Pengaruh Viskositas Dan Laju Aliran Saliva Terhadap Pembentukan Kalkulus Pada Pasien Di Instalasi Periodonsia Rsgm Usu
BAB 2 TINJAUN PUSTAKA
2.1 Pengertian Saliva
Whole Saliva atau saliva total adalah campuran kompleks cairan dari kelenjar
saliva, lipatan gingiva, transudat mukosa oral, mukus, rongga hidung, faring, bakteri yang tidak melekat, sisa makanan, deskuamasi sel epitel, sel darah dan produk kimia. Metode pengukuran volume saliva terbagi atas 2 bagian yaitu pengukuran langsung dari kelenjar saliva dan pengukuran saliva dari rongga mulut atau whole saliva. Metode yang pertama lebih menyulitkan dari metode yang kedua dan mungkin menyebabkan lesi di duktus Stensen dan Wharthoni. Pengumpulan saliva boleh dilakukan dengan stimulasi maupun tanpa stimulasi (resting). Penentuan laju aliran
11,17 saliva terstimulasi boleh dilakukan dengan menggunakan parafin dan asam sitrat.
2.1.1 Kelenjar Saliva
Kelenjar parotis adalah kelenjar saliva terbesar, terletak agak ke bawah dan membuka melalui duktus parotid Stensen menuju satu elevasi kecil (papila) yang terletak berhadapan dengan gigi molar kedua pada kedua sisi. Kelenjar submandibularis merupakan kelenjar saliva terbesar kedua setelah kelenjar parotis dan terdiri dari campuran sekresi serus dan mukus tetapi yang lebih dominan adalah serus. Kelenjar submandibularis bermuara pada duktus Whartoni menuju ke dasar mulut pada kedua sisi frenulum lingualis. Kelenjar sublingualis adalah kelenjar yang terkecil dari ketiga kelenjar saliva yang lain dan produksi sekresi mukus. Sel serus menghasilkan saliva yang encer sehingga viskositasnya menjadi lebih rendah sedangkan sel mukus menghasilkan saliva yang kental sehingga viskositasnya lebih tinggi. Kelenjar saliva minor didistribusikan secara luas pada permukaan mukosa
18,19 bagian dalam bibir, pipi, langit-langit dan daerah glosofaring.
2.1.2 Komposisi Saliva
Saliva melarutkan makanan secara kimia untuk pengecapan rasa, melembabkan dan melumasi makanan sehingga mudah ditelan. Selain meminimalisasi keasaman rongga mulut dan mencegah demineralisasi enamel gigi, saliva juga memberi kelembaban dan melindungi mukosa oral sehingga terhindar dari kekeringan. Zat antibodi dan antibakteri dalam saliva berfungsi untuk membersihkan rongga mulut dan membantu memelihara kesehatan rongga mulut serta mencegah kerusakan. Amilase pada saliva dapat mengurai zat tepung menjadi polisakarida dan
13 maltose.
2.1.3 Laju Aliran Saliva
Laju aliran saliva dipengaruhi oleh beberapa faktor temasuk usia dan jenis kelamin, ukuran kelenjar, kontribusi berbagai kelenjar saliva, nutrisi, merokok, obat- obatan, alkohol, puasa, muntah dan penyakit sistemik. Faktor yang sangat memengaruhi penurunan laju aliran saliva adalah obat-obatan terapeutik, terutama obat-obatan yang digunakan pada penderita Sjogren Syndrome dan pengobatan
13
radiasi untuk kanker kepala dan leher. Laju aliran saliva tergantung pada lama dan intesitas stimulus. Stimulus tersebut terdiri atas stimulus mekanik dan stimulus kimiawi. Stimulus mekanik tampak dalam bentuk pengunyahan, sedangkan stimulus kimiawi tampak dalam bentuk efek pengecapan. Kedua jenis stimulus tersebut membangkitkan kegiatan refleks saliva. Stimulus asam, frekuensi pengunyahan yang
20 tinggi dan gigitan yang kuat dapat meningkatkan sekresi saliva.
Nilai normal rerata aliran saliva yang distimulasi pada individu yang sehat berkisar dari 1,0-3,0 ml/menit sedangkan nilai normal flow rate yang tidak distimulasi berkisar antara 0,3-0,5 ml/menit. Apabila nilainya dibawah 0,7 ml/menit maka keadaan tersebut merupakan hiposalivasi dan apabila diantara 0,1 - 0, 25
8,16 ml/menit maka nilainya adalah rendah.
2.1.4 Viskositas Saliva
Viskositas adalah suatu keadaan viskus yang mempunyai hubungan yang erat dengan komposisi glikoprotein. Peran saliva sebagai pelumas sangat penting untuk kesehatan mulut, memfasilitasi pergerakan lidah dan bibir selama proses penelanan, dan juga penting dalam memperjelas ucapan saat berbicara. Viskositas saliva yang normal penting untuk pencernaan makanan dan fungsi motorik seperti mastikasi, penelanan dan bicara. Peningkatan viskositas saliva akan menyebabkan gangguan bicara dan penelanan. Individu yang mempunyai viskositas saliva yang tinggi berisiko tinggi mendapat penyakit periodontal. Efisiensi saliva sebagai pelumas tergantung pada viskositas dan perubahan laju aliran saliva. Apabila viskositas saliva meningkat, komposisi air dalam saliva menurun dan ini akan menyebabkan saliva
14,16 menjadi lebih kental.
Sifat-sifat saliva pada manusia ditentukan oleh glikoprotein saliva terutama mucin. Saliva terdiri dari 2 jenis mucin yaitu mucin dengan berat molekul yang tinggi / high-molecular-weight mucin (MG1) dan mucin dengan berat molekul yang rendah
20
/ low-molecular-weight mucin (MG2). High-molecular-weight mucin disekresikan oleh kelenjar sublingualis, submandibularis, dan palatal sedangkan low-molecular-
weight mucin adalah hasil sekresi kelenjar submandibularis dan sublingualis. Mucin
berperan sebagai pelumas permukaan, perlindungan jaringan keras dan lunak serta
14 lingkungan eksternal, membantu dalam pengunyahan, bicara dan menelan.
2.1.5 Cara Pengumpulan Saliva
Terdapat 4 cara pengumpulan saliva yaitu passive drooling, spitting, swab dan suction .
a) Passive Drooling
Metode passive drooling dilakukan dengan meminta pasien untuk mengumpulkan salivanya di dalam wadah saliva dan saliva dibiarkan mengalir selama 3 menit . Keuntungan dari pemakaian metode ini adalah lebih akurat dan efektif.
b) Spitting
Metode spitting adalah metode yang sering digunakan untuk pengumpulan saliva karena lebih reliable. Pasien diminta untuk mengumpulkan salivanya di dalam mulut dan kemudian diludahkan ke dalam wadah saliva setiap 60 saat selama 5 sampai 15 menit.
c) Swab
Metode swab dilakukan dengan meletakkan kapas pada dasar mulut pasien pada jangka waktu yang tertentu untuk pengumpulan saliva. Metode ini mudah dilakukan tetapi dapat menyebabkan perubahan komposisi saliva.
d) Suction
Metode suction dilakukan dengan menggunakan suction tube untuk pengumpulan saliva dari dasar rongga mulut pasien dan metode ini tidak memerlukan
21 pasien yang kooperatif.
2.2 Kalkulus
2.2.1 Kalkulus Supragingiva
Kalkulus supragingiva merupakan kalkulus yang melekat pada permukaan mahkota gigi mulai dari puncak tepi gingiva. Sumber utama komponen kalkulus supragingiva berasal dari saliva sedangkan sumber kalkulus subgingiva berasal dari cairan sulkus gingiva. Jenis kalkulus ini banyak terdapat pada bagian lingual gigi depan rahang bawah dan jumlahnya semakin berkurang pada bagian bukal molar rahang atas namun kalkulus tidak dapat dijumpai pada bawah batas gingiva margin di daerah poket gingiva. Warna kalkulus biasanya putih kekuning-kuningan tetapi dapat dipengaruhi oleh pigmen sisa makanan atau stein rokok. Konsistensinya keras seperti
2,3 batu tanah liat dan mudah dilepaskan dari permukaan gigi dengan skeler.
2.2.2 Kalkulus Subgingiva
Kalkulus subgingiva atau dikenal sebagai kalkulus seruminal merupakan kalkulus yang berada di bawah batas gingiva margin, di daerah poket gingiva dan tidak dapat terlihat pada waktu pemeriksaan. Lokasi dan perluasanya dapat ditentukan Biasanya ditemukan pada akar gigi di dekat batas apikal poket yang dalam dan dapat
. 2,3
ditemukan jauh lebih dalam sampai apeks gigi pada kasus yang parah
22 Gambar 1. Kalkulus Supragingiva
2.2.3 Komposisi Kalkulus
Komposisi kalkulus bervariasi sesuai dengan lama deposit, posisinya di dalam mulut dan lokasi geografi dari individu. Komposisinya terdiri dari 80% massa
3 anorganik, air dan matriks organik.
2.2.3.1 Komponen Anorganik
Bahan anorganik kalkulus supragingiva terdiri dari 75,9% kalsium fosfat (Ca
3 (PO 4 ) 2 ), 3,1% kalsium karbonat (CaCO 3 ) dan magnesium fosfat (Mg 3 (PO 4 ) 2 )
serta sejumlah ion logam lainnya. Komponen anorganik utamanya adalah 39% kalsium, 19% fosfor, 0,8% magnesium, 1,9% karbon dioksida dan sejumlah kecil logam seperti Na, Zn, Sr, Br, Cu, An, Al, Si, Fe dan F. Terdapat 4 jenis kristal yang membentuk struktur bahan anorganik yaitu 58% hidroksiapatit Ca
10 (OH) 2 (PO 4 ) 6 ,
20,9% brushite CaH(PO ) , 21% magnesium whitlokite Ca (PO)
XPO dan
4
2
9
3
4
oktakalsium fosfat Ca
4 H(PO 4 ) 3 . Biasanya pada setiap sampel kalkulus, bentuk kristal 3,18
yang paling sering dijumpai adalah hidroksiapatit dan oktakalsium fosfat.
Komponen organik kalkulus terdiri dari campuran protein polisakarida yang kompleks, sel-sel epitel yang mengalami deskuamasi, leukosit dan berbagai tipe mikoorganisme. Sekitar 1,9% sampai 9,1% komponen organik terdiri dari karbohidrat seperti galaktosa, glukosa, rhamnosa, mannosa, asam glukuronik, galaktosamine, arabinase, asam galakturonik dan glukosamin. Sebanyak 5,9 sampai 8,2% protein yang berasal dari saliva terdiri dari asam amino sedangkan 0,2% lipid terdapat dalam
3,18 bentuk lemak netral, asam lemak bebas, kolesterol, kolesterol ester dan fosfat lipid.
2.2.4 Proses Pembentukan Kalkulus
Kalkulus merupakan plak bakteri yang termineralisasi tetapi tidak semua plak termineralisasi. Pembentukan kalkulus dimulai dengan akumulasi plak yang berperan sebagai matriks organik untuk mineralisasi deposit. Presipitasi garam-garam mineral ke dalam plak sudah dapat dilihat hanya beberapa jam setelah deposisi plak, meski umumnya keadaan ini berlangsung 2-14 hari setelah terbentuknya plak. Kalsifikasi plak juga mungkin terjadi dalam waktu 4-8 jam dalam segolongan individu. Mineral pada kalkulus supragingival berasal dari saliva, sedangkan pada kalkulus subgingiva
1,3 berasal dari eksudat cairan gingiva.
Ada beberapa teori yang sudah diperkenalkan sehubungan mekanisme mineralisasi plak awal. a) Teori pertama menyatakan bahwa saliva dapat dianggap sebagai larutan jenuh (supernaturasi) yang tidak stabil dari kalsium fosfat. Oleh karena tegangan karbon dioksida / CO
2 relatif lebih rendah di dalam mulut, CO
2
akan keluar dari saliva bersama dengan deposisi kalsium fosfat yang tidak mudah larut. b) Selama tidur, aliran saliva berkurang dan amonik terbentuk dari urea saliva, menaikkan pH yang memungkinkan terjadinya pengendapan kalsium fosfat. c) Protein dapat mempertahankan konsentrasi kalsium yang lebih tinggi tetapi jika saliva berkontak dengan gigi, protein akan dikeluarkan dari larutan dan menyebabkan
3 pengendapan kalsium dan fosfor.
2.2.5 Faktor Lain Yang Berpengaruh Terhadap Pembentukan Kalkulus Supragingiva Dan Subgingiva
Faktor lain yang berpengaruh terhadap pembentukan kalkulus supragingiva dan subgingiva adalah pH, kapasitas buffer, kalsium dan fosfat.
2.2.5.1 pH Dan Kapasitas Buffer
Faktor pH dan kapasitas buffer berhubungan erat dengan viskositas dan laju aliran saliva. Nilai normal pH saliva tanpa stimulasi adalah 6,7 sampai 7,4. Apabila saliva distimulasi setelah konsumsi karbohidrat akan terjadinya peningkatan pH plak
5 dan proses remineralisasi.
2.2.5.2 Kalsium Dan Fosfat
Kalsium dan fosfat adalah ion dari saliva yang terlibat dalam pembentukan kalkulus. Kalsium dan fosfat berperan penting dalam proses remineralisasi gigi dan membentuk kristal hidroksiapatit dalam keadaan pH rongga mulut yang tinggi. Peningkatan pembentukan kalkulus disebabkan oleh peningkatan pH dan kadar
5,6 saturasi plak.
2.3 Pengaruh Viskositas Dan Laju Aliran Saliva Terhadap Pembentukan Kalkulus
Secara klinis, viskositas saliva yang normal terlihat bening dan encer sementara saliva yang kental atau bergelembung menunjukkan kadar viskositas saliva yang tinggi. Menurut Shannon dkk., cit Inoue, viskositas saliva mempunyai hubungan positif dengan peningkatan glikoprotein mucin-5 subtype B (MUC5B) yaitu mucin dengan berat molekul yang tinggi/ high-molecular-weight mucin (MG1). Penelitian yang dilakukan oleh Hiroko I dkk telah membuktikan bahwa terdapat perbedaan viskositas dan jumlah mucin saliva pada hasil saliva terstimulasi dan tidak
23 terstimulasi. Laju aliran saliva mempunyai hubungan yang erat dengan viskositas saliva. Viskositas saliva yang lebih rendah akan meningkatkan laju aliran saliva, sehingga didapatkan self-cleansing yang baik. Sebaliknya viskositas saliva yang tinggi (kental/mukus) menyebabkan laju aliran saliva akan lebih rendah dan terjadinya penurunan self-cleansing dalam rongga mulut. Keadaan ini akan menyebabkan sisa makanan melekat pada permukaan gigi dan penumpukan plak lebih mudah terjadi
8 yang akhirnya terkalsifikasi menjadi kalkulus.
Secara umum, apabila viskositas saliva meningkat, laju aliran saliva dan efek rongga mulut akan berkurang. Akibatnya, penumpukan plak dan
self-cleasing pembentukan kalkulus supragingiva serta kalkulus subgingiva mudah terjadi.
Sebaliknya, penurunan viskositas akan menyebabkan laju aliran dan efek self-
cleansing rongga mulut meningkat serta penumpukan plak dan kalkulus lebih sulit
terjadi. Jumlah kalkulus yang semakin meningkat akan menyebabkan terjadinya inflamasi dan kerusakan pada jaringan pendukung serta penyakit periondontal lain seperti gingivitis dan periondontitis.
2.4 Kerangka Teori
Viskositas saliva Viskositas saliva Laju aliran saliva
Laju aliran saliva Saliva
Kalkulus Kalkulus
Penyakit Periodontal
Penyakit Periodontal
2.5 Kerangka Konsep Variabel Bebas : Variabel tergantung :
- Viskositas sa>- Jumlah peningk
- Laju aliran saliva pembentukan kalkulus
Variabel Terkendali : Variabel Tak Terkendali :
- Permen karet wax yang digunakan untuk
- Diet menstimulasi saliva
- Cara menyikat
- Teknik pengumpulan saliva