BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Pati Jagung - Penggunaan Pati Jagung Gelatinasi Sebagai Bahan Pengikat Pada Formulasi Tablet Allopurinol

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Pati Jagung

  Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik, yang banyak terdapat pada tumbuhan terutama pada biji-bijian, umbi-umbian. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai atom karbonnya, serta lurus atau bercabang (Jane, 1995). Pati dalam jaringan mempunyai bentuk butir yang berbeda-beda. Umumnya butir pati terdiri dari lapisan-lapisan yang mengelilingi suatu titik yang disebut hillus. Hillus dapat terletak ditengah atau dapat pula dipinggir. Biji jagung mengandung pati 54,1% - 71,7%, karbohidrat pada jagung sebagian besar merupakan komponen pati, sedangkan komponen lainnya adalah pentose, dekstrin, sukrosa, dan gula pereduksi (Fahn, 1992)

  Granul pati utuh tidak larut dalam air dingin. Granul pati dapat menyerap air dan mengembang, tetapi dapat kembali seperti semula. Apabila granul pati ditambahkan air panas atau dingin yang kemudian dipanaskan, maka pati dapat mengalami gelatinasi (Winarno, 1995).

  Granula pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas.

Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi yang tidak terlarut disebut amilopektin

(Winarno, 2002).

  Amilosa merupakan bagian polimer dengan ikatan α-(1,4) dari unit glukosa, yang membentuk rantai lurus, yang umumnya dikatakan sebagai linier dari pati. Struktur ini mendasari terjadinya interaksi iodamilosa membentuk warna biru (Pudjihastuti, 2010).

  Amilopektin sama seperti amilosa, yaitu terdiri dari rantai pendek α-(1,4)- D-glukosa dalam jumlah yang besar. Perbedaannya ada pada tingkat percabangan yang tinggi dengan ikatan α-(1,6)-D-glukosa dan bobot molekul yang besar Bila amilosa direaksikan dengan larutan iod akan membentuk warna biru tua, sedangkan amilopektin akan membentuk warna merah (Taggart, 2004).

Gambar 2.1 Gambar struktur amilosa (Pudjihastuti, 2010)Gambar 2.2 Gambar struktur amilopektin (Pudjihastuti, 2010)

  2.2 Klasifikasi Tanaman Jagung

  Divisio : Spermatophyta Sub-divisio : Angiospermae Klass : Monocotyledoneae Ordo : Poales Famili : Poaceae Genus : Zea Spesies : Zea mays L (Hartono, 2007)

  2.3 Gelatinasi Pati Jagung

  Gelatinasi merupakan proses pembengkakan granula pati ketika dipanaskan dalam media air. Granula pati tidak larut dalam air dingin, tetapi granula pati dapat mengembang dalam air panas. Naiknya suhu pemanasan akan meningkatkan pembengkakan granula pati. Pembengkakan granula pati menyebabkan terjadinya penekanan antara granula pati dengan lainnya (Pomeranz, 1991). Pembengkakan yang diikuti dengan gelatinasi pati terjadi ketika energi kinetik molekul-molekul air menjadi lebih kuat dari pada daya tarik menarik antara molekul pati di dalam granula yang menyebabkan air dapat masuk ke dalam butir-butir pati (Winarno, 1995) . Gelatinasi adalah perubahan yang terjadi pada granula pada waktu mengalami pembengkakan yang luar biasa dan tidak dapat kembali ke bentuk semula (Winarno, 2002).

  Gelatinasi juga disebut sebagai peristiwa koagulasi koloid dengan ikatan rantai polimer atau penyerapan zat terlarut yang membentuk jaringan tiga dimensi yang tidak terputus sehingga dapat mengakibatkan terperangkapnya air dan terhentinya aliran zat cair yang ada di sekelilingnya kemudian mengalami proses pengorientasian partikel (Meyer, 1973). Suhu gelatinasi adalah suhu pada saat granula pati pecah. Suhu gelatinasi berbeda-beda bagi tiap jenis pati dan

  .

  merupakan suatu kisaran Menurut Singh, dkk., (2005) suhu gelatinasi pati jagung 69°C - 72°C.

  Rahman (2007) menyatakan bahwa gelatinasi merupakan fenomena kompleks yang bergantung pada: a. ukuran granula pada umumnya granula yang besar membentuk gel lebih lambat sehingga mempunyai suhu gelatinasi yang lebih tinggi daripada granula yang kecil. b. persentase amilosa pati yang memiliki amilosa dengan kadar tinggi suhu gelatinasinya juga akan tinggi.

  c. bobot molekul makin besar bobot molekul dari granul pati pembentukan gel akan semakin lambat.

  d. derajat kristalisasi dari molekul pati di dalam granula.

  Makin besar derajat kristalisasi dari granula pati, pembentukkan gel semakin lambat.

  Menurut Pomeranz (1991), tidak semua granula pati tergelatinasi pada titik yang sama, tetapi terjadi pada suatu kisaran suhu tertentu. Proses gelatinasi melibatkan peristiwa-peristiwa sebagai berikut: a. hidrasi dan swelling (pengembangan) granula b. hilangnya sifat birefringent c. peningkatan kejernihan d. peningkatan konsistensi dan pencapaian viskositas puncak e. pemutusan molekul-molekul linier f. penyebarannya dari granula yang telah pecah.

  Suhu gelatinasi tergantung pada konsentrasi dan pH larutan pati. Makin kental larutan, suhu gelatinasi makin sulit tercapai. Bila pH terlalu tinggi, pembentukan gel semakin cepat tercapai tetapi cepat turun lagi. Pembentukan gel optimum pada pH 4 - 7. Selain itu, penambahan gula juga berpengaruh terhadap kekentalan gel yang terbentuk. Gula akan menurunkan kekentalan, hal ini disebabkan karena gula dapat mengikat air, sehingga pembengkakan butir-butir pati menjadi lebih lambat, akibatnya suhu gelatinasi akan lebih tinggi. Adanya gula akan menyebabkan gel lebih tahan terhadap kerusakan mekanik (Winarno, 2002).

2.4 Allopurinol

2.4.1 Tinjauan umum

  Rumus molekul : C

  5 H

  4 N

  4 O

  Nama kimia : 1H-Pirazolol[3,4-d]pirimidin-4-ol[315-30-0] Berat molekul : 136,11 Pemerian : Serbuk halus putih hingga hampir putih, berbau lemah.

  Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air dan etanol; larut dalam kalium dan natrium hidroksida; praktis tidak larut dalam kloroform dan dalam eter (Ditjen POM, 1995).

  H N N N NH O

Gambar 2.3. Rumus Bangun Alopurinol (Ditjen POM, 1995).

2.4.2 Farmakologi

  Allopurinol bekerja dengan cara mengurangi sintesa asam urat atas dasar persaingan substrat dengan zat-zat purin berlandaskan enzim xanthin oksidase.

  Enzim yang mengubah hipoxantin menjadi xantin dan selanjutnya menjadi asam urat. Melalui mekanisme umpan balik allopurinol menghambat sintesa purin yang merupakan prekursor xanthin (Katzung, 2004).

  Allopurinol di dalam tubuh mengalami metabolisme menjadi oksipurinol (alloxantin) yang juga bekerja sebagai penghambat enzim xantin oksidase.

  Mekanisme kerja senyawa ini berdasarkan katabolisme purin dan mengurangi produksi asam urat, tanpa mengganggu biosintesa purin. Allopurinol dapat meningkatkan frekuensi serangan artritis gout akut sehingga sebaiknya obat anti inflamasi atau kolkisin diberikan bersama pada awal terapi (Katzung, 2004).

  Allopurinol kira-kira 80% diserap setelah pemakaian oral. Persenyawaan hasilnya oksipurinol mempertahankan kemampuannya untuk menghambat xanthine oxidase dan mempunyai durasi kerja yang cukup panjang sehingga allopurinol cukup diberikan satu kali sehari (Katzung, 2004).

  2.5 Pengertian Tablet

  Tablet adalah sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Sebagian besar tablet dibuat dengan cara pengempaan dan merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja. Tablet dibuat dengan berbagai ukuran, bentuk dan penandaan permukaan tergantung pada desain cetakan (Ditjen POM, 1995).

  Untuk mendapatkan tablet yang baik, maka bahan pengisi yang akan dikempa menjadi tablet harus memenuhi sifat- sifat berikut : a. mudah mengalir, artinya jumlah bahan yang akan mengalir dalam corong alir ke dalam ruang cetakan selalu sama setiap saat, dengan demikian bobot tablet tidak akan memiliki variasi. b. kompatibel, artinya bahan mudah kompak jika dikempa, sehingga dihasilkan tablet yang keras.

  c. mudah lepas dari cetakan, hal ini dimaksudkan agar tablet yang dihasilkan mudah lepas dan tidak ada bagian yang melekat pada cetakan, sehingga permukaan tablet halus dan licin (Sheth, dkk., 1980).

  Tablet dibuat dengan 3 cara umum yaitu : Granulasi basah, granulasi kering dan cetak langsung. Tujuan granulasi basah dan kering adalah untuk meningkatkan aliran campuran dan atau kemampuan kempa. Granulasi kering dibuat dengan cara menekan massa serbuk pada tekanan tinggi sehingga menjadi tablet yang besar kemudian digiling dan diayak hingga diperoleh granul dengan ukuran partikel yang diinginkan. Cetak langsung merupakan pengempaan langsung dengan kecepatan tinggi tanpa tahap granulasi terlebih dahulu (Ditjen POM, 1995).

2.6 Metode Granulasi Basah

  Metode ini merupakan metode pembuatan yang paling banyak digunakan dalam memproduksi tablet kompresi. Langkah-langkah yang diperlukan dalam pembuatan tablet dengan metode ini dapat dibagi sebagai berikut: menimbang dan mencampur bahan-bahan, pembuatan granulasi basah, pengayakan granul basah, pengeringan, pengayakan granul kering, pencampuran bahan pelicin dan bahan penghancur, pembuatan tablet dengan kompresi (Ansel, 1989).

  Metode granulasi basah dilakukan dengan terlebih dahulu mencampur zat berkhasiat, zat pengisi dan zat penghancur dicampur baik-baik, lalu dibasahi dengan larutan bahan pengikat, bila perlu bahan pewarna. Setelah itu diayak o o

  menjadi granul, dan dikeringkan dalam almari pengering pada suhu 40 C - 50 C. Setelah kering diayak lagi untuk memperoleh granul dengan ukuran yang diperlukan dan ditambahkan bahan pelicin dan dicetak menjadi tablet dengan mesin tablet (Ansel, 1989).

2.7 Teori Pencampuran

  Proses pencampuran merupakan proses yang sangat penting sebelum dilakukan pencetakan tablet. Pencampuran bertujuan untuk memperolah campuran homogen antar partikel-partikel penyusunnya, pencampuran yang kurang baik atau tidak homogen akan menyebabkan kadar zat aktif dalam tablet kurang seragam (Parrott, 1971).

  Campuran yang homogen pada pencampuran serbuk dipengaruhi oleh bentuk partikel. Bentuk partikel berpengaruh terhadap gerakan partikel pada waktu pencampuran. Partikel-partikel yang ideal berbentuk bola karena lebih mudah bergerak, sedangkan partikel yang berbentuk jarum dan partikel yang tidak teratur lebih sukar bergerak dan membentuk agregat (Parrott, 1971).

  Untuk partikel-partikel yang besar akan cenderung memisah dari partike- partikel yang kecil, yakni partikel besar cenderung ke bawah dan partikel yang kecil cenderung ke atas dalam bentuk fines. Kerapatan massa, dalam proses pencampuran di dalam alat pencampuran dapat terjadi segregasi karena gesekan dari partikel yang mempunyai perbedaan kerapatan massa, untuk komponen yang kerapatan massanya besar akan turun ke bawah, sedangkan komponen yang kerapatan massanya kecil akan tetap di atas sehingga dibutuhkan waktu pencampuran yang lebih lama untuk mendapatkan campuran yang homogen. Kelengketan dan kelicinan, untuk bahan yang bersifat lengket, maka pada proses pencampuran partikelnya akan bergerombol satu sama lain dan melekat pada dinding mixer sehingga proses pencampuran akan lebih sukar, lain halnya bila didapatkan bahan yang licin, bahan tersebut akan membantu dalam proses pencampuran. Kelembaban, pengaruh kelembaban tinggi yang dominan adalah gaya kapiler, gaya ini mengakibatkan bahan cenderung menggumpal dan melekat pada dinding mixer, sedangkan pada kelembaban yang rendah gaya yang dominan adalah gaya elektrostatik, gaya ini menyebabkan partikel-partikel menjadi bermuatan, cenderung membentuk agregat dan mengalami segregasi. Lama campuran, keefektifan waktu yang digunakan untuk proses pencampuran akan mempengaruhi hasil pencampuran karena campuran yang sudah homogen bila proses pencampurannya dilanjutkan maka pada waktu tertentu tidak homogen lagi (Parrott, 1971).

2.8 Uji Preformulasi

  Untuk menghasilkan tablet yang baik maka perlu diketahui sifat fisis dari campuran bahan yang akan dicetak, pemeriksaan kualitas campuran bahan meliputi :

2.8.1 Waktu alir

  Waktu alir adalah waktu yang dibutuhkan bila sejumlah granul dituangkan dalam suatu alat kemudian dialirkan. Mudah tidaknya aliran granul dapat dipengaruhi oleh bentuk granul, sifat permukaan granul dan kelembabannya. Bila granul memiliki ukuran yang tidak seragam menyebabkan daya kohesinya semakin besar sehingga granul sukar mengalir. Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu alir yaitu sifat-sifat granul yaitu ukuran partikel, distribusi ukuran partikel dan kelembaban (Lachman, dkk., 1994).

  2.8.2 Sudut diam

  Sudut diam yaitu sudut tetap yang terjadi antara timbunan partikel bentuk kerucut dengan bidang horisontal. Besar kecilnya sudut diam dipengaruhi oleh bentuk, ukuran dan kelembapan granul. Granul atau serbuk kualitas farmasi mempunyai sudut diam 20° - 40°, sudut yang lebih kecil menunjukkan sifat alir yang baik (Lachman, dkk., 1994).

  2.8.3 Indeks tap

  Uji indeks tap dilakukan untuk mengamati penurunan jumlah serbuk/granul akibat adanya gaya hentakan, juga untuk mengetahui secara tidak langsung perilaku sifat alir sewaktu kompresi/pencetakan tablet, sifat alir dikatakan baik apabila indeks tap kurang dari 20% (Voight, 1994).

  2.9 Pemeriksaan Kualitas Tablet

  Pemeriksaan kualitas tablet dilakukan untuk mengetahui mutu fisik dari tablet yang dihasilkan, pemeriksaan kualitas tablet meliputi :

  2.9.1 Kekerasan tablet

  Kekerasan adalah parameter yang menggambarkan ketahanan tablet dalam melawan tekanan mekanik seperti goncangan, kikisan dan terjadi keretakan tablet selama pembungkusan, pengangkutan dan pemakaian. Kekerasan ini dipakai sebagai ukuran dari tekanan pengempakan. Kekerasan tablet biasanya 4 - 8 kg, tablet dengan kekerasan kurang dari 4 kg akan didapatkan tablet yang cenderung rapuh, tapi bila kekerasan tablet lebih besar dari 8 kg akan didapatkan tablet yang cenderung keras (Parrott, 1971).

  Faktor-faktor yang mempengaruhi kekerasan tablet adalah tekanan pada saat pentabletan, sifat bahan yang dikempa serta jumlah serta jenis bahan obat yang ditambahkan saat pentabletan akan meningkatkan kekerasan tablet (Ansel, 1989).

  2.9.2 Kerapuhan tablet

  Kerapuhan adalah parameter lain dari ketahanan tablet dalam melawan pengikisan dan goncangan, besaran yang dipakai adalah % bobot yang hilang selama pengujian dengan alat friabilator. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerapuhan antara lain banyaknya kandungan serbuk (fitnes), kerapuhan di atas 1% menunjukkan tablet yang rapuh dan dianggap kurang baik (Lachman, dkk., 1994).

  2.9.3 Waktu hancur tablet

  Waktu hancur tablet adalah waktu yang dibutuhkan untuk hancurnya tablet dalam medium yang sesuai sehingga tidak ada bagian tablet yang tertinggal di atas kasa alat pengujian. Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu hancur adalah sifat fisika kimia granul dan kekerasan tablet, kecuali dinyatakan lain, waktu hancur tablet tidak bersalut tidak boleh lebih dari 15 menit (Lachman, dkk., 1994).

  Waktu hancur yang semakin cepat maka akan semakin cepat pula pelarutan dari bahan berkhasiat sehingga akan lebih cepat berkhasiat dalam tubuh

  2.9.4 Keseragaman sediaan

  Keseragaman sediaan dapat ditetapkan dengan dua cara, yaitu : 1. Keragaman bobot, dilakukan terhadap tablet yang 50% bahan aktifnya lebih besar atau sama dengan 50 mg.

  2. Keseragaman kandungan, dilakukan terhadap tablet yang 50% bahan aktifnya urang dari 50 mg. (Ditjen POM, 1995)

  2.9.5 Uji penetapan kadar zat berkhasiat

  Uji penetapan kadar zat berkhasiat dilakukan untuk mengetahui apakah tablet tersebut memenuhi syarat sesuai dengan etiket. Bila kadar obat tersebut tidak memenuhi syarat maka obat tersebut tidak memiliki efek terapi yang baik dan tidak layak di konsumsi. Uji penetapan kadar dilakukan dengan menggunakan cara-cara yang sesuai pada masing-masing monografi antara lain di Farmakope Indonesia (Dirjen POM RI, 1995).

  2.9.6 Disolusi

  Disolusi adalah proses melarutnya suatu obat (Ansel, 1989). Saat sekarang ini disolusi dipandang sebagai salah satu uji pengawasan mutu yang paling penting dilakukan pada sediaan farmasi. Pada uji disolusi dapat diketahui bahan obat dalam larutan dengan kecepatan yang seharusnya. Cepatnya obat atau tablet melarut menentukan kadar bahan berkhasiat terlepas didalam tubuh. Karena itu laju larut berhubungan langsung dengan kemanjuran dari tablet dan perbedaan bioavaibilitas dari berbagai formula (Lachman, dkk., 1994).

  Pada tiap pengujian, volume dari media disolusi (seperti yang dicantumkan dalam masing-masing monografi) di tempatkan dalam bejana dan biarkan mencapai temperature 37 ± 0,5°C. Kemudian 1 tablet yang diuji dicelupkan kedalam bejana atau ditempatkan dalam keranjang dan pengaduk diputar dengan kecepatan seperti yang ditetapkan dalam monografi. Pada waktu- waktu tertentu contoh dari media diambil untuk analisis kimia dari bagian obat yang terlarut. Tablet harus memenuhi persyaratan seperti yang terdapat dalam monografi untuk kecepatan disolusi (Ansel, 1989).

2.10 Spektrofotmetri

  Spektrofotometri UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi (Dachriyanus, 2004).

2.10.1 Instrumen

  Menurut Khopkar (1990), suatu spektrofotometer tersusun dari:

  a. Sumber Sumber yang biasa digunakan adalah lampu wolfram. Tetapi untuk daerah

  UV digunakan lampu hydrogen atau lampu deuterium. Kebaikan lampu wolfram adalah energi radiasi yang dibebaskan tidak bervariasi pada berbagai panjang gelombang. Untuk memperoleh tegangan yang stabil dapat digunakan transformator. Jika potensial tidak stabil, kita akan mendapatkan energi yang bervariasi. Untuk mengompensasikan hal ini maka dilakukan pengukuran transmitan larutan sempel selalu di sertai larutan pembanding.

  b. Monokromator Digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis. Alatnya berupa prisma ataupun grating. untuk mengarahkan sinar monokromatis yang diinginkan dari hasil penguraian dapat digunakan celah.

  c.

  Sel absorbsi

  Pada pengukuran di daerah tampak kuvet kaca dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah UV kita harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini. Umumnya tebal kuvetnya adalah 10 mm, tetapi yang lebih kecil ataupun yang lebih besar dapat digunakan. Sel yang biasa digunakan berbentuk persegi, tetapi bentuk silinder dapat juga digunakan. Kita harus menggunakan kuvet untuk pelarut organik. Sel yang baik adalah kuarsa atau gelas hasil leburan serta seragam keseluruhannya.

  d.

  Detektor Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang. Pada spektrofotometer, tabung pengganda elektron yang di gunakan prinsip kerjanya telah diuraikan.

2.10.2 Penggunaan

  Menurut Rohman dan Ganjar (2007), metode spektrofotometri UV-Vis digunakan untuk menetapkan kadar senyawa obat dalam jumlah yang cukup banyak. Cara untuk menetapkan kadar sampel adalah dengan menggunakan perbandingan absorbansi sampel dengan absorbansi baku, atau dengan menggunakan persamaan regresi linier yang menyatakan hubungan antara konsentrasi baku dengan absorbansinya. Persamaan kurva baku selanjutnya digunakan untuk menghitung kadar dalam sampel. Analisis kuantitatif dengan metode spektofotometri UV-Vis dapat digolongkan atas tiga macam pelaksanaan pekerjaan, yaitu: a. analisis zat tunggal atau analisis satu komponen

  b. analisis kuantitatif campuran dua macam zat atau analisis dua komponen

  c. analisis campuran tiga macam zat atau lebih / analisis multi komponen

  Jika penetapan kadar atau pengujian menggunakan baku pembanding, lakukan pengukuran spektrofotometri dengan larutan yang dibuat dari baku pembanding menurut petunjuk resmi dan larutan yang dibuat dari zat uji. Lakukan pengukuran kedua secepat mungkin setelah pengukuran pertama menggunakan kuvet dari kondisi pengujian yang sama. Kuvet atau sel yang dimaksudkan untuk diisi larutan uji dan cairan pelarut, bila diisi dengan pelarut yang sama, harus sama. Jika tidak harus dilakukan koreksi yang tepat (Ditjen POM, 1995).

Dokumen yang terkait

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian - Tinjauan Yuridis Terhadap Konsekuensi Yang Terjadi Dalam Perjanjian Pemasangan Papan Reklame(Studi Pada Pt. Bensatra)

0 0 21

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Terhadap Konsekuensi Yang Terjadi Dalam Perjanjian Pemasangan Papan Reklame(Studi Pada Pt. Bensatra)

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Makan Remaja - Perilaku Makan Siap Saji (Fast Food) dan Kejadian Obesitas pada Remaja Putri di SMAN 1Barumun Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas Tahun 2014

0 1 21

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Perilaku Makan Siap Saji (Fast Food) dan Kejadian Obesitas pada Remaja Putri di SMAN 1Barumun Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas Tahun 2014

0 1 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Keagenen (Agency Theory) - Pengaruh karakteristik perusahaan terhadap voluntary disclosure perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 1 39

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pengaruh karakteristik perusahaan terhadap voluntary disclosure perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Teori Agensi - Pengaruh Corporate Governance dan Dewan Komisaris Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah - Pengaruh Corporate Governance dan Dewan Komisaris Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

1 3 8

BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Menolong - Hubungan antara belief in just world dengan perilaku menolong pengemis

0 0 8

BAB I PENDAHULUAN 1.1 - Analisis Algoritma Baby-Step Giant-Step dan Pohlig-Hellman untuk Menyelesaikan Masalah Logaritma Diskrit

0 1 10