AYU DIAN FITRIANI F. 0207042

Surakarta)

Skripsi Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi

Syarat-syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh : AYU DIAN FITRIANI

F. 0207042

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

Karya tebal ini kupersembahkan untuk:

· Bapak ibu ku tercinta atas doa dan semangat yang tidak ada

habisnya. · Adik adiku . Irma mbak mbak rental, hasna, fifi, selmi · The Invisible Burhan Anggara for lots of love

· My best Cita Ayu Prismary Geadhoma atas semangat dan

semua muanyaa... · Riesa Pramita Y atas perjuangan kita yang panjaaaaang ini.

· Fr.Amelia Jovita, Astrinda Janaswantri, Yudha Bintari atas

persahabatan yg indaah.. · Temen- temen sdm.. Saga, imam, maya,yusuf,silvi · Trisu, purwo, ivan, bobi, soni,yustian,amri

Hiduplah sesuka hatimu, sesungguhnya kamu pasti mati. Cintai siapa saja yang kamu senangi, sesungguhnya kamu pasti akan berpisah dengannya. Lakukan apa saja yang kamu kehendaki, sesungguhnya kamu akan memperoleh balasannya. (Rasulullah saw)

Don’t worry about a thing, cause every little thing is gonna be alright

(Bob Marley)

Jika hidup harus berputar biarlah berputar, akan ada harapan sekali lagi

(Sheila on 7)

Float like a buterfly, sting like a bee

(Mohamad Ali)

Bersabarlah hingga kelelahan lelah mengikutimu dan kejenuhan jenuh mengejarmu

Segala Sesuatu Sudah Ada Waktunya dan Akan Datang pada Waktunya

Akhirnyaaaa Dataang Jugaaa.... (Trans TV)

ABSTRAK

EMPLOYEE ENGAGEMENT: ANTESEDEN DAN PENGARUHNYA TERHADAP INTENTION TO QUIT DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (Studi Pada Karyawan PT. Bank Mandiri, Tbk se-eks Karesidenan Surakarta)

Oleh :

AYU DIAN FITRIANI F 0207042

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh karakteristik pekerjaan, pengakuan dan penghargaan, perceived or ganizational support dan keadilan organisasional pada intention to quit dan orga nizational citizenship behavior serta untuk menguji peran mediasi employee enga gement.

Populasi dan sampel pada penelitian ini adalah 130 karyawan PT. Bank Mandiri, Tbk se-eks Karesidenen Surakarta dan diambil dengan metode sensus. Metode analisis yang digunakan adalah path analysis.

Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, karakteristik pekerjaan berpengaruh positif pada employee enga gement. Kedua, pengakuan dan penghargaan berpengaruh positif pada employee engagement. Ketiga, perceived organizational support berpengaruh positif pada employee enga gement. Keempat, keadilan organisasional berpengaruh positif pada employee engagement. Kelima, employee engagement berpengaruh negatif pada intention to quit dan berpengaruh positif pada organizational citizenship behavior. Keenam, employee engagement memediasi pengaruh karakteristik pekerjaan, pengakuan dan penghargaan, perceived organizational support , keadilan organisasional pada intention to quit dan organizational citizenship behavior dan bentuk mediasinya adalah mediasi penuh (fully mediated)

Kata kunci : Karakteristik Pekerjaan, Pengakuan dan Penghargaan, Perceived

Organizational Support , Keadilan Organisasional, Employee Engagement , intention to quit dan or ganizational citizenship behavior

EMPLOYEE ENGAGEMENT: ANTESEDEN DAN PENGARUHNYA TERHADAP INTENTION TO QUIT DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (Studi Pada Karyawan PT. Bank Mandiri, Tbk se-eks Karesidenan Surakarta)

Oleh :

AYU DIAN FITRIANI F 0207042

The main objective of this study was to determine the effect of job characteristics, reward and recognition, perceived organizational support, and organizational justice on intention to quit, and organizational citizenship behavior and to test the mediating role of employee engagement. Population and sample in this study were 130 employees of Bank Mandiri Tbk as ex Karesidenan Surakarta and taken to the census method.

The methods of analysis used the path analysis. The results of this study as follows. First, the characteristics of the work has a positive effect on employee engagement. Second recognition and rewards positive effect on employee engagement. Third, perceived organizational support has a positive effect on employee engagement. Fourth, organizational justice has a positive effect on employee engagement. Fifth, employee engagement has a negative influence on intention to quit and have a positive effect on organizational citizenship behavior. Sixth, employee engagement mediates the effect of job characteristic, reward and recognition, perceived organizational support,organizational justice on intention to quit and organizational citizenship behavior and the form of mediation is a full mediation (fully mediated).

Key word: employee engagement, reward and recognition, perceived organizational

support, organizational justice, intention to quit, and organizational citizenship behavior

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Organisasi yang dinamis akan selalu meningkatkan produktivitasnya serta mempertahankan hal yang menjadi keunggulan kompetitif mereka. Beberapa faktor penting yang harus diperhatikan sebagai syarat bagi organisasi untuk tetap kompetitif. Faktor yang dianggap paling potensial dalam penyediaan keunggulan kompetitif bagi organisasi adalah sumber daya manusia, serta terkait dengan bagaimana mengelola sumber daya ini. Faktor lain seperti sumber daya keuangan, produksi, teknologi, dan pemasaran tidak mendapat perhatian penuh karena faktor-faktor tersebut cenderung dapat ditiru (Fisher, Schoenfeldt, dan Shaw, 2006).

Menurut Fisher (2006) dasar pengelolaan manusia sebenarnya juga dapat ditiru, namun strategi yang paling efektif bagi organisasi dalam menemukan cara-cara yang unik untuk menarik, mempertahankan,serta memotivasi karyawan mereka lebih sulit untuk ditiru oleh yang lainnya. Dalam beberapa tahun terakhir ini ada banyak penelitian yang menyoroti tentang employee engagement . Employee engagement pertama kali dibangun oleh kelompok peneliti Gallup (Endres dan Smoak, 2008). Employee engagement telah diklaim dapat memprediksikan peningkatan produktivitas pada karyawan, profitabilitas, mempertahankan karyawan, kepuasan konsumen serta keberhasilan untuk organisasi (Bates, Baumruk, Richman,

dikalangan akademisi dan profesional. Dalam literatur akademik ada banyak definisi yang menjelaskan arti dari employee enga gement . Harter, Schmidt dan Hayes (2002) mendefinisikan employee enga gement sebagai bentuk keterlibatan individual dan kepuasannya serta sebagai bentuk antusiasme dalam melakukan pekerjaan. Kahn (1990) menyatakan engagement adalah mengenai perhatian karyawan dan penyerapan mereka terhadap perannya. Konrad (dalam Endres dan Smoak, 2008) menyatakan bahwa employee enga gement memiliki tiga komponen yaitu: aspek kognitif, aspek emosional, dan aspek perilaku. Aspek kognitif berkaitan dengan keyakinan yang dimiliki oleh karyawan terhadap organisasi, pemimpin, serta lingkungan kerja mereka. Aspek emosional berkaitan dengan apa yang dirasakan oleh karyawan terhadap tiga faktor tersebut serta sikap negatif dan positif mereka terhadap organisasi dan pemimpin mereka. Aspek perilaku dari employee engagement adalah sebagai komponen penambah nilai untuk organisasi dan terdiri dari upaya yang sifatnya sukarela yang diberikan karyawan pada pekerjaannya. Dalam kamus Wikipedia , Employee engagement dijelaskan sebagai sebuah konsep yang dinilai dapat mengatur upaya-upaya karyawan yang sifatnya sukarela, yaitu ketika karyawan memiliki pilihan-pilihan, mereka akan bertindak lebih jauh untuk

kepentingan

organisasi

mereka ( http://en.wikipedia.org/wiki/Employee_engagement). Employee engagement memiliki arti yang hampir sama dengan OCB namun Menurut Kahn (1990),

karena employee enga gement lebih berfokus pada bagaimana pengalaman psikologis dalam bekerja dan konteks pekerjaan seseorang sehingga dapat mempertajam proses bekerjanya (dikutip oleh Luthans dan Peterson, 2002). Disisi lain, engagement bukan merupakan sikap melainkan suatu tingkatan yang dimana individu memiliki perhatian yang lebih dalam menjalankan peran mereka di lingkungan pekerjaan. OCB berbeda dengan enga gement , OCB berkaitan dengan perilaku informal dan sukarela yang dapat menolong rekan kerja dan organisasi, sedangkan fokus dari enga gement adalah peran formal kinerja individu yang bukan sebagai peran ekstra ataupun tidak secara sukarela (Saks, 2006).

Penggerak employee engagement akan berbeda di tiap jenis pekerjaan dan organisasi. Employee engagement terbentuk dari dua faktor yaitu Organization enga gement dan Job Engagement. Orga nization Engagement meliputi hal-hal terkait organisasi yang dapat menjadi penggerak employee engagement adalah budaya organisasi, visi dan nilai yang dianut, dan brand organisasi. Budaya organisasi yang dimaksud adalah budaya organisasi yang memiliki keterbukaan dan sikap supportive serta komunikasi yang baik antara rekan kerja (McBain, 2007). Keadilan dan kepercayaan sebagai nilai organisasi juga memberikan dampak positif bagi terciptanya employee engagement . Hal-hal ini akan memberikan persepsi bagi karyawan bahwa mereka mendapat dukungan pimpinan dan organisasi. Sedangkan Job engagement adalah kondisi lingkungan kerja menjadi pemicu terciptanya

employee enga gement. Antesenden tersebut antara lain karakteristik pekerjaan, perceived orga nization support (POS), perceived supervisor support (PSS), pengakuan dan penghargaan, keadilan prosedural dan keadilan distributif. Berdasarkan teori Hackman dan Oldham (1980), karakteristik pekerjaan memiliki lima inti karakter pekerjaan yaitu keahlian, identitas tugas, signifikansi tugas, otonomi, dan umpan balik. Makna dari psikologi dapat diperoleh dari karakteristik tugas yang memberikan pekerjaan yang menantang, beragam, penggunaan keterampilan yang berbeda, kebijaksanaan pribadi, dan kesempatan dalam berkontribusi (Kahn 1990). Pekerjaan yang tinggi pada karakterisik pekerjaan memberikan motivasi pada karyawan untuk lebih terlibat (Kahn, 1992). Maslach et al. (2001) juga menyarankan pentingnya karakteristik pekerjaan untuk sebuah engagement . The Socia l Excha nge Theory (SET) menyatakan bahwa karyawan yang diberikan pekerjaan yang banyak dan menentang akan merasa wajib untuk merespon dengan tingkat enga gement yang lebih tinggi.

Perceived orga nization support (POS) dinilai sebagai jaminan bahwa akan tersedia dari organisasi ketika diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan dan untuk menghadapi situasi stress (Georgeet, 1993). Dua variabel yang merupakan esensi dari dukungan sosial adalah perceived orga nization support (POS) dan perceived supervisor support (PSS). POS merujuk ke keyakinan umum bahwa seseorang memiliki nilai kontribusi pada sebuah organisasi dan peduli tentang kesejahteraan mereka (Rhoades & Eisenberger,

karyawan percaya bahwa organisasi mereka peduli dengan kesejahteraan mereka, maka karyawan akan merespon dengan mencoba untuk memenuhi kewajiban mereka untuk organisasi dengan menjadi lebih terlibat di dalamnya. Selanjutnya, karena karyawan cenderung melihat orientasi atasan mereka sebagai indikasi arah dukungan organisasi (Rhoades & Eisenberger, 2002). Perceived orga nization support (PSS) juga menjadi prediktor penting dalam employee enga gement karena supervisor menjadi lini pertama yang sangat penting untuk membangun employee engagement (Bates, 2004).

Hal lain yang mempengaruhi adanya employee enga gement yaitu adanya pengakuan dan penghargaan kepada karyawan. Kahn (1990) menyatakan bahwa karyawan akan memiliki enga gement yang berbeda-beda sesuai dengan fungsi dan persepsi mereka tentang manfaat yang mereka terima sesuai peran masing-masing. Hasil dari investasi mereka bisa berasal dari penghargaan dan pengakuan eksternal di samping pekerjaan mereka selama itu, oleh karena itu karyawan berharap bahwa mereka akan lebih engaged dalam pekerjaan apabila mendapatkan sejumlah penghargaan dan pengakuan atas kinerja mereka. Jadi apabila karyawan memperoleh pengakuan dan penghargaan atas kinerja mereka maka akan tercipta tingkat engagement yang tinggi.

Keadilan prosedural dan keadilan distributif juga menjadi aspek yang dapat mempengaruhi adanya employee engagement . Keadilan distributif mengacu pada tujuan yang dicapai sementara keadilan prosedural mengacu Keadilan prosedural dan keadilan distributif juga menjadi aspek yang dapat mempengaruhi adanya employee engagement . Keadilan distributif mengacu pada tujuan yang dicapai sementara keadilan prosedural mengacu

Alasan utama di balik menariknya employee engagement karena hal itu memiliki konsekuensi positif bagi organisasi. Ada kepercayaan umum bahwa employee engagement sebagai tingkat individu dalam membangun hasil bisnis (Harter et al.,2002). Oleh karena itu employee enga gement berhubungan dengan sikap individu, niat, dan perilaku. Ada sejumlah alasan bahwa sebuah enga gement dapat berhubungan dengan outcomes . Karyawan yang memiliki enga gement yang tinggi maka memiliki kecenderungan yang rendah untuk meninggalkan organisasi. Selain itu, ada beberapa riset empiris yang telah menyatakan bahwa ada hubungan antara engagement dan outcomes . Sebagai contoh employee engagement memiliki keterkaitan positif dengan orga nizationa l citizenship beha vior dan memiliki keterkaitan negatif dengan intention to quit (Schaufeli dan Bakker, 2004).

Robbins (2001), menyatakan bahwa Orga nizationa l Citizhensip Beha vior

(OCB) adalah perilaku yang bukan merupakan bagian dari tugas yang telah dipersyaratkan secara formal bagi seorang karyawan tetapi secara (OCB) adalah perilaku yang bukan merupakan bagian dari tugas yang telah dipersyaratkan secara formal bagi seorang karyawan tetapi secara

Akhirnya , employee enga gement harus dipandang sebagai strategi jangka panjang organisasi yang melibatkan semua tingkatan di organisasi serta merupakan serangkaian tindakan dan langkah - langkah yang membutuhkan input dan keterlibatan dari para anggota organisasi, dan bersifat konsisten, berkelanjutan, dan jelas dalam mengkomunikasikannya (Shaw, Saks, Kress, 2005).

Bank mandiri sebagai salah satu bank pemerintah mempunyai kepentingan untuk mengetahui employee engagement karyawannya. Agar bisa bertahan dan memenangkan persaingan di dunia perbankan, semakin dibutuhkan sumberdaya manusia yang handal dan berkualitas. Salah satunya dengan meningkatkan dan mempertahankan employee enga gement karyawan. Berdasar latar belakang tersebut maka penelitian ini mengambil judul: EMPLOYEE ENGAGEMENT : ANTESEDEN DAN PENGARUHNYA

TERHADAP INTENTION TO QUIT DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (Studi pada karyawan PT. Bank Mandiri Se-Eks

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan diatas maka permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah karakteristik pekerjaan berpengaruh positif pada employee engagement ?

2. Apakah penghargaan dan pengakuan berpengaruh positif pada employee engagement?

3. Apakah perceived orga nization support (POS) berpangaruh positif pada employee enga gement ?

4. Apakah keadilan organisasional berpengaruh positif pada employee engagement ?

5. Apakah employee enga gement berpengaruh positif pada orga nizationa l citizenship beha vior dan berpengaruh negative pada intention to quit ?

6. Apakah employee enga gement memediasi pengaruh antara anteseden (karakteristik pekerjaan, pengakuan dan penghargaan, POS, dan Keadilan organisasional) dan konsekuensinya ( intention to quit dan organizationa l citizenship beha vior )?

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk menguji pengaruh karakteristik pekerjaan terhadap employee engagement .

2. Untuk menguji pengaruh penghargaan dan pengakuan terhadap employee enga gement.

3. Untuk menguji pengaruh perceived organizationa l support (POS) terhadap terhadap employee engagement .

4. Untuk menguji pengaruh keadilan organisasional terhadap terhadap employee enga gement .

5. Untuk menguji pengaruh employee engagement terhadap intention to quit dan organizationa l citizenship beha vior.

6. Untuk menguji apakah employee enga gement memediasi hubungan antara anteseden (karakteristik pekerjaan, pengakuan dan penghargaan, POS, dan Keadilan organisasional) dan konsekuensinya ( intention to quit dan OCB).

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapt bermanfaat untuk menambah pemahaman mengenai employee engagement serta anteseden dan pengaruhnya yaitu terdiri dari karakteristik pekerjaan, perceived orga nization support , pengakuan dan penghargaan, keadilan organisasional Hasil penelitian ini diharapkan dapt bermanfaat untuk menambah pemahaman mengenai employee engagement serta anteseden dan pengaruhnya yaitu terdiri dari karakteristik pekerjaan, perceived orga nization support , pengakuan dan penghargaan, keadilan organisasional

2. Manfaat Praktis dan Manajerial

a. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana untuk menambah dan menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh penulis di perguruan tinggi dan juga untuk memperluas wawasan pemikiran dan mempertajam kemampuan pengamatan dan penganalisaan penulis terutama yang berhubungan dengan employee engagement.

b. Bagi Dunia Akademik Hasil penelitian dapat menjadi literatur tambahan dan media sebagai acuan untuk menambah wawasan bagi penelitian selanjutnya untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.

c. Bagi Perusahaan Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dan referensi bagi internal manajemen perusahaan dalam rangka pengelolaan sumber daya manusia untuk mendukung perencanaan dan pengembangan bisnis serta merumuskan strategi sumber daya manusia kedepan dan khususnya dalam rangka meningkatkan aspek-aspek yang dapat meningkatkan employee enga gement dan dapat menghubungkanya dengan produktivitas perusahaan.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Employee Engagement Employee enga gement pertama kali dibangun oleh kelompok peneliti

Gallup (Endres dan Smoak, 2008). Employee enga gement telah diklaim dapat memprediksikan peningkatan produktivitas pada karyawan, profitabilitas, mempertahankan karyawan, kepuasan konsumen serta keberhasilan untuk organisasi (Bates, Baumruk, Richman, 2006) sehingga topik ini menjadi isu yang hangat diperbincangkan dikalangan akademisi dan profesional.

Dalam literatur akademik ada banyak definisi yang menjelaskan arti dari employee engagement . Harter, Schmidt dan Hayes (2002) mendefinisikan employee engagement sebagai bentuk keterlibatan individual dan kepuasannya serta sebagai bentuk antusiasme dalam melakukan pekerjaan.

Kahn (1990) menyatakan engagement adalah mengenai perhatian karyawan dan penyerapan mereka terhadap perannya, Lebih lanjut, menurut Paradise (2008), employee enga gement adalah hasil dari kondisi pekerjaan yang mendukung.

Konrad (dalam Endres dan Smoak, 2008) menyatakan bahwa employee engagement memiliki tiga komponen yaitu: aspek kognitif, aspek emosional, dan aspek perilaku. Aspek kognitif berkaitan dengan keyakinan yang dimiliki oleh karyawan terhadap organisasi, pemimpin, serta lingkungan kerja mereka. Aspek emosional berkaitan dengan apa yang dirasakan oleh Konrad (dalam Endres dan Smoak, 2008) menyatakan bahwa employee engagement memiliki tiga komponen yaitu: aspek kognitif, aspek emosional, dan aspek perilaku. Aspek kognitif berkaitan dengan keyakinan yang dimiliki oleh karyawan terhadap organisasi, pemimpin, serta lingkungan kerja mereka. Aspek emosional berkaitan dengan apa yang dirasakan oleh

terdiri dari upaya yang sifatnya sukarela yang diberikan karyawan pada pekerjaannya. Dalam kamus Wikipedia , Employee engagement dijelaskan sebagai sebuah konsep yang dinilai dapat mengatur upaya-upaya karyawan yang sifatnya sukarela, yaitu ketika karyawan memiliki pilihan-pilihan, mereka akan bertindak lebih jauh untuk kepentingan organisasi mereka. Karyawan yang terikat adalah seorang yaang terlibat penuh dalam pekerjaannya

pekerjaannya (http://en.wikipedia.org/wiki/Employee_engagement). Menurut Kahn (1990), employee engagement berbeda dari konstruk peran karyawan yang lainnya karena employee enga gement lebih berfokus pada bagaimana pengalaman psikologis dalam bekerja dan konteks pekerjaan seseorang sehingga dapat mempertajam proses bekerjanya (dikutip oleh Luthans dan Peterson, 2002). Lebih lanjut, employee enga gement merupakan konstruk yang multidimensi. Karyawan dapat secara emosional, kognitif atau fisik terikat. Terikat secara emosional artinya ketika individu membangun hubungan yang berarti dengan orang lain dan mengalami empati serta perhatian terhadap perasaan orang lain, misalnya terhadap rekan kerja dan manajer.

Disisi lain, terikat secara kognitif merujuk kepada individu yang menaruh perhatian lebih pada tugas dan peran mereka di lingkungan pekerjaan. Lebih lanjut menurut Kahn (dalam Luthans dan Peterson, 2002),

ataupun kognitif. Tetapi semakin mereka merasakan keterikatan disetiap dimensi akan mendorong terciptanya keterikatan personal. Keterikatan personal inilah yang mendorong tercipta employee enga gement . Sebagai contoh, karyawan yang mengetahui apa yang diharapkan dari mereka, yang membangun hubungan yang kuat dengan rekan kerja dan pimpinan mereka, atau yang mengalami arti dalam bekerja, inilah yang dikatakan terikat. Sedangkan karyawan yang dikatakan tidak terikat adalah yang tidak mampu menyelesaikan tanggung jawabnya menarik dari dari peran mereka serta tidak memiliki ikatan baik secara emosional maupun kognitif dalam melaksanakan pekerjaannya. Dapat dikatakan, sikap dan perilaku mereka yang tidak terikat cenderung mengurangi upaya mereka dan bersifat automatik maupun dianggap seperti robot (Hochschild, dikutip oleh Luthans dan Peterson, 2002).

Penggerak employee enga gement akan berbeda di tiap jenis pekerjaan dan organisasi. Employee enga gement terbentuk dari dua faktor yaitu :

1. Organization enga gement Hal-hal terkait organisasi yang dapat menjadi penggerak employee engagement adalah budaya organisasi, visi dan nilai yang dianut, bra nd organisasi. Budaya organisasi yang dimaksud adalah budaya organisasi

yang memiliki keterbukaan dan sikap supportive serta komunikasi yang baik antara rekan kerja (McBain, 2007). Keadilan dan kepercayaan sebagai nilai organisasi juga memberikan dampak positif bagi terciptanya employee engagement . Hal-hal ini akan memberikan persepsi bagi

Kondisi lingkungan kerja menjadi pemicu terciptanya employee engagement . Ada beberapa kondisi lingkungan kerja yang diharapkan

dapat menciptakan employee enga gement . Pertama, lingkungan kerja yang memiliki keadilan distributif dan prosedural. Hal ini terjadi karena karyawan yang memiliki persepsi bahwa ia mendapat keadilan distributif dan prosedural akan berlaku adil pada organisasi dengan cara membangun ikatan emosi yang lebih dalam pada organisasi McBain dan Colquitt et al.,( dalam Saks, 2006).

Kedua, lingkungan kerja yang melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan. Kondisi ini mempengaruhi karyawan secara psikologis, mereka menganggap bahwa mereka berharga bagi organisasi. Hal ini membuat karyawan akan semakin terikat dengan organisasi. Ketiga, organisasi yang memperhatikan keseimbangan kehidupan kerja dan keluarga karyawan. Dalam banyak penelitian dijelaskan bahwa ketika konflik antara pekerjaan dan keluarga terjadi, karyawan akan cenderung memutuskan keluar dari pekerjaan. Oleh karena itu manajer harus menjaga keseimbangan keduanya sehingga karyawan merasa bahwa pekerjaan tidak mengancam kehidupan keluarganya.

Saks (2006) mengidentifikasi beberapa dimensi menjadi anteseden dari employee engagement , yaitu karakteristik pekerjaan, perceived orga nizationa l

support , pengakuan dan penghargaan, keadilan organisasional.

1. Karakteristik pekerjaan

Robbins (2001) mengatakan banyak penelitian yang dilakukan untuk mendesain pekerjaan sedemikian rupa sehingga motivasi, kepuasan, dan kinerja karyawan dapat meningkat. Karakteristik pekerjaan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Karakteristik pekerjaan seorang karyawan jelas terlihat desain pekerjaan seorang karyawan. Desain pekerjaan menentukan bagaimana pekerjaan dilakukan oleh karena itu sangat mempengaruhi perasaan karyawan terhadap sebuah pekerjaan, seberapa pengambilan keputusan yang dibuat oleh karyawan kepada pekerjaannya, dan seberapa banyak tugas yang harus diselesaikan oleh karyawan.

Dalam Mathis dan Jackson (2001), Hackman dan Oldham melakukan pengembangan lebih lanjut mengenai pendekatan karakteristik- karakteristik dalam merancang pekerjaan. Dalam model karakteristik- karakteristik pekerjaan Hackman dan Oldham terdapat lima karakteristik inti yang mempengaruhi critica l psychologica l states. Tiga karakteristik pekerjaan yang mempengaruhi perasaan berarti terhadap pekerjaan ( experienced mea ningfulness ), sedangkan dua karakteristik pekerjaan yang lain masing-masing mempunyai pengaruh langsung terhadap perasaan

responsibility ). Salah satu model yang paling dikenal untuk pekerjaan mendesain ulang dan pendekatan peningkatan adalah Model Karakteristik Pekerjaan ( Job Cha ra cteristics Model/ JCM). JCM adalah suatu pendekatan terhadap pemerkayaan jabatan ( job enrichment ). JCM mengidentifikasi lima karakteristik pekerjaan utama, yaitu : variasi keahlian, identitas tugas, signifikansi tugas, otonomi, dan umpan balik. Karakteristik pekerjaan inti diikuti oleh tiga keadaan psikologis kritis: kebermaknaan berpengalaman, pengalaman tanggung jawab, dan hasil pengetahuan.

a. Variasi Keahlian Variasi keahlian adalah seberapa besar pekerjaan mengharuskan karyawan menggunakan variasi ketrampilan dan bakat dalam penyelesaian pekerjaan tersebut (Mathis dan Jackson, 2001). Kurangnya variasi keahlian bisa menimbulkan kelelahan yang dapat mengakibatkan kesalahan-kesalahan.

b. Identitas Tugas Identitas tugas adalah seberapa besar keterlibatan karyawan dapat diidentifikasikan dalam penyelesaian tiap-tiap pekerjaan dari awal hingga selesai (Mathis dan Jackson, 2001). Bila pekerjaan-pekerjaan tidak mempunyai identitas dalam penyelesaian, para karyawan tidak akan atau kurang merasa bertanggung jawab dan kurang bangga atau menghargai hasil-hasil kerjanya. Ini berarti kontribusi mereka tidak

Signifikansi tugas adalah seberapa besar pekerjaan mempunyai pengaruh secara substansial terhadap kehidupan orang lain dalam perusahaan khususnya dan masyarakat pada umumnya (Mathis, 2001). Mathis (2002) mendefinisikan signifikansi tugas sebagai besarnya pengaruh dari pekerjaan terhadap orang lain. Seseorang yang merasa mempunyai arti penting bagi orang lain maupun suatu organisasi akan melaksanakan tugas seoptimal mungkin, agar tidak mengecewakan atau merugikan orang lain atau perusahaan.

d. Otonomi Mathis (2002) mendefinisikan otonomi adalah tingkat kebebasan dan keleluasaan individu dalam pekerjaan dan jadwalnya. Memberikan karyawan kemampuan pengambilan keputusan, otonomi, tanggung jawab yang lebih besar disebut pemberdayaan. Memberdayakan karyawan tampaknya sangat penting untuk membuat karyawan lebih memiliki komitmen dan terlibat (Randalls, 2002). Dewasa ini, otonomi kerja tampaknya merupakan suatu cara yang efektif untuk mendapatkan komitmen tinggi dan mutu terpadu dari karyawan karena banyak karyawan menghargai tanggung jawab yang muncul dari otonomi kerja. Perusahaan yang menawarkan otonomi pada karyawannya menyadari bahwa implikasi dari perubahan kerja ini akan jauh melampaui rancangan kerja (Randalls, 2002).

e. Umpan Balik Mathis (2002) medefinisikan umpan balik sebagai informasi yang diterima tenaga kerja mengenai baik atau buruknya pekerjaan yang telah mereka lakukan. Agar umpan balik dapat menyebabkan perubahan, beberapa keputusan harus dibuat berkaitan dengan tindakan yang mengikutinya. Sebuah sistem dimana data dan evaluasi tidak mempengaruhi tindakan, tidak akan menjadi sistem umpan balik (Mathis dan Jackson, 2002).

Bagi para manajer, umpan balik komunikasi dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Dalam situasi tatap muka, dimungkinkan terjadinya umpan balik langsung melalui pertukaran verbal, seperti dalam bentuk perubahan ekspresi wajah ketika bertemu dengan perbedaan pendapat atau kesalahpahaman. Selain itu, umpan balik yang tidak langsung (seperti rendahnya produktivitas, rendahnya kualitas produksi, tingginya tingkat absensi dan perputaran pegawai, serta kurangnya koordinasi dan/atau konflik antar unit) mungkin mengindikasikan adanya kekurangan dalam komunikasi organisasi (Ivancevich, 2006).

2. Perceived Organization Support (POS)

Eisenberger, et. a l ., Rhoades dan Eisenberger, (dalam Shannock, 2006) menyatakan bahwa persepsi dukungan organisasi mengacu pada persepsi pegawai mengenai sejauhmana organisasi menilai kontribusi mereka dan peduli terhadap kesejahteraan mereka. Hal ini didasarkan pada Eisenberger, et. a l ., Rhoades dan Eisenberger, (dalam Shannock, 2006) menyatakan bahwa persepsi dukungan organisasi mengacu pada persepsi pegawai mengenai sejauhmana organisasi menilai kontribusi mereka dan peduli terhadap kesejahteraan mereka. Hal ini didasarkan pada

Berdasarkan penelitian yang dilakukannya (Eisenberger et a l, 1986) bahwa pegawai menganggap kerja adalah suatu bentuk pertukaran dengan kebutuhan-kebutuhannya sehingga mereka selalu melakukan penilaian apakah organisasi mempunyai perhatian terhadap segala jerih payah yang telah disumbangkan dan mampu memberikan imabalan yang memadai, atau dengan kata lain, jika pegawai bekerja secara ekstra, pegawai juga menilai apakah kebutuhan sesioemosionalnya seperti kebutuhan akan pengakuan dan penghargaan juga terpenuhi. Untuk menentukan kesiapan organisasi dalam memberikan penghargaan terhadap setiap jerih payah yang dilakukan dan untuk memenuhi sosioemosionalnya, pegawai membentuk suatu keyakinan umum tentang seberapa jauh organisasi menghargai kontribusi mereka dan peduli terhadap kesejahteraan mereka.

(Eisenberger et. al.,1986) menjelaskan bahwa dukungan organisasi pegawai dibangun oleh perlakukan-perlakuan organisasi yang diterima misalnya dalam pembayaran honorarium, kenaikan jabatan, pemerkayaan

Penilaian pegawai terhadap organisasi juga dilakukan dengan memperhatikan frekuensi, kesungguhan dan ketulusan organisasi dalam memberikan pernyataan perhargaan dan pengakuan terhadap hasil usaha mereka. Pemberian penghargaan atau penciptaan kondisi kerja yang menyenangkan, jika dilakukan karena kemauan organisasi sendiri akan mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap dukungan organisasi dibandingkan dengan jika diberikan karena tekanan dari luar misalnya tekanan serikat pekerja atau peraturan perundangan (Rhoades and Eisenberger, 2002).

Organization Support Theory dalam Eisenberger et.al., (2003) menganggap bahwa dukungan organisasi menghasilkan suatu perasaan

wajib bagi pegawai untuk membantu organisasi mencapai tujuannya, meningkatkan komitmen terhadap organisasi dan pengharapan bahwa kinerja yang tinggi akan dicatat dan dihargai. Dukungan organisasi juga menghasilkan perasaan wajib bagi pegawai untuk menjaga kesejahteraan organisasi yang dimanifestasikan dalam bentuk tindakan yang dapat membantu organisasi mencapai tujuannya. Oleh karena itu dukungan organisasi memberikan hasil positif untuk pegawai dan organisasi. Dukungan organisasi dipengaruhi oleh pengalaman yang dimiliki oleh individu, serta pengamatan mengenai keseharian organisasi dalam memperlakukan seseorang.

karyawan mendapatkan perhatian dari pimpinannya tentang pekerjaan yang telah dikerjakan dengan baik, mengukur kontribusi karyawan dan pemberian dukungan secara umum (Eisenberger et al., 2002).

Hutchison (1997) menunjukkan bahwa perhatian dan perilaku pimpinan memberikan dukungan kepada bawahan memiliki hubungan positif dengan komitmen afektif, karena tindakan pimpinan tersebut mewakili organisasi yang memiliki tanggung jawab langsung untuk mengatur, mengevaluasi dan member dukungan kepada bawahan. Di dalam teori dukungan organisasi menunjukkan bahwa tindakan pimpinan tersebut adalah suatu tindakan yang menunjukan tingkat kesungguhan dari suati organisasi. Dukungan adalah salah satu bagian penting dalam pengembangan kinerja. Dengan pemberian dukungan, seseorang dapat mengatasi kesulitan dengan bekerja keras, berani menghadapi tantangan dan membangun pandangan positif pada diri seseorang untuk belajar, mengembangkan dan mencapai kesuksesan (Mc Cauley dan Van Velsor, 2004).

Dukungan dapat berasal dari organisasi, budaya atau system. Beberapa peneliti mempercayai bahwa dukungan organisasi dapat diberikan dalam bentuk kepercayaan organisasi dan perpaduan budaya dari pengembangan karyawan organisasi dan perpaduan budaya dari pengembangan karyawan atau pembelajaran berkelanjutan, menilai kontribusi karyawan sehingga berpengaruh pada employee enga gement .

menilai kontribusi karyawan dan member perhatian atas kinerja seorang karyawan. Dukungan dari seorang pimpinan adalah contributor utama yang dapat menentukan kinerja dan efektifitas seorang karyawan (Schaubroeck dan Fick, 1998).

Seorang pimpinan dapat memberikan dukungan dengan memberikan dukungan dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mempengaruhi bawahanya. French dan Raven (1959) mengidentifikasi lima jenis kekuatan social yang dapat digunakan oleh pimpinan yaitu:

1. Rewa rd power Rewa rd power adalah kemampuan atasan untuk memberikan imbalan atau memeberikan keuntungan positif kepada bawahan atas kinerja yang sesuai dengan harapan.

2. Coercive power Coercive power adalah kekuasaan yang didasarkan pada kemampuan

seseorang karena orang tersebut menimbulkan ketakutan pada orang lain dan mampu member ancaman maupun hukuman kepada orang lain.

3. Legitimate power Legitimate power adalah kekuasaan yang didapatkan karena posisinya dalam jenjang hierarki dan juga bawahan menganggap bahwa orang tersebut berhak memberi arahan, perintah dan control.

4. Expert power Expert power adalah seseorang yang mempunyai kekuasaan karena

kemampuan, pengetahuan dan bakat yang dimiliki pada bidang tertentu sehingga dapat memberikan arahan pada orang lain.

5. Referent powe r Referent power didapat karena seseorang memilikikepribadian yang menarik dan memiliki kualitas khusus sehingga orang lain mengagumi dan menyukainya. Kekaguman dan kesukaan pada orang lain dapat berpengaruh pada perilakunya untuk mengikuti orang tersebut.

Beberapa jenis dukungan social yang diberikan oleh seseorang pimpinan di tempat kerja (Quick ,1982) antara lain:

a. Informationa l Dukungan dalam bentuk pemberian informasi dari pimpinan maupun

rekan kerja dan dapat juga berupa pemberian kritik yang membangun.

b. Emotiona l Ditunjukkan dengan rasa perhatian, kasih sayang dan kepercayaan.

c. Instrumenta l Menyediakan fasilitas untuk memudahkan pekerjaan.

d. Appraisa l Mengevaluasi dan memberikan umpan balik yang dilakukan oleh seorang pimpinan kepada bawahanya terhadap kinerjanya.

3. Pengakuan dan Penghargaan

Bennett dan O’Brien (dalam Griego, 2000) mengemukakan dengan kuat bahwa balasan atau pengakuan dan penghargaan merupakan aspek penting dalam membangun sebuah organisasi pembelajaran. Lebih jauh dikemukakan bahwa sistem pemberian hak dan penghargaan harus mendukung dan mendorong pembelajaran individu dan organisasi. Bentuk dari hal ini bisa bermacam-macam, misalnya memberi penghargaan bagi karyawan yang berani mengambil risiko untuk menawarkan ke perusahaan rencana pembagian-keuntungan yang berguna bagi setiap orang ketika organisasi tumbuh belajar dan bertumbuh. Sebuah perusahaan harus menciptakan sistem pemberian balasan ( rewa rd ) untuk mendorong tumbuhnya eksplorasi, inovasi, dan pengembangan pembelajaran.

Terdapat banyak sekali keuntungan bagi individu dan organisasi yang didapat dari memberikan penghargaan seperti makin besarnya perasaan memiliki organisasi. Selain itu keuntungan lain yang bisa dihasilkan adalah pengurangan tingkat keluar masuk ( turnover) karyawan, employee enga gement yang lebih besar, dan meningkatnya fokus pada nilai-nilai dan tujuan organisasi. Hal ini dikarenakan, individu dalam organisasi yang memberikan balasan dan penghargaan atas kinerja mereka selama ini akan merasa puas dan lebih termotivasi untuk mengembangkan dirinya.

4. Keadilan Organisasional

a. Keadilan Prosedural

Teori tentang keadilan prosedural berkaitan dengan prosedur- prosedur yang digunakan organisasi untuk mendistribusikan hasil-hasil dan sumberdaya organisasi kepada para anggotanya. Para peneliti umumnya mengajukan dua penjelasan teoritis mengenai proses psikologis yang mendasari pengaruh keadilan prosedural, yaitu: kontrol proses atau instrumental dan perhatian-perhatian relasional atau komponen struktural. Perspektif control instrumental atau proses berpendapat bahwa prosedur-prosedur yang digunakan oleh organisasi akan dipersepsikan lebih adil manakala individu yang terpengaruh oleh suatu

keputusan

memiliki

kesempatan-kesempatan untuk mempengaruhi proses-proses penetapan keputusan atau menawarkan masukan (Taylor dalam Pareke, 2004).

Gilliland dalam Pareke, (2004) menyatakan bahwa perspektif komponen komponen struktural mengatakan bahwa keadilan prosedural merupakan suatu fungsi dari sejauh mana sejumlah aturan- aturan prosedural dipatuhi atau dilanggar. Aturan-aturan tersebut memiliki implikasi yang sangat penting karena dipandang sebagai manifestasi nilai-nilai proses dasar dalam organisasi. Jadi individu dalam organisasi akan mempersepsikan adanya keadilan prosedural manakala aturan prosedural yang ada dalam organisasi dipenuhi oleh Gilliland dalam Pareke, (2004) menyatakan bahwa perspektif komponen komponen struktural mengatakan bahwa keadilan prosedural merupakan suatu fungsi dari sejauh mana sejumlah aturan- aturan prosedural dipatuhi atau dilanggar. Aturan-aturan tersebut memiliki implikasi yang sangat penting karena dipandang sebagai manifestasi nilai-nilai proses dasar dalam organisasi. Jadi individu dalam organisasi akan mempersepsikan adanya keadilan prosedural manakala aturan prosedural yang ada dalam organisasi dipenuhi oleh

b. Keadilan Distributif

Keadilan distributif diturunkan dari Equity Theory (Adams, 1965). Premise equity theory mengemukakan bahwa seseorang cenderung untuk menilai status social mereka dengan penghasilan seperti rewards dan sumberdaya yang mereka terima (Greenberg, 1987). Pandangan lain mengenai keadilan distributif mengacu pada kewajaran terhadap aktual outcomes seperti beban kerja, penghasilan dan lain-lain yang diterima oleh seorang pekerja (Gilliland dan Adams, 1965).

Hal ini menunjukkan bahwa respon sikap dan perilaku terhadap penghasilan berkaitan dengan penghasilan yang didasarkan pada persepsi mengenai keadilan (Walster et al., 1978). Pendapat mengenai keadilan distributif terbentuk ketika suatu kelompok membandingkan penghasilan mereka dengan pihak lain (Anderson et al., 1969).

Teori relative deprivation (Crosby, 1976) yang merupakan bagian dari distributive justice mengemukakan bahwa dalam konteks organisasi, individu membandingkan pembagian alokasi sumberdaya untuk mereka dengan pembagian untuk pihak lain. Persepsi Teori relative deprivation (Crosby, 1976) yang merupakan bagian dari distributive justice mengemukakan bahwa dalam konteks organisasi, individu membandingkan pembagian alokasi sumberdaya untuk mereka dengan pembagian untuk pihak lain. Persepsi

Persepsi keadilan distributif merupakan perbandingan dengan yang lain. Akibatnya, persepsi tentang keadilan hasil tidak hanya akan berhubungan dengan ukuran absolut, tetapi juga akan berdasar pada satu ukuran atau lebih yaitu perbandingan sosial. Hasil tersebut berkenaan dengan perbandingan atau standar dan pengaruh kekuatan perasaan maupun penilaian adil atau tidaknya hasil yang didapat (Sabbagh, 2003).

C. Konsekuen dari Employee Engagement

1. Organizational Citizenship Behavior

Robbins (2001) menyatakan bahwa Orga nizationa l Citizhensip Beha vior (OCB) adalah perilaku yang bukan merupakan bagian dari tugas yang telah dipersyaratkan secara formal bagi seorang karyawan tetapi secara keseluruhan mendukung fungsi efektif organisasi. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Organizationa l Citizenship Beha vior ( OCB ) adalah perilaku yang dilakukan karyawan dengan sukarela. Perilaku ini bukan sebagai akibat dari adanya sistem Robbins (2001) menyatakan bahwa Orga nizationa l Citizhensip Beha vior (OCB) adalah perilaku yang bukan merupakan bagian dari tugas yang telah dipersyaratkan secara formal bagi seorang karyawan tetapi secara keseluruhan mendukung fungsi efektif organisasi. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Organizationa l Citizenship Beha vior ( OCB ) adalah perilaku yang dilakukan karyawan dengan sukarela. Perilaku ini bukan sebagai akibat dari adanya sistem

a. Altruism : Membantu rekan kerja dalam bertugas

b. Conscientiouness : Melaksanakan tugas melebihi standartnya

c. Sportmanship : Menahan diri dari keluhan tentang hal-hal yang tidak disukai

d. Courtsy : Menggantikan orang lain dalam organisasi tentang perubahan yang mempengaruhi kerja mereka

e. Civic Virtue : Partisipasi dalam organisasi kewargaan Beberapa peneliti memberikan konsep yang berbeda mengenai

Organizationa l Citizhensip Beha vior ( OCB ), misalnya Padsokoff , et a l (1996) menggabungkan Altruism dan Courtesy menjadi helping , Van Dyne, et al (dalam utomo, 2002) mengusulkan konsep OCB berdasarkan penerapan filosofi politik dalam organisasi, hasil penelitian mereka telah menghasilkan dimensi-dimensi OCB, yaitu :

a. Obedience : Perwujudan rasa hormat terhadap peraturan dan kebijakan organisasi dan kemauan untuk memperbanyak usaha yang pantas demi keperluan organisasi, contoh perilaku yang menggambarkan dimensi ini misalnya datang ke kantor tepat waktu, a. Obedience : Perwujudan rasa hormat terhadap peraturan dan kebijakan organisasi dan kemauan untuk memperbanyak usaha yang pantas demi keperluan organisasi, contoh perilaku yang menggambarkan dimensi ini misalnya datang ke kantor tepat waktu,

b. Loya lty : Perwujudan kesetiaan pada organisasi. Contoh perilaku yang menggambarkan dimensi ini misalnya tidak dengan mudah mau pindah ke perusahaan orang lain yang memberikan gaji lebih tinggi, membela organisasi, memberikan pernyataan yang positif tentang perusahaan, mempromosikan produk-produk yang di hasilkan perusahaan

c. Socia l Pa rticipation : Menggambarkan perilaku yang sasarannya pada anggota lain dalam organisasi dan mencerminkan kemauan yang menjadi berbeda, contoh perilaku yang menggambarkan dimensi ini misalnya membuat inovasi, menetapkan standart yang tinggi, memberikan tantangan pada rekan kerja lain, memberikan saran-saran bagi perusahaan.

d. Functiona l pa rticipation : Menggambarkan bentuk kontribusi yang berfokus pada diri sendiri tapi mempunyai kontribusi bagi efektifitas organisasi, contoh perilaku yang menggambarkan dimensi ini misalnya ikut secara sukarela dalam tugas khusus, bersedia menyelesaikan pekerjaan tambahan.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa semua pendapat memberikan dimensi-dimensi OCB yang tidak jauh berbeda, dimensi Concientiousness dari organ hampir sama dengan dimensi functiona l pa rticipation , dimensi ini sebagai perilaku karyawan yang mau

berupa perilaku untuk menggambarkan perilaku functiona l participation yaitu kemauan untuk melaksanakan pekerjaan tambahan dan ikut secara sukarela dalam pekerjaan khusus, selain itu dimensi conscientiousness juga dapat masuk dalam dimensi obedience karena bila karyawan bekerja melebihi dari yang seharusnya dilakukan, hal ini sangat penting bagi keperluan perusahaan. Dimensi Civic virtue dari organ yang diartikan sebagai kemauan untuk ikut dalam organisasi kewargaan senada dengan dimensi socia l pa rticipation , dimensi ini adalah menghadiri rapat, menjalin komunikasi yang positif, ikut dalam organisasi-organisasi kemasyarakatan. Dimensi sportsma nship ditunjukkan dengan sikap mau menahan diri, mengeluhkan hal-hal yang tidak berarti. dapat merupakan salah satu wujud kesetiaan seorang karyawan pada perusahaan di gambarkan dalam dimensi loya lty. Dimensi yang agak berbeda dari kedua pendapat di atas adalah dari organ yang dimensi Altruism yang diartikan sebagi kemauan karyawan untuk membantu rekan kerja mereka dimensi Courtsy yang digambarkan sebagai kemauan seorang karyawan lain untuk menggantikan rekan kerja dalam suatu pekerjaan.

2. Intention to Quit

Kitcapi et a l . (2005), menyatakan bahwa intention adalah niat atau keinginan yang timbul pada individu untuk melakukan sesuatu. Sementara itu quit adalah berhentinya seseorang karyawan dari tempatnya bekerja secara sukarela. Sehingga dapat didefinisikan bahwa intention to quit Kitcapi et a l . (2005), menyatakan bahwa intention adalah niat atau keinginan yang timbul pada individu untuk melakukan sesuatu. Sementara itu quit adalah berhentinya seseorang karyawan dari tempatnya bekerja secara sukarela. Sehingga dapat didefinisikan bahwa intention to quit

Mathis dan Jackson (2001) mendefinisikan turnover sebagai suatu proses dimana tenaga kerja meninggalkan organisasi dan harus ada yang menggantikanya. Turnover yang tinggi menimbulkan biaya yang tinggi. Kenaikan biaya ini diakibatkan produktivitas yang hilang, waktu pelatihan dan waktu pemilihan tenaga kerja baru yang bertambah, hilangnya efisiensi kerja dan biaya tidak langsung lainya.

Menurut Mathis dan Jackson (2001), turnover dibedakan menjadi dua jenis yaitu :

1. Turnover sukarela ( volunta ry ) Turnover sukarela terjadi pada saat tenaga kerja meninggalkan organisasi atas permintaanya sendiri.

2. Turnover tidak sukarela Turnover tidak sukarela terjadi pada saat tenaga kerja diberhentikan oleh organisasi.

Mathis dan Jackson (2001) menyatakan bahwa alasan tenaga kerja Mathis dan Jackson (2001) menyatakan bahwa alasan tenaga kerja

D. PENELITIAN TERDAHULU

Penelitian Gallup (2005) melakukan pengukuran yang mutakhir tentang employee engagement , mereka mengukur hubungan employee engagement dengan turnover , pertumbuhan penjualan, jasa penjualan, penerimaan dsb. Hasil dari penetian tersebut adalah unit bisnis yang memiliki employee enga gement diatas median (70%) memiliki tingkat kesuksesan organisasi lebih tinggi dibandingkan yang memiliki prosentase dibawah median.

Perrin (2006) mengamati lebih dari 35.000 karyawan menghasilkan bahwa ada hubungan positif antara employee enga gement dengan pertumbuhan penjualan, COGS yang rendah, meningkatkan focus terhadap konsumen dan mengurangi tingkat turnover.

The corporate executive board (2004) melakukan survey atas 50.000 karyawan di 59 organisasi di seluruh dunia, karyawan dengan enga gement yang rendah memiliki kecenderungan 4x lebih ingin meninggalkan pekerjaanya, dan yang lebih penting perpindahan dari enga gement yang rendah ke tinggi.