Pemurnian Ajaran Agama Purifikasi silika

Pemurnian Ajaran Agama (Purifikasi)
Satu ciri yang cukup menonjol dalam gerakan Muhammadiyah adalah gerakan purifikasi
(pemurnian) dan modernisasi ( pembaharuan) atau dalam bahasa arab “tajdid” keduanya memiliki
perbedaan

yang

cukup

mendasar.

Pada

mulanya,

Muhammadiyah

dikenal

dengan


gerakan purifikasi, yaitu kembali kepada semangat dan ajaran Islam yang murni dan
membebaskan umat Islam dari Tahayul, Bid'ah dan Khurafat. Cita-cita dan gerakan pembaharuan
yang dipelopori Muhammadiyah sendiri sebenarnya menghadapi konteks kehidupan keagamaan
yang bercorak ganda, sinkretik dan tradisional.
Sebagai sebuah gerakan sosial keagamaan, Muhammadiyah mempunyai ciri khusus dengan
yang lain, tetapi ciri tersebut dibuat bukan atas dasar teoritik belaka, melainkan berpijak pada
proses yang sesuai dengan lingkungan dan budaya masyarakat. Meskipun Muhammadiyah
melakukan purifikasi keagaaman, namun Muhammadiyah dalam waktu yang bersamaan sangat
menyadari ketergantungan pada lingkungan sosial-budaya di tempat Muhammadiyah berada.
Muhammadiyah tercermin dari 2 hal yaitu : 1) bentuk keteladanan seorang pemimpin yang
simpatik, 2) pemikiran pembaharuan Islam yang disebarluaskan oleh Muhammadiyah dalam
bentuk amal nyata dengan tindakan yang moderat.
Dalam Muhammadiyah, purifikasi adalah gerakan pembaharuan untuk memurnikan
agama dari syirk yang pada dasarnya merupakan rasionalisasi yang berhubungan dengan ide
mengenai transformasi sosial dari masyarakat agraris ke masyarakat industrial, atau masyarakat
tradisional ke masyarakat modern. Dilihat dari segi ini sangat jelas bahwa Muhammadiyah telah
memberikan suatu ideologi baru dengan suatu pembenaran teologi industrial, dan modern.
Tampaknya Muhammadiyah memang mengidentifikasi diri untuk cita-cita semacam itu.
Upaya Muhammadiyah untuk melakukan persiapan ke arah transformasi itu misalnya
adalah dengan melepaskan beban-beban kultural yang sampai sejauh itu dianggap dapat

menghambat kemajuan. Usaha pemurnian agama untuk membersihkan Islam dari praktekpraktek syirk, takhayul, bid'ah dan khurafat, merupakan bukti yang menjelaskan itu.
Muhammadiyah berusaha mendongkel budaya Islam sinkritik dan Islam tradisional
sekaligus, dengan menawarkan sikap keagamaan. Gerakan "pemurnian" (purifikasi) berarti
rasionalisasi yang menghapus sumber-sumber budaya lama untuk digantikan budaya baru, atau
menggantikan tradisi lama dengan etos yang baru. Muhammadiyah tampak sekali dengan sadar
melakukan berbagai upaya pembaharuan demi mencapai cita-cita transformasi sosialnya. Perlu
digaris bawahi terlebih dahulu di sini bahwa program purifikasi adalah ciri yang cukup menonjol
dari Persyarikatan Muhammadiyah generasi awal, dan hingga sampai saat sekarang ini. Namun
harus disadari pula bahwa program purifikasi memang lebih terfokus pada aspek aqidah.
Pemberantasan TBC (Takhayul, Bid'ah dan Churafat) merupakan respon konkrit
Muhammadiyah terhadap Budaya setempat yang dianggap menyimpang dari aturan aqidah
islamiyah. Bahwa sesuatu yang berbau mistik harus dijauhkan dari sikap umat Islam keseharian
dengan cara mengubah sesuatu yang berasal dari sufisme menjadi akhlak.
Gerakan purifikasi Muhammadiyah sampai saat ini masih melakukan penguatan dan
penyadaran terhadap pola kehidupan manusia. Gerakan yang tidak kalah pentingnya adalah

penajaman tauhid. Karena formulasi tauhid adalah terletak pada realitas sosial. Apapun
bentuknya, tauhid menjadi titik sentral dalam melandasi dan mendasari aktivitas. Tauhid harus
diterjemahkan ke dalam realitas historis-empiris. Ajaran agama harus diberi tafsir baru yang lebih
konstektual dan elaboratif sesuai dengan konteks ruang dan waktu.

Tauhid harusnya dapat menjawab semua problematika kehidupan modernitas, dan
merupakan senjata pamungkas yang mampu memberikan alternatif baru yang lebih anggun dan
segar. Jadi, tujuannya adalah memberikan perubahan terhadap masyarakatnya. Perubahan itu
didasarkan pada cita-cita profetik yang diderivasikan dari misi historis sebagaimana tertera dalam
surat Ali Imran ayat 110, Engkau adalah umat terbaik yang diturunkan di tengah manusia untuk
menegakkan kebaikan, mencegah kemungkaran dan beriman kepada Allah.
Gerakan di atas jelas nyata-nyata menjadi bidang garap Muhammadiyah, lebih-lebih
dalam mengahadapi tantangan era global. Arus budaya yang dihadapi Muhammadiyah tempo
dulu dengan sekarang jauh lebih berbeda. Sehingga tantangan yang harus dihadapi sekarang
adalah memperkuat basis keagamaan yang didukung oleh nilai-nilai sosial-religius.
Salah satu tantangan global adalah tingginya tingkat kompetitif (persaingan) disemua sisi
kehidupan. Untuk itu Muhammadiyah perlu memperkokoh basis iptek dan imtaknya.
Sebagaimana sejak awal Muhammadiyah sangat getol dengan dunia pendidikan. Letak semangat
purifikasinya adalah meluruskan iptek yang sesuai dengan cita-cita dan misi Muhammadiyah
khususnya, dan umat manusia pada umumnya. Kerja keras dan etos keilmuan warga
persyarikatan yang menyatu dalam etos keagamaan umat sangat diperlukan. Pencapaian
kemampuan iptek yang membutuhkan sikap mental dan pandangan hidup yang menggaris bawahi
kenyataan bahwa aktivitas keilmuan bukannya berada di luar kesadaran keagamaan.

Pembaharuan Ajaran Agama (tajdid) Islam


Model gerakan Muhammadiyah yang sangat menggigit dan concern dengan cita-cita
awalnya adalah pembaruan (modernisasi atau reformasi). Modernisasi (tajdid) adalah gerakan
pembaruan pemikiran Muhammadiyah untuk mencari pemecahan atas berbagai persoalan yang
mereka hadapi. Yang merujuk pada Al- Qur'an dan As- Sunnah sebagai titik tolak atau landasan
yang sekaligus juga memberi pengarahan, ke arah pemikiran itu harus dikembangkan.
Secara etimologi, tajdid berarti pembaruan, inovasi, restorasi, modernisasi penciptaan
sesuatu yang baru, dan lain-lain yang berkaitan dengan makna itu. Maka jika dihubungkan
dengan pemikiran tajdid dalam Islam, tajdid adalah usaha dan upaya intelektual Islami untuk
menyegarkan dan memperbaruhi pengertian dan penghayatan terhadap agamanya berhadapan
dengan perubahan dan perkembangan masyarakat. Kerja tajdid adalah ijtihad yang sangat
strategis dalam membumikan konteks waktu dan ruang.
Gerakan tajdid dalam Muhammadiyah di dasarkan pada tiga faktor, yaitu pertama,
pemahaman atau penafsiran terhadap suatu doktrin trasendental tidak pernah bernilai mutlak
benar semutlak benarnya doktrin itu sendiri. Dalam Islam, masalah ini berkenaan kepercayaan
kepada konsep Nabi terakhir pada diri Rasulullah. Menurut konsep ini, otomatis tentang wahyu
telah berakhir pada diri Rasulullah. Dengan perkataan lain, tidak ada otoritas yang sama bobot
dan statusnya dalam soal memahami setiap ajaran yang berasal dari wahyu dengan otoritas
Muhammad sebagai Rasul terakhir. Konsekwensi dari pandangan ini ialah bahwa otoritas
siapapun di bidang penafsiran terhadap Al-Qur'an dengan bantuan sunnah dan sejarah difahami

secara putus terhadap masalah yang dipersoalkan.
Kedua, Islam bertujuan untuk menciptakan suatu tata sosio-politik di atas landasan etik dan
moral yang kuat dalam rangka mengaktualisasikan prinsip rahmatan lil alamin dalam ruang dan
waktu.
Ketiga, tajdid dalam pemikiran dan pelaksanaan Islam pernah ditunjukkan oleh para
sahabat, terutama Umar Ibn Khattab yang telah merubah kebijaksanaan Nabi tentang persoalan
tanah di Iraq dan Mesir yang dikuasai setelah perang Prajurit Islam menang perang.
Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid diharapkan mampu menyesuaikan dengan keadaan
zaman yang selalu berubah. Tajdid lebih banyak menitik beratkan pada pemikiran secara
konstektual, baik itu bidang hukum, maupun bidang lainnya. Karena itu, Muhammadiyah tidak
akan sampai kekeringan wacana yang senantiasa setiap waktu berubah. Tajdid dipersiapkan untuk
menghadapi atau mengantisipasi terjadinya perubahan-perubahan yang seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang selain berdampak positif juga berdampak
negatif. Rekayasa genetika misalnya, telah menyedot perhatian serius dari kalangan tokoh
Muhammadiyah untuk memberikan suatu batasan-batasan atau pemecahan yang dapat dipandang
menguntungkan bagi kehidupan manusia dengan merujuk pada maqasid al syari'ah.
Dalam Muhammadiyah, ada lembaga khusus yang sengaja menangani masalah-masalah
perkembangan hukum. Lembaga itu adalah Majlis Tarjih. Lembaga tarjih menangani persoalan
konrtemporer yang selalu berkembang dan sangat menuntut adanya jawaban yang harus
digariskan. Persoalan ini tidak hanya berbau fiqh tetapi juga masalah-masalah yang lebih

berdimensi sosial kemasyarakatan.
Tuntutan masyarakat agraris jauh berbeda dengan tuntutan masyarakat industri, lebih-lebih
lagi pada masyarakat industri tingkat lanjut (postindustrial society. Problem masyarakat industri

sangat berbeda dari masyarakat agraris. Pola kehidupan seperti ini akhirnya menuntut
Muhammadiyah untuk menambah Tarjih dengan Pengembangan Pemikiran Islam.
Semula yang hanya mengurusi masalah-masalah fiqh sekarang berubah menjadi lembaga
yang menangani masalah sosial-keagamaan. Isu-isu sosial-budaya, dialog agama, gender,
perburuhan, dan sebagainya adalah bidang garap Muhammadiyah sekarang. Pengembangan
pemikiran Muhammadiyah semakin meluas jangkauannya. Sehingga yang dikembangkan oleh
Muhammadiyah adalah memadukan antara dimensi "normativitas" wahyu dengan "historisitas"
pemahaman wahyu. Jadi wilayah al-ruju' ila al-Qur'an wa al-Sunnah, dan Tajdid atau Ijtihad
berjalan sealur dan seirama.
Muhammadiyah dengan tajdidnya akan senantiasa akan relevan terhadap perubahan yang
akan bergulir. Tajdid bagi Muhammadiyah adalah perangkat yang dipersipkan untuk
mengantisipasi kemajuan ilmu pengetahuian dan teknologi. Tajdid sebagai media atau sarana
yang benar-benar diharapkan mampu menyelesaikan dan meremajakan problema meskipun hal
itu sama sekali baru. Dalam hal ini, Muhammadiyah tidak akan kehilangan elan vitalnya dari
permukaan, jika problem yang dihadapi dapat terjawab secara tepat. Muhammadiyah sebagai
gerakan tajdid berarti mengadaptasikan persoalan-persoalan keagamaan dan sosial pada wilayah

historis-empirs.
Dinamisasi yang ada pada tubuh Muhammadiyah adalah mempertautkan antara
teks"normatifitas" dengan teks "historisitas". Dua wilayah ini dalam garapan Muhammadiyah
senantiasa berjalan bersama-sama. Misalnya, K.H. Ahmad Dahlan dalam mengajarkan Surat AlMa'un kepada santri-santrinya menunjukkan bukti nyata bahwa Muhammadiyah tidak hanya
berputar-putar pada wilayah teologis, tetapi Muhammadiyah berusahaconcern terhadap problem
sosial yang harus memperoleh perhatian serius. Sehingga teologi Muhammadiyah menjadi
teologi sosial yang dapat dilihat kasat mata. Oleh karena itu, Muhammadiyah kemudian
mendirikan PKU (Rumah Sakit), Lembaga Pendidikan, Panti Asuhan, dan bidang-bidang sosial
lainnya.

Dokumen yang terkait

KINERJA DEPARTEMEN AGAMA DALAM MENINGKATKAN PELAYANAN URUSAN HAJI KEPADA MASYARAKAT (Studi di Kantor Departemen Agama Kabupaten Bangkalan)

1 59 2

EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM PRAKTEK KERJA INDUSTRI (Studi Evaluasi Pelaksanaan Program Praktek Kerja Industri Bidang Keahlian Administrasi Perkantoran di SMK Negeri 1 Tanggul Kabupaten Jember Tahun Ajaran 2010/2011)

1 22 18

Pengaruh penggunaan pendekatan pembelajaran kontekstual (CTL) terhadap hasil belajar Pendidikan Agama Islam; eksperimen SMPN 2 Tangerang Selatan

0 42 122

Perbedaan prestasi siswa dalam pembelajaran pendidikan Agama Islam berdasarkan perbedaan latar belakang sekolah (studi kasus di SMA Darussalam Ciputat)

3 28 72

Pembaruan pendidikan islam KH. A. Wahid Hasyim ( Menteri Agama RI 1949-1952)

8 109 117

Gambaran Persepsi Petugas Kesehatan dan Petugas Kantor Urusan Agama (KUA) Pada Pelaksanaan Program Imunisasi Tetanus Toxoid (TT) pada Calon Pengantin Wanita di Kota Tangerang Selatan

0 24 95

Pengaruh religiusitas terhadap perilaku prososial: studi kasus mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Mukhlisin (STAIM) Ciseeng Bogor.

3 52 83

Kualitas Pengajaran Guru Agama Dan Kolerasinya Dengan Prestasi Belajar Di SMK Nusantara Ciputat

4 48 114

Pendidikan Agama Islam Untuk Kelas 3 SD Kelas 3 Suyanto Suyoto 2011

4 108 178

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Eksperimen Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 7 Bandarlampung Tahun Ajaran

1 20 140