PENERAPAN IPTEK PADA USAHA KERAJINAN SARUNG GOYOR DI KECAMATAN KALIJAMBE KABUPATEN SRAGEN Tutik Dwi Karyanti

  

PENERAPAN IPTEK PADA USAHA KERAJINAN SARUNG GOYOR

DI KECAMATAN KALIJAMBE KABUPATEN SRAGEN

1) 1)

  

Tutik Dwi Karyanti , Sartono

1 Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Semarang

  Jl Prof Soedharto, Semarang

  

Abstract

This activity aims to improve the competence of The Crafts Gloves Goyor "King Tex" and

The Crafts Gloves Goyor "Mr. Marjono". Sampling is purposive sampling, data were

collected through interviews and observations. The results showed that its equipment is still

lacking is plangkan for granting motifs and colors and electrically klos tool. Besides the

equipment, there is a lack of knowledge about management, bookkeeping and calculation of

production costs. Furthermore, the application of science and technology activities through

the provision of equipment such as electrical klos tool on the second object, especially on

gloves goyor "King Tex" coupled with plangkan equipment. Besides the help of the

equipment are also given the knowledge of management, bookkeeping and how to calculate

the cost of production in accordance with the rules right. With additional knowledge and

tools owned by the expected turnover of production can be increased.

  Keywords: craft weaving, goyor gloves, tools

Abstrak

Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi Usaha Kerajinan Sarung Goyor

”Prabu Tex” dan Usaha Kerajinan Sarung Goyor ”Bapak Marjono”. Pengambilan sampel

secara purposive sampling, data dikumpulkan dengan wawancara dan observasi. Hasil

menunjukkan bahwa peralatan yang dimiliki masih kurang yaitu plangkan untuk pemberian

motif dan warna serta alat klos elektrik. Disamping peralatan, juga belum memiliki

pengetahuan tentang manajemen, pembukuan dan perhitungan biaya produksi. Selanjutnya

dilakukan kegiatan penerapan iptek melalui pemberian bantuan peralatan berupa alat klos

elektrik pada kedua obyek, khususnya pada usaha sarung goyor “Prabu Tex” ditambah

dengan peralatan plangkan. Disamping bantuan peralatan juga diberi pengetahuan

manajemen, pembukuan dan cara perhitungan biaya produksi sesuai dengan kaidah yang

benar. Dengan tambahan pengetahuan dan peralatan yang dimiliki maka diharapkan omzet

produksi dapat ditingkatkan.

  Kata kunci: kerajinan tenun, sarung goyor, peralatan PENDAHULUAN

  Sragen adalah salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Tengah memiliki produk unggulan desa diantaranya sarung goyor, tenun lurik, sarung troso dan batik. Usaha kerajinan tergolong usaha mikro kecil menengah, menurut Ravik Karsidi (2005) merupakan bagian integral dari dunia usaha nasional yang mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Demikian pula sambutan Menkop (Maret 2013), pada kunjungannya ke Kabupaten Sragen dalam rangka mendorong produk unggulan sesuai potensi daerah bahwa pengembangan produk unggulan daerah diperlukan sebagai upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat sekaligus bagian dari upaya menurunkan tingkat pengangguran dan pengentasan kemiskinan.

  Kalijambe adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Sragen Propinsi Jawa Tengah,

terletak di ujung barat daya Kabupaten Sragen. Daerah ini sebagian warganya memiliki

mata pencaharian pada industri kerajinan sarung goyor dengan peran yang berbeda,

sebagai penenun atau tenaga kerjanya dan sebagai pengusaha atau yang memproduksi,

sehingga tidak kurang dari 60 penenun ada di daerah tersebut. Pekerjaan ini merupakan

pekerjaan yang turun temurun, tahun 1955 sudah banyak yang memproduksi sarung

goyor.

  Usaha Sarung Goyor “Prabu Tex” memiliki pengalaman serta prospek bagus di dunia bisnis. Pemerintah melalui Kementerian Koperasi sangat mendukung dan memfasilitasi, Bapak Krisna sebagai salah satu pengurus Koperasi yang bergerak di bidang usaha sarung goyor telah berupaya agar koperasinya berkembang dengan baik, namun justru sebaliknya, sebab sebagian pengurus koperasi tersebut memiliki kesibukan yang berbeda. Akhirnya Bapak Krisna memutuskan untuk melanjutkan usaha sarung goyor tersebut, sayang sekali usaha yang telah dirintis berhenti begitu saja, selanjutnya diberi nama “Prabu Tex”.

  Apabila dilihat dari peta daerah, Kecamatan Kalijambe berada antara Kota Surakarta dan Kabupaten Sragen, mata pencaharian masyarakatnya sangat beragam, banyak industri kerajinan lain seperti mebel, konveksi, dll untuk memasok kebutuhan Kota Surakarta demikian pula daerah Sragen sendiri. Namun demikian karena latar banyak masyarakatnya yang enggan untuk pindah ke lain pekerjaan. Demikian pula dengan Bapak Krisna yang masih tergolong muda berusia 31 tahun, berupaya mempertahankan warisan leluhur dengan menekuni usaha kerajinan tenun sarung goyor.

  Kerajinan tenun merupakan usaha yang padat karya, proses produksi yang digunakan adalah proses perubahan bentuk. Proses perubahan bentuk menurut Suwinardi dan Arif Nursyahid (2011), adalah proses produksi dengan cara mengubah bentuk sehingga menambah daya guna barang tersebut. Sarung goyor menggunakan bahan baku benang dengan bantuan alat tenun bukan mesin, benang tersebut diubah bentuknya menjadi bahan sandang yang memiliki nilai seni dan nilai jual tinggi.

  Proses produksinyapun masih sangat sederhana yaitu secara manual sehingga memakan waktu lama, satu bulan rata-rata hanya mampu menghasilkan 4 kodi atau 80 potong sarung. Pada hal dilihat dari prospek usaha sangat bagus, karena sarung goyor banyak diminati oleh konsumen luar negeri, disamping sebagai pakaian harian juga sebagai pakaian ibadah bagi pria. Bahannya yang khas apabila dipakai pada cuaca panas akan terasa dingin, sebaliknya dipakai pada cuaca dingin terasa hangat. Pernah mendapatkan order dari negara Somalia 50 kodi per bulan, namun tidak bisa melayani mengingat keterbatasan yang dimiliki. Sebetulnya hal ini merupakan peluang yang sangat bagus bagi usaha Bapak Krisna namun masih ada beberapa kendala yang masih harus diatasi untuk melancarkan proses produksinya.

  Produk kerajinan tenun yang berupa sarung goyor dari sisi kualitas dibedakan menjadi dua yaitu kualitas satu dan kualitas dua disebut juga kw 1 dan kw 2. Pembeli yang datang pada umumnya adalah pedagang untuk dijual lagi. Harga sarung goyor untuk kw 1, satu kodi (20 buah) harganya Rp. 4.500.000,- sampai dengan Rp. 4.900.000,-, sedangkan kw 2 per kodi harganya sekitar Rp. 3.000.000,-.

  Proses produksi pembuatan sarung goyor kurang lebih melalui 17 proses. Mula- mula bahan benang rayon yang sudah berwarna putih diputihkan lagi, hal ini dilakukan agar putihnya benang merata untuk mendapatkan hasil pewarnaan yang lebih bagus (warna menjadi tajam). Selanjutnya di kelos yaitu dipindah ke gulungan kecil-kecil, setelah itu di skir yaitu dipasang pada plangkan untuk diberi motif atau gambar. Proses selanjutnya ditali, untuk pemberian warna melepas beberapa tali, begitu seterusnya hingga ikatan tali lepas semua dengan kombinasi warna sesuai motif yang telah dibuat. Selanjutnya dibongkar atau digulung, setelah digulung di palet yang merupakan proses awal penenunan. Proses ini dilakukan untuk benang yang diatur membujur dan benang yang diatur melintang, selanjutnya dilakukan proses penenunan dengan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM). Setelah selesai menjadi bahan sarung, dipotong sesuai ukuran, dijahit, dicuci, dipress terakhir dikemas.

  Proses produksi pembuatan sarung goyor mulai awal sampai produk jadi terdapat urutan yang pasti, apabila terdapat tahapan yang menghadapi masalah maka waktu yang diperlukan menjadi lebih lama. Dilihat dari urutan proses produksi menurut Suwinardi dan Arif Nursyahid (2011) terdapat dua macam tipe yaitu proses produksi terus menerus (continuous process) dan proses produksi terputus putus (intermittent

  

process ). Proses pembuatan sarung goyor memiliki urutan yang pasti, sehingga tipe

proses produksinya terus menerus (continuous process).

  Dilihat dari aspek produksi, pembuatan sarung goyor belum bisa memenuhi permintaan, karena lamanya proses produksi masih menggunakan alat tenun bukan tahapan proses produksi menggunakan mesin, namun tidak bisa karena tekstur benang dari rayon yang lembut sehingga mudah patah, penggunaan mesin harus disesuaikan dengan sifat bahan dan perlu dirancang khusus. Tingginya biaya operasional serta terbatasnya teknologi yang dimiliki menjadikan omzet produksi belum bisa mencapai target. Seperti yang dikemukakan Imroatul Khasanah (2004), teknologi merupakan elemen kritis dari rantai nilai tambah dan sebagai suatu sumberdaya, sama halnya dengan faktor produksi yang lain seperti bahan baku dan tenaga ahli.

  Keterbatasan peralatan dan teknologi yang dimiliki menjadikan proses produksi memakan waktu lama karena masih dilakukan secara manual. Proses klos secara manual akan menghasilkan 4 pak benang selama 2 hari, dengan mesin klos khusus listrik bisa menghasilkan 20 pak benang setiap hari, perbandingannya 1 : 10. Tingginya biaya operasional serta terbatasnya modal, peralatan plangkan yang dimiliki belum mencukupi apalagi mesin klos listrik yang dirancang secara khusus belum memungkinkan untuk dibeli.

  Usaha Kerajinan Tenun Sarung Goyor “Prabu Tex” meskipun dapat dikatakan masih belum lama namun sudah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Bapak

  Krisna sebelum mengelola usahanya sendiri telah berpengalaman mengelola usaha sarung goyor milik koperasi. Desa Sambirembe Kecamatan Kalijambe dikenal dengan pusat kerajinan tenun sarung goyor, sehingga apabila ada permasalahan yang muncul, bisa saling tukar pengalaman dengan sesama pengrajin yang lain. Hal ini bisa dilakukan karena hampir tidak ada permasalahan dalam kegiatan pemasaran sehingga hampir tidak ada unsur persaingan, bahkan lebih cenderung mengadakan kerjasama.

  Sarung goyor adalah termasuk produk tekstil, kedekatan Sragen terutama Kecamatan Kalijambe dengan Kota Surakarta yang dikenal juga dengan Kota Solo menjadikan pemasaran dan penjualan sarung tersebut lebih mudah mengingat Kota Solo banyak industri tekstil serta pusat penjualan atau kulakan seperti Pasar Klewer, Beteng dan Pusat Grosir Solo (PGS). Penjualan dilakukan dalam partai besar oleh pembeli umumnya dari Kota Solo untuk dijual lagi. Lokasi usaha merupakan faktor strategis yang sangat penting, menurut Murdifin Haming dan Mahmud Nurnajamuddin (2011), lokasi dipilih dengan cermat dan hati-hati dengan mempertimbangkan berbagai aspek, diantaranya jenis usaha, skala usaha, ketersediaan bahan baku dan konsumen. Sarung goyor ini juga banyak diminati oleh konsumen dari luar negeri dari pada dalam negeri yaitu Timur Tengah dan Afrika.Sarung goyor memiliki kelebihan yaitu apabila dipakai pada cuaca dingin terasa hangat, sedangkan pada cuaca panas terasa dingin. (Kompas.Com, Senin 13/12/2012)

  Berdasarkan permasalahan yang dihadapi untuk lebih meningkatkan efisiensi produksi maka kendala yang dihadapi saat ini perlu segera diberikan solusi jalan keluar agar usaha kerajinan tenun sarung goyor mampu menangkap peluang bisnis yang bagus. Dengan peralatan yang memadai dapat meningkatkan omzet produksi sehingga mampu memenuhi permintaan lokal maupun luar negeri.

  Usaha Kerajinan Tenun Sarung Goyor “Bapak Marjono” dibandingkan dengan

  Bapak Krisna, Bapak Marjono memiliki pengalaman yang jauh lebih lama, sejak tahun 1960 sudah mulai bekerja sebagai penenun. Dilihat dari faktor usia juga jauh berbeda, Bapak Marjono sudah berusia 75 tahun, dengan jarak lokasi 200 meter di Desa Sambirembe karena memang mayoritas penduduknya memiliki mata pencaharian pada kerajinan tenun sarung goyor. Pada awalnya pada saat belum berkeluarga Bapak Marjono sudah mulai menggeluti pekerjaan dalam pembuatan sarung goyor, setelah tahapan proses produksi dilakukan dengan jasa pihak luar.

  Dunia usaha seperti juga yang lain tidak lepas dari permasalahan, dari waktu ke waktu permasalahan yang muncul dihadapi dengan mencari jalan keluar terbaik. Banyaknya warga di Desa Sambirembi yang juga memiliki matapencaharian sama, dalam mengatasi permasalahan saling memberikan saran, bahkan saling membantu dan bekerjasama. Sarung Goyor yang diproduksi di pedesaan ini tidak hanya diminati konsumen dalam negeri namun justru lebih banyak di luar negeri. Usaha padat karya, menggunakan alat tenun bukan mesin yang proses pembuatannya memakan waktu lama, perlu mendapatkan perhatian tersendiri agar omzet produksi dapat ditingkatkan untuk memenuhi permintaan pasar.

  Usaha Kerajinan Tenun Sarung Goyor “Marjono” adalah usaha tenun sarung goyor yang memproduksi sarung dengan kualitas satu. Proses produksi pembuatan sarung goyor sama, sebelumnya terlebih dahulu dipersiapkan untuk benang yang diatur membujur dan benang yang diatur melintang. Mula-mula bahan benang rayon yang sudah berwarna putih diputihkan lagi, hal ini dilakukan agar putihnya benang merata untuk mendapatkan hasil pewarnaan yang lebih bagus (warna menjadi tajam). Selanjutnya di kelos yaitu dipindah ke gulungan kecil-kecil, setelah itu di skir yaitu dipasang pada plangkan untuk diberi motif atau gambar. Proses selanjutnya ditali, untuk pemberian warna melepas beberapa tali, begitu seterusnya hingga ikatan tali lepas semua dengan kombinasi warna sesuai motif yang telah dibuat. Selanjutnya dibongkar atau digulung, setelah digulung di palet yang merupakan proses awal penenunan. Proses penenunan menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM), setelah selesai menjadi bahan sarung, dipotong sesuai ukuran, dijahit, dicuci, dipress terakhir dikemas.

  Melihat urutan proses produksi mulai awal sampai produk jadi terdapat urutan yang pasti, menurut Suwinardi dan Arif Nursyahid (2011) terdapat dua macam tipe proses produksi yaitu proses produksi terus menerus (continuous process) dan proses produksi terputus putus (intermittent process). Pada proses pembuatan sarung goyor terdapat urutan yang pasti, sehingga tipe proses produksi adalah terus menerus (continuous process ).

  Biaya operasional untuk pembuatan sarung goyor ini sangat tinggi, diperlukan modal yang berlipat mulai dari modal untuk pengadaan bahan baku, modal yang tertahan pada barang dalam proses dan barang jadi yang siap untuk dijual. Disamping itu juga penggunaan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) menjadikan proses produksi memakan waktu lama, sehingga perputaran modal juga menjadi lama. Hal ini perlu dicarikan jalan keluar agar proses produksi menjadi lebih efisien, misalnya menggunakan mesin elektrik untuk mempercepat hasil pada proses klos yaitu memindah benang menjadi gulungan kecil-kecil untuk diproses lebih lanjut. Keterbatasan teknologi akan menghambat proses produksi, seperti yang dikemukakan Imroatul Khasanah (2004), teknologi merupakan elemen kritis dari rantai nilai tambah dan sebagai suatu sumber daya, sama halnya dengan faktor produksi yang lain seperti bahan baku dan tenaga ahli.

  Seperti halnya pada usaha kerajinan tenun sarung goyor “Prabu Tex”, usaha kerajinan tenun sarung goyor “Marjono” proses produksi masih dilakukan secara manual sehingga memakan waktu lama, proses klos secara manual akan menghasilkan 4 pak benang selama 2 hari, dengan mesin klos khusus listrik bisa menghasilkan 20 pak benang setiap hari, perbandingannya 1 : 10. Produk sarung yang dihasilkan per untuk menggunakan jasa produksi dari luar dengan hasil produksi sarung 250 potong per bulan atau sekitar 2,5 kodi. Tingginya biaya operasional serta terbatasnya modal, keinginan untuk memiliki mesin klos elektrik belum menjadi prioritas meskipun sebetulnya kebutuhan tersebut sudah mendesak.

  Usaha Kerajinan Tenun Sarung Goyor “Bapak Marjono” mengalami peningkatan yang cukup pesat. Pada awal memproduksi semampunya dengan tenaga kerja yang ada, namun seiring dengan perjalanan waktu, permintaan mengalami peningkatan, terbatasnya kapasitas peralatan dan tenaga kerja akhirnya diputuskan untuk menggunakan jasa dari pihak luar. Usaha kerajinan dapat dikatakan usaha yang padat karya (labour intensive) namun memakan waktu lama dan biaya operasional tinggi, dengan demikian dapat dikatakan juga sebagai usaha yang padat modal (capital

  

intensive ). Keterbatasan modal yang dimiliki para pengusaha di bidang kerajinan

  tersebut perlu mengatur pada sisi lain yaitu kebutuhan tenaga kerja dengan membuat perencanaan. Melalui perencanaan ini maka kebutuhan tenaga kerja baik jumlah dan jenis yang dibutuhkan pada setiap periode tertentu dapat diperhitungkan (Tri Maryati, 2002).

  Sarung Goyor yang dihasilkan secara rutin sudah ada yang mengambil, Bapak Marjono memiliki pelanggan tetap yaitu pemasok sarung ke pusat perbelanjaan di Kota Solo maupun untuk di ekspor ke luar negeri. Banyaknya usaha kerajinan tenun sarung goyor di Desa Sambirembe tidak tertutup kemungkinan untuk saling bekerja sama bahu membahu agar usaha yang ditekuni berjalan lancar. Seperti yang telah dilakukan pada kedua mitra ini, apabila salah satu mengalami peningkatan permintaan sedangkan yang lain mengalami penurunan maka akan saling membantu. Kerjasama ini bisa juga dilakukan dengan usaha kerajinan yang lain agar pesanan bisa dilayani dengan baik mengingat para pemesan sudah menaruh kepercayaan.

  Kepercayaan ini perlu dipertahankan sebagai wujud dari cara memelihara dan mempertahankan pelanggan yang sudah dibina sejak lama juga untuk mempertahankan pelanggan baru. Segala daya upaya dilakukan untuk mempertahankan eksistensi dan keberlanjutan dari usaha kerajinan mebel yang sudah dimulai cukup lama, namun demikian dunia usaha dipengaruhi oleh lingkungan internal dan eksternal. Lingkungan internal lebih mudah diprediksi sehingga lebih mudah pula untuk diatasi, namun lingkungan eksternal sulit diprediksi sehingga kadang permasalahan yang dihadapi diluar batas kemampuan. Menghadapi kondisi tersebut maka permasalahan yang dihadapi perlu segera dicarikan jalan keluar, agar usaha dapat dijalankan sesuai dengan yang diharapkan.

METODE PENELITIAN

  Pada riset ini metode pengambilan sampel menggunakan purposive random sampling yaitu usaha kerajinan tenun sarung goyor yang memiliki prospek usaha untuk ditingkatkan namun menghadapi beberapa permasalahan dalam mengembangkan usahanya. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara secara langsung dengan pemilik usaha. Disamping wawancara dilakukan observasi pada lokasi usaha. Kedua metode ini untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi dalam hal pengelolaan usaha dan kapasitas produksinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

   Pada Usaha Kerajinan Tenun Sarung Goyor “Prabu Tex” dan “Bapak Marjono” menghadapi keterbatasan modal sehingga pada proses produksi belum efisien dan memerlukan waktu lebih lama karena belum memiliki mesin klos elektrik untuk mempercepat proses penggulungan benang menjadi gulungan yang kecil. Demikian pula pada Usaha Kerajinan Tenun Sarung Goyor “Prabu Tex” peralatan berupa plangkan yang diperlukan pada tahap pekerjaan skir pada benang untuk diberi motif belum mencukupi.

   Terbatasnya peralatan yang dimiliki pada kedua mitra membuat proses produksi tidak efisien, kapasitasnya belum mampu menghasilkan produk sesuai jumlah yang diinginkan.  Dengan latar belakang pendidikan, belum mampu mengelola usahanya dengan baik, dalam hal menanaj, menghitung biaya produksi dan pembukuan. Dari identifikasi tersebut dilakukan penerapan teknologi dengan memberikan pelatihan manajemen, pembukuan dan perhitungan biaya produksi, seperti pada gambar di bawah.

  SIMPULAN

  Selama ini peralatan klos yang digunakan untuk memintal benang masih secara manual, prosesnya lambat sehingga hasilnya belum bisa memenuhi sesuai kebutuhan. Dengan bantuan alat klos elektrik maka pintalan benang yang dihasilkan mampu mempercepat proses produksi, hal ini akan meningkatkan omzet produksi untuk memenuhi permintaan yang selalu meningkat. Sarung goyor adalah sarung yang dihasilkan oleh pengrajin merupakan ciri khas daerah, namun hasilnya mampu menembus pasar dunia. Kualitas bahan tidak diragukan, namun corak perlu ditingkatkan agak memiliki keunggulan tersendiri dan mampu mempertahankan pasar.

  Alat Klos Elektrik Plangkan Proses Pembuatan Sarung

  Proses Pembuatan Sarung

DAFTAR PUSTAKA

  Aditya Dinkop, Launching Produk Unggulan Daerah Melalui OVOP, Pemerintah Propinsi Jateng, 2013. Imroatul Khasanah, 2004, Pengaruh Teknologi Informasi Pada Strategi Pemasaran

  Internasional Terhadap Pangsa Pasar Luar Negeri. Jurnal Studi Manajemen dan Organisasi, Vol. 1 No. 1. Kompas.Com, Sarung Tenun Goyor Potensi Yang Terabaikan, Kabupaten Sukoharjo, diunduh 18 Maret 2013. M. Darussawa, Peningkatan Kompetensi Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi Di Era Global, Jurusan Keuangan dan Perbankan Politeknik Swadharma Jakarta. Murdifin Haming, Mahfud Nurnajamuddin, 2011, Manajemen Produksi Modern, Operasi Manufaktur dan Jasa – Buku 1, PT Bumi Aksara, Jakarta. Ravik Karsidi, 2005, Pemberdayaan Masyarakat untuk Usaha Kecil dan Mikro

  (Pengalaman Empiris di Wilayah Surakarta, Jateng), disampaikan dalam seminar nasional, IPB Bogor. Suwinardi, Arif Nursyahid, 2011, Manajemen Industri, Semarang, Polines Semarang. Tri Maryati, 2002, Perencanaan Sumber Daya Manusia Menyongsong Era Globalisasi: Sebuah Konsep, Utilitas, Vol. 10 No 1.

Dokumen yang terkait

REAKTUALISASI PENDIDIKAN ISLAM DALAM ERA POSTMODERNISME TANTANGAN MENUJU CIVIL SOCIETY DI INDONESIA

0 0 120

DI JALAN TOL SURABAYA Okkie Puspitorini 1) , Nur Adi Siswandari 1) , Ari Wijayanti 1)

0 0 13

TINJAUAN DISKRIPTIF DAN ANALITIK FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMILIHAN PRODI KOMPUTERISASI AKUNTANSI DI POLINES (Suatu Kajian Kebutuhan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan) Sarana

0 0 12

PENGEMBANGAAN ALAT UJI KOMPOSISI MASSA PADA LOGAM PADUAN BINER MENGGUNAKAN SENSOR VOLUME DAN MASSA Agus Slamet 1) , Wahyu Djalmono P 2) , Anwar Sukito A 3)

0 0 13

RANCANG BANGUN MESIN IRAT DAN SLICER BAMBU UNTUK PRODUKSI IRAT BAMBU SEBAGAI BAHAN BAKU KERAJINAN KUALITAS EKSPOR Suryanto1 , Sarana2 , Edy Suwarto3 , Suharto4

0 0 11

UJI FUNGSIONAL PENGEMBANGAN MOBILE-SPINNER MADU PADA PENINGKATAN PRODUKSI MADU LEBAH APIS MELLIFERA Lukman 1) , Budhi Surastri 2) , Heny Kusumayanti 1) , Rico Vendamawan 1), dan Vita Paramita, 1)

0 0 7

PENATAAN ULANG PENEMPATAN MENARA TELEKOMUNIKASI BERSAMA MENGGUNAKAN METODE MONTE CARLO DI WILAYAH SURABAYA Nur Adi Siswandari

0 0 12

RANCANG BANGUN PENDETEKSI DAN PENGENDALI PEMBELIAN BBM BERSUBSIDI DI SPBU BERBASIS RFID Slamet Widodo 1) , Sarono Widodo 2) , Sihono 3)

0 0 10

PENGARUH FILTER PASIF PADA JARINGAN LISTRIK AKIBAT PEMBEBANAN AC INVERTER 1 HP DAN 2 HP Djodi Antono 1) , Adi Wasono 2) , dan Lukas Joko Dwi Atmanto 3)

0 0 17

PENGARUH TEGANGAN DAN FREKUENSI TERHADAP INTENSITAS CAHAYA PADA LAMPU PENDAR ELEKTRONIK Martono Dwi Atmadja , Harrij Mukti Kristiana, Farida Arinie Soelistianto

0 0 8