BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Formulasi Tablet Hisap Nanopartikel Daun Sirih Merah (Piper Crocatum Ruiz & Pav.) Secara Granulasi Basah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

  Sirih merah merupakan tanaman yang diketahui tumbuh di berbagai daerah di Indonesia, seperti di lingkungan Keraton Yogyakarta dan di lereng Merapi sebelah timur, serta di Papua dan Jawa Barat. Sirih merah bisa tumbuh dengan baik di tempat yang teduh dan tidak terlalu banyak terkena sinar matahari.

  Jika terkena sinar matahari langsung secara terus-menerus warna merah daunnya bisa menjadi pudar dan kurang menarik (Sudewo, 2005).

  2.1.1 Sistematika tumbuhan

  Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub Kelas : Magnoliidae Ordo : Piperales Famili : Piperaceae Genus : Piper Spesies : Piper crocatum Ruiz & Pav.

  2.1.2 Nama daerah

  Nama daerah: suruh, sedah (Jawa), seureuh (Sunda); ranub (Aceh); cambai (Lampung) (Anonim, 2009).

  2.1.3 Morfologi tumbuhan

  Sirih merah merupakan tanaman yang tumbuh menjalar. Batangnya bulat berwarna hijau keunguan dan tidak berbunga. Daunnya bertangkai berbentuk jantung dengan bagian atas meruncing, bertepi rata dan permukaannya mengkilap atau tidak berbulu. Panjang daunnya bisa mencapai 15 - 20 cm. Warna daun bagian atas hijau bercorak warna putih keabu - abuan. Bagian bawah daun berwarna merah cerah. Daunnya berlendir, berasa sangat pahit dan beraroma wangi khas sirih. Batangnya bersulur dan beruas dengan jarak buku 5 - 10 cm. Di setiap buku tumbuh bakal akar (Sudewo, 2005).

  2.1.4 Kandungan senyawa kimia

  Senyawa fitokimia yang terkandung dalam daun sirih merah yakni adanya kandungan senyawa steroid/triterpenoid, alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin dan tanin (Sudewo, 2005).

  2.1.5 Khasiat dan penggunaan

  Penggunaan sirih merah dapat digunakan dalam bentuk segar maupun simplisia. Secara empiris sirih merah dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit seperti diabetes millitus, hepatitis, batu ginjal, kolesterol, hipertensi, asam urat, keputihan, obat kumur, maag, radang mata, nyeri sendi dan memperhalus kulit. Sirih merah banyak digunakan pada klinik herbal center sebagai ramuan atau terapi bagi penderita yang tidak dapat disembuhkan dengan obat kimia (Anonim, 2009).

2.2. Nanopartikel

  Nanopartikel merupakan partikel bentuk padat dengan ukuran sekitar 10-1000 nm (Mohanraj dan Chen, 2006). Nanoteknologi merupakan kemampuan untuk memproduksi dan memproses materi berukuran nano (nanosized) atau memanipulasi objek dalam skala nano (nanoscale). Nanoscale umumnya menyatakan rentang ukuran dari 1 hingga 100 nm. Akan tetapi, beberapa ilmuwan menganggap ukuran nanoscale adalah antara 1 hingga 200 nm, bahkan hingga 1000 nm (Jin, 2008).

  Nanoteknologi berkembang semakin pesat seiring dengan meningkatnya kebutuhan industri akan ukuran partikel yang semakin kecil. Dalam industri farmasi dan bioteknologi, nanoengineering telah mempengaruhi setiap segmen dan subspesialisasi yang ada. Pengurangan ukuran partikel ini menawarkan suatu kesempatan bermakna bagi perancang formula untuk mengatasi hambatan dalam pengembangan produk terkait senyawa aktif obat yang sukar larut dalam air (Lee, dkk., 2008). Kelarutan yang rendah merupakan masalah utama dalam pengembangan formulasi obat.

  Menurut Müller dan Keck (2004), ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk memproduksi nanopartikel dengan bentuk dan ukuran yang diinginkan, yaitu: a. mudah dikerjakan,

  b. dapat diaplikasikan dalam pembuatan sebanyak mungkin jenis zat aktif obat atau dengan kata lain bersifat universal, c. memberikan hasil yang stabil secara fisik,

  d. diformulasi dengan bahan-bahan tambahan yang inert dan telah disetujui oleh badan regulasi, e. dapat dikerjakan dalam skala besar,

  f. prosedur produksi hendaknya dapat divalidasi dan memenuhi ketentuan yang berlaku.

2.3 Metode Pembuatan Nanopartikel

  Sediaan nanopartikel dapat dibuat dengan berbagai metode, yaitu metode presipitasi, penggilingan (milling methods), dan homogenisasi.

  2.3.1 Metode presipitasi

  Salah satu metode presipitasi yang pertama adalah teknologi pembuatan

  Hydrosol . Dalam metode ini, zat aktif dilarutkan ke dalam pelarut, lalu larutan

  tersebut dimasukkan ke dalam larutan lain yang bukan pelarut zat aktif tersebut sehingga menghasilkan presipitasi zat aktif yang halus. Kelemahan metode ini adalah nanopartikel yang terbentuk harus distabilisasi untuk mencegah timbulnya kristal berukuran mikro dan zat aktif yang hendak dibuat nanopartikelnya harus larut setidaknya dalam salah satu jenis pelarut, sementara diketahui bahwa banyak zat aktif memiliki kelarutan rendah baik di air maupun pelarut organik (Junghanns dan Müller, 2008).

  2.3.2 Metode penggilingan

  Penggilingan merupakan teknik standar yang telah digunakan dalam beragam bidang aplikasi industri untuk mengurangi ukuran partikel. Pengurangan ukuran partikel lewat penggilingan dapat dijelaskan oleh tiga mekanisme kunci yang saling mempengaruhi yakni gesekan antara dua permukaan karena tekanan yang dihasilkan melampaui kekuatan inheren partikel sehingga mengakibatkan frakturasi (patahan atau retakan), gaya gesek yang dihasilkan (shear force) mengakibatkan pecahnya partikel menjadi beberapa bagian, dan deagregasi terkait kolisi (tabrakan) antar agregat pada laju diferensial yang tinggi (Gour, 2010).

  Metode penggilingan dapat diklasifikasikan dalam beberapa cara yaitu berdasarkan kondisi medium penggilingan atau berdasarkan mekanisme fraktur yang terjadi selama penggilingan berlangsung. Berdasarkan kondisi medium ketika partikel digiling, metode dibagi 2 yaitu metode penggilingan kering dan metode penggilingan basah (Burcham, dkk., 2009). Sedangkan berdasarkan mekanisme fraktur yang terjadi, metode dapat dibagi menjadi pemotongan (cutting), kompresi (compression), impaksi (impaction), dan erosi (attrition) (Staniforth, 2002).

  Metode penggilingan kering (dry milling) merupakan suatu proses memperkecil ukuran partikel tanpa adanya larutan. Hal ini dicapai lewat penggilingan atau penggerusan dengan tenaga tinggi menggunakan suatu baut (pin) atau pelatuk (hammer) yang berputar. Kelemahan utama metode ini adalah kemampuannya menghasilkan distribusi ukuran partikel yang luas berkisar beberapa ratus nanometer hingga 25

  μm atau dengan kata lain, hanya beberapa persen produknya yang berupa nanopartikel (Müller, dkk., 2000).

  Metode berikutnya adalah metode penggilingan basah (wet atau slurry

  

milling ) yaitu proses penggilingan suatu zat padat yang disuspensikan dalam suatu

  larutan. Penggunaan penggilingan basah memiliki beberapa keuntungan dibandingkan penggilingan kering, di antaranya: a. penggillingan basah dapat dikerjakan bersamaan dengan tahapan isolasi- kristalisasi bahan aktif sehingga tidak menggunakan unit operasi yang terpisah-pisah seperti halnya penggilingan kering sehingga dapat mengurangi waktu penggilingan dan biaya produksi, b. dapat digunakan untuk zat aktif yang memperlihatkan perubahan sifat fisik atau fase pada suhu tinggi, seperti memiliki titik leleh yang rendah. Hal ini dikarenakan peningkatan kapasitas panas larutan pembawa yang akan menghasilkan fluktuasi suhu yang lebih rendah selama proses penggilingan.

  Metode penggilingan basah (wet milling) merupakan teknologi pengecilan ukuran partikel yang mampu terus berkembang dan bertahan (viable).

  Keunggulannya telah dibuktikan dengan persetujuan registrasi 4 jenis produk obat yang menggunakan metode ini oleh FDA. Waktu yang diperlukan dalam penggilingan ini berkisar antara 30 menit hingga beberapa hari (Möschwitzher dan Müller, 2007).

2.3.3 Metode homogenisasi

  Homogenisasi bertekanan tinggi merupakan pendekatan lain untuk memperkecil ukuran partikel senyawa yang sukar larut. Ada 3 teknologi penting yang dikenal yaitu teknologi mikrofluidisasi (microfluidizer technology atau IDD-

  TM

P technology ), homogenisasi di celah piston dalam air (piston gap

  ®

homogenization in water atau Dissocubes technology ), dan di dalam campuran

  ® air atau media non-air (Nanopure technology ) (Junghanns dan Müller, 2008).

  Selain ketiga metode utama di atas, beragam metode kombinasi juga telah

  ®

  dikembangkan seperti Nanoedge technology yang menggabungkan presipitasi

  ®

  dengan homogenisasi celah piston dan Nanopure

  XP (Extended Performance) technology antara mikrofluidisasi dengan homogenisasi celah piston.

2.4 Pemeriksaan Karakteristik Nanopartikel Daun Sirih Merah

  Scanning electron microscope (SEM) terdiri dari sebuah senapan elektron yang memproduksi berkas elektron pada tegangan dipercepat sebesar 2 – 30 kV. Berkas elektron tersebut dilewatkan pada beberapa lensa elektromagnetik untuk menghasilkan gambar berukuran kecil dari 10 nm pada sampel yang ditampilkan dalam bentuk film fotografi atau ke dalam tabung layar (Anggraeni, 2008).

  Particles size analyzer (PSA) merupakan pengujian ukuran partikel

  dengan range 2-7000 nm menggunakan prinsip dynamic ligh scattering dan gerak

  

brown . Ukuran partikel dihitung berdasarkan fungsi korelasi Stokes-Einstein dan

  gerak Brown ditetapkan sebagai koefisien difusi translasi. Kecepatan gerak Brown dipengaruhi oleh size, viscosity dan temperature. Keluaran yang dihasilkan merupakan sistem dari statistical, commulant dan laplace methods, dimana masing-masing sistem menghasilkan size distribution dalam intensity, number dan

  volume (Anonim, 2013).

  Spektroskopi infra merah (FTIR) digunakan untuk mengidentifikasi gugus kompleks dalam senyawa tetapi tidak dapat menentukan unsur-unsur penyusunnya. Pada FTIR, radiasi infra merah dilewatkan pada sampel. Sebagian radiasi sinar infra merah diserap oleh sampel dan sebagian lainnya diteruskan.

  Jika frekuensi dari suatu vibrasi spesifik sama dengan frekuensi radiasi infra merah yang langsung menuju molekul, molekul akan menyerap radiasi tersebut.

  Spektrum yang dihasilkan menggambarkan penyerapan dan transmisi molekuler. Transmisi ini akan membentuk suatu sidik jari molekuler suatu sampel. Karena bersifat sidik jari, tidak ada dua struktur molekuler unik yang menghasilkan spektrum infra merah yang sama.

  2.5 Tablet

  Tablet adalah sediaan padat, kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan (Ditjen POM, 1979). Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat biasanya dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika yang sesuai. Tablet dapat berbeda-beda dalam ukuran, bentuk, berat kekerasan, ketebalan, daya hancurnya dan dalam aspek lainnya tergantung dari cara pemakaian tablet dan metode pembuatannya (Ansel, 1989).

  Beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk tablet berkualitas baik adalah sebagai berikut : a.

  Kekerasan yang cukup dan tidak rapuh, sehingga kondisinya tetap baik selama fabrikasi/pengemasan dan pengangkutan hingga sampai pada konsumen.

  b. Dapat melepaskan bahan obatnya sampai pada ketersediaan hayatinya.

  c. Memenuhi persyaratan keseragaman bobot tablet dan kandungan obatnya.

  d. Mempunyai penampilan yang menarik, baik pada bentuk, warna, maupun rasanya.

  Untuk mendapatkan tablet yang baik tersebut, maka bahan yang akan dikempa menjadi tablet harus memenuhi sifat-sifat sebagai berikut: a.

  Mudah mengalir, artinya jumlah bahan yang akan mengalir dalam corong alir ke dalam ruang cetakan selalu sama setiap saat, dengan demikian bobot tablet tidak akan memiliki variasi yang besar.

  b.

  Kompatibel, artinya bahan mudah kompak jika dikempa, sehingga dihasilkan tablet yang keras. c.

  Mudah lepas dari cetakan, hal ini dimaksudkan agar tablet yang dihasilkan mudah lepas dan tak ada bagian yang melekat pada cetakan, sehingga permukaan tablet halus dan licin.

  Metode pembuatan tablet ada tiga cara yaitu : metode kempa langsung, granulasi basah dan granulasi kering.

  1. Metode Kempa Langsung Istilah kempa langsung berlaku untuk proses umum pada pembuatan - pembuatan tablet yang dikompresi ketika tidak ada perlakuan pendahuluan atau hanya perlakuan kecil yang dibutuhkan sebelum memasukkan bahan kedalam mesin tablet. Beberapa bahan mempunyai karakteristik pengikatan yang penting.

  2. Metode Granulasi Basah Metode ini merupakan metode yang paling banyak digunakan dalam memproduksi tablet kompresi. Langkah-langkah yang diperlukan dalam pembuatan tablet dengan metode ini dapat dibagi sebagai berikut : menimbang dan mencampur bahan-bahan, pembuatan granulasi basah. Menyaring granul basah, menjadi butiran yang lebih halus, pengeringan, pengayakan granul kering, pencampuran bahan pelikan dan bahan penghancur, pembuatan tablet dengan kompresi (Ansel, 1989).

  3. Metode Granulasi Kering Metode granulasi kering dibentuk oleh pelembaban atau penambahan bahan pengikat ke dalam campuran serbuk obat tetapi dengan cara memadatkan massa dalam jumlah yang besar dari campuran serbuk dan setelah itu memecahkannya dan menjadikan pecahan-pecahan kedalam massa granul yang kecil. Metode ini khususnya untuk bahan-bahan yang tidak dapat diolah dengan metode granulasi basah, karena kepekaannya terhadap uap air atau karena untuk mengeringkannya diperlukan temperatur yang dinaikkan (Ansel, 1989).

  2.6 Tablet Hisap

2.6.1 Definisi tablet hisap

  Tablet hisap adalah suatu sediaan padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat,umumnya dengan bahan dasar beraroma manis, yang dapat melarut atau hancur perlahan - lahan di dalam mulut (Ditjen POM, 1995). Tablet hisap adalah bentuk lain dari tablet untuk pemakaian dalam rongga mulut. Tablet ini digunakan dengan tujuan memberi efek lokal pada mulut atau kerongkongan yang umumnya di berikan sebagai pengobatan sakit tenggorokan atau untuk mengurangi batuk pada influenza, atau dapat pula mengandung anastetika lokal, berbagai antiseptik dan antibakteri, demulsen, astrigen dan antitusif. Jenis tablet ini di rancang tidak hancur di dalam rongga mulut tetapi melarut atau terkikis secara perlahan-lahan dalam waktu 30 menit atau kurang (Lachman, 1994).

  Tablet hisap adalah bentuk sediaan obat tablet yang diberi penambah rasa untuk dihisap dan di diamkan (ditahan) di dalam mulut atau faring (Siregar, 2010). Berbeda dengan tablet biasa, pada tablet hisap tidak digunakan bahan penghancur, dan bahan yang digunakan sebagian besar adalah bahan-bahan yang larut air. Tablet hisap cenderung menggunakan banyak pemanis (50% atau lebih dari berat tablet keseluruhan) seperti sukrosa, laktosa, manitol, sorbitol dan sebagainya. Selain itu diameter tablet hisap umumnya lebih besar yaitu >18 mm.

  3 Tablet hisap yang baik memiliki kekerasan >10 kg/m (Hasyim, 2008; Lachman, 1994; Parrot, 1970).

2.6.2 Bahan tambahan tablet hisap

  Bahan tambahan atau bahan pembantu tabletasi dapat di artikan sebagai zat - zat yang memungkinkan suatu obat atau bahan obat yang memiliki beberapa sifat khusus untuk dibuat menjadi suatu sediaan obat, dengan mempertimbangkan efek obat, kinerja obat, organoleptis, sifat kimia obat dan kemungkinan pengembangan jenis sediaan lain, adapun zat-zat tambahan dalam sediaan tablet hisap meliputi : a. Bahan Pembawa

  1. Pembawa Dasar Gula Formulasi tablet yang paling sederhana kemungkinan menggunakan gula (sukrosa) sebagai pembawa dasar. Gula tidak mahal dan dapat digunakan untuk membentuk tablet yang memiliki karakteristik pengempaan dan raba mulut yang dapat diterima.

  2. Pembawa dekstrosa dan sukrosa yang di modifikasi, seperti Nu-tab atau Sugartab.

  3. Pembawa dasar bebas gula, seperti manitol dan sorbitol.

  4. Pengisi-pengisi lain, seperti dikalsium fosfat, kalsium sulfat, kalsium karbonat, laktosa (Siregar, 2010).

  b. Bahan Pengikat Bahan pengikat adalah bahan tambahan yang diperlukan untuk memberikan daya adhesi pada massa serbuk sewaktu granulasi dan memberikan sifat kohesif yang telah ada pada bahan pengisi sehingga dapat membentuk struktur tablet yang kompak setelah pencetakan dan meningkatkan daya tahan tablet, oleh karena itu bahan pengikat menjamin penyatuan beberapa partikel serbuk dalam sebuah butiran granulat. Bahan pengikat dapat di tambahkan ke dalam bahan yang akan dicetak dalam bentuk kering, cairan atau larutan, tergantung pada metode pembuatan tablet (Ditjen POM, 1995).

  c. Bahan Pelincir Bahan pelincir dapat memenuhi berbagai fungsi yang berbeda sehingga banyak di kelompokkan menjadi bahan pengatur aliran (glidant), bahan pelincir

  (lubricant) dan bahan pemisah hasil cetakan (antiadheren). Bahan pengatur aliran atau glidant berfungsi untuk memperbaiki daya luncur dan daya gulir bahan yang akan di cetak, karena itu menjamin terjadinya keteraturan aliran dari corong pengisi ke dalam lubang cetakan.

  Glidant juga berfungsi untuk mengurangi penyimpangan massa, memperkecil gesekan sesama partikel dan meningkatkan ketepatan takaran tablet.

  Contoh zat yang dapat digunakan sebagai glidant yaitu talk, kalsium/magnesium stearat, asam stearat, PEG, pati dan aerosil. Bahan pelincir atau lubrikan berfungsi untuk mengurangi gesekan logam (stempel di dalam lubang ruang cetak) dan gesekan tablet dengan logam, serta memudahkan pengeluaran tablet dari mesin pencetak. Pada umumnya lubrikan bersifat hidrofobik sehingga cenderung menurunkan kecepatan disintegrasi dan disolusi tablet. Oleh karena itu kadar lubrikan yang berlebihan harus dihindarkan. Contoh lubrikan antara lain talk, kalsium, atau magnesium stearat, asam stearat, PEG, pati dan paraffin.

  Bahan pemisah hasil cetakan atau antiadheren adalah bahan yang berfungsi untuk mencegah lekatnya bahan yang dikempa pada permukaan stempel atas. Contoh bahan ini adalah talk, amilum maydis, cab-o-sil, natrium lauril sulfat, kalsium dan magnesium stearat (Voight, 1994). d.

  Zat Warna Penggunaan zat warna dalam tablet memberikan keuntungan yaitu menutupi warna obat yang kurang baik, identifikasi hasil produksi dan membuat suatu produk menjadi lebih menarik. Penyediaan warna alami dari tumbuh - tumbuhan dibatasi karena warna-warni ini sering kali tidak stabil (Lachman, 1994). Zat pewarna larut air dapat ditambahkan pada campuran serbuk selama pembuatan pembawa granulasi basah sebelum dilakukan granulasi eksipien dan zat aktif. Selain itu, pewarna dapat dilarutkan dalam larutan penggranulasi dan ditambahkan pengikat (Siregar, 2010).

  e.

  Pemberi Rasa Bahan pemberi rasa biasanya pada tablet kunyah atau tablet lainnya yang ditujukan larut dalam mulut. Pada umumnya zat pemberi rasa yang larut dalam air jarang dipakai dalam pembuatan tablet oleh karena stabilitasnya kurang baik (Lachman, 1994). Untuk tablet hisap, waktu huni tablet yang lama dalam rongga mulut mensyaratkan agar formulator mengembangkan tidak saja produk dengan penambah rasa yang menyenangkan, tetapi juga produk yang penambah rasanya dapat menutupi dasar pahit yang mungkin dimiliki formulasi (Siregar, 2010).

2.6.3 Permasalahan dalam pembuatan tablet hisap

  Masalah-masalah yang terjadi dalam pembuatan tablet hisap dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut :

  1. Kekerasan Tablet Pada pembuatan formulasi granulasi basah, penambahan jumlah pengikat yang tidak cukup akan menghasilkan granul yang kekurangan gaya intragranul atau intergranul. Pada pengempaan, tablet yang dihasilkan akan mengandung granul yang tidak terikat dalam area tekanan tinggi.

  2. Lembab Tiap granul tablet yang memiliki rentang kandungan lembab kritis tertentu yang membantu membentuk granul yang memiliki gaya kohesif optimum. Jika kandungan lembab berada dalam rentang 0,75-2,0%, granul yang terbentuk biasanya merupakan granul yang baik.

  3. Penjeratan Udara Penjeratan udara merupakan sumber masalah yang biasa menyebabkan kaping pada tablet berbobot tinggi. Hal yang menyebabkan laminasi tablet ini biasanya diperbaiki dengan memadatkan granul, yaitu dengan menambahkan jumlah pengikat dalam produk granulasi basah.

  4. Tekanan Berlebihan Selama Pengempaan Penggunaan tekanan pengempaan granul yang melebihi tekanan pengikatan optimum partikel-partikel mengakibatkan kerusakan ikatan intergranul. Sebagai penyebab kaping, laminasi, pengaruh tekanan dapat ditentukan dengan mengurangi tekanan pengempaan secara bertahap sampai terbentuk tablet yang dapat diterima atau sampai terbentuk tablet yang terlalu lunak untuk dikempa.

  5. Kegagalan lubrikan Kesulitan pengeluaran tablet akibat kegagalan lubrikan biasanya ditunjukkan oleh keberadaan garis-garis yang tidak beraturan di pinggir tablet

  (Siregar, 2010).

Dokumen yang terkait

Uji Lethal Concentration (Lc50)Ekstrak Etanol Daun Legundi (Vitex Trifolia L.)Pada Ikan Nila (Oreochromis Niloticus)

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Teori Agensi - Pengaruh Corporate Governance dan Dewan Komisaris Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah - Pengaruh Corporate Governance dan Dewan Komisaris Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

1 3 8

BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Menolong - Hubungan antara belief in just world dengan perilaku menolong pengemis

0 0 8

BAB I PENDAHULUAN 1.1 - Analisis Algoritma Baby-Step Giant-Step dan Pohlig-Hellman untuk Menyelesaikan Masalah Logaritma Diskrit

0 1 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Pati Jagung - Penggunaan Pati Jagung Gelatinasi Sebagai Bahan Pengikat Pada Formulasi Tablet Allopurinol

0 0 15

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Benalu Kakao (Dendropthoe pentandra (L.) Miq.) - Uji Skrining Fitokimia, Aktivitas Antioksidan Dan Antibakteri Ekstrak Metanol, Etil Asetat Dan N-Heksana Daun Benalu Kakao(Dendrophthoe Pentandra (L.) Miq.)

0 0 28

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Konsep dan Ruang Lingkup Perencanaan Transportasi Menurut LPM ITB (1997) , permasalahan transportasi bertambah parah baik di negara - Bangkitan Pergerakan Keluarga pada Perumnas J-City di Kecamatan Medan Johor

1 0 19

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Kota Medan merupakan ibu kota dari Provinsi Sumatera Utara yang secara adminstratif - Bangkitan Pergerakan Keluarga pada Perumnas J-City di Kecamatan Medan Johor

0 0 7

Formulasi Tablet Hisap Nanopartikel Daun Sirih Merah (Piper Crocatum Ruiz & Pav.) Secara Granulasi Basah

0 0 36