BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pengaruh Pemekaran Kecamatan Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat (Studi Pada Kecamatan Pamatang Sidamanik Kabupaten Simalungun)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

  Pelaksanaan otonomi daerah telah dimulai secara nasional pada tahun 2001, tepatnya pada tanggal 1 Januari 2001, namun secara efektif otonomi daerah baru mulai berlaku pada bulan Mei 2001 dimana baik itu daerah provinsi, daerah kabupaten maupun daerah kota diberikan wewenang yang luas tetapi juga bertanggung jawab dalam mengatur, membagi dan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki oleh daerah tersebut sesuai dengan prinsip – prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta potensi keanekaragaman daerah dimana pelaksanaan otonomi daerah ini pada hakekatnya diarahkan dan ditujukan untuk meningkatkan pelayanan Pemerintah Daerah (local government) kepada masyarakat agar lebih efisien dan responsif terhadap potensi, kebutuhan maupun karakteristik di masing-masing daerah.

  Dalam rangka pemerataan pembangunan daerah dan pengembangan wilayah maka kualitas sumber daya manusia dan pengadaan sarana kebutuhan masyarakat perlu ditingkatkan. Pada dasarnya, pemekaran wilayah merupakan salah satu bentuk otonomi daerah dan merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan karena dengan adanya pemekaran wilayah diharapkan dapat lebih memaksimalkan pemerataan pembangunan daerah dan pengembangan wilayah. Pada UUD 1945 terkandung makna Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Otonomi daerah merupakan wujud dari upaya pemerintah untuk memberikan pelayanan yang lebih maksimal bagi masyarakat. Sehingga diharapkan, dengan adanya otonomi daerah masyarakat mendapatkan apa yang menjadi harapannya selama ini, karena pelayanan langsung dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Dengan semangat otonomi daerah itu pulalah muncul wacana-wacana melakukan pemekaran wilayah, yang dapat mempercepat pelaksanaan pembangunan, dan memudahkan pelayanan publik kepada masyarakat, percepatan kesejahteraan masyarakat, dan sebagainya. Pemekaran wilayah harus benar-benar dilakukan untuk mendekatkan pelayanan pemerintah pada masyarakat dan memperpendek alur pelayanan sehingga akan tercipta pelayanan berkualitas yang ditunjukkan dengan kemajuan suatu daerah otonom.

  Dibalik antusiasme daerah, terdapat juga anggapan bahwa pihak daerah memiliki kemampuan yang tidak kalah dibandingkan dengan pusat. Berdasarkan fakta sebagian besar sumber daya manusia yang berkualitas berasal dari daerah dimana mereka mematangkan potensinya di daerah untuk kemudian berkecimpung di pusat dan kemudian memegang peranan penting dalam memegang keputusan (decision maker).

  Pada dasarnya otonomi daerah itu sendiri bermuara kepada keinginan daerah untuk memekarkan diri atau memisahkan diri dari daerah induknya dan mencoba berdiri sendiri dengan segala potensi yang dimiliki oleh daerah tersebut. Pemekaran daerah dalam tatanan filosofis dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

  Pemekaran akan mempersingkat rentang kendali antara pemerintah dan masyarakat, khususnya pada wilayah - wilayah yang belum terjangkau oleh fasilitas pemerintahan.

  Pemekaran daerah juga diaspirasikan untuk memperbaiki pemerataan pembangunan.

  Berdasarkan pengalaman di masa lalu, daerah-daerah yang terbangun hanya daerah yang berdekatan dengan ibukota pemerintahan daerah. Pemekaran memungkinkan sumber daya mengalir ke daerah yang masih belum berkembang. Alasan lainnya yang juga dikemukakan adalah bahwa pemekaran akan mengembangkan demokrasi lokal melalui pembagian kekuasaan pada tingkat yang lebih kecil.

  (dsfindonesia.org/userfiles/Studi Evaluasi Pemekaran Daerah/2007/01).

  Kebijakan otonomi daerah telah memberikan peluang yang besar bagi daerah untuk mengelola dan mengembangkan daerah berdasarkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan aspirasi dan inisiatif masing-masing daerah. Dengan kewenangan yang diberikan pemerintah pusat kepada daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri berarti juga daerah tersebut berusaha untuk mengatasi kendala-kendala yang dihadapi dalam upaya mengelola dan mengembangkan daerah agar dapat lebih maju dari sebelumnya.Kecamatan Pamatang Sidamanik merupakan salah satu daerah Otonom di Kabupaten Simalungun,berdasarkan Peraturan Derah Kabupaten Simalungun Nomor 9 Tahun 2002 ,Kecamatan Pamatang Sidamanik resmi untuk dimekarkan pada hari Kamis ,tanggal 16 Januari 2003 oleh Bupati Simalungun Ir.John Hugo Silalahi.

  Pemekaran daerah kecamatan dapat dilakukan jika paling tidak terdiri dari 5 desa dan terdiri dari beberapa kelurahan dan dusun. Wilayah Kecamatan Pamatang Sidamanik sendiri terdiri dari 10 desa yaitu Desa Sopolha Horison, Desa Pem.Tambun Raya, Desa Sihaporas, Desa Desa Jorlang Huluan,desa Bandar Manik, desa Sait Buttu Saribu,desa Pematang Sidamanik,desa Sarimantin , desa Simantin,dan desa Gorak dan itu sudah memenuhi syarat untuk dapat memekarkan daerah kecamatan selain tentunya faktor- faktor lainnya seperti sumber daya alam dan sumber daya manusia yang memadai. Melihat kondisi sumber daya alam yang cukup baik maka sudah selayaknyalah dimekarkan, selain itu juga pemekaran ini sangat didukung penuh oleh masyarakat setempat karena dengan adanya pemekaran tentunya akan sangat membantu kehidupan masyarakat setempat juga untuk mengembangkan daerah Kecamatan Pamatang Sidamanik menuju kecamatan yang lebih maju dan berkembang.

  Menurut Badan Pusat Statistik Pemerintah Kabupaten Simalungun, jumlah penduduk Kecamatan Pamatang Sidamanik pada tahun 2011 adalah 20.842 jiwa yang terdiri dari 10.362 perempuan dan 10.480 laki-laki dan dengan 4764 kepala keluarga (KK). Dari tahun ke tahun jumlah penduduk kecamatan ini terus bertambah baik itu dengan adanya kelahiran ataupun pendatang yang pada akhirnya menetap dan memilih tinggal di daerah ini. Potensi Kecamatan Pamatang Sidamanik Kabupaten Simalungun sebagai salah satu daerah pemekaran memang tidaklah salah melihat dari besarnya potensi yang dimilki daerah ini untuk dapat berdiri sendiri. Potensi sumber daya alam yang dimiliki oleh daerah ini sangatlah besar tetapi belum efektif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena kurangnya pengetahuan masyarakat dalam mengembangkan sumber daya alam yang ada serta kurangnya penyuluhan yang diberikan oleh pemerintah daerah setempat.

  Tulang punggung perekonomian masyarakatnya sebagian besar bertumpu pada sektor pertanian, selain itu ada juga pada sektor perkebunan dan juga perikanan.Wilayah Kecamatan Pamatang Sidamanik adalah wilayah yang sangat subur untuk bercocok tani dan berkebun.Mayoritas masyarakat di Kecamatan Pamatang Sidamanik bercocok tanam padi dan berkebun Kopi.di Kecamatan Pamatang Sidamanik ini terdapat perkebunan teh PTP Nusantara IV milik BUMN sehingga minoritas penduduknya bekerja sebagai karyawan perkebunan. Sebagian desa yang berada di Kecamatan Pamatang Sidamanik juga tepat berada di tepi Danau Toba.Jadi ,apabila dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya ini dapat menambah pemasukan bagi pemerintah daerah ataupun masyarakat setempat dari sektor pariwisata.Selain itu beberapa desa yang berada tepat di pinggir Danau Toba ,penduduknya dapat berprofesi menjadi nelayan ,dengan menangkap langsung ataupun membuat keramba.

  Setelah pemekaran daerah, masyarakat banyak mendapatkan pengarahan dari pemerintah daerah seperti petani diberikan penyuluhan bagimana cara bercocok tanam yang baik sehingga hasil panen melimpah ruah, apalagi kecamatan ini terkenal dengan setiap desanya penghasil kopi. Selain itu juga para nelayan digalakkan oleh pemerintah setempat bagaimana agar hasil tangkapan ikan lebih banyak lagi agar hasilnya dapat menambah perekonomian para nelayan.Setelah pemekaran pemerintahah daerah Kecamatan Pamatang Sidamanik juga banyak mendirikan organisasi dalam masyarakat seperti koperasi-koperasi dan perserikatan para petani dan buruh.

  Dari uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh pemekaran kecamatan terhadap kondisi Sosial Ekonomi masyarakat di Kecamatan Pamatang Sidamanik Kabupaten Simalungun.

I.2 . Perumusan Masalah

  Perumusan masalah sangat penting agar diketahui arah jalannya suatu penelitian dan untuk lebih memudahkan penelitian nantinya. Hal ini senada dengan pendapat “Agar penelitian dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya maka penulis merumuskan masalahnya sehingga jelas dari mana harus memulai, kemana harus pergi dan dengan apa” (Arikunto, 1998:17).

  Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis merumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah :

  

“Seberapa Besar Pengaruh Pemekaran Kecamatan Terhadap Kondisi Sosial

Ekonomi Masyarakat di Kecamatan Pamatang SidamanikKabupaten

Simalungun?”. I.3 . Tujuan Penelitian

  Setiap penelitian yang dilakukan terhadap suatu masalah mempunyai jalan dan tujuan yang ingin dicapai dalam penyelenggarannya.Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pemekaran kecamatan terhadap kondisi Sosial Ekonomi masyarakat di Kecamatan Pamatang Sidamanik Kabupaten Simalungun.

I.4. Manfaat Penelitian

  1. Bagi penulis, penelitian ini merupakan usaha untuk menambah dan meningkatkan cara berpikir positif serta mengembangkan kemampuan menganalisa permasalahan yang dihadapi di lapangan.

  2. Bagi Fisip USU, penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai referensi bagi mahasiswa yang tertarik dalam bidang ini.

  3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi refrensi dalam rangka pengembangan konsep-konsep,teori-teori,terutama terhadap pemecahan masalah pemekaran kecamatan terhadap Sosial Ekonomi masyarakat Kecamatan Pamatang Sidamanik Kabupaten Simalungun.

1.5 Kerangka Teori

  Dalam rangka menyusun penelitian ini dan untuk mempermudah penulis didalam menyelesaikan penelitian ini, maka dibutuhkan suatu landasan berfikir yang dijadikan pedoman untuk menjelaskan masalah yang sedang disorot. Pedoman tersebut disebut kerangka teori. Menurut Sugiono (2005 : 55) menyebutkan landasan teori perlu ditegakkan agar penelitian itu mempunyai dasar yang kokoh, dan bukan sekedar perbuatan coba-coba. Dengan demikian yang menjadi kerangka teori dalam penelitian ini adalah :

1.5.1 Otonomi Daerah

  Pemberlakuan Otonomi Daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001 telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena politis yang menjadikan penyelenggaraan Pemerintahan yang sentralistik-birokratis ke arah desentralistik-partisipatoris. UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan yang telah direvisi menjadi UU No.32 Tahun 2004 telah melahirkan paradigma baru dalam pelaksanaan otonomi daerah, yang meletakkan otonomi penuh, luas dan bertanggung jawab pada daerah kabupaten dan kota.

  Perubahan ini dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas pelayanan masyarakat, menumbuhkan semangat demokratisasi dan pelaksanaan pembangunan daerah secara lain. Karena dengan otonomi, pemerintahan kabupaten/ kota memiliki kewenangan yang memadai untuk mengembangkan program-program pembangunan berbasis masyarakat (ekonomi rakyat). Jika selama ini program-program pemberdayaan ekonomi rakyat didisain dari pusat, tanpa daerah memiliki kewenangan untuk “berkreasi”, sekaranglah saatnya pemerintah daerah kabupaten/kota menunjukkan kemampuannya. Tantangan, bahwa daerah mampu mendisain dan melaksanakan program yang sesuai dengan kondisi lokal patut disikapi dengan kepercayaan diri dan tanggung jawab penuh.

  Penyelenggaraan otonomi daerah ini didasarkan pada isi dan jiwa yang terkandung dalam

  Pasal 18 UUD 1945 dengan pokok pikiran sebagai berikut :

  1. Sistem ketatanegaraan wajib menjalankan prinsip pembagian kewenangan berdasarkan asas dekonsentrasi dan desentralisasi dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  2. Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi adalah daerah provinsi, sedangkan daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi adalah daerah kabupaten dan daerah kota. Daerah desntralisasi berwenang untuk menentukan dan melaksanakan kebijakan atas prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.

  3. Pembagian daerah diluar provinsi dibagi ke dalam daerah otonom. Dengan demikian wilayah administrasi yang berada dalam daerah kabupaten dan daerah kota dapat dijadikan daerah otonom baru.

  4. Kecamatan sebagai wilayah administrasi dalam rangka dekonsentrasi kedudukannya diubah menjadi perangkat kabupaten atau daerah kota.

  1.5.1.1 Pengertian Otonomi Daerah

  Secara etimologis, pengertian otonomi daerah menurut Situmorang (1993) dalam Shinta (2009) berasal dari bahasa Latin, yaitu “autos” yang berarti sendiri dan “nomos” yang berarti aturan. Jadi dapat diartikan bahwa otonomi daerah adalah mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri. Dalam bahasa Inggris, otonomi berasal dari kata “autonomy”, dimana “auto” berarti sendiri dan “nomy” sama artinya dengan “nomos” yang berarti aturan atau Undang-undang. Jadi “autonomy” adalah mengatur diri sendiri. Sementara itu, pengertian lain tentang otonomi ialah sebagai hak mengatur dan memerintah diri sendiri atas insiatif dan kemauan sendiri. Hak yang diperoleh berasal dari pemerintah pusat.

  Lebih lanjut Undang-Undang Otonomi Daerah Nomor 32 tahun 2004 mendefinisikan otonomi daerah sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah mengatur dan mengurus pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan Daerah Otonom atau disebut juga dengan daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  1.5.1.2 Prinisip dan Tujuan Otonomi Daerah

  Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti, daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan.

  Adapun yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utam dari tujuan nasional.

  Seiring dengan prinsip itu, penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Selain itu penyelengaraan otonomi daerah juga harus menjamin keserasian hubungan antar daerah dengan daerah lainnya, artinya mampu membangun kerjasama antardaerah. Hal yang tidak kalah pentingnya bahwa otonomi daerah juga harus mampu menjamin hubungan yang serasi antar daerah dengan pemerintah, artinya harus mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah Negara dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan negara.Agar otonomi daerah dapat dilaksanakan sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai, pemerintah wajib melakukan pembinaan yang berupa pemberian pedoman seperti penelitian, pengembangan, perencanaan dan pengawasan.

  Disamping itu diberikan pula standar, arahan, bimbingan, pelatihan, supervise, pengendalian koordinasi, pemantauan, dan evaluasi. Bersamaan itu pemerintah wajib memberikan fasilitas yang berupa pemberian peluang kemudahan, bantuan dan dorongan kepada daerah agar dalam melaksanakan otonomi dapat dilakukan secara efisien dan efektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

  Tujuan pemberian otonomi kepada daerah (Widarta, I. 2005 : 69) antara lain yaitu :

  1. Untuk memungkinkan daerah yang bersangkutan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri untuk meningkatkan dayaguna dan hasilguna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan.

  2. Dalam rangka meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan, undang-undang ini menitikberatkan otonomi daerah pada daerah tingkat II dengan pertimbangan bahwa daerah tingkat II langsung berhubungan dengan masyarakat sehingga diharapkan dapat lebih mengerti dan memenuhi aspirasi masyarakat.

  3. Penyerahan urusan-urusan pemerintahan kepada daerah dilakukan secara bertahap disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan daerah yang bersangkutan.

  4. Meskipun berbagai urusan telah diserahkan kepada daerah sebagai pelaksana asas desentralisasi tetapi tanggungjawab terakhir terhadap urusan-urusan tersebut tetap berada di tangan pemerintah.

1.5.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Otonomi Daerah

  Banyak faktor dan variabel yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah. Tidak sedikit pula pakar yang mengidentifikasikan faktor-faktor dan variabel-variabel yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah itu.

  Pada umumnya faktor-faktor dan atau variabel-variabel yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah adalah kemampuan sumber daya (aparat maupun masyarakat), sumber daya alam, kemampuan keuangan (finansial), kemampuan manajemen, kondisi sosial budaya masyarakat, dan karakteristik ekologis.

  Kaho (dalam Salam, 2004:108) mengidentifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi dan sangat menentukan penelenggaraan otonomi daerah antara lain dengan: 1. Sumber daya manusia dan kemampuan aparatur serta partisipasi masyarakat.

  2. Keuangan yang stabil.

  3. Peralatan yang lengkap.

  4. Organisasi dan manajemen yang baik.

  Paramitha (dalam Salam, 2004:109) membagi variabel yang memperanguhi keefektifan organisasi ke dalam dua kelompok . Pertama, kelompok variabel sumber daya yang terdiri dari varabel besarnya organisasi dan pembagian kerja.

  

Kedua , kelompok variabel struktural yang terdiri dari variabel struktur yang

  terdiri dari variabel sentralisasi, kerumitan, formalisasi, komunikasi, dan koordinasi.

  Fernandez (dalam Salam, 2004:109) menyatakan bahwa tugas atau fungsi manajerial, institusi, penbiayaan atau keuangan, dan kemampuan aparat pemerintahan daerah merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan otonomi daerah.

1.5.2 Pemerintah Daerah

  Menurut Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, yang dimaksud dengan pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah oleh DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam system dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Republik Indonesia tahun 1945, pemerintahan daerah meliputi : 1) Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati atau walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah.

  2) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah Pemerintah daerah sebagai badan eksekutif daerah dalam PP No.8/2003 tentang pedoman organisasi perangkat daerah meliputi kepala daerah beserta perangkat daerah.

  Kepala daerah dalam hal ini untuk kecamatan adalah Camat, untuk kabupaten adalah Bupati dimana kepala daerah ini dibantu oleh satu orang wakil kepala daerah. Kepala daerah dan wakilnya dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat di daerah yang bersangkutan. Berhasil tidaknya seseorang yang menjabat suatu jabatan dalam menjalankan tugas-tugasnya tergantung kepada kualitas yang dimilikinya. Demikian pula halnya dengan kepala daerah, berhasil tidaknya ia menjalankan tugas-tugasnya tergantung kepada kualitas yang dimilikinya serta loyalitasnya kepada masyarakat.

  Menurut Peraturan Pemerintahan Nomor 8 Tahun 2003 tentang pedoman organisasi perangkat daerah, perangkat daerah adalah organisasi atau lembaga pada pemerintahan daerah yang bertanggung jawab kepada kepala daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yang terdiri dari sekretariat daerah, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan dan satuan polisi pamong praja sesuai dengan kebutuhan daerah (Nurcholis, 2007: 225).

1.5.4 Pemekaran Kecamatan

  Menurut pasal 66 UU No.22 Tahun 1999, kecamatan merupakan perangkat daerah kabupaten dan daerah kota yang dipimpin oleh Kepala Camat yang diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul dari sekretaris daerah kabupaten/kota dan Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat. Sebagai perangkat daerah organisasi Kecamatan yang dipimpin oleh Camat melaksanakan sebagian urusan otonomi daerah yang dilimpahkan Bupati dan tugastugas umum pemerintahan. Dalam pelaksanaan otonomi daerah organisasi Kecamatan menjadi ujung tombak pelayanan masyarakat. Hal ini disebabkan Kecamatan menjadi penyambung kebijakan pemerintah daerah dengan masyarakat luas, fungsi-fungsi koordinatif dan pembinaan pada level desa dan kelurahan menjadi tanggung jawab Kecamatan.(Poernomo, 2004 : 28) Oleh karena itu Kecamatan menerima sebagian wewenang yang dilimpahkan oleh Kepala Daerah. Disamping itu Kecamatan adalah sebagai koordinator dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan umum.

  Ada dua tugas utama Kecamatan yaitu sebagai pelayan masyarakat dan melakukan pembinaan wilayah.Tugas pembinaan wilayah dilakukan dengan melakukan koordinasi pemerintahan terhadap seluruh instansi pemerintah di wilayah kecamatan, penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban, penegakan peraturan perundangundangan, pembinaan penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan, serta pelaksanaan tugas pemerintahan lainnya yang belum dilaksanakan oleh pemerintahan desa/kelurahan dan/atau instansi pemerintah lainnya di wilayah kecamatan, sedangkan dari segi pelayan masyarakat, pihak Kecamatan menjalankan sebagian wewenang yang diberikan oleh Pemerintah daerah. Oleh sebab itu pengembangan lembaga Kecamatan menjadi hal yangurgen untuk dilaksanakan. Kebijakan otonomi daerah merupakan suatu itikad baik pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kecamatan sebagai unsur perangkat daerah memiliki peran vital dalam keberhasilan otonomi daerah, kecamatan dilihat dari sistem pemerintahan Indonesia, merupakan ujung tombak dari pemerintahan daerah yang langsung berhadapan dengan masyarakat luas. Citra birokrasi pemerintahan secara keseluruhan akan banyak ditentukan oleh kinerja organisasi tersebut. Masyarakat perkotaan yang peradabannya sudah cukup maju, mempunyai kompleksitas permasalahan lebih tinggi dibandingkan pada masyarakat tradisional sehingga diperlukan aparatur pelayanan yang profesional. (Tobalilo80/2009/01).

  Menurut PP No. 19 Tahun 2008 Bab I pasal (1) pembentukan kecamatan adalah pemberian status pada wilayah tertentu sebagai kecamatan di kabupaten/kota. Kecamatan dibentuk di wilayah kabupaten/kota dengan Peraturan Daerah berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Pembentukan Kecamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 PP No.19 2008 harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan.

  Syarat administratif pembentukan kecamatan adalah: (PP No.19 Th 2008

  pasal 3) :

  a. Batas usia penyelenggaraan pemerintahan minimal 5 (lima) tahun;

  b. Batas usia penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan yang akan dibentuk menjadi kecamatan minimal 5 (lima) tahun; c. Keputusan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau nama lain untuk Desa dan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain untuk kelurahan di seluruh wilayah kecamatan baik yang menjadi calon cakupan wilayah kecamatan baru maupun kecamatan induk tentang persetujuan pembentukan kecamatan; d. Keputusan Kepala Desa atau nama lain untuk desa dan Keputusan Lurah atau nama lain untuk kelurahan di seluruh wilayah kecamatan baik yang akan menjadi cakupan wilayah kecamatan baru maupun kecamatan induk tentang persetujuan pembentukan kecamatan; e. Rekomendasi Gubernur.

  Syarat fisik kewilayahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 PP No. 19 Th 2008 meliputi cakupan wilayah, lokasi calon ibukota, sarana dan prasarana pemerintahan. Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 PP No. 19 Th 2008 meliputi:

  1. jumlah penduduk; 2. luas wilayah; 3. rentang kendali penyelenggaraan pelayanan pemerintahan; 4. aktivitas perekonomian; 5. ketersediaan sarana dan prasarana.

  Dalam PP RI No 129 tahun 2000 pasal 2 disebutkan pembentukan daerah atau disebut juga dengan pemekaran bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan melalui:

  1. Pengangkatan pelayanan terhadap masyarakat

  2. Percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi

  3. Percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah

  4. Percepatan pengelolaan potensi daerah

  5. Pengangkatan kecamatan dan ketertiban

  6. Pengangkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah Dikeluarkannya UU No.32 tahun 2004 memberikan wewenang kepada daerah untuk mengurusi wilayahnya sendiri sesuai dengan kebutuhannya. Hal ini mengingat bahwa sebenarnya yang mengetahui segala permasalahan yang terjadi di daerah adalah pemerintah daerah, bukan pemerintah pusat.Semakin meningkatnya volume kegiatan di bidang pemerintahan, pelayanan, dan kemasyarakatan serta dengan meningkatnya komposisi jumlah penduduk, luas wilayah yang cukup, dan memiliki sarana/prasarana yang memadai sebagai prasyarat pendirian kecamatan, maka Pemerintahan Kabupaten Kerinci merasa siap untuk mengeluarkan kebijakan pemekaran kecamatan.

  Menurut Kastorius Sinaga (dalam Wahyudi dkk, 2002:18) pemekaran wilayah setidaknya harus menjawab tiga isu pokok, diantaranya:

  1. Urgensi dan Relevansi; apakah urgensi pemekaran wilayah berkaitan dengan penuntasan masalah kemiskinan dan marginalitas etnik. Jika tidak, pemekaran wilayah akan berdampak negatif dan proses pemiskinan rakyat akan semakin cepat. Pertimbangan umum pemekaran wilayah biasanya didasari oleh adanya potensi sumber daya alam yang siap untuk dieksploitasi sementara kemampuan daerah, terutama menyangkut finansial dan sumber daya manusia amat terbatas. Jalan keluar yang paling mungkin adalah mengundang pihak luar menjadi investor dan ketika keputusan seperti ini diambil maka tidak lama setelah itu akan terjadi proses eksploitasi yang sangat besar terhadap kekayaan alam yang dimiliki daerah itu. Cara berfikir seperti ini yang sangat mengkhawatirkan dan berpotensi mengundang terjadinya proses pemiskinan.

  2. Prosedur; apakah prosedur pemekaran wilayah ini akan berbelit-belit karena rantai birokrasi yang mengurus persoalan seperti ini juga cukup panjang.

  3. Implikasi; yakni sejauhmana pemekaran wilayah memberi dampak yang signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat dan secara politis berimplikasi terhadap terpilihnya identitas etnik dan agama. Selain itu, potensi terjadinya konflik horizontal berkaitan dengan ide pemekaran wilayah itu. Diluar pihak yang memberikan dukungan, pasti ada pihak- . pihak tertentu yang tidak menyetujui ide pemekaran itu

1.5.5. Masyarakat

  Kata masyarakat dalam bahasa Inggris adalah “society” yang berasal dari kata “socius” yang berarti kawan. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang secara relative mandiri, yang hidup secara bersama-sama cukup lama, yang mendiami suatu wilayah tertentu, memiliki kebudayaan yang sama, dan melakukan sebagian besar kegiatannya dalam kelompok tersebut. Hidup dalam masyarakat berarti adanya interaksi sosial dengan orangorang sekitar, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa masyarakat merupakan kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurutsistem adat istiadat, hukum, agama dan sosial budaya yang bersifat kontiniu dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Ikatan yang menyebabkan suatu kesatuan manusia menjadi suatu masyarakat adalah pola tingkah laku yang menyangkut semua aspek kehidupan dalam batas kesatuan tersebut sehingga menjadi adat istiadat. Para mahasiswa suatu akademi ataupun para pelajar suatu sekolah tidak dapat disebut sebagai masyarakat karena walaupun suatu kesatuan manusia yang terdiri dari murid, guru, mahasiswa atupun karyawan terikat serta diatur tingkah lakunya oleh berbagai norma atau aturan sekolah, tetapi system norma itu hanya meliputi beberapa sektor kehidupan yang terbatas.

  Sementara sebagai suatu kesatuan manusia, sekolah atupun kampus itu hanya bersifat sementara atau tidak berkesinambungan. Selain ikatan adat istiadat khas yang meliputi sektor kehidupan serta kontiunitas waktu, warga suatu masyarakat juga harus memiliki suatu ciri lain yaitu suatu rasa identitas bahwa mereka merupakan suatu kesatuan khusus yang berbeda dari kesatuan-kesatuan manusia lainnya Usaha mengembangkan konsep masyarakat ternyata tidak menghasilkan suatu rumusan yang seragam. Satu aspek yang tampak disepakati bersama adalah masyarakat merupakan kelompok manusia yang hidup bersama.

  Maka dalam usaha menyamakan pandangan tentang masyarakat ini yang paling penting adalah unsur-unsur masyarakat itu sendiri. Hidup bersama dikatakan apabila mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :

  1. Manusia yang hidup dalam suatu kelompok tertentu

  2. Bercampur atau bersama-sama untuk kurun waktu yang lama

  3. Menyadari bahwa mereka merupakan satu kesatuan

  4. Menyadari bahwa mereka bersama-sama diikat oleh perasaan diantara para anggotayang satu dengan yang lain

  5. Menghasilkan suatu kebudayaan tertentu.

1.5.6 Sosial Ekonomi

1.5.6.1 Pengertian Sosial Ekonomi Kata sosial berasal dari kata “socious” yang berarti kawan atau teman.

  Dalam hal ini kawan adalah mereka atau orang-orang yang berada di sekitar tempat tinggal kita dalam satu lingkungan tertentu dan mempunyai sifat yang saling mempengaruhi. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata sosial berarti segala sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat (Salim, 2002 : 454), sedangkan dalam konsep sosiologi manusia sering disebut sebagai makhluk sosial, yang artinya bahwa manusia tidak dapat hidup dengan wajar tanpa keterlibatan orang lain disekitarnya. Dalam mengahadapi sekelilingnya, manusia harus hidup berkawan dengan manusia lainnya dan juga bergaul untuk mendatangkan kepuasan baginya.

  Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ekonomi berarti segala sesuatu tentang azas - azas produksi, distribusi dan pemakaian barang-barang serta kekayaan seperti perdagangan, hal keuangan dan perindustrian (Salim, 2002 : 379). Seiring dengan perkembangan dan perubahan masyarakat, maka pengertian ekonomi juga sudah lebih luas. Ekonomi juga diartikan sebagai cara manusia untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jadi, dapat dikatakan bahwa ekonomi bertalian dengan proses pemenuhan keperluan hidup manusia sehari-hari.sosial ekonomi itu sendiri merupakan gabungan dari pendidikan, pendapatan dan pekerjaan.

1.5.6.2 Kondisi Sosial Ekonomi

  Kondisi adalah suatu keadaan pada suatu waktu tertentu. Kata sosial berarti segala sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat, sedangkan kata ekonomi berarti segala sesuatu tentang azas-azas produksi, distribusi dan pemakaian barang-barangserta kekayaan. Jadi kondisi sosial ekonomi adalah suatu keadaan atau kedudukan yang diatur secara sosial dan menempatkan seseorang pada posisi tertentu dalam struktur sosial masyarakat. Untuk melihat kondisi sosial ekonomi seseorang maka perlu diperhatikan beberapa faktor, antara lain yaitu : pendapatan, pendidikan, kesehatan dan perumahan Selain faktor-faktor tersebut, ada juga faktor-faktor lain yang sering diikutkan oleh para ahli dalam melihat kondisi sosial ekonomi seseorang seperti pekerjaan, dan sosialisasi dalam lingkungan masyarakat.

  Pendapatan merupakan penerimaan-penerimaan atas sejumlah uang yang di dapat dari hasil usaha yang dikerjakan. Sedangkan Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Kesehatan adalah keadaan dimana stamina tubuh fit dan tejaga sehingga dapat melakukan aktivitas sehari – hari dengan baik. Sedangkan perumahan adalah bangunan tempat tinggal atau tempat berteduh bagi. Uraian tersebut diatas adalah merupakan gambarankondisi sosial ekonomi. Kehidupan sosial merupakan suatu strategi yang dilakukan oleh sekelompok orang guna pemenuhan kebutuhan hidup serta menggunakan penghasilannya untuk mengarahkan produksi barang yang diperlukan. Oleh karena itu, maka perlu dikembangkan suatu strategi yang diarahkan pada tujuan pemenuhan kebutuhan dasar manusia.

  Adapun model pemenuhan kebutuhan dasar sebagai suatu strategi harus mampu memiliki 5 (lima) sasaran utama, yaitu :

  1.Terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan dan papan, peralatan sederhana dan berbagai kebutuhan yang secara luas dipandang perlu oleh masyarakat.

  2.Dibukanya kesempatan yang luas untuk memperoleh berbagai pelayanan umum,seperti : pendidikan, kesehatan, air minum dan pemukiman yang sehat.

  3.Dijaminnya hak untuk memperoleh kesempatan untuk bekerja yang produktiftermasuk kemungkinan menciptakan usaha sendiri.

  4.Terbinanya prasarana yang memungkinkan produksi barang dan jasa dengan kemampuan untuk menyisihkan tabungan bagi pembiayaan usaha selanjutnya.

  5.Partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan atas pelaksanaan pembangunan dan juga sosialisasi dalam lingkungan masyarakat.

1.6 Hipotesis

  Hipotesis adalah pernyataan yang bersifat dugaan sementara atau tentative answer yang hendak dibuktikan kebenarannya melalui suatu penelitian.Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah :

  • Adanya pengaruh pemekaran kecamatan terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat di Kecamatan Pamatang Sidamanik Kabupaten Simalungun.

  Maka hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini untuk mebuktikan yaitu : Hipotesis Nol (Ho) : Pernyataan yang mengatakan tidak ada hubungan pemekaran kecamatan (Variabel x) dengan kondisi sosial sosial ekonomi masyarakat (Variabel Y) yang akan diteliti ,atau Variabel independen tidak mempengaruhi variabel dependen. Hipotesis Alternative (Ha) : Pernyataan yang menyatakan terdapat hubungan antara pemekaran kecamatan (Variabel x) dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat (Variabel Y) atau variabel independen mempengaruhi variabel dependen.

1.7 Defenisi Konsep

  Definisi Konsep merupakan proses yang digunakan untuk menunjukan secara tepat tentang apa yang kita maksudkan bila kita menggunakan istilah tertentu.

  Defensi konsep bertujuan untuk merumuskan sejumlah pengertian yang digunakan secara mendasar dan menyamakan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian (Silalahi, 2009 : 112).

  Untuk mendapatkan batasan istilah yang jelas dari masing-masing konsep yang diteliti ,maka definisi konsep dalam penelitian ini adalah : 1 . Pemekaran Kecamatan Pemekaran kecamatan adalah pembentukan kecamatan baru dari kecamatan yang lama berdasarkan pada syarat-syarat tertentu.

  2 . Kondisi Sosial Ekonomi Kondisi merupakan suatu keadaan atau kedudukan yang diatur secara sosial dan menempatkan seseorang pada posisi tertentu dalam struktur sosial masyarakat. Untuk melihat kondisi sosial ekonomi seseorang maka perlu diperhatikan beberapa faktor, antara lain yaitu : pendapatan, pendidikan, kesehatan dan perumahan.

  1. Pendapatan merupakan penerimaan-penerimaan atas sejumlah uang yang di dapat dari hasil usaha yang dikerjakan.

  2. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

  3. Kesehatan adalah keadaan dimana stamina tubuh fit dan tejaga sehingga dapat melakukan aktivitas sehari – hari dengan baik.

  4. Perumahan adalah bangunan tempat tinggal atau tempat berteduh .

1.8 Definisi Operasional

  Definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan cara mengukur suatu variabel. Dengan kata lain, definisi operasional adalah semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu variabel (Singarimbun, 2006: 46). Melalui pengukuran ini dapat diketahui indikator apa saja sebagai pendukung untuk dianalisis dari variabel-variabel tersebut.

  Definisi operasional merupakan uraian dari konsep yang sudah dirumuskan dalam bentuk indikator-indikator agar lebih memudahkan dalam operasional dari sudut penelitian. Adapun yang menjadi definisi operasinal dalam penelitian ini yaitu: a.

  Variabel Independen (pemekaran kecamatan) yaitu variabel yang sering juga disebut sebagai variabel prediktor ialah variabel yang mempengaruhi variabel dependen baik secara positif maupun negatif. Adapun indikator Variabel dependen dari penelitian ini adalah :

  1.Syarat Administrasi pembentukan kecamatan a.Keputusan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di seluruh wilayah kecamatan baik yang menjadi calon cakupan wilayah kecamatan baru maupun kecamatan induk tentang persetujuan pembentukan kecamatan b.Keputusan Kepala Desa di seluruh wilayah kecamatan baik yang menjadi calon cakupan wilayah kecamatan baru maupun kecamatan induk tentang persetujuan pembentukan kecamatan c.Batas usia penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan yang akan dibentuk menjadi kecamatan minimal 5 (lima) tahun

  2. Persyaratan Teknis

  a. Rentang kendali penyelenggaraan pelayanan pemerintahan b. Ketersediaan sarana dan prasarana.

  c. Aktivitas perekonomian b. Variabel dependen (kondisi sosial ekonomi masyarakat) yaitu variabel yang sering juga disebut variabel kriteria(criterion variable) adalah variabel yang nilai valuenya dipengaruhi oleh variabel lain.

  Kondisi Sosial Ekonomi di Kecamatan Pamatang Sidamanik Kabupaten Simalungun indikatornya dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1)

  Peningkatan sumber pendapatan Pendapatan adalah jumlah penghasilan riil yang disumbangkan untuk memenuhi kebutuhan bersama (keluarga), dimana pendapatan ini merupakan jumlah semua hasilperolehan yang di dapat dalam bentuk uang sebagai hasil dari pekerjaannya.Indikatornya : a.

  Usaha sampingan selain pekerjaan tetap untuk meningkatkan sumber pendapatan b.

  Bantuan modal usaha yang diperoleh sebelum pemekaran Kecamatan Pamatang Sidamanik. Bantuan modal usaha yang diperoleh setelah pemekaran Pamatang Sidamanik

  c. Jumlah pendapatan sebelum pemekaran Kecamatan Pamatang Sidamanik Jumlah pendapatan setelah pemekaran Kecamatan Pamatang Sidamanik.

  2) Kondisi fasilitas pendidikan Indikatornya : a. Sarana pendidikan (seperti komputer, layanan internet) sebelum adanya pemekaran Kecamatan Pamatang Sidamanik Sarana pendidikan

  (computer, internet, dll) setelah adanyapemekaran Kecamatan Pamatang Sidamanik b. Jumlah bangunan sekolah sebelum adanya pemekaran daerah.

  Jumlah bangunan sekolah setelah adanya pemekaran daerah. 3) Kesehatan

  Indikatornya : a.Sarana kesehatan sebelum pemekaran Kecamatan Pamatang Sidamanik Sarana kesehatan sebelum pemekaran Kecamatan Pamatang Sidamanik b.Pelayanan kesehatan sebelum adanya pemekaran Kecamatan Pamatang Sidamanik Pelayanan kesehatan setelah adanya pemekaran Kecamatan Pamatang Sidamanik

  4) Kondisi perumahan

  Indikatornya : a.Kondisi bangunan rumah sebelum adanya pemekaran Kecamatan Pamatang Sidamanik b.Kondisi bangunan rumah setelah adanya pemekaran Kecamatan Pamatang Sidamanik c.Sarana MCK sebelum pemekaran Kecamatan Pamatang Sidamanik Sarana MCK setelah pemekaran Kecamatan Pamatang Sidamanik

I.9. Sistematika Penulisan

  BAB I : PENDAHULUAN Bab ini memuat latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

  manfaat penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, defenisi operasional, dan sistematika penulisan.

  BAB II : METODE PENELITIAN Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisa data. BAB III : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini memuat gambaran lokasi penelitian berupa sejarah singkat,visi,misi dan

  sturktur organisasi

  BAB IV : PENYAJIAN DATA Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan dokumentasi yang akan dianalisa. BAB V : ANALISA DATA Bab ini memuat pembahasan atau interpretasi dari data-data yang disajikan pada bab sebelumnya. BAB VI : PENUTUP Bab ini memuat kesimpulan dan saran atas hasil penelitian yang telah dilakukan.