BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sanitasi Total Berbasis Masyarakat 2.1.1 Sejarah STBM - Sistem Kendali Pintu Parkir Otomatis Menggunakan Bahasa C Berbasis Atmega16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

2.1.1 Sejarah STBM

  STBM merupakan adopsi dari keberhasilan pembangunan sanitasi total dengan menerapkan model CLTS (Community Led Total Sanitation). Pendekatan CLTS sendiri diperkenalkan oleh Kamal Kar dari India pada tahun 2004. Di tahun yang sama, Pemerintah Indonesia melakukan studi banding ke India dan Bangladesh. Penerapannya dimulai pertengahan tahun 2005, ketika pemerintah meluncurkan penggunaan metode ini di 6 desa yang terletak di 6 provinsi. Pada Juni 2006, Departemen Kesehatan mendeklarasikan pendekatan CLTS sebagai strategi nasional untuk program Sanitasi (Percik, 2008).

  Pada September 2006, program WSLIC ( Water and Sanitation for Low

  Income Communities) memutuskan untuk menerapkan pendekatan CLTS sebagai pengganti pendekatan dana bergulir di seluruh lokasi program (36 kabupaten).

  Pada saat yang sama, beberapa LSM mulai mengadopsi pendekatan ini. Mulai Januari sampai Mei 2007, Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Bank Dunia merancang proyek PAMSIMAS di 115 kabupaten. Program ini mengadopsi pendekatan CLTS dalam rancangannya (Percik, 2008).

  Bulan Juli 2007 menjadi periode yang sangat penting bagi perkembangan CLTS di Indonesia, karena pemerintah bekerja sama dengan Bank Dunia mulai mengimplementasikan sebuah proyek yang mengadopsi pendekatan sanitasi total bernama Total Sanitation and Sanitation Marketing (TSSM) atau Sanitasi Total dan pemasaran sanitasi (SToPS), dan pada tahun 2008 diluncurkannya sanitasi total berbasis masyarakat (STBM) sebagai strategi nasional (Kepmenkes RI No. 852/MENKES/SK/IX/2008).

  STBM yang tertuang dalam kepmenkes tersebut menekankan pada perubahan prilaku masyarakat untuk membangunan sarana sanitasi dasar dengan melalui upaya sanitasi meliputi tidak BAB sembarangan, mencuci tangan pakai sabun, mengelola air minum dan makanan yang aman, mengelola sampah dengan benar mengelola limbah air rumah tangga dengan aman nasional. Ciri utama dari pendekatan ini adalah tidak adanya subsidi terhadap infrastruktur (jamban keluarga), dan tidak menetapkan jamban yang nantinya akan dibangun oleh masyarakat. Pada dasarnya program STBM ini adalah “pemberdayaan” dan “tidak membicarakan masalah subsidi”. Artinya, masyarakat yang dijadikan “guru” dengan tidak memberikan subsidi sama sekali (Kepmenkes RI No.852/ MENKES/SK/IX/2008).

2.1.2 Definisi STBM

  Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang selanjutnya disingkat STBM adalah pendekatan untuk mengubah perilaku higienis dan saniter melalui pemberdayaan masyarakat dengan cara pemicuan. (Permenkes RI No. 03 Tahun 2014 Tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat).

  Program STBM memiliki indikator outcome dan indikator output. Indikator outcome STBM yaitu menurunnya kejadian penyakit diare dan penyakit berbasis lingkungan lainnya yang berkaitan dengan sanitasi dan perilaku. Sedangkan indikator output STBM adalah sebagai berikut :

  a. Setiap individu dan komunitas mempunyai akses terhadap sarana sanitasi dasar sehingga dapat mewujudkan komunitas yang bebas dari buang air di sembarang tempat (Open Defecation Free).

  b. Setiap rumah tangga telah menerapkan pengelolaan air minum dan makanan yang aman di rumah tangga.

  c. Setiap rumah tangga dan sarana pelayanan umum dalam suatu komunitas (seperti sekolah, kantor, rumah makan, puskesmas, pasar, terminal) tersedia fasilitas cuci tangan (air, sabun, sarana cuci tangan), sehingga semua orang mencuci tangan dengan benar.

  d. Setiap rumah tangga mengelola limbahnya dengan benar.

  e. Setiap rumah tangga mengelola sampahnya dengan benar.

  Untuk mencapai outcome tersebut, STBM memiliki 6 (enam) strategi nasional yang pada bulan September 2008 telah dikukuhkan melalui Kepmenkes No.852/Menkes/SK/IX/2008. Dengan demikian, strategi ini menjadi acuan bagi petugas kesehatan dan instansi yang terkait dalam penyusunan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi terkait dengan sanitasi total berbasis masyarakat. Pada tahun 2014, naungan hukum pelaksanaan STBM diperkuat dengan dikeluarkannya PERMENKES Nomor 3 Tahun 2014 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat. Dengan demikian, secara otomatis Kepmenkes No.852/Menkes/SK/IX/2008 telah tidak berlaku lagi sejak terbitnya Permenkes Nomor 3 tahun 2014 (PERMENKES Nomor 3 Tahun 2014).

  2.1.3 Tujuan STBM

  Penyelenggaraan STBM bertujuan untuk mewujudkan perilaku masyarakat yang higienis dan saniter secara mandiri dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. (Permenkes RI No.03 tahun 2014).

  2.1.4 Lima Pilar STBM

  Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dengan lima pilar akan mempermudah upaya meningkatkan akses sanitasi masyarakat yang lebih baik serta mengubah dan mempertahankan keberlanjutan budaya hidup bersih dan sehat. Pelaksanaan STBM dalam jangka panjang dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian yang diakibatkan oleh sanitasi yang kurang baik, dan dapat mendorong tewujudnya masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan (Permenkes RI No.03 tahun 2014). Pilar STBM terdiri atas perilaku:

  a. Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS) Suatu kondisi ketika setiap individu dalam suatu komunitas tidak lagi melakukan perilaku buang air besar sembarangan yang berpotensi menyebarkan penyakit dengan dapat mengakses jamban.

  b. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) Perilaku cuci tangan dengan menggunakan air bersih yang mengalir dan sabun.

  c. Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMMRT) Masyarakat melakukan kegiatan mengelola air minum dan makanan di rumah tangga untuk memperbaiki dan menjaga kualitas air dari sumber air yang akan digunakan untuk air minum, serta untuk menerapkan prinsip hygiene sanitasi pangan dalam proses pengelolaan makanan di rumah tangga.

  d. Pengamanan Sampah Rumah Tangga (PSRT) Masyarakat dapat melakukan kegiatan pengolahan sampah di rumah tangga dengan mengedepankan prinsip 3R yaitu Reduce (mengurangi), Reuse (memakai ulang), dan Recycle (mendaur ulang)

  e. Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga (PLCRT) Masyarakat melakukan kegiatan pengolahan limbah cair di rumah tangga yang berasal dari sisa kegiatan mencuci, kamar mandi dan dapur yang memenuhi standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan yang mampu memutusan mata rantai penularan penyakit serta mengurangi pencemaran terhadap lingkungan. ( Kemenkes RI, 2014)

2.1.5 Prinsip - Prinsip STBM

  Sanitasi total berbasis masyarakat (STBM) dalam pelaksanaanya program ini mempunyai beberapa prinsip utama, yaitu :

  1. Tidak adanya subsidi yang diberikan kepada masyarakat, tidak terkecuali untuk kelompok miskin untuk penyediaan fasilitas sanitasi dasar.

  2. Meningkatkan ketersediaan sarana sanitasi yang sesuai dengan kemampuandan kebutuhan masyarakat sasaran.

  3. Menciptakan prilaku masyarakat yang higienis dan saniter untuk mendukung terciptanya sanitasi total.

  4. Masyarakat sebagai pemimpin dan seluruh masyarakat terlibat dalam analisa permasalahan, perencanaan, pelaksanaan serta pemanfaatan dan pemeliharaan.

  5. Melibatkan masyarakat dalam kegiatan pemantauan dan evaluasi (Permenkes RI No.03 tahun 2014).

2.1.6 Metode STBM

  Implementasi STBM di masyarakat pada intinya adalah pemicuan setelah sebelumnya dilakukan analisa partisipatif oleh masyarakat itu sendiri (Permenkes RI No.03 tahun 2014).

  Untuk memfasilitasi masyarakat dalam menganalisa kondisinya, ada beberapa metode yang dapat diterapkan dalam kegiatan STBM, seperti :

  1. Pemetaan Bertujuan untuk mengetahui / melihat peta wilayah BAB masyarakat serta sebagai alat monitoring (pasca triggering, setelah ada mobilisasi masyarakat).

  Alat yang diperlukan : 1. Tanah lapang atau halaman.

  2. Bubuk putih untuk membuat batas desa.

  3. Potongan-potongan kertas untuk menggambarkan rumah penduduk.

  4. Bubuk kuning untuk menggambarkan kotoran.

  5. Kapur tulis berwarna untuk garis akses penduduk terhadap sarana sanitasi. Proses yang dilakukan :

  1. Mengajak masyarakaat untuk membuat outline desa/ dusun/ kampung, seperti batas desa/ dusun/ kampung, jalan, sungai dan lain-lain.

  2. Siapkan potongan kertas dan minta masyarakat untuk mengambilnya, menuliskan nama kepala keluarga masing-masing dan menempatkannya sebagai rumah, kemudian peserta berdiri di atas kertas tersebut.

  3. Minta mereka untuk menyebutkan tempat BABnya masing-masing. Jika seseorang BAB di luar rumahnya baik itu di tempat terbuka maupun numpang di tetangga, tunjukkan tempatnya dan tandai dengan bubuk kuning. Beri tanda dari masing-masing KK ke tempat BABnya.

  4. Tanyakan dimana tempat melakukan BAB dalam kondisi darurat seperti pada malam hari, saat hujan atau saat sakit perut.

  2. Transect Walk Bertujuan untuk melihat dan mengetahui tempat yang paling sering dijadikan tempat BAB. Dengan mengajak masyarakat berjalan dan berdiskusi di tempat tersebut, diharapkan masyarakat akan merasa jijik dan bagi orang yang biasa BAB di tempat tersebut diharapkan akan terpicu rasa malunya.

  Proses yang dilakukan :

  1. Mengajak masyarakat untuk mengunjungi lokasi yaang sering dijadikan tempat BAB (didasarkan pada hasil pemetaan).

  2. Lakukan analisa patisipatif di tempat tersebut.

  3. Menanyakan siapa saja yang sering BAB di tempat tersebut atau siapa yang BAB di tempat tersebut pada hari itu.

  4. Menanyakan kepada masyarakat, apakah mereka senang dengan keadaan seperti itu.

  3. Alur Kontaminasi (Oral Fecal) Bertujuan untuk mengajak masyarakat untuk melihat bagaimana kotoran manusia dapat dimakan oleh manusia yang lainnya.

  Alat yang diperlukan :

  1. Gambar tinja dan gambar mulut

  2. Potongan-potongan kertas

  3. Spidol Proses yang dilakukan :

  1. Menanyakan kepada masyarakat apakah mereka yakin bahwa tinja bisa masuk ke dalam mulut?

  2. Menanyakan bagaimana tinja bis a ”dimakan oleh manusia?” Melalui apa saja? Minta masyarakat untuk menggambarkan atau menuliskan hal-hal yang menjadi perantara tinja sampai ke mulut.

  4. Simulasi air yang telah terkontaminasi Bertujuan untuk mengetahui sejauh mana persepsi masyarakat terhadap air yang biasa mereka gunakan sehari-hari.

  Alat yang diperlukan :

  1. Ember yang diisi air (air mentah/sungai atau air masak/ air minum)

  2. Polutan air/ tinja Proses yang dilakukan :

  1. Ambil satu ember air sungai dan minta salah seorang untuk menggunakan air tersebut untuk cuci muka, kumur-kumur dan lainnya.

  2. Bubuhkan sedikit tinja ke dalam ember yang sama, kenudia minta salah seorang peserta untuk melakukan hal yang sama sebelum ember tersebut diberikan tinja.

  3. Tunggu reaksinya. Jika peserta menolak melakukannya, tanyakan alasannya? Apa bedanya dengan kebiasaan masayarakat yang sudah terjadi selama ini.

  Apa yang akan dilakukan kemudian hari?

  5. Diskusi Kelompok (Focus Group Discussion) Bersama-sama dengan masyarakat melihat kondisi yang ada dan menganalisanya sehingga diharapkan dengan sendirinya masyarakat dapat merumuskan apa yang sebaiknya dilakukan atau tidak dilakukan. Pembahasannya meliputi:

  a. FGD untuk memicu rasa malu dan hal-hal yang bersifat pribadi

  1. Menanyakan berapa banyak perempuan yang biasa melakukan BAB di tempat terbuka dan alasan mengapa mereka melakukannya.

  2. Menanyakan bagaimana perasaan mereka jika BAB di tempat terbuka dapat dilihat oleh orang lain.

  3. Tanyakan bagaimana perasaan para laki-laki, ketika istri, anaknya atau ibunya BAB di tempat terbuka dan dilihat oleh orang lain.

  b. FGD untuk memicu rasa jijik dan takut sakit

  1. Mengajak masyarakat untuk menghitung kembali jumlah tinja di kampungnya dan kemana perginya tinja tersebut.

  2. Mengajak untuk melihat kembali peta, dan kemudian taanyakan rumah mana saja pernah terkena diare, dan berapa biaya yang dikeluarkan untuk berobat, menanyakan apakah ada anggota keluarga yang meninggal karena diare? c. FGD untuk memicu hal-hal yang berkaitan dengan keagamaan

  1. Lakukan dengan mengutip hadits atau pendapat alim ulama yaang relevan dengan larangan atau dampak buruk dari melakukan BAB sembarangan.

  d. FGD menyangkut kemiskinan FGD ini biasanya berlangsung ketika masyaarakat ssudah terpicu dan ingin berubah, namun terhambat dengan tidak adanya uang untuk membangun jamban. Apabila masyarakat mengatakan bahwa membangun jamban itu perlu dana besar, maka harus diberikan solusi dengan memberikan alternatif dengan menawarkan bentuk jamban yang paling sederhana.

  Metode yang dilakukan ini bertujuan untuk memicu masyarakat untuk memperbaiki sarana sanitasi, dengan adanya pemicuan ini target utama dapat tercapai yaitu: merubah perilaku sanitasi dari masyarakat yang masih melakukan kebiasaan BAB di sembarang tempat. Faktor-faktor yang harus dipicu beserta metode yang digunakan dalam kegiatan STBM untuk menumbuhkan perubahan perilaku sanitasi dalam suatu komunitas (Permenkes RI No.03 tahun 2014).

  • – hal yang harus dipicu

  2 Pemetaan rumah warga yang terkena diare dengan didukung data puskesmas

  sarana sanitasi yang digunakan masyarakat, dari sarana yang sangat sederhana sampai sarana sanitasi yang sangat layak dilihat dari aspek kesehatan, keamanan dan kenyamanan bagi penggunanya.

  Sanitation Ladder atau tangga sanitasi merupakan tahap perkembangan

  Gerakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat tidak meminta atau menyuruh masyarakat untuk membuat sarana sanitasi tetapi hanya mengubah perilaku sanitasi mereka. Namun pada tahap selanjutnya ketika masyarakat sudah mau merubah kebiasaan BAB nya, sarana sanitasi menjadi suatu hal yang tidak terpisahkan dari kegiatan sehari-hari.

  Sumber : Permenkes RI Nomor 03 Tahun 2014

  Bangladesh atau India.

  3 Alur kontaminasi Aspek agama Mengutip hadits atau pendapat-pendapat para ahli agama yang relevan dengan perilaku manusia yang dilarang karena merugikan manusia itu sendiri. Privacy FGD (terutama dengan perempuan) Kemiskinan Membandingkan kondisi di desa/dusun yang bersangkutan dengan masyarakat “termiskin” seperti di

  1 Perhitungan jumlah tinja

Tabel 2.1. Faktor-Faktor Yang Harus Dipicu dan Metode Yang Digunakan Dalam Kegiatan STBM

  2 FGD (terutama untuk perempuan) Takut sakit FGD

  1 Transect walk (meng-explore pelaku open defecation)

  Rasa malu

  2 Demo air yang mengandung tinja, untuk digunakan cuci muka, kumur-kumur, sikat gigi, cuci piring, cuci pakaian, cuci makanan / beras, wudlu, dll

  1 Transect walk

  Alat yang digunakan Rasa jijik

  Hal

2.1.7 Tangga Sanitasi (Sanitation Ladder)

  Seringkali pemikiran masyarakat akan sarana sanitasi adalah sebuah bangunan yang kokoh, permanen, dan membutuhkan biaya yang besar untuk membuatnya. Pemikiran ini sedikit banyak menghambat kemauan masyarakat untuk membangun jamban, karena alasan ekonomi dan lainnya sehingga kebiasaan masyarakat untuk buang air besar pada tempat yang tidak seharusnya tetap berlanjut.

  Pada prinsipnya sebuah sarana sanitasi terbagi menjadi tiga kelompok berdasarkan letak konstruksi dan kegunaannya. Pertama adalah bangunan bawah tanah yang berfungsi sebagai tempat pembuangan tinja. Fungsi bangunan bawah tanah adalah untuk melokalisir tinja dan mengubahnya menjadi lumpur stabil.

  Kedua adalah bangunan di permukaan tanah (landasan). Bangunan di permukaan ini erat kaitannya dengan keamanan saat orang tersebut membuang hajat. Ketiga adalah bangunan dinding. Bangunan atau dinding penghalang erat kaitannya dengan faktor kenyamanan, psikologis dan estetika.

  Dari lima kegiatan program STBM yang diperkenalkan, kegiatan untuk penghentian kegiatan BAB di tempat terbuka merupakan pintu masuk pengenalan konsep sanitasi total kepada masyarakat. Buang air besar sembarangan merupakan perilaku yang masih sering dilakukan masyarakat pedesaan. Kebiasaan ini disebabkan tidak tersedianya sarana sanitasi berupa jamban. Penyediaan sarana pembuangan kotoran manusia atau tinja (jamban) adalah bagian dari usaha sanitasi yang cukup penting peranannya, khususnya dalam usaha pencegahan penularan penyakit saluran pencernaan. Ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan, maka pembuangan kotoran yang tidak saniter akan dapat mencemari lingkungan, terutama dalam mencemari tanah dan sumber air (Suparmin, 2002).

2.2 Jamban

2.2.1 Pengertian Jamban

  Jamban adalah suatu fasilitas pembuangan tinja manusia. Jamban terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya (Abdullah, 2010). Jamban keluarga adalah suatu fasilitas pembuangan tinja bagi suatu keluarga (Depkes RI, 2009).

  Menurut Kusnoputranto (1997) Jamban keluarga adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan mengumpulkan kotoran sehingga kotoran tersebut tersimpan dalam suatu tempat tertentu dan tidak menjadi penyebab suatu penyakit serta tidak mengotori permukaan.

  Sementara itu menurut Soemardi (1999) pengertian jamban adalah pengumpulan kotoran manusia disuatu tempat sehingga tidak menyebabkan bibit penyakit yang ada pada kotoran manusia dan mengganggu estetika.

  Jamban keluarga sangat berguna bagi manusia dan merupakan bagian dari kehidupan manusia, karena jamban dapat mencegah berkembangnya berbagai penyakit saluran pencernaan yang disebabkan oleh kotoran manusia yang itdak dikelola dengan baik.

  Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014 tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, jamban sehat adalah suatu fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit. Sementara pengertian kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat-zat yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh ini berbentuk tinja, air seni dan CO

  2 (Notoatmodjo, 2010).

  Ditinjau dari kesehatan lingkungan membuang kotoran ke sembarang tempat menyebabkan pencemaran tanah, air dan udara yang menimbulkan bau.

  Dalam peningkatan sanitasi jamban, kita harus mengetahui persyaratan pembuangan tinja.

  Adapun bagian-bagian dari sanitasi pembuangan tinja adalah sebagai berikut (Kumoro, 1998)

  1. Rumah Kakus Rumah kakus mempunyai fungsi untuk tempat berlindung pemakainya dari pengaruh sekitarnya aman. Baik ditinjau dari segi kenyamanan maupun estetika. Konstruksinya disesuaikan dengan keadaan tingkat ekonomi rumah tangga.

  2. Lantai Kakus Berfungsi sebagai sarana penahan atau tempat pemakai yang sifatnya harus baik, kuat dan mudah dibersihkan serta tidak menyerap air. Konstruksinya juga disesuaikan dengan bentuk rumah kakus.

  3. Tempat Duduk Kakus Melihat fungsi tempat duduk kakus merupakan tempat penampungan tinja yang kuat dan mudah dibersihkan juga bisa mengisolir rumah kakus jadi tempat pembuangan tinja, serta berbentuk leher angsa atau memakai tutup yang mudah diangkat (Simanjuntak P, 1999)

  4. Kecukupan Air Bersih Untuk menjaga keindahan jamban dari pandangan estetika, jamban hendaklah disiram minimal 4-5 gayung sampai kotoran tidak mengapung di lubang jamban atau closet. Tujuan menghindari penyebaran bau tinja dan menjaga kondisi jamban tetap bersih selain itu kotoran tidak dihinggapi serangga sehingga mencegah penyakit menular.

  5. Tersedia Alat Pembersih Alat pembersih adalah bahan yang ada di rumah kakus didekat jamban. Jenis alat pembersih ini yaitu sikat, bros, sapu, tissu dan lainnya. Tujuan alat pembersih ini agar jamban tetap bersih setelah jamban disiram air. Pembersihan dilakukan minimal 2-3 hari sekali meliputi kebersihan lantai agar tidak berlumut dan licin.

  6. Tempat Penampungan Tinja Adalah rangkaian dari sarana pembuangan tinja yang fungsinya sebagai tempat mengumpulkan kotoran/tinja. Konstruksinya dapat berbentuk sederhan berupa lobang tanah saja.

  7. Saluran Peresapan Adalah sarana terakhir dari suatu sistem pembuangan tinja yang lengkap untuk mengalirkan dan meresapkan cairan yang bercampur kotoran/tinja.

2.2.2 Jenis Jamban Keluarga

  Jamban keluarga yang didirikan mempunyai beberapa pilihan. Pilihan yang terbaik ialah jamban yang tidak menimbulkan bau, dan memiliki kebutuhan air yang tercukupi dan berada di dalam rumah. Jamban/kakus dapat dibedakan atas beberapa macam ( Chayatin ,2009) :

  1. Jamban Cemplung Bentuk jamban ini adalah yang paling sederhana. Jamban cemplung ini hanya terdiri atas sebuah galian yang di atasnya diberi lantai dan tempat jongkok. Lantai jamban ini dapat dibuat dari bambu atau kayu, tetapi dapat juga terbuat dari batu bata atau beton. Jamban semacam ini masih menimbulkan gangguan karena baunya.

  2. Jamban Plengsengan Jamban semacam ini memiliki lubang tempat jongkok yang dihubungkan oleh suatu saluran miring ke tempat pembuangan kotoran.

  Jadi tempat jongkok dari jamban ini tidak dibuat persis di atas penampungan, tetapi agak jauh. Jamban semacam ini sedikit lebih baik dan menguntungkan daripada jamban cemplung, karena baunya agak berkurang dan keamanan bagi pemakai lebih terjamin.

  3. Jamban Bor Dinamakan demikian karena tempat penampungan kotorannya dibuat dengan menggunakan bor. Bor yang digunakan adalah bor tangan yang disebut bor auger dengan diameter antara 30-40 cm. Jamban bor ini mempunyai keuntungan, yaitu bau yang ditimbulkan sangat berkurang. Akan tetapi kerugian jamban bor ini adalah perembesan kotoran akan lebih jauh dan mengotori air tanah.

  4. Angsa trine (Water Seal Latrine) Di bawah tempat jongkok jamban ini ditempatkan atau dipasang suatu alat yang berbentuk seperti leher angsa yang disebut bowl. Bowl ini berfungsi mencegah timbulnya bau. Kotoran yang berada di tempat penampungan tidak tercium baunya, karena terhalang oleh air yang selalu terdapat dalam bagian yang melengkung. Dengan demikian dapat mencegah hubungan lalat dengan kotoran.

  5. Jamban di Atas Balong (Empang) Membuat jamban di atas balong (yang kotorannya dialirkan ke balong) adalah cara pembuangan kotoran yang tidak dianjurkan, tetapi sulit untuk menghilangkannya, terutama di daerah yang terdapat banyak balong. Sebelum kita berhasil menerapkan kebiasaan tersebut kepada kebiasaan yang diharapkan maka cara tersebut dapat diteruskan dengan persyaratan sebagai berikut: a. Air dari balong tersebut jangan digunakan untuk mandi

  b. Balong tersebut tidak boleh kering

  c. Balong hendaknya cukup luas

  d. Letak jamban harus sedemikian rupa, sehingga kotoran selalu jatuh di air

  e. Ikan dari balong tersebut jangan dimakan

  f. Tidak terdapat sumber air minum yang terletak sejajar dengan jarak 15 meter g. Tidak terdapat tanam-tanaman yang tumbuh di atas permukaan air

  6. Jamban Septic Tank. Septic tank berasal dari kata septic, yang berarti pembusukan secara anaerobik. Nama septic tank digunakan karena dalam pembuangan kotoran terjadi proses pembusukan oleh kuman-kuman pembusuk yang sifatnya anaerob. Septic tank dapat terdiri dari dua bak atau lebih serta dapat pula terdiri atas satu bak saja dengan mengatur sedemikian rupa (misalnya dengan memasang beberapa sekat atau tembok penghalang), sehingga dapat memperlambat pengaliran air kotor di dalam bak tersebut.

  Dalam bak bagian pertama akan terdapat proses penghancuran, pembusukan dan pengendapan. Dalam bak terdapat tiga macam lapisan yaitu: a. Lapisan yang terapung, yang terdiri atas kotoran-kotoran padat

  b. Lapisan cair

  c. Lapisan endap Banyak macam jamban yang digunakan tetapi jamban pedesan di

  Indonesia pada dasarnya digolongkan menjadi 2 macam yaitu :

  1. Jamban tanpa leher angsa. Jamban yang mempunyai bermacam cara pembuangan kotorannya yaitu: a. Jamban cubluk, bila kotorannya dibuang ke tanah

  b. Jamban empang, bila kotorannya dialirkan ke empang

  2. Jamban leher angsa. Jamban ini mempunyai 2 cara pembuangan kotorannya yaitu: a. Tempat jongkok dan leher angsa atau pemasangan slab dan bowl langsung di atas galian penampungan kotoran b. Tempat jongkok dan leher angsa atau pemasangan slab dan bowl tidak berada langsung di atas galian penampungan kotoran tetapi dibangun terpisah dan dihubungkan oleh suatu saluran yang miring ke dalam lubang galian penampungan kotoran (Warsito, 1996).

2.2.3 Standar Dan Persyaratan Kesehatan Bangunan Jamban

  Jamban sehat harus dibangun, dimiliki, dan digunakan oleh keluarga dengan penempatan (di dalam rumah atau di luar rumah) yang mudah dijangkau oleh penghuni rumah. (Permenkes RI No.3 Thn 2014) Standar dan persyaratan kesehatan bangunan jamban terdiri dari:

  a) Bangunan atas jamban (dinding dan/atau atap) Bangunan atas jamban harus berfungsi untuk melindungi pemakai dari gangguan cuaca dan gangguan lainnya.

  Sumber :Permenkes RI No.3 Tahun 2014

  Gambar 1 Bangunan atas jamban (dinding dan/atau atap)

  b) Bangunan tengah jamban Terdapat 2 (dua) bagian bangunan tengah jamban, yaitu:

  a. Lubang tempat pembuangan kotoran (tinja dan urine) yang saniter dilengkapi oleh konstruksi leher angsa. Pada konstruksi sederhana (semi saniter), lubang dapat dibuat tanpa konstruksi leher angsa, tetapi harus diberi tutup.

  b. Lantai Jamban terbuat dari bahan kedap air, tidak licin, dan mempunyai saluran untuk pembuangan air bekas ke Sistem Pembuangan Air Limbah (SPAL).

  Sumber :Permenkes RI No.3 Tahun 2014

  Gambar 2 Bangunan tengah jamban

  c) Bangunan Bawah Merupakan bangunan penampungan, pengolah, dan pengurai kotoran/tinja yang berfungsi mencegah terjadinya pencemaran atau kontaminasi dari tinja melalui vektor pembawa penyakit, baik secara langsung maupun tidak langsung. Terdapat 2 (dua) macam bentuk bangunan bawah jamban, yaitu:

  a. Tangki Septik, adalah suatu bak kedap air yang berfungsi sebagai penampungan limbah kotoran manusia (tinja dan urine). Bagian padat dari kotoran manusia akan tertinggal dalam tangki septik, sedangkan bagian cairnya akan keluar dari tangki septik dan diresapkan melalui bidang/sumur resapan. Jika tidak memungkinkan dibuat resapan maka dibuat suatu filter untuk mengelola cairan tersebut.

  b. Cubluk, merupakan lubang galian yang akan menampung limbah padat dan cair dari jamban yang masuk setiap harinya dan akan meresapkan cairan limbah tersebut ke dalam tanah dengan tidak mencemari air tanah, sedangkan bagian padat dari limbah tersebut akan diuraikan secara biologis. Bentuk cubluk dapat dibuat bundar atau segi empat, dindingnya harus aman dari longsoran, jika diperlukan dinding cubluk diperkuat dengan pasangan bata, batu kali, buis beton, anyaman bambu, penguat kayu, dan sebagainya.

  Sumber :Permenkes RI No.3 Tahun 2014

  Gambar 3 Bangunan Bawah

2.2.4 Syarat Jamban Sehat

  Jamban keluarga sehat adalah jamban yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : (Depkes RI, 2004).

  1. Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampung berjarak 10-15 meter dari sumber air minum.

  2. Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus.

  3. Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok sehingga tidak mencemari tanah di sekitarnya.

  4. Mudah dibersihkan dan aman penggunannya.

  5. Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna.

  6. Cukup penerangan

  7. Lantai kedap air

  8. Ventilasi cukup baik

  9. Tersedia air dan alat pembersih Menurut Arifin dalam Abdullah (2010) ada tujuh syarat-syarat jamban sehat yaitu:

  1. Tidak mencemari air

  a. Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar lubang kotoran tidak mencapai permukaan air tanah maksimum.

  Dinding dan dasar lubang kotoran harus dipadatkan dengan tanah liat atau diplester b. Jarak lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10 meter

  c. Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor dari lubang kotoran tidak merembes dan mencemari sumur

  2. Tidak mencemari tanah permukaan Jamban yang sudah penuh, segera disedot untuk dikuras kotorannya, kemudian kotoran ditimbun di lubang galian

  3. Bebas dari serangga

  a. Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras setiap minggu. Hal ini penting untuk mencegah bersarangnya nyamuk demam berdarah

  b. Ruangan jamban harus terang karena bangunan yang gelap dapat menjadi sarang nyamuk c. Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang bisa menjadi sarang kecoa atau serangga lainnya d. Lantai jamban harus selalu bersih dan kering

  e. Lubang jamban harus tertutup khususnya jamban cemplung

  4. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan

  a. Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup setiap selesai digunakan b. Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus tertutup rapat oleh air c. Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa ventilasi untuk membuang bau dari dalam lubang kotoran d. Lantai jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin.

  Pembersihan harus dilakukan secara periodik

  5. Aman digunakan oleh pemakainya Untuk tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding lubang kotoran seperti: batu bata, selongsong anyaman bambu atau bahan penguat lain

  6. Mudah dibersihkan dan tidak menimbulkan gangguan bagi pemakainya

  a. Lantai jamban seharusnya rata dan miring ke arah saluran lubang kotoran b. Jangan membuang plastik, puntung rokok atau benda lain ke saluran kotoran karena dapat menyumbat saluran c. Slab (tempat kaki berpijak waktu si pemakai jongkok)

  d. Closet (lubang tempat feces masuk)

  e. Pit (sumur penampungan feces) Adalah rangkaian dari sarana pembuangan tinja yang fungsinya sebagai tempat mengumpulkan kotoran/tinja. Konstruksinya dapat berbentuk sederhana berupa lubang tanah saja

  f. Bidang resapan Adalah sarana terakhir dari suatu sistem pembuangan tinja yang lengkap untuk mengalirkan dan meresapkan cairan yang bercampur kotoran/tinja

  Jarak aman antara lubang kakus dengan sumber air minum dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain : (Chandra, 2007)

  1. Topografi tanah : Topografi tanah dipengaruhi oleh kondisi permukaan tanah dan sudut kemiringan tanah.

  2. Faktor hidrologi : yang termasuk dalam faktor hidrologi antara lain Kedalaman air tanah, Arah dan kecepatan aliran tanah, Lapisan tanah yang berbatu dan berpasir. Pada lapisan jenis ini diperlukan jarak yang lebih jauh dibandingkan dengan jarak yang diperlukan untuk daerah yang lapisan tanahnya terbentuk dari tanah liat.

  3. Faktor Meteorologi : di daerah yang curah hujannya tinggi, jarak sumur harus lebih jauh dari kakus.

  4. Jenis mikroorganisme : Karakteristik beberapa mikroarganisme ini antara lain dapat disebutkan bahwa bakteri patogen lebih tahan pada tanah basah dan lembab. Cacing dapat bertahan pada tanah yang lembab dan basah selama 5 bulan, sedangkan pada tanah yang kering dapat bertahan selam 1bulan.

  5. Faktor Kebudayaan : Terdapat kebiasaan masyarakat yang membuat sumur tanpa dilengkapi dengan dinding sumur.

  6. Frekuensi Pemompaan : Akibat makin banyaknya air sumur yang diambil untuk keperluan orang banyak, laju aliran tanah menjadi lebih cepat untuk mengisi kekosongan (Chandra, 2007).

2.2.5 Manfaat dan Fungsi Jamban Keluarga

  Jamban berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari lingkungan. Jamban yang baik dan memenuhi syarat kesehatan akan menjamin beberapa hal, yaitu :

  1. Melindungi kesehatan masyarkat dari penyakit

  2. Melindungi dari gangguan estetika, bau dan penggunaan saran yang aman

  3. Bukan tempat berkembangnya serangga sebagai vektor penyakit

  4. Melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan lingkungan (Azwar,2000)

2.3 Pemeliharaan Jamban

  Jamban hendaknya selalu dijaga dan dipelihara dengan baik. Adapun cara pemeliharaan yang baik menurut Depkes RI 2004 adalah sebagai berikut:

  1. Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan kering

  2. Di sekeliling jamban tidak ada genangan air

  3. Tidak ada sampah berserakanan

  4. Rumah jamban dalam keadaan baik

  5. Lantai selalu bersih dan tidak ada kotoran yang terlihat

  6. Lalat, tikus dan kecoa tidak ada

  7. Tersedia alat pembersih

  8. Bila ada yang rusak segera diperbaiki

  9. Selain itu ditambahkan juga pemeliharaan jamban keluarga dapat dilakukan dengan: a. Air selalu tersedia dalam bak atau dalam ember

  b. Sehabis digunakan, lantai dan lubang jongkok harus disiram bersih agar tidak bau dan mengundang lalat.

  c. Lantai jamban diusahakan selalu bersih dan tidak licin, sehingga tidak membahayakan pemakai.

  d. Tidak memasukkan bahan kimia dan detergen pada lubang jamban.

  e. Tidak ada aliran masuk kedalam lubang jamban selain untuk membilas tinja.

2.4 Perilaku Buang Air Besar

2.4.1 Pengertian Perilaku

  Perilaku yaitu suatu respon seseorang yang dikarenakan adanya suatu stimulus/ rangsangan dari luar (Notoatmodjo, 2012).

  Perilaku dibedakan menjadi dua yaitu perilaku tertutup (covert behavior) dan perilaku terbuka (overt behavior). Perilaku tertutup merupakan respon seseorang yang belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Sedangkan perilaku terbuka merupakan respon dari seseorang dalam bentuk tindakan yang nyata sehingga dapat diamati lebih jelas dan mudah (Fitriani, 2011).

  2.4.2 Perilaku Kesehatan

  Perilaku kesehatan merupakan suatu respon dari seseorang berkaitan dengan masalah kesehatan, penggunaan pelayanan kesehatan, pola hidup, maupun lingkungan sekitar yang mempengaruhi (Notoatmodjo, 2007).

  Menurut Becker, 1979 yang dikutip dalam Notoatmodjo (2012), perilaku kesehatan diklasifikasikan menjadi tiga : a. Perilaku hidup sehat (healthy life style) Merupakan perilaku yang berhubungan dengan usaha-usaha untuk meningkatkan kesehatan dengan gaya hidup sehat yang meliputi makan menu seimbang, olahraga yang teratur, tidak merokok, istirahat cukup, menjaga perilaku yang positif bagi kesehatan.

  b. Perilaku sakit (illness behavior) Merupakan perilaku yang terbentuk karena adanya respon terhadap suatu penyakit. Perilaku dapat meliputi pengetahuan tentang penyakit serta upaya pengobatannya.

  c. Perilaku peran sakit (the sick role behavior) Merupakan perilaku seseorang ketika sakit. Perilaku ini mencakup upaya untuk menyembuhkan penyakitnya.

  2.4.3 Determinan perilaku kesehatan

  a. Faktor-faktor predisposisi (disposing factors) Faktor-faktor predisposisi merupakan faktor yang mempermudah terjadinya suatu perilaku. Yang termasuk faktor predisposisi yaitu pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan lain-lain.

  b. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors) c. Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena jamban akan cepat penuh

  7. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan

  a. Jamban harus berdinding dan berpintu b.Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga pemakainya terhindar dari kehujanan dan kepanasan (Abdullah, 2010).

  Menurut Ehlers dkk dalam Entjang (2000), syarat-syarat pembuangan kotoran yang memenuhi aturan kesehatan adalah: a. Tidak mengotori tanah permukaan

  b. Tidak mengotori air permukaan

  c. Tidak mengotori air dalam tanah

  d. Tempat kotoran tidak boleh terbuka e. Jamban terlindung dari penglihatan orang lain.

  Menurut Entjang (2000), ciri-ciri bangunan jamban yang memenuhi syarat kesehatan yaitu harus memiliki: a. Rumah jamban

  Rumah jamban mempunyai fungsi untuk tempat berlindung pemakainya dari pengaruh sekitarnya. Baik ditinjau dari segi kenyamanan maupun estetika.

  Konstruksinya disesuaikan dengan keadaan tingkat ekonomi rumah tangga

  b. Lantai jamban Berfungsi sebagai sarana penahan atau tempat pemakai yang sifatnya harus baik, kuat dan mudah dibersihkan serta tidak menyerap air. Konstruksinya juga disesuaikan dengan bentuk rumah jamban

  Faktor-faktor pemungkin merupakan faktor-faktor yang merupakan sarana dan prasarana untuk berlangsungnya suatu perilaku. Yang merupakan faktor pemungkin misalnya lingkungan fisik dan ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan setempat.

  c. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors) Faktor-faktor penguat adalah faktor yang memperkuat terjadinya suatu perilaku. Yang merupakan faktor pendorong dalam hal ini adalah sikap dan perilaku petugas kesehatan maupun petugas yang lain dalam upaya mempromosikan perilaku kesehatan.

2.4.4 Domain perilaku

  Berdasarkan dari teori Bloom, perilaku dibagi menjadi tiga yaitu pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan praktik (practice) (Notoatmodjo, 2012).

  a. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan adalah hasil dari suatu proses pembelajaran seseorang terhadap sesuatu baik itu yang didengar maupun yang dilihat (Fitriani, 2011).

  1) Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif :

  a) Tahu (know) Tahu berarti seseorang tersebut dapat mengingat kembali materi yang pernah dipelajari sebelumnya dengan cara menyebutkan, menguraikan,dan sebagainya.

  b) Memahami (comprehension) Memahami yaitu mampu untuk dapat menjelaskan sesuatu yang telah dipelajari sebelumnya dengan jelas serta dapat membuat suatu kesimpulan dari suatu materi. c) Aplikasi (application) Aplikasi berarti seseorang mampu untuk dapat menerapkan materi yang telah dipelajari ke dalam sebuah tindakan yang nyata.

  d) Analisis (analysis) Analisis merupakan tahap dimana seseorang telah dapat menjabarkan masing- masing materi, tetapi masih memiliki kaitan satu sama lain. Dalam menganalisis, seseorang bisa membedakan atau mengelompokkan materi berdasarkan kriteria yang sudah ditentukan.

  e) Sintesis (synthetis) Sintesis adalah kemampuan seseorang dalam membuat temuan ilmu yang baru berdasarkan ilmu lama yang sudah dipelajari sebelumnya.

  f) Evaluasi (evaluation) Tingkatan pengetahuan yang paling tinggi adalah evaluasi. Dari hasil pembelajaran yang sudah dilakukan, seseorang dapat mengevaluasi seberapa efektifnya pembelajaran yang sudah ia lakukan. Dari hasil evaluasi ini dapat dinilai dan dijadikan acuan untuk meningkatkan strategi pembelajaran baru yang lebih efektif lagi. 2) Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

  Faktor-faktor pengetahuan menurut Wawan & Dewi (2011) dibedakan menjadi faktor internal dan faktor eksternal : a) Faktor internal

  (1) Pendidikan Pendidikan dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap pola hidup terutama dalam motivasi sikap. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin mudah untuk penerimaan informasi.

  (2) Pekerjaan Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003) pekerjaan merupakan suatu cara mencari nafkah yang membosankan, berulang, dan banyak tantangan. Pekerjaan dilakukan untuk menunjang kehidupan pribadi maupun keluarga. Bekerja dianggap kegiatan yang menyita waktu. (3) Umur Usia adalah umur individu yang terhitung mulai dari dilahirkan sampai berulang tahun (Elisabeth BH, dikutip dari Nursalam, 2003).

  Menurut Hurlock (1998), semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir.

  b) Faktor eksternal (1) Faktor lingkungan Lingkungan sekitar dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku individu maupun kelompok. Jika lingkungan mendukung ke arah positif, maka individu maupun kelompok akan berperilaku positif, tetapi jika lingkungan sekitar tidak kondusif, maka individu maupun kelompok tersebut akan berperilaku kurang baik.

  (2) Sosial budaya Sistem sosial budaya yang ada dalam masyarakat juga mempengaruhi sikap dalam penerimaan informasi.

  3) Kriteria tingkat pengetahuan Penilaian pengetahuan menurut Arikunto (2006) dikutip dari Wawan &

  Dewi (2011) diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu : a) Baik : dengan presentase 76%-100%

  b) Cukup : dengan presentase 56%-75%

  c) Kurang : dengan presentase <56%

  b. Sikap (Attitude) Reaksi yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus disebut sikap.

  Sikap belum merupakan suatu tindakan nyata, tetapi masih berupa persepsi dan kesiapan seseorang untuk bereaksi terhadap stimulus yang ada di sekitarnya.

  Sikap dapat diukur secara langsung dan tidak langsung. Pengukuran sikap merupakan pendapat yang diungkapkan oleh responden terhadap objek (Notoatmodjo, 2007).

  Secara garis besar sikap terdiri dari komponen kognitif (ide yang dipelajari), komponen perilaku (berpengaruh terhadap respon sesuai atau tidak sesuai), dan komponen emosi (menimbulkan respon-respon yang konsisten) (Wawan & Dewi, 2011).

  Berikut akan disajikan skema terbentuknya sikap dan reaksi.

  Reaksi Stimulus Proses Stimulus Tingkah laku

  Ransangan (terbuka) Sikap (tertutup

  Gambar 4 Proses terbentuknya sikap dan reaksi

  1) Tingkatan sikap menurut Fitriani, 2011 :

  a) Menerima (receiving) : seseorang mau dan memperhatikan rangsangan yang diberikan. b)Merespons (responding) : memberi jawaban apabila ditanya, menyelesaikan tugas yang diberikan sebagai tanda seseorang menerima ide tersebut. c)Menghargai (valuing) : tingkatan selanjutnya dari sikap adalah menghargai. Menghargai berarti seseorang dapat menerima ide dari orang lain yang mungkin saja berbeda dengan idenya sendiri, kemudian dari dua ide yang berbeda tersebut didiskusikan bersama antara kedua orang yang mengajukan ide tersebut.

  d) Bertanggung jawab (responsible) : mampu mempertanggungjawabkan sesuatu yang telah dipilih merupakan tingkatan sikap yang tertinggi.

  2) Fungsi sikap menurut Wawan & Dewi, 2011 :

  a) Fungsi instrumental atau fungsi manfaat atau fungsi penyesuaian Disebut fungsi manfaat karena sikap dapat membantu mengetahui sejauh mana manfaat objek sikap dalam pencapaian tujuan. Dengan sikap yang diambil oleh seseorang, orang dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungan sekitar, disini sikap berfungsi untuk penyesuaian.

  b) Fungsi pertahanan ego Sikap tertentu diambil seseorang ketika keadaan dirinya atau egonya merasa terancam. Seseorang mengambil sikap tertentu untuk mempertahankan egonya. c) Fungsi ekspresi nilai Pengambilan sikap tertentu terhadap nilai tertentu akan menunjukkan sistem nilai yang ada pada diri individu yang bersangkutan.

  d) Fungsi pengetahuan Jika seseorang mempunyai sikap tertentu terhadap suatu objek, itu berarti menunjukkan orang tersebut mempunyai pengetahuan terhadap objek sikap yang bersangkutan. 3) Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap menurut Wawan & Dewi (2011) adalah : a) Pengalaman pribadi Pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat agar dapat dijadikan sebagai dasar pembentukan sikap yang baik. Sikap akan lebih mudah terbentuk jika pengalaman pribadi yang terjadi melibatkan faktor emosional.

  b) Pengaruh orang lain yang dianggap penting Individu cenderung mempunyai sikap yang searah dengan orang yang dianggapnya penting karena dimotivasi oleh keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggapnya penting tersebut.

  C)Pengaruh kebudayaan Kebudayaan memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat asuhannya sehingga kebudayaan yang dianut menjadi salah satu faktor penentu pembentukan sikap seseorang.

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sepsis 2.1.1. Infeksi dan Inflamasi - Penurunan Kadar Laktat Pada Pemberian Norepinefrin Dengan Plasebo Dan Norepinefrin Dengan Adjuvan Vasopresin Pada Pasien Syok Sepsis

0 0 31

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Ginjal Kronis - Hubungan Jumlah Trombosit dengan Fungsi Trombosit pada Pasien Penyakit Ginjal Kronis Tahap Akhir Pre-Hemodialisis

0 0 13

B. Karakteristik Balita - Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kejadian Gizi Kurang pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat Kecamatan Medan Timur Tahun 2016

0 0 27

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Harmonisa - Reduksi Harmonisa Pada Uninterruptible Power Supply (UPS) Dengan Single Tuned Passive Filter

0 2 22

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Komputer Dalam merancang sebuah sistem informasi, digunakan suatu alat pendukung yaitu komputer. Bahasa komputer berasal dari bahasa asing yaitu To Compute, yang artinya hitung. - Sistem Informasi Manajemen Koperasi Sim

0 3 11

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke 2.1.1 Defenisi Stroke - Dukungan Pasangan dalam Merawat Pasien Stroke yang Mengalami Disabilitas Fungsional di Rumah

0 0 58

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Penggunaan Kata Pelengkap Buyu (补语) Dalam Kalimat Bahasa Mandarin Pada Koran Guoji Ribao 《国际日报》补语句子使用分析《Guójì Rìbào》Bǔyǔ Jùzi Shǐyòng Fēnxī

1 7 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Kas 2.1.1.1. Pengertian Kas dan Unsur-unsur Kas - Analisis Penerapan Pengendalian Internal Penerimaan Kas dan Piutang Usaha pada PT. Bright Supermart M. Yamin Medan

0 2 29

BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Perilaku Konsumen 2.1.1 Pengertian Perilaku Konsumen - Pengaruh Promosi dan Store Atmosphere Terhadap Impulse Buying Dengan Shopping Emotion Sebagai Variabel Intervening (Studi Pada Matahari Department Store Cabang Medan Fair Pla

0 9 29

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 LENSA 2.1.1 Anatomi Lensa - Perbandingan Kadar Enzim Glutation Peroksidase Pada Penderita Katarak Diabetika dan Non Diabetika

0 0 26