BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Implementasi KPS melalui Model Pembelajaran - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Profil Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas VIII SMP Y Kota Salatiga pada Materi Sistem Pencernaan

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Implementasi KPS melalui Model Pembelajaran

3.1.1 Keterlaksanaan Pembelajaran

  Berdasarkan hasil observasi KPS melalui pelaksanaan model pembelajaran di kelas VIII SMP Swasta Y kota Salatiga menunjukkan bahwa setiap aspek keterampilan proses sains sudah muncul pada masing-masing pertemuan. Aspek KPS yang muncul bervariasi, hal ini disebabkan karena aspek KPS dipengaruhi oleh sintaks model pembelajaran. Pada saat proses pembelajaran guru telah melakukan kegiatan pembelajaran yang dapat melatih KPS seperti kegiatan praktikum, kegiatan mantel ahli, dan kegiatan role playing.

Tabel 3.1 Aspek KPS yang Muncul pada Proses Pembelajaran Pertemuan No Aspek KPS

  1

  2

  3

  4

  5

  1 Keterampilan     - Mengamati

  2 Keterampilan     - Mengelompokan/ klasifikasi

  3 Keterampilan  - - - - Menafsirkan (Interpretasi)

  4 Keterampilan  - - - - Memprediksi

  5 Keterampilan    - - Komunikasi

  6 Keterampilan     - Mengajukan Pertanyaan

  7 Keterampilan  - - - - Merumuskan Hipotesis

  8 Keterampilan  Merencanakan - - - - Percobaan

  9 Keterampilan    - - Menerapkan Konsep

  Role Pra- Man Diskusi Model Mantel playing ktik tel Role Pembelajaran Ahli dan um Ahli playing ceramah Aspek keterampilan mengamati pada proses pembelajaran materi pokok sistem pencernaan. Siswa diminta untuk mengamati perubahan warna yang terjadi pada makanan ketika ditetesi reagen iodine/lugol dan biuret, serta membedakan makanan yang mengandung karbohidrat dan protein. Pada aspek keterampilan klasifikasi muncul ketika siswa diminta guru untuk mencatat hasil pengamatan yang sudah dilakukan, pada materi organ-organ sistem pencernaan guru menjelaskan organ-organ manusia, kemudian siswa dibimbing oleh guru untuk mengelompokkan organ-organ sistem pencernaan manusia dengan menggunakan strategi mantel ahli. Siswa diminta guru untuk merangkai alat-alat yang sudah disediakan guru menjadi serangkaian organ sistem pencernaan, serta siswa dibimbing untuk bermain menggunakan metode role playing tentang organ-organ sistem pencernaan. Pada aspek komunikasi siswa diminta guru untuk mempersentasikan hasil praktikum nutrisi pada makanan didepan, mempersentasikan hasil rangkaian organ-organ sistem pencernaan, dan melakukan kegiatan bermain peran atau role playing tentang organ-organ manusia. Keterampilan mengajukan pertanyaan ditunjukkan melalui kegiatan aktivitas guru bertanya tentang materi yang disampiakan, salah satu contoh pertanyaan yang ditanyakan kepada siswa antara lain 1).“Kenapa siswa memilihi makanan hanya karena rasanya bukan karena n utrisi”. 2). bagaimana proses makanan dicerna didalam tubuh”. Pada aspek keterampilan merumuskan hipotesis, siswa dibimbing guru untuk membuat hipotesis sebelum melakukan kegiatan praktikum nutrisi pada makanan di LKS yang sudah tersedia. Aspek keterampilan merencanakan percobaan, siswa dibimbing oleh guru untuk mengambil alat dan bahan yang akan digunakan dalam praktikum nutrisi pada makanan. Pada aspek keterampilan menerapkan konsep, siswa dibimbing guru untuk menjelaskan hal yang baru didapat dan diketahui dari proses kegiatan praktikum, siswa menjelaskan organ-organ sistem pencernaan pada manusia dengan bimbingan guru melalui kegiatan menggunakan mantel ahli dan bermain peran atau role playing.

3.1.2 Wawancara Terhadap Guru

  Berdasarkan wawancara dengan guru IPA Biologi di SMP Swasta Y kota Salatiga guru telah menggunakan metode dan model pembelajaran yang tidak bersifat teacher centered. Pada materi pokok sistem pencernaan, guru menerapkan model pembelajaran discovery

  learning. Metode yang digunakan guru adalah diskusi, ceramah, tanya

  jawab, dan praktikum. Respon siswa dalam penggunaan model dan metode pembelajaran yang digunakan dapat terlaksana karena siswa kelas VIII sangat aktif ketika praktikum. Saat berlangsungnya kegiatan praktikum siswa antusias dalam melakukan uji makanan yang mengandung karbohidrat dan protein, juga dapat membedakan warna makanan yang diuji. Pada pertemuan ke 5 guru mengadakan role

  playing tentang organ sistem pencernaan dimana siswa sangat menyiapkan peralatan yang akan digunakan pada saat role paying.

  Siswa didorong untuk menghafalkan materi pada saat kegiatan role

  playing. Model pembelajaran yang digunakan oleh guru dapat melatih

  keterampilan proses sains siwa sehinggah pembelajaran biologi berjalan efektif. Keterampilan yang muncul pada saat praktikum meliputi keterampilan mengamati, klasifikasi/mengelompokkan, membuat hipotesis, menerapkan konsep, mengajukan pertanyaan dan merencanakan percobaan. Keterampilan siswa dalam kegiatan praktikum sudah memperlihatkan peningkatan pada setiap pertemuannya. namun guru harus tetap mendamping siswa melalui pemberian instruksi mengenai langkah kerja di LKS.

3.2 Profil Keterampilan Proses Sains Siswa

  Berdasarkan data hasil penelitian KPSdi SMP Y (Swasta) kota Salatiga, KPS siswa yang diukur meliputi aspek keterampilan mengamati, keterampilan klasifikasi/menggolongkan keterampilan mengajukan pertanyaan, keterampilan merumuskan hipotesis, keterampilan merencanakan percobaan, keterampilan menerapkan konsep. Hasil penelitian diperoleh melalui lembar observasi selama proses pembelajaran yang dilakukan oleh 2 observer selama 5 kali pertemuan, wawancara dan angket dilakukan setelah pertemuan terakhir untuk mengetahui respon siswa.

  G Gambar 2. Kriteria Keterampilan Proses Sains siswa berdasarkan Lembar Observasi.

  Gambar 3. Rata-rata Indikator Keterampilan Proses Sains

  berdasarkan Lembar Observasi Keterampilan proses sains adalah keterampilan yang berorientasi pada proses belajar mengajar IPA. Keterampilan proses sains bertujuan untuk siswa lebih aktif dalam memahami, menguasai rangkaian yang telah dilakukan. Keterampilan proses melibatkan keterampilan kognitif atau intelektual (Rustaman, 2006). Penting bagi guru untuk mengetahui keterampilan proses sains pada siswa agar guru dapat mengembangkan atau meningkatkan proses pembelajaran.

  Berdasarkan hasil observasi KPS di salah satu SMP di salatiga, tidak ada siswa yang memperoleh kategori sangat baik, sedangkan 11 siswa (50%) memperoleh kategori baik, 9 siswa (43%) memperoleh ketegori cukup, 1 siswa (4,8%) memperoleh kategori tidak baik. Berdasarkan hasil tersebut profil KPS yang diukur sudah cukup baik pada saat proses pembelajaran. Dalam penelitian Supahar (2010) pentingnya KPS dalam pembelajaran IPA Biologi agar dapat siswa terlibat aktif dalam kegiatan percobaan laboratorium maupun di luar

  outdoor activities.

  laboratorium dalam wadah pembelajaran Sedangkan dalam penelitian Solihati dkk (2017) pentingnya KPS dalam pembelajaran IPA Biologi agar dapat memaknai pembelajaran IPA dengan lebih optimal, sehingga pengetahuan yang didapat tidak bersifat sementara. Manfaat KPS dalam pembelajaran dalam memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan dan memberi bekal siswa untuk membentuk konsep sendiri dengan cara bagaimana memperlajari sesuatu (Hanafiah, 2015). Dalam prosesnya, guru dapat mengembangkan KPS melalui kegiatan laboratorium sehingga dapat memberikan interaksi secara langsung dan nyata pada siswa dengan menggunakan panca indera. Selain itu,kegiatan eksperimen dalam laboratorium dapat memberikan pengalaman secara langsung pada diri siswa dalam bentuk keterampilan mengamati, memprediksi, mengklasifikasikan, dan mengukur (Nugroho, dkk, 2013).

  Hasil observasi KPS yang ditinjau berdasarkan indikator dilakukan dengan menganalisis aspek keterampilan proses sains siswa yang muncul pada saat kegiatan pembelajaran dengan materi pokok sistem pencernaan dan kegiatan praktikum adalah nutrisi pada makanan. Hasil diperoleh melalui observasi yang dilakukan dua observer pada saat kegiatan proses pembelajaran sedang berlangsung. Pada gambar 3. Keterampilan mengkomunikasikan memperoleh kategori sangat baik. Berdasarkan hasil angketmenunjukkan hal sama dengan lembar observasi memperoleh nilai kategori baik (pada

  

lampiran 2). Hasil observasi perindikator KPS menunjukkan bahwa

  siswa sudah memiliki KPS dengan kriteria penguasaan terbaik pada aspek mengkomunikasikan dan merencanakan percobaan.

  Kemampuan siswa dalam mengamati pada kegiatan praktikum nutrisi pada makanan dengan mengkomunikasikan hasil kegiatan praktikum atau menyusun laporan hasil praktikum. Dalam melaporkan kegiatan praktikum diperlukan sebuah keterampilan yang dikenal keterampilan berkomunikasi. Berkomunikasi diartikan sebagai proses menyampaikan suatu informasi kepada orang lain baik dalam bentuk suara, visual, atau suara visual (Dimyati & Mudjiono, 2006). Kemampuan siswa dalam mengkomunikasi gagasan secara lisan lebih tinggi dibandingkan siswa mengemukakan gagasan dalam bentuk tulisan. Hal ini diperkuat adanya data wawancara yang menyatakan bahwa mereka dengan mengkomunikasikan dan berkelompok dapat mempermudah siswa dalam pembagian tugas mengerjakan kegiatan praktikum dan dengan berkelompok dapat mempermudah memperoleh data serta penjelasan guru sudah cukup jelas. Solihati, ddk (2015) menyatakan bahwa individu yang berbicara paling banyak dalam suatu diskusi kelompok kecil akan merasa puas dan individu yang berpartisipasi paling sedikit merasa paling tidak puas. Bahwa secara umum berbicara lebih menyenangkan dari pada mendengarkan orang lain berbicara.

  Keterampilan merencanakan percobaan memperoleh kategori sangat baik. Hal ini menunjukkan keterampilan merencanakan percobaan dapat dilakukan siswa dengan sangat baik. Siswa mampu mengambil alat dan bahan yang akan digunakan dalam praktikum karena siswa mengetahui fungsi dari bahan dan alat yang digunakan melalui penjelasan guru. Hal ini diperkuat adanya data wawancara yang menyatakan bahwa siswa tidak mengalami kesulitan karena sudah mendapatakan penjelasan dari guru dan sudah terdapat di LKS langkah kerja praktikum. Sedangkan dalam merencanakan alat dan bahan siswa tidak mengalami kesulitan karena alat dan bahan sudah disediakan oleh guru dan sudah ada pembagian tugas dalam kelompok. Keterampilan merencanakan percobaan dilakukan dengan membuat perencanaan sesuai dengan hipotesis yang telah dirumuskan (Yuliati, 2016). Pada keterampilan merencanakan percobaan ini dapat menggunakan model pembelajaran yang berbasis masalah untuk mendorong siswa untuk menemukan sendiri jawaban atas permasalahan yang diberikan serta menuntut siswa lebi aktif dalam proses pembelajaran. Menurut Samatowa (2006) menyatakan bahwa pembelajaran melalui discovery learning (penemuan) dapat meningkatkan motovasi belajar IPA siswa.

  Keterampilan mengamati memperoleh kategori baik. Berdasarkan hasil angket menunjukkan hal sama dengan lembar observasi memperoleh kategori sangat baik (pada lampiran 2).

  Keterampilan mengamati ditunjukkan dari tabel pengamatan yang harus di isi oleh siswa pada LKS. Berdasarkan jawaban tabel pengamatan dari LKS, pada umumnya siswa dalam semua kelompok dapat mengamati perubahan warna pada makanan yang mengandung karbohidrat dan protein ketika ditetesi reagen biuret serta lugol/iodine. Keterampilan mengamati warna masing-masing sampel ditunjukkan dari kegiatan siswa pada saat melakukan praktikum, yaitu pada saat siswa melakukan pengamatan dan menuliskan perubahan warna sampel dengan benar. Berdasarkan penelitian Kurniawati (2015) mengungkapkan bahwa keterampilan mengamati merupakan kegiatan memilih fakta yang relevan dengan tugas tertentu dari hal-hal yang diamati, atau memilih fakta untuk menafsirkan peristiwa tertentu melalui tanggapan terhadap berbagai objek dan peristiwa alam dengan menggunakan panca indra. Hal ini diperkuat adanya data wawancara yang menyatakan bahwametode yang diterapkan oleh guru, siswa tidak mengalami kesulitan dalam mengamati hasil percobaan karena dalam kegiatan percobaan nutrisi pada makanan dilakukan dengan berkelompok sehingga memudahkan siswa dalam praktikum.

  

Gambar 4. Hasil Pengamatan Siswa pada Praktikum Uji Makanan

  Pada keterampilan klasifikasi, keterampilan menafsirkan, keterampilan prediksi, keterampilan mengajukan pertanyaan, keterampilan merumuskan hipotesis, dan keterampilan menerapkan konsep dengan kategori cukup. Keterampilan klasifikasi memperoleh nilai dengan kategori cukup. Berdasarkan hasil angket menunjukkan hal sama dengan lembar observasi memperoleh nilai kategori cukup (pada lampiran 2). Keterampilan klasifikasi dalam mencatat setiap hasil pengamatan yang dilakukan siswa pada saat kegiatan praktikum, yaitu pada saat siswa memperoleh data dan menuliskan hasil praktikum di LKS yang sudah diberikan guru. Keterampilan klasifikasi dalam membandingkan data pengamatan yaitu pada saat siswa memperoleh data dan membandingkan dengan kelompok lain, siswa tidak melakukannya dan hanya memdandingkan dengan teman satu kelompok. Hal ini menunjukkan bahwa keterampilan klasfikasi dapat dilakukan dengan cukup baik. Hal ini diperkuat adanya data wawancara yang menyatakan bahwa dalam kegiatan pembelajaran mengisi tabel atau data pengamatan siswa tidak mengalami kesulitan karena karena sudah mengerti dan memahami dalam mengisi tabel hasil praktikum, namun pada saat membandingkan data pengamatan siswa mengalami kesulitan karena materi terlalu banyak. Rustaman (2005) menjelaskan keterampilan klasifikasi merupakan aktivitas dalam penggolongan makhluk hidup dilakukan setelah siswa mengenali ciri- cirinya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (2013) menyatakan keterampilan klasifikasi merupakan keterampilan siswa untuk memilah berbagai objek peristiwa berdasarkan sifat khususnya, sehingga didapatkan golongan/kelompok sejenis dari objek peristiwa yang dimaksud. Keterampilan mengklasifikasi dapat diketahui berdasarkan kemampuan siswa untuk menggolongkan dan mengamati persamaan, perbedaan dan hubungan serta pengelompokkan objek berdasarkan kesesuaian dengan berbagai tujuan. Dengan demikian dalam proses pengelompokan tercakup beberapa kegiatan seperti mencari perbedaan, mengontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan, membandingkan, dan mencari dasar penggolongan. Berdasarkan observasi secara keseluruhan dalam aspek keterampilan klasifikasi siswa mampu menguasai dengan kategori cukup baik, namun masih ada kekurangan dalam hal membedakan warna sampel makanan yang sudah ditetesi dengan reagen iodine/lugol dan biuret, sehingga dalam proses pembelajaran guru perlu memberikan pemahaman mendalam tentang materi praktikum.

  Keterampilan menafsirkan memperoleh kategori cukup. Berdasarkan observasi melalui lembar observasi dan jawaban siswa pada LKS, beberapa siswa dapat menyimpulkan dengan cukup baik walapun sebagian siswa masih banyak yang belum menyimpulkan hasil pengamatan. Hal ini menunjukkan bahwa keterampilan menafsirkan tidaklah mudah. Dari hasil wawancara dengan siswa didapatkan siswa mengalami kesulitan dalam menyimpulkan hasilkarena dalam menyusun kata-kata terkadang siswa kesusahan dan guru jarang dalam pembelajaran membuat kegiatan menyimpulkan atau meringkas.

  Rustaman (2005) menjelaskan keterampilan menafsirkan merupakan keterampilan dalam mencatat setiap hasil pengamatan, menghubungkan hasil pengamatan dan menemukan pola atau keteraturan dari satu seri pengamatan. Hasil penelitian Wulandari, dkk (2017) menunjukkan hal serupa bahwa tidak mudah dalam menerapkan keterampilan menafsirkan dalam pembelajaran. Siswa harus mencatat setiap hasil pengamatan dengan lengkap dan sistematis. Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan pendapat dalam menganalisis dan menghubungkan hasil pengamatan dengan konsep yang telah dipelajari. Keterampilan menafsirkan dapat ditingkatkan dengan siswa diminta untuk mencatat hasil pengamatan dan meghubungkan hasil pengamatan dengan teori. Pada kegiatan praktikum uji makanan, siswa diminta untuk menyimpulkan jenis makanan dan berdasarkan kandungannya.

  

Gambar 5. Kesimpulan Siswa pada Praktikum Uji Makanan

Keterampilan prediksi memperoleh nilai dengan kategori cukup.

  Hal ini menunjukkan bahwa keterampilan memprediksi dapat dilakukan dengan cukup baik. Rustaman (2005) menjelaskan keterempilan memprediksi merupakan aktivitas yang mengajukan perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi berdasarkan kecenderungan atau pola yang sudah ada.Keterampilan prediksi ditunjukkan dengan kemampuan siswa untuk memperkirakan sesuatu akan terjadi berdasarkan suatu kecenderungan atau pola yang sudah ada untuk menjawab pertanyaan (Solihati, dkk, 2015). Nugroho (2013) menyatakan keterampilan memprediksi merupakan keterampilan dalam membuat ramalan tentang segala hal yang akan terjadi pada waktu mendatang, berdasarkan perkiraan pada pola atau kecenderungan tertentu, atau hubungan antara fakta, konsep dan prinsip dalam ilmu pengetahuan. Dalam proses pembelajaran guru jarang dalam meminta siswa untuk memprediksi. Hal ini diperkuat dari data wawancara kepada siswa yang menyatakan pada saat memprediksi hasil percobaan siswa mengalami kesulitan karena masih berorientasi pada hasil tindakan.

  Keterampilan mengajukan pertanyaan memperoleh nilai dengan kategori cukup. Rustaman (2005) menjelaskan keterampilan mengajukan pertanyaan merupakan keterampilan meminta penjelasan, tentang apa, mengapa, bagaimana, atau menanyakan latar belakang hipotesis. Keterampilan mengajukan pertanyaan mengenai materi yang berkaitan dengan praktikum ditunjukan oleh beberapa siswa yang bertanya pada saat pembelajaran, pada saat guru menyampaikan materi tentang praktikum yang akan akan dilaksanakan. Salah satu contoh pertanyaan siswa yang muncul pada saat kegiatan praktikumdan pada saat proses kegiatan pembelajaran antara lain 1). Apa kegunaan reagen biuret, 2). Apa persamaan galaktosa dan glukosa, 3). Apa yang dimaksud penyakit tentang beri- beri . Dalam aspek keterampilan mengajukan pertanyaan siswa cukup aktif bertanya jika ada materi yang mereka kurang dimengerti baik ketika siswa berdiskusi maupun secara individu kepada guru. Hal ini diperkuat dengan data wawancara siswa menyatakan bahwa siswa tidak mengalami kesulitan dalam mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan materi karena tidak malu untuk bertannya tentang materi yang susah dipahami, mudah dan mengerti tentang materi yang dijelaskan guru, sedangkan mengajukan pertanyaan yang bersifat produktif siswa mengalami kesulitan karena materi yang disampaikan sudah cukup jelas dan sudah paham.

  Keterampilan merumuskan hipotesis memperoleh kategori cukup. Berdasarkan hasil angket menunjukkan hal sama dengan lembar observasi memperoleh kategori cukup (pada lampiran 2). Hal ini menunjukan dalam menyusun hipotesis tidaklah mudah, karena dalam membuat hipotesis siswa membutuhkan pengetahuan dasar tentang hal yang akan dikaji, oleh sebab itu siswa harus memahami konsep dasar materi terlebih dahulu dengan cara membaca materi. Keterampilan merumuskan hipotesis melalui kegiatan praktikum dapat ditunjukkan denagn merancang pertanyaan yang ada di LKS. Hal ini didukung dengan data wawancara siswa menyatakan bahwa siswa mengalami kesulitan karena dalam membuat hipotesis susah. Hal ini dikarenakan siswa belum terbiasa dalam membuat hipotesis dan ada siswa yang belum membaca materi yang akan disampaikan guru. Rustaman (2005) menjelaskan keterampilan merumuskan hipotesis merupakan keterampilan yang menyatakan hubungan antara dua variabel, atau mengajukan perkiraan penyebab sesuatu terjadi. Dalam menerapkan keterampilan merumuskan hipotesis kepada diri siswa tidaklah mudah, yang terpenting guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasan pada diri siswa. Dalam merumuskan Hipotesis memperoleh kategori cukup siswa belum terbiasa dalam membuat hipotesis, sehingga guru dapat meningkatkan dengan membiasakan siswa untuk membuat hipotesis sebelum melakukan kegiatan praktikum. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran sains melatihkan bagaimana dalam mengemukakan hipotesis dengan baik.

  

Gambar 6. Merumuskan Hipotesis Siswa pada Kegiatan Praktikum

  Keterampilan menerapkan konsep memperoleh nilai dengan kategori cukup. Rustaman (2005) menjelaskan keterampilan menerapkan konsep adalah menjelaskan suatu peristiwa dengan menggunakan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru. Hal ini diperkuat dari data wawancara siswa yang menyatakan pada saat menjelaskan hasil praktikum dalam menjelaskan peristiwa yang baru diketahui siswa tidak mengalami kesulitan karena sudah terdapat di LKS yang dibagikan guru materinya paham dan telah dijelaskan guru pada saat pemeblajaran dikelas. Pada saat proses pembelajaran siswa diajak untuk menemukan sebuah konsep, sehingga keterampilan menerapkan konsep memperoleh kategori cukup baik. Guru dapat meningkatkan keterampilan menerapkan konsep agar mencapai kategori baik dengan menekankan konsep yang telah dipelajari dan mengaplikasikan konsep kedalam kehidupan sehari-hari.

3.3 Hasil Wawancara Siswa

  Wawancara terhadap siswa dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui respon siswa terhadap pelaksanaan model pembelajaran yang digunakan guru terhadap keterampilan proses sains siswa. Hasil wawancara terhadap 21 siswa sebagai berikut.

  Berdasarkan hasil wawancara sebanyak 80% siswa dapat memahami materi dengan metode yang diterapkan guru karena sudah terbiasa dengan metode yang diterapkan oleh guru, cara mengajar guru bervariasi dan menarik, sehingga lebih paham dalam pembelajaran. Sedangkan sebanyak 67% siswa pada saat mengamati hasil percobaan siswa tidak mengalami kesulitan karena dalam kegiatan percobaan nutrisi pada makanan dilakukan dengan berkelompok sehingga memudahkan siswa dalam praktikum.

  Pada saat kegiatan pembelajaran dalam mengisi tabel atau data pengamatan siswa sebanyak 57% siswa yang tidak mengalami kesulitan karena siswa sudah mengerti dan memahami dalam mengisi tabel hasil praktikum. sedangkan pada saat membandingkan data hasil pengamatan sebanyak 52% siswa yang mengalami kesulitan karena materi terlalu banyak.

  Pada saat selesai kegiatan praktikum dalam menyimpulkan hasil kegiatan siswa yang mengalami kesulitan sebanyak 67% karena sulit dalam menyusun kata-kata dan guru jarang melakukan kegiatan menyimpulkan pada saat pembelajaran. Sedangkan pada saat mengolah data siswa sebanyak 57% siswa tidak mengalami kesulitan karena penjelasan sudah cukup jelas dan sudah berdiskusi dengan teman sekelompok.

  Pada saat memprediksi hasil percobaan sebanyak 67% siswa mengalami kesulitan karena tidak bisa menentukan apa yang akan terjadi. Sedangkan dalam memprediksi data sebanyak 57% siswa yang mengalami kesulitan karena belum bisa memprediksi sebelum melakukan kegiatan pengamatan.

  Pada saat menjelaskan hasil praktikum dalam menjelaskan peristiwa yang baru diketahui siswa sebanyak 52% tidak mengalami kesulitan karena sudah terdapat di LKS yang dibagikan guru didalamnya terdapat materi yang mudah dipahami. Sedangkan dalam melakukan percobaan agar sesuai dengan konsep yang telah dipelajari sebanyak 67% siswa tidak mengalami kesulitan karena penjelasan materi pada materi sistem pencernaan ini mudah dipahami.

  Pada saat menyusun laporan hasil praktikum siswa tidak mengalami kesulitan sebanyak 67% karena telah melakukan kegiatan praktikum dan paham akan penjelasan guru. Sedangkan pada saat berdiskusi dengan kelompok sebanyak 48% siswa tidak mengalami kesulitan, karena dalam kelompok semua anggota kelompok melakukan kegiatan praktikum dan jawaban yang diperoleh sama.

  Pada saat merencanakan alat dan bahan sebanyak 57% siswa tidak mengalami kesulitan karena alat dan bahan telah disediakan oleh guru dan ada pembagian tugas dalam kelompok. Sedangkan dalam menentukan langkah kerja siswa sebanyak 57% tidak mengalami kesulitan, karena telah mendapatakan penjelasan dari guru dan terdapat di LKS langkah kerja praktikum.

  Pada saat membuat penjelasan atau kesimpulan sementara sebanyak 62% siswa tidak mengalami kesulitan karena pernah membuat hipotesis. Sedangkan dalam merumuskan hipotesis berdasarkan teori sebanyak 62% siswa mengalami kesulitan karena jawabannya belum ada.

  Pada saat siswa mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan materi yang dijelaskan guru sebanyak 67% siswa tidak mengalami kesulitan karena tidak malu untuk bertanya tentang materi yang susah dipahami, sedangakan dalam mengajukan pertanyaan yang bersifat produktif sebanyak 57% siswa tidak mengalami kesulitan karena materi yang disampaikan guru cukup jelas dan telah memahami.