PTG Kelompok 1 PENGEMBANGAN KEBIASAAN AF

MAKALAH

PENGEMBANGAN KEBIASAAN AFEKTIF DAN
KETERAMPILAN MENGATASI KONFLIK
Tugas ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Terintegrasi
Dosen Pengampu: Mahilda Dea Komalasari, M.Pd.

Disusun Oleh:
Nurhayati

12144600084

Vita Ujianti

12144600090

Muhammad Rahmandani

12144600099

Verina Septiarni


12144600103

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA
2015

i

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat serta hidayah-Nya sehingga kami dapat mengerjakan dan menyelesaikan
makalah

“PENGEMBANGAN

KEBIASAAN

AFEKTIF


DAN

KETERAMPILAN MENGATASI KONFLIK”.
Makalah ini kami susun untuk melengkapi tugas Mata Kuliah Pendidikan
Terintegrasi. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih atas partisipasi, dorongan,
serta bimbingan yang telah berikan kepada kami dan tidak lupa kami ucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga selesainya
makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan.
Oleh karena itu kami berharap kritik dan saran yang bersifat konstruktif.

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.....................................................................................

i


KATA PENGANTAR....................................................................................

ii

DAFTAR ISI..................................................................................................

iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................

1

B. Rumusan Masalah.......................................................................

2

C. Tujuan..........................................................................................

2


BAB II PENGEMBANGAN KEBIASAAN AFEKTIF DAN KETERAMPILAN
MENGATASI KONFLIK
A.
B.
C.
D.

Pengembangan Kebiasaan Afektif.............................................
Pengembangan Keterampilan Mengatasi Konflik.....................
Metode Mediasi.........................................................................
Penanganan Konflik Sosial........................................................

3
4
6
8

BAB III KESIMPULAN
Kesimpulan......................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

iii

12

iv

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berangkat dari rasa keprihatinan atas kondisi bangsa kita dengan
maraknya peristiwa-peristiwa yang mendera saat ini, antara lain tingginya
tingkat kriminalitas, tingginya kasus korupsi, dan penegakan hukum yang
sepertinya masih jauh dari harapan nilai keadilan. Ditambah pula
berkembangnya acara-acara

tayangan di media cetak maupun noncetak

(jaringan maya, televisi, dll) yang memuat fenomena dan kasus perseteruan

dalam berbagai kalangan misal: tawuran antar remaja, antar sekolah, antar
warga, pornografi dan pornoaksi, dan lain-lain. Kejadian tersebut memberi
kesan seakan-akan bangsa kita sedang mengalami krisis etika dan krisis
kepercayaan diri yang berkepanjangan. Berdasarkan kenyataan tersebut,
pendidikan nilai/moral memang sangat diperlukan atas dasar argumen adanya
kebutuhan nyata dan mendesak, dan dapat dilaksanakan antara lain melalui
pembelajaran terintegrasi sekolah.
Tantangan globalisasi dan proses demokrasi yang semakin kuat dan
beragam disatu pihak, dan dunia persekolahan sepertinya lebih mementingkan
penguasaan dimensi pengetahuan dan mengabaikan pendidikan nilai/moral
saat ini, merupakan alasan yang kuat bagi Indonesia untuk membangkitkan
komitmen dan melakukan pendidikan karakter. Pendidikan karakter bangsa
diharapkan mampu menjadi alternatif solusi berbagai persoalan tersebut.
Kondisi dan situasi saat ini tampaknya menuntut pendidikan karakter yang
perlu ditransformasikan sejak dini, yakni sejak pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi secara holistik
dan sinambung.
Pembelajaran terintegarsi dimaksudkan untuk membentuk

dan


membiasakan kebiasaan afektif siswa. Pembelajaran terintegrasi merupakan
peleburan. Peleburan ini bisa dilakukan untuk beberapa mata pelajaran dalam
satu pembelajaran, atau peleburan beberapa nilai-nilai karakter dalam satu
1

pembelajaran. Hal ini dimaksudkan agar penanaman nilai karakter dalam diri
peserta didik lebih leluasa sehingga hasilnyapun diperoleh dengan maksimal.
Penanaman nilai karakter ini membutuhkan waktu yang cukup lama karena
membangun kebiasaan tidak dapat di lakukan secara singkat. Kemudian,
bagaimana mengembangkan kebiasaan afektif

bagi siswa? Dan apabila

terjadi konflik, bagaimana mengembangkan ketrampilan mengatasi konflik
tersebut?.
B. Rumusan Masalah
1.
2.
3.

4.

Bagaimana pengembangan kebiasaan afektif?
Bagaimana pengembangan keterampilan mengatasi konflik?
Apa yang dimaksud metode mediasi?
Bagaimana penanganan konflik sosial ?

C. Tujuan
1.
2.
3.
4.

Menjelaskan cara pengembangan kebiasaan afektif.
Menjelaskan cara pengembangan keterampilan mengatasi konflik.
Menjelaskan metode mediasi.
Menjelaskan cara penanganan konflik sosial.

2


D.
BAB II
PENGEMBANGAN KEBIASAAN AFEKTIF DAN KETERAMPILAN
MENGATASI KONFLIK

A.

Pengembangan Kebiasaan Afektif
Pengembangan

adalah

suatu

usaha

untuk

mengembangkan,


meningkatkan mutu sesuatu. Kebiasaan adalah sesuatu yang terus menerus
diulang tanpa adanya pemikiran terlebih dahulu, kebiasaan sudah tertanam
dalam jiwa seseorang tersebut sehingga dapat dilakukannya tanpa harus
dipikirkan terlebih dahulu. Afektif merupakan ranah yang berkaitan dengan
sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan,
minat, sikap, emosi, dan nilai.
Dari beberapa pengertian diatas bisa digabungkan pengembangan
kebiasaan afektif adalah proses atau usaha untuk meningkatkan mutu
seseorang dengan menanamkan nilai-nilai serta sikap ke dalam pikiran
seseorang tersebut. Tujuan dari pengembangan kebiasaan afektif ini adalah
dapat mewujudkan insane yang memiliki nilai dan sikap yang baik atau terpuji
dalam kehidupan sehari-harinya karena telah terbiasa.
Dalam

pembelajaran

terintegrasi

nilai-nilai


dan

sikap

tersebut

diaplikasikan dengan cara memasukkannya ke dalam berbagai bentuk kegiatan
pembelajaran. Siswa yang menjalani berbagai bentuk kegiatan tersebut
nantinya diharapkan memiliki sikap yang diinginkan seperti dalam tujuan
pembelajaran yang sebelumnya telah disusun.
Strategi pembelajaran afektif dapat digunakan dalam membangun
kebiasaan afektif siswa. Menurut Hamruni, Strategi pembelajaran afektif
adalah strategi pembelajaran yang mampu membentuk sikap peserta didik
melalui proses pembelajaran (Suyadi, 2013).

Pembelajaran afektif untuk

membentuk sikap peserta didik tidak bisa dibebankan pada hanya satu mata
pelajaran tertentu saja, artinya pembentukan sikap (afeksi) harus menjadi

3

tanggung jawab semua mata pelajaran. Mata pelajaran apapun yang diajarkan
dengan metode afektif dapat membentuk sikap dan mental peserta didik.
Proses terbentuknya sikap atau karakter pada diri peserta didik tidaklah
terjadi secara tiba-tiba, melainkan melewati proses berliku dalam rentang
waktu yang cukup panjang. Diperlukan pola pembiasaan dalam pembentukan
sikap atau karakter. Dalam proses pembelajaran di sekolah, guru dapat
menanamkan sikap tertentu kepada peserta didik melalui proses pembiasaan.
Contohnya, guru memberikan hadiah kepada siswanya yang berprestasi, lamakelamaan siswa tersebut akan selalu mengharapkan sebuah kemenangan tanpa
memikirkan

ada

tidaknya

sebuah

hadiah.

Jadi

hadiah

tidak

akan

mempengaruhi motivasi siswa untuk meraih prestasi.
B.

Pengembangan Keterampilan Mengatasi Konflik
Konflik adalah adanya pertentangan yang timbul di dalam seseorang
maupun dengan orang lain yang ada di sekitarnya. Konflik dapat berupa
perselisihan, adanya ketegangan, atau munculnya kesulitan-kesulitan lain di
antara dua pihak atau lebih.
Konflik merupakan sebuah masalah dan masalah haruslah segera
diselesaikan. Dalam menyelesaikan sebuah konflik tidaklah mudah, cepat –
lamanya mengatasi sebuah konflik bergantung bagaimana besar-kecil konflik
itu terjadi, seberapa banyak pihak yang terlibat konflik. Dan yang terpenting
adalah ketersediaan pihak-pihak yang terlibat konflik untuk menyelesaikan
sebuah konflik.
Konflik dalam lingkup pendidikan di sekolah adalah proses sosial dimana
warga sekolah atau suatu kelompok dalam lingkup sekolah berusaha untuk
memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai
dengan ancaman dan kekerasan. Konflik ini bisa terjadi pada siswa, guru,
kepala sekolah, TU, dan lain-lain yang termasuk dalam warga sekolah.
Dalam pembelajaran penyelesaian konflik biasa dijumpai dengan istilah
problem solving. Dalam problem solving siswa dihadapkan dengan masalah
yang harus diselesaikan dengan langkah yang benar sehingga masalah tersebut

4

dapat terselesaikan. Dalam penyelesaiannya siswa dituntut untuk mampu
menggunakan berbagai cara untuk menyelesaikan masalah yang telah
dihadapkan.
Dalam pembelajaran terintegrasi problem solving digunakan supaya
siswa dapat memecahkan berbagai masalah dalam kehidupan sehari-harinya
nanti. Dengan adanya kegiatan problem solving siswa memiliki berbagai
keterampilan menyelesaikan berbagai konflik.
Selain itu pengembangan ketrampilan mengatasi konflik juga bisa
dengan model pembelajaran resolusi konflik. Implementasi Model Pengajaran
Resolusi Konflik yang lebih bersifat personal dan afektif, yang diintegrasikan
melalui mata pelajaran, dapat meningkatkan pengetahuan siswa tentang
resolusi konflik. Pengetahuan yang memadai tentang konsep dan strategi
resolusi konflik, menjadi dasar bagi siswa untuk mampu menyelesaikan
konflik secara damai, demokratis, dan konstruktif.
Implementasi

Model

Pengajaran

Resolusi

Konflik

juga

dapat

meningkatkan sikap siswa terhadap resolusi konflik ke arah yang lebih positif.
Dengan sikap positif terhadap resolusi konflik ini, berarti siswa tidak
cenderung memandang konflik sebagai sesuatu yang negatif. Mereka
selanjutnya memiliki kecenderungan lebih positif untuk menyelesaikan sendiri
konfliknya dan membantu menyelesaikan konflik orang lain dengan cara
yang

damai,

demokratis

dan

konstruktif,

bukan melalui

kekerasan,

menuju ke arah pemecahan masalah yang sama-sama menguntungkan
(win-win problem solving).
Keterampilan lain untuk mengatasi konflik selain win-win approach
dalam resolusi konflik yaitu cretive response emphaty, assertiveness,
cooperative power, managing emotion, willingness to resolve, mapping the
conflict, designing option, negotition mediation, broadening perspectives.
Keberhasilan implementasi Model Pengajaran Resolusi Konflik di
sekolah dapat memberikan dampak positif bagi terciptanya sekolah yang
damai dan sehat secara psikologis, yang kondusif untuk mendukung proses
belajar mengajar yang baik. Dalam jangka panjang program pengajaran ini

5

dapat berkontribusi bagi terciptanya suatu masyarakat yang mampu
menyelesaikan konflik secara sehat, demokratis dan konstruktif.
C.

Metode Mediasi
Mediasi adalah proses negosiasi pemecahan masalah, di mana para pihak
yang tidak memihak bekerja sama dengan pihak yang bersengketa untuk
mencari kesepakatan bersama. Pihak luar tersebut disebut dengan mediator,
yang tidak berwenang untuk memutus sengketa, tetapi hanya membantu para
pihak untuk menyelesaiakan persoalan-persoalan yang dihadapi pihak yang
bersengketa.
Para ahli mengemukakan makna mediasi secara etimologi dan
terminologi. Secara etimologi, istilah mediasi berasal dari bahasa latin “
mediare “ yang berarti berada di tengah. Makna ini menunjuk pada peran
yang ditampilkan pihak ketiga sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya
menengahi dan menyelesaikan sengketa antara para pihak. “Berada di
tengah” juga bermakna mediator harus berada pada posisi netral dan tidak
memihak dalam menyelesaikan sengketa. Ia harus mampu menjaga
kepentingan para pihak yang bersengketa secara adil dan sama, sehingga
menumbuhkan kepercayaan (trust) dari para pihak yang bersengketa.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata mediasi memberikan arti
sebagai proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu
perselisihan sebagai penasihat. Pengertian tersebut mengandung tiga unsur
penting, yaitu :
1. Mediasi merupakan proses penyelesaian perselisihan atau sengketa yang
terjadi antar dua pihak atau lebih.
2. Pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa adalah pihak-pihak
yang berasal dari luar pihak bersengketa.
3. Pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa tersebut bertindak
sebagai penasihat dan tidak memiliki kewenangan apa-apa dalam
pengambilan keputusan.

6

Penjelasan mediasi secara etimologi ini lebih menekankan keberadaan
pihak ketiga atau pihak yang bertugas sebagai penengah antara kedua belah
pihak yang bersengketa dan hanya menjelaskan sifat bagaimana mediasi itu,
tanpa ada menjelaskan mediasi secara mendalam. Pihak ketiga atau mediator
ini menjembatani para pihak untuk menyelesaikan sengketanya. Hal ini juga
memberikan perbedaan antara mediasi dengan penyelesaian sengketa
alternatif lainnya. Pihak ketiga ini mempunyai sifat yang netral di antara
kedua belah pihak yang bersengketa dan memberikan atau menemukan
kesepakatan yang dapat memuaskan para pihak.
Secara terminologi pengertian mediasi dapat dikatakan sebagai suatu
proses, dimana seorang pihak ketiga netral, yang disebut dengan “mediator”
mendengarkan sengketa di antara dua pihak atau lebih dan mencoba untuk
membantu para pihak untuk menyelesaikan sengketa mereka tanpa
memikirkan keuntungan dari adanya kasus itu.
Penyelesaian sengketa dengan metode mediasi merupakan terjemahan
dari karakter budaya bangsa Indonesia yang selalu mengedapankan semangat
koopratif. Semangat kooperatif sudah mengakar sehingga nuansa muyawarah
selalu

dihadirkan

dalam

upaya

menyelesaiakan

setiap

persoalan

kemasyarakatan termasuk juga soal penyelesaian konflik melalui upaya
musyawarah atau mufakat. Oleh karena model penyelesaian konflik melalui
jalur medisi mengandung dan mengutamakan prinsip-prinsip musyawarah
untuk mencapai mufakat yang selaras budaya bangsa, maka sudah selayaknya
mediasi ini dijalankan secara maksimal dalam setiap prosesnya.
Dalam lembaga pendidikan pun keberadaan konflik tidak dapat
dipungkiri. Berbagai konflik muncul dari beragam pihak. Salah satunya adalah
konflik diantara siswa. Karena itu perlu diajarkan kepada peserta didik untuk
meningkatn kemampuan mengatasi konflik tersebut dengan mediasi.
Kemampuan siswa dalam meningkatkan kemampuannya mengatasi
konflik memerlukan pendidikan dan pelatihan secara bertahap oleh karena itu
penting diadakan pendidikan dan pelatihan khusus bagi para siswa. Mediator
merupakan salah satu tugas seorang guru, namun siswa juga perlu dilatih dan

7

dibekali dengan pengetahuan khusus sebagai mediator agar bisa mandiri
dalam menyelesaikan masalah dan juga mampu membantu menyelesaikan
konflik yang dihadapi temannya maupun yang dihadapi di kehidupan
bermasyarakat. Pelatihan ini diperlukan sehingga proses mediasi dapat
berjalan dengan baik sesuai dengan kehendak yang ingin di capai.
Contoh pendidikan dan pelatihan mediasi khusus bagi siswa, yaitu
ketika dalam sebuah pembelajaran dilakukan sebuah praktik debat. Prkatik
debat ini merupakan salah satu bentuk konflik, dimana ada kubu yang setuju
dan tidak setuju terhadap tema yang diberikan. Dalam sebuah debat terdapat
seorang mediator, tugas mediator dalam praktik debat tersebut adalah sebagai
penengah. Mediator harus memiliki sikap-sikap sikap sebagai berikut:
a) Objektif membenarkan pandangan kedua belah pihak, meskipun
anda menyutujui pendapat salah satu pihak
b) Mendukung gunakan bahasa yang menunjukkan perhatian.
c) Tidak menghakimi, tidak menghakimi siapa yang benar siapa yang
salah
d) Arahkan proses bukan isi permasalahan, memberikan saran dan
dorongan kepada dua belah pihak.
e) Sama-sama menang, berusahalah ke arah kemenangan bagi kedua
belah pihak.
D.

Penanganan Konflik Sosial
Pendekatan penanggulangan dan penanganan konflik dikategorikan
dalam dua dimensi ialah kerjasama/tidak kerjasama dan tegas/tidak tegas.
Dengan menggunakan kedua macam dimensi tersebut ada 5 macam
pendekatan penyelesaian konflik ialah :
1. Kompetisi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau
mengorbankan yang lain. Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan
istilah win-lose orientation.

8

2. Akomodasi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin
yang memberikan keseluruhannya penyelesaian pada pihak lain tanpa ada
usaha memperjuangkan tujuannya sendiri. Proses tersebut adalah taktik
perdamaian.
3. Sharing
Suatu pendekatan penyelesaian kompromistis antara dominasi kelompok
dan kelompok damai. Satu pihak memberi dan yang lkain menerima
sesuatu. Kedua kelompok berpikiran moderat, tidak lengkap, tetapi
memuaskan.
4. Kolaborasi
Bentuk usaha penyelesaian konflik yang memuaskan kedua belah pihak.
Usaha ini adalah pendekatan pemecahan problem (problem-solving
approach) yang memerlukan integrasi dari kedua pihak.
5.

Penghindaran
Menyangkut ketidakpedulian dari kedua kelompok. Keadaaan ini
menggambarkan penarikan kepentingan atau mengacuhkan kepentingan
kelompok lain.

Menurut Surata dan Andrianto, cara menyelesaikan konflik sosial

yang

sering digunakan adalah:
1.

Konsiliasi, yaitu usaha untuk mempertemukan keinginan pihak-pihak
yang berselisih sehingga tercapai persetujuan berdamai. Dalam proses
ini pihak yang berselisih dapat meminta bantuan pihak ke tiga. Pihak
ketiga hanya bertugas memberikan pertimbangan yang diangggap baik
oleh kedua belah pihak. Pihak ketiga dalam konsiliasi biasanya berasal
dari pihak yang masih ada kaitan fungsi struktural dengan yang
bersengketa. Misalnya panitia tetap penyelesaikan perburuhan yang
dibentuk Departemen Tenaga Kerja. Bertugas menyelesaikan persoalan

2.

upah, jam kerja, kesejahteraan buruh, hari-hari libur, dan lain-lain.
Mediasi, yaitu penghentian pertikaian oleh pihak ketiga (mediator)
tetapi tidak diberikan keputusan yang mengikat. Mediator dapat berasal
dari pihak yang tidak memiliki ikatan fungsi struktural, seperti LSM.

9

Mediator harus bersikap netral, tidak memihak pada salah satu
kelompok
3.

yang

sedang

bertikai.

Contoh

:

PBB

membantu

menyelesaikan perselisihan antara Indonesia dengan Belanda.
Abitrasi, yaitu suatu perselisihan yang langsung dihentikan oleh pihak
ketiga (arbitor) yang berhak memberikan keputusan yang mengikat dan
diterima serta ditaati oleh kedua belah pihak yang bersengketa.
Kejadian seperti ini terlihat setiap hari dan berulangkali di mana saja
dalam masyarakat, bersifat spontan dan informal. Jika pihak ketiga

4.

tidak bisa dipilih maka pemerintah biasanya menunjuk pengadilan.
Koersi merupakan cara menyelesaikan konflik dengan menggunakan
paksaan fisik atau psikis. Akibatnya, pihak yang merasa tidak puas

5.

dapat menyimpan dendam sehingga konflik dapat muncul kembali.
Detente berasal dari bahasa diplomasi, yang berarti mengurangi
ketegangan hubungan. Cara ini hanya merupakan persiapan untuk
mencapai perdamaian.
Selain ke lima hal diatas, Penyelesaian konflik juga bisa dengan cara-cara

berikut :
1. Gencatan senjata, yaitu penangguhan permusuhan untuk jangka waktu
tertentu, guna melakukan suatu pekerjaan tertentu yang tidak boleh
diganggu. Misalnya : untuk melakukan perawatan bagi yang luka-luka,
mengubur yang tewas, atau mengadakan perundingan perdamaian,
2.

merayakan hari suci keagamaan, dan lain-lain.
Stalemate, yaitu keadaan ketika kedua belah pihak yang bertentangan
memiliki kekuatan yang seimbang, lalu berhenti pada suatu titik tidak
saling menyerang. Keadaan ini terjadi karena kedua belah pihak tidak
mungkin lagi untuk maju atau mundur. Sebagai contoh : adu senjata

3.

antara Amerika Serikat dan Uni Soviet pada masa Perang dingin.
Adjudication (ajudikasi), yaitu penyelesaian perkara atau sengketa di
pengadilan.

10

Penyelesaian konflik sosial secara menyeluruh diperlukan karena
penyelesaian yang bersifat parsial akan menimbulkan konflik laten. Seolaholah sudah tidak terjadi konflik, tetapi suatu saat dapat menimbulkan konflik
yang lebih tajam dalam skala yang lebih luas.

11

BAB III
KESIMPULAN

Kesimpulan
Pengembangan kebiasaan afektif dilakukan secara terus menerus.
Pembelajaran yang dapat digunakan yaitu strategi pembelajaran afektif.
Pengembanagn keterampilan mengatasi konflik dapat dilakukan dengan winwin approach cretive response emphaty, assertiveness, cooperative power,
managing emotion, willingness to resolve, mapping the conflict, designing
option, negotition mediation, broadening perspectives.
Mediasi adalah proses negosiasi pemecahan masalah, di mana para pihak
yang tidak memihak bekerja sama dengan pihak yang bersengketa untuk
mencari kesepakatan bersama. Sikap-sikap yang harus dimiliki oleh mediator
antara lain obyektif, mendukung, tidak menghakimi, arahkan proses bukan isi
permasalahan, dan sama-sama menang. Selain mediasi, penanganan konflik
dapat dilakukan dengan konsiliasi, arbitrase, koersi, dan detente.

12

DAFTAR PUSTAKA

Suyadi. 2013. Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja
Rosda Karya.
Darmiyati Zuchdi. 2008. Humanisasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

13