KAJIAN POTENSI TEBU GENJAH SEBAGAI BAHAN

KAJIAN POTENSI TEBU GENJAH SEBAGAI BAHAN BAKU BIOETANOL
PADA MUSIM KEMARAU DAN PENGHUJAN
STUDY POTENTIAL OF EARLY MATURING CANE AS BIOETHANOL RAW
MATERIAL IN DRY AND RAINY SEASON
SRI WINARSIH1) DAN SIMPING YULIATUN1)
1) Pusat

Penelitian Perkebunan Gula Indonesia, Pasuruan
(Alamat korespondensi, Email: swinar27@gmail.com)
(Naskah diterima 16 September 2014, disetujui 20 Oktober 2014)

ABSTRAK
Menipisnya cadangan minyak bumi di Indonesia, meningkatnya impor bahan bakar minyak
(BBM) dan tuntutan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, mendorong ditemukannya bahan
bakar alternatif sebagai pengganti BBM. Salah satu bahan bakar nabati yang cukup prospektif untuk
substitusi BBM adalah bioetanol yang berasal dari tebu genjah. Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan klon tebu genjah yang berpotensi menghasilkan bioetanol tinggi pada musim kemarau
dan penghujan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dengan
tiga kali ulangan. Perlakuan adalah macam klon tebu genjah dan musim panen. Sepuluh klon tebu
genjah dan satu klon kontrol (PSCO 902) ditanam bulan Maret untuk panen musim kemarau dan
bulan Juli untuk panen musim penghujan. Tebu dipanen umur 8 bulan dan diamati produktivitasnya

dari masing-masing klon. Produksi bioetanol ditentukan berdasar kandungan total gula (TSAI). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tebu genjah mempunyai prospek yang baik digunakan sebagai bahan
baku bioetanol. Tebu genjah yang dapat ditanam untuk dipanen musim kemarau dan penghujan
adalah PS 99-1130 dan PS 99-1115 dengan potensi bioetanol 9.126 dan 8.679 liter ha-1 (kemarau)
dan 7.973 dan 8.654 liter ha-1 (penghujan). Sedangkan yang dipanen musim kemarau adalah PS
99-1119 dan PS 58/1-4000/1 dan untuk penghujan PS 99-1113 dan DB 1/14. Klon-klon tersebut
lebih unggul dibanding kontrol dengan potensi 8.165 dan 6.381 liter ha-1 berturut-turut untuk musim
kemarau dan penghujan.
Kata kunci: tebu genjah, musim kemarau, musim penghujan, bioetanol

ABSTRACT
Depletion of oil reserves in Indonesia, increasing fuel oil import and pressure for reducing
greenhouse gas emissions, encourage the discovery of alternative fuels. One of biofuel raw materials
that prospective for fuel oil substitution is early maturing cane. This cane can be milled earlier than
conventional cane and can be harvested throughout the year. The research aimed to find early
maturing cane that having high potential bioethanol production in dry and in rainy seasons. The
experiment used randomized complete block design with three replications. The treatments were
clone of early maturing cane and harvesting time. Ten clones and one control (PCSO 902) were
planted in March and July for harvesting in dry season and in rainy season. The cane were harvested
at 8 months after planting. Bioethanol production was determined by using total sugar as invert

(TSAI). The results showed that early maturing cane was promising clones as bioethanol raw material.
The clones that can be planted for harvesting both in dry and in rainy seasons were PS 99-1130 and
PS 99-1115. The potential bioethanol production were 9,126 and 8,679 liter ha-1 for dry season, and

15

MPG Vol. 50, Desember 2014: 15-23

7,973 and 8,654 liter ha-1 for rainy season. The clones that can be harvested in dry season were PS
99-1119 and PS 58/1-4000/1 while for rainy season were PS 99-1113 dan DB 1/14. These clones
had better bioethanol productivity compare to control clone which has bioethanol potential production
8,165 and 6,381 liter ha-1 for dry and rainy season respectively.
Keywords: early maturing cane, total sugar content, bioethanol, dry season, rainy season

PENDAHULUAN
Di Indonesia, pada tahun 2013 konsumsi
premium sangat tinggi yaitu mencapai 1,4 juta barrel,
disisi lain cadangan minyak bumi semakin menipis.
Sudah saatnya penggunaan bahan bakar alternatif
pengganti bahan bakar minyak (BBM) mendapat

perhatian dan dukungan. Bioetanol merupakan bahan
bakar alternatif yang ramah lingkungan. Selain dapat
menurunkan polusi, bioetanol dapat mengurangi emisi
gas rumah kaca. Di Brazil, bioetanol yang berasal dari
tebu, digunakan sebagai bahan bakar dan dapat
mereduksi 61% emisi gas rumah kaca (Pandey, 2009).
Bioetanol dari tebu adalah salah satu bioenergi
yang paling menjanjikan karena keseimbangan
energetik dan umumnya positif. Pertumbuhan tebu
menyerap karbon lebih banyak daripada yang
diemisikan ketika bioetanol dibakar sebagai bahan
bakar (Oliveira et al., 2005). Tebu adalah sumber nira
dengan biomassa per hektar tertinggi di antara
tanaman energi lainnya, yaitu antara 75-120 ton ha-1.
Potensi produksi bioetanol dari tebu bisa mencapai
90 – 119 liter ton-1 atau 6.800 -15.000 liter ha-1
(Hunsigi et al., 2006, Li et al., 2006, dan Tan, 2006).
Menurut Lee dan Bressan (2006), tebu per tahun
mampu menghasilkan etanol sebesar 6.000 liter ha-1,
sementara jagung 3.420 liter ha-1, ubi kayu 3.250 liter

ha-1 dan kentang 2.600 liter ha-1.
Tebu cukup prospektif dilihat dari biaya produksi
etanol yang lebih rendah dari komoditi lainnya. Data
dari IEA (International Energy Agency) menunjukkan
bahwa biaya produksi bioetanol per liter GE
(“gasoline equivalent”) jika berasal dari tebu adalah
0,20-0,35 USD, dari jagung sebesar 0,42 – 0,60 USD
dan dari biji-bijian lainnya sebesar 0,50 – 0,80 USD
(Anonymous, 2007).
Pengujian potensi varietas–varietas tebu telah
banyak dilakukan di beberapa negara seperti India,
Amerika Serikat, Hawai (Anonymous, 2006).
Varietas-varietas tebu untuk memenuhi kebutuhan
biofuel yang dicari saat ini adalah varietas-varietas
yang memiliki kandungan biomassa tinggi, berserat

16

tinggi dan memiliki total gula terfermentasi yang
tinggi. Di Amerika Serikat varietas tebu yang

berpotensi sebagai bahan biofuel dipilih dari varietas
tebu yang memiliki kadar sabut 15,4 – 18,6% yang
dikombinasikan dengan kandungan sukrosa sedang
8,3 -12,6%. Varietas dengan karakter tersebut yang
disarankan untuk dapat menghasilkan bioetanol dan
listrik yang lebih besar (Cobill et al., 2005). Varietas
tebu yang cocok untuk produksi bioetanol juga telah
diperoleh di India yaitu varietas Co 7717 dengan
produksi 8.050 liter ha -1, menggantikan varietas
sebelumnya CoJ 64 dengan produksi 6.718 liter ha-1
(Anonymous, 2008).
Tebu yang digunakan untuk bioetanol berbeda
dengan tebu untuk industri gula. Tebu untuk bioetanol
tidak perlu menghasilkan sukrosa tinggi, tetapi yang
terpenting adalah kadar gula total yang tinggi. Oleh
karena itu saat panen tebu tidak perlu menunggu umur
tanaman 12 bulan. Apabila tebu umur 8 bulan telah
mempunyai kadar gula total yang tinggi, tebu dapat
dipanen untuk bahan baku bioetanol. Tebu yang dapat
dipanen sekitar umur 8 bulan dengan kandungan gula

total yang tinggi tersebut disebut “tebu genjah”.
Gula yang diperlukan untuk fermentasi bioetanol
tidak hanya terbatas pada sukrosa saja, tetapi bisa
berupa glukosa dan fruktosa. Faktor iklim selama ini
menjadi faktor pembatas dalam penimbunan sukrosa,
menjadi kurang dominan pengaruhnya. Tebu genjah
diharapkan dapat dipanen pada musim kemarau
maupun penghujan asalkan kadar gula total yang
dihasilkan tinggi.
Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia
(P3GI) sejak tahun 2006, telah melakukan seleksi
klon-klon tebu genjah hasil eksplorasi dari plasma
nutfah dan klon-klon tebu hasil persilangan
(hibridisasi) PS 98 dan PS 99, untuk memperoleh klonklon tebu genjah yang berpeluang sebagai bahan baku
bioetanol (Winarsih dan Sugiyarta, 2007). Beberapa
karakter varietas telah diperoleh dalam seleksi tebu
genjah untuk produksi bioetanol (Winarsih dan
Sugiyarta, 2009). Produksi bioetanol sebanding

Kajian potensi tebu genjah sebagai bahan baku bioetanol pada musim kemarau dan penghujan

(Sri Winarsih dan Simping Yuliatun)

dengan TSAI (Total sugar as Invert) dan berat tebu
pada percobaan musim kemarau maupun penghujan.
Produksi bioetanol, TSAI dan berat tebu digunakan
sebagai parameter dalam seleksi tebu genjah penghasil
bioetanol (Winarsih dan Sugiyarta, 2007).
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan klon
tebu genjah yang mempunyai potensi produksi
bioetanol tinggi pada musim kemarau dan penghujan.
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan
untuk rujukan rekomendasi varietas tebu yang cocok
untuk bahan baku bioetanol di Indonesia.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan (KP)
Pasuruan dan laboratorium Diversifikasi Produk dan
Pengolahan Limbah (DPPL) Pusat Penelitian
Perkebunan Gula Indonesia.
Penanaman Tebu di Lapangan
Bahan tanam yang digunakan adalah 10 klon tebu

genjah dan satu klon sebagai kontrol. Klon tebu genjah
terdiri atas DB 1/14, PS 58/1-4000/1, PS 99-1113,
PS 99-1115, PS 99-1119, PS 99-1130, PSCO 93-545,
PSCO 94-339, PSCO 94-371 dan PSJT 93-139. Satu
klon kontrol adalah PSCO 902.
Bahan untuk penanaman tebu yang digunakan
dalam penelitian ini terdiri atas pupuk dan saprodi.
Persiapan lahan meliputi pengendalian gulma,
pengolahan tanah, pembuatan got dan juringan. Cara
penanaman dan perawatan tebu mengikuti metode
baku yang mengacu pada Anonymous (1992).
Rancangan percobaan yang digunakan adalah
rancangan acak kelompok dengan 3 kali ulangan.
Perlakuan penelitian ini adalah jenis klon dan masa
panen. Jenis klon tebu yang digunakan terdiri atas 10
klon dan satu klon sebagai kontrol. Setiap petak
percobaan berisi 4 juring tanaman @ 3 meter.
Penanaman dilakukan pada bulan Maret untuk
percobaan panen musim kemarau dan bulan Juli untuk
percobaan panen musim penghujan. Panen dilakukan

pada umur 8 bulan. Pengamatan berat tebu setelah
panen 8 bulan dan kandungan gula total (Total Sugar
as Invert, TSAI) % batang tebu dari masing-masing
klon menggunakan metode Luff.
Penentuan potensi produksi bioetanol per ton tebu
atau per hektar
Penentuan potensi produksi bioetanol per ton
tebu dalam satuan liter bioetanol/ton tebu diperoleh

dari rumus TSAI %tebu x 1000 (kg.ton-1) x 0,511 x
1/0,789 (kg-1.L) x 0,95 x EFp. Sedangkan penentuan
potensi produksi bioetanol per hektar diperoleh dari
potensi produksi bioetanol per ton tebu dikalikan
produktivitas tebu.
Keterangan :
0,511 = faktor konversi (100 gram glukosa
menghasilkan 51,1 gram etanol)
0,785 = berat jenis etanol (kg/L)
0,95 = efisiensi fermentasi Gay Lussac
EFp = efisiensi fermentasi percobaan (90%)

HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Produktivitas (Berat Tebu)
Produktivitas (berat tebu) merupakan faktor
penting penentu produksi bioetanol per satuan luas
tanaman tebu. Potensi berat tebu yang dipanen pada
musim penghujan lebih tinggi dibandingkan dengan
yang dipanen musim kemarau. Produktivitas tebu ratarata yang dipanen pada musim penghujan 114 ton
ha-1, sementara berat tebu rata-rata yang dipanen pada
musim kemarau 110 ton ha -1 (Tabel 1). Potensi
produktivitas tebu genjah tersebut cukup tinggi,
apabila dibandingkan dengan tebu non genjah
(konvensional) di Brazil dengan produksi per tahun
rata-rata 80-120 ton ha-1 (Basso et al., 2011). Kondisi
kecukupan air pada tanaman tebu menghasilkan bobot
tebu lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi kurang
air. Di Mauritius, hasil percobaan terbaik pada kondisi
perlakuan irigasi adalah145 ton ha-1. Di Hawaii hasil
tertinggi mencapai 250 ton ha-1 tebu pada kondisi yang
optimal (Soopramanian dan Batchelor, 1987 cit.
Pawirosemadi, 2011). Produksi terbaik tanaman tebu

P3GI pernah dicapai 189 ton ha-1. Sedangkan hasil
tebu tanpa irigasi di Mauritius hanya mencapai 94 ton
ha-1 pada tahun dengan musim yang baik.
Pada panen musim kemarau, DB 1/14 dan PS
99-1130 menunjukkan potensi berat tebu yang dapat
mencapai 128 ton ha-1 dan 123 ton ha-1. Sementara
itu empat klon lainnya mempunyai produktivitas
melampaui kontrol, meskipun secara statistik tidak
nyata, yaitu PS 99-1115, PS 99-1119, PSJT 93-139
dan PS 94-371 dengan produktivitas berturut-turut
120, 119, 111 dan 110 ton ha -1 . Sementara produktivitas pada kontrol 109 ton ha-1. Pada musim
penghujan, terdapat 4 klon yang mempunyai
produktivitas tertinggi dan melampaui kontrol yaitu

17

MPG Vol. 50, Desember 2014: 15-23

Tabel 1. Produktivitas klon tebu genjah hasil panen
musim kemarau dan penghujan
Table 1. Productivity of early maturing cane harvested in dry and rainy season

Tabel 2. Kadar gula total klon tebu genjah hasil panen
musim kemarau dan penghujan
Table 2. Total sugar as invert of early maturing cane
harvested in dry and rainy season

Keterangan (Note):

Keterangan (Note):

Bilangan dalam kolom yang sama yang diikuti huruf
sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji
BNT pada taraf 5 %.

Bilangan dalam kolom yang sama yang diikuti huruf
sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji
BNT pada taraf 5 %.

(Numbers in the same column followed by the same
letter are not significantly different according to LSD
test at 5% level)

(Numbers in the same column followed by the same
letter are not significantly different according to LSD
test at 5% level)

PS 99-1113, PS 99-1115, PS 99-1119 dan PS 99-1130
dengan produktivitas 122 ton ha-1 kecuali PS 99-1119
sebesar 117 ton ha-1, sedangkan potensi produktivitas
kontrol 114 ton ha-1. Secara keseluruhan, potensi berat
tebu yang diperoleh dari tebu genjah pada musim
kemarau maupun penghujan termasuk dalam
kelompok kategori baik. Hal ini dikarenakan klon-klon
yang diuji merupakan klon terpilih dari beberapa kali
seleksi sebelumnya.

kemarau berkisar antara 9,61 –14,40% sementara pada
musim penghujan berkisar antara 8,91-12,45%. Pada
musim kemarau PS 58/1-4000/1, menghasilkan TSAI
tertinggi diikuti dengan PS 99-1119 dengan potensi
masing-masing 14,40% dan 13,85% sementara potensi
klon kontrol sebesar 13,18%. Klon lainnya mempunyai potensi sama dengan kontrol (Tabel 2).

b. Kadar Gula Total (Total Sugar as Invert =
TSAI)
Kadar gula total (TSAI) dari masing-masing klon
tebu genjah yang dipanen pada musim kemarau dan
penghujan ditampilkan pada Tabel 2. Secara umum,
TSAI tebu yang dipanen pada musim kemarau lebih
tinggi dibandingkan dengan TSAI tebu pada musim
penghujan. TSAI tebu genjah hasil panen musim

18

Pada musim penghujan, PS 99-1115 menunjukkan potensi TSAI tertinggi diikuti dengan PS 58/
1-4000/1 dengan nilai berturut-turut 12,53% dan
12,45%. PS 99-1119 pada musim kemarau menunjukkan potensi paling unggul, namun pada musim
penghujan potensinya rendah. Sedangkan potensi
TSAI klon-klon lainnya yang dikaji meskipun nilainya
lebih tinggi dibandingkan kontrol namun secara
statistik tidak berbeda nyata dengan kontrol. Klon PS
58/1-4000/1 unggul dipanen musim penghujan
maupun kemarau dengan potensi TSAI tinggi.

Kajian potensi tebu genjah sebagai bahan baku bioetanol pada musim kemarau dan penghujan
(Sri Winarsih dan Simping Yuliatun)

Tingginya TSAI pada musim kemarau disebabkan oleh kondisi lingkungan. Rendahnya kadar air
dan kadar N serta menurunnya gula reduksi
mendorong enzim untuk pembentukan sukrosa
menjadi aktif seperti yang terjadi pada fase penuaan
atau kemasakan. Sebaliknya apabila faktor lingkungan
seperti suhu, kelembaban udara, kelembaban tanah
dan kadar N jaringan yang tinggi merupakan pemacu
pertumbuhan dan tidak kondisif untuk akumulasi
sukrosa (Hunsigi, 1993). Reaksi ini biasanya terjadi
pada tebu yang belum masak dan aktivitas acid
invertase tinggi. Kondisi air yang cukup (musim
penghujan), tanaman aktif tumbuh, jaringan
mempunyai N, kelembaban, enzim seperti invertase
dan phosphatase yang tinggi, lebih banyak gula invert
dan intermediate produk fotosintesis dan metabolisme
N meningkat dengan laju respirasi yang tinggi.
c. Potensi Produksi Bioetanol per Ton Tebu
Faktor utama yang berpengaruh terhadap estimasi bioetanol adalah TSAI. Secara umum, estimasi

rata-rata bioetanol per ton tebu pada tebu genjah yang
dipanen musim kemarau lebih tinggi dibandingkan
dengan yang dipanen pada musim penghujan (Gambar
1 dan 2). Estimasi bioetanol musim kemarau berada
pada kisaran antara 53 – 80 liter ton-1 tebu, sementara
pada musim penghujan antara 49 – 69 liter ton-1 tebu.
Tingginya produksi bioetanol pada musim kemarau
didukung oleh nilai TSAI yang lebih tinggi pada
musim kemarau karena TSAI merupakan faktor
penting yang menentukan produksi bioetanol.
Gambar 1 menunjukkan tebu genjah klon
PS 58/1-4000/1 yang dipanen musim kemarau
menghasilkan bioetanol tertinggi (80 liter ton-1) diikuti
dengan PS 99-1119 dengan potensi 77 liter ton-1 dan
potensi keduanya melampaui nilai pada kontrol. Di
samping itu, terdapat 5 klon tebu menghasilkan
bioetanol sama dengan kontrol dimulai dari yang
tertinggi yaitu PSCO 93-545 (74 liter ton -1 ),
PS 99-1130 dan PSJT 93-139 (72 liter ton -1 ),
PS 99-1115 ( 70 liter ton-1) dan PS 99-1113 (68 liter
ton-1) sementara pada kontrol 73 liter ton-1 tebu.

Gambar 1. Estimasi bioetanol per ton tebu klon tebu genjah yang dipanen musim kemarau
Figure 1. Estimation of bioethanol per ton cane of early maturing cane harvested in dry season
Keterangan (Note) :
Bilangan dalam balok yang sama yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata
menurut uji BNT pada taraf 5 %
(Numbers in the same beams followed by the same letter are not significantly different according
to LSD test at 5% level)

19

MPG Vol. 50, Desember 2014: 15-23

Gambar 2 menunjukkan klon PS 58/1-4000/1 dan
PS 99-1115 menghasilkan bioetanol dengan potensi
tertinggi yaitu sebesar 69 liter ton-1 dan melampaui
nilai pada kontrol. Tujuh klon lainnya menunjukkan
potensi bioetanol tinggi namun tidak berbeda nyata
dengan kontrol. Sementara itu, kontrol PSCO 902
mempunyai potensi 55 liter ton-1 tebu.
Klon-klon tebu yang menunjukkan kadar gula
tinggi menghasilkan bioetanol tinggi. Hal ini sejalan
dengan hasil penelitian Zabed et al. (2014) bahwa
konsentrasi gula awal merupakan parameter penting
yang berpengaruh langsung pada laju fermentasi dan
sel-sel mikrobia. Hubungan aktual antara kadar gula
awal dan laju fermentasi agak kompleks. Pada
umumnya, laju fermentasi akan meningkat dengan
meningkatnya konsentrasi gula hingga level tertentu.
Akan tetapi, konsentrasi gula yang berlebihan akan
melampaui kapasitas pengambilan oleh sel-sel
mikrobia, sehingga akan menuju ke laju fermentasi
yang tetap. Pada fermentasi batch, meningkatnya laju
produksi bioetanol dan hasil, dapat diperoleh pada

konsentrasi awal gula yang tinggi, tetapi memerlukan
waktu yang panjang dan akibatnya meningkatkan
biaya pemulihan.
d. Estimasi Bioetanol per Hektar
Estimasi bioetanol per hektar adalah hasil kali
antara estimasi bioetanol per ton tebu dengan berat
tebu per hektar. Dengan demikian berat tebu menjadi
faktor penting yang berperan dalam menentukan
produksi bioetanol per hektar. Pada percobaan ini
produksi bioetanol per hektar mempunyai pola yang
hampir sama dengan estimasi produksi bioetanol per
ton tebu.
Secara keseluruhan, potensi bioetanol per hektar
berbeda nyata antara klon yang dikaji baik pada musim
kemarau maupun penghujan. Potensi produksi
bioetanol dari tebu yang dipanen musim kemarau lebih
tinggi dibandingkan dengan yang dipanen musim
penghujan. Potensi bioetanol dari tebu yang dipanen
pada musim kemarau berkisar antara 5.552 - 9.417

Gambar 2. Estimasi bioetanol per ton tebu klon tebu genjah yang dipanen musim penghujan
Figure 2. Estimation of bioethanol per ton cane of early maturing cane harvested in rainy season
Keterangan (Note) :
Bilangan dalam balok yang sama yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata
menurut uji BNT pada taraf 5 %
(Numbers in the same beams followed by the same letter are not significantly different according
to LSD test at 5% level)

20

Kajian potensi tebu genjah sebagai bahan baku bioetanol pada musim kemarau dan penghujan
(Sri Winarsih dan Simping Yuliatun)

liter ha-1 dengan rata-rata 7.778 liter ha-1 (Gambar 3)
sedangkan yang dipanen pada musim penghujan
berkisar antara 5.024 - 8.654 liter ha-1 dengan ratarata 6.389 liter ha-1 (Gambar 4).
Klon tebu PS 99-1119 yang dipanen musim
kemarau berpotensi menghasilkan bioetanol tertinggi
sebesar 9.417 liter ha-1 diikuti dengan PS 99-1130
dengan potensi 9.126 liter ha-1 dan melampaui potensi
kontrol dengan produksi 8.165 liter ha-1. Di samping
itu, terdapat 2 klon mempunyai potensi cukup tinggi
dengan nilai melampaui kontrol yaitu PS 99-1115 dan
PS 58/1-4000/1 dengan nilai berturut-turut 8.679 dan
8.412 liter ha-1 (Gambar 3).
Klon tebu genjah PS 99-1115 yang dipanen
musim penghujan menunjukkan potensi produksi
bioetanol sebesar 8.654 liter ha-1paling unggul diikuti
dengan PS 99-1130 dengan potensi produksi sebesar
7.973 liter ha-1. Kedua klon tersebut memiliki potensi
produksi yang melampaui kontrol dengan potensi

produksi 6.381 liter ha-1 (Gambar 4). PS 99-1113 dan
DB 1/14 menghasilkan bioetanol yang cukup tinggi
namun tidak berbeda nyata dengan kontrol, dengan
nilai masing-masing 6.732 dan 6.490 liter ha-1. Potensi
produksi bioetanol beberapa klon pada musim kemarau maupun penghujan menunjukkan nilai yang lebih
tinggi dibandingkan dengan produksi di Brazil yang
mencapai 8.000 liter ha-1 (Basso et al., 2011). Produksi
etanol yang tinggi ini didukung oleh berat tebu yang
tinggi dari masing-masing klon.
Berdasarkan data produktivitas tebu dan bioetanol di atas, tebu genjah penghasil bioetanol dapat
ditanam dan dipanen sepanjang tahun baik musim
kemarau maupun penghujan. Akan tetapi pada periode
dimana curah hujan sangat tinggi terdapat kendala
dalam pelaksanaan tebang di lahan. Alexander (1985)
menyatakan bahwa curah hujan sekitar 7 inchi per
bulan pada umumnya menimbulkan kesulitan pelaksanaan tebang di lapangan.

Gambar 3. Estimasi bioetanol per hektar klon tebu genjah yang dipanen musim kemarau
Figure 3. Estimation of bioethanol per hectar cane of early maturing cane harvested in dry
season
Keterangan (Note) :
Bilangan dalam balok yang sama yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata
menurut uji BNT pada taraf 5 %
(Numbers in the same beams followed by the same letter are not significantly different according
to LSD test at 5% level)

21

MPG Vol. 50, Desember 2014: 15-23

Gambar 4. Estimasi bioetanol per hektar klon tebu genjah yang dipanen musim penghujan
Figure 4. Estimation of bioethanol per hectar cane of early maturing cane harvested in rainy
season
Keterangan (Note) :
Bilangan dalam balok yang sama yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata
menurut uji BNT pada taraf 5 %
(Numbers in the same beams followed by the same letter are not significantly different according
to LSD test at 5% level)
KESIMPULAN
Tebu genjah mempunyai prospek yang baik
untuk digunakan sebagai bahan baku bioetanol.
Produksi bioetanol dipengaruhi oleh beberapa faktor
utama antara lain kadar gula total (TSAI) dan berat
tebu.
Klon tebu genjah yang dapat ditanam untuk
dipanen pada musim kemarau dan penghujan adalah
PS 99-1115 dan PS 99-1130. Sementara itu, klon tebu
genjah yang dapat ditanam untuk dipanen pada musim
kemarau adalah PS 99-1119 dan PS 58/1-4000/1.
Adapun klon tebu genjah yang dapat ditanam untuk
dipanen pada musim penghujan adalah PS 99-1113
dan DB 1/14. Potensi bioetanol PS 99-1115 dan PS
99-1130 yang dipanen musim kemarau berturut-turut
8.679 dan 9.126 liter ha-1 dan yang dipanen musim
penghujan 8.654 dan 7.973 liter ha-1. Potensi ini lebih
unggul dibanding kontrol PSCO 902 dengan potensi
produksi sebesar 8.165 dan 6.381 liter ha-1 berturutturut untuk musim kemarau dan penghujan.

22

Tebu genjah penghasil bioetanol dapat ditanam
dan dipanen sepanjang tahun baik musim kemarau
maupun penghujan. Produksi pada musim kemarau
lebih tinggi dibandingkan dengan pada musim
penghujan.
DAFTAR PUSTAKA
Alexander, A.G. (1985) The Energy Cane Alternative. Sugar
Series, 6. Elsevier. Amsterdam. 509p.
Anonymous. (1992) Budidaya Tanaman Tebu. Disbun
Daerah Prop Dati I Jatim, PT. Perkebunan XXIVXXV, Perwakilan P3GI Prop. Jawa Timur. 99 hal.
Anonymous. (2006) New varieties, Energy cane highlight
LSU Agcenter sugarcane field day. [Online] Tersedia
dari: http://deltafarmpress.com/new-varietiesenergy-can0e-highlight-field-day [Diakses tanggal
18 Januari 2008].
Anonymous. (2008) Sugarcane Breeding Institute.
Coimbatore. India. [Online] Tersedia dari: http://
www.karnal.gov.in/res_sbirc.asp [Diakses tanggal
18 Januari 2008].

Kajian potensi tebu genjah sebagai bahan baku bioetanol pada musim kemarau dan penghujan
(Sri Winarsih dan Simping Yuliatun)

Anonymous. (2007) Usulan Pelepasan Varietas Tebu
Unggul Baru untuk Sistem Produksi Etanol . Pusat
Penelitian Perkebunan Gula Indonesia.
Basso, L.C., Basso, T. O. and Rocha, S. N. (2011) Ethanol
Production in Brazil: The Industrial Process and Its
Impact on Yeast Fermentation, Biofuel ProductionRecent Developments and Prospects, Dr. Marco
Aurelio Dos Santos Bernardes (Ed.), ISBN: 978953-307-478-8, InTech. development. Rio de
Janeiro: BNDES, 316 p.
Cobill, R.M., Tew, T.L., Garrison, D.D. & Richard Jr, E.P.
(2005) Development of high fibercane varieties for
biofuel production in the Shouthern United States.
Journal of the American Society of Sugarcane
Technologists, 25, 102.
Hunsigi, G. (1993) Production of Sugarcane. Theory and
Practice. Springer-Verlag. London. 245p.
Hunsigi, G., Yekkeli, N. R. & Solomon, S. (2006) Energy
security through sugarcane cropping system in
developing countries. Proc. Internl. Symp. on
Technologies to Improve Sugar Productivity in
Developing Countries, Guilin, P.R. China : 784-786.
Lee, T.S.G. dan Bressan, E. A. (2006) Renewable energy
from sugar cane in Brazil. Proc. Int. Symp on
Technology to improve sugar productivity in
Developing countries, Guilin P.R. China : 791-794.
Li, Y.R., Tan, Y. Li, S. & Yang, R. (2006) Sugarcane : A
most promising bio-energy crop in China. Proc.
Internl. Symp. On Technologies to Improve Sugar

Productivity in Developing Countries, Guilin, P.R.
China: 787-790.
Oliveira, M. E. D., Vaughan, B. E. and Rykiel, Jr. E. J. J.
(2005) Ethanol as fuel: energy, carbon dioxide
balances, and ecological footprint. Bioscience
55:593–602.
Pandey, A. (2009) Handbook of Plant-based Biofuels. CRS
Press Taylor and Francis Group. 297p.
Pawirosemadi, M. (2011) Dasar-dasar Teknologi Budidaya
Tebu dan Pengolahan Hasilnya. UM Press. 811p.
Tan, X.P. (2006) Sugarcane : First choice for automobile
alcohol industry. Proc. Internl. Symp. on
Technologies to Improve Sugar Productivity in
Developing Countries, Guilin, P.R. China: 778-783.
Winarsih, S. & Sugiyarta, E. (2007) Kajian untuk
mendapatkan varietas tebu genjah. Laporan Teknis
Penelitian. Pusat Penelitian Perkebunan Gula
Indonesia. Balitbang Pertanian. 36 hlm.
Winarsih, S. & Sugiyarta, E. (2009) Parameter seleksi klon
tebu genjah untuk produksi bioetanol. Majalah
Penelitian Gula. 45(4), 203-213.
Zabed, H., G. Faruq, J.N. Sahu, M.S. Azirun, R. Hashim
and Boyce, A.N. (2014) Bioethanol Production from
Fermentable Sugar Juice. Review article. The
Scientific World Journal. Volume 2014. Article ID
957102, 11 pages. http://dx.doi.org/10.1155/2014/
957102

23