah tabel klasifikasi taraf kesukaran, untuk menginterpretasikan hasil uji coba.

Tabel 3.5

Klasifikasi Taraf Kesukaran

Harga F Interpretasi

0,00 – 0,30 Sukar 0,31 – 0,70 Sedang 0,71 – 1,00 Mudah

(Arikunto, 2013, hal. 224)

Adapun hasil uji coba untuk taraf kesukaran antara lain terdapat empat soal yang tergolong mudah yakni pada nomor 1, 4, 6 dan 8. Soal yang tergolong sedang sebanyak sebelas soal terdiri dari soal nomor 2, 3, 5, 7, 9, 10, 11, 13, 15, 17, dan 18. Sedangkan untuk soal nomor 12, 14 dan 16 tergolong soal yang sukar.

d. Daya Pembeda

Daya pembeda yang dilambangkan dengan huruf D adalah selisih antara kelompok atas yang menjawab benar dengan kelompok rendah yang menjawab benar. Peserta tes dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang memiliki kemampuan tinggi atau kelompok atas dan kelompok yang memiliki kemampuan rendah atau kelompok bawah.

Adapun rumus untuk menentukan nilai D adalah sebagai berikut:

� = � −�

Keterangan :

D = daya pembeda

� = jumlah siswa dari kelompok atas yang menjawab benar pada soal yang dianalisis

� = jumlah siswa dari kelompok bawah yang menjawab benar pada soal yang dianalisis

� = jumlah siswa kelompok atas

� = jumlah siswa kelompok bawah


(18)

Tabel 3.6

Tafsiran Daya Pembeda Indeks Daya Pembeda Kategori

0,00 < D < 0,20 Jelek 0,21 < D < 0,40 Cukup 0,41 < D < 0,70 Baik 0,71 < D < 1,00 Baik Sekali

(Arikunto, 2013, hal. 232)

Adapun hasil uji coba tes terkait daya pembeda menghasilkan soal nomor 12 memiliki kategori buruk, sedangkan soal nomor 2 dan 5 dikatakan harus dibuang. Soal yang termasuk kategori cukup sebanyak empat soal yakni 1, 4, 13 dan 17. Soal yang termasuk kategori sangat baik terdapat pada soal nomor 7, sedangkan sepuluh soal lainnya termasuk ke dalam kategori baik.

e. Analisis Distraktor

Soal yang dikonstruksi peneliti berupa soal pilihan ganda dengan empat pilihan jawaban yang disediakan. Pada empat pilihan jawaban tersebut tersedia satu jawaban yang benar dan tiga jawaban pengecoh atau distraktor. Setiap pilihan jawaban dianalisis dengan cara menghitung banyaknya peserta tes yang memilih pilihan jawaban tersebut yang terdiri dari a, b, c, dan d, untuk siswa yang tidak melakukan pemilihan maka termasuk kedalam kategori blangko atau disebut omit (Arikunto, 2013, hal. 233).

Analisis distraktor dilakukan untuk melihat keberfungsisan pilihan jawaban sebagai pengecoh. Pengecoh dikategorikan baik bila banyak peserta tes memilih pengecoh tersebut sebanyak lebih dari 5% peserta tes hal ini berarti pengecoh tersebut mempunyai daya tarik yang baik untuk mengecoh peserta tes yang kurang memahami konsep. Bila suatu pengecoh dipilih kurang dari 5% ini artinya pengecoh tersebut kurang berfungsi dengan baik atau bisa dikatakan terlalu mencolok (menyesatkan). Sedangkan untuk omit, butir soal dikatakan baik bila memiliki omit tidak lebih dari 10% atau peserta yang tidak memilih jawaban manapun kurang dari 10%. Dari hasil uji instrumen menyatakan


(19)

39

rata-rata pengecoh berfungsi dengan baik kecuali pengecoh pada nomor satu dan empat opsi B dan A yang dipilih kurang dari 5% peserta tes. Adapun lebih jelas Hasil uji instrumen dapat dilihat pada tabel 3.7.

Tabel 3.7

Hasil Uji Coba Instrumen

No Validitas Daya Pembeda

Tingkat

kesukaran Analisis Distraktor Interpretasi Nilai Interpretasi Nilai Interpretasi A B C D Omit 1 valid 27,27 Cukup 0,77 mudah 77,3 4,5 9,1 9,1 0,0 2 perbaiki 9,09 harus dibuang 0,41 sedang 13,6 11,4 31,8 40,9 2,3 3 valid 31,82 Baik 0,66 sedang 13,6 11,4 65,9 9,1 0,0 4 valid 22,73 Cukup 0,75 mudah 4,5 9,1 9,1 75,0 2,3 5 perbaiki 4,55 harus dibuang 0,52 sedang 15,9 59,1 11,4 6,8 6,8 6 valid 31,82 Baik 0,70 mudah 6,8 70,5 13,6 6,8 2,3 7 valid 50,00 sangat baik 0,34 sedang 13,6 29,5 34,1 15,9 6,8 8 valid 31,82 Baik 0,75 mudah 9,1 75,0 6,8 9,1 0,0 9 valid 40,91 Baik 0,48 sedang 47,7 11,4 18,2 15,9 6,8 10 valid 31,82 Baik 0,48 sedang 47,7 25,0 9,1 11,4 6,8 11 valid 36,36 Baik 0,64 sedang 63,6 11,4 11,4 11,4 2,3 12 perbaiki 13,64 Buruk 0,30 sukar 31,8 18,2 20,5 25,0 4,5 13 valid 27,27 Cukup 0,59 sedang 15,9 11,4 9,1 59,1 4,5 14 valid 31,82 Baik 0,30 sukar 27,3 25,0 13,6 29,5 4,5 15 valid 45,45 Baik 0,55 sedang 11,4 54,5 25,0 6,8 2,3 16 valid 40,91 Baik 0,20 sukar 22,7 20,5 34,1 18,2 4,5 17 valid 22,73 Cukup 0,52 sedang 13,6 11,4 52,3 18,2 4,5 18 valid 31,82 Baik 0,48 sedang 13,6 18,2 38,6 22,7 6,8

2. Analisis Tes Literasi Sains

Soal tes literasi sains sudah mencakup dua domain yang hendak di ukur yakni domain kompetensi dan domain pengetahuan. Proses pengolahan data tes literasi sains adalah sebagai berikut:

1) Memberikan skor pada setiap jawaban hasil tes peserta didik 2) Menghitung jumlah skor benar dari setiap butir soal

3) Mengubah skor jawaban kedalam bentuk nilai dalam skala 0 - 100 Np =

�� %

keterangan :

Np : nilai persentase yang dicari

R : jumlah peserta tes yang menjawab benar pada item soal SM : jumlah seluruh peserta tes


(20)

4) Melakukan interpretasi terhadap capaian pada setiap butir soal Tabel 3.8

Klasifikasi Persentase Literasi Sains Persentase (%) Kriteria

Lebih besar 80 Baik sekali

66-79 Baik

56-65 Cukup

40-55 Kurang

Lebih kecil 39 Gagal

(Arikunto, 2012, hal. 281)

3. Analisis Angket

Hasil Angket berupa tanggapan peserta didik, proses pembelajaran dan soal tes literasi sains. Hasil dari angket diubah ke dalam bentuk persentase dengan menggunkan rumus sebagai berikut:

P = 100%

Dengan P = persentase, x = jumlah jawaban yang sesuai, dan y = jumlah jawaban seluruhnya. Setelah memperoleh hasil lalu diinterpretasikan pada tabel 3.9 menurut kriteria yang disusun oleh Koentjaraningrat (1994, hal. 134) sebagai berikut:

Tabel 3.9

Tafsiran Persentase Jawaban Angket

Persentase Jawaban (%) Interpretasi

0 Tidak ada

1 – 25 Sebagian kecil 26 – 49 Hampir Setengahnya

50 Setengahnya

51 – 75 Hampir sebagian besar

76-99 Pada umumnya


(21)

Rini Juliani, 2015

Rekonstruksi Rancangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Melalui Analisis Kesulitan Literasi Sains Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama Pada Topik Listrik Dinamis

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis terhadap data profil literasi sains peserta didik maka ditemukan:

1. Profil literasi sains peserta didik dilihat dari kerangka pengukuran domain literasi sains PISA 2015 sebagai berikut. Profil literasi sains pada domain kompetensi ilmiah peserta didik adalah aspek menjelaskan fenomena ilmiah (61,42%), aspek menginterpretasikan data dan bukti ilmiah (56,76%) dan aspek mengevaluasi dan merancang penelitian ilmiah (42,31%). Profil literasi sains pada domain pengetahuan ilmiah peserta didik adalah aspek pengetahuan konten (83,74%), prosedural (43,12%) dan epistemik (47,44%). Maka Profil kesulitan literasi sains peserta didik pada domain kompetensi aspek mengevaluasi dan merancang penelitian ilmiah serta pada domain pengetahuan aspek prosedural dan epistemik.

2. Rekonstruksi RPP yang dirancang peneliti dibangun berdasarkan: (1) profil literasi sains siswa; (2) analisis RPP dan wawancara kepada guru serta kepada peserta didik; (3) analisis kurikulum beberapa negara yang memiliki literasi sains tinggi; (4) pembelajaran lebih difokuskan pada konteks yang ada disekitar peserta didik; (5) rekonstruksi lebih difokuskan pada kompetensi mengevaluasi dan merancang penelitian ilmiah dan pengetahuan prosedural. Komponen-komponen tersebut yang mendasari dan terdapat pada rancangan awal RPP yang direkonstruksi. Diharapkan, rekonstruksi RPP ini menjadi solusi aternatif untuk melatihkan dan meningkatkan literasi sains peserta didik.

B. Saran

Penelitian ini merupakan penelitian awal yang memerlukan perbaikan dan tindat lanjut untuk penelitian selanjutnya. Dari seluruh kegiatan penelitian yang telah dilakukan. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menindak lanjuti hasil penelitian ini adalah:


(22)

1. Literasi sains siswa diukur oleh beberapa indikator yang disajikan dalam tes literasi sains. Namun, peneliti hanya menguji beberapa indikator yang sesuai dengan topik permasalahan, diharapkan peneliti selanjutnya dapat mengembangkan istrumen tes literasi sains yang dapat mengukur seluruh indikator pada setiap domain, sehingga kemampuan literasi sains siswa dapat terukur secara menyeluruh.

2. Penelitian ini merupakan penelitian awal, dimana hasil dari penelitian ini berupa rancangan RPP yang dapat melatihkan literasi sains, sehingga perlu dilakukan langkah lebih lanjut seperti validasi ahli dan implementasi dalam bentuk penelitian lebih lanjut.

3. Implementasi yang dilakukan lebih menekankan pada cara melatihkan bagaimana merencanakan percobaan (menentukan variabel, merumuskan masalah, membuat prediksi, merancang prosedur percobaan); membimbing peserta didik dalam melakukan percobaan (medapatkan data yang sesuai, menjelaskan syarat keberlakuaan dalam percobaan, dan menginterpretasikan data); melatihkan peserta didik untuk mengevaluasi pembelajaran (menganlisis data yang kurang tepat, memberikan argumen yang berdasarkan bukti, mengusulkan cara mengevaluasi pertanyaan ilmiah) dan menarik kesimpulan yang tepat dari data.


(23)

Rini Juliani, 2015

Rekonstruksi Rancangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Melalui Analisis Kesulitan Literasi Sains Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama Pada Topik Listrik Dinamis

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR PUSTAKA

Anjarsari, P. (2014). Literasi Sains dalam Kurikulum dan Pembelajaran IPA SMP. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Arikunto. (2013). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (edisi 2). Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Arikunto. (2012). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Claugh, J. K. (2013). Increasing Scientific Literacy a Shared Responsibility.

Washington: Smithsonian Institution. Diakses dari:

http://www.scifun.org/news/Increasing-Scientific-Literacy-a-Shared-Responsibility.pdf.

Creswell, J.W. (2012). Educational Research: Planning, Conducting, and Evaluating Quantitative and Qualitative Research. (4rd ed.). Bolyston Street, Boston: Pearson Education

Firman, H. (2007). Laporan Hasil Analisis Literasi Sains Berdasarkan Hasil PISA Nasional Tahun 2006.Puspendik.

Fitriani, w. (2014). Deskripsi Literasi Sains dalam Model Inquiri pada Materi Laju Reaksi di SMAN 9 Pontianak. (Skripsi). FKIP, Universitas Tnajungpura. Pontianak.

Foo, T.C.V., dkk. (2005). The Malaysian Literacy Assessment Project. Universitas Sains Malaysia, Penang, Malaysia. TESL Reporter 44, (1&2) hal. 51-64.

Gormally, C., dkk. (2009). Effects of Inquiry-Based Learning on Students Science Literacy Skill and Confidence. International journal for the Scolarship of Teaching and Learning, 3 (2). Art. 16.

Guven, I., Yurdatapan, M., dan Sahin, F. (2014) The Effect of Project Based Educational Applications on the Scientific Literacy of 2nd Grade Elementary School Pupils. International Journal of Education and Research, 2 (1). hal. 1-12.

Hendriani, Y. (2010). Pengaruh Pembelajaran IPA Terpadu Terhadap Pengembangan Literasi Sains pada Siswa SMP di SMPN3 Cimahi dan


(24)

SMPN 1 Lembang. Bandung: Pusat Pengembangan Dan Pemberdayaan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam.

Hoolbrook, J., dan Rannikmae, M. (2007). The Meaning of Scientific Literacy. International Journal of Environmental & Science Education. 4(3). hal. 275-288.

Israel, G.D. (1992) Determining Sample Size, Agricultural Education and Communication Department, University of Florida, IFAS Extension, PEOD6 (reviewed 2013) .

Jong, O.D. (2006). Context-Based Chemical Education: How to Improve it?. Sweden: Karlstad University.

Koentjaraningrat, (1994). Metode – Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia.

Litowitz, J. K. (2013). Using Primary Literature to Teach Science Literacy to Introductory Biology Students. Youngstown: Journal of Microbiology and Biology Education,14 (1).

Ministry of Education Singapore. (2013). Science Syllabus Lower and Upper Secondary Normal (Technical). Singapura: Curriculum Planning & Development Division.

Monkman, D. (2001). Science Curriculum Review Report. British Columbia Ministry of Education.

NCES. (2012). Table S1. Percentage Distribution of 15-Year-Old Students on PISA Science Literacy Scale, by Proficiency Level and Education System:

2012. [Online]. Diakses dari

https://nces.ed.gov/surveys/pisa/pisa2012/pisa2012 highlights_4.asp.

OECD. (2013). PISA 2015 Draft Science Frame Work .[online]. Tersedia. www.OECD.org/pisa/pisaproducts/Draft%20PISA%202015%20Science%2 0Framework%20.pdf [17 September 2014].

Priatna, D. R. (2009). Pembelajaran IPA Terpadu pada Topik Perubahan Materi untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa SMP. (Thesis). Sekolah pasca sajana, Universitas Pendidikan Indonesia.


(25)

69

Puspendik Depsiknas, (2006). Dalam Panduan Seminar Sehari Hasil Studi Internasional Prestasi Peserta Didik Indonesia di Bidang Matematika, Sains, dan Membaca. Jakarta.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional. (2007). Permendiknas No. 41 tentang Standar Proses untuk Satuan Dasar dan Menengah. Jakarta: Mendiknas. Puszczak, K., dkk. (2013). Analysis of Sample Size in Consumer Surveys. Task

force on quality of BCS data.

Riduwan, (2010). Dasar-Dasar Statistika. Bandung: Alfabeta.

Rule, A. C., and Meyer, M. A. (2009). Teaching Urban High School Students Global Climate Change Information and Graph Interpretation Skills Using Evidence from the Scientific Literature. Journal of Geoscience Education, 57(5). hal. 335-347.

Rychen, D. S., & Salganik, L. H. (2003). Definition and Selection of Key Competencies: Executive Summary. Göttingen, Germany: Hogrefe.

Shofia, G. (2013). Profil Literasi Sains Peserta Didik SMA Negeri di Garut. (Skripsi). FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Suherman, E. (2001). Evaluasi Proses dan Hasil Belajar Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka.

The Education Department Hong kong. (1998). Syllabuses for Secondary Schools. Hongkong: The Curriculum Development Council.

Toharudin , U. dkk. (2011). Membangun Literasi Sains Peserta Didik. Bandung: Humaniora.

Udompong, L., dan Wongwanich, S. (2013). Diadnosis of the Scientific Literacy Characteristics of Primary Studens. Procedia: Social and Behavioral Sciences, 116 (2014), hal. 5091-5096.

Univesitas Pendidikan Indonesia. (2014). Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Bandung: UPI.


(1)

40

4) Melakukan interpretasi terhadap capaian pada setiap butir soal Tabel 3.8

Klasifikasi Persentase Literasi Sains Persentase (%) Kriteria

Lebih besar 80 Baik sekali

66-79 Baik

56-65 Cukup

40-55 Kurang

Lebih kecil 39 Gagal

(Arikunto, 2012, hal. 281)

3. Analisis Angket

Hasil Angket berupa tanggapan peserta didik, proses pembelajaran dan soal tes literasi sains. Hasil dari angket diubah ke dalam bentuk persentase dengan menggunkan rumus sebagai berikut:

P = 100%

Dengan P = persentase, x = jumlah jawaban yang sesuai, dan y = jumlah jawaban seluruhnya. Setelah memperoleh hasil lalu diinterpretasikan pada tabel 3.9 menurut kriteria yang disusun oleh Koentjaraningrat (1994, hal. 134) sebagai berikut:

Tabel 3.9

Tafsiran Persentase Jawaban Angket Persentase Jawaban (%) Interpretasi

0 Tidak ada

1 – 25 Sebagian kecil

26 – 49 Hampir Setengahnya

50 Setengahnya

51 – 75 Hampir sebagian besar

76-99 Pada umumnya


(2)

Rini Juliani, 2015

Rekonstruksi Rancangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Melalui Analisis Kesulitan Literasi Sains Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama Pada Topik Listrik Dinamis

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis terhadap data profil literasi sains peserta didik maka ditemukan:

1. Profil literasi sains peserta didik dilihat dari kerangka pengukuran domain literasi sains PISA 2015 sebagai berikut. Profil literasi sains pada domain kompetensi ilmiah peserta didik adalah aspek menjelaskan fenomena ilmiah (61,42%), aspek menginterpretasikan data dan bukti ilmiah (56,76%) dan aspek mengevaluasi dan merancang penelitian ilmiah (42,31%). Profil literasi sains pada domain pengetahuan ilmiah peserta didik adalah aspek pengetahuan konten (83,74%), prosedural (43,12%) dan epistemik (47,44%). Maka Profil kesulitan literasi sains peserta didik pada domain kompetensi aspek mengevaluasi dan merancang penelitian ilmiah serta pada domain pengetahuan aspek prosedural dan epistemik.

2. Rekonstruksi RPP yang dirancang peneliti dibangun berdasarkan: (1) profil literasi sains siswa; (2) analisis RPP dan wawancara kepada guru serta kepada peserta didik; (3) analisis kurikulum beberapa negara yang memiliki literasi sains tinggi; (4) pembelajaran lebih difokuskan pada konteks yang ada disekitar peserta didik; (5) rekonstruksi lebih difokuskan pada kompetensi mengevaluasi dan merancang penelitian ilmiah dan pengetahuan prosedural. Komponen-komponen tersebut yang mendasari dan terdapat pada rancangan awal RPP yang direkonstruksi. Diharapkan, rekonstruksi RPP ini menjadi solusi aternatif untuk melatihkan dan meningkatkan literasi sains peserta didik.

B. Saran

Penelitian ini merupakan penelitian awal yang memerlukan perbaikan dan tindat lanjut untuk penelitian selanjutnya. Dari seluruh kegiatan penelitian yang telah dilakukan. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menindak lanjuti hasil penelitian ini adalah:


(3)

66

1. Literasi sains siswa diukur oleh beberapa indikator yang disajikan dalam tes literasi sains. Namun, peneliti hanya menguji beberapa indikator yang sesuai dengan topik permasalahan, diharapkan peneliti selanjutnya dapat mengembangkan istrumen tes literasi sains yang dapat mengukur seluruh indikator pada setiap domain, sehingga kemampuan literasi sains siswa dapat terukur secara menyeluruh.

2. Penelitian ini merupakan penelitian awal, dimana hasil dari penelitian ini berupa rancangan RPP yang dapat melatihkan literasi sains, sehingga perlu dilakukan langkah lebih lanjut seperti validasi ahli dan implementasi dalam bentuk penelitian lebih lanjut.

3. Implementasi yang dilakukan lebih menekankan pada cara melatihkan bagaimana merencanakan percobaan (menentukan variabel, merumuskan masalah, membuat prediksi, merancang prosedur percobaan); membimbing peserta didik dalam melakukan percobaan (medapatkan data yang sesuai, menjelaskan syarat keberlakuaan dalam percobaan, dan menginterpretasikan data); melatihkan peserta didik untuk mengevaluasi pembelajaran (menganlisis data yang kurang tepat, memberikan argumen yang berdasarkan bukti, mengusulkan cara mengevaluasi pertanyaan ilmiah) dan menarik kesimpulan yang tepat dari data.


(4)

Rini Juliani, 2015

Rekonstruksi Rancangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Melalui Analisis Kesulitan Literasi Sains Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama Pada Topik Listrik Dinamis

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR PUSTAKA

Anjarsari, P. (2014). Literasi Sains dalam Kurikulum dan Pembelajaran IPA

SMP. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Arikunto. (2013). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (edisi 2). Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Arikunto. (2012). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Claugh, J. K. (2013). Increasing Scientific Literacy a Shared Responsibility.

Washington: Smithsonian Institution. Diakses dari:

http://www.scifun.org/news/Increasing-Scientific-Literacy-a-Shared-Responsibility.pdf.

Creswell, J.W. (2012). Educational Research: Planning, Conducting, and

Evaluating Quantitative and Qualitative Research. (4rd ed.). Bolyston Street, Boston: Pearson Education

Firman, H. (2007). Laporan Hasil Analisis Literasi Sains Berdasarkan Hasil PISA

Nasional Tahun 2006.Puspendik.

Fitriani, w. (2014). Deskripsi Literasi Sains dalam Model Inquiri pada Materi

Laju Reaksi di SMAN 9 Pontianak. (Skripsi). FKIP, Universitas

Tnajungpura. Pontianak.

Foo, T.C.V., dkk. (2005). The Malaysian Literacy Assessment Project. Universitas Sains Malaysia, Penang, Malaysia. TESL Reporter 44, (1&2) hal. 51-64.

Gormally, C., dkk. (2009). Effects of Inquiry-Based Learning on Students Science Literacy Skill and Confidence. International journal for the Scolarship of

Teaching and Learning, 3 (2). Art. 16.

Guven, I., Yurdatapan, M., dan Sahin, F. (2014) The Effect of Project Based Educational Applications on the Scientific Literacy of 2nd Grade Elementary School Pupils. International Journal of Education and Research, 2 (1). hal. 1-12.

Hendriani, Y. (2010). Pengaruh Pembelajaran IPA Terpadu Terhadap


(5)

68

SMPN 1 Lembang. Bandung: Pusat Pengembangan Dan Pemberdayaan

Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam.

Hoolbrook, J., dan Rannikmae, M. (2007). The Meaning of Scientific Literacy.

International Journal of Environmental & Science Education. 4(3). hal.

275-288.

Israel, G.D. (1992) Determining Sample Size, Agricultural Education and Communication Department, University of Florida, IFAS Extension, PEOD6 (reviewed 2013) .

Jong, O.D. (2006). Context-Based Chemical Education: How to Improve it?. Sweden: Karlstad University.

Koentjaraningrat, (1994). Metode – Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta:

Gramedia.

Litowitz, J. K. (2013). Using Primary Literature to Teach Science Literacy to Introductory Biology Students. Youngstown: Journal of Microbiology and

Biology Education,14 (1).

Ministry of Education Singapore. (2013). Science Syllabus Lower and Upper

Secondary Normal (Technical). Singapura: Curriculum Planning &

Development Division.

Monkman, D. (2001). Science Curriculum Review Report. British Columbia Ministry of Education.

NCES. (2012). Table S1. Percentage Distribution of 15-Year-Old Students on

PISA Science Literacy Scale, by Proficiency Level and Education System:

2012. [Online]. Diakses dari

https://nces.ed.gov/surveys/pisa/pisa2012/pisa2012 highlights_4.asp.

OECD. (2013). PISA 2015 Draft Science Frame Work .[online]. Tersedia.

www.OECD.org/pisa/pisaproducts/Draft%20PISA%202015%20Science%2 0Framework%20.pdf [17 September 2014].

Priatna, D. R. (2009). Pembelajaran IPA Terpadu pada Topik Perubahan Materi

untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa SMP. (Thesis). Sekolah pasca


(6)

Puspendik Depsiknas, (2006). Dalam Panduan Seminar Sehari Hasil Studi

Internasional Prestasi Peserta Didik Indonesia di Bidang Matematika, Sains, dan Membaca. Jakarta.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional. (2007). Permendiknas No. 41 tentang

Standar Proses untuk Satuan Dasar dan Menengah. Jakarta: Mendiknas.

Puszczak, K., dkk. (2013). Analysis of Sample Size in Consumer Surveys. Task force on quality of BCS data.

Riduwan, (2010). Dasar-Dasar Statistika. Bandung: Alfabeta.

Rule, A. C., and Meyer, M. A. (2009). Teaching Urban High School Students Global Climate Change Information and Graph Interpretation Skills Using Evidence from the Scientific Literature. Journal of Geoscience Education, 57(5). hal. 335-347.

Rychen, D. S., & Salganik, L. H. (2003). Definition and Selection of Key Competencies: Executive Summary. Göttingen, Germany: Hogrefe.

Shofia, G. (2013). Profil Literasi Sains Peserta Didik SMA Negeri di Garut. (Skripsi). FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Suherman, E. (2001). Evaluasi Proses dan Hasil Belajar Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka.

The Education Department Hong kong. (1998). Syllabuses for Secondary Schools. Hongkong: The Curriculum Development Council.

Toharudin , U. dkk. (2011). Membangun Literasi Sains Peserta Didik. Bandung: Humaniora.

Udompong, L., dan Wongwanich, S. (2013). Diadnosis of the Scientific Literacy Characteristics of Primary Studens. Procedia: Social and Behavioral

Sciences, 116 (2014), hal. 5091-5096.

Univesitas Pendidikan Indonesia. (2014). Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Bandung: UPI.