BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Vihara 2.1.1. Pengertian Vihara - Pengaruh Karakteristik Arsitektur Cina Pada Bangunan Vihara Gunung Timur di Medan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Vihara

  2.1.1. Pengertian Vihara

  Menurut Subalaratano dan Samanera (tanpa tahun) dalam Yoyoh (2008) bahwa Vihara atau asrama pertama dalam sejarah Buddha terletak diatas tanah yang dinamakan Isipatana Migadaya (taman rusa Isipatana), dekat kota Banarasi. Tempat yang sangat indah ini mengandung makna sejarah yang sangat penting bagi umat Buddha yang tidak mungkin dilupakan.

  Pengertian Vihara seperti yang diuraikan oleh Suwarno (1999) dalam Yoyoh (2008) bahwa pada awalnya pengertian Vihara sangat sederhana, yaitu pondok atau tempat tinggal atau tempat penginapan para bhikku dan bhikkuni, samanera, samaneri. Namun kini pengertian Vihara mulai berkembang, yaitu : Vihara adalah tempat melakukan segala macam bentuk upacara keagamaan menurut keyakinan, kepercayaan dan tradisi agama Buddha, serta tempat umat awam melakukan ibadah atau sembahyang menurut keyakinan, kepercayaan dan tradisi masing-masing baik secara perseorangan maupun berkelompok. Di dalam Vihara terdapat satu atau lebih ruangan untuk penempatan altar.

  2.1.2. Sejarah Vihara

  Suwarno T. (1999) mengatakan bahwa dulu sebelum dikenal Vihara, tempat tinggal para bhikku adalah goa-goa dibawah pohon, di kuburan, diatas bukit, ditumpukan jerami dan ditempat penduduk yang menyediakan tempat untuk menginap. Setelah banyak orang yang mendengarkan ajaran Sang Buddha dan berlindung kepada Sang Tri Ratna, mereka bermaksud untuk menyediakn tempat tinggal bagi para bikkhu yang layak. Sang Buddha kemudian memperbolehkan umat berada di Vihara.

  Pada umumnya umat Buddha belum mempunyai Vihara secara khusus. Gagasan untuk membangun sebuah Vihara pertama kali dilakukan oleh Raja Bimbisara dari Kerajaan Rajagaha. Suatu ketika Raja Bimbisara mendengarkan ajaran Sang Buddha dan mencapai sottapati (tingkat kesucian pertama) maka beliau memberikan persembahan kepada Sang Buddha dan para bhikku. Atas pemberian tersebut, Sang Buddha memberikan persyaratan sebagai berikut :

  Tempat tersebut tidak jauh, dekat dan ada jalan untuk lewat. Tidak terlalu banyak suara di siang hari maupun malam hari. Tempat tersebut tidak banyak gangguan serangga, angin, terik matahari dan pohon menjalar.

  Orang yang tinggal disana mudah mendapat jubah, makanan, tempat tinggal, obat-obatan sebagai pengobatan bagi orang sakit.

  Ditempat tersebut ada bhikku yang lebih tua (senior) yang mempunyai pengetahuan tentang kitab suci (Dhamma-Vinaya).

  Sejak saat itu pengurusnya menerima Dana Vihara. Dengan semakin banyaknya penganut ajaran Sang Buddha, maka Vihara bukan hanya sebagai tempat singgah para bhikku, tetapi juga digunakan oleh para upasaka dan upasika untuk belajar Dhamma.

  Pada saat ini, umat Buddha terutama di Indonesia datang ke Vihara untuk melakukan puja bhakti bersama-sama pada hari yang telah mereka tentukan. Selain puja bakti umat juga mengadakan berbagai kegiatan lain yang sesuai dengan Dhamma dan Vihara.

2.1.3. Fungsi dan Makna Vihara

  Fungsi Vihara seperti yang diuraikan oleh Yayasan Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya (1983) dalam bukunya yang berjudul “Pembangunan Vihara

  Jakarta Dhammacakka Jaya

  ” menyatakan bahwa Vihara adalah sebagai tempat singgah atau tempat tinggal bagi para bhikku dan sebagai sarana ibadah umat Buddha. Sedangkan jika dilihat dari fungsi Vihara, adalah sebagai berikut : a. Tempat tinggal para bhikku dan samanera.

  b. Tempat pendidikan putera-puteri bangsa agar menjadi warga masyarakat yang berguna.

  c. Tempat yang memberikan rasa aman bagi semua umat Buddha.

  d. Tempat pendidikan moral, sopan santun dan kebudayaan.

  e. Tempat untuk berbuat kabajikan dan kebaikan.

  f. Tempat menyebarkan dhamma.

  g. Tempat menunjukkan jalan kebebasan.

  h. Tempat latihan meditasi dalam usaha merealisasi cita-cita kehidupan suci. i. Tempat kegiatan-kegiatan sosial yang bersifat keagamaan.

  Menurut Korda IV MAPANBUMI (2001) dalam buku “Keluhuran Sebuah

  Vihara

  ” menyatakan bahwa adapun makna Vihara yang keberadaannya sangat dikuduskan adalah sebagai berikut : a. Vihara adalah tempat memuliakan Tuhan dan para Buddha-Bodhisatva.

  b. Vihara adalah tempat diturunkannya Inisiasi Suci pembebas samsara.

  c. Vihara adalah tempat berlindung dari bencana dan malapetaka.

  d. Vihara adalah tempat kita mendekatkan diri kepada Tuhan.

  e. Vihara adalah tempat kita bertobat dan memperbaiki diri.

  f. Vihara adalah tempat memohon ilham kearifan dan lindungan.

  g. Vihara sebagai tempat beramal pahala melunasi ikrar.

  h. Vihara adalah tempat kita mengemban misi suci Tuhan. i. Vihara sebagai tempat mengasah kearifan dan welas asih. j. Vihara adalah tempat kita menemukan kemukjizatan Tuhan.

2.1.4. Kegiatan dalam Vihara

  Menurut Lindsey (2005) dalam bukunya

  “Chinese Indonesian : Remembering, Distorting , Forgeting” menyatakan bahwa beberapa kegiatan yang

  berlangsung dalam vihara adalah :

  1. Tempat beribadah ataupun penyampain sumpah

  2. Dapat dijadikan sebagai tempat melangsungkan acara pernikahan bagi umat Buddha

  3. Sebagai tempat melangsungkan acara untuk pengadopsian anak

  4. Tempat dalam melaksanakan organisasi social dalam melestarikan budaya tradisional Cina

2.1.5. Aliran dalam Vihara

  Menurut Moerthiko dalam Tonny (1996) bahwa tempat suci Vihara merupakan suatu wadah toleransi antar umat Confucius, Buddhis dan Taois dalam melaksanakan sembahyang. Aliran-aliran agama yang ada pada Vihara :

  1. Aliran “Konghucu” Agama Konghucu diturunkan Tuhan di tanah Tiongkok dengan Nabi Khongcu. Nabi Khongcu adalah keluarga Raja Seng Thong dari dinasti Siang.

  Agama Konghucu dalam istilah aslinya memiliki makna agama bagi yang lembut hati, yang terbimbing dan yang terpelajar. Ajaran Konghucu mengacu pada filsafat Konfusianisme.

  2. Aliran “Buddha” Agama Buddha berkembang dari tanah India, yaitu ditandai dengan kelahiran seorang pangeran Shidharta. Pangeran Shidharta meninggalkan keluarga dan istrinya untuk mencari kebenaran sejati bagi kebahagiaan alam semesta, yaitu dengan jalan menjadi seorang pertapa dan berguru. Pangeran Shidartha mencapai apa yang ingin didapatkannya pada usia genap 35 tahun, yaitu dengan menjadi Buddha yang maha sempurna, guru yang agung sekalian alam, umat manusia dan para Dewa.

3. Aliran “Taois”

  Aliran Taois dibawa oleh seorang filsafat Tiongkok jaman kuno bernama Lao Tse, yang oleh penganutnya dianggap sebagai Nabi dari Taois. Nabi Lao Tse dikenal juga sebagai seorang yang mengajarkan tentang perhitungan alam, yaitu manusia hidup selaras dengan alam. Didalam masyarakat Tionghoa dikenal pula dengan istilah Hong Shui / Feng Shui, yaitu salah satu cara untuk menselaraskan alam dengan kehidupan manusia.

  Secara tipologi bentuk arsitektur Vihara adalah sama (bangunan dengan budaya tradisional Cina), yang membedakannya hanyalah aliran dan kegiatan yang berlangsung didalamnya.

2.1.6. Ciri - Ciri Vihara

  Menurut Khol (1984) dalam Tonny (1996) mengatakan bahwa ciri - ciri vihara selain ditunjukkan dengan bangunan yang berarsitektur tradisional Cina, ada juga ciri khas lain yang mendominasi vihara, yaitu :

  a. Warna : Warna pada umumnya : - Merah (mendominasi bangunan vihara) yang berarti kegembiraan dan bersifat mengundang. - Emas, berarti tertinggi b. Interior bercorak budaya Cina c. Penonjolan struktur : Konstruksi atap menggunakan balok kayu, sambungan diekspos / diperlihatkan dengan ukiran yang menggambarkan symbol-simbol tertentu.

  d. Suasana ruangan tempat penyembahan berkesan religious dengan bau asap Hio yang dibakar.

  e. Elemen pembentuk ruang : Dinding pada umumnya digambar / direlief berupa dewa-dewa yang disembah atau gambar lain yang mempunyai symbol / makna.

  f. Elemen estetika : Terdapat patung-patung hewan yang disimbolkan mempunyai kekuatan penolak bala (patung naga, patung singa dll)

2.1.7. Pembagian Fisik Bangunan Vihara

  Menurut Handinoto (1990) bahwa secara fisik bangunan vihara pada umumnya terdiri dari empat bagian, yaitu: halaman depan, ruang suci utama, bangunan samping dan bangunan tambahan.

  Yang pertama adalah halaman depan yang cukup luas. Halaman ini digunakan untuk upacara keagamaan berlangsung. Lantai halaman depan ini kadang- kadang dilapisi dengan ubin, tapi tidak jarang hanya berupa tanah yang diperkeras. Menurut Lombard dan Salmon (1985) dalam Nandita (2008) bahwa pada umumnya, pada bagian depan halaman terdapat satu atau sepasang patung Cina dan tempat pembakaran kertas / dupa. Tempat pembakaran kertas mempunyai bentuk yang beragam, bentuk tersebut mengadopsi dari bentuk pagoda.

Gambar 2.1. Berbagai Macam Bentuk Dupa / Pembakaran Kertas

  (Sumber : Kohl, 1984)

  Pagoda dihubungkan dengan konsep alam yaitu Gunung Meru, yang merupakan tempat tinggal para Dewa dalam kosmologi India. Pagoda yang sangat tinggi memiliki area yang luas dan dilindungi pada bagian bawahnya. Di Cina, pagoda memiliki dua tipe, yaitu tipe

  T’ing dan atap diatas atap (Kohl, 1984).

Gambar 2.2. Tipe

  T’ing dan “Atap diatas Atap” Pagoda (Sumber : Kohl, 1984)

  Yang kedua, adalah ruang suci utama, merupakan bagian utama dari sebuah vihara. Ukuran besar dan kecilnya ruang suci utama ini berbeda pada setiap vihara. Tapi pada umumnya berbentuk segi empat. Di vihara-vihara besar terdapat semacam

  courtyard ditengahnya yang digunakan sebagai tempat pemasukan cahaya alami,

  serta menampung air hujan dari atap. Sebuah altar utama terdapat pada dinding belakang ruang suci utama ini. Dewa utama terletak disini. Di depan altar paling tidak terdapat sebuah meja . Kadang-kadang lebih dari satu. Sering juga diapit dengan dua altar samping.

  Yang ketiga, adalah bangunan tambahan, bangunan ini sering dibangun kemudian setelah ’ruang suci utama berdiri’. Bahkan tidak jarang dibangun setelah vihara berdiri selama bertahun-tahun. Hal Ini disebabkan karena adanya kebutuhan yang terus meningkat dari vihara yang bersangkutan.

  Yang keempat adalah bangunan samping. Bangunan ini biasanya dipakai untuk menyimpan peralatan yang sering digunakan pada upacara atau perayaan keagamaan.

2.2. Arsitektur Cina

2.2.1. Pengertian Arsitektur Cina

  G. Lin (1989) menyatakan bahwa Filosofi arsitektur Cina sangat dipengaruhi oleh filosofi kepercayaan dan ajaran Konfusianisme, Taoisme dan Buddhisme.

  Konfusianisme : Ajaran Konfusianisme dibawa oleh seorang Confusius. Ajaran tersebut mengajarkan tentang tata cara menjalani kehidupan dan bagaimana berfikir bijak.

  Confucianisme tidak dianggap sebagai satu agama yang berunsurkan ketuhanan

  tetapi merupakan ajaran yang mengajarkan tentang prinsip-prinsip hidup yang lebih baik. Confucianisme berasaskan ajaran Confucius yang menekankan perasaan peri kemanusiaan terhadap masyarakat lain dan harga diri.

  Pola penataan ruang yang seimbang dan simetris merupakan dasar tata letak ruang yang dipengaruhi oleh factor serta dasar ajaran Confusius yang telah biasa digunakan oleh masyarakat sejak ratusan tahun lalu (Widiastuti,dkk, 2012).

  Taoisme : Ajaran-ajaran Taoisme adalah gabungan anarkisme dan kepercayaan bahwa kebenaran di luar pemahaman manusia dapat diperoleh dengan cara bersemadi atau tasawuf. Taoisme mengajarkan tentang perhitungan alam, yaitu manusia hidup selaras dengan alam.

  Pada ajaran Taoisme dikenal pula dengan istilah Hong Shui atau Feng Shui, yaitu salah satu cara untuk menselaraskan alam dengan kehidupan manusia. Feng

  shui adalah metode pengaturan tata letak bangunan yang berpedoman pada

  keseimbangan lingkungan dan alam. Feng shui merupakan ilmu untuk menganalisa sifat, bentuk, kondisi dan situasi bumi yang menjadi lokasi/tempat manusia berada.

  (Dian, 1996).

  Beberapa hal yang mempengaruhi Feng Shui menyangkut : kondisi tanah pada lokasi (tapak), arah bangunan, ukuran dan bentuk lahan bangunan (Too, 1995).

  • Tanah yang terlalu datar dipercaya memiliki unsur negatif, maka untuk mencapai keseimbangan sebaiknya dibuat gundukan tanah yang mewakili unsur positif. Oleh karena itu, bentuk tanah yang naik dan turun mewakili keseimbangan yang sangat penting bagi keselarasan alam (Feng Shui).

  Kondisi tanah :

  • 1. Menghadap jalan : Suatu lokasi dimana terdapat garis lurus dan sudut yang mengarah pada lokasi bangunan harus dihindari karena mengandung unsur Sha-Chi .

  Arah bangunan :

  Sha-Chi (hawa pembunuh) bisa berupa garis lurus, sudut tajam, atau apapun yang

  berbentuk simetri. Prinsip yang disetujui para ahli Feng Shui adalah orang harus berusaha keras untuk menghindari lokasi yang menghadap ke jalan lurus, seperti simpang T.

Gambar 2.3. Bangunan Menghadap Jalan

  (Sumber : Too, 1995)

  2. Menghadap saluran air, sungai dan kolam : Air melambangkan kekayaan dan ruang. Aliran air yang deras atau menyembur sebaiknya dihindari karena akan menghalangi datangnya

  Ch’I (energy positif). Sebaliknya aliran air yang tidak deras

  dan seimbang akan menyebabkan

  Ch’I berkumpul dan menumpuk. Bangunan yang

  dibangun didekat lokasi yang dipenuhi aliran air akan selalu makmur. Bangunan yang menghadap lurus ataupun menghadap kearah kelokan sungai memiliki Feng yang baik, karena merupakan tempat berkumpulnya

  Shui Ch’i.

Gambar 2.4. Bangunan Menghadap Aliran Sungai

  (Sumber : Too, 1995)

  3. Menghadap benda alami dan buatan : Tempat yang mengandung benda alami atau benda buatan yang langsung mengarah kearah bangunan sebaiknya dihindari, karena dapat mengirim unsur negatif pada bangunan.

Gambar 2.5. Bangunan Menghadap Benda Alami dan Buatan

  (Sumber : Too, 1995)

  4. Menghadap arah mata angin : Arah utara dihindari dan dianggap arah yang penuh dengan kegelapan oleh masyarakat Cina, sedangkan sebaliknya arah selatan merupakan arah yang penuh rahmat dan keberuntungan. Arah timur digambarkan sebagai posisi yang dinamis dan penuh kekuatan, sedangkan arah barat melambangkan tempat yang tenang dan penuh kekuatan. Idealnya, vihara dibangun dengan poros utara-selatan karena mengandung makna sumber kehangatan, terang dan hidup (Lip, 1986). Posisi bangunan yang baik menghadap ke selatan, hal ini didasarkan pada geografi Cina, yang dimana arah selatan merupakan sumber kehangatan, karena merupakan jalan masuknya sinar matahari. Sedangkan arah utara merupakan sumber angin yang keras dan dingin.

  • Untuk tujuan Feng Shui, tanah yang berbentuk segi empat atau bujur sangkar adalah bentuk tanah terbaik. Pada umumnya bentuk lahan yang lebih beraturan dan seimbag, Feng Shui nya akan lebih baik.

  Ukuran dan bentuk lahan bangunan :

Gambar 2.6. Bentuk Lahan Yang Baik

  (Sumber : Too, 1995)

  Tanah berbentuk segitiga dianggap sukar untuk dibangun. Apabila kondisi tanah yang dibangun memiliki sudut, maka sebaiknya bagian belakang bangunan dibangun lebih tinggi daripada bagian depan. Hal ini bertujuan agar

  Ch’I (energy positif) dapat mengalir dari bagian belakang ke depan bangunan.

Gambar 2.7. Bentuk Lahan Yang Kurang Baik

  (Sumber : Too, 1995)

  Ruang yang dipengaruhi oleh Feng Shui, yang selalu menguraikan suatu penataan ruang dengan beberapa unsur yaitu adanya unsur tanah, api, air dan kayu yang berfungsi untuk menetralisir unsur-unsur jahat.

  Untuk mencapai keselarasan ini biasanya pada bagian belakang rumah Cina terdapat taman yang dilengkapi dengan sebuah kolam. Taman dan kolam disimbolkan sebagai surga kecil (lengkap dengan unsur tanah, air, api, kayu, besi dan udara) yang berfungsi untuk menetralisir unsur-unsur buruk atau jahat yang terbawa dari depan atau luar.

  Buddhisme : Menurut Suzuki (2009) dalam Wayan (2014) bahwa agama Buddha ialah agama dan falsafah yang berasaskan ajaran Sakyamuni. Dalam Agama Buddha ada ritual dan juga tempat yang dianggap sakral yang dikenal dengan Vihara. Umat Buddha menganggap tempat sakral (Vihara) sebagai pusat kegiatan keagamaan yang dapat meningkatkan moral dan budi pekerti yang luhur dalam kehidupan beragama bagi umat beragama, bagi umat Buddha, baik dalam lingkungan Di Vihara umumnya umat Buddha menyimpan arca Buddha. Arca Buddha adalah alat bantu visual yang membantu seseorang untuk mengenang Sang Buddha dan sifat-sifat luhurnya yang mengilhami jutaan orang dari generasi ke generasi sepanjang peradaban dunia. Umat Buddha menggunakan arca sebagai suatu lambang dan sebagai objek konsentrasi untuk memperoleh kedamaian pikiran (Dhammananda, 2004: 308-309). Arca Buddha ini pada umumnya banyak ditemukan di vihara-vihara yang ada di Asia Timur dan Asia Tenggara termasuk Indonesia.

  Dewa

  • – dewa utama Buddhisme adalah Randengfo (Buddha Cahaya Lentera), Milofo (Maitreya, penyelamat kaum Buddhis yang ditunggu-tunggu), Omituofo (Amitabha atau Amita, penunjuk jalan yang menuntut para pemngikutnya ke Surga Barat), Yue Shifo (Buddha Tabib Utama), Dashizi Pusa (Mahastama, pendamping Amitabha), Pilufo (Vairotchana, yang tertinggi dan perwujudan Tiga Serangkai), Guan Yin (Dewi Welas Asih), Dizangwang (Dewa Neraka), Weituo (Viharapala, Dewa pelindung Dharma Buddha dan Vihara Buddhis), Empat raja intan langit, Boddhidharma (Werner,2008).

  

Diagram 2.1. Pengaruh Filosofi Cina Terhadap Arsitektur

(Sumber : Analisa Peneliti )

  Dari filosofi arsitektur yang dijelaskan sebelumnya maka prinsip-prinsip dasar dalam arsitektur Cina adalah sebagai berikut:

  1. Memfokuskan pada bumi bukan langit, yang merupakan bentuk ideal dan keharmonisan dalam masyarakat dimana langit bundar dan bumi persegi. Persegi melambangkan keteraturan, intelektualitas manusia sebagai manifestasi penerapan keteraturan atas alam. Bundar melambangkan ketidakteraturan sifat alam.

  Eksplorasi prinsip tersebut dalam arsitektural yaitu :

  • Adanya dinding sebagai penutup dan pembagi ruang
  • Penonjolan (ekspose) individualitas bangunan
  • Adanya susunan CourtYard
  • Adanya permainan tinggi lantai
  • Bangunan dibatasi taman
  • Pintu dan jendela menjadi elemen penunjang yang penting dalam tatanan permukaan bangunan.

  2. Hirarki dan status : Dicirikan oleh jumlah courtyard, 1-3 courtyard (bangunan biasa), 5-10 courtyard (bangunan istana).

  3. Pola penataan ruang bangunan yang simetri.

  4. Struktur dan konstruksi : Adanya rangka atap , kolom sebagai pendukung beban atap, dinding sebagai pembatas non structural.

  5. Estetika : Seluruh permukaan bangunan penuh dengan dekorasi.

2.2.2. Tipologi Bangunan Arsitektur Cina

  Typologi bangunan dalam Arsitektur Cina dapat dibagi kedalam beberapa jenis (Zhong,2012) :

  • Bangunan rumah bata dengan ruang terbuka persegi di sebelah utara China (siheyuan) (I)
  • Arsitektur subterranean di wilayah loess seperti Shanxi, Shaanxi dan provinsi

  Henan (II)

  • Arsitektur dengan konstruksi kayu dan bata di sebelah barat dan barat daya

  China(III)

  • Konstruksi kayu di sebelah timur china (IV)
  • Arsitektur tanah liat dan kayu di Hakka (Fujian), Guangdong dan Jiangxi (V)
  • Batu bata, kayu dan bangunan batu sepanjang selatan China (VI)

Gambar 2.8. Tipologi Bangunan Arsitektur Cina

  (Sumber : Zhong, 2012)

  Tipikal Bangunan di China Bagian Utara ( Northern China)

  • Tipe bangunan yang memiliki halaman tengah atau dikenal dengan sebutan siheyuan (Courtyard house)
  • Adanya hutong (gang sempit sebagai frontage dari rumah )
  • Gerbang yang berornamen menuju ke court yard yang disebut dengan chuihuamen ( hanging flower gate)
  • Pada tipe dasar hanya terdapat satu court yard, sedangkan jumlah court yard bergantung pada besar rumah.
Gambar 2.9. Tipologi Bangunan China Utara

  (Sumber

  Tipikal bangunan di Loess Region

  • Bangunan berbentuk gua (Cave Dwelling)
  • Desa gua di Gansu yang menunjukkan masing-masing bangunan memiliki courtyard
  • Pintu masuk (Entriway) berbentuk vault (lengkung)
  • Satu bangunan biasanya terdiri atas dua atau tiga ruang
  • Frontage rumah berada pada sisi sebuah tebing
  • Adanya close courtyard
  • Lebih banyak bukaan untuk sirkulasi udara

Gambar 2.10. Tipologi Bangunan Loess Region

  (Sumber Tipikal Bangunan di Cina Bagian Timur (Eastern Cina) Terbagi atas dua geografi :

  • Terbagi atas dua geografi : Dataran landai (Jiangsu dan sebelah utara Zhejiang) dan Berbukit (sebelah selatan Anhui dan Zhejiang)
  • Sepanjang sungai Yangtze, sebagai area paling subur di china
  • Courtyard dibatasi dinding batu
  • Bangunan tersusun berderetan (Flat Roof House)

Gambar 2.11. Tipologi Bangunan China Timur

  (Sumber : www.wikipedia.com)

  Tipikal Bangunan di Cina Bagian Barat dan Barat Daya (Western and South- Western Cina)

  • Bangunan dengan konstruksi batu
  • Bentuk atap berundak atau bertingkat-tingkat
  • Terdapat courtyard yang kecil
Gambar 2.12. Tipologi Bangunan China Barat dan Barat Daya

  (Sumber : www.amazingsphere.com)

  Tipikal Bangunan di Wilayah Hakka

  • Bentuk bangunan besar, berbentuk persegi dan lingkaran
  • Terbuat dari bata (brick)
  • Tipikal bangunan tertutup

Gambar 2.13. Tipologi Bangunan China Hakka

  (Sumber :

  Tipikal Bangunan Dataran Pantai Selatan (The Southern Coast)

  • Bangunan memiliki courtyard
  • Material bangunan granite block, bata merah dan juga kayu
  • Dekorasi biasanya pada bagian atap yang terbuat dari kayu
  • Konstruksi atap : kayu dan genteng
  • Menggunakan modul atau standar dimensi ruang adalah jian

  • Jian adalah ruang yang berada pada interval kolom yang memiliki ukuran tertentu (lebar dan panjang)
  • Banyaknya jian mulai dari satu, tiga dan lima. Jumlah jian yang genap dihindarkan karena mewakili bentuk asimetri dan bentuk yang tidak tentu.

Gambar 2.14. Tipologi Bangunan China Pantai Selatan

  (Sumber :

2.2.3. Jenis Vihara Pada Arsitektur Cina

  Menurut Tan (1981) dalam Titiek (tanpa tahun) bahwa peradaban Cina mulai terbangun sejak 4000 hingga 5000 tahun yang lampau. Secara garis besar Wilayah Cina terbagi atas Huabei ( China Utara) dan Huanan (China Selatan). Di Cina secara umum terdapat Vihara Tao, Budha dan Konfusius. Di Beijing terdapat Vihara Budha dan Vihara Tao, tetapi sangat sedikit ditemui Vihara Konfusius. Di Cina Utara dan Cina Tengah terdapat pemisahan yang jelas antara Vihara Budha dan Vihara Tao.

  Vihara yang terdapat di wilayah Cina Selatan terutama di daerah Hokkian di provinsi Fujian (Fukien) dan daerah-daerah di provinsi Guangdong (Kwantung) memiliki kesamaan dengan Vihara yang ada di Indonesia yang memfokuskan pemujaan kepada Budha, Tao dan leluhur. Hal ini dikarenakan orang-orang Cina yang paling awal datang ke Indonesia adalah orang-orang yang Hokkian. Setelah menetap di Indonesia mereka melanjutkan tradisi keagamaan dan budaya mereka.

  Jenis Vihara Tao, Buddha dan Konfius (Konghucu) dibedakan berdasarkan kategori penamaan (Wikipedia) :

  1. Vihara Tao : Gong, Guan

  2. Vihara Buddha : Si, An

  3. Vihara Konghucu : Litang, Ci, Miao, Bio Jenis Vihara dibedakan berdasarkan Dewa-Dewi yang disembah (Harryono,1994):

  1. Vihara Tao : Beberapa Dewa yang disembah pada Vihara Taoisme antara lain Lao-Zi, Guang Gong, Toa Pekong dan lainnya. Tidak semua Dewa Tao yang dipuja di Tiongkok (Cina) dipuja pada Vihara yang terdapat di Indonesia.

  2. Vihara Buddha : Beberapa Dewa yang disembah seperti Buddha Sakhyamuni, Avalokitesvara, Guan Yin, dan Shi Yin.

  3. Vihara Konghucu : Beberapa Dewa yang disembah seperti Dewa Kong Hu Cu, Hok Tek Ceng Sin (Dewa Bumi), Kwan Sheng Te Kun (Panglima Perang), dan Kwan She In.

2.2.4. Karakteristik Arsitektur Cina

  Karakteristik Arsitektur China yang perlu dibahas dan dikenali, seperti yang diuraikan oleh G. Lin (1989) dalam Naniek (2004) adalah:

  # Organisasi ruang (spatial organization )

  Organisasi ruang pada Arsitektur China didasarkan pada kebutuhan hidup sehari-hari yang dipadukan dengan persyaratan-persyaratan estetika yang dianut masyarakat China, seperti yang tampak pada pembentukkan unit-unit standarisasi yang digunakan untuk membentuk ruangruang interior dan eksterior bangunan.

  # The Jian Jian adalah unit dari organisasi ruang. Pengorganisasian ruang pada arsitektur

  klasik Cina adalah sangat sederhana. Konsep dasarnya meliputi penggunaan Jian, atau bay room, sebagai standar unit dan dapat dikembangkan atau dibuat secara berulang menjadi suatu massa bangunan atau beberapa kelompok bangunan.

Gambar 2.15. Konsep Jian

  (Sumber

  adalah sebuah ruang persegi empat atau suatu ruang yang diberi

  Jian

  pembatas dinding atau hanya dibatasi oleh kolom sehingga secara psikologis juga membentuk sebuah ruang. Jian juga dapat ditambahkan untuk membentuk suatu ruang (hall) atau ting dengan menggunakan unit standar sepanjang sumbu longitudinal (berulang memanjang secara menerus) dan sumbu horizontal. Sumbu- sumbu yang panjang dapat digunakan untuk menghubungkan ruang-ruang (hall) untuk membentuk suatu kelompok bangunan bahkan sebuah kota. Kadang - kadang ruang-ruang (hall) dikelompokkan di sekeliling courtyard untuk menghasilkan kombinasi bangunan yang berbeda. Konsep Jian adalah sebuah konsep orisinal yang dipakai pada masa Dinasti Shang.

Gambar 2.16. Unit Jian

  (Sumber

  Pada umumnya unit Jian disusun pada kelipatan ganjil dan bertujuan untuk menghasilkan bentang lebar agar dapat memberikan penekanan pada sumbu longitudinal. Aksis/sumbu yang seringkali hadir pada sebuah Jian adalah 3X6 meter, tetapi setelah Dinasti Tang standard bentang ini diperluas. Ruang

  • –ruang pada bangunan penting seperti istana dan kuil menggunakan bentang 5 sampai 10 meter untuk satu ruang (hall) (bukan hanya tiga meter).

  Disini dapat dilihat bahwa organisasi ruang arsitektur Cina berasal dari sebuah sel (bagian terkecil) kemudian menjadi kelompok atau mikro kosmos menjadi makro kosmos yang beradaptasi dengan lingkungan regional.

  Konsep organisasi ruang ini dapat diterapkan baik pada bangunan pribadi ataupun bangunan publik dengan membuat variasi pada hall, courtyard, jumlah unit ruang atau bentuk dan dekorasi. Jian dapat digunakan untuk berbagai maksud. Sebuah ruang (hall) dapat menjadi ruang tamu, kantor, ruang belajar, tempat sembahyang, dan lain-lain. Walaupun dua hall terpisah dan masing-masing berdiri sendiri, kedua hall tersebut selalu dihubungkan dengan serambi beratap atau jalur pejalan yang beratap (koridor).

  # Axial planning

  Karakteristik berikut dari arsitektur Cina klasik adalah bentuk struktur yang simetri dan orthogonal. Hal ini merupakan sumber dari kosmologi Cina. Pada Arsitektur Cina hall dan courtyard ditempatkan sepanjang suatu axis longitudinal atau suatu jalan setapak (path).

  Ruang-ruang tersebut terpisah satu dengan lainnya dengan adanya courtyard yang pada akhirnya dianggap sebagai ruang utama dalam komposisi secara keseluruhan daripada hanya sekedar bangunan penghubung yaitu: 1). Sumbu longitudinal adalah sumbu utama sedangkan sumbu horizontal adalah sumbu sekunder.

  2). Ada kalanya dalam suatu komposisi hanya ada satu sumbu atau tidak ada sumbu sama sekali.

Gambar 2.17. Simetri Pada Arsitektur Cina

  (Sumber : Handinoto, 2008) Selanjutnya ada tiga aturan yang digunakan pada perencanaan aksial pada Arsitektur Cina: 1). Menempatkan ruang utama pada pusat axis utama dan ruang-ruang lainnya ditempatkan pada sisi kiri dan kanan atau depan belakang dari susunan keseluruhan.

  2). Yang kedua disebut susunan bangunan pusat/utama (Central Building Layout). Komposisinya berdasarkan axis/sumbu tegak lurus, dengan penempatan bangunan pada perpotongan dua sumbu tersebut dan bangunan tersebut dikelilingi dengan ruang-ruang yang kecil, serambi dan bangunan-bangunan lain pada semua sudut. Dengan demikian maka akan terjadi sebuah kompleks bangunan yang simetris secara longitudinal dan horizontal.

  3). Susunan ketiga digunakan pada kelompok bangunan yang lebih luas. Susunan ini adalah pola pengembangan kelompok bangunan dengan tiga cara, antara lain:

Gambar 2.18. Pola Aksial Pada Arsitektur Cina

  (Sumber a). Pengembangan longitudinal (Longitudinal Extention). Apabila sebuah susunan kelompok bangunan courtyard menghasilkan ruang yang tidak efisien untuk memenuhi fungsinya, maka sumbu bangunan diperpanjang agar dapat membentuk sebuah kompleks bangunan yang lebih besar.

  b). Pengembangan Paralel (Parallel extention). Pada pola ini penambahan ruang dilakukan dengan menambahkan axis atau sumbu longitudinal sekunder secara parallel terhadap sumbu utama.

  c). Pengembangan Silang (Cross Extention). Pada tipe ini pengembangan terjadi pada dua sumbu vertikal dan horizontal. Bentuk ini sangat sesuai untuk pengaturan atau layout bangunan-bangunan besar.

  Pada Arsitektur Cina pengertian istilah kontras sangat berbeda dengan arsitektur Barat. Pada arsitektur Cina apabila seseorang memasuki ruang utama dan melangkah menuju courtyard, sebagai ruang transisi, akan terlihat bahwa kompleks bangunan secara keseluruhan disusun berdasarkan permainan ruang solid & void (ruang massif dan ruang yang berlubang). Axis diterjemahkan sebagai menjadi sebuah jalur sirkulasi (path) sedangkan courtyard pada arsitektur Cina adalah sebagai pusat aktivitas. Pemisahan courtyard dengan lingkungan di luar bangunan adalah karakter khusus arsitektur Cina.

  Penggunaan sumbu simetri pada perencanaan bangunan berarsitektur Cina digunakan pada setiap bangunan, mulai dari kompleks istana, tempat beribadah hingga rumah-rumah pertanian yang sederhana (Khaliesh, 2014). Penggunaan sumbu ini juga digunakan dalam perencanaan sebuah kota (Naniek, 2004).

2.2.5. Arsitektur Cina Pada Bangunan

  Menurut Yao yi (tanpa tahun) dalam Naniek (2004) bahwa hal-hal pokok yang perlu dibahas dalam arsitektur bangunan Cina adalah sebagai berikut:

  • Pola Penataan ruang
  • Langgam dan Gaya - Struktur Rangka Kayu yang Terbuka - Ragam Hias

1. Pola Penataan Ruang

  Pola penataan ruang yang membentuk ruang bangunan berarsitektur Cina terletak pada tata ruang dalam yang dikenal dengan istilah

  “inner court” atau “courtyard” sebagai suatu catatan dari pemikiran Confusius. Bentuk geometris

  berperan dalam organisasi ruang, dengan bentuk sederhana dapat menghadirkan courtyard segi empat.

  Semua bangunan yang berlantai satu besar atau kecil akan direncanakan atau dibangun dengan aturan-aturan tertentu di sekeliling courtyard. Hal ini sesuai dengan pandangan hidup masyarakat Cina “dekat dengan tanah/bumi” (close to the earth) atau apabila manusia dekat dengan tanah atau bumi maka kesehatannya terjamin.

  Dalam perencanaan bangunan berarsitektur Cina, bangunan yang paling penting selalu ditempatkan di daerah yang paling utama yang merupakan bagian terakhir dari tapak. Ukuran dan tinggi bangunan di sekelilingnya ditentukan setelah bangunan utama. Courtyard, sebagai fokus dan pusat dari seluruh kegiatan yang ada juga merupakan tempat yang sangat diperlukan untuk sirkulasi dan untuk saling berhubungan /bertemu. Courtyard juga berfungsi sebagai pemisah kegiatan.

Gambar 2.19. Courtyard Pada Bangunan

  (Sumber : Qinghua, 2002)

  Pola penataan ruang pada bangunan berarsitektur Cina pada umumnya cenderung simetris dengan courtyard yang berulang dan bertahap. Hal ini juga menunjukkan bahwa makin tinggi bangunan (ruang), maka semakin penting artinya dan berfungsi sebagai bangunan (ruang) utama.

Gambar 2.20. Penataan Ruang

  (Sumber : Knapp, 2000)

  Pola penataan ruang yang seimbang simetris merupakan dasar tata letak ruang yang dipengaruhi oleh dasar pemikiran ajaran filsuf Confusius yang telah biasa digunakan oleh masyarakat sejak ratusan tahun yang lalu.

2. Langgam dan Gaya

  Langgam dan gaya bangunan berarsitektur Cina dapat dijumpai pada bagian atap bangunan yang umumnya dilengkungkan dengan cara ditonjolkan agak besar pada bagian ujung atapnya yang disebabkan oleh struktur kayu dan juga pada pembentukkan atap sopi-sopi. Selain bentukan atapnya juga ada unsur tambahan dekorasi dengan ukiran atau lukisan binatang atau bunga pada bubungannya sebagai komponen bangunan yang memberikan ciri khas menjadi suatu gaya atau langgam tersendiri. Ada 6 macam bentuk atap bangunan berarsitektur Cina yaitu: (1). Atap Pelana dengan struktur penopang atap gantung atau Overhanging gable

  roof (Hsuan Shan)

  (2). Atap pelana dengan dinding sopi-sopi atau Flush gable roof (Ngang Shan) (3). Atap perisai (membuat sudut) atau Hip roof (Wu Tien) (4). Gabungan atap pelana dan perisai atau Gable and hip roofs (Hsuan Shan dan

  Ngang Shan)

  (5). Atap pyramid atau Pyramidal roof (Tsuan Tsien) (6). Atap Double Eaved

Gambar 2.21. Bentukan Atap Arsitektur Cina

  (Sumber : Handinoto, 1990)

  Terdapat tiga jenis utama atap pada Arsitektur Cina, yaitu :

  1. Atap lurus satu tingkatan : Jenis atap yang hanya memiliki satu tingkatan. Atap ini adalah jenis yang paling ekonomis dan paling lazim dalam Arsitektur Cina biasa.

  2. Atap bertingkat : Jenis atap dengan dua atau lebih tingkatan. Atap ini digunakan dalam kelas konstruksi yang lebih tinggi. Biasanya digunakan untuk rumah tinggal rakyat biasa hingga istana.

  3. Atap dengan lengkungan : Jenis atap dengan lengkungan yang naik/meninggi pada bagian sudut atap. Jenis konstruksi atap ini biasanya digunakan untuk bangunan kuil ataupun istana. Pada bagian atas atap biasanya dihiasi dengan patung-patung keramik (Wikipedia).

  3. Struktur Rangka Kayu yang Terbuka

  Karakteristik bangunan berarsitektur Cina tampak jelas pada system struktur dan konstruksinya, contohnya yaitu lengkungan atap yang menonjol sebagai suatu akibat dari system struktur rangka yang umumnya terbuat dari kayu. Ukir-ukiran serta konstruksi kayu sebagai bagian dari struktur bangunan pada arsitektur Tionghoa, dapat dilihat sebagai ciri khas pada bangunan Tionghoa. Detail-detail konstruktif seperti penyangga atap, atau pertemuan antara kolom dan balok, bahkan rangka atapnya dibuat sedemikian indah, sehingga tidak perlu ditutupi.

  4. Ornamen / Ragam Hias Ornamen merupakan salah satu bentuk ekspresi kreatif manusia zaman dulu.

  Ornamen dipakai untuk mendekorasi badan, dipahat pada kayu, pada tembikar- tembikar, hiasan pada baju, alat-alat perang, bangunan, serta benda bangunan seni lainnya. Jenis maupun peletakan ornamen vihara pada umumnya sudah ditentukan sesuai dengan maknanya. Seperti bagian atas altar terkadang digantungkan panji- panji pujian bagi dewa yang bersangkutan, di sisi kanan kiri digantungkan papan/kain bertuliskan puji-pujian. Di depan altar biasanya ditutup oleh secarik kain sutra merah yang disulam aneka pola misalnya: naga, delapan Hyang Abadi, burung hong dan sebagainya.

  Ornamen pada dinding dan pintu seringkali menggambarkan bunga, bambu yang dikombinasikan dengan binatang seperti kijang, kilin, burung bangau dan kelelawar. Kelelawar bagi orang Tionghoa melambangkan rejeki atau berkah karena kelelawar dalam bahasa Tionghoa dialek Hokkian adalah Hok yang berarti rejeki.

  Gambar-gambar lambang Pat Sian juga terdapat diantara lukisan bunga dan kelelawar, kedelapan dewa ini adalah lambang keharmonisan, panjang usia dan kemakmuran. Dewa-dewa dari Pat Sian juga diang-gap pelindung berbagai profesi, misalnya: Han Siang Cu melambangkan pelindung tukang ramal, Co Kok Kiu melambangkan pelindung pemain sandiwara dan lain-lain. Pada dinding sering dijumpai lukisan dewa-dewa atau cerita bergambar pendek seperti: cerita Sam Kok, novel Hong Sin, pengadilan Siam Lo Ong di akherat dan lain-lain.

  Di atas atap selalu ditempatkan sepasang naga yang dibentuk dari pecahan porselin dalam kedudukan saling berhadapan untuk berebut sebuah mutiara alam semesta menyala, lambang matahari (Cu). Pada bagian atap bangunan yang lain kadang dihiasi sepasang naga mengapit Houw Lo, yaitu buah labu yang telah kering sebagai tempat air/arak. Houw Lou tidak dapat dipisahkan dari bekal para dewa, sehingga dianggap punya kekuatan gaib untuk menjaga keseimbangan Hong Shui dan menangkal hawa jahat.

  Naga/Liong (bahasa Hokkian) adalah suatu makhluk mitos yang melambangkan kekuatan, keadilan, dan penjaga burung suci. Naga adalah hasil paduan khayalan dari berbagai hewan seperti: berkepala unta, bermata kelinci, berbadan ular, bertanduk rusa, berpaha harimau, bercakar rajawali, bersisik ikan.

  Selain itu hiasan naga kadang digantikan oleh sepasang ikan naga di atas atap tersebut. Ikan ini berkepala dengan bentuk Liong yang melambangkan keberhasilan setelah mengalami percobaan.

  Ornamen pada tiang dan balok penyangga sering berupa dewa, panglima perang, tumbuh-tumbuhan, bunga, gajah, kilin, naga, dan lain-lain. Gajah biasa-nya digunakan untuk melambangkan roh para dewa binatang. Tubuhnya tampak berat tapi belalainya lincah dan kecil berwatak ramah, lambang kekuatan. Ragam hias tetumbuhan dan bunga yang paling sering menjadi hiasan untuk bubungan / pinggiran atap dan tiang adalah bunga botan, bambu, anggrek, dan seruni yang mana melambangkan ulet dalam melawan iklim yang kejam di Cina (Sriti Mayang,dkk.2008)

  Bangunan berarsitektur Cina umumnya dilengkapi dengan ragam hias sebagai elemen dari detail estetika setiap bangunan. Ukir-ukiran kayu umumnya dapat dijumpai pada struktur konstruksi struktur penopang atap, balustrade tangga, pagar balkon, bagian dari kusen pintu jendela, konsolkonsol tembok atau kayu, juga pada ujung sopi-sopi bangunan.

  Dekorasi ragam hias sebagai detail ornamen dijumpai pula pada dinding tembok, plafond dan kolom. Juga sering dijumpai kaligrafi pada dinding diatas pintu, selain gambar-gambar dari ragam hias yang umumnya digambarkan dalam bentuk tumbuh-tumbuhan (pohon, bunga, buah), binatang dewa sebagai symbol (naga, barong/chilin, burung phoenix, singa dan lain-lain), binatang (ikan, bangau, rusa, gajah dan lain-lain). Unsur dekorasi atau detail estetika umumnya mempunyai makna atau symbol terutama pada bangunan-bangunan yang masih asli dipengaruhi oleh arsitektur Cina.

  Menurut Ling Yu (2001) dalam Sriti,dkk (2008) bahwa peletakan ornamen umumnya pada dinding, atap, pilar, dan elemen interior lainnya sesuai dengan sifat dan maknanya. Secara umum jenis ornamen yang biasa digunakan di Vihara dibagi menjadi tiga, yaitu ornamen hewan, tumbuhan dan manusia. Selain ketiga hal tersebut, simbol-simbol religi dan meander juga digunakan.

  Ornamen hewan, antara lain Naga, Phoenix/ Burung Api, Kura-kura, Singa (Ciok Say), Rusa, Kelelawar, Bangau, Chi Lin, dan sebagainya. Setiap ornamen mempunyai banyak jenis yang memiliki makna yang berbeda. Sebagai contoh, Naga cina merupakan simbol kebijaksanaan, kekuatan dan keberuntungan dalam kebudayaan Cina.”Naga merupakan makhluk yang tertinggi dan raja segala binatang di alam semesta”. Memiliki bagian tubuh yang menunjukkan dapat hidup di tiga alam, yaitu kepala seperti buaya, badan seperti ular (bersisik dan berkelok-kelok), lengan dan cakar seperti burung. Naga melambangkan penolak roh jahat, menjaga keseimbangan Hong Sui, kekuasaan, dipercaya dapat mengeluarkan kekuatan hebat dan melimpahkan kebahagiaan Ornamen ini biasanya banyak dipakai pada atap, pilar, lukisan, dinding, pintu, dan altar.

Gambar 2.22. Ornamen Binatang

  (Sumber : Lillian Too,1995)

  Naga : Naga atau Lung melambangkan kekuatan dan kebaikan, keberanian dan pendirian teguh, keberanian dan daya tahan. Makhluk ini menunjukkan semangat perubahan, mengembalikan kehidupan. Naga membawa hujan yang memberikan kehidupan, dengan demikian, Naga melambangkan kekuatan produktif dari alam. ( Lillian Too,1995:150).

  Beberapa macam naga pada tradisi Cina adalah (1) Naga surga yang paling sempurna Tian Lung, yang menjaga dan melindungi tempat tinggal Dewa sehingga terhindar dari bahaya; (2) Naga Shen Lung yang dipercaya mampu mendatangkan angin dan hujan; (3) Ti Lung, naga bumi yg membantu aliran air sungai; (4) Fu tsang

  Lung , naga yang selalu memantau dan dipercaya sebagai sumber kekayaan; (5) Lung

  sebagai naga yang paling kuat dan tinggal di awan-awan; (6) Li, naga yang hidup dalam lautan; (7) Chiao naga yang hidup di rawa-rawa dan bersarang di gunung, ukurannya lebih kecil, panjangnya sekitar 13 kaki. Aplikasi Lung sebagai simbol yang populer pada budaya Cina adalah (1)

  P’u lao diukirkan pada bagian atas dari

  bel dan gong; (2)

  Ch’iu niu, diukir pada alat musik agar bunyi yang dihasilkan enak

  didengar; (3) Pa-hsia, diukirkan pada bagian bawah monumen batu; (4) Chao-feng, ornamen pada tepi atap, gambaran dari lung yang melindungi terhadap bahaya; (5)

  Chih-wen , diukir pada balok penyangga jembatan dan pada atap rumah, untuk

  menjauhkan dari kebakaran; (6) Suan-ni, diukirkan pada tahta singgasana Budha; (7) , diukir pada pedang pembunuh; (8) Pi-kan, diukir pada gerbang rumah

  Yai tzu

  tahanan, sebagai kekuatan untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Ragam hias naga banyak dijumpai pada bagian tiang pilar penyangga bangunan (Tatt, 1993).

Gambar 2.23. Ornamen Naga

  (Sumber : Lillian Too, 1995)

  Singa : Singa melambangkan keadilan dan kejujuran hati. Bentuk singa lebih menyerupai anjing Pekingese. Singa merupakan salah satu simbol hewan yang banyak dijumpai pada klenteng. Simbol ini biasa diletakkan pada sisi kanan-kiri pintu masuk utama sebuah bangunan dan dipercaya dapat menjaga bangunan tersebut dari marabahaya. Simbol singa yang banyak dijumpai dalam bentuk karya tiga dimensi, digambarkan dalam posisi duduk sambil memegang bola. Bola merupakan lambang matahari sebagai simbol dari Yin Yang. Pada simbol ini, singa jantan digambarkan sedang bermain dengan bola, sedang singa betina digambarkan duduk sambil menjaga anak singa. Simbol ini memiliki makna yang sama dengan simbol naga yang memegang mutiara dan terbang di awan-awan. Simbol ini melambangkan keberuntungan, berkat serta dipercaya dapat melindungi dari hal-hal yang buruk (Tatt,1993).

  Singa adalah lambang energy dan keberanian. Singa batu sering diletakkan dijalan masuk sebuah bangunan. Pasangan singa dianggap sebagai pelindung penghuni dan tempat umum, terutama dari setan dan roh jahat. Dalam Budhisme, singa dianggap sebagai hewan suci. Orang Cina sering merayakan festival dengan tarian singa disertai music yang keras. Singa dipercaya dapat menakuti roh jahat dan nasib buruk serta menarik keberuntungan (Lillian Too,1995:156).

Gambar 2.24. Ornamen Singa

  (Sumber : Lillian Too, 1995)