BAB II.docx Zat warna sintesis

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Makanan adalah salah satu kebutuhan manusia dalam kehidupan seharinya.
Sebagai kebutuhan dasar, makanan tersebut harus mengandung zat gizi untuk
dapat memenuhi fungsinya dan aman dikonsumsi, karena makanan yang tidak
aman dapat menimbulkan gangguan kesehatan bahkan keracunan. Aneka produk
makanan dan minuman yang berwarna-warni tampil semakin menarik. Warnawarni pewarna membuat aneka produk makanan mampu mengundang selera,
walaupun demikian, konsumen harus berhati-hati. Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) sering menemukan produk makanan yang menggunakan
pewarna tekstil. Pada era modern ini, bahan pewarna tampaknya sudah tidak bisa
dipisahkan dari berbagai jenis makanan dan minuman olahan. Produsen pun
berlomba-lomba untuk menarik perhatian para konsumen dengan menambahkan
pewarna pada makanan dan minuman (Putra, dkk., 2014).
Zat pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau
memberi warna pada makanan. Penambahan pewarna pada makanan dimaksud
untuk memperbaikiwarna makanan yang berubah atau memucat selama proses
pengolahan atau memberi warnapada makanan yang tidak berwarna agar kelihatan
lebih menarik (Pertiwi, dkk., 2014).
Terdapat banyak jenis zat pewarna, tetapi tidak semua pewarna dapat
digunakan pada makanan. Ada dua jenis pewarna makanan yaitu pewarna alami
dan pewarna buatan. Pewarna alami merupakan bahan pewarna yang diambil dari

tumbuh-tumbuhan atau batu-batuan secara langsung (Suryatin, 2008).
Zat warna merah yang banyak terdapat di alam dikelompokkan kedalam dua
golongan yaitu karotenoid dan antosianin. Antosianin tergolong pigmen yang
disebut flavonoid yang pada umumnya larut dalam air. Warna pigmen antosianin
berwarna merah, biru, violet dan biasanya dijumpai pada bunga, buah-buahan dan
sayur-sayuran. Dalam tanaman terdapat dalam bentuk glikosida yaitu membentuk
ester dengan monosakarida (glukosa, galaktosa, ramnosa, dan kadang-kadang
pentosa) (Winarti dan Firdaus, 2010).

Beberapa contoh penggunaan zat pewarna alami adalah sebagai berikut (Nugroho,
dkk., 2009):
a. Warna kuning dari wortel, jeruk, dan kunyit, dapat digunakan untuk keju dan
kapri.
b. Warna merah dari wortel, tomat, dan lombok dapat digunakan untuk saus.
c. Warna biru dari anggur dapat digunakan untuk minuman.
d. Karamel (coklat) dari gula yang dipanaskam digunakan untuk pewarna jam,
jeli, maupun keju olahan.
Zat pewarna alami tidak akan menimbulkan gangguan kesehatan bila dikonsumsi.
Hanya saja, jumlah dan jenisnya terbatas, dan proses pengolahannya
membutuhkan waktu yang cukup lama. Lain halnya dengan pewarna buatan atau

disebut dengan sintetik, zat tersebut memiliki warna yang beragam, lebih tahan
lama, penggunaannya praktis. Hanya saja, jika digunakan terlalu berlebihan (tidak
sesuai aturan) dapat bersifat racun (Astuti, 2009).
Zat warna sintesis adalah zat warna yang bukan asli bahan makanan. Zat
tersebut ditambahkan dalam makanan agar lebih menarik, sebagai contoh
amaranth, erythrosine, saffranine dan lain-lain. Untuk mengetahui kadar atau
dosis zat warna tambahan yang digunakan jarang sekali dilakukan analisisnya. Hal
ini disebabkan karena penambahannya hanya sebagai bahan untuk memperindah
atau menarik selera konsumen, atau dengan kata lain penambahan tersebut
dilakukan secukupnya saja, sesuai selera. Penambahan yang terlalu banyak akan
mengakibatkan warna menjadi jelek dan mempengaruhi rasa (Sirajuddin, dkk.,
2015).
Zat pewarna sintesis yang sering ditambahkan pada jajanan adalah Rhodamin
B dan Methanyl Yellow, yaitu merupakan zat warna sintetik yang umum
digunakan sebagai pewarna tekstil. Kedua zat ini merupakan zat warna tambahan
yang dilarang penggunaannya dalam produk-produk pangan. Keduanya bersifat
karsinogenik sehingga dalam penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan
kanker. Uji toksisitas Rhodamin B telah dilakukan terhadap 2mencit dan tikus
dengan injeksi subkutan dan secara oral. Rhodamin B dapat menyebabkan
Karsinogenik pada tikus ketika diinjeksi subkutan, yaitu timbul sarcoma lokal.


Sedangkan secara IV didapatkan LD50 89,5 mg/kg yang ditandai dengan gejala
adanya pembesaran hati, ginjal, dan limfa diikuti perubahan anatomi berupa
pembesaran organnya (Pertiwi, dkk., 2014).
Saat ini sering ditemukan penggunaan pewarna sintetis dalam berbagai
macam industri seperti tekstil, makanan, dan obat-obatan. Pewarna sintetis sendiri
dapat berdampak buruk terhadap kesehatan dan juga lingkungan. Oleh karena itu
pewarna alami kembali dimanfaatkan menjadi suatu alternatif karena zat warna
alam direkomendasikan sebagai pewarna yang ramah dan baik bagi lingkungan
maupun kesehatan, mempunyai nilai pencemaran yang relatif rendah, mudah
terdegradasi secara biolongis, dan tidak beracun (Thomas, dkk., 2013).
Seperti halnya dengan semua aditif, peraturan keselamatan bervariasi
tergantung pada negara yang bersangkutan. Sebagai contoh, FDA telah
menyetujui berbagai pewarna makanan sintetis yang berbasis kimia dan tidak ada
di alam, dengan beberapa aditif dilarang di Uni Eropa dan bagian lain dari dunia.
Sebagian besar negara memiliki peraturan sendiri dan daftar aditif yang disetujui
yang dapat digunakan dalam berbagai aplikasi. Untuk sebagian besar, produk
pewarna makanan alami tidak diharuskan untuk diuji oleh sebagian besar negara
di seluruh dunia, asalkan bahan yang alami dan tidak sintetis dalam asal (Praja,
2015).

Pewarna makanan banyak digunakan untuk berbagai jenis makanan, terutama
berbagai produk jajan pasar serta berbagai makanan olahan yang dibuat oleh
industri kecil ataupun industri rumah tangga meskipun pewarna buatan juga
ditemukan pada berbagai jenis makanan yang dibuat oleh industri besar. Yang
terakhir ini biasanya sengaja dilakukan oleh pabrik untuk membuat makanan
ataupun minuman berkalori rendah yang ditujukan untuk penderita diabetes
mellitus. Hampir setiap makanan olahan telah dicampur dengan pewarna sintetis
mulai dari jajanan anak-anak, tahu, kerupuk, terasi, cemilan, bahkan buah dingin
terutama mangga (Winarno, 1992).
Menurut lembaga pembinaan dan perlindungan konsumen (LP2K),
penggunaan zat pewarna pada makanan secara tidak bertanggung jawab akan
mengakibatkan kemunduran kerja otak, sehingga anak–anak menjadi malas,

sering pusing dan menurunnya konsentrasi belajar. Penggunaan zat pewarna
Rhodamin B dan Methanyl Yellow pada makanan jajanan anak yang masih marak
dilakukan sehingga dapat membahayakan kesehatan merupakan suatu latar
belakang yang mendasari perlunya penelitian ini dilakukan (Pertiwi, dkk., 2014).
Pewarna sintesis atau buatan digunakan untuk produk pangan berskala besar.
Contoh penggunaannya sebagai berikut (Nugroho, dkk., 2009):
a. Eritrosin (merah untuk saus, es krim, jam, jeli, dan udang kalengan).

b. Kuning FCF (kuning cerah) untuk es krim, jeli, dan biskuit.
c. Tartrazin (kuning) untuk mentega dan krim.
d. Hijau FCF (hijau cerah) untuk es krim dan buah kalengan.
Pewarna sintesis yang di ijinkan untuk makanan dan minuman menurut
peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Pet/IX/1988 dapat diamati
melalui tabel berikut (Nugroho, dkk., 2009):
No.
1

2

Jenis Pewarna
Biru Berlian

Coklat HT

3

Eritrosin


4

Hijau FCF

5

Hijau S

6

Indigotin

7

Karmoisin

8

Kuning FCF


Contoh Makanan
1. Es krim dan sejenisnya
2. Jam, jeli, saus apel
kalengan
3. Makanan lainnya
1. Minuman ringan dan
makanan cair
2. Makanan lain
1. Es krim dan sejenisnya
2. Udang kalengan
1. Buah pir kalengan
2. Ercis kalengan
1. Minuman ringan dan
makanan cair
2. Makanan lain
1. Es krim dan sejenisnya
2. Yogurt beraroma
1. Minuman ringan dan
makanan cair
2. Makanan lain

3. Yogurt beraroma
1. Minuman ringan dan
makanan cair
2. Makanan lain
3. Acar ketimun dalam

Batas Maksimum
Penggunaan
100 mg/kg
200 mg/kg
100 mg/kg
70 mg/kg
300 mg/kg
100 mg/kg
30 mg/kg
200 mg/kg
200 mg/kg
70 mg/kg
300 mg/kg
100 mg/kg

6 mg/kg
70 mg/kg
300 mg/kg
57 mg/kg
700 mg/kg
300 mg/kg
300 mg/kg

9

Kuning
Kuiolin

10

Merah Alura

11

12


Ponccau 4R

Tetrazin

botol
1. Es krim dan sejenisnya
2. Makanan lain
1. Minuman ringan dan
makanan cair
2. Makanan lain
1. Es krim dan sejenisnya
2. Makanan lainnya
3. Minuman ringan dan
makanan cair
4. Yogurt beraroma
5. Udang beku
1. Minuman ringan dan
makanan cair
2. Makanan lain

3. Kapri kalengan

50 mg/kg
300 mg/kg
70 mg/kg
300 mg/kg
50 mg/kg
300 mg/kg
70 mg/kg
48 mg/kg
100 mg/kg
70 mg/kg
300 mg/kg
100 mg/kg